• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA FRIEZE DAN POLA KRISTALOGRAFI PADA KESENIAN KAIN TAPIS LAMPUNG SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA FRIEZE DAN POLA KRISTALOGRAFI PADA KESENIAN KAIN TAPIS LAMPUNG SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

POLA FRIEZE DAN POLA KRISTALOGRAFI PADA KESENIAN KAIN TAPIS LAMPUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Brigita Dian Sintauri NIM: 161414075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2020

(2)

ii

POLA FRIEZE DAN POLA KRISTALOGRAFI PADA KESENIAN KAIN TAPIS LAMPUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Brigita Dian Sintauri NIM: 161414075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2020

(3)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji dan Syukur kepada Tuhan bahwa saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Saya berterimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus atas anugerah yang telah diberikan kepada saya.

2. Bapak, Ibu, Eyang dan Mas Jatu yang telah mendoakan dan mendukung saya.

3. Romo Eko Budi Santoso, S.J. S.Pd., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya dari awal hingga akhir.

4. Theonando Dwi Prasetyo, terimakasih atas kesabarannya dan segala saran yang membangun.

5. Vani, Vina, Dita, Octa Matmur, Dev, dan Rani Tobu yang tidak henti – hentinya memberi saya semangat.

6. Anggota Transformation Dance Crew yang telah menjadi rekan dalam mengembangkan bakat saya.

7. Teman – teman kelas C angkatan 2016 Pendidikan Matematika, yang sudah menjadi teman terbaik selama empat tahun kuliah.

8. Teman – teman satu bimbingan yang telah memberikan saya semangat dan tempat bertukar pikiran sehingga membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Semua orang yang telah memberikan semangat, doa dan dukungan kepada

saya.

(4)

vi MOTTO

Cerdas dangan hati dan otak

(5)

ix ABSTRAK

Brigita Dian Sintauri. 2020. Pola Frieze dan Pola Kristalografi pada Kesenian Kain Tapis Lampung. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Kain Tapis adalah kain tenun tradisional daerah Lampung. Kain tapis memiliki beragama motif yang bisa diselidiki secara matematis. Penelitian ini menganalisis pola Frieze dan pola Kristalografi yang terdapat dalam kain tapis Lampung.Tujuan Penelitian ini adalah (1) memahami tujuh pola Frieze dan tujuh belas pola kristalografi dua dimensi dan (2) menganalisis pola Frieze dan pola kristalografi yang terdapat pada kain tapis Lampung. Penelitian ini merupakan sebuah studi pustaka. Data diperoleh dari buku katalog yang diterbitkan oleh Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwai Jurai.

Hasil Penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Pola Frieze adalah pola pada bidang berdimensi satu yang dibangkitkan (generate) oleh grup simetri. Pola Frieze memiliki tujuh jenis pola yang dibangkitkan oleh translasi, rotasi, refleksi dan pantul geser. Pola kristalografi adalah pola pada bidang datar (berdimensi dua) yang dibangkitkan oleh grup simetri. Pola kristalografi memiliki tujuh belas jenis pola yang dibangkitkan oleh translasi dua arah, rotasi, refleksi, dan pantul geser. (2) Penelitian ini menganalisis tujuh belas jenis kain tapis Lampung.

Berdasarkan hasil analisis terhadap motif yang terdapat pada ketujuh belas kain tapis tersebut, ditemukan empat pola frieze yang termuat di dalamnya. Pola p1 terdapat dalam Tapis Akheng Pesisir, Tapis Sungkai, Tapis Cucuk Andak, Tapis Raja Tunggal, Tapis Ratu Tulang Bawang, dan Tapis Raja Medal. Pola p1m1 terdapat dalam Tapis Kaca, Tapis Laut Linau, Tapis Ratu Tulang Bawang, Tapis Binatang, Tapis Bintang Perak, Tapis Kuning, dan Tapis Limar Sekebar. Pola p2mg terdapat pada Tapis Jung Sarat, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Sungkai, Tapis Laut Linau, Tapis Raja Tunggal, Tapis Ratu Tulang Bawang, Tapis Raja Medal, dan Tapis Binatang. Pola p2mm ditemukan dalam Tapis Kaca Bekandang, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Sasab Mata Kibau, Tapis Raja Medal, Tapis Binatang, Tapis Bintang Perak, Tapis Kuning, dan Tapis Limar Sekebar. Pola kristalografi hanya ditemukan pada dua jenis kain, yaitukain Tapis Bintang Perak yang memiliki pola kristalografi p4m dan kain Tapis Kaca yang memiliki pola kristalografi p4g.

Kata kunci : Pola Frieze, Pola Kristalografi, Kain Tapis Lampung

(6)

x

ABSTRACT

Brigita Dian Sintauri. 2020. Frieze and Crystallographic Pattern on Tapis Lampung. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Sciences Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

Tapis Lampung is a traditional fabric made by hand originally from Lampung Province, South Sumatera. It contains several motives that can be investigated mathematically. The research analyzed Frieze and Crystallographic pattern found in the Tapis Lampung. The objectives of the study are (1) to understand the seven Frieze pattern and the seventeen crystallographic patterns and (2) to analyze the Frieze and crystallographic pattern found on the Tapis Lampung. This research is a literature study. The data were obtained from a catalog published by Lampung Ruwai Jurai Museum.

The result of the study are as follows. (1) Frieze pattern is a pattern in a one-dimensional space generated by the symmetry group. It has seven types that are generated by one direction translation, rotation, reflection, and glide reflection. A crystallographic pattern are patterns found on a plane generated by the symmetry group. There are seventeen types of crystallographic pattern that are generated by two directions translations, rotation, reflection, and glide reflection. (2) The study analyzed seventeen Tapis Lampung. Based on the analysis, of the motifs contained in the seventeen traditional fiber, it was found that there were four types of frieze patterns found in them. The pattern p1is found in the Tapis AkhengPesisir, Tapis Sungkai, Tapis Cucuk Andak, Tapis Raja Tunggal, Tapis Ratu Tulang Bawang, and Tapis Raja Medal. The pattern p1m1is found in Tapis Kaca, Tapis Laut Linau, Tapis Ratu Tulang Bawang, Tapis Binatang, Tapis Bintang Perak, Tapis Kuning, and Tapis Limar Sekebar. The p2mg pattern is found in Tapis Jung Sarat, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Sungkai, Tapis Laut Linau, Tapis Raja Tunggal, Tapis Ratu Tulang Bawang, Tapis Raja Medal, and Tapis Binatang. The p2mm pattern is found in Tapis Kaca Bekandang, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Sasab Mata Kibau, Tapis Raja Medal, Tapis Binatang, Tapis Bintang Perak, Tapis Kuning, and Tapis Limar Sekebar.

Crystallographic patterns are found on two types of fabric, namely Tapis Bintang Perak which has a p4m crystallographic pattern and Tapis Kaca which has a crystallographic pattern p4g.

Keywords: FriezePattern, Crystallographic Pattern, Tapis Lampung

(7)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SIMBOL ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Metode Penelitian ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Etnomatematika ... 8

B. Kain Tapis Lampung... 10

C. Teori Grup ... 18

D. Geometri Transformasi ... 31

BAB III POLA FRIEZE DAN KRISTALOGRAFI ... 36

A. Pengertian Pola Frieze ... 36

B. Pengertian Pola Kristalografi ... 40

BAB IV PEMBAHASAN ... 54

A. Pola Frieze Kain Tapis Lampung ... 54

B. Pola Kristalografi Kain Tapis Lampung ... 79

(8)

xiv

C. Keterbatasan Penelitian ... 81

BAB V PENUTUP ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(9)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Beberapa Jenis Kain Tapis Lampung... 16

Tabel 3.1 Pola Frieze dan Grup yang Isomorfis dengan pola tersebut ... 38

Tabel 4.1 Ringkasan Pola Frieze dalam Kain Tapis Lampung ... 78

Tabel 4.2 Pola Kristalografi yang terdapat pada tapis Lampung ... 81

Tabel 5.1 Pola Frieze dalam Kain Tapis Lampung ... 83

(10)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi alat penyusun benang sesang ... 13

Gambar 2.2 Ilustrasi alat tenun mettakh ... 14

Gambar 2.3 Ilustrasi Ibu-ibu dari Negeri Katon, Pesawaran, Lampung yang sedang melakukan aktivitas menenun kain tapis dengan menggunakan alat tenun tekang ... 15

Gambar 2.4 Representasi Geometris Permutasi 𝑆3 ... 26

Gambar 2.5. Ilustrasi isomorfisma grup 𝐺 ke grup 𝐺 ... 29

Gambar 2.6 Ilustrasi grup dihedral 𝐷4 ... 30

Gambar 2.7 Ilustrasi sebuah isometric f. ... 32

Gambar 2.8 Ilustrasi Transformasi Translasi ... 33

Gambar 2.9 Ilustrasi Transformasi Refleksi ... 34

Gambar 2.10 Ilustrasi Transformasi Refleksi ... 35

Gambar 2.11 Ilustrasi pantul geser ... 35

Gambar 3.1 Ilustrasi Pola p1 dalam Pola Frieze ... 36

Gambar 3.2 Ilustrasi Pola p11g dalam Pola Frieze ... 37

Gambar 3.3 Ilustrasi pola p1m1 dalam Pola Frieze ... 37

Gambar 3.4 Ilustrasi p2 dalam Pola Frieze ... 37

Gambar 3.5. Ilustrasi pola p2mg dalam Pola Frieze ... 37

Gambar 3.6 Ilustrasi pola p11m dalam Pola Frieze. ... 38

Gambar 3.7 Ilustrasi pola p2mm dalam Pola Frieze. ... 38

Gambar 3.8 Diagram Alur Pola Frieze ... 40

Gambar 3.9 Lima kisi yang terdapat dalam pola kristalografi ... 41

Gambar 3.10 pola kristalografi tipe p1 ... 42

(11)

xvii

Gambar 3.11 pola kristalografi tipe p2 ... 43

Gambar 3.12 pola kristalografi tipe pm ... 43

Gambar 3.13 pola kristalografi tipe pm ... 44

Gambar 3.14 pola kristalografi tipe pgg ... 45

Gambar 3.15 pola kristalografi tipe cmm ... 45

Gambar 3.16 pola kristalografi tipe p3 ... 46

Gambar 3.17 pola kristalografi tipe p3m1 ... 46

Gambar 3.18 pola kristalografi tipe p31m ... 47

Gambar 3.19 pola kristalografi tipe pg ... 48

Gambar 3.20 pola kristalografi tipe cm... 48

Gambar 3.21 pola kristalografi tipe pmm ... 49

Gambar 3.22 pola kristalografi tipe p4 ... 50

Gambar 3.23 pola kristalografi tipe p4m ... 50

Gambar 3.24 pola kristalografi tipe p4g ... 51

Gambar 3.25 pola kristalografi tipe p6 ... 51

Gambar 3.26 pola kristalografi tipe p6m ... 52

Gambar 3.27 Diagram Alur Pola Kristalografi ... 53

Gambar 4.1 Pola dasar kain tapis ... 55

Gambar 4.2 Kain Tapis Jung Sarat ... 56

Gambar 4.3 Analisis Pola Frieze pada Tapis Jung Sarat ... 57

Gambar 4.4 Tapis Kaca Bekandang ... 57

Gambar 4.5 Analisis Pola Frieze pada Tapis Kaca Bekandang ... 58

Gambar 4.6 Tapis Kaca ... 59

Gambar 4.7 Analisis Pola Frieze pada Tapis Kaca ... 59

Gambar 4.8 Tapis Akheng Pesisir ... 60

(12)

xviii

Gambar 4.9 Pola Frieze pada Tapis Akheng Pesisir ... 60

Gambar 4.10 Tapis Pucuk Rebung... 61

Gambar 4.11 Analisis Pola Frieze pada Tapis Pucuk Rebung ... 62

Gambar 4.12 Tapis Sungkai ... 62

Gambar 4.13 Pola Frieze pada Tapis Sungkai ... 63

Gambar 4.14 Tapis Cucuk Andak ... 64

Gambar 4.15 Pola Frieze pada Tapis Cucuk Andak ... 64

Gambar 4.16 Tapis Laut Linau ... 65

Gambar 4.17 Pola Frieze pada Tapis Laut Linau ... 66

Gambar 4.18Tapis Sasab Mata Kibau ... 66

Gambar 4.19 Pola Frieze pada Tapis Sasab Mata Kibau ... 67

Gambar 4.20Tapis Raja Tunggal ... 67

Gambar 4.21 Pola Freize pada Tapis Raja Tunggal ... 68

Gambar 4.21Tapis Ratu Tulang Bawang ... 69

Gambar 4.22 Pola Frieze Tapis Ratu Tulang Bawang ... 70

Gambar 4.23Tapis Raja Medal ... 71

Gambar 4.24 Pola Frieze pada Tapis Raja Medal ... 72

Gambar 4.25Tapis Binatang... 72

Gambar 4.26 Pola Frieze pada Tapis Binatang ... 73

Gambar 4.27 Pola Frieze Tapis Binatang bagian atas... 73

Gambar 4.28 Bintang Perak ... 74

Gambar 4.29 Pola Frieze Bintang Perak ... 75

Gambar 4.30 Tapis Kuning ... 75

Gambar 4.31 Pola Frieze pada Tapis Kuning ... 76

Gambar 4.32 Kain Tapis Limar Sekelebar ... 77

(13)

xix

Gambar 4.33 Pola Frieze pada kain Tapis Limar Sekebar ... 78

Gambar 4.34 Pola Kristalografi pada Tapis Bintang Perak ... 79

Gambar 4.35Pola Kristalografi pada Tapis Kaca ... 80

(14)

xx

DAFTAR SIMBOL

1. + Penjumlahan

2. − Pengurangan, negatif

3. ∗ Asterik

4. = Sama dengan

5. ≠ Tidak sama dengan

6. ∘ Bundaran/Komposisi

7. ∙ Perkalian titik (dot) 8. ⨂ Hasil kali luar produk

9. ∈ Elemen dari

10. × Perkalian

11. 𝛼 Alfa

12. 𝛽 Beta

13. 𝛾 Gama

14. 𝛿 Delta

15. 𝜀 Epsilon

16. 𝜎 Sigma

17. 𝜙 Phi

18. Tak hingga

19. → Dari ... ke…

20. ≤ Subgrup

21. ∀ Untuk setiap

22. {} Tanda kurung kurawal

23. ( ) Tanda kurung

24. ℝ Bilangan real

25. ℤ Bilangan bulat

26. 𝔻 Dihedral

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak ragam kebudayaan. Menurut KBBI, kebudayaan memiliki pengertian hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat (KBBI, 2020).

Indonesia memiliki 735 bahasa daerah, 1351 peralatan kesenian, 766 permainan tradisional, 1087 jenis makanan tradisional. Indonesia tidak hanya kaya akan bahasa, permainan, dan makanan tetapi juga kaya akan jenis kain tradisionalnya. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia memiliki 261 jenis kain tradisional (Kemdikbud, 2018).

Salah satu jenis kain tradisional adalah kain Tapis Lampung. Kain

tapis ini dibuat dengan benang katun dan benang emas. Benang katun adalah

benang yang dibuat dengan bahan kapas. Benang ini digunakan sebagai bahan

dasar dalam pembuatan kain tapis.Benang emas sendiri dahulu terbuat dari

emas murni, namun seiring berjalannya waktu benang emas juga dapat dibuat

dengan bahan sintesis yang memiliki warna emas. Benang emas dipakai untuk

membuat ragam hias pada kain tapis Lampung dengan sistem sulam

(Kemdikbud, 2010). Kain tapis Lampung biasanya dipergunakan untuk

upacara-upacara adat di Lampung. Upacara adat yang diselenggarakan antara

lain, upacara kematian, upacara pernikahan, dan upacara cakak pepadun atau

pemberian gelar. Namun, seiring perkembangan budaya, kain ini mulai

(16)

digunakan sebagai bahan pakaian sehari-hari. Kain tapis tertentu juga melambangkan status gelar seseorang.

Dengan semakin berkembangnya zaman yang ditandai oleh budaya digital dan internet, banyak masyarakat yang mulai melupakan atau tidak berminat untuk mengembangkan budaya asli Indonesia, termasuk di antaranya kain Tapis. Hal ini terjadi di berbagai kalangan, dari pelajar sampai orang dewasa. Dalam pendidikan formal di sekolah, sudah jarang dijumpai pembelajaran untuk menapis. Mengamati situasi ini, peneliti berpendapat bahwa perlu ada upaya mempertahankan dan melestarikan keberadaan kain Tapis. Sebagai salah satu upaya, pemerintah provinsi Lampung telah memiliki sebuah museum yang memiliki koleksi kain-kain tapis Lampung. Museum Lampung juga telah menerbitkan sebuah katalog kain Tapis, Koleksi Museum Negeri Provinsi Lampung “Ruwa Jurai” (Wahyuningsih, dkk, 2015).

Cara lain yang perlu ditempuh untuk melestarikan kain tapis Lampung adalah memperkenalkannya melalui pendidikan formal di sekolah. Sekolah bisa memperkenalkan budaya kain tapis dalam pembelajaran seni rupa:

kerajinan tangan, menenun, atau melukis. Siswa juga bisa melakukan study

tour ke museum yang memiliki koleksi kain tapis Lampung atau mengunjungi

sentra pengrajin kain tapis. Cara lain yang bisa dilakukan dalam pembelajaran

di sekolah adalah mengaitkan budaya kain Tapis dengan matematika. Kain

tapis Lampung bisa dipergunakan sebagai sarana pembelajaran matematika

dikelas, dengan mengamati simetri-simetri yang terdapat dalam kain tapis

Lampung tersebut.

(17)

Kain tapis memiliki pola yang beragam yang dapat dilihat dari segi matematis. Hubungan antara pola pada kain tapis dan matematika ini merupakan penerapan etnomatematika. Istilah etnomatematika pertama kali diperkenalkan oleh D’Ambrosio untuk mendeskripsikan praktek matematis pada sebuah kelompok adat dan dianggap sebagai kajian dari pemikiran matematis yang terdapat pada sebuah budaya (Rosa &Orey, 2011). Penerapan etnomatematika di Indonesia sendiri dapat dilihat pada kesenian daerah, rumah adat, kebiasaan atau adat istiadat dan sebagainya.

Beberapa penelitian telah menganalisis ragam kebudayaan Indonesia dalam konteks etnomatematika. Salah satu contoh penelitian adalah yang dilakukan oleh Garnadi (2012), yaitu menganalisis pola kristalografi pada ragam batik tradisional. Berdasarkan hasil penelitian, Garnadi menemukan ada 10 pola kristalografi pada 272 ragam batik tradisional nusantara. Selain itu, ada pula hasil penelitian oleh Maure dan Ningsi (2018) yaitu penerapan etnomatematika pada tarian Caci masyarakat Manggarai NTT. Hasil dari penelitian adalah tarian Caci ternyata memiliki beberapa aspek matematis yaitu himpunan, geometris, fungsi serta aktifitas membilang.

Studi Etnomatematika pada kain tapis Lampungini akan melihat pola-

pola perulangan yang terdapat pada tapis Lampung. Pola yang terbentuk dari

hasil tenun kain tapis memiliki kesinambungan dengan prinsip matematika

yaitu simetri grup pada bidang datar, atau disebut dengan pola kristalografi

dua dimensi. Pola-pola pada kain tapis dianalisis dengan menggunakan 17

pola kristalografi pada bidang dua dimensi. Ketujuh belas jenis pola tersebut

(18)

terbentuk dari hasil pencerminan, rotasi, perpindahan, dan pantul geser (Garnadi, 2012). Selain itu, peneliti juga menganalisis pola kain tapis Lampung menggunakan 7 pola frieze. Pola frieze ini terbentuk dari hasil translasi, refleksi, pantul geser serta rotasi 180° pada bidang satu dimensi.

Pola frieze dan pola kristalografi dua dimensi telah banyak dipakai untuk menganalisis pola-pola berulang yang dijumpai dalam hidup sehari-hari.

Analisis tersebut tidak hanya untuk mengenali pola-pola dalam kehidupan sehari-hari secara matematis, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk membantu membuat suatu pola tertentu dari pola yang sudah atau yang belum tersedia.

Misalnya, ketika akan membuat desain ubin rumah dengan motif tertentu atau ketika membuat suatu lukisan, analisis matematis bisa dipakai untuk membuat desain baru berdasar pola-pola yang sudah ada. Tentu saja, proses ini bisa dilakukan untuk mendesain suatu motif kain yang nantinya dapat dipergunakan untuk membuat pakaian, tas atau kerajinan tangan.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan membuat penelitian yang berjudul “Pola Frieze dan Pola Kristalografi pada Kesenian Kain Tapis Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan pola Frieze dan pola kristalografi pada

bidang dua dimensi?

(19)

2. Bagaimana pola Frieze dan pola kristalografi dua dimensi untuk kain tapis Lampung?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah analisis pola frieze dan pola kristalografi pada kain tapis Lampung, berdasarkan 7 pola frieze dan 17 pola kristalografi menurut Crowe.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah

1. Untuk memahami tujuh pola Frieze dan tujuh belas pola kristalografi dua dimensi.

2. Untuk menganalisis pola Frieze dan pola kristalografi yang terdapat pada kain tapis Lampung.

E. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti sendiri

1. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca

terkait etnomatematika, terutama kerajinan kain tapis Lampung dan

hubungannya dengan pola frieze dan pola kristalografi. Kedepannya,

diharapkan penelitian ini dapat membantu pula untuk peneliti lain dalam

mengkaji lebih lanjut tentang etnomatematika.

(20)

2. Bagi Peneliti Sendiri

Peneliti mengetahui dan mendalami tentang pola frieze dan pola kristalografi pada motif kain tapis Lampung. Peneliti juga mengetahui tentang pentingnya mempelajari hubungan matematika dalam kebudayaan.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Untuk langkah pertama, peneliti melakukan studi pustaka berkaitan dengan pola frieze dan pola kristalografi pada bidang datar dua dimensi. Pada tahap kedua, selain melakukan studi pustaka untuk mengumpulkan data-data jenis dan corak kain Tapis Lampung. Pada langkah ketiga, peneliti melakukan analisis pola frieze dan pola kristalografi yang terdapat pada kain-kain Tapis Lampung yang datanya telah dikumpulkan.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I pendahuluan terdiri dari latar

belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab 2 kajian

pustaka berisi pembahasan tentang konsep yang mendasari topik skripsi,

antara lain etnomatematika, kain tapis Lampung, teori grup, dan geometri

transformasi. Bab 3 pola frieze dan pola kristalografi yaitu pembahasan lebih

dalam tentang pola frieze dan pola kristalografi yang dipakai untuk

menganalisis kain tapis Lampung. Bab 4 pembahasan yaitu membahas hasil

(21)

analisis pola kain tapis Lampung dengan pola frieze dan pola kristalografi.

Bab 5 adalah kesimpulan dan saran dari penelitian yang dibuat.

(22)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Etnomatematika

a. Pengertian Etnomatematika

Etnomatematika pertama kali diperkenalkan oleh UbiratanD’Ambrosio pada tahun 1977, beliau merupakan seorang matematikawan yang berasal dari Brasil (Huda, 2018). Belum ada definisi etnomatematika dalam kamus, dengan demikian, kata tersebut belum terstandarisasi (Zhang & Zhang, 2010). Walau demikian, para ahli sepakat bahwa kata etnomatematika merupakan gabungan dua kata dasar, yaitu etno yang berarti budaya dan matematika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2020) budaya adalah pikiran, akal budi, sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Selain itu, menurut Koentjaraningrat, budaya (kebudayaan) adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar;

beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Suwarsono, 2015).

Ada pula menurut Heron dan Barta (2009: 26-27) budaya dipandang

sebagai dialek suatu kelompok atau pribadi, lokasi geografis, atau

pandangan dunia daripada pandangan terbatas yang semata – mata

terfokus pada artefak kelompok atau etnis seseorang. Berdasarkan

(23)

pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu hasil gagasan yang dilakukan oleh suatu kelompok atau pribadi yang dilakukan dan dikembangkan dalam bentuk kebiasaan, serta menghasilkan sebuah karya. Sedangkan, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (KBBI, 2020).

Pengertian etnomatematika sendiri adalah matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya yang diidentifikasikan seperti masyarakat nasional, suku, kelompok buruh, anak–anak dari kelompok usia tertentu dan kelas profesional (D’Ambrosio, 2006). Selain itu, etnomatematika juga dapat diartikan sebagai penelitian yang menghubungkan antara pendidikan matematika atau matematika dan hubungannya dengan bidang sosial dan latar belakang budaya, yaitu penelitian yang menunjukan bagaimana matematika dihasilkan, ditransferkan, disebarkan, dan dikhususkan dalam berbagai macam sistem budaya (Zhang & Zhang, 2010)

b. Pentingnya Mempelajari Etnomatematika

Pentingnya etnomatematika dipelajari adalah agar keterkaitan

antara budaya dan matematika dapat mudah dipahami, sehingga persepsi

siswa tentang matematika dapat lebih tepat dan matematika menjadi lebih

mudah dipahami karena penerapannya dekat dengan kehidupan sehari –

hari. Selain itu, agar siswa mendapatkan manfaat yang optimal dalam

mempelajari matematika (Suwarsono, 2015). Menurut D’Ambrosio (2001)

(24)

etnomatematika bertujuan untuk memberi kontribusi baik untuk memahami budaya dan pemahaman matematika, tetapi terutama untuk menghargai hubungan antara matematika dan budaya. Dengan demikian muncul kebutuhan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan matematika.

B. Kain Tapis Lampung

Bagian ini akan mendiskusikan pengertian, cara pembuatan, dan jenis- jeniskain tapis Lampung. Pembahasan tentang pengertian kain tapis dan fungsi dalam masyarakat merujuk pada buku “Mengenal Sulaman Tapis Lampung”

yang ditulis oleh J. Firmansyah, R.A. Zubaidah, dan Suprihatin (1996).

Pembahasan tentang cara pembuatan kain tapis Lampung merujuk pada buku

“Mengenal Ragam Sulaman Tapis lampung” yang ditulis oleh H. Banon Eko Susetyo (2012). Pembahasan perihal jenis-jenis kain tapis Lampung merujuk pada buku “Katalog Kain Tapis Koleksi Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwa Jurai” yang ditulis oleh Eko Wahyuningsih, Rosniar, Dadyo Wibowo, dan Rasunah (2016).

a. Pengertian Kain Tapis

Kain tapis lampung adalah kain tradisional masyarakat Lampung

yang dibuat dari hasil tenun benang kapas dan motif yang dibuat dari

benang perak, emas atau benang sugi/suji. Kain dasar dibuat dari bahan

dasar benang kapas yang dipintal. Benang tenun yang berupa benang emas

dan perak dihasilkan dari proses pemintalan kepompong ulat sutera.

(25)

Sebagai produk budaya serta mengingat rumit dan lama pembuatannya, kain tapis tidak bisa dipakai secara sembarangan. Biasanya kain ini digunakan pada acara-acara istimewa dalam keluarga dan masyarakat, misalnya seperti pada acara perkawinan. Kain tapis biasanya dikenakan pada bagian pinggang kebawah sebagai sarung. Selain itu, kain tapis juga bisa digunakan sebagai dekorasi.

Ada beberapa motif dasar yang digunakan dalam pembuatan kain tapis Lampung. Namun, secara garis besar ada tiga kelompok motif yang digunakan yaitu kelompok motif geometris, kelompok motif naturalis dan kelompok motif ragam lain. Motif-motif tersebut tidak hanya untuk kepentingan keindahan semata, melainkan juga sebagai cerminan kehidupan manusia, alam, dan kepercayaan hidup dalam budaya Lampung.

Seperti telah dibahas di depan, kain tapis Lampung merupakan sebuah produk budaya. Oleh karena itu, kain tapis Lampung tidak hanya memiliki fungsi praktis melainkan lebih dari itu, kain tapis memiliki fungsi yang bersifat simbolis. Beberapa fungsi kain tapis Lampung adalah sebagai berikut.

1. Fungsi Sosial

Secara sosial, kain tapis Lampung berfungsi untuk

menunjukkan status sosial pemakainya. Ada kain tapis tertentu yang

hanya boleh dipakai oleh pemangku adat atau pemimpin suku dan ada

pula kain tapis yang dipakai oleh kalangan masyarakat biasa. Jika

seseorang atau kelompok masyarakat tertentu melanggar aturan

(26)

pemakaian tapis maka akan dikenai sanksi adat. Namun, pada saat ini aturan pemakaian kain tapis sudah tidak seketat dulu.

2. Fungsi Ekonomis

Pada awalnya, kain tapis dibuat untuk kepentingan suatu kelompok adat sendiri. Dengan demikian, tidak terlalu memiliki nilai ekonomis. Kain tapis lebih berhubungan dengan status sosial kelompok tersebut. Pada saat ini, pembuatan kain tapis juga digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi atau diperjualbelikan. Kain tapis Lampung memiliki nilai jual yang cukup tinggi.

3. Fungsi Religi

Secara religi, kain tapis dibuat sebagai wujud kepercayaan yang melambangkan kebesaran pencipta alam semesta. Dengan demikian, fungsi religi kain tapis Lampung berhubungan dengan kepercayaan, perasaan sakral, dan wujud syukur akan keindahan alam atau anugerah yang diterima dari yang mahakuasa. Sebagai contoh, bentuk spiral yang terlukis dalam kain tapis Lampung memiliki makna pemujaan kepada matahari dan alam semesta.

4. Fungsi Estetika

Sebagai sebuah produk budaya, kain tapis Lampung merupakan

sebuah produk yang memiliki nilai keindahan (estetika). Kain tapis

Lampung dihiasi oleh lukisan-lukisan indah sebagai hasil dari proses

panjang dengan ketelitian tinggi dari proses pemilihan bahan dasar dan

benang, hingga proses penenunan. Kain tapis Lampung merupakan

(27)

buah karya keterampilan dan ketekunan yang dimiliki oleh penenunnya. Oleh karena itu, kain tapis merupakan sebuah barang pusaka atau koleksi yang memiliki nilai budaya dan estetikabagi masyarakat.

Gambar 2.1 Ilustrasi alat penyusun benang sesang (Gambar diambil dari Banon,2012: 9)

b. Cara Pembuatan

Proses pembuatan kain tapis memiliki beberapa tahapan. Tahap

pertama adalah pembuatan bahan dasar. Bahan dasar kain tapis dibagi

kembali yaitu tahap penyiapan benang, tahap penyusunan benang, serta

tahap penenunan. Tahap penyiapan benang tenun adalah proses pemintalan

benang kapas yang menjadi benang katun serta pemintalan kepompong

ulat sutra untuk menjadi benang sutra. Setelah dipintal benang akan

diwarnai dengan bahan yang berasal dari alam. Misalnya, penenun

menggunakan daun pacar untuk warna merah. Warna hitam didapat dari

rebusan kulit kayu salam atau rambutan, sedangkan warna cokelat didapat

(28)

dari rebusan kulit mahoni. Warna biru didapat dari daun talom atau buah deduku. Warna kuning dari daun kunyit atau kapur sirih. Kemudian benang akan direndam air daun sirih agar warna tidak luntur dan terakhir adalah perebusan benang ke larutan lilin sarang lebah agar benang tidak renggang dan mudah diatur.

Tahap kedua adalah penyusunan benang. Banyaknya dan warna yang digunakan dalam menyusun benang tergantung dengan kehendak penenun. Alat penyusun yang digunakan bernama sesang. Tahap terakhir adalah menenun, kain yang sudah disusun akan ditenun pada papan terikan yang merupakan bagian alat tenun atau disebut mettakh.

Gambar 2.2 Ilustrasi alat tenun mettakh(gambar diambil dari https://1.bp.blogspot.com/-

gyzNU5XdUJo/VlQCr7kELuI/AAAAAAAABBo/mFR8KPq3SAc/s1600/

2012-08-04-15-15-03.jpg)

Tahap kedua dari proses pembuatan tapis adalah membuat pola.

Pola yang akan digunakan atau disulam pada kain dasar dibuat terlebih dahulu pada kertas dengan cara menggambar motif/pola yang diinginkan.

Setelah itu, pola yang sudah dibuat digambarkan pada kain dasar tapis.

(29)

Namun, ada kalanya pola yang dibuat dapat dibuat langsung pada kain dasar.

Gambar 2.3 Ilustrasi Ibu-ibu dari Negeri Katon, Pesawaran, Lampung yang sedang melakukan aktivitas menenun kain tapis dengan

menggunakan alat tenun tekang. (Gambar diambil dari

https://www.antarafoto.com/asian-games-2018/v1511702401/perajin-kain- tapis-binaan-bi)

Tahap ketiga adalah menyulam pola pada kain tapis. Setelah pola digambarkan pada kain dasar, proses selanjutnya adalah menyulam pola dengan benang emas, benang sutra dan benang katun. Benang emas sendiri tidak diproduksi langsung oleh masyarakat Lampung melainkan dari hasil impor, khususnya India dan Singapura. Alat yang digunakan dalam menyulam disebut tekang. Proses ini dilakukan dengan cara mengikat benang pada benang penyawat.

c. Jenis-jenis Kain Tapis

Seperti telah dibahas di depan, pembahasan dalam bagian ini

merujuk pada buku “Katalog Kain Tapis Koleksi Museum Negeri Provinsi

Lampung Ruwa Jurai” yang ditulis oleh Eko Wahyuningsih, Rosniar,

Dadyo Wibowo, dan Rasunah (2015). Kain tapis Lampung memiliki jenis

(30)

yang sangat beragam. Berikut ini adalah sebagian jenis kain tapis Lampung yang berada pada Museum Lampung Ruwa Jurai, Bandar lampung.

Tabel 2.1 Beberapa Jenis Kain Tapis Lampung No Gambar Kain Tapis Keterangan

1

Dasar kain tapis

Bahan dasar : benang kapas

Asal : Desa Tulung Huyut, kecamatan Hulu Selatan, Lampung Utara

P : 57 cm L : 65 cm No inv : 195

2

Dasar Kain tapis

Bahan Dasar: benang kapas

Asal: Tanjungkarang, Bandar Lampung P: 123,5 cm

L: 63 cm No inv: 725

3

`

Tapis Jung Sarat

Bahan Dasar: Benang kapas dan benang emas

Asal: Telukbetung, Bandar Lampung P: 110 cm

L: 65 cm No inv: 210

Kain dipakai oleh pengantin wanita atau

kelompok istri kerabat paling tua saat

upacara pengambilan gelar, pengantin serta

muli cangget pada upacara adat.

(31)

4

Tapis Kaca

Bahan Dasar: Benang kapas, serat nanas, dan kaca

Asal: Tanjungkarang, Bandar Lampung P: 114 cm

L: 58 cm No inv: 2078

Dipakai wanita suku Lampung saat upacara adat

5

Tapis Akheng

Bahan Dasar: Benang kapas

Asal: Tanjungkarang, Bandar Lampung P: 107 cm

L: 66 cm No inv: 979

Dipakai oleh wanita yang suaminya sudah mendapatkan gelar sultan pada upacara cakak pepadun

6

Tapis Pucuk Rebung

Bahan Dasar: Benang kapas dan benang emas

Asal: Desa Gedong Batin,

BelambanganUmpu, Way Kanan P: 215 cm

L: 62 cm No inv: 1397.1

7

Tapis Balak

Bahan Dasar: Benang kapas dan benang emas

Asal: Kecamatan Tegineneng, Pesawaran P: 114 cm

L: 60 cm No inv: 3039

Kain ini dipakai wanita pada upacara

perkawinan adat Lampung Pubian

(32)

8

Tapis Tuho

Bahan Dasar: Benang Kapas, benang emas, moci dan kaca

Asal: Desa Simpang, kecamatan Kalianda, Lampung Selatan

P: 110 cm L: 73 cm No inv: 1941

Kain ini digunakan oleh wanita yang sudah menikah saat mengiringi pengantin pada upacara adat lampung

C. Teori Grup

Pada subbab ini akan dibahas konsep-konsep matematika yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Dasar matematis untuk Pola Frieze dan Pola Kristalografi adalah geometri transformasi dan teori grup.

Definisi 2.1 Operasi Biner (Fraleigh, 2003:20)

Diberikan himpunan tidak kosong 𝑆. Operasi biner ∘ dalam 𝑆 adalah sebuah fungsi yang memetakan 𝑆 × 𝑆 ke 𝑆. Untuk setiap (𝑎, 𝑏) ∈ 𝑆 × 𝑆 yang akan dinyatakan dengan ∘ ((𝑎, 𝑏)) dari 𝑆 dilambangkan dengan 𝑎 ∘ 𝑏.

Contoh 2. 1 (Fraleigh, 2003:21)

Operasi penjumlahan atau perkalian biasa dalam himpunan bilangan bulat atau bilangan real merupakan sebuah operasi biner.

 Misalkan

ℤ adalah himpunan bilangan bulat. Operasi biner +

(penjumlahan) merupakan fungsi yang memetakan (3, 5) ∈ ℤ × ℤ ke

bilangan 8 ∈ ℤ.

(33)

 Misalkan

ℝ adalah himpunan bilangan real. Operasi biner ⋅ (perkalian) merupakan fungsi yang memetakan (

2

3

, 4) ∈ ℝ × ℝ ke bilangan

8

3

∈ ℝ.

Definisi 2.2 Grup (Sukirman, 2014: 71)

Diberikan G adalah himpunan yang tak kosong dan operasi ͦ pada G adalah suatu operasi biner. Himpunan G dan operasi biner ͦ atau dapat ditulis (G, ͦ ) adalah suatu grup jika memenuhi aksioma – aksioma berikut.

i. Operasi ∘ pada 𝐺 bersifat asosiatif

∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝐺, (𝑎 ∘ 𝑏) ∘ 𝑐 = 𝑎 ∘ (𝑏 ∘ 𝑐) ii. 𝐺 memuat elemen identitas, misal e

∃𝑒 ∈ 𝐺, ∀𝑎 ∈ 𝐺 berlaku 𝑎 ∘ 𝑒 = 𝑒 ∘ 𝑎 = 𝑎 iii. Setiap unsur G mempunyai invers di dalam G pula

∀𝑎 ∈ 𝐺, ∃𝑎

−1

∈ 𝐺 sedemikian sehingga 𝑎 ∘ 𝑎

−1

= 𝑎

−1

∘ 𝑎 = 𝑒.

𝑎

−1

adalah invers dari 𝑎

Jika (𝐺,∘) adalah suatu grup yang memenuhi sifat komutatif, yaitu maka berlaku 𝑎 ∘ 𝑏 = 𝑏 ∘ 𝑎, maka (G, ͦ ) disebut grup komutatif atau grup abelian.

Contoh 2. 2 (Sukirman,2014:74)

Himpunan bilangan bulat ℤ dengan operasi ∘ yang didefinisikan oleh 𝑎 ∘ 𝑏 = 𝑎 + 𝑏 − 5, ∀𝑎, 𝑏 ∈ ℤ adalah suatu grup abelian. Hal ini dapat ditunjukkan dengan

i. Dengan memperhatikan definisi operasi ∘ pada ℤ, maka operasi ∘ pada

ℤ merupakan operasi biner.

(34)

ii. Selanjutnya akan dibuktikan operasi ∘ pada ℤ bersifat asosiatif Diberikan ∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℤ maka (𝑎 ∘ 𝑏) ∘ 𝑐 = (𝑎 + 𝑏 − 5) ∘ 𝑐

= 𝑎 + 𝑏 − 5 + 𝑐 − 5

=𝑎 + (𝑏 + 𝑐 − 5) − 5

= 𝑎 + (𝑏 ∘ 𝑐) − 5

= 𝑎 ∘ (𝑏 ∘ 𝑐)

Jadi operasi ∘ pada ℤ bersifat asosiatif

iii. Diberikan elemen identitas dalam ℤ adalah 𝑦, maka untuk sebarang 𝑎 dalam ℤ berlaku

𝑎 ∘ 𝑦 = 𝑎 𝑎 + 𝑦 − 5 = 𝑎

𝑦 = 5

dan 5 ∘ 𝑎 = 5 + 𝑎 − 5 = 𝑎

Jadi elemen identitas dalam ℤ terhadap operasi ∘ adalah 5 iv. Diberikan ∀𝑎 ∈ ℤ dan invers dari 𝑎 adalah 𝑡 , maka

𝑎 ∘ 𝑡 = 𝑡 ∘ 𝑎 = 5 𝑎 ∘ 𝑡 = 5 𝑎 + 𝑡 − 5 = 5

𝑡 = 10 − 𝑎

dan (10 − 𝑎) ∘ 𝑎 = 10 − 𝑎 + 𝑎 − 5 = 5 v. Akan dibuktikan operasi ∘ pada ℤ bersifat komutatif.

Diberikan ∀𝑎, 𝑏 ∈ ℤ , maka 𝑎 ∘ 𝑏 = 𝑎 + 𝑏 − 5

= 𝑏 + 𝑎 − 5

(35)

= 𝑏 ∘ 𝑎 Jadi operasi ∘ pada ℤ bersifat komutatif.

Berdasarkan hasil (i) – (v), dapat disimpulkan bahwa (ℤ,∘) adalah sebuah grup komutatif atau grup abelian.

Definisi 2.3 Order (Sukirman, 2014:71)

Banyaknya elemen dari suatu grup disebut order. Jika order suatu grup adalah berhingga maka grup tersebut dinamakan grup berhingga. Jika order suatu grup adalah tak hingga maka grup tersebut disebut grup tak hingga.

Contoh 2.3 (Sukirman, 2014:72)

Grup bilangan bulat terhadap penjumlahan (ℤ, +) merupakan sebuah grup abelian yang memiliki order tak hingga

Teorema 2. 1 (Rawuh, 1992:110)

Diberikan (G,∘) sebuah grup, maka grup G harus memenuhi syarat berikut:

a. Unsur identitas dalam G adalah tunggal b. Setiap 𝑎 ∈ 𝐺 memiliki invers yang tunggal c. Untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐺, (𝑎

−1

)

−1

= 𝑎

d. Untuk ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺, (𝑎𝑏)

−1

= 𝑏

−1

𝑎

−1

(36)

Bukti

a) Akan dibuktikan elemen identitas adalah tunggal

Misalkan elemen identitas dari (G,∘) adalah 𝑒 dan 𝜀, maka ∀𝑎 ∈ 𝐺 berlaku 𝑎 ∘ 𝑒 = 𝑒 ∘ 𝑎 = 𝑎 dan 𝑎 ∘ 𝜀 = 𝜀 ∘ 𝑎 = 𝑎. Karena 𝑒, 𝜀 ∈ 𝐺, maka 𝜀 ∘ 𝑒 = 𝑒 ∘ 𝜀 = 𝜀 dan 𝑒 ∘ 𝜀 = 𝜀 ∘ 𝑒 = 𝑒. Sehingga 𝑒 = 𝜀

Jadi elemen identitas dari (G,∘) adalah tunggal b) Akan dibuktikan invers G adalah tunggal

Misal 𝑎 ∈ 𝐺 dan invers dari 𝑎adalah 𝑢 dan 𝑣, maka 𝑎 ∘ 𝑢 = 𝑢 ∘ 𝑎 = 𝑒 dan 𝑎 ∘ 𝑣 = 𝑣 ∘ 𝑎 = 𝑒. Perhatikan bahwa

𝑢 = 𝑢 ∘ 𝑒

= 𝑢 ∘ (𝑎 ∘ 𝑣)

= (𝑢 ∘ 𝑎) ∘ 𝑣

= 𝑒 ∘ 𝑣 𝑢 = 𝑣

Jadi invers dari 𝑎 ∈ 𝐺 adalah tunggal

c) Akan dibuktikan untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐺, (𝑎

−1

)

−1

= 𝑎 Andaikan (G,∘) grup dan 𝑎 ∈ 𝐺

((𝑎

−1

)

−1

∘ 𝑎

−1

) = 𝑒, (karena invers 𝑎

−1

adalah (𝑎

−1

)

−1

dan ketunggalan invers)

((𝑎

−1

)

−1

∘ 𝑎

−1

) ∘ 𝑎 = 𝑒 ∘ 𝑎 (𝑎

−1

)

−1

∘ (𝑎

−1

∘ 𝑎) = 𝑎

(𝑎

−1

)

−1

∘ 𝑒 = 𝑎

(𝑎

−1

)

−1

= 𝑎

(37)

d) Akan dibuktikan ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺, (𝑎𝑏)

−1

= 𝑏

−1

𝑎

−1

Perhatikan bahwa (𝑎 ∘ 𝑏)

−1

∘ (𝑎 ∘ 𝑏) = 𝑒. Sementara itu (𝑎 ∘ 𝑏) ∘ (𝑏

−1

∘ 𝑎

−1

= 𝑎 ∘ (𝑏 ∘ 𝑏

−1

) ∘ 𝑎

−1

= 𝑎 ∘ 𝑒 ∘ 𝑎

−1

= 𝑒. Mengingat ketunggalan elemen invers. Maka terbukti (𝑎 ∘ 𝑏)

−1

= 𝑏

−1

∘ 𝑎

−1

Teorema 2. 2 (Rawuh, 1992:111)

Diketahui sebuah grup (G, ∘) . Jika 𝒂 ∈ 𝑮 , 𝒃 ∈ 𝑮, maka persamaan 𝒙𝒂 = 𝒃 dan 𝒂𝒚 = 𝒃 memiliki jawaban tunggal dalam G

Bukti

G suatu grup dan 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dengan 𝑥𝑎 = 𝑏, karena 𝑎 ∈ 𝐺 dan G grup maka 𝑎

−1

∈ 𝐺, sehingga (𝑥𝑎)𝑎

−1

= 𝑏𝑎

−1

𝑥(𝑎𝑎

−1

) = 𝑏𝑎

−1

𝑥𝑒 = 𝑏𝑎

−1

𝑥 = 𝑏𝑎

−1

Jadi 𝑏𝑎

−1

adalah penyelesaian dari persamaan𝑥𝑎 = 𝑏. Selanjutnya akan dibuktikan bahwa penyelesaiannya itu tunggal. Misalkan persamaan 𝑥𝑎 = 𝑏mempunyai penyelesaian 𝑢 dan 𝑣, maka berlaku bahwa 𝑢𝑎 = 𝑏 dan 𝑣𝑎 = 𝑏 sehingga diperoleh

𝑢𝑎 = 𝑣𝑎 (𝑢𝑎)𝑎

−1

= (𝑣𝑎)𝑎

−1

𝑢(𝑎𝑎

−1

) = 𝑣(𝑎𝑎

−1

)

𝑢𝑒 = 𝑣𝑒

𝑢 = 𝑣

(38)

Jadi penyelesaian dari persamaan 𝑥𝑎 = 𝑏 adalah tunggal. Untuk persamaan 𝑎𝑦 = 𝑏 pembuktiannya adalah sebagai berikut.

G suatu grup dan 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 dengan 𝑎𝑦 = 𝑏, karena 𝑎 ∈ 𝐺 dan G grup maka 𝑎

−1

∈ 𝐺, sehingga 𝑎

−1

(𝑎𝑦) = 𝑎

−1

𝑏

(𝑎

−1

𝑎)𝑦 = 𝑎

−1

𝑏 𝑒𝑦 = 𝑎

−1

𝑏

𝑦 = 𝑎

−1

𝑏

Jadi 𝑎

−1

𝑏 adalah penyelesaian dari persamaan 𝑎𝑦 = 𝑏. Selanjutnya akan dibuktikan bahwa penyelesaiannya itu tunggal. Misalkan persamaan 𝑎𝑦 = 𝑏mempunyai penyelesaian 𝑢 dan 𝑣, maka berlaku bahwa 𝑎𝑢 = 𝑏 dan 𝑎𝑣 = 𝑏 sehingga diperoleh

𝑎𝑢 = 𝑎𝑣 𝑎

−1

(𝑎𝑢) = 𝑎

−1

(𝑎𝑣) (𝑎 𝑎

−1

)𝑢 = (𝑎 𝑎

−1

)𝑣

𝑒𝑢 = 𝑒𝑣 𝑢 = 𝑣

Jadi penyelesaian dari persamaan 𝑎𝑦 = 𝑏 adalah tunggal.

Akibat dari teorema ini adalah apabila 𝑥𝑎 = 𝑦𝑎 maka 𝑥 = 𝑦 dan apabila 𝑎𝑝 = 𝑎𝑞 maka 𝑝 = 𝑞. Sifat ini disebut dengan Hukum Peniadaan (Kanselasi).

Sifat Kanselasi ini selain memiliki peran dalam menyelesaikan persamaan,

berperan juga dalam menggantikan dua aksioma dalam grup yaitu adanya

elemen identitas dan setiap elemen memiliki invers.

(39)

Definisi 2.4 Permutasi (Sukirman,2014:115 )

Misalkan S adalah suatu himpunan berhingga. Permutasi adalah pemetaan satu-satu dari S ke dirinya sendiri. Setiap permutasi adalah suatu pemetaan bijektif.

Contoh 2. 4 (Sukirman,2014:118)

Misalnya 𝑆 = {1, 2, 3}, maka permutasi-permutasi dari elemen-elemen S adalah

𝜀 = ( 1 2 3

1 2 3 ) 𝛼 = ( 1 2 3

2 1 3 ) 𝛽 = ( 1 2 3 3 2 1 )

𝛾 = ( 1 2 3

1 3 2 ) 𝛿 = ( 1 2 3

2 3 1 ) 𝜎 = ( 1 2 3 3 1 2 )

Secara geometris, permutasi tersebut dapat diilustrasikan dengan

menggunakan operasi pencerminan dan rotasi pada segitiga sama sisi. Bagian

𝜀 adalah hasil operasi yang menghasilkan. Bagian 𝛼 merupakan hasil dari

operasi penceriman anggota S terhadap sumbu refleksi yang terbentuk dari

sudut nomor 3 ke titik tengah antara sudut 1 dan 2. Bagian 𝛽 merupakan hasil

dari operasi pencerminan anggota S terhadap sumbu refleksi yang terbentuk

dari sudut nomor 2 ke titik tengah antara sudut 1 dan 3. Bagian 𝛾 merupakan

hasil dari operasi pencerminan anggota S terhadap sumbu refleksi yang

terbentuk dari sudut nomor 1 ke titik tengah antara sudut 2 dan 3. Bagian 𝛿

merupakan hasil dari operasi rotasi 180° searah jarum jam. Bagian 𝜎

merupakan hasil dari operasi rotasi 180° berbalik arah jarum jam.

(40)

𝜀 𝛼 𝛽

𝛾 𝛿 𝜎

Gambar 2.4 Representasi Geometris Permutasi 𝑆

3

Definisi 2.5 (Gallian, 2010:453)

Grup Simetri (F,*) dalam ruang ℝ

𝑛

adalah semua isometri dalam ℝ

𝑛

yang memetakan ke dirinya sendiri. Grup operasi * adalah komposisi fungsi

Contoh 2. 5 (Sukirman, 2014:118)

Dapat dilihat dari contoh 2.3 misalkan A merupakan himpunan berhingga

{1,2,3}. Maka semua permutasi dari A merupakan grup simetri tingkat 3,

dengan lambang 𝑆

3

(41)

Definisi 2.6 (Fraleigh, 2003: 50)

Diberikan dua buah group dengan operasi yang sama yaitu (𝐺,∘) dan (H,∘).

Jika H adalah himpunan bagian dari G, maka himpunan H disebut subgroup dari group G dan dinotasikan dengan 𝐻 ≤ 𝐺.

Contoh 2. 6 (Fraleigh, 2003:52)

Diketahui (ℤ, +) dan (ℝ, +) merupakan suatu grup, dan ℤ adalah himpunan bagian dari ℝ dapat disimpulkan bahwa ℤ merupakan subgrup dari ℝ atau dapat ditulis ℤ ≤ ℝ.

Definisi 2.7 (Fraleigh, 2003: 68)

Diberikan sebuah group (𝐺,∘). Himpunan S yang merupakan himpunan bagian dari 𝐺 merupakan himpunan generator untuk 𝐺 jika setiap elemen 𝐺 dapat dinyatakan dengan operasi berhingga (finite product) elemen-elemen S, ditulis 𝐺 = 〈𝑆〉

Contoh 2.7 (Gallian, 2010:72)

Generator untuk grup (ℤ, +) adalah 𝑆 = {1, −1}. Setiap anggota ℤ dapat dinyatakan sebagai jumlahkan 1. Misalnya bilangan bulat 5 dapat terbentuk dari 1 + 1 + 1 + 1 + 1. Kemudian bilangan bulat -3 dapat terbentuk dari (-1) + (-1) + (-1)

Definisi 2.8 (Fraleigh, 2003: 59)

Grup G disebut grup siklik jika dan hanya jika ada elemen G sedemikian

sehingga setiap e elemen 𝑦 ∈ 𝐺, 𝑦 = 𝑎

𝑚

dengan m bilangan bulat. Elemen

𝑎 ∈ 𝐺 disebut dengan generator.

(42)

Contoh 2.8

Grup (ℤ

𝑛

, +) merupakan suatu grup siklik dengan generatornya adalah 1 dan - 1. Setiap anggota ℤ

𝑛

dapat dinyatakan sebagai jumlahan 1 atau jumlahkan -1.

Definisi 2.9 (Sukirman, 2014:188)

Misalkan (𝐺,∘) dan (𝐺′,∗) dua grup, maka pemetaan 𝜙 ∶ 𝐺 ⟶ 𝐺′ adalah suatu homomorpisme, apabila

𝜙(𝑎 ∘ 𝑏) = 𝜙(𝑎) ∗ 𝜙(𝑏), ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺

Dari hasil definisi tersebut maka homomorpisme adalah pemetaan yang mengawetkan / melanggengkan operasi pada grup-grupnya.

Contoh 2.9 (Sukirman, 2014:189)

Jika (ℤ, +) adalah grup dengan operasi penjumlahan. Pemetaan 𝑓: ℤ → ℤ didefinisikan oleh 𝑓(𝑥) = 𝑚𝑥, ∀𝑥 ∈ ℤ dan 𝑚 merupakan bilangan bulat, maka 𝑓 adalah homomorpisme. Sebab, jik 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ, maka 𝑓(𝑎) = 𝑚𝑎, 𝑓(𝑏) = 𝑚𝑏, dan (𝑎 + 𝑏) ∈ ℤ, sehingga

𝑓(𝑎 + 𝑏) = 𝑚(𝑎 + 𝑏) = 𝑚𝑎 + 𝑚𝑏 = 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏)

Definisi 2.10 (Gallian, 2010: 123)

Sebuah isomorfisma 𝜙 dari grup (𝐺,∘) ke grup (𝐺̅,∗) adalah sebuah fungsi satu-satu dari 𝐺 ke 𝐺̅ yang mempertahankan operasi grup. Hal itu berarti bahwa

𝜙(𝑎 ∘ 𝑏) = 𝜙(𝑎) ∗ 𝜙(𝑏) untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺.

(43)

Jika terdapat sebuah isomorfisma dari grup 𝐺ke grup 𝐺̅, maka dikatakan bahwa 𝐺ke 𝐺̅ adalah isomorfik dan ditulis 𝐺 ≈ 𝐺̅.

Gambar berikut memberikan ilustrasi tentang konsep isomorfisma.

Gambar 2.5. Ilustrasi isomorfisma grup 𝐺 ke grup 𝐺̅.

(Gambar diambil dari Gallian, 2010: 123)

Definisi 2.11 (Sukirman, 2014: 210)

Hasilkali langsung luar (external direct product) jika 𝐺

1

, 𝐺

2

, … , 𝐺

𝑛

merupakan n grup adalah 𝐺

1

⨂𝐺

2

⨂ … ⨂𝐺

𝑛

= {(𝑎

1

, 𝑎

2

, … , 𝑎

𝑛

)|𝑎

𝑖

∈ 𝐺

𝑖

, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛} dan operasi perkalian di dalam 𝐺

1

⨂𝐺

2

⨂ … ⨂𝐺

𝑛

didefinisikan oleh

(𝑗

1

, 𝑗

2

, … , 𝑗

𝑛

)(𝑘

1

, 𝑘

`2

, … , 𝑘

𝑛

) = (𝑗

1

𝑘

1

, 𝑗

2

𝑘

2

, … , 𝑗

𝑛

𝑘

𝑛

).

Perlu diperhatikan bahwa perkalian 𝑗

𝑖

𝑘

𝑖

adalah hasil operasi dalam grup 𝐺

𝑖

.

Contoh 2.10 (Sukirman, 2014:211)

𝐺 = ℤ

2

⨂ℤ

3

= {0,1}⨂{0,1,2} = {(0,0), (0,1), (0,2), (1,0), (1,1), (1,2), }.

Grup 𝐺 merupakan grup Abelian yang berorder 6.

Definisi 2.12 (Malik, Mordeson, dan Sen, 1997: 166)

Grup Dihedral 𝐷

𝑛

adalah grup yang berorder 2n yang memiliki dua generator

dua elemen a dan b dan memenuhi kriteria

(44)

𝑎

𝑛

= 𝑒, 𝑏

2

= 𝑒, dan 𝑏𝑎𝑏 = 𝑎

−1

Jika grup Dihedral tersebut adalah grup tak hingga, ditulis 𝐷

, maka grup tersebut memiliki dua generator a dan b dan memenuhi kriteria

𝑏

2

= 𝑒, dan 𝑏𝑎𝑏 = 𝑎

−1

Contoh 2.11 (Malik, Mordeson, dan Sen, 1997:166)

Grup Dihedral 𝐷

4

= 〈𝑎, 𝑏|𝑎

4

= 𝑒, 𝑏

2

= 𝑒, 𝑏𝑎𝑏 = 𝑎

3

〉. Jika ditulis lengkap, maka anggota-anggota grup 𝐷

4

adalah 𝑒, 𝑎, 𝑎

2

, 𝑎

3

, 𝑏, 𝑎𝑏, 𝑎

2

𝑏𝑎

3

𝑏.

Ilustrasi geometri dari grup dihedral 𝐷

4

adalah grup simetri yang terdapat dalam sebuah persegi. Diberikan sebuah persegi, maka simetri dalam persegi tersebut membentuk grup dengan generator 𝑎 yaitu rotasi 90

dan 𝑏 yaitu pencerminan mendatar (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Ilustrasi grup dihedral 𝐷

4

(45)

D. Geometri Transformasi

Pada subbab ini akan dibahas konsep-konsep yang berhubungan dengan geometri transformasi dalam bidang datar.

Definisi 2.13 (Moeharti, 1975)

Transformasi merupakan fungsi 𝑓 yang memetakan titik dari suatu himpunan ke himpunan lain. Pemetaan yang terjadi pada transformasi merupakan sebuah pemetaan korespondensi satu-satu antara dua himpunan.

Transformasi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah transformasi dua dimensi yaitu transformasi yang diterapkan pada bidang Kartesian dua dimensi, dengan sumbu x dan sumbu y. Dengan demikian, fungsi 𝑓 memetakan titik dari himpunan titik dalam bidang Kartesius ke dirinya sendiri. Berikut ini akan dibahas macam-macam transformasi dua dimensi.

Definisi 2.14

Diberikan dua titik 𝐴(𝑥

1

, 𝑦

1

) dan 𝐵(𝑥

2

, 𝑦

2

)dalam koordinat Kartesius. Jarak kedua titik tersebut, dilambangkan dengan 𝐴𝐵, adalah

𝐴𝐵 = √(𝑥

2

− 𝑥

1

)

2

+ (𝑦

2

− 𝑦

1

)

2

.

Definisi 2.15 (Moeharti, 1975)

Isometri adalah transformasi yang tidak mengubah jarak. Jika 𝑃’ = 𝑓(𝑃) dan

𝑄

= 𝑓(𝑄), maka 𝑃𝑄 = 𝑃’𝑄’. Jarak titik P dan Q sebelum transformasi sama

dengan jarak setelah transformasi, yaitu jarak antara bayangan-bayangan titik-

titik P dan Q.

(46)

Gambar 2.7 Ilustrasi sebuah isometric f. (Gambar: Pribadi)

Definisi 2.16 (Sartono, 2007)

Diberikan sebuah vektor 𝑣⃗ = 〈𝑎, 𝑏〉. Translasi adalah sebuah isometri yang memetakan titik (𝑥, 𝑦) ke (𝑥 + 𝑎, 𝑦 + 𝑏). Vektor 𝑣⃗ disebut vektor translasi yang menentukan arah dan jarak pergeseran. Di dalam operasi translasi, bangun bayangan yang terbentuk kongruen terhadap bangun aslinya.

Contoh 2. 12

Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi gambar I ditranslasikan atau

digeser menurut vektor v

(47)

Gambar 2.8 Ilustrasi Transformasi Translasi (Gambar diambil dari Crowe 2001:4)

Definisi 2.17 (Sartono, 2007)

Diberikan sebuah garis lurus 𝑙.Refleksi atau pencerminan adalah sebuah isometric yang memetakan setiap titik pada 𝑙 ke dirinya sendiri, dan setiap titik 𝐴 yang tidak terletak pada garis 𝑙 dipetakan ke titik 𝐴′ sedemikian sehingga jarak 𝐴 ke 𝑙 sama dengan jarak 𝐴’ ke garis 𝑙. Garis l tersebut disebut sebagai sumbu cermin atau sumbu simetri. Pada transformasi refleksi jarak antara bangun bayangan ke sumbu simetri sama dengan jarak bangun asli ke sumbu simetri.

Contoh 2. 13

Berikut adalah ilustrasi transformasi refleksi segitiga ABC terhadap sumbu l

(48)

Gambar 2.9 Ilustrasi Transformasi Refleksi (Gambar diambil dari Crowe 2001:4) Definisi 2.18 (Sartono, 2007)

Rotasi atau perputaran adalah sebuah isometri dengan proses memutar sebuah bangun geometri itu terhadap titik tertentu. Titik yang dimaksud adalah titik pusat rotasi. Selain itu, suatu rotasi juga ditentukan oleh arah rotasi dan besar sudut rotasinya.

Titik rotasi adalah suatu titik pusat yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan arah dan besar sudut rotasi. Titik rotasi ini dapat berada di luar maupun pada bangun geometri yang akan dirotasi. Arah rotasi adalah yang menentukan nilai rotasi positif atau negatif. Jika perputaran searah jarum jam maka rotasi bernilai negatif, sedangkan jika perputaran berlawanan arah jarum jam maka rotasi akan bernilai positif. Besar sudut rotasi menyatakan jauhnya rotasi dilakukan, dan biasanya besar sudut ditentukan dengan ukuran radian atau derajat.

Contoh 2. 14

Berikut adalah ilustrasi rotasi 90

°

terhadap titik pusat rotasi P.

(49)

Gambar 2.10 Ilustrasi Transformasi Refleksi (Gambar diambil dari Crowe 2001:3)

Definisi 2.19 (Crowe, 2001:4)

Diberikan vektor 𝑣⃗ dan garis 𝑙 yang sejajar dengan 𝑣⃗. Transformasi pantul geser adalah sebuah isometri sedemikian sehingga setiap titik P dalam bidang ditranslasikan oleh vektor 𝑣, ⃗⃗⃗⃗kemudian dicerminkan terhadap garis 𝑙 Garis 𝑙 disebut sumbu pantul.

Contoh 2. 15

Berikut merupakan ilustrasi transformasi pantul geser oleh vektor 𝑣⃗ dan sumbu pantul 𝑙.

Gambar 2.11Ilustrasi pantul geser(Gambar diambil dari Crowe 2001:5)

(50)

36 BAB III

POLA FRIEZE DAN KRISTALOGRAFI

A. Pengertian Pola Frieze

Pola Frieze adalah group diskret yang termasuk dalam grup simetri bidang yang merupakan subgrup dari translasi yang isomorfis pada Z (Gallian, 2010:461). Grup simetri yang terdapat pada pola frieze adalah translasi, pantul geser, refleksi dan rotasi 180°. Pola Frieze banyak ditemui dalam seni dekorasi, arsitektur dan pola pada perhiasan. Pola friezeterdiri atas tujuh pola yang diilustrasikan pada Gambar 3.1 sampai dengan Gambar 3.7 berikut.

Gambar diambil dari https://www.maa.org/sites/default/files/images/

upload_library/4/vol1/architecture/Math/seven.html

1. Pola pertama adalah p1. Pola ini dibangun dari hasil translasi saja. Contoh pola ini dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3.1 Ilustrasi Pola p1 dalam Pola Frieze

2. Pola kedua adalah p11g. Pola ini dibangun dari hasil pantul geser. Contoh

pola ini dapat dilihat sebagai berikut.

(51)

Gambar 3.2 Ilustrasi Pola p11g dalam Pola Frieze

3. Pola ketiga adalah p1m1. Pola ini dibangun dari hasil translasi dan refleksi vertikal. Contoh dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.3 Ilustrasi pola p1m1 dalam Pola Frieze

4. Pola keempat adalah p2. Pola ini dibangun dari hasil translasi dan rotasi 180°. Contoh pola p2 dapat dilihat gambar berikut.

Gambar 3.4 Ilustrasi p2 dalam Pola Frieze

5. Pola kelima adalah p2mg. Pola ini dibangun dari hasil pantul geser, refleksi vertikal, dan rotasi 180°. Contoh pola ini dapat dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 3.5. Ilustrasi pola p2mg dalam Pola Frieze

6. Pola keenam adalah p11m. Pola ini dibangun dari hasil translasi dan

refleksi horizontal. Contoh dapat dilihat sebagai berikut

(52)

Gambar 3.6 Ilustrasi pola p11m dalam Pola Frieze.

7. Pola ketujuh adalah p2mm. Pola ini dibangun dari hasil translasi, refleksi horizontal dan refleksi vertikal. Contoh dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 3.7 Ilustrasi pola p2mm dalam Pola Frieze.

Secara matematis, setiap pola dalam pola Frieze berasosiasi dengan sebuah grup. Tabel berikut memaparkan grup-grup yang isomorfis dengan setiap pola dalam pola Frieze.

Tabel 3.1 Pola Frieze dan Grup yang Isomorfis dengan pola tersebut

Jenis Pola Frieze Generator Grup yang isomorfis

p1 x : translasi ℤ

p11g x : pantul geser ℤ

p1m1 x : translasi

y : refleksi vertikal 𝐷

p2 x : translasi

y : rotasi 180° 𝐷

p2mg x : pantul geser

y : rotasi 180° 𝐷

p11m x : translasi

y : refleksi horizontal ℤ ⊗ ℤ

2

(53)

p2mm

x : translasi

y : refleksi horizontal z : refleksi vertikal

𝐷

⊗ ℤ

2

Pada tabel 3.1 terdapat grup yang isomorfis dengan masing-masing pola.

Dimana pola p1 dan p11g mirip dengan grup ℤ, yaitu pola yang terbentuk merupakan hasil satu operasi yaitu masing-masing translasi dan pantul geser, sedangkan grup ℤ dapat di konstruksi dengan operasi penjumlahan. Pola p1m1, p2, dan p2mg mirip dengan grup 𝔻

karena memiliki dua operasi yang membangun grupnya. Pola p11m mirip dengan hasil dari operasi grup ℤ⨂ℤ

2

dimana pola ditranslasikan maka akan mirip dengan grup ℤ kemudian karena adanya refleksi horizontal maka terdapat bayangan yang mirip dengan ℤ

2

. Pola p2mm mirip dengan grup 𝔻

⨂ℤ

2

karena memiliki tiga generator dimana untuk 𝔻

memiliki dua generator dan ℤ

2

memiliki satu generator.

Berikut ini algoritma yang dapat dipergunakan untuk pola frieze sebuah motif

(Gallian,2010: 466).

(54)

Gambar 3.8 Diagram Alur Pola Frieze

B. Pengertian Pola Kristalografi

Telah dibahas dalam bagian sebelumnya transformasi satu dimensi

yang disebut dengan pola Frieze. Dalam bagian ini akan dibahas transformasi-

transformasi dua dimensi yang sebut dengan pola Kristalografi. Kristalografi

matematis adalah suatu studi tentang pola-pola (patterns) yang membuat pola-

pola tersebut dapat menjadi model untuk struktur kristal (Senechal,

1990).Kristal memiliki struktur yang sangat simetris. Oleh karena itu struktur

yang simetris sering disebut sebagai struktur yang memiliki pola kristalografi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan minat pada profesi guru adalah kecenderungan perasaan senang yang ada pada diri seseorang, sehingga ia memberikan

Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akfibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan

Pasien mengatakan nyeri perut karena luka Post Section Caesarea.. Dokter menyarankan SC untuk menyelamatkan ibu dan janin. Pada tanggal 15 April 2015 pukul 10.00 pasien telah

Pertimbangan lain dari sisi teknologi traffic light control system dalam penelitian ini adalah belum dikembangkan (di Indonesia) model traffic light yang mampu

Penerapan model pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media visual berupa gambar dan benda nyata pada mata pelajaran IPA

Instrumen hukum di atas terkait mengenai pengendalian dan pencegahan dalam hal kegiatan usaha pengembangan Gas DS-LNG di Desa Uso Kec batui yang membawa

Sehingga dapat dijelaskan bahwa non performing loan (NPL) tidak terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perbankan atau semakin tinggi rasio

Kajian yang dipilih adalah pola grup kristalografi pada kain tenun ikat Dayak Desa Kalimantan Barat yang ditinjau dari simetri yang terdapat pada motif kain nya... Kain tenun