17 Ak Jk KM Lb Lt Md Ok Pp Wr I red 0,0059 0,0306 0,0359 0,0122 0,0843 0,1310 -0,010 -0,066 0,0995 I green 0,0121 -0,027 -0,009 0,0003 -0,035 -0,040 -0,018 0,0354 -0,022 I blue -0,018 -0,003 -0,026 -0,012 -0,049 -0,090 0,0289 0,0308 -0,077 -0,15 -0,10 -0,05 0,00 0,05 0,10 0,15 B es ar P er ub ahan Indeks War na Jenis Kayu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efektifitas Fumigasi Amonia
Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan warna kayu menjadi lebih gelap. Hasil yang diperoleh pada masing-masing kayu yang diujikan menunjukkan bahwa secara umum terjadi perubahan warna yang tidak mencolok setelah akhir periode fumigasi. Kondisi perubahan warna yang terjadi dapat dijelaskan secara kuantitatif melalui grafik perubahan RGB (Red, Green and Blue). Selisih indeks warna RGB sebelum dan setelah fumigasi disajikan pada Gambar 2.
Kecenderungan kayu mengalami perubahan warna diperlihatkan dengan terjadinya penurunan indeks warna merah. Hasil pada Gambar 2 menunjukkan penurunan indeks warna merah hanya terjadi pada kayu oak dan kayu puspa, dengan masing-masing nilai 0,0104 poin dan 0,0662 poin, sedangkan penurunan nilai indeks warna hijau (I Green) terbesar menunjukkan tingkat efektifitas perubahan warna tertinggi pada perlakuan fumigasi amonia. Hasil yang diperoleh nampak bahwa hampir semua jenis kayu yang diuji mengalami penurunan nilai indeks warna hijau. Penurunan tertinggi terjadi pada kayu lamtoro dan kayu manglid dengan nilai masing-masing sebesar 0,0352 poin dan 0,0405 poin. Peningkatan nilai indeks warna biru (I Blue) mengindikasikan warna alami kayu yang difumigasi menjadi semakin gelap. Berdasarkan hasil yang disajikan menunjukkan bahwa kayu oak dan kayu puspa memiliki respon perubahan yang paling baik diantara semua kayu yang diuji, dengan peningkatan indeks warna biru, masing-masing sebesar 0,0289 poin dan 0,0308 poin. Muhtar (2008)
18
menyatakan bahwa perubahan warna kayu menjadi gelap diperlihatkan dengan penurunan indeks warna merah dan hijau diikuti dengan peningkatan indeks nilai warna biru. Hal ini sesuai dengan grafik besar perubahan indeks warna yang terjadi pada kayu oak. Perubahan warna pada kayu oak diduga karena kandungan tanin yang terkandung dalam kayu sangat reaktif sehingga bereaksi lebih banyak dengan amonia, sehingga warna kayu menjadi lebih gelap.
Perubahan warna yang terjadi karena perlakuan fumigasi akan nampak berbeda pada setiap kayu yang diuji (Gambar 3). Hal ini diduga adanya perbedaan komposisi kandungan kimia kayu, kandungan tanin, jenis kayu, usia dan letak contoh uji pada kayu yang diambil (bagian gubal atau teras). Seprina (2010) menyatakan bagian gubal dan teras adalah faktor penting yang mempengaruhi perubahan warna pada kayu hasil fumigasi. Perubahan warna yang mencolok terjadi pada bagian teras bila dibandingkan dengan bagian gubal. Luza (2009) juga menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif (tanin) pada gubal lebih sedikit, sehingga amonia yang bereaksi dengan tanin tidak mempengaruhi perubahan warna pada kayu gubal. Jenis kayu bagian teras yang digunakan pada penelitian ini diduga adalah kayu oak dan puspa.
Teknik fumigasi amonia merubah warna kayu menjadi lebih gelap dari warna kayu aslinya tanpa menutupi serat kayu sehingga penampilan kayu lebih menarik. Perubahan warna yang dihasilkan dari proses fumigasi disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa kayu oak dan kayu puspa memiliki perubahan warna yang mencolok setelah periode fumigasi. Kayu oak berubah warna dari cokelat muda menjadi kehitaman dan kayu puspa berubah warna dari cokelat merah menjadi cokelat kehitaman.
19
Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang
Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid
Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru gunung
20
Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru
Kontrol 8,359 16,521 14,423 1,508 8,122 1,021 4,463 14,895 4,505 Fumigasi 6,440 6,354 3,794 1,216 5,875 2,467 1,059 5,358 4,411 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 P er sent a se K ehila ng a n B er a t (%) Jenis Kayu Kelas Awet I < 2,0 Kelas Awet II 2,0 - 4,4 Kelas Awet III
4,4 - 8,2 Kelas Awet IV
8,2 - 28,0
Ketahanan Kayu Terfumigasi terhadap Rayap Kayu Kering
Kehilangan berat dapat dijadikan indikasi adanya serangan rayap terhadap
kayu. Persentase kehilangan berat yang terjadi pada contoh uji akibat serangan rayap tersaji pada Gambar 4.
Hasil pada Gambar 4 dapat memperlihatkan bahwa contoh uji terfumigasi mengalami penurunan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan contoh uji tanpa fumigasi. Kayu jengkol tanpa fumigasi memiliki persentase kehilangan berat tertinggi sebesar 16,521%, sedangkan antar jenis kayu difumigasi, kayu akasia mengalami kehilangan berat terbesar yaitu 6,440%. Hal ini diduga adanya uap fumigan yang masuk ke dalam rongga kayu sehingga kayu tersebut dipenuhi dengan uap fumigan. Uap tersebut akan mencegah faktor organisme perusak kayu untuk merusak kayu. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas masuk ke dalam kayu.
Hasil pada Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa contoh uji kayu manglid terfumigasi mengalami penurunan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh uji tanpa fumigasi, yaitu sebesar 2,467%. Hal ini diduga adanya kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun bagi organisme perusak kayu, sehingga menimbulkan kecenderungan makan rayap pada sembilan contoh uji berbeda-beda. Menurut Wistara et. al., umumnya semakin tinggi kandungan dalam kayu, maka keawetan alami kayu akan cenderung meningkat. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa metode fumigasi amonia cukup efektif diterapkan untuk mencegah serangan rayap kayu kering.
21 Setiap jenis kayu juga memiliki tingkat keawetan yang berbeda-beda. Hal ini dapat diindikasikan melalui pengurangan berat yang terjadi. Berdasarkan persentase kehilangan berat tersebut, sembilan contoh uji dapat diklasifikasi kedalam beberapa kelas awet (Tabel 6). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa teknik fumigasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keawetan kayu.
Tabel 6 Klasifikasi kelas awet berdasarkan persentase kehilangan berat
No Jenis Kayu
Rerata Persentase
Kehilangan Berat (%) Kelas Awet Kelas
Awet* tanpa
fumigasi Fumigasi
tanpa
fumigasi Fumigasi
1 Akasia 8,359 6,440 IV III III-IV
2 Jengkol 16,521 6,354 IV III IV-V
3 Kemang 14,423 3,794 IV II -
4 Laban 1,508 1,216 I I I
5 Lamtoro 8,122 5,875 III III -
6 Manglid 1,021 2,467 I II II
7 Oak 4,463 1,059 III I -
8 Puspa 14,895 5,358 IV III III
9 Waru gunung 4,505 4,411 III III III-IV
Sumber : * Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K, Prawira SA (1998), Djam’an (2006)
Berat Labur Bahan Finishing yang Digunakan
Rahayu et.al. (2008) menyatakan bahwa kayu dengan kerapatan yang rendah, akan memiliki diameter pori yang besar, sehingga mengakibatkan hasil finishing menjadi kasar kecuali jika kayu tersebut diberi filler terlebih dahulu. Pemberian filler tidak merata pada permukaan, atau bahkan tidak ada pemberian filler dapat menyebabkan kualitas finishing yang rendah (terlihat ada endapan pada pori-pori kayu), seperti pada kayu oak dan mahoni. Kayu dengan kerapatan tinggi akan mudah difinishing karena kayu tersebut tidak menyerap terlalu banyak material finishing, sehingga dalam beberapa lapis sudah bisa menutup permukaan serat kayu dengan warna yang diinginkan.
Berdasarkan pengukuran, berat labur filler pada contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi ini hampir sama, yaitu masing-masing berkisar antara 0,00382-0,00569 g/cm2 dan 0,00384-0,00563 g/cm2.Berat labur filler masing-masing jenis kayu tersaji pada Gambar 5.
22
Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru
Kontrol 0,00073 0,00112 0,00079 0,00189 0,00109 0,00084 0,00089 0,00142 0,00131 Fumigasi 0,00138 0,00132 0,00062 0,00086 0,00157 0,00108 0,00064 0,0011 0,00116 0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012 0,0014 0,0016 0,0018 0,002 B er a t L a bu r Sa nd ing Sea ler (g /cm 2) Jenis Kayu
Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru
Kontrol 0,00509 0,00425 0,00495 0,00317 0,00391 0,00563 0,00384 0,00522 0,00414 Fumigasi 0,00382 0,00531 0,00411 0,00527 0,00462 0,00533 0,00569 0,00526 0,00516 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 B er at L abu r F il ler ( g/ cm 2) Jenis Kayu
Pada tahapan sealing dan top coating dilakukan pengenceran dengan penambahan air, untuk sealer sebanyak 20% dan top coat sebanyak 60%, dari berat bahan yang digunakan. Berat labur sealer dan top coat pada setiap permukaan kayu contoh uji tidak jauh berbeda. Pada pengaplikasian bahan finishing, berat labur sealer pada contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi, masing-masing berkisar antara 0,00062-0,00157 g/cm2 dan 0,00073-0,00189 g/cm2. Selanjutnya berat labur top coat, masing-masing berkisar antara 0,00308-0,00572 g/cm2 pada kayu terfumigasi dan 0,00218-0,0052 g/cm2 pada kayu tanpa fumigasi. Masing –masing berat labur sealer dan top coat dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 5 Histogram berat labur filler untuk setiap contoh uji
23
Akasia Jengkol Kemang Laban Lamtoro Manglid Oak Puspa Waru
Kontrol 0,00218 0,00451 0,00231 0,0033 0,00407 0,0043 0,0052 0,00309 0,0048 Fumigasi 0,00489 0,00499 0,00572 0,00316 0,00443 0,00428 0,00308 0,00356 0,00471 0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 0,006 0,007 B er a t L a bu r T o p co a t (g /cm 2) Jenis Kayu
Bentuk Cacat yang terjadi pada Lapisan Cat Sebelum Pengujian
Cacat pada lapisan cat memang sulit untuk dihindari pada saat proses finishing berlangsung. Hal ini dapat disebabkan oleh karakteristik dari masing-masing kayu yang berbeda atau dari teknik pengaplikasian cat yang kurang tepat (Adidarma 1998). Berdasarkan hasil pengamatan setelah proses finishing, ditemukan beberapa macam cacat yang terjadi pada sebagian contoh uji.
Pin Hole
Cacat pin hole disebabkan oleh hasil blister yang pecah. Hal ini dapat terjadi akibat pengaplikasian cat yang terlalu tebal sehingga udara yang terperangkap pecah. Pada permukaan lapisan cat terlihat adanya lingkaran atau bagian permukaan substrat yang tidak terkena cat pada saat pengaplikasian bahan finishing sehingga merusak penampilan permukaan film yang terbentuk. Cacat ini dapat ditangani dengan menggosok pin hole, kemudian dilakukan pengecatan ulang. Bentuk cacat pin hole yang terjadi pada lapisan cat dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 7 Histogram rerata berat labur top coat setiap contoh uji
24
Sags and Runs
Cacat sags and runs pada finishing kayu (Gambar 9) diakibatkan oleh pengaplikasian bahan finishing yang terlalu tebal. Biasanya pengaplikasiannya menggunakan spray gun, akan tetapi cacat tersebut dapat terjadi jika bahan finishing diaplikasikan menggunakan kuas. Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan bahan pengencer atau thinner. Selain itu, cacat ini dapat dihilangkan dengan menyayat (slicing) atau mengikisnya dan kemudian diampelas hingga halus (Anonim 2001).
Daya Tahan Lapisan Cat terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga Pengujian daya tahan lapisan cat terhadap bahan kimia rumah tangga ini
menggunakan madu, coklat cair, santan, dan minuman bersoda, disajikan pada Gambar 10. Hasil pengamatan setelah pengujian menunjukkan bahwa keempat bahan kimia yang digunakan tersebut tidak memberikan pengaruh yang mencolok terhadap lapisan finishing untuk semua jenis kayu yang diujikan. Hal ini mengindikasikan bahwa contoh uji hasil fumigasi maupun tanpa fumigasi yang telah di-finishing tidak bereaksi dengan bahan kimia rumah tangga yang diujikan.
Gambar 9 Cacat sags and runs
25 Hasil pengujian daya tahan terhadap bahan kimia rumah tangga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas yang mengacu pada ASTM D 1654-92 (Tabel 7). Kondisi cacat permukaan pada lapisan film yang terbentuk termasuk ke dalam kelas 10, dimana tampilan dari lapisan finishing tersebut tidak mengalami perubahan ataupun cacat.
Tabel 7 Klasifikasi kondisi cacat permukaan setelah uji bahan kimia rumah tangga
Daya Tahan Lapisan Cat dengan Metode Hot and Cold Test
Hot and Cold test (uji panas dan dingin) ini dilakukan selama 2 jam. Secara keseluruhan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengujian terhadap air panas dan dingin tidak mengakibatkan perubahan ataupun kerusakan pada lapisan cat finishing, sehingga tidak merubah struktur lapisan film yang terbentuk. Pengujian panas dan dingin yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 11 dan penampilan contoh uji tanpa fumigasi dan terfumigasi setelah pengujian air panas, masing-masing dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13, sedangkan penampilan contoh uji tanpa fumigasi dan terfumigasi setelah pengujian air dingin, masing-masing dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
(a) (b)
No Jenis Kayu
Jenis Perlakuan Tanpa fumigasi Fumigasi 1 Jam 24 Jam 1 Jam 24 Jam
1 Akasia 10 10 10 10 2 Jengkol 10 10 10 10 3 Kemang 10 10 10 10 4 Laban 10 10 10 10 5 Lamtoro 10 10 10 10 6 Manglid 10 10 10 10 7 Oak 10 10 10 10 8 Puspa 10 10 10 10 9 Waru gunung 10 10 10 10
26 Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru Gunung
contoh uji tanpa fumigasi
sebelum perlakuan setelah perlakuan
27 Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru Gunung
contoh uji terfumigasi
Gambar 13 Penanmpilan contoh uji terfumigasi setelah perlakuan pengujian air panas
28 Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru Gunung
contoh uji tanpa fumigasi
sebelum perlakuan setelah perlakuan
29 Kayu Akasia Kayu Jengkol Kayu Kemang Kayu Laban Kayu Lamtoro Kayu Manglid Kayu Oak Kayu Puspa Kayu Waru Gunung
contoh uji terfumigasi
sebelum perlakuan setelah perlakuan
30
Klasifikasi kondisi cacat lapisan cat pada permukaan kayu setelah pengujian terhadap air panas dan dingin dapat dilihat pada Tabel 8, dimana kesembilan kayu yang telah diujikan tersebut termasuk ke dalam kelas 10.
Tabel 8 Klasifikasi kondisi cacat permukaan setelah pengujian air panas dan air dingin (Hot and Cold test) pada beberapa jenis kayu
No Jenis Kayu
Jenis Perlakuan Tanpa fumigasi Fumigasi
Hot test Cold
test Hot test
Cold test 1 Akasia 10 10 10 10 2 Jengkol 10 10 10 10 3 Kemang 10 10 10 10 4 Laban 10 10 10 10 5 Lamtoro 10 10 10 10 6 Manglid 10 10 10 10 7 Oak 10 10 10 10 8 Puspa 10 10 10 10 9 Waru gunung 10 10 10 10
Daya Rekat Lapisan Cat
Metode cross cut adalah metode yang sederhana dan praktis untuk mengetahui daya lekat lapisan bahan finishing terhadap substratnya. Hasil pengamatan secara visual terhadap daya rekat lapisan cat pada permukaan contoh uji dapat dilihat pada Tabel 9. Secara keseluruhan, contoh uji terfumigasi dan tanpa fumigasi memiliki daya rekat lapisan cat yang kuat terhadap substratnya. Selain itu, hasil fumigasi amonia tidak mempengaruhi ikatan antara lapisan cat dengan permukaan kayu.
Tabel 9 Nilai (Scoring) daya tahan lapisan pada permukaan kayu
No Jenis Kayu Jenis Perlakuan
Tanpa fumigasi Fumigasi
1 Akasia 5B 5B 2 Jengkol 4B 4B 3 Kemang 5B 5B 4 Laban 5B 5B 5 Lamtoro 5B 5B 6 Manglid 5B 5B 7 Oak 5B 5B 8 Puspa 5B 5B 9 Waru gunung 5B 5B
31 Hasil scoring pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kayu jengkol memiliki daya rekat lapisan bahan finishing yang kurang kuat dengan permukaan kayu sehingga diklasifikasikan ke dalam Grade 4B, dengan persentase kerusakkan antara 0-5%. Menurut Purnama (2009) dalam Purwanto (2011) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi daya rekat bahan finishing, antara lain besarnya pori-pori kayu, dan zat ekstraktif. Selanjutnya kayu akasia, kemang, laban, lamtoro, manglid, oak, puspa dan waru gunung diklasifikasikan ke dalam Grade 5B, dimana tidak ada lapisan yang terangkat, sehingga dapat dinyatakan bahwa kedelapan kayu tersebut memiliki daya lekat yang kuat terhadap substratnya. Bentuk kerusakan lapisan cat yang terangkat pada kayu jengkol tanpa fumigasi dan terfumigasi tersaji pada Gambar 14.
(a) (b)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan data-data hasil pengamatan dan pengujian yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Metode fumigasi amonia (fumigation ammonia) dapat meningkatkan nilai estetika (tampilan warna dan corak kayu) pada jenis kayu akasia, kayu jengkol, kayu kemang, kayu lamtoro, kayu manglid, kayu oak, kayu puspa, dan kayu waru gunung, serta dapat meningkatkan keawetan jenis kayu jengkol, kayu kemang, dan kayu oak terhadap organisme perusak kayu (terutama rayap)
2. Contoh uji kayu akasia, kayu jengkol, kayu kemang, kayu laban, kayu lamtoro, kayu manglid, kayu oak, kayu puspa, dan kayu waru gunung, baik tanpa fumigasi dan terfumigasi yang di-finishing dengan bahan pelarut air tahan terhadap bahan kimia rumah tangga (madu, coklat cair, minuman soda, dan santan cair) yang diuji pada interval 1 jam dan 24 jam. 3. Bahan finishing pelarut air (waterbased lacquer) memiliki daya lekat yang
baik atau cukup kuat terhadap substratnya, serta tahan terhadap kondisi panas dan dingin.
Gambar 16 Kerusakan daya rekat lapisan cat pada contoh uji tanpa fumigasi (a) dan terfumigasi (b) pada kayu jengkol