8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perkembangan Acara Televisi dan Sejarah Stasiun Televisi TRANS7 Di Indonesia, perkembangan program televisi juga menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Di awal kemunculannya, televisi digunakan untuk menyiarkan acara penting, seperti Asian Games atau Upacara Kemerdekaan RI dan mengabarkan berita. Seiring dengan perubahan zaman, program televisi menjadi semakin bervariasi dengan adanya program televisi yang lebih bersifat menghibur ketimbang unsur pendidikan. Berikut adalah perkembangan program siaran pada televisi di Indonesia (PakarKomunikasi, 2017):
1. Program Berita dan Pendidikan
2. Program Hiburan (Sinetron, Reality Show, Talk Show, Film)
Menurut Databoks (2020), yang mengutip IDN Research Institute pada tahun yang sama, mengungkapkan bahwa pada tahun 2019, televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, yakni sebesar 89%. Lalu, video online, seperti di YouTube dan Instagram, menempati peringkat berikutnya, dengan 46%.
9
Gambar 2.1 Konsumsi Media Televisi di Indonesia Tahun 2019 (Databoks, 2020)
TRANS7 (sebelumnya bernama TV7) adalah sebuah stasiun televisi swasta
nasional di Indonesia. TRANS7 yang pada awalnya menggunakan nama TV7, melakukan siaran perdananya secara terestrial di Jakarta pada 23 November 2001, dan pada saat itulah mayoritas sahamnya dimiliki oleh Kompas Gramedia. Pada tanggal 4 Agustus 2006, Trans Corp mengakuisisi mayoritas saham TV7. Meski sejak itu TV7 dan Trans TV telah resmi bergabung, namun ternyata TV7 masih dimiliki oleh Kompas Gramedia, sampai TV7 akhirnya melakukan re-launch (peluncuran ulang) pada 15 Desember 2006 dan menggunakan nama baru, yaitu TRANS7 (TRANS7, 2020).
Stasiun Televisi TRANS7 memiliki total lebih dari 45 acara yang masih disiarkan di udara saat ini, namun untuk memperkecil objek penelitian, maka dilakukan penyebaran kuesioner kepada 104 responden, yang telah menilai acara- acara yang dimiliki oleh TRANS7. Daftar acara yang dipakai pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
10 1. On The Spot
2. Mata Najwa 3. SiBolang 4. Laptop Si Unyil 5. Jejak Petualang 6. Hitam Putih 7. Tau Gak Sih?
8. Opera Van Java
9. Redaksi CNN Indonesia Siang 10. Redaksi Pagi
11. Si Otan
2.2. Pengertian Website
Website adalah salah satu aplikasi yang berisikan dokumen-dokumen multimedia (teks, gambar, animasi, video) didalamnya yang menggunakan protokol HTTP (Hypertext Transfer Protocol) dan untuk mengaksesnya menggunakan perangkat lunak yang disebut browser (Arief, 2011 : 8).
2.3. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) menurut Turban (2011) adalah sistem informasi yang berbasis komputer yang fleksibel, interaktif dan dapat diadaptasi, yang dikembangkan untuk mendukung solusi untuk masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur. Sistem Pendukung Keputusan menggunakan data, memberikan antarmuka pengguna yang mudah dan dapat menggabungkan pemikiran pengambilan keputusan.
11 Gambar 2.2 Struktur Utama Sistem Pendukung Keputusan (Vercellis, 2011)
Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari empat subsistem yang saling berhubungan diantaranya yaitu:
1. Subsistem Manajemen Data. Subsistem manajemen data meliputi basis data yang terdiri dari data-data yang relevan dengan keadaan dan dikelola oleh software yang disebut Database Management System (DBMS). Manajemen data dapat diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repositori untuk data perusahaan yang relevan untuk mengambil keputusan.
Gambar 2.3 Subsistem Manajemen Data (Vercellis, 2011)
2. Subsistem Manajemen Model. Subsistem manajemen model berupa paket software yang berisi model-model financial, statistic, ilmu manajemen, atau
12 model kuantitatif yang menyediakan kemampuan analisa dan manajemen software yang sesuai. Software ini disebut sistem manajemen basis model.
Gambar 2.4 Subsistem Manajemen Model (Vercellis, 2011)
3.
Subsistem Dialog (User Interface Subsystem). Merupakan subsistem yang dapat digunakan oleh user untuk berkomunikasi dengan sistem dan juga member perintah SPK. Web browser memberikan struktur antarmuka pengguna grafis yang familiar dan konsisten. Istilah antarmuka pengguna mencakup semua aspek komunikasi antara pengguna dengan sistem.Gambar 2.5 Subsistem Dialog (Vercellis, 2011)
13 4. Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan (Knowledge-Based Management Subsystem). Merupakan subsistem yang dapat mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai komponen yang berdiri sendiri (independent).
Gambar 2.6 Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan (Vercellis, 2011)
Salah satu aspek dalam Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah keputusan itu sendiri. Keputusan merupakan suatu pilihan dari berbagai macam alternatif yang diambil berdasarkan kriteria dan alasan yang rasional. Proses pengambilan keputusan sering disebut juga sebagai penyelesaian suatu masalah. Penggambaran proses pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah dengan diagram alir berikut ini.
Gambar 2.7 Diagram Alir Proses Pengambilan Keputusan (Vercellis, 2011)
2.4. Multiple-Criteria Decision-Making (MCDM)
Menurut Raharjo (2000) dikutip oleh Lakshmi, dkk. (2014), Multiple-Criteria
14 Decision-Making (MCDM) merupakan teknik pengambilan keputusan dari beberapa pilihan alternatif yang ada. Di dalam MCDM ini mengandung unsur attribute, obyektif, dan tujuan.
1. Attribute menerangkan, memberi ciri kepada suatu obyek. Misalnya tinggi, panjang dan sebagainya.
2. Obyektif menyatakan arah perbaikan atau kesukaan terhadap attribute, misalnya memaksimalkan umur, meminimalkan harga, dan sebagainya.
Obyektif dapat pula berasal dari attribute yang menjadi suatu obyektif jika pada attribute tersebut diberi arah tertentu.
3. Tujuan ditentukan terlebih dahulu. Misalnya suatu proyek mempunyai obyektif memaksimumkan profit, maka proyek tersebut mempunyai tujuan mencapai profit 10 juta/bulan.
Kriteria merupakan ukuran, aturan-aturan ataupun standar-standar yang memandu suatu pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan melalui pemilihan atau memformulasikan atribut-atribut, obyektif-obyektif, maupun tujuan-tujuan yang berbeda, maka atribut, obyektif maupun tujuan dianggap sebagai kriteria. Kriteria dibangun dari kebutuhan-kebutuhan dasar manusia serta nilai-nilai yang diinginkannya. Ada dua macam kriteria dari Multi-Criteria Decision Making (MCDM), yaitu (Lakshmi, dkk., 2014):
1. Multiple Objective Decision Making (MODM) 2. Multiple Attribute Decision Making (MADM)
Multiple Objective Decision Making (MODM) menyangkut masalah perancangan (design) , dimana teknik-teknik matematik optimasi digunakan, untuk jumlah alternatif yang sangat besar (sampai dengan tak berhingga) dan untuk
15 menjawab pertanyaan apa (what) dan berapa banyak (how much). Multiple Attribute Decision Making (MADM), menyangkut masalah pemilihan, dimana analisa matematis tidak terlalu banyak dibutuhkan atau dapat digunakan untuk pemilihan hanya terhadap sejumlah kecil alternatif saja. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan bagian dari teknik MADM.
2.5. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dikutip dari Taherdoost (2017), Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston School.
Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.
Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia (Taherdoost, 2017). Menurut Saaty (2016), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok- kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
16 permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Pada dasarnya, prinsip dasar dalam metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 2016):
1. Decomposition (membuat hierarki)
Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahkannya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil dan mudah dipahami.
Gambar 2.8 Hierarki 3 Level AHP (Rahayu, 2019)
2. Comparative Judgement (penilaian kriteria dan alternatif)
Menyusun kriteria tersebut ke dalam bentuk matriks berpasangan dengan acuan skala penilaian AHP.
Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan INTENSITAS
KEPENTINGAN DEFINISI KETERANGAN
1 Equal Importance
(sama penting)
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3 Weak importance of
one over (sedikit lebih penting)
Penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan
dengan pasangannya
5 Essential or strong
importance (lebih penting)
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
7 Demonstrated
importance (sangat penting)
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
17 Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan (lanjutan)
INTENSITAS
KEPENTINGAN DEFINISI KETERANGAN
9 Extreme importance
(mutlak lebih penting)
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8 Intermediate values
between the two adjacent
judgements
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan
3. Synthesis of priority (Menentukan Prioritas)
Menentukan prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan.
AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga semua elemen yang ada tercakup.
Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun secara tidak langsung (kuesioner).
4. Logical Consistency (konsistensi logis)
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Adapun proses atau langkah-langkah AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 2016):
1. Menjumlahkan matriks kolom.
2. Menghitung nilai elemen kolom kriteria dengan rumus masing-masing elemen kolom dibagi dengan jumlah matriks kolom.
18 3. Menghitung nilai prioritas kriteria/nilai eigen dengan rumus
menjumlahkan matriks baris hasil dari langkah ke 4 dan hasilnya dibagi dengan jumlah kriteria.
4. Menghitung lambda max.
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = (𝑤i + 𝑥𝑖 + ⋯ + 𝑤𝑛 + 𝑥𝑛) …(2.1) Keterangan:
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = lambda maksimal W = Eigen Vector/ Bobot kriteria X= Jumlah kolom matriks pada matriks
5. Menghitung Consistency Indeks (CI).
CI = (𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 - n) / (n-1) ...(2.2) Keterangan : n = banyak elemen
6. Menghitung Rasio Konsistensi / Consistency Ratio (CR).
CR = CI / IR …(2.3) Keterangan :
CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index
IR = Index Random Consistency
Dimana IR : Index Random Consistency (Indeks Acak) yang nilainya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Index Random Consistency
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
IR 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 7. Memeriksa Konsistensi hierarki, jika nilainya lebih dari 10%, maka
19 penilaian data judgement harus diperbaiki, suatu data dikatakan benar apabila memiliki nilai rasio konsistensi kurang atau sama dengan 0,1.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode AHP ini adalah sebagai berikut (Cahya, 2015):
Kelebihan Metode AHP
1. Kesatuan (Unity), AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.
2. Kompleksitas (Complexity), AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
3. Saling ketergantungan (Inter Dependence), AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.
4. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring), AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
5. Pengukuran (Measurement), AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
6. Konsistensi (Consistency), AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.
7. Sintesis (Synthesis), AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
20
Kekurangan Metode AHP
1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli yang memiliki banyak pengalaman mengenai topik yang ingin diteliti, sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli, selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.
2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik, sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
2.6. Metode Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
Menurut Kusumadewi (2006) yang dikutip dari Haqi (2019), TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria atau alternatif pilihan yang merupakan alternatif yang mempunyai jarak terkecil dari solusi ideal positif dan jarak terbesar dari solusi ideal negatif dari sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean. Namun, alternatif yang mempunyai jarak terkecil dari solusi ideal positif, tidak harus mempunyai jarak terbesar dari solusi ideal negatif. Maka dari itu, TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif secara bersamaan. Solusi optimal dalam metode TOPSIS didapat dengan menentukan kedekatan relatif suatu altenatif terhadap solusi ideal positif. TOPSIS akan merangking alternatif berdasarkan prioritas nilai kedekatan relatif suatu alternatif terhadap solusi ideal positif.
Alternatif-alternatif yang telah dirangking kemudian dijadikan sebagai referensi
21 bagi pengambil keputusan untuk memilih solusi terbaik yang diinginkan.
Solusi ideal positif didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan solusi ideal negatif terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut (Meliana, 2011). TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif. Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai.
Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode TOPSIS yang digunakan meliputi (Kusumadewi, 2006) :
1. Membuat sebuah matriks keputusan.
2. Melakukan normalisasi pada matriks keputusan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑟𝑖𝑗 =
𝑥𝑖𝑗√∑𝑚𝑖=1𝑥2𝑖𝑗
Keterangan :
rij = matriks ternormalisasi
xij = nilai rating kinerja alternatif i untuk kriteria j
3. Membangun matriks keputusan normalisasi terbobot dengan mengalikan matriks keputusan ternormalisasi dengan bobotnya masing-masing. Nilai normalisasi terbobot dari vij dikalkulasi menggunakan rumus berikut.
𝑦𝑖𝑗 = 𝑤𝑗. 𝑟𝑖𝑗 Keterangan :
vij = matriks ternormalisasi terbobot
…(2.4)
…(2.5)
22 wj = bobot kriteria
rij = matriks ternormalisasi
4. Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif.
𝐴+ = {(max 𝑦𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽), (min 𝑦𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽′), 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚}
𝐴− = {(min 𝑦𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽), (max 𝑦𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽′), 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚}
5. Menghitung jarak.
Jarak setiap alternatif dari solusi ideal positif adalah sebagai berikut.
𝐷𝑖+ = √∑𝑛𝑗=1(𝑦𝑖+− 𝑦𝑖𝑗)2
Demikian pula, jarak setiap alternatif dari solusi ideal negatif adalah sebagai berikut.
𝐷𝑖− = √∑𝑛𝑗=1(𝑦𝑖𝑗 − 𝑦𝑖−)2
6. Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal.
Kedekatan relatif dari A, terhadap A didefinisikan sebagai berikut.
𝑉
𝑖=
𝐷𝑖−𝐷𝑖−+𝐷𝑖+
Semakin besar nilai Vi, semakin baik performa alternatifnya.
7. Melakukan ranking pada alternatif.
Membuat peringkat pada alternatif dengan nilai Viterbesar hingga terkecil.
Alternatif yang mempunyai nilai Vi terbesar merupakan alternatif terbaik.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode TOPSIS ini adalah sebagai berikut (Cahya, 2015):
…(2.6)
…(2.7)
…(2.8)
…(2.9)
…(2.10)
23
Kelebihan Metode TOPSIS
1. Konsepnya sederhana dan mudah dipahami, kesederhanaan ini dilihat dari alur proses metode TOPSIS yang tidak begitu rumit. Karena menggunakan indikator kriteria dan variabel alternatif sebagai pembantu untuk menentukan keputusan.
2. Komputasinya efisien, perhitungan komputasinya lebih efisien dan cepat.
3. Mampu dijadikan sebagai pengukur kinerja alternatif, dan juga alternatif keputusan dalam sebuah bentuk output komputasi yang sederhana.
4. Dapat digunakan sebagai metode pengambilan keputusan yang lebih cepat.
Kekurangan Metode TOPSIS
1. Belum adanya penentuan bobot prioritas yang menjadi prioritas hitungan terhadap kriteria, yang berguna untuk meningkatkan validitas nilai bobot perhitungan kriteria. Maka dengan alasan ini, metode ini dapat di kombinasikan misalnya dengan metode AHP agar menghasilkan output atau keputusan yang lebih maksimal.
2. Belum adanya bentuk linguistik untuk penilaian alternatif terhadap kriteria, biasanya bentuk linguistik ini diinterpretasikan dalam sebuah bilangan fuzzy.
3. Belum adanya mediator seperti hirarki jika diproses secara mandiri maka dalam ketepatan pengambilan keputusan cenderung belum menghasilkan keputusan yang sempurna.
24 2.7. Pengukuran Usability dengan USE QUESTIONNAIRE
Salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur usability adalah USE. USE dapat mencakup tiga aspek pengukuran usability menurut ISO yaitu efisiensi, efektivitas, dan kepuasan. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa kebanyakan evaluasi produk mengacu pada tiga dimensi tersebut, yaitu usefulness, satisfaction, dan ease of use. Hasil beberapa pengamatan juga menunjukkan adanya korelasi dan saling mempengaruhi antara parameter Ease of Use dan usefulness. Peningkatan pada parameter Ease of Use akan diikuti peningkatan pada usefulness, dan sebaliknya. Untuk sistem internal, faktor yang berkontribusi terhadap parameter Ease of Use dapat dibagi menjadi dua yaitu Ease of Learning dan Ease of Use (Lund, 2001).
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dan agar hasil kesimpulan penelitian dapat digeneralisasikan untuk seluruh populasi, maka sampel yang diambil harus benar-benar representatif (Sugiono, 2012 : 118).
Sebagaimana dikemukakan oleh Baley dalam Mahmud (2011 : 159) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data statistik, ukuran sampel paling minimum adalah 30.
2.8. Skala Likert
Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam
25 skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia (Budiaji, 2013).
Menurut Sudaryono, dkk. (2011), dengan menggunakan skala likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator variabel tersebut dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden.
Penilaian data kuesioner pada masing-masing pertanyaan dihitung menggunakan skala Likert dengan angka 5 sampai 1, di mana 5 menunjukkan nilai sangat baik dan 1 menunjukkan nilai sangat kurang dengan perhitungan sebagai berikut :
1. Perhitungan masing-masing pertanyaan kuesioner dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Budiaji, 2013):
Skor Total: (P1 x 1) + (P2 x 2) + (P3 x 3) + (P4 x 4) + (P5 x 5) …(2.11) Dimana:
P1: Jumlah responden yang menjawab “Sangat Kurang”
P2: Jumlah responden yang menjawab “Kurang”
P3: Jumlah responden yang menjawab “Cukup”
P4: Jumlah responden yang menjawab “Baik”
P5: Jumlah responden yang menjawab “Sangat Baik”
2. Perhitungan Interval
Setelah menghitung masing-masing pertanyaan, selanjutnya harus mengetahui interval (rentang jarak) dan interpretasi persen agar mengetahui penilaian dengan metode mencari Interval skor persen (I).
26 I = 50 / Jumlah Skor (Likert) …(2.12)
Maka = 50/ 5 = 10 Hasil (I) = 10
(Ini adalah intervalnya jarak dari terendah 0% hingga tertinggi 100%) Berikut adalah kriteria interpretasi skor berdasarkan interval (Riduwan, 2011).
Angka 0% – 19,99% = Sangat (Tidak Setuju/Buruk/Kurang Sekali)
Angka 20% – 39,99% = Tidak Setuju/Kurang Baik
Angka 40% – 59,99% = Cukup
Angka 60% – 79,99% = (Setuju/Baik/Suka)
Angka 80% – 100% = Sangat (Setuju/Baik/Suka)
3. Perhitungan Interpretasi Skor
Setelah menentukan interval, setiap pertanyaan yang dibuat dihitung untuk mendapatkan hasil interpretasi. Agar mendapatkan hasil interpretasi, terlebih dahulu harus diketahui skor tertinggi (X) dan skor terendah (Y) untuk item penilaian dimana Y merupakan skor tertinggi likert dikalikan jumlah responden (Riduwan, 2011).
Interpretasi (%) = Total Skor / Y x 100 …(2.13)
4. Perhitungan Nilai Rata-Rata (Mean)
Setelah mendapatkan hasil masing-masing interpretasi, skor kemudian dijumlahkan sehingga didapatkan hasil nilai rata-rata (mean).
𝑀𝑒𝑎𝑛 = 𝑣1+𝑣2+...+𝑣𝑛
𝑛 𝑥 100% …(2.14) Dimana :
V = Variabel
n = Jumlah Variabel