• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB V

ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Selain analisis kinematik, untuk menganalisis kestabilan suatu lereng digunakan sistem pengklasifikasian massa batuan. Analisis kinematik seperti yang telah dibahas dalam BAB IV merupakan langkah awal dalam menganalisis kestabilan lereng.

Selanjutnya dalam BAB ini akan dibahas mengenai analisis empiris kestabilan lereng dengan sistem pengklasifikasian massa batuan.

Dalam penelitian ini, pengklasifikasian massa batuan didasarkan atas metode Rock Mass Rating (RMR) dan Slope Mass Rating (SMR). Kedua sistem klasifikasi tersebut paling banyak digunakan dalam penelitian geologi teknik dan sangat relevan digunakan untuk lereng batuan (Sulistianto, 2001).

5.1 Metode Rock Mass Rating (RMR)

Klasifikasi geomekanika atau Rock Mass Rating merupakan salah satu pengklasifikasian massa batuan yang bertujuan untuk mengetahui perilaku massa batuan untuk berbagai jenis rekayasa dan jenis perkuatan yang dibutuhkan atas dasar basis data empiris (support requirements based on empirical database).

Klasifikasi ini dikembangkan oleh Bieniawski, dengan pertimbangan bahwa sebuah klasifikasi massa batuan harus :

Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan perilaku

Memberikan dasar yang baik untuk untuk mempelajari karakteristik massa batuan

Memfasilitasi perencanaan dan rancangan suatu struktur di dalam batuan dengan memberikan data kuantitatif yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah- masalah rekayasa

(2)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Memberikan dasar yang umum sebagai alat komunikasi yang efektif di antara orang-orang yang berkecimpung di dalam permasalahan-permasalahan geomekanika

5.1.1 Pemenuhan Parameter Rock Mass Rating (RMR)

Beberapa parameter yang harus diukur dan diamati dalam klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating antara lain :

Kuat tekan uniaksial material batuan

Parameter yang digunakan untuk menentukan kekuatan batuan adalah dengan menggunakan nilai Uniaxial Compressive Strength. Dalam penelitian ini, nilai Uniaxial Compressive Strength (UCS) tersebut didapatkan dari hasil pengujian sifat keteknikan, yakni Schmidt hammer. Pengujian ini bersifat insitu karena langsung diuji di lapangan. Pengujian dilakukan pada suatu massa batuan utuh.

Dari perhitungan, didapatkan hasil nilai Uniaxial Compressive Strength (UCS) berkisar antara 19,11 MPa – 26,15 MPa. Berdasarkan nilai tersebut, maka lereng di lokasi penelitian termasuk dalam kisaran bobot 2 – 4. Data perhitungan nilai Uniaxial Compressive Strength dapat dilihat pada Lampiran G.

RQD

Di lokasi penelitian tidak terdapat pemboran, sehingga perhitungan RQD dilakukan dengan penilaian empiris. Penilaian ini dilakukan dengan pengamatan pada tiap-tiap lokasi scanline dengan mengukur spasi, jumlah dan lebar bukaan diskontinuitas. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai RQD di seluruh scanline berkisar antara 92,19% - 98,62%. Dari kisaran nilai tersebut, maka lereng di lokasi penelitian terdapat dalam satu bobot yang sama, yakni 20. Data perhitungan nilai RQD di masing-masing scanline dapat dilihat pada Lampiran H.

(3)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Spasi diskontinuitas

Spasi diskontinuitas merupakan jarak antara satu bidang diskontinuitas dengan bidang diskontinuitas yang lain yang saling berdekatan dalam satu scanline. Nilai tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut :

itas diskontinu Jumlah

scanline Panjang

rata rata itas diskontinu

Spasi =

Dari hasil perhitungan, didapatkan kisaran nilai spasi diskontinuitas antara 0,2 – 1,4 meter. Nilai tersebut memiliki bobot yang berkisar antara 10 – 20.

Perhitungan spasi diskontinuitas rata-rata di masing-masing scanline dapat dilihat pada Lampiran I.

Kondisi diskontinuitas

Kondisi diskontinuitas didapatkan dari deskripsi tiap bidang diskontinuitas, berupa tingkat pelapukan, kekasaran permukaan bidang diskontinuitas, kemenerusan bidang diskontinuitas, lebar bukaan, dan material pengisi bidang diskontinuitas (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Panduan untuk klasifikasi kondisi diskontinuitas (Bieniawski, 1989) PANDUAN UNTUK KLASIFIKASI KONDISI DISKONTINUITAS Panjang

diskontinuitas < 1m 1 - 3m 3 - 10m 10 - 20m > 20m

Bobot 6 4 2 1 0

Lebar Bukaan tidak ada < 0,1mm 0,1 -

1,0mm 1 - 5mm > 5mm

Bobot 6 5 4 1 0

Kekasaran sangat kasar kasar sedikit

kasar halus gores garis

Bobot 6 5 3 1 0

Material Pengisi

Bukaan tidak ada isian keras

<5mm

isian keras

>5mm

isian lunak

<5mm

isian lunak

>5mm

Bobot 6 4 2 2 0

Pelapukan tidak lapuk sedikit

lapuk lapuk

sedang sangat

lapuk telah terubah

Bobot 6 5 3 1 0

(4)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Berdasarkan pengamatan, didapatkan kondisi diskontinuitas berupa panjang diskontinuitas 43cm – 728cm, lebar bukaan 1mm – 5mm, halus – kasar, tidak ada isian – terisi material lunak, dan tingkat pelapukan ringan – tinggi. Pada Lampiran B dapat dilihat kondisi diskontinuitas untuk masing-masing scanline.

Kondisi airtanah

Dalam penelitian ini, kondisi airtanah diperkirakan dengan cara memberikan gambaran umum kondisi keairan. Deskripsi kondisi umum airtanah akan memberikan parameter kering, lembab, berair, basah, atau mengalir. Dari pengamatan, didapatkan kondisi umum airtanah antara kering – lembab.

5.1.2 Perhitungan Rock Mass Rating (RMR)

Berikut diuraikan hasil perhitungan Rock Mass Rating untuk masing-masing scanline.

Scanline I

Dari hasil perhitungan RMR pada Tabel 5.2, didapatkan nilai RMR 59. Dengan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa massa batuan penyusun lereng scanline I masuk dalam kelas III (fair rock).

Tabel 5.2 Hasil perhitungan RMR pada scanline I

Parameter Nilai / Kondisi Bobot

Kekuatan Batuan 23,46 MPa 2

RQD 93,48 % 20

Spasi Diskontinuitas 25 cm 10

Kondisi Diskontinuitas

Panjang diskontinuitas 1 – 2m, terbuka 1 - 5mm,

sedikit kasar, lapuk sedang 12

Kondisi Airtanah Kering 15

Jumlah Bobot 59

Kelas Massa Batuan III

(5)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Scanline II

Tabel 5.3 Hasil perhitungan RMR pada scanline II

Parameter Nilai / Kondisi Bobot

Kekuatan Batuan 19,11 MPa 2

RQD 98,62 % 20

Spasi Diskontinuitas 105 cm 15

Kondisi Diskontinuitas

Panjang diskontinuitas 2-7m, terbuka 1-5mm, halus,

terisi material lunak, lapuk sedang – sangat lapuk 10

Kondisi Airtanah lembab 10

Jumlah Bobot 57

Kelas Massa Batuan III

Nilai RMR yang didapatkan dari hasil perhitungan RMR pada Tabel 5.3 di atas, adalah 57. Dari nilai tersebut, maka massa batuan penyusun lereng scanline II masuk dalam kelas III (fair rock).

Scanline III

Massa batuan penyusun lereng scanline III masuk dalam kelas II (good rock).

Hal tersebut dapat disimpulkan dari hasil perhitungan RMR pada Tabel 5.4, yakni 69.

Tabel 5.4Hasil perhitungan RMR pada scanline III

Parameter Nilai / Kondisi Bobot

Kekuatan Batuan 26,15 MPa 4

RQD 93,56 % 20

Spasi Diskontinuitas 25,6 cm 10

Kondisi Diskontinuitas

Panjang diskontinuitas 1 – 4m, terbuka 1 - 4mm,

kasar, tidak ada isian, sedikit lapuk – lapuk sedang 20

Kondisi Airtanah Kering 15

Jumlah Bobot 69

Kelas Massa Batuan II

(6)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Scanline IV

Tabel 5.5 Hasil perhitungan RMR pada scanline IV

Parameter Nilai / Kondisi Bobot

Kekuatan Batuan 24,61 MPa 2

RQD 92,19 % 20

Spasi Diskontinuitas 20,7 cm 10

Kondisi

Diskontinuitas Panjang diskontinuitas 0,5–1,8m, terbuka 1 - 3mm,

kasar, isian keras, sedikit lapuk 20

Kondisi Airtanah Kering 15

Jumlah Bobot 67

Kelas Massa Batuan II

Nilai RMR yang diperoleh dari hasil perhitungan RMR pada Tabel 5.5, adalah 67. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa massa batuan penyusun lereng scanline IV masuk dalam kelas II (good rock).

Scanline V

Tabel 5.6 Hasil perhitungan RMR pada scanline V

Parameter Nilai / Kondisi Bobot

Kekuatan Batuan 21,3 MPa 2

RQD 92,72 % 20

Spasi Diskontinuitas 23,7 cm 10

Kondisi

Diskontinuitas Panjang diskontinuitas 0,4 -1,5m, terbuka 1 – 3mm,

kasar, isian keras, sedikit lapuk 20

Kondisi Airtanah Kering 15

Jumlah Bobot 67

Kelas Massa Batuan II

Dari hasil perhitungan RMR pada Tabel 5.6, didapatkan nilai RMR 67. Oleh karena itu, massa batuan penyusun lereng scanline V masuk dalam kelas II (good rock).

(7)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Berikut ini disajikan data total nilai RMR dan kelas massa batuan di seluruh segmen scanline (Tabel 5.7). Berdasarkan kelas massa batuan yang didapat dari nilai RMR, maka scanline III, scanline IV, dan scanline V memiliki lereng yang lebih stabil bila dibandingkan dengan lereng pada scanline I dan scanline II.

Tabel 5.7 Hasil rekapitulasi perhitungan RMR pada seluruh segmen scanline Scan Line Total Nilai RMR Kelas Massa Batuan

I 59 III (fair rock)

II 57 III (fair rock)

III 69 II (good rock)

IV 67 II (good rock)

V 67 II (good rock)

5.2 Metode Slope Mass Rating (SMR)

Slope Mass Rating (SMR) juga merupakan salah satu sistem klasifikasi massa batuan yang bertujuan untuk mengetahui potensi keruntuhan lereng, tipe keruntuhan lereng dan untuk memilih jenis perkuatan yang sesuai atas dasar basis data empiris (suggested support designs based on empirical database). Beberapa parameter yang dimasukkan sebagai dasar penilaian SMR yakni :

Arah kemiringan (dip direction) dari permukaan lereng (αs)

Arah kemiringan (dip direction) bidang diskontinuitas (αj),

Sudut kemiringan diskontinuitas (βj).

Setiap parameter dari RMR dinilai dan jumlah totalnya dimodifikasi dengan nilai negatif dari orientasi diskontinuitas relatif terhadap arah lereng.

Persamaan umum yang dipakai :

(F1 F2 F3) F4 RMR

SMR= basic+ × × +

dengan :

F1 = (1-sin ( αs - αj ))2

(8)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

F2 = tan βj

F3 adalah rating antara 0 dan -60 berdasarkan hubungan antara permukaan lereng dengan kemiringan diskontinuitas

F4 merupakan faktor penyelarasan yang berkaitan dengan metode ekskavasi

5.2.1 Perhitungan Slope Mass Rating (SMR)

Nilai SMR hanya dapat dihitung untuk keruntuhan geser planar, keruntuhan jungkiran, dan keruntuhan geser baji. Romana (1985 op cit. Sulistianto, 2001) menyatakan bahwa nilai SMR untuk keruntuhan geser baji didapatkan dengan cara menghitung SMR untuk masing-masing set diskontinuitas, dimana tiap set diskontinuitas dianggap sebagai keruntuha geser planar. Perhitungan Slope Mass Rating (SMR) detil dapat dilihat pada lampiran J.

Scanline I

Dari hasil pengukuran, didapatkan data kedudukan lereng adalah 63° , N 212° E, arah kemiringan permukaan lereng (αs) adalah N 212° E, arah kemiringan bidang diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (αj 1) adalah N 163° E, sudut kemiringan diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (βj 1) adalah 52°, arah kemiringan bidang diskontinuitas untuk set diskontinuitas II (αj 2) adalah N 247° E, sudut kemiringan diskontinuitas untuk set diskontinuitas II (βj 2) adalah 44°. Berdasarkan perhitungan maka didapatkan hasil nilai SMR sebesar 43.

Scanline II

Nilai Slope Mass Rating (SMR) tidak dapat dihitung pada lereng ini. Seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan analisis kinematik, lereng ini memperlihatkan tipe keruntuhan yang seakan cenderung tidak beraturan (raveling failure), yang membentuk mekanisme jatuhan batuan (rock fall), pada batuan yang umumnya telah mengalami proses pelapukan (weathered rocks).

Tipe keruntuhan pada lereng ini tidak termasuk dalam keruntuhan baji, planar,

(9)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

maupun jungkiran, sehingga pada lereng ini tidak dapat dilakukan analisis klasifikasi massa batuan dengan metode slope mass rating (SMR).

Scanline III

Dari hasil pengukuran, didapatkan data kedudukan lereng adalah 47° , N 210° E, arah kemiringan permukaan lereng (αs) adalah N 210° E. Sementara itu, dari hasil pengolahan data didapat arah kemiringan bidang diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (αj 1), II (αj 2), III (αj 3) berturut-turut adalah N 111° E, N 261° E, N 219° E. Selanjutnya sudut kemiringan diskontinuitas untuk set diskontinuitas I j 1), II (βj 2), III (βj 3) berturut-turut adalah 64°, 63°, 6°. Berdasarkan perhitungan, maka didapatkan hasil nilai SMR sebesar 61.

Scanline IV

Dari hasil pengukuran, didapatkan data kedudukan lereng adalah 51° , N 220° E, arah kemiringan permukaan lereng (αs) adalah N 220° E, sudut kemiringan diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (βj 1) adalah 45°, arah kemiringan bidang diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (αj 1) adalah N 240° E. Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai SMR sebesar 42.

Scanline V

Dari hasil pengukuran, didapatkan data kedudukan lereng adalah 55° , N 213° E, arah kemiringan permukaan lereng (αs) adalah N 213° E, arah kemiringan bidang diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (αj 1) adalah N 193° E, sudut kemiringan diskontinuitas untuk set diskontinuitas I (βj 1) adalah 46°. Dari perhitungan, didapatkan nilai SMR sebesar 42.

Berdasarkan hasil perhitungan SMR (Tabel 5.8), maka dapat disimpulkan bahwa lereng pada scanline I, IV, dan V merupakan lereng kelas III (normal) dengan kondisi lereng stabil sebagian (partially stable). Kondisi lereng tersebut dapat diartikan bahwa pada lereng tersebut ada beberapa bagian yang tidak stabil.

(10)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Kemudian lereng pada scanline III merupakan lereng kelas II (good) dengan kondisi lereng yang stabil. Kondisi lereng yang stabil dapat diartikan bahwa lereng tersebut masih stabil namun ada spot-spot yang tidak stabil. Hal ini berdasarkan pada pengamatan di lapangan, terdapat beberapa spot lereng yang tidak stabil (lihat Gambar 4.8). Pada lereng tersebut telah terjadi keruntuhan sebelumnya, yang dapat terlihat dari bentuk lereng yang seakan-akan menggantung.

Tabel 5.8 Rekapitulasi hasil perhitungan SMR pada seluruh segmen scanline Scan Line Total SMR

I 43,4 III 61 IV 42 V 42

Dari hasil analisis SMR tampak adanya perubahan kelas massa batuan. Dari hasil perhitungan RMR, scanline IV dan scanline V termasuk dalam kelas massa batuan II (good rock). Namun setelah dihitung dengan menggunakan metode SMR, scanline IV dan scanline V termasuk dalam kelas massa batuan III (normal). Hal tersebut dapat terjadi karena perhitungan berdasarkan metode SMR harus menambahkan parameter berupa arah kemiringan permukaan lereng (αs), arah kemiringan bidang diskontinuitas (αj), sudut kemiringan diskontinuitas (βj), dan orientasi diskontinuitas relatif terhadap arah lereng. Keempat parameter tersebut akan dapat sangat mempengaruhi kestabilan lereng.

5.2.2 Desain Stabilisasi Lereng

Untuk memilih jenis perkuatan lereng yang sesuai dalam mencegah terjadinya keruntuhan pada lereng batuan, digunakan sistem Slope Mass Rating (SMR). Jenis- jenis perkuatan yang dapat digunakan untuk usaha stabilisasi lereng batuan dapat dibagi menjadi sembilan kelas yang berbeda (Romana, 1985) (Tabel 5.9).

(11)

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

Tabel 5.9 Rekomendasi jenis perkuatan untuk setiap kelas SMR (Romana, 1985)

Class SMR Support

Ia 91 – 100 None

Ib 81 – 90 None or scaling

IIa 71 – 80 (None. Toe ditch or fence), spot bolting IIb 61 – 70 Toe ditch or fence, nets, spot or systematic

bolting

IIIa 51 – 60 Toe ditch and/or nets, spot or systematic bolting, spot shotcrete

IIIb 41 – 50

(Toe ditch and/or nets), systematic bolting.

Anchors, systematic shotcrete Toe wall and/or dental concrete IVa 31 – 40 Anchors, systematic shotcrete, toe wall

and/or concrete, (reexcavation) drainage IVb 21 – 30 Systematic reinforced shotcrete, toe wall

and/or concrete, reexcavation, deep drainage Va 11 – 20 Gravity or anchored wall or reexcavation

Berdasarkan Tabel 5.9, lereng pada scanline I, IV, dan V yang memiliki kisaran nilai SMR 42 sampai dengan 43 termasuk dalam kategori kelas IIIb. Pada lereng-lereng tersebut dapat digunakan perkuatan jenis paritan pada kaki lereng (toe ditch) dan / atau dengan jala kawat (nets), baut batuan (bolting) dan beton semprot (shotcrete) dengan kombinasi jangkar kabel baja (anchors) dibuat secara sistematis, dengan pembetonan di beberapa bagian kaki lereng.

Sedangkan lereng pada scanline III dengan nilai SMR 61 termasuk dalam kategori Kelas IIb. Pada lereng ini, jenis perkuatan yang dibutuhkan berupa paritan pada kaki lereng (toe ditch), dan / atau dengan penggunaan jala kawat (nets), pada beberapa titik lereng dengan penggunaan baut batuan (bolting).

Gambar

Tabel 5.1 Panduan untuk klasifikasi kondisi diskontinuitas (Bieniawski, 1989)  PANDUAN UNTUK KLASIFIKASI KONDISI DISKONTINUITAS  Panjang
Tabel 5.2 Hasil perhitungan RMR pada scanline I
Tabel 5.3 Hasil perhitungan RMR pada scanline II
Tabel 5.5 Hasil perhitungan RMR pada scanline IV
+4

Referensi

Dokumen terkait

Surat Keputusan Gubernur Nomor 55/TIM/2015 tentang Pembentukan Tim Pelayanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia1. Mengetahui tugas dan fungsi

Sistem manajemen lingkungan dan sosial (ESMS) membantu penerima hibah untuk mengintegrasikan aturan dan tujuan dalam operasi proyek, melalui serangkaian proses yang

Pekerjaan meliputi: memberikan bantuan pengelolaan program secara keseluruhan; koordinasi kegiatan program; menciptakan sinergi di antara semua pemangku kepentingan;

Dengan memasukkan seluruh aset perusahaan berarti perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada suatu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun

Institut Keguruan Dan Teknologi Larantuka Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia S1 2 Institut Keguruan Dan Teknologi Larantuka Pendidikan Bahasa Inggris S1 2 Institut Keguruan

• Untuk tingkatan lokal/daerah/program tertentu dapat dikembangkan indikator yang rinci (indikator input, proses, output, dan outcome) dan indikator yang spesifik untuk

Hal ini sesuai dengan penelitian Boyko yang mendapatkan bahwa pasien ulkus rata-rata mengalami DM selama 11.4 tahun.¹² Menurut kepustakaan lama DM ≥ 5 tahun

Dijangka tidak menghasilkan kesan buruk yang bererti apabila arahan penggunaan yang disarankan dipatuhi.. Penyedutan,