• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan. a. Tempat untuk menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan. a. Tempat untuk menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan 1. Pengertian Pemasyarakatan

Bertitik tolak dari pasal 1 ayat (1) Reglemen Penjara bahwa “penjara” itu dapat diartikan sebagai :1

a. Tempat untuk menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim b. Tempat untuk mengasingkan orang yang melanggar tata tertib hukum Menurut Romli Atmasasmita Rumah Penjara sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara saat itu dibagi dalam beberapa bentuk antara lain :

a. Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang sifatnya berat.

b. Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana diberikan pelajaran tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan benda- benda dari kayu dengan mempergunakan ampelas.2

Pembagian rumah penjara ketika itu erat kaitannya dengan kebiasaan saat itu dalam hal menempatkan para terpidana secara terpisah sesuai dengan berat ringannya pidana yang harus mereka jalani di rumah- rumah penjara manapun di dunia ini. Di Indonesia saat ini hal demikian juga

1Reglemen Penjara (Staatsblad 708 Tahun 1917)

2Atmasasmita, Romli, 1982, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai. Bandung: Armico.

(2)

10 diikuti namun bentuk dan namanya tidak rumah penjara lagi melainkan Lembaga Pemasyarakatan.

Seiring dengan berjalannya waktu, struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan berubah dengan berdasarkan pada surat keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01.-PR.07.03 tahun 1985 dalam pasal 4 ayat (1) diklasifikasikan dalam 3 klas yaitu :

a. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I b. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A c. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B3

Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja.Lembaga Pemasyarakatan menurut Departemen Hukum dan HAM RI adalah unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana. Sedangkan pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut kamus bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu penyelidikan atau melakukan suatu usaha.

b. Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen Kementrian Hukum dan HAM, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau tuntutan kepada hukuman/bekas tahanan, termasuk bekas

3keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01.-PR.07.03 tahun 1985 pasal 4 ayat (1)

(3)

11 terdakwa atau yang dalam tindak pidana diajukan ke depan pengadilan dan dinyatakan ikut terlibat, untuk kembali ke masyarakat.

Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah atau menampung kegiatan pembinaan bagi narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat hidup normal kembali di tengah masyarakat.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 maka secara resmi Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

2. Sistem Pemasyarakatan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas, serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Bertitik tolak dari pemahaman sistem pemasyarakatan dalam penyelenggaraannya, warga binaan pemasyarakatan di Lembaga

(4)

12 Pemasyarakatan (LAPAS) dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan oleh BAPAS ditekankan pada kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian.

Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini, secara konseptual dan historis sangatlah berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan. Asas yang dianut dalam sistem pemasyarakatan dewasa ini menempatkan tahanan dan narapidana, anak negara dan warga binaan pemasyarakatan lainnya sebagai subyek dan dipandang sebagai pribadi dan warga negara biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tetapi dengan bimbingan. Perbedaan kedua sistem tersebut berimplikasi pada perbedaan dalam cara-cara pembinaan dan bimbingan yang dilakukan.

Pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan pembinaan mental yang meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warganegara yang meyakini bahwa dirinya masih memiliki potensi dan kontribusi untuk pembangunan bangsa dan negara.

(5)

13 OC. Kaligis menyatakan :4

Sistem hukum negara-negara di dunia memiliki banyak persamaan dan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat.Bahkan masyarakat tradisional mempunyai sistem hukum yang berupa campuran antara kebiasaan, nilai moral dan kepercayaan. Pelanggaran nilai moral dan kebiasaan akan diberikan sanksi berupa penghinaan dan kekerasan.

Kemudian, Dwidja Priyatno menyatakan:5

Sistem pemasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, diatur dalam Undang- undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemayarakatan, hal ini merupakan pelaksanaan dari pidana penjara, yang merupakan perubahan ide secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi ke sistem pemasyarakatan.

Selanjutnya, sistem pemasyarakatan menurut Dwidja adalah:6

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur- angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.

3. Fungsi dan Tugas Lembaga Pemasyarakatan

4O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Tersangka, Terdakwa Dan Terpidana, Alumni Bandung, Bandung, 2006, hlm. 1.

5Dwidja Priyatno, Sitem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 3.

6Ibid,hlm. 3.

(6)

14 a. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Pada tahun 1963, sahardjo dalam pidatonya pengukuhan gelar doktor honoriscauso di Universitas Indonesia membuat suatau sejarah baru dalam dunia kepenjaraan Indonesia. Dikatakan, bahwa narapidana itu adalah orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat pembinaan.

Selanjutnya dikatakan, tobat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaaan, tetapi dengan bimbingan agar kelak bahagia dunia akhirat.

Memahami fungsi lembaga pemasyarakatan yang dikemukakan sahardjo sejak itu dipakai sistem pemasyarakatan sebagai metode pembinaan narapidana, jelas terjadi perubahan fungsi lembaga pemasyarakatan yang terjadi tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan.7 Di dalam perjalannya, bentuk pembinaan yang diterapkan bagi narapidana (pola pembinaan narapidana/tahanan 1990 Dapertemen Kehakiman) meliputi :8

1. Pembinaan berupa interaksi langsung bersifat kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina.

2. Pembinaan yang bersifat persuasive yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan

3. Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematis

7Sahardjo. 1963. Pohon Beringin Pengayoman, Pidato Pada Upacara Penganugerahan gelar Docktor Honoris Causa. Jakarta

8 Harsono,CI, HS. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Jambatan

(7)

15 4. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran berdasarkan, berbangsa dan bernegara, Intelektual, kecerdasan, kesadaran hukum, keterampilan, mental spiritual.

b. Tugas Lembaga Pemasyarakatan

Tugas Lembaga Pemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PR.07.03 Th 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, meliputi:

1. Melakukan pembinaan narapidana atau anak didik

2. Melakukan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja 3. Melakukan bimbingan sosial atau kerohanian narapidana/anak didik 4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib lembaga

pemasyarakatan

5. Prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan

Adapun 10 (sepuluh) prinsip pemasyarakatan yang masih digunakan sebagai pedoman pembinaan warga binaan pemasyarakatan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kehakiman Tahun 1990 Tentang pola pembinaan Narapidana atau tahanan.

Prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan itu meliputi :

a. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.

b. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari negara.

(8)

16 c. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.

d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.

g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.

h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.

i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai salah satu derita yang dialaminya.

j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam Sistem Pemasyarakatan.

Berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan maka metode yang dipergunakan dalam proses

(9)

17 pemasyarakatan ini meliputi beberapa tahap, yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu sebagaimana dibawah ini:9

a. Tahap Orientasi/Pengenalan

Setiap narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk segala hal ikwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan, dimana ia tinggal, bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan sebagainya.

b. Tahap Asimilasi dalam Arti Sempit

Jika pembinaan diri narapidana dan antara hubungannya dengan masyarakat telah berjalan kurang dari ⅓ dari masa pidana sebenarnya menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan dalam proses antara lain: bahwa narapidana telah cukup menunjukan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka tempat atau wadah utama dari proses pembinaannya ialah gedung lembaga pemasyarakatan terbuka dengan maksud memberikan kebebasan bergerak lebih banyak lagi atau para narapidana yang sudah pada tahap ini dapat dipindahkan dari lembaga pemasyarakatan terbuka. Pada tahap ini program keamanannya adalah medium. Di tempat baru ini narapidana diberi tanggung jawab kepada masyarakat. Bersamaan dengan ini pula dipupuk rasa harga diri, tata krama, sehingga dalam masyarakat luas

9Dwidja Priyatno, Sitem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 99

(10)

18 timbul kepercayaan dan berubah sikapnya terhadap narapidana.

Kontak dengan unsur-unsur masyarakat frekuensinya lebih diperbanyak lagi misalnya kerja bakti dengan masyarakat luas. Pada saat ini dilakukan kegiatan bersama-sama dengan unsur masyarakat.

Masa tahanan yang harus dijalani pada tahap ini adalah sampai berkisar ½ dari masa pidana yang sebenarnya.

c. Tahap Asimilasi dalam Arti Luas

Jika narapidana sudah menjalani kurang dari ½ masa pidana yang sebenarnya menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan dinyatakan proses pembinaannya telah mencapai kemajuan yang lebih baik lagi.

Maka, wadah proses pembinaan diperluas ialah dimulai dengan usaha asimilasi para narapidana dengan penghidupan masyarakat luar yaitu seperti kegiatan mengikutsertakan pada sekolah umum, bekerja pada badan swasta atau instansi lainnya, cuti pulang beribadah dab berolah raga dengan masyarakat dan kegiatan- kegiatan lainnya. Pada saat berlangsungnya kegiatan segala sesuatu masih dalam pengawasan dan bimbingan petugas lembaga pemasyarakan. Pada tingkat asimilasi ini tingkat keamanannya sudah minimum sedangkan masa tahanan yang harus dijalani adalah sampai ⅔ nya.

d. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat

Tahap ini adalah tahap terakhir pada proses pembinaan dikenal dengan istilah integrasi. Bila proses pembinaan dari tahap Orientasi,

(11)

19 Asimilasi dalam arti sempit, Asimilasi dalam arti luas, dan Integrasi dapat berjalan dengan lancer dan baik serta masa pidana yang sebenarnya telah dijalani ⅔ nya atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada narapidana dapat diberikan pelepasan bersyarat atau cuti bersyarat. Dalam tahap ini proses pembinaannya adalah berupa masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidana akhirnya dapat hidup dengan masyarakat.

B. Tinjauan Tentang Narapidana Waria dan Hak Narapidana 1. Pengertian Narapidana

Disini penulis mencoba mengambil beberapa kutipan terkait pengertian Narapidana. Kamus besar Bahasa Indonesia memberikan arti bahwa: Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana); terhukum.

Sementara itu, menurut kamus induk istilah ilmiah menyatakan bahwa Narapidana adalah orang hukuman; orang buaian. Selanjutnya berdasarkan kamus hukum narapidana diartikan sebagai berikut:

Narapidana adalah orang yang menjalani pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

(12)

20 terpidana adalah seseorang yang di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa narapidana adalah orang atau terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan dimana kemerdekaannya hilang.

2. Pengertian Waria

Waria (dari kata wanita dan pria) atau wadam (dari kata hawa dan adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-harinya. Secara seksual mereka adalah laki-laki (memiliki alat kelamin layaknya laki-laki), tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan.Keberadaan waria telah tercatat sejak lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat.

Seorang laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya (hermafroditisme), orientasi seksual (homoseksualitas), maupun akibat pengondisian lingkungan pergaulan.

Sebutan bencong atau banci juga dikenakan terhadap waria dan bersifat negatif.10

3. Hak-Hak Narapidana

Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS, sementara yang dimaksud dengan Terpidana

10Padmiati, Etty dan Sri Salmah.(2011). Waria Antara Ada dan Tiada. Yogyakarta: B2P3KS Press.

(13)

21 adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap.

Tentang hak-hak narapidana, di dalam manual kemasyarakatan telah ditentukan bahwa setiap narapidana mempunyai hak-hak tertentu yang sah menurut peraturan yang berlaku. Sepanjang tidak ditentukan lain, setiap narapidana itu selama menjalankan pidana mereka berhak untuk :

a. Mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar;

b. Memperoleh remisi;

c. Memperoleh cuti;

d. Memperoleh asimilasi;

e. Memperoleh lepas bersyarat.

Khususnya bagi narapidana yang ternyata telah lebih dari satu kali dimasukkan kedalam lembaga pemasyarakatan ataupun juga dikenal dengan recidivist, tidak diperkenakan:

a. Memperoleh cuti;

b. Mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar;

c. Memperoleh asimilasi;

d. Memperoleh lepas bersyarat11

Satu-satunya hak yang masih diperoleh oleh para recidivist yang menjalankan pidana mereka di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut

11Drs.P.A.F.Lamintang, S.H. dan Theo Lamintang, S.H. Hukum Penitensier Indonesia.

Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Ed.2. Cet.2. Hal.180

(14)

22 diatur dalam Pasal 3 huruf b dari Keputusan Presiden RI No. 5 Tahun 1987 tentang Pengurangan Masa Menjalani Pidana (Remisi), yang berbunyi:

Pengurangan masa menjalani pidana tidak diberikan kepada:

1. Narapidana yang dikenakan pidana kurang dari 6 (enam) bulan;

2. Narapidana kambuhan (recidivist) yang sudah pernah mendapat remisi sebelumya berlakunya Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1987 tidak diberi remisi lagi sampai selesai menjalani sisa pidananya.12

Dalam sistem pemasyarakatan menurut peraturan Pasal 14 (1) UU No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana warga pembinaan pemasyarakatan , mempunyai hak untuk :

a. Melakukan ibadah

b. Mendapatkan perawatan jasmani dan rohani c. Pendidikan

d. Pelayanan kesehatan makanan yang layak e. Menyampaikan keluhan

f. Memperoleh informasi

g. Mendapat upah atas pekerjaanya h. Menerima kunjungan

i. Mendapat remisi

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk mengunjungi keluarga k. Mendapat kebebasan bersyarat

i. Mendapatkan cuti menjelang bebas

12Ibid, hal. 181

(15)

23 C. Tinjauan Tentang Pembinaan Narapidana

Pada Bab II tentang pembinaan Pasal 5 UU RI No.12 Tahun 1995, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas;

a. Pengayoman

Pengayoman adalah perilaku terhadap warga binaan pemasyrakatan dalam rangka melingdungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada warga binaan pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna di masyarakat.

b. Persamaan, perlakuan dan pelayanan

Perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah bahwa penyelenggara pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

d. Penghormatan harta dan martabat manusia

Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang tersesat, warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlukan sebagai manusia.

(16)

24 e. Kehilangan kemerdekaan

Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah warga binaan pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di Lembaga Pemasyarakatan (warga binaan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan, kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, olah raga, atau rekreasi).

f. Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu

Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang tertentu adalah bahwa warga binaan pemasyarakatan berada di Lembaga Pemasyarakatan. Tetapi, harus tetap didekatkan dan dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan oleh masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam Lembaga Pemasyarakatn dari anggota masyarakat yang bebas, dalam kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pembinaan terhadap narapidana dengan sistem pemasyarakatan sebagai misi kemanusiaan dan pekerjaan yang besar dalam politik kriminal. Perlu sekali pemikiran yang mendalam terhadap kesan-kesan seperti itu agar menjadi langkah awal dukungan yang diharapkan

(17)

25 dari masyarakat dan syarat pokok untuk menyelenggarakan konsepsi

“community treatment” dalam pemasyarakatan.

Hakekat pembinaan mempunyai makna bukan semata-semata kegiatan reaksi melainkan terarah pada sistem aksi yang terkait dengan politik kriminal dan kebijakan perlindungan sosial sebagai bagian integral dengan kebijakan kesejahteraan sosial.

Amanat presiden RI dalam kofrensi dinas menyampaikan arti penting terhadap pembaharuan pidana penjara di Indonesia. Yaitu merubah nama kepenjaraan menjadi pemasyarakatan. Berdasarkan pertimbangan ini amanat presiden tersebut disusunlah suatu pernyataan tentang hari lahir pemasyarakatan RI pada hari Senin 27 April 1964 dan piagam pemasyarakatan Indonesia.13 Prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan itu ialah;

a. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.

b. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari Negara.

c. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan.

d. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum ia masuk lembaga.

13 Dr.Bambang Purnomo,S.H. KapitaSelekta Hukum Pidana, Yogyakarta; Liberty, Cet.Ke-1 Hal.178-180

(18)

26 D. Tinjauan Tentang Teori Efektifitas Hukum

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan.14

Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.15 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia”

disini adalah pihak yang berwenang yaitu Lembaga Pemasyarakatan. Kata efektifitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of

14 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284.

15 Ibid.

(19)

27 social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam

masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya. Kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.16

Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur Hukum atau Pranata Hukum dan Budaya Hukum. Pertama, Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

a. Subsantsi Hukum (legal substance)

16 Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hal. 375

(20)

28 Subtansi hukum bisa dikatakan sebagai norma, aturan, dan perilaku nyata manusia yang berada pada sistem itu. Di dalam subtansi hukum ada istilah

“produk” yaitu suatu keputusan yang baru di susun dan baru di buat yang mana disini di tekankan pada suatu hukum akan di buat jika melalui peristiwa terlebih dahulu. Seperti tertulis pada KUHP pasal 1 ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”. Sistem ini sangat mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Peluang besar bagi seorang pelanggar hukum untuk lari dari sebuah sanksi dari tindakan yang menyalahi hukum itu sendiri. Sudah banyak kasus yang terjadi di Indonesia, yang di sebabkan lemahnya sistem sehingga para pelanggar hukum itu seolah meremehkan hukum yang ada. Subtansi hukum juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law System atau

sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law).

Masalah yang di sebabkan substansi karena Indonesia masih menggunakan hukum Eropa Continental, jadi hukum tersebut menganut sistem Belanda dan telah di buat sejak dulu. Contoh seorang pencuri ayam di Malang mencuri ayam di kota A, dan di kota B itu sudah berbeda sanksi yang di terima. Maka dari itu, salah satu kelemahan dari hukum yang kita anut di bangsa ini.

b. Struktur Hukum (legal structure)

(21)

29 Struktur hukum , yaitu kerangka bentuk yang permanen dari sistem hukum yang menjaga proses tetap berada di dalam batas-batasnya. Struktur terdiri atas: jumlah serta ukuran pengadilan, jurisdiksinya (jenis perkara yang diperiksa serta hukum acara yang digunakan), termasuk di dalam struktur ini juga mengenai penataan badan legislative.

Teori Lawrence Meir Friedman yang Kedua: Struktur Hukum/Pranata Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi;

Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas).

Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh Undang-Undang.

Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan

(22)

30 sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah.

Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.

c. Budaya Hukum (legal culture)

Budaya hukum ini pun dimaknai sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Selanjutnya Friedman merumuskan budaya hukum sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan dengan hukum dan sistem hokum. Berikut sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh baik positif maupun negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum. Demikian juga kesenangan atau ketidak senangan untuk berperkara adalah bagian dari budaya hukum. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan budaya hukum itu tidak lain dari keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Maka secara singkat dapat dikatakan bahwa yang disebut budaya hukum adalah keseluruhan sikap dari warga masyarakat dan sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya hukum itu berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin. Sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan

(23)

31 mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia, Teori Friedman tersebut dapat kita jadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah bagian dari struktur bersama dengan organ jaksa, hakim, advokat, dan lembaga permasyarakatan. Interaksi antar komponen pengabdi hukum ini menentukan kokohnya struktur hukum. Walau demikian, tegaknya hukum tidak hanya ditentukan oleh kokohnya struktur, tetapi juga terkait dengan kultur hukum di dalam masyarakat. Namun demikian, hingga kini ketiga unsur sebagaimana dikatakan oleh Friedman belum dapat terlaksana dengan baik, khususnya dalam struktur hukum dan budaya hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang

“Loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perlaku membeli dimana menjelaskan pelangan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli

hemodulasi darah dan kebutuhan mineral yang diperlukan janin. b) Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, perkembangan organ

Kaji terap yang dilaksanakan adalah perbaikan mutu pakan dengan penambahan UMB pada sapi Limousin sedangkan perubahan yang diamati adalah laju pertambahan bobot

Maksud dari pembuatan Laporan Kelompok Kerja ini adalah sebagai laporan atau output atas pelaksanaan kegiatan dalam rangkaian Tahapan Pemilihan Umum Tahun 2019

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang