• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) KERETA BANDARA RADIN INTEN II STASIUN TANJUNGKARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) KERETA BANDARA RADIN INTEN II STASIUN TANJUNGKARANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

19

ANALISIS ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) KERETA BANDARA RADIN INTEN II

STASIUN TANJUNGKARANG

Diana Nur’Afni(1), Aleksander Purba(2), Chatarina Niken DWSBU(3)

Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Lampung

diana.nurafni@gmail.com, aleksander.purba@eng.unila.ac.id, chatarinaniken@yahoo.com

Abstract. To support the government goal to make Radin Inten II Airport as an international airport, the arrangement of transportation mode to and from airport need a serious attention. The planning of making airport train by route Tanjung Karang – Radin Inten II Airport and vice versa will be very important considering the traffic density and the tarvel time to airport that is often unpredictable. The project of this airport train should be a community choice mode and benefit to government. Considering the big cost of the project if it is not able to be a choice it will be a loss. The research of this study uses questionnaries to know and analyze the Ability To Pay (ATP) and Willingness to Pay (WTP) of respondents towards the Radin Inten II Airport Train and to know the determination scenario of the train ticket rates based on the value of ATP and WTP. Based on the calculation result dan data analysis, the average of Ability to Pay (ATP) of respondents is Rp 87000. The average of train ticket rates which is expected by respondents is Rp 44000.

The determination scenario of the train ticket rates of Radin Inten II Airport – Bandar Lampung will be maximal at Rp 30000 – Rp 60000 with ATP analysis 90 % and WTP analysis 60%.

Key words: Analysis Ability To Pay (ATP), Willingness To Pay (WTP).

Abstrak. Untuk pendukung target pemerintah menjadikan Bandara Radin II sebagai bandara bertaraf internasional, penataan moda transportasi menuju bandara dan sebaliknya harus serius diperhatikan. Rencana pembangunan kereta bandara dengan rute stasiun Tanjung Karang – Bandara Radin Inten II dan sebaliknya akan menjadi penting, mengingat kepadatan lalul intas dan waktu perjalanan menuju bandara sering kali tidak dapat dipastikan. Pembanguna kereta bandara ini harus menjadi moda pilihan masyarakat dan menjadi keuntungan bagi pemerintah. Mengingat biaya pembangunan yang besar bila tidak menjadi pilihan maka akan menjadi kerugian. Penelitian yang dilakukan dalam studi ini berupa penyebaran kuisiner untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kemampuan membayar atau Ability To Pay (ATP) dan keinginan membayar atau Willingness To Pay (WTP) responden terhadap kereta bandara Radin Inten II Lampung , serta Untuk mengetahui skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II Lampung berdasarkan nilai ATP dan WTP . Berdasarkan hasil perhitungan, dan analisis data, nilai rata-rata kemampuan membayar atau Ability To Pay (ATP) responden adalah sebesar Rp. 87.000,-. Harga tiket rata-rata kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung yang diharapkan oleh responden atau Willingness to Pay (WTP) responden sebesar Rp. 44.000,-. Skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung akan maksimal pada tarif berkisar Rp.30.000-Rp.60.000 dengan hasil analisis ATP 90% dan WTP 60%.

Kata kunci: Analisis Ability To Pay (ATP) , Willingness To Pay (WTP).

I. PENDAHULUAN

Bandar udara merupakan prasarana penyelenggara penerbangan dalam menunjang aktifitas dan mendukung pertumbuhan suatu wilayah. Penataan bandar udara perlu dilakukan agar sesuai dengan tingkat kebutuhan termasuk prasarana pendukungnya. Bandar Udara

Radin Inten II adalah bandar udara yang melayani kota Bandar Lampung di Lampung dan di targetkan akan menjadi bandar udara bertaraf internasional. Dari data BPS tahun 2018 jumlah penumpang pesawat udara yang berangkat dari Bandar Udara Radin Inten II dan sebaliknya terus meningkat dan akan menumbulkan kepadatan dan permasalahan lalu lintas.

(2)

20

Pemerintah merencakanan

pembangunan kereta bandara dengan rute stasiun Tanjung Karang – Bandara Radin Inten II sebagai moda transportasi masal menuju bandara dan sebaliknya. Dalam penelitian ini penyebaran kuisioner dan analisa data dilakukan untuk mengetahui nilai ATP adan WTP Reseponden mengetahui sekenario tarif kereta bandara.

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk menganalisis kemampuan membayar atau ATP dan keinginan membayar atau WTP responden (pengguna angkutan udara) terhadap kereta bandara Radin Inten II Lampung dan untuk mengetahui skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II berdasarkan nilai ATP dan WTP.

II. KAJIAN TEORI Sistem Transportasi

Transportasi sebagai suatu bagian integral dari fungsi masyarakat, karena menunjukkan hubungan yang erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari aktifitas produksi, hiburan, barang-barang, serta barang yang tersedia untuk konsumsi Morlok (1988).

Pemilihan moda transportasi sebagaimana dikutip dari Miro (2002), yaitu suatu proses melakukan perjalanan di suatu titik ke titik yang lain, serta mengetahui jumlah orang dan barang pada berbagai pilihan moda transportasi yang tersedia dan untuk melayani suatu titik asal- tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Keuntungan yang didapat adalah perjalanan menjadi lebih cepat, bebas tidak tergantung waktu, dapat membawa barang dan anak-anak dengan lebih aman, bebas memilih rute sesuai keinginan pengemudi (Warpani, 1990).

Perumusan model pemilihan moda sebagai pemilihan diantara alternatif- alternatif yang tersedia berkaitan dengan perilaku individu/konsumen pengambilan

keputusan dalam memilih barang atau jasa.

Dasar teori perilaku konsumen setiap individu dalam memilih barang atau jasa selalu berusaha memilih yang dianggapnya dapat memberikan kepuasan maksimal.

Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul setelah membandingkan kinerja yang diharapkan pelanggan (expected) dan yang diterima pelanggan (perceived). Apabila harapan lebih tinggi dari pada yang diterima maka kepuasan tidak tercapai. Apabila yang diterima lebih tinggi atau sama dengan yang diharapkan maka kepuasan tercapai atau meningkat (Kotler dan Keller, 2009).

Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)

Ability to pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar suatu jasa berdasarkan penghasilan yang didapat. Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. PT.

Dardela Yasa Guna Engineering Consultant membahas mengenai nilai WTP dan ATP seringkali terjadi ketidak sinambungan.

Hubungan antara ATP dan WTP yaitu dalam menentukan tariff sering kali terjadi benturan antara besarnya ATP dan WTP.

Pada kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif yang terdapat pada Gambar 1. berikut:

Gambar 1. Ilustrasi ATP dan WTP

(3)

21

Keterangan:

1. ATP > WTP

Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.

2. ATP < WTP

Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi di atas, dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders.

3. ATP sama dengan WTP

Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.

Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem angkutan umum. Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Pengguna (User) 2. Operator

3. Pemerintah (Regulator).

Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut:

1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran.

Intervensi/campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP.

2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan.

Gambar 2. Proses ATP dan WTP

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian ini sehingga mempermudah dalam pengumpulan data dan pengolahan data yang dibutuhkan, mulai dari persiapan, identifikasi masalah, pengumpulan data pendukung dan literatur terkait, serta penyebaran dan pengolahan data kuisioner (120 kuisiner) dengan menggunakan program PSPP.

(4)

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Desktipsi responden berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan dan tujuan perjalanan ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Desktipsi Responden

Dari hasil kuisioner diperoleh, berdasarkan usia pelaku perjalanan sebagai berikut: 57 (47%) responden berusia antara 26-35 tahun, 26 (22%) responden berusia 36-45 tahun, 17 (14%) responden berusia antara 15-25 tahun, 15 (13%) responden berusia antara 46-55 tahun, dan 5 (4%) responden yang berusia lebih dari 55 tahun.

Presentase paling tinggi adalah responden dengan pendidikan terakhir Sarjana/Magister/Doktor sebesar 75 (62%) responden, kemudian sebanyak 28 (23%) responden berpendidikan terakhir SLTA/MAN/SMK/SMA/Sederajat, 8 (7%) responden dengan pendidikan terakhir Akademi, 8 (7%) responden berpendidkan terakhir SLTP/MTS/SMP/Sederajat dan 1 (1%) responden berpendidikan terakhir SD/MI/Sederajat. Sehingga dapat simpulkan presentase tertinggi pendidikan responden adalah berpendidikan terakhir Sarjana/Magister/Doktor sebesar 75 responden atau 62% responden dari 120 responden.

Sebaran responden berdasarkan pekerjaan berdasarkan hasil kuisioner, memperlihatkan bahwa 50 (42%) responden berprofesi sebagai karyawan swasta/BUMN, 31 (26%) responden

berprofesi sebagai PNS/TNI/Polri, 15 (12%) responden menjawab lainnya (seperti dokter, perawat, ibu rumah tangga, supir, PRT dll), 11 (9%) sebagai pelajar dan 9 (11%) responden berprofesi sebagai wiraswasta/pedagang/petani.

Berdasarkan tujuan perjalanan, responden yang menjawab untuk bekerja atau urusan dinas sebesar 72 (60%), 20 (17%) untuk sekolah atau kuliah, 17 (14%) kunjungan sosial, 8 (7%) untuk berekreasi, 3 (3%) menjawab lainnya seperti beribadah umroh dan menjemput saudara, dan tidak ada responden yang menjawab bertujuan untuk berdagang.

Sebanyak 63 ( 52.5%) responden menghapkan harga tiket kereta api Bandara Radin Inten II berkisar Rp.26.000- Rp.50.000, 40 (33%) responden mengharapkan harga tiket kurang dari Rp.25.000-, sedangkan 11 (9.5%) responden mengharaapkan Rp.51.000- Rp.75.000, 6 (5%) responden mengharapkan harga tiket Rp.76.999 - Rp.100.000 dan tidak ada yang menjawab setuju dengan harga tiket lebih dari Rp.100.000. Dapat terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Harga Tiket yang Diharapkan 0.0

10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

Kurang dari (<) Rp. 25.000,- Rp. 26.000,- s/d Rp. 50.000,- Rp. 51000,- s/d Rp. 75.000,- Rp. 76.000,- s/d Rp. 100.000,- Lebih dari (>) Rp. 100.000,-

Harga Tiket KeretaTanjung Karang – Bandara Radin Inten II

Harga Tiket yang diharapkan

(5)

23

Dari hasil analisis dan terlihat pada Gambar di atas, harga tiket tertinggi yang diharapkan adalah 63 (52.5%) responden yaitu harga tiket kereta Bandara Radin Inten II berkisar Rp.26.000-Rp.50.000, sedangkan berdasarkan tujuan perjalanan responden yang menjawab untuk bekerja atau urusan dinas sebesar 72 (60%). Hal ini dimungkinkan adanya faktor kemungkinan responden akan melakukan perjalanan dilain kesempatan dengan kepentingan pribadi dan mengharapkan biaya yang dikeluarkan tidaklah terlalu mahal, juga dari hasil wawancara sebelumnya kepada beberapa responden, bahwa harapan responden yang menginginkan Kereta Bandara Radin Inten II menjadi moda transportasi milik masyarakat luas dengan harga tiket yang terjangkau agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan menjadi moda pilihan.

Sebanyak 72 (60%) responden menjawab mungkin akan beralih menggunakan moda transportasi kereta bandara Radin Inten II jika harga tiket yang ditawarkan berkisaran Rp. 65.000 - Rp.

85.000, 22 (18%) responden menjawab pasti akan beralih menggunakan kereta bandara, 13 (11%) responden menjawab tidak akan memilih, 10 (8%) responden menjawab bimbang, dan 3 (3%) responden menjawan netral/tidak menjawab.

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil korelasi (r) Pearson digunakan untuk mendeteksi validitas dari masing-masing item pernyataan. Uji reliabilitas didasarkan pada nilai Alpha Cronbach (α), jika nilai Alpha Cronbach (α) lebih besar dari 0,60 maka data penelitian dianggap cukup baik dan reliable untuk digunakan sebagai input dalam proses penganalisaan data guna menguji hipotesis penelitian.

Analisis Kemampuan Membayar (Ability to Pay)

Hasil analisis nilai rata-rata ATP responden adalah sebesar Rp. 87.000, sedangkan apabila harga tiket kereta bandara ditetapkan berkisar antara Rp.

60.000 – Rp. 90.000 maka kemampuan membayar responden sebesar 86 responden (71.67%), namun jika harga tiket bandara berkisar antara Rp. 90.000 – Rp. 120.000 maka kemampuan membayar respoden akan menurun menjadi 37 responden (30.83%). Dapat terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Analisis Kemampuan Membayar (Ability to Pay)

Analisis Keinginan Membayar (Willingness to Pay)

Dalam analisis WTP didapatkan bahwa 109 (91%) responden mau membayar lebih dan 11 (9%) responden tidak bersedia membayar lebih untuk program perbaikan peningkatan keselamatan kereta bandara Radin Inten II (dengan asumsi yang harus dibayar responden sebesar 5% dari harga tiket yang diharapkan responden).

Besarnya kemauan membayar minimum responden yaitu sebesar Rp. 0 dan maksimum sebesar Rp. 3.750.

Harga tiket minimum kereta bandara yang diharapkan oleh responden minimum sebesar Rp. 26.250, harga tiket maksimum yang diharapkan sebesar Rp. 79.000 dan rata-rata tarif yang diharapkan sebesar Rp.

44.000. Dalam hal ini berlaku hukum

(6)

24

permintaan (the law of demand), dimana semakin murah harga tiket yang ditetapkan maka akan semakin banyak responden yang akan menggunakan kereta bandara, sebaliknya semakin mahal harga yang ditetapkan maka akan semakin sedikit responden yang akan menggunakan kereta bandara Radin Inten II. Dapat terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Analisis Keinginan Membayar (Willingness to Pay)

Tarif maksimal yang diharapkan responden dari hasil analisis yaitu sebesar Rp. 79.000, sedangkan tarif untuk menggunakan taksi online dari stasiun Tanjung Karang menuju bandara Radin Inten II yaitu Rp. 81.000 (Grab-car) dan Rp. 106.000 (Go-car) dengan demikin responden mengharapkan harga tiket dapat lebih rendah dari taksi online.

Dari hasil analisis, nilai ATP lebih besar dari nilai WTP (ATP>WTP) hal ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar responden lebih besar dari keinginan membayar terhadap moda transportasi kereta bandara Radin Inten II.

Jika harga tiket bandara ditetapkkan Rp.

60.000 – Rp. 90.000 presentase WTP hanya sebesar 8.33% dan ketika harga tiket dinaikan >Rp. 90.000 maka WTP reponden menjadi 0 sedangkan ATP masih bernilai 40.83% dengan katalain masih ada kemampuan membayar dari responden namun tidak ada keinginan membayar sesuai tarif seperti yang ditetapkan. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perbandingan ATP dan WTP

Analisis ini menyerupai hasil studi sebelumnya terhadap kereta bandara Soekarno-Hatta dimana nilai ATP>WTP, pada saat harga tiket bandara Soekarno- Hatta ditetapkan Rp. 80.000 presentase WTP menjadi 0 atau dengan kata lain tidak ada responden yang mau membayar sebesar tarif untuk kereta bandara soekarno-Hatta, namun presentase ATP masih sebesar 40%.

Pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders yaitu pengguna mempunyai penghasilan yang relatif lebih tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah.

Hal ini terjadi dikarenakan oleh :

- Utilitas terhadap jasa tersebut relatif lebih rendah namun penghasilan responden yang relative lebih besar.

- Presepsi atau psikologi responden tentang kereta api bandara masih dipengaruhi oleh anggapan bahwa kereta api bandara transportasi umum,sama seperti transportasi umum lainnya (DAMRI) sehingga tarif yang diharapkan sama dengan transportasi umum yang ada meskipun kemampuan membayarnya tinggi.

- Presepsi atau psikologi responden yang terbentuk masih menggambarkan pelayanan jasa kereta api yang ada sekarang (karena responden belum merasakan pelayanan yang diberikan kereta bandara yang baru akan direncanakan), meskipun telah dijelaskan kereta bandara akan berbeda dengan kereta api yang sudah ada sekarang. (Permata R, 2012).

(7)

25

Dari hasil wawancara kepada responden yang mau membayar harga tiket sebesar Rp. 80.000, diantaranya responden domisili asal Jakarta dan sedang melakukan perjalanan dinas ke Bandar Lampung.

Responden tersebu menyampaikan bahwa apabila harga tiket yang ditetapkan sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan maka responden tersebut mau untuk membeli tiket dan menggunakan kereta bandara Radin Inten II. Sedangkan dari wawancara dan analisa data pula disimpulkan bahwa mayoritas responden tidak mau menggunakan kereta bandara merupakan responden asal domisili Bandar Lampung, apabila ditetapkan dengan tiket sebesar Rp.

80.000 sebagian responden masih beranggapan bahwa kereta bandara akan sama fasilitasnya seperti kereta yang sudah ada di Lampung semisal kereta dengan rute Tanjung Karang – Palembang.

Penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah, diharapkan mampu mempertimbangkan tarif kereta bandara Radin Inten II. Apabila harga tiket tidak dapat terjangkau oleh masyarakat tentunya tidak akan menjadi moda transportasi pilihan masyarakat. Dalam analisis data didapatkan harga tiket akan maksimal pada tarif berkisar Rp.30.000-Rp.60.000 dengan hasil analisis ATP 90% dan WTP 60%.

Persamaan regresi linier willingness to pay (Pay) didatas dapat dianalisis bahwa faktor yang dominan mempengaruhi ability to pay (ATP) dan willingness to pay (Pay) adalah X1 yaitu faktor pendapatan dalam satu bulan, diikuti oleh X3 yaitu presentase penghasilan untuk transportasi dalam satu bulan, kemudian X4 yaitu pelayanan moda transportasi yang ada dan yang terakhir adalah X2 yaitu harga tiket yang ditawarkan. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai R2 = 0.9956.

Tarif merupakan daya tarik yang ditawarkan oleh taksi online karena relatif lebih murah dibandingkan dengan moda konvensional. Dengan membandingkan

titik kordinat penjemputan yang sama dan lokasi pengantaran yang sama yaitu dari stasiun Tanjung Karang menuju Bandara Radin Inten II , kedua aplikasi ini memiliki harga yang berbeda yaitu Rp. 81.000 (grab- car) dan Rp. 106.000 (go-car).

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tarif kereta bandara Radin Inten II, berikut terdapat beberapa bandara yang telah memiliki fasilitas kereta bandara:

Tabel 5. Kereta Bandara di Indonesia

Dari data Tabel 1. diatas kereta bandara di Indonesia seperti diatas terdapat perbedaan harga yang signifikan cukup tinggi di antara ketiga kereta bandara yaitu Kereta Bandara Minangkabau yang hanya Rp.10.000 dengan jarak tempuh 23 Km, waktu tempuh 40 menit dan kecepatan 60km/jam. Untuk kereta Bandara Internasioinal Soekarno Hatta (Soetta) dengan harga tiket Rp.70.000, jarak tempuh 37.6 Km waktu tempuh 40 menit dan kecepatan 80 Km/jam. Untuk kereta Bandara Kualamanu dengan harga tiket Rp.100.000, jarak tempuh 29 Km, waktu tempuh 40 menit dan kecepatan 60 km/jam memiliki harga tiket relative lebih mahaldibandingkan ketiganya.

Karena dalam analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini Kereta Bandara Radin Inten II mengacu pada kereta bandara yang ada di Jakarta yaitu Bandara Internasioinal Soekarno Hatta (Soetta), maka asumsi kecepatan sama yaitu 80 Km/jam, kapasitas 272 penumpang, sedangkan untuk jarak dari Stasiun Tanjung Karang menuju Bandara 23 Km dalam

(8)

26

waktu 20 menit dan harga tiket menurut analisis kemampuan membayar atau Ability To Pay (ATP) rata-rata sebesar Rp.87.000.

Dengan analisis ini dapat menjadi pertimbangan untuk rencana penetapan tarif kereta bandara Radin inten II agar fasilitas publik tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat banyak.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan perhitungan stated preference rencana kereta bandara Radin Inten II Lampung dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil analisis data nilai rata-rata kemampuan membayar atau Ability To Pay (ATP) responden adalah sebesar Rp. 87.000,-. Harga tiket rata-rata kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung yang diharapkan oleh responden atau Willingness to Pay (WTP) responden sebesar Rp.

44.000,-.

2. Skenario penetapan tarif kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung akan maksimal pada tarif berkisar Rp.30.000-Rp.60.000 dengan hasil analisis ATP 90% dan WTP 60%.

Saran

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait studi kelayakan mengenai kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung.

2. Perlu adanya kajian mengenai failitas pendung terutama tentang stasiun eksisting yang dilewati kereta bandara Radin Inten II – Bandar Lampung

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin. 1989. Tehnik Skala Penyusunan Pengukur. Pusat penelitian kependudukan. Yogyakarta:

UGM.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Kotler and Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13 Jakarta: Erlangga.

Morlok, K. E. 1988. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta:

Erlangga.

Miro, F. 2002. Perencanaan Transportasi.

Jakarta: Erlangga.

Permata, R. 2012. Analisa Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara Soekarno Hatta - Manggarai. Universitas Indonesia Jakarta.

Warpani. 1990. Merencanakan Sistem Transportasi. Bandung: ITB.

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi ATP dan WTP
Gambar 2. Proses ATP dan WTP
Gambar  4. Harga Tiket yang Diharapkan 0.010.020.030.040.050.060.0
Gambar 5. Analisis Kemampuan Membayar  (Ability to Pay)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Melalui jilbab modis yang dikenakan subjek berupaya untuk mengidentifikasikan diri mereka sebagai seorang perempuan Muslimah yang tetap menjalankan kewajiban, yakni dengan

Hal ini kontradiktif dengan potensi antioksidan yang terdapat pada kulit kacang tanah (Arachis hypogea) yang sesungguhnya dapat dimanfaatkan sebagai produk

Agar dapat lebih meningkatkan minat masyarakat terhadap jasa pendidikan yang ditawarkan, yang dapat memaksimalkan target seperti yang ditetapkan atau diharapkan,

kewajiban Kepatuhan terkait dengan sistem manajemen lingkungan (3.1.2) Catatan 2 dengan entri: kewajiban Kepatuhan dapat timbul dari persyaratan wajib, seperti hukum dan peraturan

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia, Yogyakarta, 17 Januari 2005.. Yogyakarta : Pusat Studi Ilmu Teknik UGM,

Dari penerapan metode solfegio pada pembelajaran seni musik (menyanyi) tersebut didapatlah peningkatan kemampuan menyanyi siswa berdasarkan hasil observasi penilaian unjuk kerja

untuk melihat bagaimana identitas keacehan yang dimiliki oleh anggota komunitas IPAS,dan bagaimana cara yang dilakukan oleh komunitas IPAS mengekspresikan identitas

Al-Farabi tetap mengakui adanya Tuhan, segala yang maujud merupakan pancaran dari Tuhan, tetapi al-Farabi tidak mengakui adanya kekuasaan Tuhan untuk menciptakan sesuatu