• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MADYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN DOSEN MADYA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

Bidang Penelitian : Dosen Madya

Kode / Nama Rumpun Ilmu : 181 / Agribisnis

LAPORAN

PENELITIAN DOSEN MADYA

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN DI WILAYAH PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN

SERANG DI DESA KRAMATWATU KABUPATEN SERANG

Diusulkan oleh :

Sri Mulyati, Ir., MM. - NIDN 0010076114 (Ketua)

Nanang Krisdianto, S.T., M.Kom. - NIDN 00090407407 (Anggota)

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SEPTEMBER 2021

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

PENELITIAN DOSEN MADYA

Judul Penelitian : Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Serang di Desa Kramatwatu Kabupaten Serang

Kode / Nama Rumpun Ilmu : 181 / Agribisnis Skema Penelitian : Dosen Madya Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Sri Mulyati, Ir., MM.

b. NIDN : 0010076114

c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala d. Program Studi : Agribisnis

e. Nomor HP : 081213813750

f. Alamat Surel/email : SM200118@gmail.com Anggota Peneliti (1)

a. Nama Lengkap : Nanang Krisdianto, ST., M.Kom.

b. NIDN : 0009047505

c. Program Studi : Agribisnis Biaya Penelitian : Rp. 26.680.000 Biaya Luaran Tambahan : -

Mengetahui, Serang, 30 September 2021

Dekan Faperta Ketua Peneliti,

Prof. Dr. Nurmayulis, Ir., MP. Sri Mulyati, Ir., MM.

NIP. 196311182001122001 NIP. 196107102003122001

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Dr. Rusmana, Ir., M.P.

NIP. 196402101990021001

(3)

i

IDENTITAS PENELITIAN

1. Judul Penelitian : Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Serang

2. Tim Peneliti : 2 (dua) Orang

No. Nama Jabatan Bidang

Keahlian

Instansi Alokasi Waktu (jam/minggu) 1. Sri Mulyati, Ir.,

MM.

Ketua Peneliti

Ilmu Gizi dan

Pangan Untirta 12

2 Nanang

Krisdianto, ST., M.Kom

Anggota Peneliti

Ilmu Komputer

Untirta 10

3. Objek penelitian : Pola pangan harapan salah satu indikator dari keberagaman konsumsi pangan yang nantinya akan menentukan ketahan pangan suatu wilayah. Penelitian awal adalah untuk mengetahui pola pangan harapan, mengetahui tingkat konsumsi energi, kemudian membuat strategi dan model penganekaraman

konsumsi pangan baik di perdesaan maupun perkotaan.

4. Masa pelaksanaan penelitian

a. Mulai : Bulan Mei 2021

b. Berakhir : Bulan November 2021

6. Lokasi Penelitian : Kecamatan Kramat Watu dan Kecamatan Tirtayasa 7. Instansi lain yang terlibat : Dinas Ketahanan Pangan dan Kelautan Kabupaten

Serang

8. Temuan yang ditargetkan : Tentang Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Pola Pangan Harapan

9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu

: Hasil penelitian ini diharapkan ada penemuan bidang ilmu gizi dan pangan, tentang penganekaragaman konsumsi pangan dan pola pangan harapan di wilayah perdesaan dan perkotaan

10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran

Jurnal Nasional Terakreditasi, Jurnal Terakreditasi

(4)

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i2

IDENTITAS PENELITIAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

RINGKASAN ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... 4

1.1. Latar Belakang ... 4

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan ... 6

1.4. Kebaruan ... 7

1.5. Urgensi (Keutamaan penelitian) ... 7

1.6. Target Luaran ... 7

1.7. Kontribusi terhadap Ilmu Pengetahuan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Pangan ... 8

2.2. Penganekaragaman Pangan ... 8

2.3. Pola Pangan Harapan (PPH) ... 10

2.4. Tingkat Konsumsi Energi ... 11

2.5. Strategi Penganekaragaman Pangan ... 12

2.6. Kerangka berfikir ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN DAN ROAD MAP PENELITIAN ... 14

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 14

3.2. Populasi dan Sampel ... 14

3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 14

3.4. Roadmap Penelitian ... 15

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ... 16

4.1. Anggaran Biaya ... 16

4.2. Jadwal Penelitian... 16

BAB V. HASIL YANG DICAPAI ... 17

5.1. Keadaan Wilayah Penelitian ... 17

5.1.1. Keadaan Administrasi Pemerintah ... 17

5.1.2. Keadaan Geografi dan Iklim Kecamatan Kramatwatu ... 18

5.1.3. Demografi Kecamatan Kramatwatu ... 19

5.2. Karakteristik Responden di Kecamatan Kramatwatu ... 21

5.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 21

5.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga ... 21

5.2.3. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan ... 22

5.3. Analisis Konsumsi Pangan di Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang ... 22

(5)

iii

5.4. Analisis Keberagaman Konsumsi Pangan di Kecamatan Kramat Watu ... 24

5.5. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 27

BAB VI. SIMPULAN ... 30

6.1. Kesimpulan ... 30

6.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

Lampiran 1. Susunan Organisasi tim peneliti dan pembagian tugas ... 33

Lampiran 2 : Biodata Ketua Peneliti ... 34

Lampiran 4. Justifikasi Anggaran ... 41

Lampiran 5. Surat Penyataan Ketua Peneliti ... 42

(6)

iii

RINGKASAN

Ketahanan Pangan berdasarkan subsistem konsumsi pangan berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, keamanan dan kehalalan. Pola Konsumsi Pangan masyarakat sampai saat ini juga menunjukkan kecenderungan kurang beragam dari jenis pangan dan keseimbangan gizinya. Keragaman konsumsi pangan masyarakat dapat dilihat dari skor pola pangan harapan. Kabupaten Serang yang wilayahnya sebagian berada di perkotaan dan sebagian di perdesaan tentu mempunyai keberagaman dalam mengkonsumsi pangannya. Skor PPH Kabupaten Serang pada tahun 2010 adalah 84 masih jauh dari target rata-rata nasional yaitu 95 pada tahun 2017 dari skor ideal 100. Pola Pangan Harapan adalah susunan keragaman pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama pada tingkat ketersediaan maupun konsumsi pangan.

Semakin beragam pangan yang dikonsumsi masyarakat, semakin baik ketahanan pangan daerah tersebut. Kabupaten Serang mempunyai banyak potensi pangan lokal yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti beras, seperti gandum atau sorgum lokal, namun masyarakat kurang melihat potensi tersebut. Pemerintah Kabupaten Serang berencana menurunkan pola konsumsi pangan beras dan terigu dengan merubah pola pikir ke arah pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA). Usaha penganekaragaman pangan konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat ke arah konsumsi pangan yang lebih beragam seperti umbi-umbian, sayuran dan buah-buahan, ternak dan ikan, hal ini disampaikan oleh Bupati Kabupaten Serang Tatu Chasanah pada peringatan hari pangan sedunia, yang menargetkan tahun 2016 skor PPH 85,6.

Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui : 1) bagaimana keberagaman konsumsi pangan berdasarkan pola pangan harapan di perdesaan dan perkotaan, 2) bagaimana konsumsi energi masyarakat di perkotaan dan perdesaan, 3) faktor-faktor apa saja yang menghambat penganekaragaman pangan di perdesaan dan perkotaan, 4) merumuskan model penganekaragaman pola konsumsi di perdesaan dan perkotaan. Penelitian ini akan dilakukan dalam rentang waktu 8 (delapan) bulan, dimulai pada Bulan Mei hingga November 2021. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Serang Provinsi Banten, Lokasi penelitian dipilih secara sengaja di wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan. Metode penelitian menggunakan survey, dengan pengambilan sample adalah cluster sampling, dimana sampel diambil sebanyak 100 orang (50 orang di perkotaan dan 5 0 orang di perdesaan). Metode pengumpulan data dengan metode recall 1x24 jam dan metode frekuensi kuesioner, kemudian dianalisis dengan software PPH dari Badan Ketahanan Pangan, kemudian dideskripsikan. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) dan LISREL (Linear Structural Relationships). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat pemodelan penganekaragaman pangan di perkotaan maupun di perdesaan.

Kata Kunci: Penganekaragaman pangan, pola pangan harapan, Konsumsi energi

(7)

4

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan hidup terpenting bahkan menjadi esensi bagi kehidupan manusia, oleh karenanya ketahanan pangan individu, rumah tangga dan komunitas ini merupakan hak azasi manusia. Kebijakan (UU No 18 Tahun 2012) tentang pangan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata dan berkelanjutan berdasarkan yang dikonsumsi kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional.

WHO (2000) menginformasikan bahwa >90% masalah kesehatan manusia terkait dengan kualitas makanan yang dikonsumsi. Paling sedikit terdapat 45 jenis zat gizi esensial dan non esensial yang diperlukan tubuh manusia untuk dapat hidup sehat dan produktif yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. (Emmy, S.K, dalam Baliwati, 2010)

Makanan yang dikonsumsi agar menghasilkan pola pangan harapan yang baik, haruslah makanan yang beragam, berrgizi dan berimbang. Penganekaragaman pangan adalah proses pengembangan konsumsi produk pangan yang tidak tergantung pada satu jenis pangan saja, tetapi terhadap macam-macam bahan pangan mulai dari aspek produksi, aspek pengolahan, aspek distribusi, hingga aspek konsumsi pangan di tingkat rumah tangga.

Penganekaragaman pangan yang dilakukan tersebut memiliki dua dimensi yaitu keanekaragaman dalam pola menu makan dan pola pemenuhan zat gizi dari sumber yang berbeda atau beragam.

Pola konsumsi yang beragam tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, serta alokasi pengeluaran untuk konsumsi merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi.

Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Serang, produksi padi Kabupaten Serang pada tahun 2018 mencapai 524.226 ton, melampaui target yang ditetapkan yaitu 520.228 ton, produksi jagung tercapai 639.5 ton dari target 21.1 ton, kedele 1.206 ton dari target 757 ton.

Semua target produksi tanaman pangan sudah tercapai pada tahun 2018. Kabupaten Serang surplus melebihi 100 persen, setiap tahunnya Kabupaten Serang mengalami swasembada pangan terutama beras dan jagung.

Dari hasil analisa Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), semua kecamatan di Kabupaten Serang termasuk kategori berwarna kuning, pada peta ketersediaan pangan dikategorikan aman dengan peta akses pangan berwarna hijau di semua kecamatan.

Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan, Kabupaten Serang

(8)

5

mengatakan bahwa sesuai dengan amanat peraturan Menteri Pertanian no 65 tahun 2010 tentang standard pelayanan minimal bidang ketahanan pangan kabupaten / kota, Setiap Kabupaten diwajibkan memiliki cadangan pangan 100 ton setara beras. Kabupaten Serang sudah memenuhi amanat Permentan tersebut dengan jumlah 130 ton beras. Jumlah cadangan pangan dikategorikan aman. Namun saat ini masih ada 14 desa yang dianggap masih rentan pangan, hal ini disebabkan karena tingkat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi situasi kekurangan pangan.

Ketahanan pangan mempunyai empat pilar yaitu yaitu ketersediaan, keterjangkauan, pemanfaatan dan stabilitas pangan, jika keempat pilar ini terpenuhi maka suatu wilayah dikatakan tercapai ketahanan pangannya, namun jika hanya salah satu atau dua pilar yang tercapai maka belum dikatakan tahan pangan. Kasus di Kabupaten Serang adalah bahwa pilar ketersediaan pangan dan pilar akses pangan sudah dilalui, akan tetapi pilar ketiga pemanfaatan pangan belum terpenuhi, Pemanfaatan pangan mencerminkan kemampuan tubuh untuk mengolah pangan dan mengubahnya ke dalam bentuk energi yang dapat digunakan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Dimensi pemanfaatan meliputi konsumsi pangan dan status gizi. Pola konsumsi dan status gizi ini dipengaruhi oleh keberagaman pangan yang dikonsumsi, sehingga menghasilkan pola pangan harapan yang tinggi.

Hasil penelitian Astuti, Yati dan Fitri Normasari (2015) di Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang memperoleh hasil pengkajian bahwa pola pangan harapan di Kecamatan tersebut adalah 79,2 yang termasuk kedalam kategori segitiga perak, konsumsi pangan masih belum beragam, bergizi berimbang, intake konsumsi adalah 1361,6 kalori/kapita/hari atau hanya 68,08 persen kebutuhan energi terpenuhi.

1.2. Permasalahan

Mengkonsumsi makanan beragam itu sangat penting untuk kesehatan, bila setiap orang menyadari maka orang setiap harinya akan mengkonsumsi makanan beragam. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Berbagai kajian empiris menunjukkan bahwa meskipun orang mengerti pentingnya makan yang berkualitas (salah satunya makanan yang beragam), namun tidak setiap orang dapat melakukannya. Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor pribadi seperti selera, pengetahuan gizi, pantangan, pendapatan, hingga faktor luar seperti produksi, ketersediaan di pasar, tingkat harga, kepraktisan untuk diolah, nilai sosial pangan dan sebagainya. Sesekali orang ingin mengganti beras dengan jagung, namun karena memasak nasi jagung tidak praktis, orang tidak mau melakukannya. Dari segi gizi banyak orang yang mengetahui bahwa jagung, singkong, ubi jalar, talas serta produk

(9)

6

turunannya adalah sumber karbohidrat yang dapat menggantikan beras. Namun jarang sekali orang mau mengkonsumsi makanan tersebut dalam menu sehari-harinya karena nilai sosialnya rendah. Pangan tersebut adalah pangan inferior, akan ditinggalkan manakala kehidupan seseorang semakin sejahtera. Orang yang berpendapatan lebih memilih beras karena lebih murah (Manuwoto dan Martianto,2004).

Penganekaragaman pangan pokok selain beras ini kelihatannya masih terus menempuh jalan yang cukup panjang. Selama masyarakat belum mau berubah imagenya tentang beras, maka akan sulit, namun harus terus dilakukan untuk merubah pola pikir mayarakat untuk dapat mengurangi konsumsi beras dan terigu, ini yang dikatakan oleh Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah.

Dari uraian umum diatas dapat dirangkum beberapa permasalahan yang terjadi di Kabupaten Serang, yaitu

1. Bagaimana Tingkat Konsumsi Energi dan Protein di pemukiman perkotaan dan di pemukiman perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

2. Bagaimana Keberagaman konsumsi pangan berdasarkan pola pangan harapan di pemukiman perkotaan dan pemukiman perdesaan Kecamatan Kramat Watu.

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan baik di pemukiman perkotaan dan pemukiman perdesaan perkotaan di Kecamatan Kramat Watu.

4. Merumuskan Model penganekaragaman pangan yang sesuai untuk pemukiman perkotaan dan pemukiman perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

1.3. Tujuan

1. Menganalisis Tingkat konsumsi energi dan protein di pemukiman perkotaan dan pemukiman perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

2. Untuk menganalisis Keberagaman konsumsi pangan berdasarkan pola pangan harapan di pemukiman perkotaan dan pemukiman perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

3. Menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi berdasarkan pola pangan harapan di pemukiman perkotaan dan di pemukiman perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

4. Untuk menganalisis Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan pola pangan harapan di pemukiman perkotaaan dan pemukiman perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

5. Untuk merumuskan model penganekaragaman pangan di Pemukiman perkotaan

(10)

7 dan Perdesaan di Kecamatan Kramat Watu.

1.4. Kebaruan

Membuat pemodelan Penganekaragaman konsumsi Pangan di wilayah perdesaan dan perkotaan dalam mendukung ketahanan pangan keluarga, dimana pada penelitian terdahulu umumnya hanya meneliti keberagamannya saja berdasarkan pola pangan harapan.

1.5. Urgensi (Keutamaan penelitian)

1. Kontribusi konseptual, pendekatan penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan pola pangan harapan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga dapat menjadi dasar untuk pengambilan kebijakan dan strategi penganekaragaman baik di perdesaan maupun di perkotaan.

2. Model penganekaragaman konsumsi pangan di perdesaan dan perkotaan

3. Rumusan strategi dari penelitian ini dapat menjadi rekomendasi atau bahan masukan dan inisiasi perubahan perilaku serta rumusan kebijakan baik internal maupun eksternal yang diperlukan dalam meningkatkan ketahanan pangan wilayah.

1.6. Target Luaran

1. Publikasi Nasional Terakreditasi.

2. Buku Ajar.

3. Rekomendasi kebijakan terkait strategi dan pemodelan pengganekaraman konsumsi pangan di perdesaan dan perkotaan.

1.7. Kontribusi terhadap Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat umumnya bagi pengembangan ilmu dalam upaya pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan di wilayah perdesaan dan perkotaan, untuk mendukung ketahanan pangan nasional yang memerlukan strategi dalam pelaksanaannya.

(11)

8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pangan

Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 2012, yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Sumber pangan sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta meningkatkan keadaan gizi seseorang.

Istilah pangan atau food dalam kata mandarin dituliskan dua bagian yang satu berarti manusia atau human dan yang lain berarti baik atau good. Hal itu berarti bahwa pangan sudah seharusnya bagus, bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Istilah pangan lebih banyak digunakan sebagai istilah teknis misalnya teknonologi pangan, bukan teknologi makanan, produksi pangan bukan produksi makanan, penganekaragaman pangan bukan penganekaragaman makanan. Istilah makanan digunakan bagi pangan yang telah diolah.

2.2. Penganekaragaman Pangan

Penganekaragaman pangan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam atau usaha untuk menganekaragamkan jenis konsumsi dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Suryana (2008 ) mengatakan penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya atau membudayakan pola konsumsi yang beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif.

Penganekaragaman pangan adalah upaya menyediakan dan mengkonsumsi pangan dengan menu yang beranekaragam dan bervariasi. Beranekaragam, artinya menunya terdiri dari berbagai macam bahan pangan, sehingga tidak didominasi hanya oleh satu atau sedikit jenis pangan saja. Bervariasi, artinya macam bahan pangan yang disajikan dari waktu ke waktu tidak sama, berganti-ganti tetapi tetap beragam, sehingga menghindari kebosanan. (Hariadi, Purwiatno, 2013).

(12)

9

Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok, terutama pangan non beras.

Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan (Madaniyah, Siti, 2010)

Berbagai studi menunjukkan bahwa makan beranekaragam pangan dapat meningkatkan konsumsi berbagai anti oksidan pangan, konsumsi serat, menurunkan risiko hiperkolesterol, hipertensi, dan penyakit jantung koroner, disamping itu penganekaragaman konsumsi pangan sebaiknya tidak mengesampingkan tujuan-tujuan lainnya seperti tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan (Hardinsyah, 1996).

Permasalahan utama yang dihadapi dalam penganekaragaman konsumsi pangan adalah 1) belum tercapainya skor mutu keragaman dan keseimbangan konsumsi gizi sesuai harapan 2) cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi pangan masyarakat desa dan kota 3) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal 4) lambatnya perkembangan, penyebaran, penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra dan daya terima 5) masih kurangnya sinergi untuk mendorong dan memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat dalam mengembangkan aneka produk olahan pangan lokal 6) masih kurangnya fasilitasi pemberdayaan ekonomi dan pemgetahuan untuk meningkatkan aksesibilitas pada pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.(Suryana,2010 )

Ada 7 hambatan atau kendala di dalam penganekaragam konsumsi pangan yaitu : 1. Tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah bawah yang

merupakan 80% dari total penduduk Indonesia relatif rendah. Kondisi seperti ini jelas menjadi kendala yang sangat besar dalam proses komunikasi, mereka tidak mudah memahami suatu pesan yang relatif komplek.

2. Budaya makan, adalah kebiasaan yang sulit diubah, bila tidak ada perubahan eksternal yang besar.

3. Beras diposisikan sebagai pangan unggulan, juga sebagai komoditas politik, keberhasilan pemerintah dalam bidang pangan diukur dari kemampuan untuk menyediakan beras semata.

4. Inovasi dalam bidang alternatif pangan yang lain relatif terlambat.

(13)

10

5. Ketersediaan, masalah ketersediaan pangan saat ini, baik proses produksi dan distribusi pangan banyak difokuskan pada beras, sedangkan ketersediaan pangan alternatif dianggap sebagai pelengkap saja.

6. Tidak maksimalnya peran berbagai stakeholder di luar pemerintah.

7. Komitmen pemerintah yang belum maksimal.

2.3. Pola Pangan Harapan (PPH)

FAO-RAPA (1989) mendefinisikan PPH sebagai komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya, baik dalam jumlah, maupun mutu dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama.

PPH merupakan instrumen sederhana untuk menilai situasi konsumsi pangan penduduk, baik jumlah maupun komposisi pangan menurut jenis pangan yang dinyatakan dalam skor PPH, semakin tinggi skor PPH, konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang (maksimal 100).

Pola Pangan Harapan adalah suatu komposisi pangan seimbang untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk. PPH dapat dinyatakan 1) dalam bentuk komposisi energi (kalori) aneka ragam pangan dan atau 2) dalam bentuk komposisi berat (gram atau kg) aneka ragam pangan yang memenuhi kebutuhan gizi penduduk.

Tujuan dari pola pangan harapan adalah untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standard) pangan guna memenuhi kebutuhan gizi penduduk yang mempertimbangkan keseimbangan gizi berdasarkan : cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli.

Adapun kegunaan PPH adalah sebagai berikut :1) untuk menilai situasi konsumsi atau ketersediaan pangan, baik jumlah dan komposisi/keragaman pangan, 2) untuk perencanaan konsumsi atau ketersediaan pangan 3) sebagai basis pengukuran diversifikasi dan ketahanan pangan 4) sebagai pedoman dalam merumuskan pesan-pesan gizi.

Data yang digunakan dalam perhitungan skor PPH adalah data jumlah konsumsi energi per kelompok pangan. Proporsi konsumsi energi untuk masing-masing kelompok hasil kesepakatan Deptan tahun 2001 yaitu : 1) Padi-padian 50%, 2) Umbi-umbian 6%, 3) Pangan hewani 12%, 4) Minyak dan lemak 10%, 5) Buah dan biji berminyak 3%, 6) Kacang- kacangan 5%, 7) Gula 5%, 8) Sayur dan buah 6%, serta 9) Lain-lain (bumbu) 3%.

Selanjutnya berdasarkan hasil perkalian antara proporsi energi dari masing-masing kelompok

(14)

11

pangan dengan masing-masing pembobotannya diperoleh skor 100, ini adalah skor PPH yang ideal.

Dapat dilihat pada Tabel 1, ada 9 kelompok pangan yang dijadikan standar pola pangan harapan, dimana masing-masing kelompok pangan mempunyai bobot dan skor yang berbeda.

Tabel 1. Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional

N o

Kelompok pangan PPH FAO

PPH Nasional 2021 (%)

Kisaran Konsums i Energi (Kkal)

Konsumsi Bahan Pangan (gr/kap/hr

)

Bobot Skor

1 Padi-padian 40.0 50,0 40-60 1100 300 0.5 25.0

2 Umbi-umbian 5.0 6.0 0-8 132 100 0.5 2.5

3 Pangan Hewani 20.0 12.0 5-20 264 150 2.0 24.0

4 Kacang-kacangan 6.0 5.0 2-10 110 35 2.0 10.0

5 Sayur dan buah 5.0 6.0 3-8 132 250 5.0 30.0

6 Biji Berminyak 3.0 3.0 0-3 66 10 0.5 1.0

7 Lemak dan minyak 10.0 10.0 5-15 220 25 0.5 5.0

8 Gula 8.0 5.0 2-8 110 30 0.5 2.5

9 Lainnya 3.0 3.0 0-5 66 - 0.0 0.0

Jumlah 100.0 100.0 100.0 2200 - - 100

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2015

Masing-masing daerah Kabupaten/Kota perlu mengadaptasi pola tersebut diatas disesuaikan dengan kondisi dan masing-masing daerah dalam rangka mendukung pencapaian tujuan dan target pembangunan pangan nasional.

Prinsip-prinsip ini diharapkan dijadikan benang merah (metode standar) dalam perencanaan penyediaan konsumsi pangan tingkat Kabupaten dan Kota. Artinya prinsip perhitungannya untuk digunakan bersama, sedangkan komposisinya akan bervariasi antar daerah sesuai kemampuan dan permasalahannya (Anonim)

2.4. Tingkat Konsumsi Energi

Mengkonsumsi makanan bukan hanya sekedar memenuhi rasa lapar, namun juga harus memperhatikan zat gizi yang ada didalamnya. Untuk memperoleh gizi seimbang diperlukan konsumsi dari berbagai kelompok makanan yang berbeda. (Mulyati, Sri, 2010).

Untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan Gizi. Untuk menilai kuantitas pangan masyarakat digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE). Tingkat konsumsi energi adalah perbandingan antara asupan kalori yang sebenarnya dengan AKG dikali 100 %, jika diperoleh Tingkat Konsumsi Energi <95%, maka dikatakan kurang gizi. Jika Tingkat Konsumsi Energi dan juga tingkat konsumsi protein terpenuhi sesuai dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat lai juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan. Tingkat konsumsi Energi yang masih rendah bisa terjadi karena

(15)

12

pangan yang dikonsumsi secara kuantitas dan kualitas masih kurang memadai.(Anonim).

2.5. Strategi Penganekaragaman Pangan

Berdasarkan pemikiran yang dikembangkan pada simposium Penganekaragaman Pangan tahun 2003, maka penganekaragaman pangan masa depan adalah usaha penganekaragaman pangan menuju status gizi yang lebih baik dan sehat, menghindari ketergantungan pangan, dan berkembang atas partisipasi masyarakat, hal tersebut dapat tercapai jika :

1. Dilihat dari aspek konsumsi pangannya, penganekaraman pangan terfokus pada penganekaragaman sumber karbohidrat dari dominasi beras menjadi lebih beragam, serta dari komposisi menu makan yang dominan karbohidrat menjadi menu makan yang lebih seimbang (karbohidrat, protein, vitamin, serat dan sebagainya).

2. Dilihat dari aspek basis produksi dan vocal point dalam pengembangannya penganekaragaman pangan akan lebih didasarkan pada keanekaragaman sumberdaya lokal dan daerah, serta dengan peningkatan peran swasta dan pemerintah daerah.

Upaya-upaya pengembangan penganekaragaman pangan juga dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya :

1. Pengembangan Pemanfaatan pekarangan, merupakan pengembangan pola konsumsi pada tingkat mikro, untuk melengkapi kebutuhan konsumsi sekaligus tambahan pendapatan keluarga.

2. Pengembangan pangan lokal, merupakan pengembangan pola konsumsi pada tingkat yang lebih luas dari keluarga. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi setempat sekaligus sebagai pondasi dalam pengembangan agribisnis pangan.

2.6. Kerangka berfikir

Keberagaman Konsumsi Pangan masyarakat dapat diamati dari pola pangan harapannya, semakin tinggi skor PPH maka semakin beragam dan seimbang pangan yang dikonsumsi, diduga ada perbedaan antara PPH di wilayah perkotaan dan perdesaan, tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi penganekaraman konsumsi pangan di masyarakat. Dengan mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dari penganekaragaman pangan, dapat dirumuskan model penganekaraman konsumsi pangan yang cocok dikembangan di wilayah perdesaan dan perkotaan.

(16)

13

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

POLA KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT KABUPATEN SERANG

SKOR PPH

FAKTOR KEBERAGAMAN KONSUMSI PANGAN

FAKTOR INTERNAL : PENDAPATAN, PENGETAHUAN GIZI , SELERA, KEBIASAAN MAKAN

MODEL PENGEMBANGAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN

(17)

14

BAB III. METODE PENELITIAN DAN ROAD MAP PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam rentang waktu 8 (delapan) bulan, dimulai pada Bulan Mei hingga November 2021. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Serang merupakan daerah swasembada beras dan jagung, namun skor pola pangan harapannya masih dibawah 100.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah masyarakat yang ada di wilayah perdesaan dan wilayah perkotan di Kabupaten Serang, untuk wilayah perkotaan diambil secara sengaja yaitu Kecamatan Kramatwatu dan untuk wilayah perdesaan diambil Kecamatan Tirtayasa.

Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rule of thumb dengan metode estimasi maximum likelihood memerlukan sampel minimal 100-150 responden, atau sebesar lima kali indikator-indikator (observed variables) yang ada dalam model. Dengan menggunakan kaidah lima x indikator-indikator penelitian (peubah manifes), maka jumlah sampel yang harus diambil adalah sebesar 5 x 20 = 100 responden. Pada Penelitian ini diambil sampel sebanyak 100 orang.

3.3. Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, dikuatkan dengan kualitatif. Alasan memilih rancangan penelitian dengan menggabungkan dua macam data semacam ini karena data kuantitatif melalui metode survei kuat dalam hal generalisasi, namun lemah dalam kedalaman isu, sedangkan dukungan data kualitatif untuk analisis kuat dalam kedalaman isu.

Data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensia. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan mengenai sebaran responden pada setiap peubah, dengan mengunakan tabel distribusi frekuensi. Statistik inferensia digunakan untuk melakukan estimasi atau pendugaan terhadap populasi (generalisasi) dalam rangka melihat sejauh mana peubah bebas mempengaruhi peubah terikat serta untuk melihat kecocokan model penelitian yang dirancang dengan model sesungguhnya. Statistik inferensia yang digunakan adalah uji beda dan SEM dengan indikator capaian berupa pemodelan.

(18)

15

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) dan LISREL (Linear Structural Relationships) (Kusnendi, 2008).

Ada dua jenis data yang akan dikumpulkan dan dianalisis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumber utama.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik wawancara terstruktur (dengan alat bantu kuesioner yang dipandu langsung oleh peneliti atau enumerator), observasi atau pengamatan langsung di lapangan, wawancara mendalam (depth interview) dengan informan. Data sekunder adalah data-data yang terkait dengan penelitian yang bersumber dari pihak kedua dan ketiga yang berupa catatan-catatan, dokumen-dokumen dan laporan-laporan tertulis.

Adapun tahapan penelitian sebagai berikut:

1. Penelusuran data skunder tentang gambaran umum daerah penelitian, geografi, demografi, sosial ekonomi, kelembagaan, data produksi (jumlah dan jenis).

2. Penelusuran data primer untuk mengetahui Pola Pangan Harapan dan Tingkat Konsumsi Energi dengan metode recall 1x 24 jam.

3. Skor Pola Pangan harapan dari 0-100.

4. Penelusuran data primer untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi penganekaragaman pangan.

5. Penelusuran data untuk menyusun model penganekaragaman pangan di perdesaan dan di perkotaan.

6. Sintesis dan rekomendasi.

3.4. Roadmap Penelitian

Peta Jalan (Road Map) Penelitian

No Tahap Penelitian

Tahun Pelaksanaan Kegiatan 2021 Mei-

Agustus

September- Oktober

November- Desember 1 Tahap pertama mengidentifikasi Pola

konsumsi pangan masyarakat di perkotaan dan perdesaan

2 Tahap kedua menganalisis Keberagaman konsumsi pangan berdasarkan pola pangan harapan

3 Pemodelan penganekaragaman konsumsi pangan di perkotaan dan perdesaan

(19)

16

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1. Anggaran Biaya

Penelitian ini akan dilakukan selama 8 bulan, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp. 26.680.000 (Dua puluh enam juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah)).

Anggaran tersebut berasal dari anggaran penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tahun anggaran 2021. Adapun rincian anggaran penelitian sebagai berikut :

No Komponen Biaya yang diusulkan (Rp)

1. Pembelian Bahan Habis Pakai 9.680.000

2. Perjalanan 10.000.000

3. Sewa-sewa 7.000.000

Jumlah 26.680.000

4.2. Jadwal Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama satu tahun, terhitung mulai bulan Mei sampai November 2021 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut (Tabel 2).

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian Mulai Mei - November 2021

No. Jenis Kegiatan Bulan

5 6 7 8 9 10 11 12 1 Pengumpulan Data Sekunder

2 Survey/Penelitian Lapangan

3 Wawancara Mendalam danTerfokus dengan Responden

4 Pengolahan Data Hasil Survey/ Studi Kasus 5 Analisis Data Hasil Survey dan Studi Kasus 6 Formulasi dan Penyusunan Model

Penganekaragaman konsumsi Pangan 7 Penyusunan Laporan

8 Seminar Hasil (Public Consultation) 9 Perbaikan Laporan Penelitian

10 Laporan Akhir dan Publikasi Ilmiah Nasional (Draft)

(20)

17

BAB V. HASIL YANG DICAPAI

5.1. Keadaan Wilayah Penelitian

5.1.1. Keadaan Administrasi Pemerintah

Kecamatan Kramatwatu terbagi menjadi 15 Desa, yaitu Desa Lebakwana, Pelamunan, Margasana, Kramatwatu, Pejaten, Wanayasa, Harjatani, Serdang, Toyomerto, Pegadingan, Pamengkang, Tonjong, Terate, Teluk Terate, dan Margatani. Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pemerintahan di Desa/Kelurahan. Dimana pembentukannya dilakukan atas inisiatif masyarakat sendiri. Kecamatan Kramatwatu memiliki 72 Rukun Warga dan 258 Rukun Tetangga (RT) dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun batas-batas administrasi pemerintahan Kecamatan Kramatwatu adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara dan Laut Jawa;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Waringinkurung;

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Serang;

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cilegon;

Tabel 1. Banyaknya Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Kramatwatu 2019

Desa/Kelurahan RW RT

Lebakwana 8 44

Pelamunan 3 17

Margasana 5 15

Kramatwatu 7 33

Pejaten 7 27

Wanayasa 4 14

Harjatani 8 43

Serdang 7 25

Toyomerto 3 11

Pegadingan 6 10

Pamengkang 3 8

Tonjong 5 10

Terate 3 11

Teluk Terate 3 7

Margatani 6 36

Jumlah 78 311

Kecamatan Kramatwatu 2019

Pertumbuhan Kramatwatu cukup cepat dan masih menunjukkan keseimbangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Kebanyakan masyarakat Kramatwatu di perdesaan adalah petani (wilayah pesawahan) dan nelayan (wilayah pesisir).

(21)

18

Wilayah pusat kecamatan yang terletak di Desa Kramatwatu telah diubah menjadi perkotaan dan pusat perbelanjaan. Selain itu, alun-alun sering dijadikan sebagai tempat Tablig Akbar, pertunjukan kesenian teater, sastra, dan festival musik.

5.1.2. Keadaan Geografi dan Iklim Kecamatan Kramatwatu

Kecamatan Kramatwu secara geografis terletak dibagian Utara Kabupaten Serang dan berjarak sekitar 8 km dari Ibu Kota Kabupaten. Wilayah Kecamatan Kramatwatu berbatasan langsung dengan kecamatan Bojonegara dan Laut Jawa di Sebelah Utara, Kecamatan Waringinkurung di Sebelah Selatan, dan Kota Serang di Sebelah Timur, dan Kota Cilegon di Sebelah Barat dengan bentuk topografi pada umumnya merupakan dataran yang memiliki ketinggian rata-rata kurang dari 20 meter diatas permukaan laut (mdpl).

Secara astronomis, wilayah Kecamatan Kramatwatu terletak pada 0611028 lintang Selatan dan 10605020 Bujur Timur Kecamatan Kramatwatu memiliki luas sebesar 48,56 km2, Terdiri dari 15 Desa, yaitu Lebakwana, Pelamunan, Margasana, Kramatwatu, Pejaten, Wanayas, Harjatani, Serdang, Toyomerto, Pegadingan, Pamengkang, Tonjong, Terate, Teluk Terate, dan Margatani. Luas wilayah Kecamatan Kramatwatu adalah 48,59 km².

Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Km2) Persentase

Lebakwana 5,62 11,56

Pelamunan 3,40 6,99

Margasana 2,60 5,35

Kramatwatu 1,47 3,02

Pejaten 3,35 6,89

Wanayasa 2,33 4,80

Harjatani 1,40 3,01

Serdang 2,76 5,68

Toyomerto 2,14 4,40

Pegadingan 4,05 8,33

Pamengkang 2,80 5,76

Tonjong 5,94 12,22

Terate 4,11 8,46

Teluk Terate 5,42 11,15

Margatani 1,20 2,34

Total 48,59 100,00

Kecamatan Kramatwatu 2019

Hampir seluruh Desa di Kramatwatu berada di ketinggian kurang dari 500 meter diatas permukaan laut. Satu-satunya desa yang berada diats 500 m atau berada diantara 500-700 meter dari permukaan laut adalah Desa Lebakwana.

(22)

19

Suhu udara di Kecamatan Kramatwatu berkisar antara 23,3oC sampai dengan 32,2oC.

Selisih terbesar antara suhu minimal dan maksimal di bulan September. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 75% sampai 86%. Berikut Status Perdesaan dan Perkotaan Desa/Kelurahan di Kecamatan Kramatwatu, 2019

Desa/Kelurahan Perkotaan Perdesaan

Lebakwana √ -

Pelamunan √ -

Margasana - √

Kramatwatu √ -

Pejaten √ -

Wanayasa √ -

Harjatani √ -

Serdang √ -

Toyomerto - √

Pegadingan √ -

Pamengkang - √

Tonjong - √

Terate - √

Teluk Terate - √

Margatani √ -

Kecamatan Kramatwatu 2019

5.1.3. Demografi Kecamatan Kramatwatu

Jumlah penduduk Kecamatan Kramatwatu lebih banyak laki-laki dengan jumlah 47.871 orang (51,22%) dan 45.593 orang (48,78%) adalah perempuan dengan total penduduk 93.464 orang, dapat dilihat padal Tabel berikut.

Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio

Lebakwana 3.625 3.427 7.052 106

Pelamunan 3.802 3.627 7.429 105

Margasana 2.426 2.317 4.743 105

Kramatwatu 5.318 5.168 10.486 103

Pejaten 6.495 5.984 12.479 109

Wanayasa 2.520 2.340 4.860 108

Harjatani 5.535 5.672 11.207 98

Serdang 2.801 2.692 5.493 104

Toyomerto 2.258 1.971 4.229 115

Pegadingan 2.653 2.546 5.199 104

Pamengkang 2.259 2.041 4.300 111

Tonjong 1.540 1.436 2.976 107

Terate 2.305 1.436 3.741 109

Teluk Terate 917 864 1781 106

Margatani 3.417 3.395 6.812 101

(23)

20

Total 47.871 45.593 93.464 105

Kecamatan Kramatwatu 2019

Sex rasio adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam suatu wilayah. Berdasarkan sex rasio penduduk Kecamatan Kramatwatu sebanyak 105 yang artinya dalam 100 orang perempuan terdapat 105 laki-laki.

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 47.871 51.22

Perempuan 45.593 48.78

Jumlah 93.464 100,00

Kecamatan Kramatwatu 2019

Sex ratio = Jumlah penduduk laki-laki x 100 Jumlah penduduk perempuan

Sex ratio = 47.871 x 100 45.593

= 105

Menurut golongan umur penduduk Kecamatan Kramatwatu dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia lanjut (≥ 65 tahun). Jumlah penduduk lebih banyak berusia produktif 63.843 orang (68,31%). Urutan kedua usia muda dengan jumlah27.170 orang (29,07%), dan urutan ketiga usia lanjut 2.451 (2,62%), dapat dilihat pada Tabel berikut.

Jenis Kelamin (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

Usia muda (0-14) 27.170 29.07

Usia produktif (15-64) 63.843 68.31

Usia lanjut (≥65) 2.451 2.62

Jumlah 93.464 100,00

Kecamatan Kramatwatu 2019

Angka tanggungan penduduk Kecamatan Kramatwatu berdasarkan umur Tahun 2019 dapat dicari dengan perhitungan seperti di bawah ini :

BDR = Jumlah penduduk usia (0-14) + Jumlah penduduk usia (≥64) x 100%

Jumlah penduduk usia (15-64) BDR = 27.170 + 2.451 x 100%

63.843 = 31,00

= 31 Orang

(24)

21

Rasio ketergantungan total 31 orang, artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggungan sebanyak 31 orang yang belum produktif dan dianggap sudah tidak produktif lagi.

5.2. Karakteristik Responden di Kecamatan Kramatwatu 5.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Karakteristik responden terdiri dari umur, jumlah keluarga dan pendapatan.

Karakteristik reponden berdasarkan kelompok umur di perdesaan tertinggi berada pada rentang 36-43 dengan persentase sebesar 32% sedangkan karakteristik responden di desa terendah berada pada rentang 68-75 dengan persentase sebesar 2%.

Adapun karakteristik responden di perkotaan berdasarkan kelompok umur tertinggi berada pada rentang 42-47 dengan persentase sebesar 26%. Sedangkan kelompok umur terendah berada pada rentang 23-29 dan 30-35 sebesar 10%. Berikut data yang tersaji dalam tabel berdasarkan kelompok umur dapat dilihat sebagai berikut.

Umur

Responden Frekuensi Persentase

Umur

Responden Frekuensi Persentase

Desa Kota

20-27 7 14% 23-29 5 10%

28-35 10 20% 30-35 5 10%

36-43 16 32% 36-41 7 14%

44-51 12 24% 42-47 13 26%

52-59 2 4% 48-53 8 16%

60-67 2 4% 54-59 6 12%

68-75 1 2% 60-65 6 12%

Total 50 100% Total 50 100%

Sumber : Data diolah 2021

5.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga

Karakteristik responden berdasarkan jumlah keluarga tertinggi di pedesaaan dengan jumlah keluarga sebanyak 3-4 orang dengan persentase sebesar 58%. Sedangkan karakteristik responden terendah dengan jumlah keluarga sebanyak 1-2 orang dengan persentase sebesar 2%.

Adapun karakteristik responden di perkotaan tertinggi dengan jumlah keluarga sebanyak 3-4 orang dengan persentase sebesar 56%. Karakteristik responden terendah dengan jumlah keluarga sebanyak 7-8 orang sebanyak 4%. Hal ini menandakan semakin banyak jumlah keluarga maka semakin banyak konsumsi yang harus dikeluarkan setiap harinya.

Berikut data yang tersaji dalam tabel berdasarkan jumlah keluarga dapat dilihat sebagai berikut.

(25)

22 Jumlah

Keluarga Frekuensi Persentase

Jumlah

Keluarga Frekuensi Persentase

Desa Kota

1-2 1 2% 1-2 3 6%

3-4 29 58% 3-4 28 56%

5-6 17 34% 5-6 17 34%

7-8 3 6% 7-8 2 4%

9-10 0 0% 9-10 0 0%

Total 50 100% Total 50 100%

Sumber : Data primer diolah, 2021

5.2.3. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan

Karakteristik responden berdasarkan pendapatan dengan jumlah tertinggi di perdesaan berada pada tingkat pendapatan sebanyak 500.000 – 999.999 dengan persentase sebesar 46%.

Sedangkan pendapatan terendah di perdesaan berada pada tingkat pendapatan 2.000.000 – 2.500.000 dengan persentase sebesar 8%.

Adapun karakteristik pendapatan di wilayah perkotaan pendapatan dengan jumlah tertinggi berada pada tingkat pendapatan sebesar >2.500.000 dengan persentase sebesar 50%.

Sedangkan pendapatan di wilayah perkotaan dengan jumlah pendapatan terendah berada pada tingkat pendapatan sebesar 1.000.000-1.499.999 dengan persentase 24%. Berikut data yang tersaji dalam tabel berdasarkan pendapatan dapat dilihat sebagai berikut.

Pendapatan

Frekuensi Persentase Pendapatan

Frekuensi Persentase

Desa Kota

500.000 - 999.999 23 46% 500.000 - 999.999 0 0%

1.000.000 - 1.499.999 15 30% 1.000.000 - 1.499.999 0 0%

1.500.000 - 1.999.999 9 16% 1.500.000 - 1.999.999 12 24%

2.000.0000 - 2.500.000 3 8% 2.000.0000 - 2.500.000 13 26%

> 2.500.000 0 0% > 2.500.000 25 50%

Total 50 100% Total 50 100%

Sumber : Data Primer diolah, 2021

5.3. Analisis Konsumsi Pangan di Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang

Analisis situasi konsumsi pangan dilakukan pada aspek kuantitas dan kualitas.

Kuantitas konsumsi pangan diindikasikan oleh tingkat konsumsi energi dan protein.

Sementara itu, kualitas konsumsi pangan dilihat menggunakan indikator Pola Pangan Harapan (PPH).

(26)

23

Menurut Permenkes N0 28 Tahun 2019, rata-rata angka kecukupan energi yang dianjurkan per orang/hari masyarakat Indonesia adalah 2100 kilo kalori, sementara angka kecukupan protein adalah 57 gram per orang/hari. Skor Pola Pangan harapan yang dicerminkan dari tingkat keberagaman pangan yang dikonsumsi. Parameter yang digunakan untuk mengetahui keragaman konsumsi pangan yaitu melalui skor PPH. Skor ideal bernilai 100.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang, dimana terdapat wilayah pemukiman perkotaan dan pemukiman perdesaan, ternyata diperoleh konsumsi energi rata-rata adalah 1957,51 per orang/hari dan konsumsi protein rata- rata adalah 64,62 gram per orang/hari (wilayah pemukiman perkotaan) sedangkan di pemukiman perdesaan konsumsi energi rata-rata adalah 1902,69 kilo kalori per orang /hari dan konsumsi proteinnya 57,44 gram per orang/hari. Dari kedua wilayah tersebut ternyata tingkat konsumsi energi nya masih dibawah 100%, Sementara PPH kedua pemukiman terseut juga masih dibawah 100%. Yaitu 71,22 (perkotaan) dan 63,05 (perdesaan).

Hasil analisis tersaji pada Tabel dan diagram dibawah ini

Wilayah Energi % AKE Protein % AKP SKOR PPH Kota 1957,51 93,21 64,62 124,27 71,22 Desa 1902,69 90,60 57,44 110,46 63,05

Diagram 1. Konsumsi Energi dan Protein, Tingkat Kecukepan Energi dan Protein serta Skor PPH di pemukiman per kotaan dan perdesaan.

Jika dilihat dari konsumsi energi di kedua pemukiman sudah mencapai 90%, dikatakan termasuk kategori sedang (80 - 99%) dari syarat kecukupan gizi, hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan di kedua pemukiman secara kuantitas belum dikatakan baik. Namun untuk tingkat kecukupan Protein di dua pemukiman sudah diatas 100

(27)

24

% dikatakan termasuk kategori baik (100 - >100 %) dari syarat kecukupan gizi, hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi protein di kedua pemukiman secara kuantitas dikatakan baik atau mencukupi.

Pola pangan harapan di pemukiman kota adalah 71,22 dan pemukiman perdesaan adalah 63,05, karena masih dibawah skor maksimum 100, hal ini menunjukkan bahwa pola pangan harapan di dua pemukiman ini secara kualitas belum terpenuhi.

5.4. Analisis Keberagaman Konsumsi Pangan di Kecamatan Kramat Watu

Kualitas Konsumsi Pangan dengan menggunakan indikator Pola Pangan Harapan yang diperoleh dari penjumlahan 9 kelompok pangan yaitu, padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah /biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain. Konsumsi Padi-padian menduduki peringkat kedua di pemukiman perkotaan yaitu 728,71 kilo kalori per orang per hari dengan skor PPH 20,18, sedangkan di perdesaan menduduki peringkat satu yaitu dan 632, 27 kilo kalori per orang per hari dengan skor PPH 17.81, walaupun demikian konsumsi padi-padian di perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan di perdesaan, konsumsi padi-padian di perkotaan lebih besar skor PPH dibandingkan di perdesaan, hal ini disebabkan karena selain konsumsi beras juga mengkonsumsi roti, bakwan, mie yang semuanya sumber pangan berasal dari terigu, dan termasuk kedalam kelompok padi-padian, tetapi semuanya masih dibawah standar PPH yaitu 25.

Peringkat satu adalah konsumsi Protein Hewani ( 21,95), diikuti Padi-padian (20,18), Sayur dan buah (18,30), Kacang-kacangan (7,50), Minyak dan Lemak (4,86), Umbi-umbian (1,34), Gula (1,28), Buah /biji berminyak (0,09) dan Lain-lain (0,0). Dari kesembilan kelompok pangan diatas semuanya mempunyai skor dibawah standar. Sedangkan skor PPH berdasarkan kelompok pangan (Perdesaan) diperoleh peringkat keduanya adalah Pangan Hewani (17,71) diikuti sayur dan buah (12,31), Kacang-kacangan (8,79), Minyak dan Lemak (4,86), umbi-umbian (1,34), gula (1,24), Buah dan biji berminyak (0,32) serta lain-lain (0,0).

Kelompok pangan umbi-umbian baik di pemukiman perkotaan maupun perdesaan memperoleh skor PPH 1,40 dan 1,34, masih rendahnya konsumsi umbi-umbian dibenarkan oleh Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten Muhamad Ansori, Seharusnya konsumsi umbi-umbian adalah 100 gr per hari, tetapi rata-rata konsumsi umbi-umbian mayarakat Banten hanya 30 gram perhari. Dari hasil wawancara dengan responden di kedua pemukinan, mereka menyatakan bahwa mengkonsumsi umbi-umbian hanya sebagai cemilan saja, bukan sebagai pangan pokok seperti beras, inilah yang menyebabkan skor PPH menjadi rendah.

(28)

25

Konsumsi Pangan Hewani di pemukiman perkotaan adalah peringkat satu yaitu 342,11 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 21,95, namun Pangan Hewani ini mempunyai skor PPH lebih rendah dari standar 24, sedangkan konsumsi Pangan Hewani di pemukiman perdesaan lebih rendah lagi yaitu 232,43 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 17,71

Konsumsi sayur dan buah menempati urutan ketiga di pemukiman perkotaan yaitu 156,2 kilo kalori/kapita/hari dengan PPH 18,30, sedangkan di pemukiman perdesaan konsumsi sayuran dan buah adalah 85,14 dengan PPH 12,31, semuanya masih dibawah standar yang seharusnya konsumsi sayur dan buah skor PPH nya adalah 30

Konsumsi minyak dan lemak menempati urutan ke empat di pemukiman perkotaan yaitu 497,14 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 5,7 lebih tinggi dibandingkan konsumsi minyak dan lemak di pemukiman perdesaan yaitu 482,99 dengan skor PPH 4,86, Untuk pemukiman perkotaan sudah melebihi standar yaitu 5, sedangkan di pemukiman perdesaan masih dibawah standar, karena belum mencapai 5.

Konsumsi Kacang-kacangan menempati urutan ke lima di pemukiman perkotaan yaitu 55,85 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 4,29, sedangkan di pemukiman perdesaan konsumsi kacang-kacangan lebih tinggi dengan 142,00 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH nya 7,5, di pemukiman perdesaan sudahh melebihi standar, namun PPH nya masih dibawah standar yang seharusnya PPH nya adalah 10.

Konsumsi gula menempati urutan ke tujuh di pemukiman perkotaan yaitu 30,22 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 0,39, sedangkan di pemukiman perdesaan konsumsi gula lebih tinggi yaitu 198,30 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 1,28, namun skor PPH di dua pemukiman tersebut masih dibawah skor PPH standar yaitu 2,5.

Konsumsi Buah/biji berminyak menempati urutan ke delapan di pemukiman perkotaan yaitu 29,77 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 0,09, sedangkan di pemukiman perdesaan konsumsi buah/biji berminyak lebih tinggi dengan 55,30 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 0,24.

Konsumsi lain-lainnya menempati urutan ke sembilan di pemukiman perkotaan yaitu 19,38 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH 0,00 sedangan di pemukiman perdesaan konsumsi lain-lainnya lebih tinggi dengan 37,63 kilo kalori/kapita/hari dengan skor PPH sebesar 0,00.

(29)

26

Jika dilihat dari ke sembilan jenis pangan hampir semuannya menyumbangkan energi dibawah AKE nya, sehingga berpengaruh terhadap pola pangan harapan (PPH), artinya pola konsumsi masyarakat di Kecamatan Kramatwatu, baik di pemukiman perkotaan dan perdesaan masih belum beragam.

Permasalahan yang dihadapi dalam hal konsumsi pangan tidak menyangkut ketidakseimbangan pangan yang dikonsumsi penduduk, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan gizi. Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama dari penganekaragaman konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan. Kedua

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Energi % AKE

0 100 200 300 400 500 600 700

Energi % AKE SKOR PPH

(30)

27

tujuan utama ini secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada perbaikan kesehatan penduduk (Hardiansyah, 1996).

Di Kecamatan Kramatwatu, konsumsi makanan pokok masih di dominasi kelompok padi-padiannya adalah beras, sedangkan kelompok umbi-umbianya masih sedikit, padahal produksi ubi kayu dan ubi jalar cukup, hanya kebiasaan makan nasi yang masih belum bisa dirubah.

5.5. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil analisis regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel pendapatan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan selera terhadap pola pangan harapan.

Pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah skala ordinal, dari data ordinal perlu ditransformasikan ke dalam bentuk interval dengan menggunakan Method Sucessive Internal (MSI). Hasil analisis regresi linear berganda maka persamaan regresi linear berganda pada penelitian ini untuk wilayah perdesaan dapat dilihat sebagai berikut :

Coefficients

Intercept 37.42563643 X1 5.196939841

X2 1.592067143 X3 1.791898683 X4 2.628287238

Y = 65,59 – 0,53X1 – 0,16X2 + 0,01X3 – 0,45X4 + e Keterangan :

Y = Pola Pangan Harapan X1 = Pendapatan

X2 = Pengetahuan Gizi X3 = Kebiasaan Makan X4 = Selera

Berdasarkan persamaaan regresi diatas dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu:

1. Konstanta bernilai 65,59 artinya bahwa jika tidak ada variabel pendapatan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan selera maka pola pangan harapan akan tetap ada sebesar 65,59.

2. Koefisien regresi (X1) sebesar -0,53 artinya setiap penambahan sebesar satu satuan variabel pendapatan sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi

(31)

28

pangan di wilayah perdesaan akan menurun sebesar -0,53 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel pendapatan bukan faktor penentu terhadap pola pangan harapan di wilayah perdesaan.

3. Koefisien regresi (X2) sebesar -0,16 artinya setiap penambahan sebesar satu satuan variabel pengetahuan gizi sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan di wilayah perdesaan akan menurun sebesar -0,16 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel pengetahuan gizi bukan penentu terhadap pola pangan harapan di wilayah perdesaan.

4. Koefisien regresi (X3) sebesar 0,01 artinya setiap penambahan sebesar satu satuan variabel kebiasaan makan sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan diwilayah perdesaan akan meningkat sebesar 0,01 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel kebiasaan makan menentukan pola pangan harapan di wilayah perdesaan.

5. Koefisien regresi (X4) sebesar -0,45 artinya bahwa setiap penambahan sebesar satu satuan variabel selera sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan akan menurun sebesar -0,45 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel selera konsumen bukan penentu terhadap pola pangan harapan di wilayah perdesaan.

Coefficients

Intercept 44.36686971 X1 4.448490309

X2 1.945434566 X3 2.654055734 X4 3.195453563

Y = 68,31 + 1,26X1 + 1,73X2 – 2,23X3 + 0,36X4 + e Keterangan :

Y = Pola Pangan Harapan X1 = Pendapatan

X2 = Pengetahuan Gizi X3 = Kebiasaan Makan X4 = Selera

Berdasarkan persamaaan regresi diatas dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu:

1. Konstanta bernilai 68,31 artinya bahwa jika tidak ada pengaruh variabel pendapatan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan selera maka pola pangan harapan akan tetap ada sebesar 68,31.

(32)

29

2. Koefisien regresi (X1) sebesar 1,26 artinya setiap penambahan sebesar satu satuan variabel pendapatan sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan di wilayah perdesaan akan meningkat sebesar 1,26 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel pendapatan menentukan pola pangan harapan di wilayah perkotaan.

3. Koefisien regresi (X2) sebesar 1,73 artinya setiap penambahan sebesar satu satuan variabel pengetahuan gizi sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan di wilayah perdesaan akan meningkat sebesar 1,73 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel pengetahuan gizi menentukan pola pangan harapan di wilayah perkotaan.

4. Koefisien regresi (X3) sebesar -2,23 artinya setiap penambahan sebesar satu satuan variabel kebiasaan makan sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan diwilayah perkotaan akan menurun sebesar -2,23 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel kebiasaan makan bukan penentu terhadap pola pangan harapan di wilayah perkotaan.

5. Koefisien regresi (X4) sebesar 0,36 artinya bahwa setiap penambahan sebesar satu satuan variabel selera sedangkan variabel independent lainnya tetap, maka konsumsi pangan akan meningkat sebesar 0,36 satuan. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel selera konsumsi menentukan pola pangan harapan di wilayah perkotaan.

Koefisien determinasi (R2)

Koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar nilai persentase dari kontribusi variabel bebas, koefisien determinasi (R2) mempunyai nilai kisaran antara 0 < R2 <

1. NIlai adjust R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Hasil uji adjusted R2 pada pola pangan harapan di perdesaan diperoleh dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,004. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pola pangan harapan di perdesaan tidak ditentukanpendapatan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan dan selera makan, jadi 100%, dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Hasil uji adjusted R2 pada pola pangan harapan di perkotaan diperoleh dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,050. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pola pangan harapan di perkotaan ditentukan oleh pendapatan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan selera sebesar 5% sedangkan sisanya 95%, dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

(33)

30

Model dari regresi liner berganda untuk di perdesaan diperoleh bahwa untuk variabel pendapatan, pengetahuan gizi, dan selera makan negatif terhadap pola pangan harapan karena setiap pendapatan naik satu satuan maka akan menurunkan PPH 0,53 satu satuan, variabel pengetahuan gizi menurunkan 0,16 satu satuan dan variabel selera makan menurunkan 0,45 satu satuan, sedangkan variabel kebiasaan makan positif terhadap pola pangan harapan artinya setiap variabel kebiasaan makan naik satu satuan akan meningkatkan PPH 0,01 satu satuan.

Model dari regresi linear berganda untuk di perkotaan diperoleh bahwa untuk variabel pendapatan, pengetahuan gizi dan selera makan positif terhadap pola pangan harapan karena setiap pendapatan naik satu satuan maka akan menaikan PPH 1,26 satu satuan, variabel pengetahuan gizi meningkat 1,73 satu satuan dan variabel selera makan meningkat 0,36 satu satuan, sedangkan variabel kebiasaan makan negatif terhadap pola pangan harapan artinya setiap variabel kebiasaan makan naik satu satuan akan menurunkan PPH 2,23 satu satuan.

BAB VI. SIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Konsumsi energi di wilayah perkotaan adalah 1957,52 kkl/kapita/hari dengan AKE 93,71% dan konsumsi Energi di wilayah perdesaan adalah 1902,69 kkl/kapita/hari dengan AKE 90,5 %. Sedangkan Konsumsi Protein di wilayah perkotaan adalah 64,62 gram /kapita/hari dengan AKP 124,27% dan Konsumsi Protein di wilayah perdesaan 57,44 gram/kapita/hari dengan AKP 110,46%. Konsumsi Energi di kedua wilayah tersebut tergolong kategori sedang dan konsumsi protein tergolong kategori baik.

2. Skor pola pangan harapan di wilayah perkotaan adalah 71,22 dan wilayah perdesaan adalah 63,05, ini menunjukkan pola konsumsi Pangan di kedua wilayah tersebut secara kualitas kurang baik dan kurang beragam.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keberagaman konsumsi berdasarkan pola pangan harapan di wilayah perdesaan adalah…..(Hasil uji F)

4. Model dari regresi linear berganda untuk di wilayah perkotaan diperoleh bahwa untuk variabel pendapatan, pengetahuan gizi dan selera makan positif terhadap pola pangan harapan, karena setiap pendapatan, pengetahuan gizi dan selera makan naik satu- satuan maka akan menaikan PPH, sedangkan untuk di wilayah perdesaan diperoleh

(34)

31

bahwa untuk variabel pendapatan, pengetahuan gizi dan selera makan negatif terhadap pola pangan harapan.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka disarankan :

1. Untuk wilayah perkotaan maupun perkotaan perlu peningkatan konsumsi energi, yang berasal dari pangan lemak dan minyak, buah dan biji berminyak serta konsumsi ubi- ubian dan gula.

2. Untuk meningkatkan keberagama konsumsi pangan yang masih rendah, di wilayah perdesaan perlu adanya peningkatan pendapatan, peningkatan pengetahuan gizi berupa penyuluhan gizi dan meningkatkan selera konsumen dengan lebih baik.

3. Untuk meningkatkan keberagaman konsumsi pangan yang masih rendah di wilayah perkotaan perlu diberikan penyuluhan tentang kebiasaan makan yang baik dan benar.

Gambar

Tabel 1. Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian Mulai Mei - November 2021
Diagram 1. Konsumsi Energi dan Protein, Tingkat Kecukepan Energi dan Protein serta Skor  PPH di pemukiman per kotaan dan perdesaan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Proses penangananoleh penyidik yang menyerahkan berkas perkara atau hasil laporan tersebut ternyata tidak benar (palsu) ke kejaksaan maka jaksa dapat melakukan

Selain pengaruh dari setiap item pada masing- masing variabel, penyebab variabel kebutuhan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi secara parsial tidak

Pada pengujian diperoleh hasil bahwa integrasi layanan materi pelajaran antar sekolah dapat menghasilkan informasi yang saling melengkapi guna mendukung kebutuhan

kita akan mempelajari aturan aturan yang sesuai dengan budaya belajar untuk

pada akhir 2009 lalu meski UU baru yang mengatur ketentuan pokok pemerintahan daerah (UU N0.32/2004 sebagai pengganti UU No.22/1999) justru mengembalikan model ganda pengawasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyuluhan tentang vulva hygiene terhadap perilaku melakukan vulva hygiene pada siswi kelas XI IPS SMAN 1 Pleret

Puisi classic Indonesia mempunyai ciri – ciri khusus yakni bhs yang dipakai dalam puisi, terikat dengan irama, matra, rima, serta membuatannya begitu terikat dengan larik

&#34;Arthur, putra Anda, langsung pergi tidur setelah bertengkar dengan Anda, tapi tidurnya tak nyenyak karena dia sedang gelisah memikirkan utangnya kepada klub itu.. Pada tengah