PENGARUH INTEGRITAS, KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT
Yenitha Rialen Pelle
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
Pendahuluan
Persaingan bisnis dan dunia usaha yang sedang terjadi saat ini disertai dengan permasalahan yang ada pada tiap profesi, termasuk didalamnya yaitu jasa auditor. Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang ketat, setiap Kantor Akuntan Publik (KAP) harus menghimpun klien sebanyak mungkin namun harus tetap memperhatikan kualitas kerja para auditor agar KAP tersebut selalu dipercaya oleh masyarakat luas.
Dalam menjalankan profesi apapun, setiap orang harus memperhatikan kualitas dan hasil kerja yang akan berdampak bagi banyak orang, begitu juga dengan seorang aditor harus memperhatikan kualitas auditnya. Ardikawan (2012) menyatakan semakin tinggi kualitas audit maka laporan keuangan yang dihasilkan dapat dipercaya sebagai dasar dalam membuat keputusan, sehingga kualitas audit dikatakan sangat penting. Seorang akuntan publik harus dapat mempertahankan dan terus meningkatkan kualitas auditnya karena dalam pelaksanaannya, auditor tidak hanya bekerja untuk kepentingan klien tetapi juga untuk pemangku kepentingan yang lain, seperti kreditur, investor, badan pemerintah, masyarakat serta pihak lain yang terkait untuk dapat menilai dan mengambil keputusan- keputusan terkait dengan keberlangsungan suatu usaha.
Banyak skandal terkait akuntan publik yang membuat kepercayaan masyarakat semakin berkurang terhadap profesi ini. Kasus Mitra Ernst & Young (EY) di Indonesia yakni KAP Purwanto, Suherman & Surja yang memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada laporan keuangan klien yang didasarkan dengan bukti yang tidak memadai yakni dalam hal persewaan 4 ribu unit tower selular, hal itu disampaikan oleh PCAOB kantor berita Reuters tahun
2
2017 di Amerika. Dari kasus tersebut KAP EY harus membayar denda sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 13,3 Miliar kepada regulator Amerika Serikat.Adapun kasus yang lain yaitu kantor akuntan publik yakni Deloitte & Touche LLP melalui unit usahanya di Brazil harus membayar denda kepada PCAOB sebesar US$ 8 juta karena divonis menutupi laporan audit palsu (Tempo.co di publish 11 Februari 2017).
Kasus yang tidak kalah penting juga yang melibatkan auditor BPK, yaitu BPK diminta untuk mengaudit ulang laporan keuangan Kementerian Desa (Kemendes) atas pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Terungkap kasus pemberian commitmen fee kepada auditor BPK. Alasan mengapa harus di lakukan audit ulang, karena Kemendes secara dua kali berturut-turut mendapat predikat wajar dengan pengecualian (WDP), kementrian baru dalam membuat tata kelola anggaran dan birokrasi masih buruk terutama dalam pengadaan dan belanja perjalanan dinas dan dana desa yang didapatkan juga besar yaitu Rp 40 trilliun.
Sehingga audit ulang harus di lakukan oleh auditor yang berintegritas. Menurut catatan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dari tahun 2014- 2015 terdapat 11 temuan BPK diantaranya ada 4 temuan yang menjadi sebab predikat wajar dengan pengecualian (WDP), yaitu utang sebesar Rp 378,46 miliar dari pihak ketiga yang dokumennya tidak tersedia, akumulasi aset tanah, peralatan dan barang pengadaan senilai Rp 2,55 triliun tidak didukung dengan rincian dan tidak diketahui keberadaannya, aset Barang Milik negara (BMN) sebesar Rp 2,54 triliun tidak didukung dengan rincian sehingga tidak dapat ditelusuri keberadaannya dan saldo persediaan barang senilai Rp 3,32 triliun tidak terinventarisir dengan baik dan tidak ada bukti yang cukup memadai. Terdapat juga 36 rekomendasi, sementara 17 rekomendasi di antaranya sampai saat ini belum dtindak lanjuti (DetikNews di publish 30 Mei 2017).
Kasus yang belum lama ini adalah kasus suap oleh general manager PT Jasa Marga (persero) cabang Purbaleunyi yaitu Setia Budi kepada auditor madya pada sub auditorat VII B2 BPK RI yaitu Sigit Yugoharto berupa pemberian satu unit sepeda motor Harley Davidson Sportster 883. Pemberian suap tersebut terkait dengan temuan PDTT oleh BPK RI terhadap kantor cabang PT Jasa Marga tahun 2017. Pada tahun 2016 juga diindikasikan terdapat temuan berupa kelebihan
3
pembayaran terkait rekonstruksi jalan, pekerjaan pemeliharaan periodik dan pengecetan marka jalan yang tidak sesuai dan tidak dapat diyakini kebenarannya.
Dari kasus tersebut maka Sigit Yugoharto selaku auditor BPK dan Setia Budi sebagai pemberi suap di sangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah menjadi UU nomor 20 tahun 2001 (Kompas.com di publish 12 Oktober 2017).
Beberapa contoh kasus di atas dapat dilihat bahwa masih ada auditor yang kurang berkompeten dibuktikan dengan kasus pertama, yaitu kasus Mitra Ernst &
Young (EY) yang kurang kompeten atau kurang ahli dalam mencari bukti audit sehingga tidak memadai. Kasus berikutnya tentang kasus suap oleh auditor BPK yang mencerminkan bahwa auditor tidak independen serta tidak berintegritas dibuktikan dengan hasil audit yang menyatakan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan atas dasar “terimakasih” karena objek audit memberikan hadiah/gratifikasi berupa uang maupun barang, sehingga membuat auditor menjadi sungkan dalam mengungkapkan hal yang sebenarnya terjadi, hal itu tentu membuat auditor menjadi tidak independen dan tidak berintegritas dalam memberikan opini. Hal-hal seperti itulah yang membuat kepercayaan masyarakat, khususnya para pengguna laporan keuangan menjadi berkurang. Opini yang tepat sangat diharapkan oleh para pengguna jasa KAP. Kualitas audit dapat di lihat dari hasil audit laporan keuangan dengan opini yang tepat dan terpercaya sehingga dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan bagi para penggunanya.
Kualitas audit dikatakan sebagai probabilitas seorang auditor akan menemukan dan melaporkan kesalahan pada sistem akuntansi klien (Angelo, 1981). Lalu kemungkinan untuk pelanggaran ditemukan dapat dilihat dari kemampuan teknis auditor, dan kemungkinan melaporkan sebuah pelanggaran tersebut tercermin pada independensi auditor (Deis dan Gary, 1992). Standar Audit (SA) yang dipenuhi oleh auditor akan menghasilkan audit yang berkualitas.
Dalam Standar Audit terdapat beberapa standar untuk auditor dalam mengetahui tujuan keseluruhan auditor (IAPI, 2014). Tuanakotta (2013) menyatakan bahwa laporan keuangan yang telah disusun dalam segala hal yang material, dan sesuai
4
dengan kerangka laporan yang berlaku merupakan tujuan untuk pemberian opini oleh auditor.
Kompetensi merupakan sebuah keahlian yang baik dan dapat dipakai dalam melakukan audit secara rasional (Elfarini, 2007). Selain kompetensi, yang mempengaruhi kualitas audit juga independensi yang merupakan faktor penting dalam menghasilkan kualitas audit yang baik. Seorang auditor yang melakukan kerjasama cukup lama dengan klien akan berpengaruh pada sikap independensinya dan bisa menyebabkan kualitas audit berkurang (Alim et al., 2007). Independensi juga menentukan kemungkinan seorang auditor menemukan dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh klien. Faktor integritas seorang auditor juga mempengaruhi kualitas audit. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip (Sunarto, 2003). Semakin tinggi integritas auditor, maka kualitas audit yang dihasilkan juga semakin baik (Pusdiklatwas BPKP, 2005).
Hasil penelitian sebelumnya tentang independensi dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit oleh (Christiawan, 2002) dan (Alim et al., 2007). Penelitian yang dilakukan Tjun et al., (2012) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh pada kualitas audit sedangkan independensi tidak berpengaruh. Hasil penelitian dari Sinaga dan Tundjung (2015) menyatakan bahwa kompetensi dan time budget mempengaruhi kualitas audit secara parsial sedangkan independensi tidak mempengaruhi kualitas audit secara parsial.
Penelitian oleh Ningsih dan Yaniartha (2013) menghasilkan kompetensi dan independensi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan time budget pressure berpengaruh negatif dan signifikan. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Nurhasanah et al., (2018) dengan menambah satu variabel moderasi yaitu kecerdasan emosional dan hasilnya independensi dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan integritas tidak mempengaruhi kualitas audit. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tidak hanya menggunakan satu KAP melainkan berbagai auditor dari berbagai KAP yang ada di Indonesia kemudian penelitian ini juga didasari pada teori motivasi yang mempunyai kaitan sangat erat dengan variabel
5
yang diteliti yakni integritas, kompetensi dan independensi untuk melihat kepribadian individu auditor.
Berdasarkan kasus-kasus di atas, masih ada perilaku auditor yang tidak sejalan dengan nilai-nilai ideal dari praktik audit. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Auditor bekerja untuk mendapat penghargaan dari klien.
Namun, di sisi lain auditor dituntut untuk bersikap independen, integritas dan juga berkompeten dalam bekerja dan memberikan hasil yang sewajarnya. Disitulah terdapat gejolak batin dalam diri auditor, sehingga tidak jarang auditor bisa melakukan hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai atau etika profesional seorang auditor. Persoalan penelitian sebagai berikut: (1) seberapa besar pengaruh integritas terhadap kualitas audit? (2) seberapa besar kompetensi mempengaruhi kualitas audit? (3) seberapa besar independensi berpengaruh terhadap kualitas audit?. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor individu yang mempengaruhi kualitas audit. Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memotret kondisi kepribadian auditor terkait integritas, kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit yang di hasilkan serta bisa dijadikan bahan evaluasi dan masukan bagi para auditor sehingga dalam melaksanakan tugas selalu memperhatikan kualitas agar tetap di percaya oleh masyarakat.
Kajian Pustaka dan Perumusan Hipotesis Teori Proses Motivasi
Kreitner & Kinicki (2014) menuliskan bahwa teori proses motivasi (process theories of motivation) yaitu mengidentifikasi beragam faktor internal yang mempengaruhi motivasi. Teori ini secara otomatif bersifat kognitif, yaitu didasarkan pada premis bahwa motivasi merupakan fungsi dari persepsi, pemikiran dan kepercayaan para pegawai. Dalam teori proses ini terdapat tiga teori, yaitu teori keadilan (equity theory), teori harapan (expectancy theory) dan teori penentuan tujuan. Pertama, teori keadilan yang merupakan model motivasi yang menjelaskan bagaimana seseorang berjuang untuk kejujuran dan keadilan di dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam bekerja, seseorang akan mempertimbangkan hal yang diperoleh yang seharusnya sesuai dengan kinerjanya. Sebagai sebuah teori motivasi, teori keadilan menjelaskan bagaimana
6
motivasi seorang individu untuk berperilaku dalam cara tertentu distimulasi oleh perasaan ketidakadilan atau kurangnya keadilan. Kedua, teori harapan menurut Victor Vroom (1964) dalam bukunya Work and Motivation.44 Teori Vroom yang telah dirangkum sebagai berikut:
Kekuatan sebuah kecenderungan untuk melakukan sesuatu dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan harapan bahwa perilaku tersebut akan diteruskan oleh konsekuensi tertentu (atau hasil) dan terhadap nilai atau ketertarikan konsekuensi tersebut (atau hasil) terhadap pelaku.45
Teori harapan (expectancy theori) beranggapan bahwa motivasi ditentukan oleh kesempatan yang jelas untuk mencapai hasil yang baik. Model motivasi menurut Vroom memperlihatkan bagaimana usaha menjadi harapan kinerja dan kinerja menjadi hasil. Motivasi dipengaruhi oleh harapan seseorang bahwa tingkatan usaha tertentu akan menghasilkan tujuan kinerja yang diinginkan.
Ketiga, teori penentuan tujuan menjelaskan bagaimana perilaku sederhana dari penentuan tujuan mengaktifkan proses motivasi yang kuat, dimana berujung pada kinerja tinggi yang berkesinambungan. Edwin Locke, seorang penanggung jawab pada penentuan tujuan, dan para koleganya mendefinisikan tujuan (goal) sebagai
“apa yang ingin dicapai oleh seorang individu; tujuan merupakan obyek atau sasaran dari suatu tindakan.”54
Teori proses motivasi dapat memberikan gambaran mengenai kinerja auditor dalam melaksanakan tugas tentu mempunyai motivasi dalam diri dan harapan atas sebuah hasil audit yang baik. Auditor saat melaksanakan proses audit, akan melakukan beberapa prosedur audit diantaranya meliputi menerima klien dan perencanaan audit awal, memahami bisnis klien dan industri klien, menilai risiko bisnis klien, melaksanakan prosedur analitis pendahuluan, menetapkan materialitas dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko inheren, memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian, mengumpulkan informasi untuk menilai risiko kecurangan, mengembangkan strategi audit dan program audit secara keseluruhan (Arens et al., 2014).
Serangkaian prosedur yang dilakukan memerlukan pemikiran skeptis dari auditor.
Selama menjalankan tugas audit, terjadi interaksi dengan banyak pihak. Pihak yang di audit, rekan audit, rekan kantor,dll yang dari situ dapat dipastikan bahwa
7
auditor harus tetap dalam motivasi yang baik dimana harus melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sebaik mungkin. Motivasi yang baik akan menghasilkan kinerja audit yang baik. Keberhasilan proses audit dapat tercapai ketika auditor bekerja dengan maksimal dalam mencari kecurangan dalam laporan keuangan. Kesadaran akan kecurangan akan semakin baik jika terdapat interkasi yang baik dalam lingkungan kerja, motivasi yang baik, emosi yang baik dan bukti yang cukup.
Kualitas Audit
Segala kemungkinan ditemukannya pelanggaran oleh auditor ketika melakukan audit atas laporan keuangan klien dan melaporkannya disebut kualitas audit (Angelo, 1981). Elfarini (2007) menyatakan bahwa kinerja yang dilakukan oleh auditor di pusatkan pada pengukuran kualitas dan kepatuhan pada standar yang sudah ditentukan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyebutkan bahwa hasil audit dikatakan berkualitas ketika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Hasil kinerja auditor dapat dilihat kualitasnya lewat keputusan-keputusan yang diambil.
Dari beberapa pengertian tersebut, maka kualitas audit adalah hal yang sangat penting karena menggambarkan hasil dari suatu temuan yang telah dilakukan oleh auditor dan hasil tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi sebenarnya dan yang seharusnya terjadi serta dapat mengungkapkan pelanggaran yang ditemukan saat melakukan audit sehingga tidak menimbulkan bias serta dapat membuat para pemangku kepentingan memahami laporan audit yang diterbitkan.
Integritas
Menurut Mulyadi (2002) integritas yaitu dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, namun tidak dapat menerima kecurangan atau prinsip yang diabaikan. Hal-hal yang berdampak pada kualitas audit yaitu kepatuhan auditor pada kode etik yang diimplementasikan dalam sikap integritas, independensi serta objektivitas (Halim, 2008). Sementara menurut Sukrisno (2004) bagian kepribadian yang utama sebagai tanda pengakuan secara
8
cakap adalah integritas. Integritas mengharuskan seorang auditor agar berani, bijaksana, jujur serta dapat mempertanggung jawabkan pekerjaannya sehingga dapat membangun iktikad juga sebagai syarat untuk mengambil keputusan yang handal (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Integritas merupakan kualitas dalam menguji semua keputusannya. Dengan demikian integritas merupakan sebuah karakter yang ada dalam diri seseorang dengan menunjukkan sikap yang bertanggung jawab dan jujur dalam menyelesaikan sesuatu yang telah disanggupinya.
Kompetensi
Auditor harus mempunyai kualifikasi tentang pemahaman mengenai kriteria dan berkompeten dalam menganalisis sejumlah bukti yang ditemukan dan nantinya akan diperiksa dan diambil kesimpulan (Arens et al., 2008:5).
Kompetensi ialah suatu kecakapan yang cukup dan secara benar dapat dipakai dalam melaksanakan fungsi audit secara otentik (Lee dan Mary, 1995). Ada dua komponen dalam kompetensi yang dikemukakan oleh (De Angelo, 1981), yaitu pengetahuan dan pengalaman.
a. Pengetahuan
Seorang auditor dapat diukur pengetahuannya melalui tingkat pendidikan yang dicapai, semakin tinggi pendidikan semakin banyak pengetahuan yang akan didapatkan terkait bidang yang dilakoninya agar bisa memahami masalah lebih intensif serta mampu menyesuaikan diri dengan zaman yang makin canggih (Harhinto, 2004). Dalam melakukan tugas audit, seorang auditor membutuhkan pengetahuan tentang audit baik secara umum maupun khusus serta pengetahuan terkait bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Secara umum terdapat lima jenis pengetahuan yang wajib dimiliki auditor, yaitu(1) pengetahuan audit secara umum, (2) pengetahuan area fungsional, (3) isu-isu mengenai akuntansi, (4) pengetahuan industri khusus, dan (5) pengetahuan bisnis publik dan penyelesaian masalah.
9 b. Pengalaman
Pratiwi (2013) menyatakan pengalaman adalah sebuah proses penataran dan pengetahuan perkembangan potensi berperilaku melalui pendidikan formal maupun non formal atau suatu proses yang membawa pola tingkah laku seseorang menjadi lebih tinggi. Pengalaman auditor dapat diperoleh saat melakukan audit laporan keuangan dilihat dari lamanya waktu, pencarian bukti-bukti, banyak penugasan hingga berbagai macam perusahaan yang pernah menjadi klien.
Melalui pengalaman, dapat menjadi suatu proses pembelajaran dan evaluasi bagi auditor dalam perkembangan potensi dalam berperilaku yang lebih baik. Tubbs (1992) auditor yang berpengalaman memiliki kelebihan dalam tiga hal: (1) dapat menjumpai kesalahan, (2) dapat mengartikan kesalahan dengan tepat, (3) dapat mencaritahu pemicu kesalahan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kompetensi merupakan sebuah keahlian dalam diri individu yang didapatkan melalui pengetahuan dalam pendidikan baik secara umum maupun khusus dan pengalaman berupa pendidikan secara formal maupun non formal. seorang auditor yang berkompeten dapat menghasilkan kualitas audit yang baik.
Independensi
Mulyadi (2013:87) menyatakan independeni adalah karakter seseorang yang tidak terikat atau tak terekendalikan serta bebas dari pengaruh dan tidak tergantung oleh pihak manapun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sikap independen adalah sikap yang bebas dan tidak terikat pada pihak tertentu dan mampu mengambil keputusam yang tepat tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Sementara menurut SPAP (2011:150:1) standar umum kedua bahwa setiap hal yang berkaitan dengan perikatan, seorang auditor harus tetap mempertahankan independensinya. Elfarini (2007) mengukur Independensi melalui (1) tekanan dari klien, (2) lama hubungan dengan klien, (3) jasa non audit dan (4) Telaah dari rekan auditor.
10 a. Tekanan dari klien
Auditor pada saat melakukan tugasnya, seringkali menjalin konflik kepentingan dengan klien atau manajemen yang mempunyai kepentingan sendiri dalam perusahaan yang ingin kinerja perusahaan tampak berhasil yakni tercermin melalui tingkat pendapatan yang lebih tinggi dengan tujuan ingin memperoleh penghargaan. Cara mencapai tujuan tersebut, tidak jarang manajemen perusahaan membuat tekanan pada auditor dengan tujuan agar laporan keuangan auditan harus sesuai dengan keinginan klien (Media Akuntansi, 2002). Auditor akan mengalami dilema pada situasi seperti ini. Ketika auditor menuruti keinginan klien maka akan melanggar standar profesi. Sebaliknya jika auditor tidak mengikuti keinginan dari klien maka klien dapat dengan mudah untuk menghentikan pekerjaan audit atau mengganti KAP auditornya.
Goldman dan Barlev (1974) berpendapat bahwa upaya untuk membuat seorang auditor menjalankan perbuatan yang menyimpang dari standar profesi kemungkinan berhasil karena ketika muncul permasalahan ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Dalam hal kondisi keuangan klien yang kuat dapat membayar fee audit yang cukup besar dan juga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor, sehingga auditor juga berpikir bahwa ketika tidak mengikuti keinginan klien maka tidak akan mendapat upah yang besar.
b. Lama Hubungan dengan Klien
Jenjang waktu hubungan kerja auditor (audit tenure) dan klien telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 mengenai jasa akuntan publik yang bekerja dengan klien yang sama dibatasi periode kerja auditor maksimal 3 tahun, sedangkan untuk KAP maksimal 5 tahun. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempertimbangkan agar hubungan auditor dengan klien tidak begitu dekat supaya tidak menimbulkan hal yang tak diinginkan (Elfarini, 2007).
Deis dan Giroux (1992) menemukan bahwa ketika masa kerja semakin lama, maka kualitas audit akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien dapat menyebabkan potensi tidak dilakukannya audit dengan prosedur secara tegas dan selalu bergantung pada pernyataan klien.
11 c. Jasa Non Audit
Setiap jasa yang disajikan oleh KAP tidak sebatas jasa atestasi saja tetapi juga konsultan manajemen, perpajakan serta jasa penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti, 2003:29). Jasa yang diberikan selain jasa audit artinya auditor telah masuk dalam aktivitas klien. Ketika sedang menguji laporan keuangan klien ditemukan pelanggaran terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut.
Seorang auditor pasti tidak menghendaki reputasinya buruk karena diduga telah memberikan opsi yang tidak baik bagi kliennya. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas dari hasil audit (Elfarini, 2007).
d. Telaah dari Rekan Auditor (Peer review)
Tujuan dari peer review yakni ingin melihat sejauh mana KAP tersebut sudah menjalankan prosedur yang layak atas 5 komponen pengendalian mutu dengan baik dalam praktiknya. Peer review selaku sistem monitoring/pemantauan disediakan oleh auditor dapat menambah kualitas jasa akuntan dan audit.
Manfaatnya yaitu dapat memberikan pengalaman baik, mengurangi resiko litigation/pendakwaan, mempertinggi moral auditor, memberikan keunggulan kompetitif serta kian memastikan klien atas jasa yang akan disajikan (Elfarini, 2007). Di Indonesia yang melakukan peer review ialah Departemen Keuangan yang menyediakan ijin praktek dan Badan Review Mutu dari profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Dengan demikian, independensi merupakan sikap individu yang bebas atau tidak terikat dan tidak terpengaruh oleh pihak tertentu maupun kondisi apapun dalam menentukan sebuah keputusan.
Nalar Konsep dan Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Integritas Auditor Terhadap Kualitas Audit
Auditor yang berintegrtitas dapat dilihat dari sikapnya yang jujur serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, semakin tinggi integritas seorang auditor maka kualitas audit yang dihasilkan juga semakin baik, karena integritas merupakan sikap seseorang yang menunjukkan bahwa dalam melaksanakan suatu
12
pekerjaan harus jujur dan dapat bertanggung jawab. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Badjuri (2011) yang menyatakan dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, integritas yang setinggi mungkin harus dipenuhi dalam tanggung jawab profesinya sebagai auditor. Salah satu faktor yang berdampak pada kualitas audit adalah auditor yang berpegang teguh terhadap kode etik, yang terefleksikan oleh sikap integrits, independensi, objektivitas dan lain sebagainya (Halim, 2008).
Sesuai dengan teori proses motivasi pada bagian teori harapan yaitu perilaku manusia didasarkan pada adanya motivasi dalam bertindak untuk mencapai sebuah hasil yang diinginkan. Dalam hal ini, seorang auditor harus bersikap integritas saat melaksanakan fungsi audit, dengan dukungan atau motivasi yang baik dari dalam diri dan usaha yang benar dan jujur maka akan membuat auditor menjadi berintgeritas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa integritas merupakan elemen karakter yang membuat timbulnya pengakuan secara profesional. Integritas juga mewajibkan seorang auditor untuk dapat bersikap jujur dan dapat mengatakan hal yang sebenarnya tanpa harus mengorbankan rahasia klien. Nihestita et al., (2018) menyatakan bahwa integritas diproyeksikan dalam tiga bagian yakni kejujuran, keberanian dan tanggung jawab. Mulyadi (2013) kesalahan yang tidak disengaja dan pebedaan pendapat yang jujur bisa diterima, tetapi tidak dalam hal kecurangan atau menghilangkan prinsip. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1: Integritas auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
Pengaruh Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Seorang auditor yang berkompeten dapat menghasilkan kualitas audit yang baik dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Dengan kompetensi yang dimiliki, maka auditor mampu menemukan bukti-bukti yang memadai sehingga hasil audit terhindar dari bias. Dalam penelitian ini, kompetensi dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman karena dengan pengetahuan yang dimiliki seorang auditor dapat menjadi berkompeten dalam mencari bukti yang
13
memadai. Pengetahuan yang diperoleh baik secara formal maupun non formal dapat berpengaruh pada kemampuan seorang auditor dalam menemukan bukti, serta tidak mudah percaya atas pernyataan klien tetapi dapat mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya. Begitupun dengan pengalaman yang dimiliki dapat membuat auditor menjadi lebih berkompeten dalam melaksanakan fungsi audit karena telah banyak mengaudit berbagai macam perusahaan dengan berbagai macam sikap klien.
Sesuai dengan teori proses motivasi bahwa teori ini bersifat kognitif dimana salah satu motivasi dalam diri seseorang yakni harus bisa menjadi orang yang berkompeten sehingga dapat menghasilkan suatu kinerja yang baik dan tentu dengan hasil yang baik pula. Kognitif yang merupakan sebuah pengetahuan, pemahaman, penerapan, evaluasi, analisa dan sintesa merupakan hal yang dapat membuat perubahan pada perilaku manusia dalam hal motivasi pada diri sendiri.
Auditor yang mempunyai pengetahun atau berkompeten dalam bidangnya tentu akan memiliki nilai tambah sehingga dapat menganalisa sebuah kesalahan dengan tepat. Oleh sebab itu, penting sekali bagi para auditor untuk menjadi auditor yang berkompeten.
Dalam Auditing Standart Boards (2011) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan kualitas audit yang baik, maka auditor bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan audit demi mendapatkan kepastian bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan material yang disebabkan oleh kecurangan maupun kekeliruan. Artinya auditor harus berkompeten dalam mencari dan menemukan bukti-bukti yang memadai. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki akan membuat seorang auditor makin berkompeten dalam melaksanakan tugas audit dengan kualitas audit yang baik pula. Hal ini didukung juga dengan pendapat bahwa Seorang auditor yang berkompeten harus memiliki pengetahun dan pengalaman (De Angelo, 1981). Kualitas audit adalah suatu probabilitas auditor saat melaksanakan audit laporan keuangan klien mendapatkan pelanggaran yang terjadi dalam dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan auditan serta berpedoman pada auditing standart dan kode etik akuntansi yang relevan (Halim, 2005). Penelitian yang dilakukan Tjun et al., (2012) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh pada kualitas audit. Kompetensi merupakan salah
14
satu hal yang harus dipenuhi untuk menjadikan kualitas audit yang baik. Dari uraian tersebut, maka hipotesisnya sebagai berikut:
H2 : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Independensi dalam diri seorang auditor merupakan hal yang sangat penting, mengingat pekerjaan sebagai auditor merupakan hal yang tidak mudah. Seorang auditor harus mampu memberikan opini yang sesuai dengan apa yang terjadi tanpa harus terpengaruh dengan pihak lain dan kondisi apapun. Semakin tinggi sikap independen seorang auditor, maka semakin baik pula kualitas audit yang dihasilkan, artinya keputusan atau opini yang dihasilkan benar-benar real dan tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Sebaliknya, auditor yang tidak independen dalam menentukan opini audit, maka kualitas dari audit yang dihasilkan tidak baik karena tidak sesuai dengan apa yang telah ditemukan, dimana terdapat unsur kepentingan pribadi bukan kepentingan umum. Hal ini didukung juga dalam standar auditing seksi 220.1 (SPAP, 2011) yang menyebutkan bahwa independen untuk seorang akuntan publik berarti tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaanya demi kepentingan umum. Independensi adalah perilaku mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan dan tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi, 2013:87).
Sesuai dengan teori proses motivasi pada bagian teori penentuan-tujuan dimana auditor bekerja untuk tujuan yang mulia dimana menyajikan sebuah laporan audit yang tentunnya akan berdampak pada pengambilan keputusan bagi para pemangku kepentingan dan untuk menilai kinerja perusahaan. Dalam menentukan opini, auditor harus independen artinya tidak mudah terpengaruh dengan pihak manapun. Motivasi yang baik dalam diri auditor akan menuntunnya untuk membuat sebuah opini audit yang sesuai dengan hal yang sebenarnya. Oleh sebab itu, penting untuk auditor harus mempunyai sikap independen dalam melaksanakan fungsi audit, agar saat mengambil keputusan tidak dipengaruhi atau tidak mendapat tekanan dari pihak manapun.
15
Penelitian oleh Ningsih dan Yaniartha (2013) menyatakan bahwa kompetensi dan independensi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sikap independen adalah sikap yang tidak memihak dan mampu mengambil keputusan tanpa harus terpengaruh terhadap orang lain. Seorang auditor yang memiliki sifat independen, tidak akan terpengaruh dengan apapun yang akan membuat auditor ragu-ragu dalam mengambil keputusan saat melakukan audit terhadap klien. Auditor juga tidak mudah terpengaruh dengan apapun yang diberikan oleh klien dengan maksud dan tujuan tertentu atau kepentingan auditor sendiri. Auditor harus mengambil keputusan atas dasar kepentingan bersama, dan berani mengungkapkan kesalahan yang telah ditemukan saat proses audit. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:
H3 : Independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
Bagan 1. Model Penelitian
Metoda Penelitian Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan menggunakan pengukuran kuantitatif yaitu metode mengolah atau menganalisa data dalam
16
model angka atau bilangan dengan menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika (Heliyanto, 2016). Data yang digunakan berupa kuesioner yang dibagikan kepada auditor yang mengikuti Pelatihan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Yogyakarta pada tanggal 12-13 Maret 2019.
Populasi dan Sampel
Populasi ialah area generilisasi yang tersusun atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan spesifikasi khusus yang ditetapkan dan dipelajari oleh peneliti lalu kemudian dibuat kesimpulan (Sugiyono, 2004). Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh auditor yang mengikuti kegiatan Pelatihan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Yogyakarta pada tanggal 12-13 Maret 2019.
Teknik pengambilan sampel menggunakan convenience sampling, yaitu proses mengambil sampel dengan cara yang mudah, memilah sampel dari jumlah populasi yang datanya mudah didapat oleh peneliti.
Variabel Penelitian Kualitas Audit
Kualitas audit merupakan segala kemungkinan ditemukannya pelanggaran oleh auditor saat mengaudit laporan keuangan klien dan melaporkannya dalam laporan keuangan audit agar tidak menjadi bias (Angelo, 1981).
Integritas
Integritas yaitu bisa memaklumi kesalahan tanpa disengaja dan berbeda pendapat tapi jujur, namun tidak bisa memaklumi hal yang curang dan mengabaikan prinsip (Mulyadi, 2002).
Kompetensi
Arens et al., (2008:5) menyatakan bahwa auditor harus mempunyai kualifikasi tentang pemahaman mengenai kriteria dan berkompeten dalam menganalisis jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan untuk memberikan kesimpulan yang tepat setelah bukti diperiksa. Ada dua komponen dalam
17
kompetensi yang dikemukakan oleh De Angelo (1981), yaitu pengetahuan dan pengalaman.
Independensi
Mulyadi (2013:87) menyatakan bahwa independen ialah perilaku yang tak terikat atau tidak terkendalikan serta bebas dari pengaruh dan tidak tergantung oleh pihak. Hal tersebut juga didukung oleh SPAP (2011:150:1) standar umum kedua bahwa setiap hal yang berhubungan dengan perikatan, seorang auditor harus tetap mempertahankan independensinya.
Operasionalisasi Variabel
Dalam operasional variabel memuat tentang variabel penelitian yang telah di uraikan di atas beserta definisi dan indikator yang terkait dari penelitian yang dilakukan dilandaskan dengan penelitian sebelumnya, yang dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1a. Variabel, Definisi dan Indikator
Variabel Defenisi Indikator
Integritas
Integritas ialah perilaku dimana seorang auditor harus bertindak jujur dan transparan, berani, bijaksana
dan bertanggung jawab dalam melakukan fungsi
audit.
a. Seorang auditor harus bertindak jujur
b. Berani c. Bijaksana
d. Bertanggung jawab (Sumber: Nihestita et al., 2018)
Kompetensi
Kompetensi ialah suatu kelebihan yang cukup dan
akurat dapat digunakan untuk melakukan audit
secara objektif.
a. pengetahuan umum audit b. pengetahuan fungsional area c. isu-isu terkait akuntansi d. pengetahuan khusus mengeni
industri
e. pengetahuan umum bisnis dan pemecahan masalah f. Dapat mendeteksi kesalahan
18
Tabel 1b. Variabel, Definisi dan Indikator
Variabel Defenisi Indikator
g. Dapat memahami masalah dengan baik dan
dapat mencaritahu pemicu masalah
h. Mempunyai pengalaman dalam mengaudit laporan keuangan klien.
(Sumber: De Angelo, 1981)
Independensi
Independensi merupakan suatu sikap yang tidak
terikat atau tidak terkendalikan dan bebas dari
pengaruh dan tidak tergantung oleh pihak
apapun.
a. Fee audit yang diberikan b. Pemberian fasilitas oleh klien c. Lama melakukan audit pada
klien
d. Jasa yang diberikan berbeda kepada klien yang sama (Sumber: Elfarini, 2007)
Kualitas Audit
Kualitas audit ialah segala kemungkinan ditemukannya
pelanggaran oleh auditor ketika melakukan audit atas laporan keuangan klien dan melaporkannya agar laporan
audit tidak menjadi bias serta dapat dipahami.
a. Dapat melaporkan
pelanggaran klien
b. Berpedoman pada standar audit yang berlaku
c. Komitmen dalam
menyelesaikan tugas audit d. Hati-hati dalam mengambil
keputusan
e. Hasil audit dapat dipahami f. Adanya bukti yang memadai (Sumber: De Angelo, 1981)
Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini ialah skala likert, yaitu skala yang dipakai ketika mengukur pendapat, perilaku dan pemahaman seorang atau kelompok terkait sebuah fenomena yang diteliti (Djaali 2008:28). Metode skala likert berupa pertanyaan atau pernyataan yang akan diberikan kepada responden yang terdiri atas 5 poin, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
19 Metode Pengujian Data
Data kuesioner yang telah diisi oleh para responden harus diuji kembali kebenaran dan kepercayaannya, sebab data itu merupakan persepsi responden yang kemungkinan bisa terjadi bias.
Uji Validitas
Uji validitas memaparkan bagaimana peneliti benar-benar mampu mengukur apa yang hendak diukur, berdasarkan teori-teori dan ahli (Sekaran, 2003). Artinya, jika validitas suatu test makin tinggi maka alat test tersebut semakin tepat pada sasarannya. Kriteria yang dipakai dalam menentukan valid tidaknya alat test adalah dengan membandingkan R tabel dengan R hitung, dimana R hitung > R tabel. Kemudian mengkorelasikan antar skor yang diperoleh dari tiap item pernyataan dengan total skor individu yang nilainya harus diatas 0,5 (Ghozali 2009:49).
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji reliabilitas kuesioner dengan menggunakan rumus koefisien Cronbach Alpha. Menurut Nunnally (1969) suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,6.
Uji Asumsi Klasik
Rosadi (2012) menyatakan, untuk mengestimasi apakah data yang diestimasi dengan model regresi tersebut hasilnya dapat digunakan sebagai model, berikut langkah awal yang digunakan dalam uji asumsi klasik adalah sebagai berikut; pertama, uji multikolinearitas. Model regresi memiliki asumsi bahwa tidak terdapat hubungan dependensi linear antara variabel independen. Problem multikolinearitas akan terjadi jika adanya hubungan dependensi linear yang kuat di antara variabel independen. Dalam uji multikolinearitas dapat dilihat pada nilai tolerance dan nilai variance inflationfactor (VIF) dimana jika nilai tolerance>
0,10 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai tolerance <
0,10 maka terjadi gejala multikolinearitas. Berdasarkan nilai VIF jika nilai VIF <
20
10,0 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai VIF > 10,0 maka terjadi gejala multikolinearitas dalam regresi (SPSS Indonesia).
Kedua, uji heteroskedastisitas error digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan variansi dari error yang bersifat konstan/tetap (homokedastik) atau berubah-ubah (heteroskedastik). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.Untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan uji glejser dengan melihat nilai signifikansi Jika nilai sig > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sebaliknya, jika nilai sig < 0,05 maka terjadi gejala heteroskedastisitas. Yang kedua bisa dilakukan uji scatterplots yaitu melihat apakah terdapat pola non- random dari plot residual atau residual kuadratis terhadap suatu variabel independen X atau terhadap nilai Y (dengan model yang telah diestimasi).
Ketiga, uji normalitas dari error. Uji normalitas merupakan salah satu asumsi lain yang penting untuk inferensi statistika dalam analisis regresi. Untuk melihat data telah berdistribusi normal yaitu jika nilai sig > 0,05 sebaliknya jika nilai sig < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Alat Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan model regresi berganda, yaitu memiliki satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen (Sujarweni, 2008).
Persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... + e Keterangan:
Y = Kualitas Audit a = Parameter Konstanta b1b2b3 = Koefisien regresi X1 = Integritas
X2 = Kompetensi X3 = Independensi e = error
21 Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Responden
Pada bagian ini, menjelaskan tentang karakteristik responden yang turut mengambil bagian dalam penelitian. Responden dalam penelitian ini ialah para Auditor yang mengikuti Pelatihan Profesional Berkelanjutan (PPL) di Yogyakarta pada tanggal 12-13 Maret 2019 sebanyak 35 orang dan semuanya menjadi sampel dalam penelitian. Kuesioner yang dibagikan berjumlah 35 buah dan yang kembali hanya 31 kuesioner. Sehingga responden dalam penelitian ini berjumlah 31 orang Auditor.
Tabel 2. Karakteristik Responden
Sumber: Data Primer, 2019
Pada tabel di atas merupakan rangkuman mengenai karakterisitik responden dalam bagian ini. Karakteristik responden yang pertama adalah jenis kelamin, dimana responden yang turut ambil bagian dalam penelitian ini didominasi oleh wanita. Yang kedua adalah usia responden yang lebih banyak
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Jenis
kelamin
Laki-laki 15 48,4%
Perempuan 16 51,6%
Total 31 100%
Umur 20-30 tahun 16 51,6%
31-40 tahun 9 29,0%
>40 tahun 6 19,4%
Total 31 100%
Pendidikan terakhir
D3 2 6,5%
S1 26 83,8%
S2 3 9,7%
Total 31 100%
Jabatan Junior Auditor 9 29,0%
Senior Auditor 11 35,5%
Partner 2 6,5%
Staf Auditor 8 25,8%
Manager 1 3,2%
Total 31 100%
Lama bekerja
<1 tahun 2 6,5%
1-5 tahun 20 64,5%
>5 tahun 9 29,0%
Total 31 100%
22
didominasi oleh kaum muda yang dimulai dari usia 20-30 dengan presentase 51,6%.
Pendidikan terakhir dari responden dalam penelitian ini yakni sebagian besar adalah lulusan Sarjana (S1) sebanyak 83,8%. Kebanyakan responden juga didominasi oleh yang mempunyai jabatan sebagai senior auditor sebanyak 35,5%
serta lama bekerja paling banyak adalah 1-5 tahun yaitu sebanyak 64,5%.
Tabel 3. Deskriptif Statistik
Variabel N Min Max Mean Std.
Deviation Kualitas Audit 31 30 45 38,45 3,846
Integritas 31 39 55 46,71 4,252 Kompetensi 31 29 40 34,61 3,528 Independensi 31 24 35 29,10 3,113
Sumber: Data Primer, 2019
Tabel di atas merupakan data statistic descriptive dari variable-variabel yang diteliti. Nilai mean pada variabel kualitas audit dengan jumlah data (N) sebanyak 31 sebesar 38,45 dengan nilai minimal sebesar 30 dan nilai maksimal sebesar 45. Pada variabel integritas mempunyai nilai mean sebesar 46,71 dengan nilai minimal sebesar 39 dan maksimal sebesar 55. Kemudian pada variabel kompetensi mempunyai nilai mean sebesar 34,61 dengan minimal 29 dan maksimul 40. Serta variabel independensi yang mempunyai nilai mean sebesar 29,10 dengan minimal nilai 24 dan maksimal 35.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas menunjukkan bahwa setiap item kuesioner telah valid artinya, kuesioner yang digunakan benar-benar dapat mengukur apa yang hendak di ukur (Ghozali 2009). Dalam uji validitas ini dapat dibandingkan nilai R hitung dan R tabel. Dimana nilai R hitung > R tabel. Setelah di uji menggunakan software SPSS 22.0 for windows maka hasil yang diperoleh ialah semua item pernyataan dari ke- empat variable adalah valid. Hasil pengujian data dapat dilihat pada lampiran 2.
23
Uji reliabilitas merupakan pengujian untuk mengukur suatu reliabilitas setiap variabel dengan menggunakan nilai Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel ketika nilai dari Cronbach Alpha > 0,6. Setelah di uji dengan menggunakan alat bantu yang sama yaitu itu software SPSS 22.0 for windows, maka hasilnya adalah semua variabel telah reliabel. Dapat dilihat pada lampiran 3.
Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas yang digunakan ialah Kolmogorov-smirnov. Hasil dari uji normalitas data menyatakan bahwa data penelitian ini berdistribusi normal, karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0,149 yang tentunya lebih besar dari 0,05 yang dapat dilihat di lampiran 4. Selanjutnya hasil uji heteroskedastisitas untuk penelitian ini berdasarkan output yang telah diolah pada software SPSS 22.0 for windows menunjukan bahwa nilai sig pada setiap variabel yaitu variabel integritas adalah 0,067, variabel kompetensi adalah 0,714 dan variabel independensi adalah 0,498. Karena nilai signifikansi ketiga variabel lebih besar dari 0,05 maka kesimpulannya tidak terjadi gejala heteroskedastisitas atau asumsi homokedastisitas terpenuhi. Hasil dari output dapat dilihat pada lampiran 5.
Uji multikolinearitas digunakan untuk memastikan apakah di dalam sebuah model regresi terdapat interkorelasi atau kolinearitas antar variabel bebas.
Dasar pengambilan keputusan yang ada dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dengan hasil nilai VIF pada variabel integritas sebesar 1,748, variabel kompetensi sebesar 2,377 dan pada variabel independensi sebesar 2,669 yang mana hasil tersebut lebih kecil dari 10,00. Hasil output dari uji ini juga dapat dilihat pada lampiran 6.
Uji Hipotesis
Analisis regresi liniear berganda yang digunakan dalam penelitian ini dapat menunjukkan adanya pengaruh integritas, kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit. Tabel dibawah merupakan hasil pengolahan data menggunakan software SPSS 22.0 for windows.
24
Tabel 4. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Variabel B Std. Error Sig.
Konstanta 2,907 5,046 0,569
Integritas 0,326 0,133 0,021
Kompetensi 0,129 0,186 0,494
Independensi 0,544 0,224 0,022
Sumber: Data Primer, 2019
Hasil uji untuk koefisien determinasi (R square) sebesar 0, 668 yang merupakan pengkuadratan dari koefisien korelasi (R) sebesar 0,817 x 0,817 = 0,668. Besarnnya angka R2 sama dengan 66,8% yang artinya bahwa integritas, kompetensi dan independensi mampu menerangkan variasi variabel kualitas audit dalam model regresi. Sedangkan sisanya sebesar 33,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil dapat dilihat pada lampiran 7.
Hasil pengujian dari uji F menunjukan hasil dari analisis regresi dengan membandingkan nilai F hitung > F tabel dan nilai signifikansinya harus < 0,05.
Diperoleh nilai F hitung sebesar 18,127, F tabel adalah (k; n-k) = 3; 31-3= 28 = 2,92 . Karena 18,127 > 2,92 dan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel integritas, kompetensi dan independensi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit. Hasil dapat dilihat pada lampiran 8.
Dasar pengambilan keputusan dalam uji t yaitu membandingkan antara t tabel dengan t hitung atau t hitung > t tabel. Rumus t tabel = (a/2 ; n-k-1), t tabel=
(0,05/2 ; 31-3-1), t tabel = 0,025 ; 27 atau t tabel = 2,052. Dari nilai yang dihasilkan dalam tabel uji t dapat dilihat bahwa hasil uji variabel integritas adalah 2,460 > 2,052.Variabel kompetensi adalah 0,694 < 2,052. Kemudian variabel independensi adalah 2,433 > 2,052. Hasil uji t dapat dilihat pada lampiran 9.
Pengaruh Integritas terhadap Kualitas Audit
Nilai koefisien yang dihasilkan dalam penelitian ini pada variabel integritas sebesar 0,326 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,021 lebih kecil dari α = 0,05%. (Lihat pada tabel.4). Hal ini berarti secara parsial integritas
25
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Integritas dari para responden yang mengikuti PPL di Yogyakarta termasuk dalam kategori yang baik.
Variabel integritas ternyata mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas audit, hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi integritas seorang auditor, maka hasil auditnya juga semakin baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Halim (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berdampak pada kualitas audit adalah auditor yang berpegang teguh terhadap kode etik, yang terefleksikan oleh sikap integrits, independensi, objektivitas dan lain sebagainya. Hal yang di ukur dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat kejujuran, keberanian, kebijaksanaan serta bertanggung jawab.
Auditor adalah sebuah profesi yang mengutamakan standar berupa integritas. Rata-rata jawaban dari para responden mengenai integritas adalah baik, yang mana mereka selalu sepakat bahwa auditor harus bertindak jujur dalam melaksanakan audit pada klien, selain jujur para auditor juga harus mempunyai keberanian dalam melaporkan hasil audit sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi serta harus bertanggung jawab atas hasil audit yang telah dilakukan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nihestita et al., (2018) bahwa integritas diproyeksikan dalam tiga bagian yakni kejujuran, keberanian dan tanggung jawab.
Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit
Hasil uji pengaruh dari variabel kompetensi yaitu sebesar 0,129 dengan tingkat signifikan sebesar 0,494 yang lebih besar dari α = 0,05% (Lihat pada tabel.4). Hal tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.
Penelitian yang dilakukan Tjun et al., (2012) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh pada kualitas audit. Kompetensi dalam penelitian ini menggunakan indikator tentang pengetahuan serta pengalaman auditor.
Pengetahuan dan pengalaman auditor memiliki pengaruh positif terhadap kualitas
26
audit (Parasayu & Rohman, 2014). Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa pengetahuan merupakan hal yang penting dari pendidikan yang akan berpengaruh pada kualitas audit, sehingga semakin tinggi pengetahuan seorang auditor maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan. Hal ini didukung juga dengan pendapat bahwa Seorang auditor yang berkompeten harus memiliki pengetahun dan pengalaman (Angelo, 1981). Namun, hal tersebut justru berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Candra & Budiartha, 2011) yang mengatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan dan pengalaman tidak menjamin akan menghasilkan kualitas audit yang baik sehingga dapat dikatakan bahwa kompetensi bukanlah hal yang dominan dalam mendapatkan kualitas audit yang baik, melainkan ada faktor lain yang lebih dominan.
Dalam penelitian ini mengatakan bahwa kompetensi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini di duga bahwa para responden yang kebanyakan merupakan auditor junior dan staf auditor (magang) dari berbagai jenjang yakni staf auditor, junior, senior, partner serta manager sehingga belum mempunyai banyak pengalaman dalam melaksanakan audit dan masih harus banyak belajar. Auditor junior dan magang biasanya masih memerlukan pengawasan dari senior atau managernya, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam proses audit. Para auditor junior biasanya baru menempuh pendidikan terakhirnya adalah Strata-1 dan belum semua telah mengikuti ujian kompetensi dibidang audit seperti, CPA, CA dll. Dalam menempuh pendidikan pada bangku kuliah, materi auditing yang diperoleh kebanyakan berupa teori dan sedikit praktek sehingga ketika dalam praktek masih harus diajarkan dan diarahkan ketika mengalami kesulitan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharany et al., (2016) bahwa kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, tetapi mempunyai pengaruh yang positif, artinya semakin tinggi kompetensi seorang auditor, maka akan menghasilkan kualitas audit yang baik.
Dari hasil indentifikasi responden, maka staf auditor dan auditor junior rata-rata bekerja kurang dari 5 tahun bahkan ada yang baru 1 tahun bekerja, sehingga kemampuan dalam menganalisa maupun mengidentifikasi masih kurang memadai. Hal ini menunjukan bahwa dalam penelitian ini, kompetensi tidak
27
berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Para responden dalam penelitian ini yang kebanyakan adalah auditor junior dan magang masih memiliki kompetensi dalam hal pengalaman yang masih kurang.
Kompetensi tanpa diimbangi dengan perilaku independen dan integritas maka kualitas audit tidak akan baik, karena ketika auditor telah berhasil dalam menemukan bukt tetapi tidak independen dalam memberikan opini maka hasil akan menjadi bias, sehingga ketika semua variabel tersebut dimiliki oleh seorang auditor, maka akan menghasilkan kualitas audit yang baik.
Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit
Hasil pengujian pada variabel independensi yaitu nilai koefisien sebesar 0,544 dengan tingkat signifikan sebesar 0,022 yang lebih kecil dari α = 0,05%
(Lihat pada tabel.4). Angka tersebut menunjukkan bahwa independensi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
Dalam penelitian ini, hal yang dipakai dalam menentukan independensi auditor yaitu, fee audit, pemberian fasilitas oleh klien, lama bekerja hingga pemberian jasa yang berbeda oleh klien kepada auditor. Seorang auditor harusnya melaksanakan fungsi auditnya secara independen artinya tidak terpengaruh oleh pihak lain dalam mengambil keputusan. Rata- rata jawaban dari para responden menunjukkan bahwa para auditor tersebut memiliki independensi yang baik dilihat dari jawaban mereka yang selalu memilih opsi “sangat setuju” dari pernyataan yang ada pada kuesioner yang sesuai dengan indikator yang telah ditentukan untuk mengukur tingkat independensi para auditor. Para responden juga merupakan auditor eksternal pada setiap KAP dan partner, sehingga diduga tidak mempunyai ikatan secara pribadi terhadap objek audit atau klien.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ningsih & Yaniartha, 2013) yang menyatakan bahwa independensi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Oleh karena itu, semakin tinggi independensi auditor maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan.
Para responden yang mengikuti PPL di Yogyakarta mempunyai independensi dalam kategori baik.
28 Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil yang telah diuraikan, maka kesimpulan dari penelitian ini yaitu, integritas memiliki pengaruh yang positif dan juga signifikan terhadap kualitas audit yang artinya bahwa semakin tinggi integritas seorang auditor maka kualitas audit yang dihasilkan semakin baik. Variabel kedua adalah kompetensi mempunyai pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kualiats audit artinya bahwa semakin tinggi kompetensi akan membuat kualitas audit semakin baik tetapi hal itu ternyata tidak begitu signifikan atau tidak menjadi hal yang dominan dalam penelitian ini karena dilihat dari fenomena yang ada bahwa para responden rata-rata adalah auditor junior dan magang sehingga belum mempunyai banyak pengalaman. Variabel ketiga adalah independensi setelah diuji hasilnya yaitu mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas audit artinya bahwa semakin tinggi independensi auditor maka hasil audit akan baik karena pengambilan keputusan oleh auditor tidak dipengaruhi oleh pihak lain yang mempunyai kepentingan masing-masing.
Penelitian ini juga telah menjawab rumusan masalah dan persoalan penelitian mengenai auditor yang bekerja untuk mendapat penghargaan dari klien.
Namun, di sisi lain auditor dituntut untuk bersikap independen, integritas dan juga berkompeten dalam bekerja dan memberikan hasil yang sewajarnya, serta dapat menilai seberapa kuat pengaruh dari variabel-variabel tersebut pada kualitas audit.
Keterbatasan
Seperti halnya penelitian yang lain, penelitian ini juga mempunyai keterbatasan. Beberapa hal yang menjadi keterbatasan adalah jumlah sampel responden yang tidak banyak sehingga kemampuan untuk mengenerealisasikan fenomena terbatas dalam memberikan judgement pada responden secara keseluruhan dalam menilai sikap individu terhadap kualitas audit yang dihasilkan.
Kuesioner yang tidak kembali setelah dibagikan kepada responden karena beberapa auditor sedang fokus dengan pelatihan sehingga tidak sempat untuk mengisi kuesioner.
29 Saran
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan jumlah responden yang lebih banyak agar penelitian menjadi lebih representatif pada fenomena yang terjadi. Ketika dilihat bahwa integritas dan independensi dapat mempengaruhi seorang auditor dalam menghasilkan kualitas audit, maka auditor diharapkan mempunyai integritas dan independensi yang tinggi agar dapat mendukung kinerja dalam menghasilkan kualitas audit yang baik. Terutama dalam hal kejujuran, berani, tanggung jawab serta tidak terpengaruh oleh pihak lain dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi para auditor sehingga dalam melaksanakan fungsi audit selalu mengutamakan hal-hal baik yang mempengerahui kualitas audit yang dihasilkan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Akuntansi, Media. (2002). Penegakan Etika Profesi Upaya Menciptakan Akuntan yang Profesional. Media Akuntansi.
Alim, M. N., Hapsari, T., & Purwanti, L. (2007). Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi . Simposium Nasional Akuntansi X.
Angelo, L. D. (1981). Auditor Independence "Low Balling" and Disclosure Regulation. Journal of Accounting and Economics , 113-127.
Ardikawan, D. (2012). Pengaruh Independensi, Pengetahuan, Pengalaman, Audit Tenure, dan Peer. Universitas Bina Nusantara.
Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (n.d.). Auditing & Jasa Assurance (15 ed.). Penerbit Erlangga.
Arens, A. R., & Elder, M. B. (2014). Auditing and Assurance, Pendekatan Terintegritas. Jakarta: Salemba Empat.
Arens, e. a. (2008). Auditing and Assurances Service - An Integrated Approach.
Prentice Hall.
Badjuri, A. (2011, November). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit Auditor Independen pada Kantor Akuntan Publik Jawa Tengah. Dinamika Keuangan dan Perbankan, 183-197.
Candra, D. A., & Budiartha, I. K. (2011). Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor pada Kualitas Audit dimoderenisasi oleh Tekanan klien . Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Christiawan, Y. J. (2002, November). Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 4.
Deis, D. R., & Gary, G. A. (1992). Determinants of Audit Quality in the Public Sector. The Accounting Review, 462-479.
DetikNews. (2017). KPK Panggil Auditor BPK Saksi Kasus Suap Opini WTP.
Jakarta: DetikNews.
Djaali. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Elfarini, E. C. (2007). Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap kualitas Audit. Universitas Negeri Semarang.
Ghozali, I. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, I. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: UNDIP.
31
Goldman, A., & Barlev. (1974). The Auditor-Firm Conflict of Interest: Its Implicationsfor Independence. The Accounting Review (October ), 707- 718.
Halim, A. (2008). Auditing (dasar-dasar Audit Laporan Keuangan). STiM: UUP.
Harhinto, T. (2004). Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Studi Empiris. Universitas Diponegoro, Semarang.
IAPI. (2014). Standar Profesional Akuntansi Publik (SPAP).
Institut Akuntan Publik Indonesia. (2011). Standar Profesional Akuntan Publik.
Jakarta: Salemba Empat.
Kompas.com. (2017). Kasus Suap Auditor BPK, KPK Periksa Pegawai PT Jasa Marga. Jakarta: Kompas.com.
Kreitner, R., & Kinicki, A. (2014). Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) (9 ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Kusharyanti. (2003). Temuan Penelitian Mengenai Kualitas Audit dan
Kemungkinan Topik Penelitian di Masa Datang. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 29.
Lee, T., & Mary, S. (1995, December). Competence and Independence: The Congenial Twins Of Auditing? Journal Of Business Finance and Accounting.
Maharany, Astuti, Y. W., & Juliardi, D. (2016). Pengaruh Kompetensi,
Independensi dan Etika Profesional Auditor terhadap Kualitas Audir (studi empiris pada KAP Malang). Jurnal Akuntansi Aktual, 236-242.
Mayangsari, S. (2003, Januari). Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Pendapat Audit: Sebuah Kuasieksperimen. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 6.
Media Akuntansi. (2002). Penegakan Etika Profesi Upaya Menciptakan Akuntan yang Profesional. Media Akuntansi.
Mulyadi. (2002). Auditing. Edisi ke 6. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi. (2013). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Nihestita, Roshini, I., Hakim, D. R., & Kurniawati, D. (2018). Pengaruh Integritas dan Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Kualitas Audit ( studi kasus pada KAP Jakarta Selatan). National Conference of Creative Industry, 923.
Ningsih, A. P., & Yaniartha S, D. P. (2013). Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
32
Nunnally, J. C. (1969). Pschycometric Theory 2nd Edition. New York: Mc-Graw Hill-Book.
Nurhasanah, D., Hasan, A., & Savitri, E. (2018, April). Pengaruh Time Budget Pressure, Kompetensi, Independesni dan Integritas terhadap Kualitas Audit dengan Kecerdasan Emosional sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Kota Pekanbaru dan Padang). Jurnal Akuntansi, 6.
Parasayu, A., & Rohman, A. (2014). Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kulaitas Hasil Audit Internal (studi persepsi aparat intern Pemerintah Kota Surakarta dan Kabupaten boyolali).
Pratiwi, K. A., & Astika, D. P. (2013). Pengaruh Inependensi dan Kompetensi Auditor pada Kualitas Audit dengan Due Proffesional Care sebagai Variabel Intervening di Kantor Akuntan Publik (KAP) se-Provinsi Bali. E- Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 2.
Pusdiklatwas BPKP. (2005). Kode Etik dan Standar Audit. In Edisi Keempat BPKP RI. Jakarta.
Rosadi. (2012). Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan dengan EViews.
Yogyakarta: Andi.
Sekaran, U. (2003). Research Method for Business 4th edition. New York: John Willey.
Sugiyono. (2004). Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sujarweni, W. (2008). Belajar Mudah SPSS Untuk Penelitian. Yogyakarta:
Global Media Informasi.
Sukriah, I., Akram, & Biana, A. (2009). Pengaruh Pengalaman Kerja,
Independensi, Obyektifitas, Integritas, dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Simposium Nasional Akuntansi XII.
Sukrisno, A. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntansi) oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: Fakultas Ekonomika Universitas Indonesia.
Sunarto. (2003). Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: BPFE-UST.
Supomo, B., & Indriantoro, N. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua. Yogyakarta: BFEE UGM.
Tempo.co. (2017). Mitra Ernst & Young Indonesia Didenda Rp 13 Miliar di AS.
Washington: Tempo.co.
Tjun, L. T., Marpaung, E. I., & Setiawan, S. (2012, Mei). Pengaruh Kompetensi dan Indepenensi Auditor terhadap Kualitas Audit. Jurnal Akuntansi, 4.
Tuanakotta, T. M. (2013). Audit Berbasis ISA (Internasional Standards on Auditing). Jakarta: Salemba Empat.
33
Tubbs, R. M. (1992). The Effect of Experience on the Auditor's Organization and Amount of Knowledge. The Accounting Review, 67,4, 783-801.
Vroom, V. (1964). Work and Motivation. New York: John Wiley & Sons.
34 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
A. Identitas responden Nama Auditor : Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan Terakhir : Lama bekerja :
Jabatan :auditor (staf auditor, yunior, senior, partner, manager)*
*coret jawaban yang tidak perlu
B. Kriteria Penilaian
Anda menjawab pernyataan dalam tabel sesuai dengan pilihan jawaban yangmenurut Anda benar, dengan kategori jawaban sebagai berikut: STS:
apabila anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut TS : apabila anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut N : apabila anda Netral dengan pernyataan tersebut S : apabila anda Setuju dengan pernyataan tersebut SS : apabila anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
C. Daftar Pernyataan 1. Kualitas audit
No Peryataan STS TS N S SS
1. Saya selalu melaporkan tentang adanya pelanggaran oleh klien 2. Dalam melaksanakan audit, saya
mematuhi kode etik yang ditetapkan.
3. Dalam melaksanakan tugas, saya merencanakan materialitas atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang berlaku umum
35 di Indonesia.
4. Saat menerima penugasan, saya selalu menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodelogi pemeriksaan.
5. Proses pengumpulan dan pengujian bukti harus dilakukan dengan maksimal untuk mendukung kesimpulan, temuan audit serta rekomendasi yang terkait.
6. Dalam mengambil keputusan sayaselalu menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak salah dalam memberikan opini
7. Laporan mengungkapkan hal-hal yang merupakanmasalah yang belum dapat diselesaikan sampai
berakhirnya audit.
8. Laporan yang dihasilkan harus akurat, lengkap, obyektif, meyakinkan, jelas, ringkas, serta tepat waktu agar informasi yang diberikan bermanfaat secara maksimal.
9. Saya selalu mempunyai komitmen untuk menyelesaikan tugas audit dengan baik.
36 2. Integritas
No Pernyataan STS TS N S SS
1. Saya selalu bekerja sesuai keadaan sebenarnya, tidak menambah atau mengurangi fakta yang ada.
2. Saya selalu mentaati aturan-aturan, baik yang diawasi maupun tidak.
3. Selama bekerja saya belum pernah menerima sesuatu berupa apapun yang bukan hak saya.
4. Saya berani mengambil keputusan walaupun di intimidasi oleh pihak yang punya kepentingan lain.
5. Saya harus mengemukakan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinan saya perlu dilakukan.
6. Saya selalu percaya diri ketika mengalami kesulitan dan mampu mengatasinya.
7. Dalam melaksanakan audit saya selalu mempertimbangkan masalah serta akibat-akibatnya dengan seksama.
8. Dalam melaksanakan audit saya selalu mempertimbangkan kepentingan negara.
9. Dalam melaksanakan tugas saya harus bertanggung jawab atas pekerjaan audit yang dikerjakan.
10. Saya selalu memiliki rasa tanggung jawab bila hasil audit masih perlu
37 diperbaiki dan disempurnakan.
11. Saya selalu memotivasi diri sendiri dengan menunjukkan antusiasme yang konsisten untuk selalu bekerja.
3. Kompetensi
NO Pernyataan STS TS N S SS
1. Untuk melakukan audit yang baik saya perlu mengetahui jenis industri klien.
2. Keahlian khusus yang saya miliki dapat mendukung audit yang saya lakukan.
3. Saya memiliki sertifikat dari kursus dalam bidang akuntansi dan
perpajakan sehingga menghasilkan hasil audit yang baik.
4. Dalam melaksanakan audit saya harus mengetahui kondisi perusahaan klien.
5. Saya harus selalu mengetahui isu- isu terbaru tentang akuntansi.
6. Untuk melaksanakan audit yang baik saya harus memiliki
pengetahuan bisnis umum dan cara penyelesaian masalah.
7. Untuk melaksanakan audit yang baik saya harus dapat mendeteksi kesalahan dan mencari tahu penyebab kesalahan.