• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah. tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah. tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Pembiayaan Bermasalah

a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Menurut peraturan OJK NO.42/POJK.03/2017 BAB 1 Pasal 1, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah 2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa-

menyewa dalam bentuk ijarah muntahiya bitamlik

3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, istishna

4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qard, dan 5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa,

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah

dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang mewajibkan

pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk

mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

(2)

imbalan ujrah. Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Pembiayaan berdasarkan Pasal 1 butir 12 UU No.10 Tahun 1998. UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Djamil, 2012)

b. Prinsip dan Penilaian Pembiayaan

Sebelum suatu fasilitas pembiayaan diberikan, bank harus

merasa yakin bahwa pembiayaan yang diberikan benar-benar akan

kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian penilaian

pembiayaan sebelum pembiayaan tersebut disalurkan. Penilaian

pembiayaan oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk

mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur

penilaian yang benar. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang

ditetapkan sudah menjadi standar penilaian setiap bank. Adapun

penjelasan untuk analisis dengan 5C dan 7P pembiayaan, yang

tercantum dalam buku (kasmir, 2014) adalah sebagai berikut :

(3)

1) Analisis 5 C a) Character

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan pembiayaan benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hoby dan sosial standingnya. Ini semua merupakan ukuran

“kemauan” membayar.

b) Capacity

Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan pembiayaan yang disalurkan.

c) Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari

laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan

melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas,

(4)

rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

d) Collateral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah keridit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

e) Condition

Dalam menilai pembiayaan hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik sehingga kemungkinan pembiayaan tersebut bermasalah relative kecil.

Kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk

mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan, selain

melakukan analisis 5 C bank juga harus menggunakan anlisis 7 P.

(5)

2) Analisis 7 P a) Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-sehari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b) Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

c) Perpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diingankan nasabah. Tujuan pengambilan pembiayaan dapat bermacam- macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya.

d) Prospect

Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang

menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai

propek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu

(6)

fasilitas pembiayaan yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.

e) Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakian baik. Dengan demikian, jika salah satu usahanya merugikan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f) Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang akan diperolehnya.

g) Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

3) Penetapan golongan kualitas pembiayaan. (kasmir, 2014)

Untuk menetapkan golongan kualitas pembiayaan, pada

masing-masing komponen ditetapkan kriteria-kriteria tertentu

untuk masing-masing kelompok produk pembiayaan. Untuk

(7)

menentukan berkualitas atau tidaknya suatu pembiayaan perlu diberikan ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan kualitas pembiayaan menurut ketentuan sebagai berikut:

a) Lancar

Suatu pembiayaan dapat dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu, pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu, memiliki mutase rekening yang aktif atau bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).

b) Dalam Perhatian Khusus (special mention)

Dikatakan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari, kadang-kadang terjadi cerukan, jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, mutasi rekening akif atau didukung dengan pinjaman baru.

c) Kurang Lancar (substandard)

Dikatakan kurang lancar apabila memenuhi kriteria seperti

terdapat tunggakkan pembayaran angsuran pokok atau bunga

yang telah melampaui 90 hari, sering terjadi cerukan, terjadi

pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90

hari, frekuensi mutase rekening reklatif rendah, terdapat

(8)

indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur atau dokumen pinjaman yang lemah.

d) Diragukan (doubtfull)

Dikatakan meragukan apabila memenuhi kriteria seperti adanya terdapat tunggakkan pembayaran angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 180 hari, terjadi cerukan yang bersifat permanen, terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari, terjadi kapitalisasi bunga dan dokumen hukum yang lemah, baik untuk perjanjian pembiayaan maupun peningkatan jaminan.

e) Macet (loss)

Dikatakan macet apabila terdapat tunggakkan pembayaran angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 120 hari, kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru dan dari segi hukum dan kondisi pasar serta jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai yang wajar.

c. Sebab-Sebab Pembiayaan Bermasalah

Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

jo. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam

penjelasan Pasal 37 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah antara lain dinyatakan bahwa pembiayaan atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung

(9)

risiko, sehingga dalam pelaksanaanya bank harus memperhatikan asas- asas perpembiayaanan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.

Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaan, maka akan timbul berbagai risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa:

a) Utang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar;

b) Margin/bagi hasil/fee tidak dibayar;

c) Membengkaknya biaya yang dikeluarkan;

d) Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness).

Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan timbulnya

pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) yang

disebabkan oleh faktor intern bank. Secara umum pembiayaan

bermasalah disebabkan oleh faktor-faktor intern dan faktor-faktor

ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan

sendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor

manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang

disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal,

seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan,

lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang

kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan

(10)

permodalan yang tidak cukup. Faktor eksten adalah faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain.

d. Penyelamatan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah/Macet 1) Upaya-upaya untuk mengantisipasi risiko pembiayaan

bermasalah/macet.

Secara garis besar, penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melaui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya yang bersifat represif/kuratif. Upaya-upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak permohonan pembiayaan diajukan nasabah pelaksanaan analisa yang akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian pembiayaan yang benar, pengikatan agunan yang menjamin kepentingan bank, sampai dengan pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan.

Sedangkan upaya-upaya yang bersifat represif/kuratif adalah

upaya-upaya penanggulangan yang bersifat penyelamatan atau

penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah (non performing

finance/NPFs).

(11)

2) Penyelamatan pembiayaan bermasalah

a) Pengertian penyelamatan pembiayaan bermasalah

Pengertian penyelamatan pembiayaan adalah istilah tekni yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik, namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban- kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya. (Djamil, 2012).

Di Indonesia di kenal dua golongan pembiayaan bank, yaitu pembiayaan lancar dan pembiayaan bermasalah. Dimana pembiayaan bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet. Yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank adalah pembiayaan macet, karena akan mengakibatkan terganggunya kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhenti kegiatan usaha. Penyelamatan pembiayaan macet antara lain sebagai berikut :

(1) Reschedulling

Suatu kegiatan yang diambil dengan cara memperpanjang

jangka waktu pembiayaan atau jangka waktu angsuran.

(12)

Dalam hal ini, debitur memberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pembiayaan pembayaran pembiayaan, misalnya perpanjangan jangka waktu pembiayaan dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu pembiayaan. Dalam hal ini jangka angsuran pembiayaannya diperpanjang pembayarannya. Misalkan dari 36 kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.

(2) Reconditioning

Bank mengubah berbagai persyaratan yang ada Restructiring.

(3) Restructiring

Tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak.

(4) Kombinasi merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang

diatas.

(13)

(5) Penyitaan Jaminan

Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya itikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang- hutang. (Rifangga C.T Tengor, 2015)

b) Analisis dan Penyelesaian pembiayaan bermasalah

1) Analisa penyebab terjadinya kemacetan Analisis sebab- sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek internal dan eksternal:

a) Aspek Internal

Kelemahan dalam analisis pembiayaan

(1) Analisis pembiayaan tidak berdasarkan data akurat atau kualitas data rendah;

(2) Informasi pembiayaan tidak lengkap atau kuantitas data rendah;

(3) Pembiayaan terlalu sedikit;

(4) Pembiayaan terlalu banyak;

(5) Analisis tidak cermat;

(6) Jangka waktu pembiayaan terlalu lama;

(7) Jangka waktu pembiayaan terlalu pendek;

(8) Kurangnya akuntabilitas putusan pembiayaan

(14)

2. Manajemen Risiko

a. Pengertian Risiko dan Manajemen Risiko

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Risiko yang dapat diperkirakan maupun risiko yang tidak dapat diperkirakan berupa risiko-risiko yang biasa terjadi dalam perbankan sesuai dengan peraturan OJK. Sedangkan risiko yang tidak dapat diperkirakan merupakan risiko yang baru muncul dan belum ada teori untuk meminimalisir risiko tersebut sehingga sangat mudah merugikan bank.

Risiko tersebut hanya dapat dikelola dan dikendalikan tidak dapat dihindari. (Karim, 2007).

Risiko menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 BAB I Pasal I adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu. Berdasarkan Peraturan Otorisasi Jasa Keungan Nomor 65/POJK.03/2016 BAB I Pasal I pengertian manajemen risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.

b. Jenis-Jenis Risiko

Dalam dunia perbankan terdapat berbagai jenis risiko,

Mengacu pada ketentuan Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) Nomor

(15)

65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Terdapat sepuluh jenis risiko yang dihadapi bank Islam, adalah risiko pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, risiko kepatuhan, risiko imbal hasil dan risiko investasi. Delapan risiko pertama adalah risiko umum yang juga dihadapi oleh bank konvensional.

Menurut POJK Nomor 65/POJK.03/2016 Jenis-jenis risiko adalah sebagai berikut:

1) Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati, termasuk risiko pembiayaan akibat kegagalan debitur, risiko konsentrasi pembiayaan counterparty credit risk, dan settlement risk.

Counterparty credit risk merupakan risiko yang timbul akibat terjadinya kegagalan pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul dari jenis transaksi yang memiliki karakteristik tertentu, misalnya transaksi yang dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar.

Settlement risk merupakan risiko yang timbul akibat kegagalan

penyerahan kas dan/atau instrument keuangan pada tanggal

(16)

penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan.

Risiko pembiayaan yang dihadapi oleh bank Islam sangat terkait dengan bentuk akad pembiayaan. Pada akad murabahah dan istishna’. Risiko pembiayaan terjadi karena kegagalan debitur mengirim barang (komoditas) tepat waktu atau gagal menyerahkan barang sesuai spesifikasi sebagaimana dinyatakan dalam kontrak.

Sedangkan pada investasi murabahah, resiko pembiayaan terkait kemampuan menghasilkan keuntungan dari debitur atau masalah keagenan yang muncul akibat adanya ketidaksimetrisan informasi.

Bank Islam sebagai pemilik (principal) dan debitur (mudharib) sebagai agen. (Wahyudi, 2013).

2) Risiko Pasar

Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan nilai dari asset yang dapat diperdagangkan atau disewakan.

3) Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk

memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan

arus kas dan/atau dari asset likuid berkualitas tinggi yang dapat

digunakan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan

bank.

(17)

Ada kemungkinan deposan atau pemberi pinjaman sewaktu-waktu kmenarik dananya. Dua sumber potensial untuk deposit yang terkait dengan likuiditas akan ditinjau dalam bagian ini. Pertama, mungkin suatu bank mampu menarik dana lebih banyak, karena tingkat tingkat bunga yang ditawarkan cukup tinggi dibandingkan bank pesaingan. Kedua, bila bank meminjam dana dari suatu perusahaan broker dengan bunga yang tinggi. (Darmawi, 2011).

4) Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko keuangan yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian ekternal yang mempengaruhi operasional bank.

Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan menimbulkan potensi kesempatan yang hilang untuk memperoleh keuntungan. (IBI, 2015).

5) Risiko Hukum

Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukuman dan/atau

kelemahan aspek yuridis. Penyebab risiko hukum antara lain,

peraturan perundang-undangan yang mendukung tidak tersedia,

kelalaian bank dalam proses pengikatan agunan sehingga perikatan

(18)

seperi syarat keabsahan kontrak tidak kuat, pengikat agunan pembiayaan yang tidak sempurna. (IBI, 2015).

6) Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari pesepsi negarif terhadap bank.

7) Risiko Stratejik

Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

8) Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta prinsip syariah.

9) Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk)

Risiko imbal hasil adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal

hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah, karena terjadi

perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari penyaluran

dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak

ketiga bank.

(19)

10) Risiko Investasi (Equity Investment Risko)

Risiko Investasi adalah risikoakibat bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasus bagi hasil baik yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil bank yang menggunakan metode net revenue sharing maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing.

c. Proses Manajemen Risiko

Proses dalam manajemen risiko dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu :

1) Perencanaan (Planing)

Proses pengembangan dan dokumentasi strategi dan metode yang terorganisasi, komprehensif, dan interaktif, untuk keperluan identifikasi dan penelusuran isu-isu risiko, pengembangan rencana penanganan risiko, penilaian risiko yang kontinu untuk menentukan perubahan risiko, serta mengalokasikan sumber daya yang memenuhi.

2) Pengorganisasian (Organization)

Meyakini bahwa semua pihak/unit organisasi dalam

perusahaan/bank terlibat secara aktif sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing sehingga dapat menjamin bahwa semua

pihak akan berkontribusi dengan optimal.

(20)

3) Penilaian (Assesment)

Terdiri atas proses-proses teknis yang memilki risiko untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya, kinerja/performance, dan waktu penyelesaian kegiatan.

a) Identifikasi (Identifying)

Merupakan proses peninjauan area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko potensial, untuk selanjutnya diidentifikasi dan didokumentasi sehingga jika kita ingin mengelola risiko dengan baik maka risiko harus bisa diidentifikasi, dipelajari karakteristinya, dan kemudian diukur.

Pengukuran tersebut ingin melihat indikator tinggi rendahnya risiko, dampak risiko tersebut terhadap kinerja perusahaan.

b) Analisis (analyzing)

Merupakan proses menggali informasi/deskripsi lebih dalam terhadap risiko yang telah diidentifikasi yang dilanjutkan dengan mengukur risiko, yang terdiri atas:

(1) Kuantifikasi risiko dalam probabilitas dan konsekuensinya terhadap aspek biaya, waktu, dan teknis proyek;

(2) Penyebab risiko;

(3) Keterkaitan antar risiko;

(4) Saat terjadinya risiko;

(5) Sensivitas terhadap waktu;

(21)

(6) Mengukur risiko

Setiap risiko mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga pengukuran risikonya juga berbeda.

c) Penanganan (Hadling)

Merupakan proses identifikasi, evaluasi, seleksi, dan implementasi penanganan terhadap risiko dengan sasaran dan kendala masing-masing program, yang terdiri atas menahan risiko, menghindari risiko, mencegah risiko, mengontrol risiko, dan mengalihkan risiko.

d) Pemantauan/Monitoring Risiko

Merupakan proses penelusuran dan evaluasi yang sistematis dari hasil kerja proses penanganan risiko yang telah dilakukan dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan strategi penanganan risiko yang lebih baik di kemudian hari.

3. Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Berdasarkan Peraturan Otorisasi Jasa Keuangan

a. Menurut peraturan OJK No.65/POJK.03/2016 mengenai Penerapan Manajemen Risiko, sebagai berikut:

1) Pengawasan Aktif Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan

Pengawas Syariah

(22)

Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko, yaitu:

a) Wewenang dan tanggung jawab Direksi, yaitu:

(1) menyusun kebijakan dan strategi manajemen risiko secara tertulis dan komprehensif;

(2) bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko dan eksposur risiko yang diambil oleh bank secara keseluruhan;

(3) mengevaluasi dan memutuskan transksi yang memerlukan persetujuan direksi;

(4) mengembangkan budaya manajemen risiko pada seluruh jenjang organisasi;

(5) memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan manajemen risiko;

(6) memastikan bahwa fungsi manajemen risiko telah beroperasi secara independen; dan

(7) melaksanakan kaji ulang secara bekala untuk memastikan:

(a) keakuratan metodologi penilaian risiko;

(b) kecukupan implementasi sistem informasi

manajemen risiko; dan

(23)

(c) ketepatan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko.

b) Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris

(1) menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko; dan

(2) mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko.

c) Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah (1) mengevaluasi kebijakan manajemen risiko yang terkait

dengan pemenuhan prinsip syariah; dan

(2) mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko yang terkait dengan pemenuhan prinsip syariah.

2) Kecakupan, Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko Serta Penetapan Limit Risiko

a) Kebijakan Manajemen Risiko

(1) penetapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;

(2) penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi manajemen risiko;

(3) penentuan limit dan penetapan toleransi risiko;

(4) penetapan penilaian peringkat risiko;

(24)

(5) penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk (worst case scenario); dan

(6) penetapan sistem pengendalian intern dalam penetapan manajemen risiko.

b) Prosedur Manajemen Risiko dan Penetapan Limit Risiko Prosedur manajemen risiko dan penetapan limit risiko wajib disesuaikan dengan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap risiko bank paling sedikit memuat:

(1) Akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;

(2) Pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur manajemen risiko dan penetapan limit risiko secara berkala; dan (3) Dokumentasi prosedur manajemen risiko dan penetapan

limit risiko secara memadai.

Penetapan imit yang dimaksud yaitu mencakup:

(a) Limit secara keseluruhan;

(b) Limit per jenis risiko; dan

(c) Limit per aktivitas fungsional tertentu yang

memiliki eksposur risiko.

(25)

3) Kecakupan Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Serta Sistem Informasi Manajemen Risiko a) Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan

pengendalian risiko wajib didukung oleh sistem informasi manajemen yang tepat waktu dan laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan, kinerja aktivitas fungsional, dan eksposur Risiko Bank.

(1) Dalam rangka melaksanakan proses identifikasi risiko, bank wajib melakukan analisis paling sedikit terhadap:

(a) karakteristik risiko yang melekat pada bank; dan (b) risiko dari produk dan kegiatan usaha bank.

(2) Dalam rangka melaksanakan pengukuran risiko, bank wajib paling sedikit melakukan:

(a) evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko; dan

(b) penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko

dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha bank,

produk, transaksi, dan faktor risiko, yang bersifat

material yang dapat mempengaruhi kondisi

keuangan bank.

(26)

(3) Dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, bank wajib paling sedikit melakukan:

(a) evaluasi terhadap eksposur risiko, dan

(b) penyempurnaan proses pelaporan dalam hal terdapat perubahan kegiatan uaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi manajemen risiko bank yang bersifat material.

(4) Bank wajib melaksanakan proses pengendalian risiko untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.

(5) Pelaksanaan proses pengendalian risiko harus sesuai dengan prinsip syariah.

(a) Sistem informasi manajemen risiko paling sedikit mencakup laporan atau informasi mengenai:

(1) eksposur risiko;

(2) kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko;

dan

(3) realisasi dengan target yang ditetapkan.

4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

a) Sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen

risiko paling sedikit mencakup:

(27)

(1) kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat risiko yang melekat pada kegiatan usaha bank;

(2) penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan dan prosedur manajemen risiko, serta penetapan limit risiko;

(3) penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja operasional terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian;

(4) struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha bank;

(5) pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu;

(6) kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(7) kaji ulang yang efektif, independen, dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional Bank;

(8) pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap

sistem informasi Manajemen Risiko;

(28)

(9) dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit; dan (10) verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan

berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan- kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan- penyimpangan yang terjadi.

b) Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam

penerapan manajemen risiko wajib dilakukan oleh satuan

kerja audit intern.

(29)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun 2 (dua) hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Perbandingan Penelitian Identitas

Penulis

Aspek

Muhammad Iqbal Fasa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ris Serly Agnesia Rosa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Judul Manajemen Resiko

Perbankan Syariah Di Indonesia

Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah

Perusahaan Yang diteliti

Bank Syariah Bank BNI Syariah Cabang Kusumanegara

Permasalahan Implementasi

manajemen risiko perbankan syariah di Indonesia

Seperti apa konsep

manajemen risiko

pembiayaan di BNI Syariah

Tujuan Untuk mengetahui Untuk mengetahui seperti

(30)

Penelitian implementasi

manajemen risiko perbankan syariah di Indonesia

apa konsep manajemen risiko pembiayaan di BNI Syariah

Metode Penelitian

Jenis dan sumber `data yang digunakan merupakan data primer berupa kepustakaan dan literature

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.

Menurut Muhammad Iqbal Fasa (2016) dalam skripsinya bahwa Manajemen resiko pada perbankan syariah mempunyai karakter yang berbeda dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank Islam dan bank konvensional bukan terletak bagaimana cara mengukur (how to measure), melainkan pada apa yang dinilai (what to measure).

Ris Serly Agnesia Rosa (2017) disimpulkan bahwa Bank BNI Syariah

khususnya di BNI Syariah cabang Kusumanegara Yogyakarta dikatakan bank

yang sehat karena dilihat dari manajemen risiko pembiayaan di Bank BNI

(31)

Syariah, untuk pengelolaan risiko secara umum telah dilakukan dengan baik

karena sudah sesuai dengan penerapan konsep Enterprise Risk Manajemen

yang alah satunya menerapkan manajemen risiko.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis tersebut dapat dikemukakan bahwa ada pengaruh pemberian media audio visual yang signifikan terhadap kemampuan mengingat gerakan pada penari di Sanggar

Pertama , mengumpulkan teks pokok; teks pokok yang dimaksud adalah karya-karya utama Nurcholish Madjid yang terkait langsung dengan tema pembaruan islam dalam hal

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Transportasi merupakan tulang punggung perekonomian

Berdasarkan nilai Intelligibility (%Correct Words), penurunan kualitas suara (DMOS) dan PESQ operator 2 memiliki kualitas yang lebih baik dari operator 2. Namun

Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas eksperimen memberikan hasil yang lebih baik terhadap penguasaan konsep peserta didik dibandingkan dengan

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan konsumen ditinjau dari mengenai apa yang telah dirasakan pelanggan atas pelayanan yang telah diberikan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk menganalisis kelayakan, mengetahui layak tidaknya usaha pembibitan kelapa sawit di Desa Badak Mekar Kecamatan Muara Badak

Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang merupakan Undang-Undang ‘pertama’ yang disahkan dan digunakan dalam rangka penyelenggaraan