• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut Iskandar (2008), WHO mendeskripsikan rumah sakit sebagai sebuah usaha yang memberikan layanan penginapan dan medis dalam jangka pendek dan panjang, terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitative untuk orang yang menderita sakit, terluka atau melahirkan. Dalam pelaksanaannya, rumah sakit juga memberikan pelayanan dasar berobat jalan untuk pasien yang tidak membutuhkan pelayanan rawat inap. Adapun fungsi rumah sakit adalah sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang holistik kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitative dengan menjangkau keluarga dan lingkungan, sekaligus sebagai pusat untuk mengadakan latihan tenaga kesehatan serta melakukan penelitian (Ilyas, 2011).

Menurut Peraturan Kesehatan Republik Indonesia No. 340 / Menkes / per / III / 2010, tentang klasifikasi Rumah Sakit, yang dimaksud dengan rumah Sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Dengan ketentuan jumlah tenaga SDM keperawatan 37 orang tenaga perawat dan bidan.

1

(2)

2.2 Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2007), menyatakan bahwa SDM merupakan sebuah hasil keterpaduan antara daya pikir dengan fisik manusia yang mampu mencerminkan kualitas usaha dan usaha kerja dari manusia tersebut dalam menghasilkan barang atau jasa tertentu. Begitu pentingnya SDM terhadap suatu proses pembangunan, Ramelan (1999), menyatakan bahwa SDM merupakan inti dari pembangunan itu sendiri.

2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen SDM diartikan sebagai suatu proses yang di lewati untuk berbagai konflik dan permasalahan yang timbul dalam level karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya yang memiliki peranan dalam menentukan aktifitas dan produktifitas kinerja organisasi atau perusahaan demi tercapainya tujuan dari organisasi atau perusahaan tersebut. Kegiatan manajemen ketenagaan di rumah sakit dimulai berurutan dan bersifat holistik, dalam tahapan penerimaan pegawai, penempatan pegawai, kompensasi kerja, pengembangan mutu dan karier pegawai sampai dengan putusnya hubungan kerja dengan rumah sakit terkait. Ruang lingkup manajemen ketenagaan mencakup: (1) analisis masa kini dan mendatang tentang prediksi kebutuhan tenaga, sistem rekruitmen dan seleksi, penempatan kerja yang sesuai, promosi kenaikan jabatan dan jenjang karir, dan separation/pensiun/pemutusan hubungan kerja, yang dalam pelaksanaannya, idealnya dilakukan kegiatan appraisal dan strategi pengembangan karir serta pendidikan dan pelatihan yang memadai dan berkesinambungan (Aditama, 2007).

(3)

2.3.1 Tujuan manajemen sumber daya manusia

Tujuan utama dari manajemen SDM menurut Sedarmayanti (2009), adalah untuk meningkatkan kontribusi SDM (karyawan) terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktifitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami karena semua kegiatan organisasi dalam mencapai misi dan tujuannya, tergantung kepada manusia yang mengelola organisasi itu. Oleh sebab itu SDM harus dikelola sedemikian rupa sehingga berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Tujuan tersebut dapat dijabarkan ke dalam 4 (empat) tujuan yang lebih operasional, yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan Masyarakat (societal objective)

Tujuan masyarakat adalah untuk bertanggungjawab secara sosial, dalam hal ini kebutuhan dan tantangan yang timbul dari masyarakat. Suatu organisasi yang berada ditengah-tengah masyarakat diharapkan membawa manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, suatu organisasi diharapkan mempunyai tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusianya agar tidak mempunyai dampat negative terhadap masyarakat.

2. Tujuan Organisasi (organization objective)

Tujuan organisasi adalah untuk melihat bahwa manajemen SDM itu ada (exist), maka perlu adanya kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan. Manajemen SDM bukan suatu tujuan dan akhir suatu proses, melainkan suatu perangkat atau alat untuk membantu tercapainya suatu tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu, suatu unit atau bagian manajemen SDM di dalam suatu organisasi di wujudkan untuk melayani bagian lain di dalam organisasi tersebut.

(4)

3. Tujuan Fungsi (functional objective)

Tujuan fungsi adalah untuk untuk memelihara kontribusi bagian lain agar mereka (sumber daya manusia dalam tiap organisasi) melaksanakan tugasnya secara optimal (Sedarmayanti, 2009). Tujuan fungsi dari manajemen sumber daya tersebut menyatakan bahwa setiap unit dapat menjaga peranannya yaitu sumber daya manusia dalam suatu organisasi diharapkan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

4. Tujuan Personel (personel objective)

Tujuan personel adalah untuk membantu personel mencapai tujuan pribadinya, guna mencapai tujuan organisasi. Tujuan pribadi pegawai diharapkan dapat dipenuhi, dan ini sudah merupakan motivasi dan pemeliharaan terhadap pegawai yang bersangkutan

Dalam upaya untuk mencapai tujuan manajemen SDM tersebut, maka suatu bagian atau departemen SDM harus mengembangkan, mempergunakan dan memelihara pegawai SDM agar semua fungsi organisasi dapat berjalan seimbang.

2.3.2 Perencanaan Sumber Daya

Sebagai organisasi yang unik, organisasi pelayanan kesehatan memiliki jenis perencanaan yang sedikit berbeda dengan organisasi yang lain. Perencanaan SDM rumah sakit merupakan sistem perencanaan SDM yang juga dilakukan berdasarkan tempat, keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan (Ilyas, 2011). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diasumsikan bahwa perencanaan SDM rumah sakit harus berdasarkan fungsi (kompetensi kerja) dan beban kerja agar dapat berjalan dengan baik karena kesesuaian SDM dengan kompetensi dan beban kerja telah didapatkan. Terdapat lima langkah yang perlu

(5)

dilakukan dalam merencanakan kebutuhan SDM rumah sakit, yaitu (1) analisa tenaga rumah sakit yang dimiliki saat ini dan bagaimana kecukupannya berdasarkan prediksi di masa yang akan datang, (2) analisa persediaan rumah sakit, (3) analisa kebutuhan tenaga kesehatan rumah sakit di masa yang akan datang, (4) analisa kesenjangan tenaga yang dibutuhkan di masa mendatang dengan persediaan yang dimiliki saat ini dan (5) dokumen kebutuhan tenaga rumah sakit yang mencakup jumlah, jenis dan kompetensi yang dibutuhkan berdasarkan periode waktu tertentu (Ilyas, 2011). Berikut bagan yang menggambarkan proses perencanaan SDM rumah sakit:

Gambar 2.1 Proses perencanaan SDM rumah sakit

2.4 Perawat

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan, yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176 tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, adalah sebagai salah satu profesi yang selalu berhubungan secara langsung dengan pasien, perawat dituntut untuk memahami dan berperilaku sesuai dengan etik keperawatan. Menurut Kusnanto (2003), perawat

Analisa Situasi SDM

Analisa Persediaan SDM

Analisa Kebutuhan

Analisa Kesenjangan

Dokumen Rencana SDM

(6)

adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan

2.4.1 Tupoksi Perawat Rawat Inap

Tujuan jabatan yaitu menjamin terlaksananya asuhan keperawatan dan pelayanan keluhan pasien sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan (RS Harapan Bunda, 2012).

1. Akuntabilitas Utama

a. Memastikan terlaksananya asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggungjawabnya, sesuai dengan protap dan standar mutu yang telah ditetapkan

b. Memastikan kelengkapan catatan asuhan keperawatan dalam rekam keperawatan

c. Memastikan pelaksanaan respon terkait keluhan pasien dan atau keluarga pasien dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan

d. Memastikan terlaksananya operan tugas dengan rekan sejawat dalam satu grup dengan memperhatikan kondisi pasien dan prioritas penanganan keluhan

e. Memastikan terciptanya hubungan dan komunikasi yang baik dengan profesi kesehatan lainnya dalam mendukung tugas dan tanggung jawabnya.

2. Tugas – tugas rutin

a. Melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya

(7)

b. Melaksanakan operan tugas setiap awal dan akhir jaga dari dan kepada perawat pelaksana yang ada dalam satu grup

c. Melaksanakan konfirmasi/supervise tentang kondisi pasien segera setelah selesai operan setiap pasien

d. Mengikuti operan jaga yang dilakukan setiap awal tugas pagi

e. Menerima keluhan pasien/keluarga dan menindaklanjuti sesegera mungkin

f. Melengkapi catatan asuhan keperawatan pada semua pasien yang menjadi tanggungjawabnya

g. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan setiap akhir tugas pada semua pasien yang menjadi tanggungjawabnya

h. Mengikuti operan jaga yang diadakan pada setiap akhir dinas dan melaporkan kondisi/perkembangan semua pasien yang menjadi tanggungjawabnya

2.4.2 Model Pemberian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan dalam praktik keperawatan yang diberikan kepada pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan, berdasarkan kepada kaidah keperawatan secara ilmu dan secara manusiawi diberikan berdasarkan kebutuhan obyektif pasien untuk mengatasi masalahnya (Alimul, 2003).

Dalam melakukan kegiatan keperawatan, ada beberapa model pemberian asuhan keperawatan, diantaranya menurut Gartinah (1995), yaitu:

1. Model Fungsional

Merupakan sebuah model asuhan keperawatan yang dilakukan secara terpisah-pisah. Tugas keperawatan secara berbeda-beda dibebankan kepada

(8)

setiap tenaga keperawatan yang dianggap kompeten untuk dilakukan secara rutin sesuai prosedural yang ditetapkan.

2. Model Kasus

Merupakan sebuah model asuhan keperawatan yang dilakukan secara menyeluruh untuk satu orang pasien. Untuk melakukan model ini, sebaiknya tenaga keperawatan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kasus yang dimiliki pasien, sehingga pasien dapat ditangani dengan baik.

3. Model Tim

Merupakan sebuah model asuhan keperawatan, dimana sekelompok perawat memiliki tanggungjawab atas setiap individu dari sekelompok pasien. Dalam melakukan model ini, perawat berkelompok menjadi sebuah tim yang terkoordinasi dan kooperatif satu sama lain untuk memberikan perawatan.

4. Model Primer

Merupakan model asuhan keperawatan yang memiliki primary nurse, yaitu perawat yang bertugas secara primer atas pasien dari mulai pasien masuk (berdasarkan kepada kebutuhan pasien atas masalah keperawatan) sampai pasien keluar. Tugas dari primary nurse disesuaikan dengan kemampuan dari primary nurse itu sendi

2.5. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat

Menurut Nurul (2008), terdapat beberapa faktor yang menentukan kinerja perawat, antara lain:

(9)

1. Semakin bertambahnya usia, maka akan semakin meningkat kedewasaan psikologis, jiwa dan akan semakin mampu untuk berfikir rasional sehingga akan semakin mahir dalam pekerjaannya.

2. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi kualitas kepribadiannya yang dicerminkan dalam aspek keterampilan sehingga hidup akan semakin mantap dan mandiri.

3. Masa kerja yang relatif lama disertai dengan bertambahnya usia maka akan semakin menciptakan kepuasan kerja yang relative menetap dan selanjutnya akan berdampak terhadap performa dan kinerja seseorang.

4. Seseorang yang telah menikah dan telah memiliki tanggung jawab akan menunjukan kinerja yang lebih baik.

5. Tidak ada perbedaan kinerja antara laki-laki dan perempaun.

6. Besar imbalan berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

7. Pekerja yang memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri akan lebih puas dalam bekerja sehingga berpengaruh terhadap kinerjanya.

8. Tingginya motivasi yang dimiliki akan tercermin pada kinerja.

2.6 Beban Kerja Tenaga Kesehatan

Beban kerja tenaga kesehatan didefinisikan sebagai banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan dalam waktu satu tahun dalam organisasi/pelayanan kesehatan (Ilyas, 2011). Standar beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh satu orang tenaga kesehatan dalam waktu satu tahun kerja sesuai dengan standar profesional yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan waktu libur, sakit, dll. Sedangkan analisa

(10)

beban kerja didefinisikan sebagai kegiatan/upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan menjumlah semua beban kerja lalu dibagi dengan kapasitas kerja perorangan persatuan waktu (Kementrian Kesehatan, 2004). Tujuan dari dilakukan analisa beban kerja adalah untuk mengidentifikasi tenaga kesehatan yang dibutuhkan, baik secara kualitas maupun kuantitas, dibandingkan dengan tanggung jawab yang harus dilakukan (Irnalita, 2008). Berdasarkan pengertian ini, jelas dapat diambil kesimpulan bahwa analisa beban kerja juga memperhitungkan kualitas, yang kemudian dapat dikaitkan dengan kompetensi kerja. Apabila terjadi penurunan kualitas dan prestasi kerja yang disebabkan oleh tingginya beban kerja juga akan berdampak kepada diri perawat seperti penurunan motivasi kerja yang berefek terhadap produktifitas kerja. Hasil penelitian Norman (2006), menemukan perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan, belum mampu memberikan pelayanan keperawatan yang terbaik kepada pasien. Untuk itulah penghitungan beban kerja personel perlu dilakukan menggunakan teknik yang reliable sehingga menghasilkan angka rasional yang dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.

Hasil pengukuran beban kerja akan baik jika di gunakan oleh ahlinya dalam mengetahui jenis dan tingkat kesulitan pekerjaan (Ilyas, 2011).

2.6.1 Metode Penghitungan Beban Kerja Perawat

Menurut Ilyas (2011), terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja, yaitu :

2.6.1.1 Metode work Sampling

Work Sampling merupakan suatu teknik hitung beban kerja yang digunakan untuk menghitung besarnya beban kerja yang didapatkan dalam suatu unit, bidang

(11)

atau instalansi tertentu. Dengan menghitung menggunakan work sampling, didapatkan gambaran kegiatan seperti berikut :

1. Jenis aktifitas yang dilakukan selama jam kerja.

2. Aktifitas tenaga kesehatan berkaitan dengan fungsi dan tugasnya dalam waktu jam kerja.

3. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk melakukan kegiatan produktif dan tidak produktif.

4. Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja.

Dalam pelaksanaannya, tehnik menghitung dengan menggunakan metode work sampling berdasarkan kepada kegiatan yang menjadi standar yang telah

ditetapkan, misalnya pada penghitungan beban kerja perawat, maka pengamatan dilakukan pada aktifitas atau kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat dalam menjalankan tugasnya sehari–hari di ruang kerjanya. Menurut Ilyas (2011), tahapan yang harus dilakukan dalam menggunakan teknik work sampling antara lain:

1. Menentukan jenis personel secara spesifik yang akan diteliti, misalnya perawat di ruang rawat inap.

2. Lakukan pemilihan sampel untuk memudahkan pengamatan

3. Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang telah diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif atau kegiatan langsung dan tidak langsung (tergantung kepada maksud penelitian).

4. Melatih pengamat untuk bisa melakukan pengamatan kerja menggunakan work sampling.

5. Sesuaikan interval waktu pengamatan. Semakin tinggi tingkat mobilitas pekerjaan yang diamati, maka akan semakin singkat waktu pengamatan

(12)

(biasanya interval 2-15 menit, tergantung pada karakteristik pekerjaan).

Untuk meningkatkan akurasi penelitian, interval yang lebih pendek lebih baik dibandingkan dengan interval yang terlalu melebar.

Dalam pelaksanaanya, semakin banyak jumlah pengamat, semakin rendah kemungkinan lost of attention dari sampel. Biasanya dilakukan selama 7 hari kerja terus menerus dengan waktu penagamatan selama waktu kerja.

Contoh jumlah perhitungan sampel menggunakan work sampling : jika kita mengamati kegiatan 5 perawat setiap shif dengan interval pengamatan 5 menit selama 24 jam (3 shif) dalam 7 hari kerja, dengan demikian jumlah pengamatan :

5 (perawat) X 60 (menit) X 24 (jam) X 7 (hari kerja) = 10.080 sampel 5 (menit)

2.6.1.2 Metode Time and Motion study

Merupakan teknik penghitungan beban kerja dengan memperhatikan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh sampel. Kelebihan dari teknik ini adalah kita mampu sekaligus menilai kualitas kinerja dari sampel sambil menghitung beban kerjanya.

Yang harus dilakukan dalam menjalankan teknik ini antara lain : (Ilyas, 2011).

1. Sampel berupa satu orang perawat mahir yang dipilih berdasarkan purposive sampling.

2. Jumlah perawat yang dinilai mahir dan diamati kegiatannya dapat satu orang saja sepanjang perawat tersebut dianggap mampu mewakili kualitas perawat.

3. Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang diklasifikasikan sebagai kegiatan profesional dan non profesional serta waktu yang digunakan

(13)

untuk melakukan kegiatan tersebut. Dapat pula diamati kegiatan langsung dan tidak langsung (untuk menghitung beban kerja)

4. Pelaksana pengamatan dipilih berdasarkan kompetensi dan pengetahuan terkait dengan profesi kompetensi dan fungsi sampel yang diamati dan sebaiknya berbeda organisasi (untuk minimalisasi bias)

5. Kekurangan dari teknik ini adalah sampel mengetahui bahwa kegiatannya sedang diamati sehingga cenderung untuk meningkatkan performanya (bias). Untuk antisipasinya, semakin lama waktu pengamatan maka akan semakin baik untuk menghindari bias.

Time and motion study biasanya dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang

belum jelas kualitas tahapannya sebagai penilaian holistik. Selain itu, teknik ini baik digunakan untuk kegiatan dengan tahapan kerja yang cenderung memiliki homogenitas (Ilyas, 2011). Berikut adalah table yang menggambarkan perbedaan antara Work Sampling dengan Time and Motion Study:

Table 2.1 Perbedaan Work Sampling dengan Time and motion Study

No Work Sampling Time and Motion

1 Kualitas kerja tidak dapat dinilai Kualitas kerja dapat dinilai 2 Lebih sederhana dan murah Lebih sulit dan mahal 3 Jumlah sampel lebih banyak Jumlah sampel lebih sedikit

4 Pengamatan dilakukan pada kegiatan Pengamatan dilakukan sepanjang waktu

2.6.1.3 Metode Dally Log

Merupakan bentuk dari work sampling yang lebih sederhana, karena memberikan kesempatan kepada sampel untuk menuliskan sendiri kegiatan dan

(14)

waktu yang dihabiskan dalam melakukan pekerjaannya. Karena itulah, teknik ini sangat bergantung kepada kejujuran sampel. Sebagai tahapan, peneliti membuat terlebih dahulu pedoman dan formulir isian untuk para sampel. Penjelasan dasar mengenai cara pengisian formulir harus dilakukan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum sampel dibolehkan untuk memulai mengisinya sendiri. Yang di utamakan dalam penelitian ini adalah kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan (Ilyas, 2011 dan Indriana, 2009). Data yang telah didapatkan dari para sampel kemudian diolah untuk mendapatkan analisa mengenai beban kerja tertinggi dan jenis pekerjaan yang membutuhkan waktu terbanyak.

2.6.2 Pengukuran Kerja

Pengukuran kerja adalah teknik yang digunakan untuk menetapkan waktu yang dibutuhkan bagi pekerja yang telah memenuhi syarat atas kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan yang di bebankan kepadanya dalam tingkat prestasi yang ditetapkan. Adapun waktu yang digunakan dalam pengukuran kerja antara lain : (International Labour Office, 1983)

1. Waktu standar

Waktu standar didefinisikan sebagai jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan berdasarkan prestasi standar, yaitu isi kerja, kelonggaran (misalnya keterlambatan), dan waktu kosong, yang mungkin saja terjadi selama proses pengerjaan (Indriana, 2009). Dalam ketentuan yang diatur Departemen Tenaga Kerja (2003), Undang – Undang No. 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja (terutama dalam pasal 77), hari kerja yang dibebankan pekerja dengan memiliki jam kerja 7 jam dalam sehari dan 40 jam dalam seminggu adalah 6 hari kerja, sedangkan

(15)

bagi pekerja yang dengan jam kerja 8 jam dalam sehari dan 40 jam dalam seminggu adalah 5 hari kerja.

2. Waktu Produktif

Waktu produktif merupakan waktu yang dialokasikan untuk tenaga manusia (termasuk juga tenaga kesehatan) untuk menjalankan fungsinya dalam organisasi untuk bisa membantu pencapaian organisasi (Azhar, 2008). Perbandingan antara waktu produktif dan waktu tidak produktif dalam satu hari kerja adalah 80% : 20 % karena tidak mungkin tenaga manusia mampu bekerja 100% (Ilyas, 2011). Menurut ILO dalam Indriana (2009), disebutkan bahwa ruang lingkup waktu produktif dan tidak produktif adalah sebagai berikut :

 Waktu produktif

Terbagi menjadi 2, yaitu (1) waktu kerja dasar, yaitu waktu kerja minimal yang dibutuhkan untuk bisa menghasilkan / melakukan suatu kegiatan/produk jasa dan (2) waktu kerja tambahan, yaitu waktu kerja yang melebihi waktu kerja dasar yang timbul akibat kinerja yang tidak efisien, kelemahan metode yang digunakan dan masalah – masalah operasional lainnya

 Waktu tidak produktif

Merupakan waktu yang sia – sia terbuang dan menyebabkan gangguan berjalannya, kegiatan dalam suatu organisasi sehingga tingkat produktifitas akan menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh (1) kegagalan pihak manajemen dalam merencanakan dan

(16)

memproyeksikan kegiatan, dan (2) tenaga manusia yang lalai dan meninggalkan pekerjaan tanpa alasan yang jelas.

2.7 Analisis Kebutuhan Tenaga

Terdapat beberapa metode untuk menghitung kebutuhan personel di rumah sakit secara garis besar, yaitu berdasarkan target pelayanan kesehatan, berdasarkan permintaan (demand) pelayanan kesehatan, berdasarkan rasio tenaga dan tempat tidur (Ilyas, 2011). Kali ini hanya akan dibahas beberapa dari metode diatas, yaitu Metode Work Indikator of Staffing Need (WISN) yang berdasarkan kepada indikator beban kerja riil dan rasio kapasitas seseorang dalam melakukan tugasnya pada suatu sarana kesehatan dan Metode Ilyas yang berdasarkan kepada prinsip demand.

2.7.1 Metode WISN

Metode ini biasanya digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan tenaga dalam skala yang besar, misalnya di kantor dinas kesehatan dan rumah sakit tingkat propinsi, kabupaten/kota dan telah disahkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.81/Menkes/Sk/2004 (Kementerian Kesehatan, 2004). Metode ini mengandalkan beban kerja sebagai indikator kebutuhan tenaga, sehingga alokasi/realokasi tenaga akan lebih mudah dilakukan. Metode ini mudah diterapkan secara teknis dan sifatnya holistik. Adapun kelemahan metode WISN menurut Departemen Kesehatan adalah sangat mengandalkan kelengkapan pencatatan data karena akan digunakan sebagai dasar untuk input data yang selanjutnya akan menentukan besaran jumlah hasil penghitungan kebutuhan ketenagaan.

(17)

2.7.2 Formula Hasil Lokakarya Keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Sebenarnya formula ini tidak berbeda dengan yang dikembangkang oleh Gillies, hanya saja satuan hari diubah menjadi minggu. Selanjutnya jumlah hari kerja efektif juga dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu dan jumlah jam kerja perhari selama 40 jam per minggu. Tampak pada formula PPNI tidak ada sesuatu yang baru dengan konsep dengan formula Gillies. PPNI berusaha menyesuaikan lama hari kerja dan libur yang berlaku di Indonesia.

Pada formula ini, komponen A adalah jumlah waktu perawatan yang dibutuhkan oleh pasien selama 24 jam. Jam waktu perawatan berkisar antara 3 sampai dengan 4 jam tergantung jenis penyakit, tindkan dan aplikasi keperawatan di rumah sakit. BOR rumah sakit adalah prosentase rata-rata jumlah tempat tidur yang digunakan selama periode tertentu misalnya selama satu semester, atau setahun. Hari kerja efektif selama 41 minggu yang dihitung sebagai berikut : 365 – 52 (hari minggu) - 12 (hari libur nasional) – 12 (hari libur cuti tahunan) = 289 hari : 7 hari/minggu = 41 minggu.

Hasil penghitungan tenaga perawat dikali 125%, karena tingkat produktivitas diasumsikan perawat oleh PPNI dihitung hanya sebesar 75% sehingga jumlah tenaga perawat dengan formula ini lebih besar.

2.7.3 Depkes

Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Depkes, (2002) dihitung berdasarkan pengelompokan unit kerja di rumah sakit, yaitu unit rawat inap dewasa, rawat inap anak/perinatal, rawat inap intensif, gawat darurat, kamar bersalin, kamar

(18)

operasi dan rawat jalan dengan menggunakan rumus kebutuhan tenaga perawat di ruang perawatan.

Untuk penghitungan tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan menambah perawat libur (loss day) dan tugas non keperawatan. Tenaga keperawatan yang mengerjakan pekerjaan non keperawatan diperkirakan 25% dari jumlah tenaga keperawatan.

2.7.4 Metode Ilyas

Dalam perkembangannya, metode Ilyas dikenal sebagai metode penghitungan beban kerja yang relatife cepat dengan keakuratan yang tinggi sehingga mampu menghasilkan informasi yang akurat untuk dijadikan dasar dari pengambilan keputusan manajemen (Ilyas, 2011). Dasar dari metode ini adalah melalui pendekatan demand, yang maksudnya adalah metode ini digunakan untuk menghitung beban kerja berdasarkan kepada permintan atas dihasilkannya suatu produk/unit yang dibutuhkan. Dengan kata lain, beban kerja secara spesifik tergantung kepada transaksi bisnis yang dilakukan setiap unit kerja. Untuk melakukan perhitungan yang baik, diperlukan informasi yang akurat terkait : (Ilyas, 2001)

1. Transaksi bisnis utama atau penunjang setiap personel dalam unit organisasi sejelas – jelasnya

2. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap transaksi bisnis utama atau penunjang sejelas-jelasnya

3. Jenis dan jumlah transaksi bisnis per hari, per minggu, per bulan atau per tahun yang berhasil dilakukan setiap personel

4. Jumlah jam kerja efektif (produktif) per hari

(19)

5. Jumlah hari kerja efektif dalam setahun organisasi

Formula ilyas dapat ditentukan berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan, jumlah kegiatan yang dilakukan dan waktu transaksi bisnis. Beban kerja setiap unit per hari dapat disajikan dalam satuan menit atau jam perhari kerja. Formula Ilyas untuk menghitung perawat yang dibutuhkan rumah sakit, memiliki komponen yang dituangkan dalam rumus, yaitu : (Ilyas, 2011)

Keterangan

A = jam perawatan/24 jam

B = Sensus harian (BOR X jumlah tempat tidur) Jam kerja/hari = 6 jam perhari

365 = jumlah hari kerja selama setahun 255 = hari kerja efektif perawat/tahun

(365-(12 hari libur nasional 12 hari libur cuti tahunan) x ¾ = 255 hari)

Jumlah hari kerja efektif perawat di rumah sakit yaitu 255 hari per tahun. Jumlah hari kerja efektif per tahun ini berasal dari jumlah hari pertahun (365) dikurangi jumlah hari libur nasional (12) dan cuti (12) dikali tiga per empat. Indeks ¾ merupakan indeks yang berasal dari karakteristik jadwal kerja perawat dirumah sakit.

Indeks ¾ berasal dari setiap empat hari kerja efektif, perawat mendapat libur satu hari setelah jadwal jaga malam.

A X B X 365 Tenaga perawat =

255 X jam kerja/hari

(20)

2.8 Analisis Kebutuhan Perawat dari Berbagai Penelitian

Berikut contoh penelitian yang menggunakan metode Ilyas dalam merencanakan kebutuhan sumber daya manusia:

Andini (2013), dalam penelitian yang berjudul ”Analisa Kebutuhan Tenaga Keperawatan di Instalansi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Berdasarkan Beban dan Kompetensi Kerja”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan tenaga keperawatan di Instalansi Hemodialisa RSUP Persahabatan berdasarkan kompetensi dan beban kerja berdasarkan beban kerja (menggunakan Time and Motion Study kepada 8 perawat kemudian diolah dengan metode Ilyas) dan kompetensi kerja (indepth interview kepada 3 informan dengan fokus kepada pengetahuan seputar pekerjaan, ketrampilan dan sikap). Hasil penelitian ini secara umum menggambarkan adanya kesenjangan antara beban kerja yang diterima oleh perawat instalansi Hemodialisa dengan tenaga kerja yang tersedia, sehingga dibutuhkan penambahan tenaga kerja sebanyak satu orang perawat (berdasarkan hasil hitung waktu produktif) atau dua orang perawat (berdasarkan standar waktu istirahat minimal).

Gambar

Gambar 2.1 Proses perencanaan SDM rumah sakit

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat kebutuhan untuk melihat secara cermat tentang siapa melakukan apa di dalam praktik. Siapa memberikan perawatan dasar atau fisik di lingkungan rumah sakit

Seseorang melakukan aktifitas (kegiatan) karena adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis mau pun psikologis, misalnya motivasi suami untuk membawa istrinya ke rumah

Menurut Bustami (2011) dalam Hasan (2014) mutu pelayanan di instalasi rawat jalan rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia,

Yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat

Manajemen SDM adalah suatu proses yang mencakup evaluasi terhadap kebutuhan SDM, mendapatkan orang-orang untuk memenuhi kebutuhan itu, dan mengoptimalisasikan

Prenecanaan sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk meramalkan atau memperkirakan kebutuhan tenaga kerja yang

Saragih (2010) Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Analisa Model Z- Score Altman pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel

2.2 Kerangka Pemikiran Penilaian kepuasan pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit dapat ditinjau dari perbedaan antara harapan yang dimiliki oleh peserta BPJS Kesehatan kepada