• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak- anak merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Perlu adanya optimalisasi perkembangan anak, karena selain krusial juga pada masa itu anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhan anak dapat terpenuhi secara baik. Anak seyogyanya harus dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, bahagia, bermoral tinggi dan terpuji, karena di masa depan mereka merupakan aset yang akan menentukan kualitas peradaban bangsa.

Fenomena yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah maraknya anak-anak terlantar. Meningkatnya angka penduduk miskin telah mendorong meningkatnya angka anak putus sekolah dan meningkatnya anak-anak terlantar. Pada umumnya anak-anak terlantar mengalami masalah ganda seperti kesulitan ekonomi, menderita gizi buruk, kurang perhatian dan kasih sayang orang tua, tidak bisa mendapat layanan pendidikan secara maksimal, dan lain sebagainya.

Dinas Sosial Propinsi DIY (2010) juga mencatat jumlah anak terlantar di Propinsi Yogyakarta. Pada tahun 2009 mencatat ada 36.468 anak,

(2)

sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan jumlah anak terlantar yang ada di Yogyakarta yaitu sebesar 32.728 anak terlantar. Penyebaran itu terjadi di lima kabupaten, di Kulon Progo terdapat 8.070 anak, Kabupaten Bantul 5.153 anak, Kabupaten Gunung Kidul 9.236 anak, Kabupaten Sleman 9.453 anak, sedangkan di Kota Yogyakarta berjumlah 816 anak, jadi total semua anak jalanan di Propinsi Yogyakarta berjumlah 36.468 anak. Jumlah anak terlantar di Yogyakarta tergolong sangat besar.

Menurut Departemen Sosial RI (2006:1), ketelantaran pada anak secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yakni (1) faktor ketidaksengajaan atau dengan kata lain karena kondisi yang tidak memungkinkan dari orang tua atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan anaknya, (2) faktor kesengajaan untuk menelantarkan anaknya karena rendahnya tanggung jawab sebagai orang tua atau keluarga terhadap anaknya.

Pada dekade terakhir, permasalahan anak terlantar menjadi salah satu permasalahan krusial baik dilihat dari kompleksitas masalah maupun kuantitas dari anak terlantar yang semakin meningkat. Kondisi ini didasari karena kondisi makro sosial ekonomi yang belum kondusif. Pada sisi lain ternyata masih terdapat pemahaman yang rendah mengenai arti penting anak oleh masyarakat, serta komitmen dan tanggung jawab orang tua atau keluarga yang cukup rendah, sehingga menyebabkan ketelantaran pada anak. Anak terlantar merupakan salah satu masalah kesejahteraan sosial yang membutuhkan perhatian secara khusus. Selain karena jumlah yang cukup besar, masalah anak terlantar memiliki lingkup dan cakupan yang tidak bisa

(3)

berdiri sendiri namun saling terkait dan saling memengaruhi bila kebutuhan dan hak mereka tidak terpenuhi.

Seperti yang tercantum dalam Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar (Departemen Sosial RI, 2008:1), permasalahan anak terlantar dapat kita lihat dari berbagai perspektif, diantaranya; 1) anak terlantar yang mengalami masalah dalam sistem pengasuhan seperti yang dialami anak yatim piatu, anak yatim, anak piatu, anak dari orang tua tunggal, anak dengan ayah/ibu tiri, anak dari keluarga yang kawin muda, dan anak yang tidak diketahui asal-usulnya (anak yang dibuang orang tuanya); 2) anak yang mengalami masalah dalam cara pengasuhan seperti anak yang mengalami tindak kekerasan baik secara fisik, sosial maupun psikologis, anak yang mengalami eksploitasi ekonomi dan seksual serta anak yang diperdagangkan;

3) dan anak yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi seperti anak yang kurang gizi dan anak yang tidak bersekolah atau putus sekolah. Hal inilah yang terjadi pada anak jalanan.

Anak jalanan merupakan salah satu bagian dari anak terlantar. Anak jalanan adalah contoh dari anak-anak yang terlantar, baik dari pengasuhan maupun pendidikannya. Keberadaan dan berkembangnya anak jalanan merupakan persoalan yang perlu mendapat perhatian. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya (Departemen Sosial RI, 2005: 5).

Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun,

(4)

melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

Masalah anak jalanan masih merupakan masalah kesejarteraan sosial yang serius dan perlu mendapat perhatian. Hal ini mengingat bahwa anak-anak yang hidup di jalan sangatlah rentan terhadap situasi buruk, perlakuan yang salah dan eksploitasi baik itu secara fisik maupun mental. Hal ini akan sangat mengganggu perkembangan anak secara mental, fisik, sosial, maupun kognitif, serta anak tidak mendapatkan hak dalam memperoleh pendidikan dan penghidupan yang layak. Kondisi yang tidak kondusif di jalanan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi anak akan berpengaruh pula pada kehidupan anak di masa mendatang.

UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 (2) menyatakan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi”. Melihat UU tentang perlindungan anak tersebut, seharusnya setiap anak mendapatkan hak yang sama, tidak terkecuali bagi anak jalanan.

tetapi fenomena yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa hak tersebut belum didapatkan oleh anak jalanan.

Anak jalanan seperti halnya anak-anak lain, memiliki hak yang sama.

Yakni mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang layak. Namun fenomena-fenomena keterlantaran yang terjadi di masyarakat tersebut

(5)

membuat anak jalanan harus hidup di jalanan yang jauh dari kesejahteraan yang seharusnya mereka dapatkan. Dalam perkembangannya menuju kedewasan, tiap anak masih sangat membutuhkan dukungan dan pendampingan dari orang tua dan orang-orang sekitar agar mereka dapat melalui proses tumbuh kembang secara optimal. Begitu halnya dalam proses perkembangan menuju kedewasaaan.

Dalam masa perkembangan seseorang, untuk menuju kedewasaan manusia melalui tahap transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yakni disebut dengan masa remaja. Merujuk pada ciri-ciri anak jalanan yang dijelaskan oleh Departemen Sosial RI, bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia antara 5 sampai 18 tahun dan menghabiskan banyak waktu untuk melakukan aktivitas di jalanan atau tempat-tempat umum. Dari ciri-ciri rentang usia anak jalanan tersebut, penulis mengkategorikan anak jalanan menjadi 2, yakni anak jalanan yang berusia anak-anak (5 – 11 tahun) dan anak jalanan yang berusia remaja (12 – 18 tahun). Kategori ini menunjukkan bahwa anak jalanan menurut usianya, juga mengalami tahap tumbuh kembang menuju kedewasaan yang penting untuk diperhatikan, yakni masa remaja.

Masa remaja merupakan masa yang penting untuk diperhatikan, karena di sinilah seseorang mengalami proses pencarian jati diri. Banyak fenomena- fenimoena anak jalanan remaja yang terjadi di masyarakat. Anak jalanan remaja sangatlah rawan untuk mendapatkan pengaruh yang tidak baik dari kehidupan jalanan yang keras. Mereka akan lebih berpotensi untuk melakukan

(6)

kenakalan-kenakalan remaja, yakni melakukan perbuatan dalam bentuk penyelewengan atau penyimpangan tingkah laku yang dilakukan oleh remaja, berupa pelanggaran hukum menurut Undang-Undang hukum pidana, norma agama maupun norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Kenakalan- kenakalan yang banyak dilakukan oleh anak jalanan remaja seperti mencuri, mencopet, minum minuman keras, perjudian, kekerasan fisik, eksploitasi seksual, pecandu narkotika, penjarah toko atau menjadi pelacur. Padahal idealnya masa ini adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.

Setelah melakukan interaksi selama kurang lebih 2 bulan bersama kelompok anak jalanan yang merupakan anak asuh dari rumah singgah Hafara dalam observasi selama bulan November sampai Desember 2011, penulis mendapati berbagai permasalahan yang memengaruhi cara pandang anak jalanan khususnya yang berusia remaja terhadap hidup, termasuk dalam tujuan hidup. Banyak di antara anak-anak jalanan ini tidak peduli terhadap tujuan hidup mereka dan masa depan mereka, meski ada pula beberapa yang memiliki orientasi terhadap masa depan mereka nantinya. Hal ini penting untuk digali lebih mendalam agar tujuan hidup mereka dapat teridentifikasi dan kemudian dikembangkan.

Orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja. Sebagai individu yang sedang

(7)

mengalami proses peralihan dari masa anak-anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa. Oleh sebab itu sebagaimana dijelaskan oleh Hurlock (Desmita ,2008: 199), remaja mulai memikirkan masa depan mereka secara sungguh-sungguh. Remaja mulai memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai manusia dewasa di masa mendatang. Nurmi dan Havighurst dalam (Desmita 2008: 199) menjelaskan bahwa di antara lapangan kehidupan di masa depan yang banyak mendapat perhatian remaja adalah lapangan pendidikan, di samping dunia kerja dan hidup berumah tangga. Sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, orientasi masa depan berkaitan erat dengan skema kognitif yang memberikan suatu gambaran bagi individu tentang hal-hal yang dapat diantisipasi di masa yang akan datang, baik tentang dirinya sendiri maupun tentang lingkungannya, atau bagaimana individu mampu menghadapi perubahan konteks dari berbagai aktivitas di masa depan.

Meskipun orientasi masa depan merupakan tugas perkembangan pada masa remaja dan dewasa awal, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengalaman dan pengetahuan remaja tentang kehidupan di masa mendatang sangat terbatas. Mereka masih sangat membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang-orang sekitar. Tugas perkembangan tidak serta merta selalu dapat dilalui oleh setiap orang dalam masa perkembangannnya. Namun keberhasilan dalam pencapaiaan tugas perkembangan yang akan

(8)

memengaruhi tugas perkembangan berikutnya sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah dukungan dan pengaruh dari lingkungan sekitar, termasuk orang tua dan keluarga.

Penelitian Trommsdoff (Desmita, 2008: 204) telah menunjukan betapa dukungan dan interaksi sosial yang terbina dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan orientasi remaja, terutama dalam menumbuhkan sikap optimis dalam memandang masa depannya.

Remaja yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari orang tuanya, akan mengembangkan rasa percaya dan sikap yang positif terhadap masa depan, percaya akan keberhasilan yang dicapainya, serta lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di masa depan. Sebaliknya, remaja yang kurang mendapat dukungan dari orang tua, akan tumbuh menjadi individu yang kurang optimis, kurang memiliki harapan tentang masa depan, kurang percaya atas kemampuannya merencanakan masa depan, dan pemikirannyapun menjadi kurang sistematis dan kurang terarah.

Hal ini yang seharusnya juga didapatkan oleh anak-anak jalanan, berhak memperoleh dukungan dan bimbingan yang sebenarnya mereka butuhkan dalam proses perkembangan. Pemerintahpun memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak jalanan, terbukti dalam pelaksanaannya melalui Kementerian Sosial pemerintah melakukan pemberdayaan bagi anak jalanan.

Namun hal ini tidak dapat berjalan secara sepihak. Perlu adanya kerja sama dari berbagai kalangan dalam menangani permasalahan anak jalanan terutama yang berhubungan dengan masa depan anak jalanan, baik dari pihak

(9)

pemerintah, akademisi, pekerja sosial, maupun masyarakat itu sendiri, termasuk dalam memperhatikan masa depan anak jalanan.

Terdapat beberapa penelitian tentang anak jalanan seperti penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Hilman Ginanjar pada tahun 2010 tentang Anak Jalanan Menurut Perspektif Hukum (Studi Kasus Anak Jalanan di Pertigaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta); penelitian yang dilakukan oleh Sri Tjahjorini Sugiharto pada tahun 2010 tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Anak Jalanan di Bandung, Bogor dan Jakarta;

penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Semarang pada tahun 2008 tentang Study Karakteristik Anak Jalanan dalam Upaya Penyusunan Program Penanggulangannya; dan penelitian yang dilakukan oleh Tuti Hayati pada tahun 2009 tentang Aliensi Diri pada Anak Jalanan di Rumah Singgah Ahmad Dahlan Yogyakarta. Namun sejauh ini penulis masih belum menemukan hasil penelitian yang mengungkap bagaimana sebenarnya orientasi masa depan yang dimiliki oleh anak jalanan. Hal ini mendorong penulis untuk mengidentifikasi lebih mendalam mengenai perkembangan orientasi masa depan pada anak-anak jalanan yang penting untuk diperhatikan.

Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai orientasi masa depan anak jalanan dengan tujuan untuk melakukan identifikasi orientasi masa depan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan yang notabene memiliki berbagai permasalahan baik secara pribadi

(10)

maupun sosial yang dapat berpengaruh dalam perkembangan hidup dan dalam menentukan tujuan hidup mereka. Adanya identifikasi orientasi masa depan anak jalanan, diharapkan akan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan bagi pihak-pihak terkait agar dapat memperhatikan nasib anak jalanan terutama pada masa depan anak jalanan.

Karenanya penulis melakukan penelitian yang bertajuk “Impian Anak Jalanan (Studi Eksplorasi tentang Orientasi Masa Depan Anak Jalanan)”.

B. Identifikasi Masalah

Mencermati paparan pada latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut :

1. Latar belakang anak jalanan yang kurang mendapatkan perhatian dari keluarga maupun lingkungan sekitar

2. Terdapat banyak faktor yang timbul pada kehidupan anak jalanan yang dapat menjadi penyebab perkembangan mereka kurang optimal

3. Kurangnya dukungan dalam perkembangan yang dialami oleh anak jalanan untuk melalui tugas-tugas perkembangan, khususnya pada masa remaja yang idealnya telah mulai memikirkan orientasi masa depan

4. Banyaknya faktor negatif yang memengaruhi anak jalanan dalam menentukan tujuan dan perencanaan masa depan sehingga perkembangan orientasi masa depan menjadi kurang optimal

(11)

5. Belum ditemukan hasil penelitian tentang orientasi masa depan anak jalanan yang penting untuk dijadikan pedoman pembuatan program pemberdayaan anak jalanan agar lebih efektif.

C. Batasan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, penulis membatasi penelitian pada orientasi masa depan anak jalanan yang berusia remaja, yaitu antara 12 tahun sampai 18 tahun. Selain batasan usia tersebut, penulis membatasi penelitian pada anak jalanan yang merupakan anak asuh dari rumah singgah Hafara. Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih fokus dan memperoleh hasil yang optimal.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana orientasi masa depan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan pada usia remaja?

2. Apa saja faktor-fakor yang memengaruhi pembentukan orientasi masa depan pada anak jalanan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi orientasi masa depan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan

(12)

berusia remaja sehingga didapatkan data yang valid tentang perkembangan anak jalanan pada masa remaja khususnya dalam hal orientasi masa depan yang merupakan tujuan hidup mereka.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu Bimbingan dan Konseling terutama dalam hal perkembangan individu dan tugas-tugas perkembangannya khususnya pada perkembangan kognitif untuk memiliki orientasi masa depan yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan kondisi, yang dalam hal ini dikhususkan pada anak jalanan.

Dengan bertambahnya kajian ilmu ini seyogyanya akan dapat dikembangkan untuk penelitian-penelitian lanjutan dalam topik yang sama maupun berbeda.

2. Manfaat Praktis a. Bagi anak jalanan

Dapat mengetahui orientasi masa depan atau tujuan hidup mereka yang kemudian dapat dikembangkan dan digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana-rencana hidup.

(13)

b. Bagi Peneliti

1) Peneliti dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang penelitian.

2) Lebih memahami dan mampu menerapkan teori psokologi perkembangan tentang orientasi masa depan yang merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa remaja

c. Bagi pemerintah dan lembaga swasta yang menangani masalah anak jalanan

1) Dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan terhadap anak jalanan

2) Dapat menjadi masukan dalam mengembangkan usaha pemberdayaan anak jalanan yang efektif dan efisien.

Referensi

Dokumen terkait

 Sains Tanah – Jurnal Ilmiah Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 6(1)2009

Tujuan penulisan artikel ini adalah membahas tentang pengaruh pelaksanaan kebijakan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) terhadap manajemen pembelajaran bahasa Inggris

Uang pengganti yang mana kata dasar dari pengganti adalah ganti mempunyai arti : sesuatu yang menggantikan (alat, dan lainnya), orang yang menggantikan Pasal 18 Ayat (1) Huruf b

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya adalah membangun aplikasi media pembelajaran alat-alat musik hadroh untuk pemula dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 41 pasien gagal ginjal di instalasi rawat inap Rumah Sakit Siloam Manado periode Januari – Juni 2019,

Secara garis besar berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari tahun 2004 hingga 2013, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat sumber daya manusia

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Dearah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Dearah

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKJiP) Kecamatan Anggana tahun 2019 disusun sebagai media untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan