• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK. Kata Kunci : Pariwisata, wisata halal, strategi komunikasi, promosi, hambatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAK. Kata Kunci : Pariwisata, wisata halal, strategi komunikasi, promosi, hambatan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ―Strategi Komunikasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh Melalui Program Wisata Halal Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang.‖ Banda Aceh, Aceh Besar, dan Kota Sabang merupakan destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan baik pelancong lokal maupun mancanegara, namun demikian Aceh sebagai daerah berstatus wilayah syariat Islam, tidak menjadikan kawasan pada tiga wilayah ini sebagai pemenang atau ikon destinasi halal di Indonesia. Kondisi ini patut diteliti bagaimana sebenarnya strategi komunikasi dinas pariwisa t a dalam mempromosikan wisata halal. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi Pemerintah Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang dalam mempromosikan wisata halal dan apa saja hambatan yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni meneliti secara mendalam dengan teknik pengumpulan data seperti observasi langsung ke lapangan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan, dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian, promosi wisata halal di tiga kawasan ini dilakukan dengan strategi komunikasi oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang yaitu:

melakukan sosialisasi dan mengenai wisata halal kepada masyarakat, pedagang, dan pemilik hotel. Tiga wilayah ini melakukan promosi dengan memanfaatkan media massa cetak, elektronik dan internet. Pemanfaatan sosial media seperti Instagram, Facebook, dan Twitter juga menjadi salah satu strategi dalam sosialisasi wisata halal.

Pemanfaatan berbagai iklan dalam bentuk baliho serta agen-agen promosi seperti duta wisata dan mahasiswa, serta wisatawan itu sendiri. Ketiga kawasan ini memiliki hambatan dalam mempromosikan wisata halal ini seperti: minimnya sumber daya manusia yang kompeten di bidang kepariwisataan, kurangnya pemahaman masyarakat akan pengetahuan wisata halal itu sendiri. Khusus Aceh Besar, minimnnya anggaran dan pengetahuan masyarakat menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan wisata halal di Aceh Besar.

Kata Kunci : Pariwisata, wisata halal, strategi komunikasi, promosi, hambatan

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Terminologi wisata syariah pada sejumlah kawasan menggunakan beberapa nama yang cukup beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain- lain. Pariwisata Syariah dipandang sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Wisata halal sejauh ini masih dipersepsikan sebagai suatu wisata berkait ritual agama.

Wisata halal belum dipahami sebagai suatu kesatuan kawasan di mana proses dan layanan kepada wisatawan memiliki standar baku dan merepresentasikan nilai islami di dalamnya.

Dahulu produk halal yang dibayangkan hanya produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika yang tidak mengandung alkohol atau bahan kimia yang mengandung unsur babi, darah dan bangkai. Namun sekarang telah terjadi evolusi dalam industri halal hingga ke produk keuangan (seperti perbankan, asuransi, dan lain-lain) hingga ke produk lifestyle (travel, hospitalitas, rekreasi, dan perawatan kesehatan). Sektor ekonomi Islam yang telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam produk lifestyle di sektor pariwisata adalah pariwisata syariah atau disebut juga wisata halal. Sebagai industri tanpa asap, pariwisata terus mengalami perkembangan yang luar biasa dari yang bersifat konvensional menjadi mengarah pada pemenuhan gaya hidup (lifestyle). Trend wisata halal sebagai salah satu

(3)

pemenuhan gaya hidup saat ini telah menjadi kekuatan pariwisata dunia yang mulai berkembang pesat.

Wisata halal merupakan suatu model wisata di mana pelaku wisata di kawasan dimaksud mengedepankan nilai-nilai Islami dalam pelayanan bagi pelancong.

Pemerintah Kota Banda Aceh setiap tahun menargetkan peningkatan kunjungan wisatawan sebesar 20 persen. Dari tahun 2013 ke 2014 ada peningkatan sekitar 40 persen. Itu target yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Banda Aceh 2012-2017. Untuk mencapai hal tersebut Pemerintah Kota Banda Aceh bekerja sama dengan PATA Indonesia Chapter (PIC) untuk membantu mempromosikan pariwisata Kota Banda Aceh. Kerja sama itu dituangkan dalam sebuah memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani di Jakarta, Selasa, 31 Maret 2015. Kerjasama tersebut turut dihadiri Menteri Pariwisata Arief Yahya sekaligus meresmikan peluncuran branding baru pariwisata ibukota Provinsi Aceh, ―World Islamic Tourism‖.1

Aceh masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat banyak salah satunya adalah menghadirkan wisata halal yang benar-benar dapat terlaksana dengan baik.

Wisata halal selain memastikan bahwa makanan yang disajikan adalah makanan yang halal juga dapat memberikan sertifikasi halal kepada rumah makan yang ada di Aceh.

Penggunaan air bersih dan suci untuk mengolah makanan, proses penggantian air yang rutin, tidak menggunakan air bekas yang sudah begitu lama untuk memberihkan makanan, proses menyucikan ikan yang benar. Hingga makanan itu terjadi di depan meja para konsumen.

1 Di ambil dari www.telusurindonesia.com Diakses pada pukul 20.00, 10 Februari 2017

(4)

Memiliki tempat makan yang bersih merupakan suatu keharusan. Karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Maka oleh karena itu masih ada beberapa tugas yang sangat besar adalah dapat menjadikan tempat—tempat makan yang benar- benar memiliki standa kebersihan dan standar kehalalan. Menyediakan tempat shalat yang benar, bersih, sehingga membuat penggunanya menjadi lebih nyaman.

Perkembangan dunia wisata di Aceh sudah semakin meningkat. Pendatang baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri setiap tahunnya bertambah. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh menyatakan kunjungan wisatawan baik dalam maupun luar negeri ke provinsi ujung barat Indonesia tersebut terus meningkat. Jumlah wisatawan berkunjung ke Aceh lebih dari satu juta pengunjung.

Angka ini bertambah lebih dari 1,5 juta wisatawan dalam negeri maupun mancanegara berkunjung ke Aceh pada 2015.2

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke provinsi itu pada Agustus naik tajam mencapai 177 persen dibanding Juli 2016 yakni dari 2.363 orang menjadi 6.552 orang.3

Aceh memiliki destinasi wisata yang cukup banyak yang tersebar di seluruh Aceh, akan tetapi ada daerah yang biasa dikunjungi wisatawan. Banda Aceh dikenal dengan Mesjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, PLTD Apung, dan berbagai tempat lainnya yang menjadi landmarknya Banda Aceh. Wilayah Aceh Besar dikenal dengan wilayah pantai yang sangat luas, memiliki bibir pantai yang panjang, pasir putih yang menarik, air laut yang jernih sehingga menarik perhatian masyarakat.

2 Salahuddin Wahid, “Kunjungan Wisatawan Ke Aceh Meningkat - ANTARA News Aceh,” accessed February 20, 2018, https://aceh.antaranews.com/berita/29852/kunjungan-wisatawan-ke-aceh- meningkat.

3 Antara, “Jumlah Wisatawan Mancanegara Ke Aceh Naik Tajam | Republika Online,” accessed February 20, 2018, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/10/03/oehd0c284-jumlah-

wisatawan-mancanegara-ke-aceh-naik-tajam.

(5)

Kemudian wilayah Sabang ada banyak nilai jual seperti menjadi daerah perhitungan titik nol Indonesia, alam bawah laut yang sangat menarik, dan wisata kuliner.

Wisata halal mulai diterapkan di beberapa negara di dunia, seperti yang dikatakan oleh Kementrian Pariwisata (KEMENPAR) Republik Indonesia bahwasanya beberapa negara yang telah menerapkan wisata halal dengan membenahi diri dari segi ke halalan penyajiannya antara lain: Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, India, Sri Lanka, Australia, Selandia Baru, Inggris, Belanda, Spanyol, Rusia, Jerman, Polandia, Swiss, Amerika Serikat, Kolombia, dan Brazil. Mereka merupakan anggota Halal Assurance System, Halal Certifer Bodies dan World Halal Food Council.

Negara-negara tersebut telah lebih dulu menerapkan wisata halal, dengan berbagai macam nama. Nama yang mereka gunakan seperti Islamic tourism, halal tourism, halal travel, ataupun as moslem friendly destination. Indonesia juga memiliki potensi yang sangat besar untuk menerapkan destinasi wisata syariah.

Penerapan wisata halal pada dunia internasional ini tidak terlepas dari banyaknya wisatawan muslim yang berwisata ke luar negaranya yang dipengaruhi oleh faktor banyaknya publikasi dan promosi pariwisata halal melalui internet.

Sedangkan pelaksanaan wisata halal di Indonesia sebenarnya sudah terlaksana sejak era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti yang dikatakan oleh KEMENPAR bahwasanya Presiden SBY yang mendorong dan memberikan dukungan terhadap pengembangan wisata halal di Indonesia karena Indonesia mampu menjadi pusat ekonomi syariah yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam kondisi sekarang ini. Di Indonesia sendiri, yang dipromosikan

(6)

sebagai kawasan wisata halal adalah, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makassar, dan Lombok.4

Indonesia juga memiliki modal dasar yang lebih baik dibanding negara lain dengan populasi muslim terbesar di dunia, sehingga sangat kondusif dalam menyambut wisatawan muslim. Dengan mengangkat branding ―Wonderful Indonesia”

menggambarkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang beragam dan menarik dengan kekayaan alam dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama wisatawan muslim mancanegara.

Wisata halal termasuk bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturan-aturan Islam. Salah satu contoh dari bentuk pelayanan ini misalnya Hotel yang tidak menyediakan makanan ataupun minuman yang mengandung alkohol dan memiliki kolam renang serta fasilitas spa yang terpisah untuk pria dan wanita. Selain hotel, transportasi dalam industri pariwisata halal juga memakai konsep Islami.

Penyedia jasa transportasi wajib memberikan kemudahan bagi wisatawan muslim dalam pelaksanaan ibadah selama perjalanan. Kemudahan ini bisa berupa penyediaan tempat shalat di dalam pesawat, pemberitahuan berupa pengumuman maupun azan jika telah memasuki waktu salat selain tentunya tidak adanya makanan

4 Denda Yulia, Place Branding dalam Mempertahankan Pulau Lomnbok Sebagai

Destinasi Wisata Halal Indonesia, Jurnal Komunikasi, Yogyakarta:2016, hal. 3

(7)

atau minuman yang mengandung alkohol dan adanya hiburan Islami selama perjalanan.

Tiga kawasan sebagai pusat wisata halal Provinsi Aceh, seperti Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang perlu lebih serius dalam pengembangan wisata halal, karena label provinsi syariat Islam menjadi tidak berarti apa-apa jika Aceh tidak menjadi kawasan dengan predikat destinasi wisata halal yang akan dikunjungi para pelancong. Diperlukan strategi komunikasi serta sosialisasi lebih gencar agar predikat destinasi wisata halal disandang oleh Aceh dengan pelibatan tiga kawasan sebagai ikon wisata yang selama ini diandalkan Pemerintah Aceh.

Menurut pengamatan penulis di lapangan menunujukkan, Pemerintah Kota Banda Aceh kurang mempromosikan tempat-tempat wisata yang kerap menjadi destinasi wisata halal sehingga para wisatawan belum banyak yang mengetahui akan kehadiran tempat wisata halal di Kota Banda Aceh, bahkan wisata halal juga belum secara maksimal dikemas dan secara baik dan menarik. Hal ini bisa terlihat dari fasilitas-fasilitas atau prasarana umum yang terdapat di tempat wisata, kelihatan seperti kurang menjadi fokus pemerintah untuk mentata menjadi lebih nyaman, faktor kebersihan masih menjadi peran utama yang harus dibenahi kembali dan juga masih ada beberapa hambatan yang membuat penerapan wisata halal ini menjadi tidak sempurna, seperti masih dapat kita lihat dengan jelas pengunjung pantai Ulee Lheue yang sebagian besar pasangan kaum muda yang bukan muhrim, dan kebersihan pantainya masih kurang. Selain itu, masih ada hotel-hotel yang dijadikan tempat untuk melakukan pelanggaran syariat Islam, serta masih ada penginapan, rumah makan dan objek wisata yang belum memiliki

sertifikasi halal.

(8)

Penelitian ini ingin melihat bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan Dinas Pariwisata Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang dalam menunjang program pariwisata halal di Aceh, Bagaimana Dinas Pariwisata Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang mengemas Pesan Agar itu menjadi menarik untuk dikunjungi, dan mitra mana saja yang dijalin oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dalam menggaet bidang kerja sama demi mewujudkan wisata halal di Aceh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Strategi Dinas Kebudayaan Dan pariwisata Aceh Melalui Program Wisata Halal Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang?

2. Bagaimana Dinas Kebudayaan Provinsi Aceh Mengemas Pesan Agar Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang menjadi menarik untuk dikunjungi?

3. Mitra apa saja yang dijalin oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dalam menggaet bidang kerja sama demi mewujudkan wisata halal di Aceh?

C. Tujuan penelitian

1. Buntuk mengetahui bagaimana Strategi Dinas Kebudayaan Dan pariwisata Aceh Melalui Program Wisata Halal Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang?

2. Untuk mengetahui Bagaimana Dinas Kebudayaan Provinsi Aceh Mengemas Pesan Agar Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang menjadi menarik untuk dikunjungi?

(9)

3. Untuk mengetahui Mitra apa saja yang dijalin oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dalam menggaet bidang kerja sama demi mewujudkan wisata halal di Aceh.

E. De

finisi Operasional

Ada beberapa penjelasan istilah yang akan diuraikan oleh penulis sebagai berikut.

1. Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi adalah cara untuk mengatur pelaksanaan proses komunikasi sejak dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi, untuk mencapai suatu tujuan. Berhasil tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi, karena merupakan paduan dari perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan.

Fokus perhatian ahli komunikasi ini memang penting untuk di ajukan kepada strategi komunikasi, karena berhasil tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi.

2. Promosi

Promosi merupakan kegiatan komunikasi di mana organisasi penyelenggara pariwisata berusaha mempengaruhi khalayak dari mana penjualan produknya bergantung. Berbagai metode promosi dapat ditempuh oleh pemasar produk pariwisata, sehingga menjadi sangat penting untuk menetapkan tujuan promosi yang hendak dicapai terlebih dahulu.

(10)

Promosi yang baik akan menentukan keberhasilan suatu hal untuk lebih dikenal oleh khalayak, untuk itu diperlukan pemikiran yang kreatif agar tujuan dari promosi tersebut dapat tercapai sebagaimana mestinya.

3. Wisata

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik. Wisata adalah sebuah perjalanan dimana seseorang dalam perjalanannya singgah sementara dibeberapa tempat akhirnya kembali lagi ke tempat asal dimana ia mulai melakukan perjalanan. Wisata merupakan kegiatan perjalanan, dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan perjalanan seluruhnya dan sebagian bertujuan untuk objek dan daya tarik wisata atas dasar itu maka ‗wisata‘

adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (UU no.9 thn 1980 pasal 1).

4. Wisata halal

Wisata halal adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturan-aturan Islam seperti tersedianya makanan dan minuman yang halal, dan adanya sarana tempat ibadah di tempat wisata. Kehadiran wisata halal ini mengacu pada aturan hidup ummat Islam, baik di sisi adab mengadakan perjalanan, menentukan tujuan wisata, akomodasi, hingga makanan.16 Namun dalam

(11)

hal ini bukan berarti wisatanya hanya khusus untuk umat Muslim saja, tetapi yang non-Muslim juga bisa namun suasana yang dibentuk adalah suasana Islami, misalnya dengan menyediakan tempat untuk beribadah, kemudian makanan yang dijual adalah makanan yang halal untuk dikonsumsi. Namun wisata halal ini tidak hanya untuk wisatawan muslim saja, wisatawan yang non- Muslim juga berhak menikmati wisata halal.

Adapun yang dimaksud penulis strategi komunikasi dalam skripsi ini adalah bagaimana strategi komunikasi yang digunakan oleh pemerintah Kota Banda Aceh dalam mempromosikan wisata halal, karena butuh komunikasi yang efektif untuk mempromosikan wisata halal yang sedang menjadi trend wisata di seluruh dunia. Semakin baik strategi komunikasi, maka semakin mudah proses promosi dilakukan, dan juga sebaliknya jika strategi komunikasi tidak baik, maka proses promosi akan menghadapi banyak hambatan.

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

(12)

A. Kajian Terdahulu

Penelitian terdahulu dalam penelitian sangat penting dilakukan untuk meninjau penelitian-penelitian serupa yang dilakukan sebelumnya sehingga peneliti dapat membandingkan dan membedakan dengan penelitian-penelitian tersebut.

Penelitian sebelumnya yang digunakan peneliti mengacu pada penelitian yang mengkaji strategi komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan strategi komunikasi Pemerintah Kota Banda Aceh dalam mempromosikan wisata halal. Berikut beberapa tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan di antaranya sebagai berikut:

Ta h u n 2 0 1 2 , A n i s m a r m e l a k u k a n p e n e l i t i a n “ Prospek Pengembangan Pariwisata Religius di Aceh”, dimana penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana prospek perkembangan wisata religius di Aceh dengan menganalisis kemungkinan yang akan terjadi apabila pariwisata religius ini benar- benar di terapkan di Aceh.

Penelitian ini tidak berfokus bagaimana cara pemerintah untuk menerapkan dan mempromosikan pariwisata religius. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sektor pariwisata mempunyai harapan yang cerah di masa depan, terutama dalam bidang pariwisata religius di Aceh, dan itu harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah agar pariwisata religius dapat terus berjalan.

Tisi Maulidya Putri pada tahun 2014, “Strategi Komunikasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh dalam Mempromosikan Pariwisata Spiritual”, penelitian ini membahas mengenai pariwisata spiritual yang meliputi ziarah, maupunyang meliputi nilai-nilai

(13)

keagamaan dan kepercayaan, sedangkan penulis lebih membahas wisata halal yang sudah menjadi trend wisata masa kini. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh sedang berupaya untuk mempromosikan pariwisata spiritual, untuk saat ini pariwisata spiritual sudah banyak dilakukan oleh wisatawan, berupa mengunjungi makam pahlawan, makam syiah kuala. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh melakukan strategi komunikasi agar mampumenarik minat wisatawan untuk melakukan pariwisata spiritual di Aceh.

Aan Jaelani pada tahun 2017, “Industri Wisata Halal di Indonesia:

Potensi dan Prospek”, dimana penelitian ini membahas khusus mengenai wisata halal serta prospeknya di bidang industri sebagai pendapatan ataupun keuntungan, sedangkan penulis meneliti tentang strategi komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Banda untuk mempromosikan wisata halal.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pariwisata halal di Indonesia memiliki prospek ekonomi yang baik sebagai bagian dari industri pariwisata nasional. Industri wisata ini bertujuan bukan hanya memberikan aspek material dan psikologis bagi wisatawan itu sendiri, melainkan juga memiliki kontribusi dalam peningkatan pendapatan pemerintah.

1. Pengertian Komunikasi

(14)

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communis yang artinya membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata communico yang artinya membagi.5 Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi- definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal- hal tersebut.6

Menurut Stephen W. Littlejohn, seorang pakar komunikasi dari Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Mufid, mengatakan bahwa perbedaan tersebut disebabkan dimensi dasar yang digunakan untuk mendefinisikan komunikasi.

Pertama adalah level observasi atau tingkat keabstrakan, yakni beberapa definisi bersifat luas dan inklusif (terbuka), sedangkan sebagian lain justru bersifat terbatas.

―Komunikasi adalah proses menghubungkan bagian bagian dari satu sama lain‖, tentu bersifat umum. Sedangkan komunikasi sebagai ―proses mengirimkan pesan dan perintah militer melalui telepon‖ adalah definisi yang terbatas.7

2. Teori Strategi Komunikasi

Seperti halnya dengan strategi dalam bidang apapun, strategi komunikasi harus didukung oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Banyak teori komunikasi yang sudah diketengahkan oleh para ahli, tetapi untuk strategi komunikasi barangkali yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah teori analisis SWOT. Teori Analisis SWOT adalah sebuah teori yang digunakan untuk

5 Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), Hal. 33.

6 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosadakarya, 2007), Hal. 46.

7 Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 2.

(15)

merencanakan sesuatu hal yang dilakukan dengan SWOT. SWOT adalah sebuah singkatan dari, S adalah Strenght atau Kekuatan, W adalah Weakness atauKelemahan, O adalah Oppurtunity atau Kesempatan, dan T adalah Threat atau Ancaman. SWOT ini biasa digunakan untuk menganalisis suatu kondisi dimana akandibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu, sebagai contoh, program kerja.8

David dan Fred R, seperti yang dikutip oleh Jogiyanto memeberikan penjelasan dari SWOT:9

a.

Kekuatan (Strenghts)

Situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini. Strenght ini bersifat internal dari organisasi atau sebuah program.

b.

Kelemahan (Weakness)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.

c.

Peluang (Opportunities)

Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecendrungan-kecendrungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya

8 Jogiyanto, Sistem Informasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, (Yogyakarta :Andi Offset 2005) hal. 65

9 Jogiyanto, Sistem Informasi …… hal. 66

(16)

hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang bagi perusahaan.

d.

Ancaman (Threats)

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan- peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.

3. Pengertian Wisata

Wisata dalam bahasa inggris disebut ―tour‖ yang secara etimologi berasal dari kata Torah (Ibrani) yang berarti belajar, Tornus (Bahasa Latin) yang berarti alat untuk membuat lingkaran, dan dalam bahasa Perancis Kuno disebut Tour yang berarti mengelilingi sirkuit. Pada umumnya orang memberi padanan kata wisata dengan rekreasi, wisata adalah sebuah perjalanan, namun tidak semua perjalanan dapat dikatakan wisata.10

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik. Wisata adalah sebuah perjalanan dimana seseorang dalam perjalanannya singgah sementara dibeberapa tempat akhirnya kembali lagi ke tempat asal dimana ia mulai melakukan perjalanan.11

10 Lucky Setiawan, Karakteristik dan Persepsi Parisiwisata, Jurnal Destinasi Wisata Vol. 4 No.

1 2016, hal.3

11 Anismar, Prospek Pengembangan Pariwisata Religius di Aceh, Jurnal Komunikasi Global USK Vol. 1 No. 2, Desember 2012, hal. 6

(17)

Berdasarkan pada ketentuan WATA (World Association of Travel Agent = Perhimpunan Agen Perjalanan Sedunia), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari, yang diselenggarakan oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya antara lain melihat-lihat di berbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri. Wisata itu juga tidak harus mengelilingi suatu tempat atau kota, bisa saja hanya melewatinya saja tanpa berkeliling.12

4. Peran Komunikasi dalam Wisata

Komunikasi sangat diperlukan dalam penyampaian perkenalan tempat wisata.

Menurut William Albig, komunikasi adalah proses pengoperan lambing-lambang berarti diantara individu. Untuk memahami komunikasi secara lebih jelas, sering digunakan paradigma. Laswell, dalam karyanya ―The Structure and Function of Communication in Society‖, Laswell mengajukan suatu paradigma, yaitu who, say what, to whom, in which channel, dan with what effect. Berdasarkan paradigm laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.13

Kata pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain. Jika dikaitkan dengan komunikasi, komunikasi akan berperan aktif dalam setiap hal yang menyangkut kegiatan wisata.

Bahkan dengan komunikasi massa yang baik juga dapat dilakukan promosi tempat wisata. Dengan komunikasi juga berbagai tempat-tempat wisata dapat terekspose.

Karena komunikasi sangat berperan penting dalam kelangsungan kewisataan, maka muncullah yang dinamakan komunikasi pariwisata. Komunikasi pariwisata adalah

12 Lucky Setiawan, Karakteristik dan Persepsi…, hal. 7

13 Nurjanah, Strategi Komunikasi Inovasi dalam Pengembangan Potensi Wisata, hal. 62

(18)

suatu aktivitas manusia dalam menyampaiakan informasi tentang perjalanan ke suatu daerah ataupun objek wisata ke objek wisata lain, agar wisatawan tertarik dan sampai pada suatu tindakan untuk mengunjungi.14

5. Wisata Halal

Terminologi wisata halal di beberapa negara ada yang menggunakan istilah seperti Islamic tourism, halal tourism, halal travel, ataupun as moslem friendly destination.

Dalam bahasa Indonesia, wisata halal bisa juga dikatakan sebagai wisata syariah.

Menurut pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah, yang dimaksud syariah adalah prinsip-prinsip hukum islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Istilah syariah mulai digunakan di Indonesia pada industri perbankan sejak tahun 1992. Dari industri perbankan berkembang ke sektor lain yaitu asuransi syariah, pengadaian syariah, hotel syariah, dan pariwisata syariah (wisata halal). Definisi wisata halal adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah (Kemenpar, 2012). Wisata halal dimanfaatkan oleh banyak orang karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam wisata halal adalah sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan

14 Nurjanah, Strategi Komunikasi …, hal. 61

(19)

pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi wisata halal tidak terbatas hanya pada wisata religi15.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Fokus dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (qualitative research) yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang secara individu maupun secara kelompok. Penelitian kualitatif bersifat induktif. Artinya,

15 Kemenpar, “ Kajian Pengembangan Wisata Syariah”, November (2015), www.Kemenpar.go.id, Diakses 16 Maret 2017

(20)

peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi.16

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holisitk, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.17

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. Metode ini digunakan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antarpeneliti dan informan. Ketiga, metode kualitatif ini lebih peka dan lebih lebih dapat menyesuaikan diri dengan latar penelitian dan mampu melakukan penajaman pola-pola nilai yang dihadapi peneliti.18

2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian berada pada Wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, dan Kota Sabang, terutama pada Dinas Pariwisata di tiga kawasan tersebut.

3. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

16Ghony, M. D Junaidi & Fauzan Al Manshur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2012), hal. 89.

17Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 5.

18 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian …, hal. 33.

(21)

1. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama atau secara langsung diperoleh pada tempat penelitian di tiga wilayah yakni Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang baik secara lisan maupun secara tertulis dari para responden dan informan. Data tersebut meliputi data hasil observasi, wawancara dengan informan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari pihak pertama melainkan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan penelitian ini. Data tersebut berupa dokumen atau arsip resmi pada Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Kota Sabang.

4. Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik observasi dan tehnik wawancara. Penelitian ini juga dilengkapi dengan dokumentasi foto-foto yang akan dilampirkan dilembaran penelitian.

1. Teknik observasi. Melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian untuk melilhat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Adapun objek observasi dalam penelitian ini adalah strategi komunikasi pemerintah Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang dalam mempromosikan wisata halal.

2. Wawancara. Pengumpulan data-data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya atau proses tanya jawab dan tatap muka untuk menghasilkan berbagai keterangan. Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pegawai di lingkungan pemerintah kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang.

(22)

3. Dokumentasi. Yang digunakan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian yang relevan dalam penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pekerjaan wawancara, pengamatan dan catatan dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran data. Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokkan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah.19

Menurut Miles dan Huberman, sebagaimana dikutip oleh Suprayogo Imam dan Tobroni, analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.20 Mengenai ketiga alur tersebut secara lebih lengkapnya sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar, yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data yang dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung terjadilah reduksi data selanjutnya berupa membuat ringkasan, mengkode, menelusur

19 Suprayogo Imam dan Tobroni, Metodelogi Penelitian Sosial-Budaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 191.

20 Suprayogo Imam dan Tobroni, Metodelogi Penelitian…, hal. 192

(23)

tema, mebuat gugus-gugusm membuat partisi, menulis memo dan sebagainya. Reduksi data/proses transformasi ini terus berlanjut sesudah penelitian lapangan sampai laporan akhir tersusun.21

Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mrngorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif data disederhakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara, yakni melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian yang singkat, menggolongkan dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi peneliti ini tidak selalu bijaksana.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penghambilan tindakan.22 Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan.

Semuanya itu dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang

21 Suprayogo Imam dan Tobroni, Metodelogi Penelitian…, hal. 193

22 Suprayogo Imam dan Tobroni, Metodelogi Penelitian…, hal. 194

(24)

penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.

3. Menyimpulkan Data

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juuga diverifikasi selama kegiatan berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.23

23 Suprayogo Imam dan Tobroni, Metodelogi Penelitian…, hal. 195.

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Profil Pemerintah Kota Banda Aceh

Berdasarkan naskah tua dan catatan-catatan sejarah, Kerajaan Aceh Darussalam dibangun diatas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra dan Kerajaan Indra Pura Dari penemuan batu-batu nisan di Kampung Pande salah satu dari batu nisan tersebut terdapat batu nisan Sultan Firman Syah cucu dari Sultan Johan Syah, maka terungkaplah keterangan bahwa Banda Aceh adalah ibukota Kerajaan Aceh Darussalam yang dibangun pada hari Jumat, tanggal 1 Ramadhan 601 H ( 22 April 1205 M) yang dibangun oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri

Tentang Kota Lamuri ada yang mengatakan ia adalah Lam Urik sekarang terletak di Aceh Besar. Menurut Dr. N.A. Baloch dan Dr. Lance Castle yang dimaksud dengan Lamuri adalah Lamreh di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya sekarang). Sedangkan Istananya dibangun di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh) di Kampung Pande sekarang ini dengan nama Kandang Aceh.

(26)

Dan pada masa pemerintahan cucunya Sultan Alaidin Mahmud Syah, dibangun istana baru di seberang Kuala Naga (Krueng Aceh) dengan nama Kuta Dalam Darud Dunia (dalam kawasan Meligoe Aceh atau Pendopo Gubernur sekarang) dan beliau juga mendirikan Mesjid Djami Baiturrahman pada tahun 691 H.

Banda Aceh Darussalam sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam dan sekarang ini merupakan ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah berusia 808 tahun (tahun 2013 M) merupakan salah satu Kota Islam Tertua di Asia Tenggara.

Seiring dengan perkembangan zaman Kerajaan Aceh Darussalam dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami zaman gemilang dan pernah pula mengalami masa-masa suram yang menggentirkan. Adapun Masa gemilang Kerajaan Aceh Darussalam yaitu pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah, Sultan Alaidin Abdul Qahhar (Al Qahhar), Sultan Alaidin Iskandar Muda Meukuta Alam dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin. Sedangkan masa percobaan berat, pada masa Pemerintahan Ratu yaitu ketika golongan oposisi Kaum Wujudiyah menjadi kalap karena berusaha merebut kekuasaan menjadi gagal, maka mereka bertindak liar dengan membakar Kuta Dalam Darud Dunia, Mesjid Jami Baiturrahman dan bangunan- bangunan lainnya dalam wilayah kota.

Banda Aceh Darussalam menderita penghancuran pada waktu pecah Perang Saudara antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad. Masa yang amat getir dalam sejarah Banda Aceh Darussalam pada saat terjadi Perang Dijalan Allah selama 70 tahun yang dilakukan oleh Sultan dan Rakyat Aceh.

Kota Banda Aceh mempunyai visi misi sebagai berikut:

(27)

VISI: Terwujudnya Kota Banda Aceh Yang Gemilang Dalam Bingkai Syariah

MISI: Meningkatkan pelaksanaan syariat islam dalam bidang penguatan aqidah, akhlak, ibadah, muamalah dan syiar islam, Meningkatkan kualitas pendidikan, kebudayaan, kepemudaan dan olahraga, Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pariwisata dan kesejahteraan masyarakat, Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik, Membangun infrastruktur kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, Memperkuat upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.24

Kota Banda Aceh mendapat banyak penghaargaan pada sejumlah bidang antara lain:

A. Bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga:

 Gender Awareness Award dari pemerintah german (2008)

 Inovasi Musrena Menjadi Best Practice-Apeksi (2011)

 Kota yang ―Cukup Responsif Gender‖ berdasarkan Survey FITRA (2012)

 Manggala Karya Kencana dari BKKBN (2015)

 Lencana Melati dari Gerakan Pramuka Kwartir Nasional (2015)

 TOP Eksekutif Muslimah, Kategori Tokoh Pemerintahan dari Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (2015)

B. Bidang pengelolaan keuangan:

24 https://bandaacehkota.go.id/p/sejarah.html

(28)

 Menjadi kota yang masuk kategori ―cukup partisipatif‘ dalam pengelolaan keuangan daerah berdasarkan survey USAID.

 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 4,61 (2010)

 Predikat Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI (2008,2009,2010,2011,2012,2013, dan 2014)

C. Bidang pelaporan dan evaluasi:

 Penghargaan LAKIP tepat waktu (2008,2009,2010,2011, 2012, 2013, 2014)

D. Bidang pelayanan publik:

 Piagam Citra Pelayanan Prima (2008, 2010)

 Piala Citra Abdi Negara (2009)

 Piagam Pelayanan Publik Terbaik Dari Pemerintah Aceh (2010)

 MDGs award dari metro tv (2010)

 Innovative Government Award (2011)

 Program e-kinerja yang dilaunching pada tanggal 1 maret 2012, diikuti oleh 5 SKPD sebagai pilot project dan tahun 2013 diikuti oleh seluruh SKPD secara bertahap, telah memperoleh sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada tanggal 8 januari 2013.

 Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Awards dari Komisi Informasi Aceh (2013)

 Peraih Predikat kepatuhan Pemda terhadap Standar Pelayanan Publik (18 Juli 2014)

 Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik Terbaik (2014)

(29)

 Juara I BKN Award 2015 untuk kategori Inovatif Se-Indonesia dari BKN-RI (2015)

E. Bidang infrastruktur:

 Juara 1 Nasional PKPD-PU bidang Penataan Ruang dari Kementerian PU (2011)

 Juara 2 Nasional PKPD-PU bidang Bina Marga dari Kementerian PU (2011)

 Juara 3 Nasional PKPD-PU bidang Penataan Ruang dari Kementerian PU (2013)

 Anugerah Wahana Tata Nugraha dari Kementerian Perhubungan (2011, 2012, 2013)

 Penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) dari Kemendagri (2015)

F. Bidang Kebersihan:

 Anugerah Piala Adipura (2009, 2010, 2012, 2013,2014)

G. Bidang pendidikan:

 Nilai UN tertinggi tingkat nasional (2010)

 Anugerah Ki Hajar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012, 2013,2014,2015)

 Juara Umum Hardikda Bidang Pembangunan Pendidikan dari Pemerintah Aceh (2013)

H. Bidang informasi dan teknologi (IT):

 Anugerah ICT Pura Kategori Utama (2009)

 LPSE berprestasi kategori motivator (2011)

(30)

 Penghargaan Indonesia Digital Society Award (IDSA), peringkat 2 Kategori Overall dan peringkat 3 Kategori Community (2013)

 Best Champion Indonesia Digital Society Award (IDSA), kategori Overal (2014)

 Penghargaan Indonesia Digital Society Award (IDSA), Juara 3 untuk kategori Pemerintan dan Pendidikan (2015)

 AMPL Awards dari Kementerian PPN/Bappenas, kategori Inovasi layanan sampah berbasis website (2015)

I. Bidang investasi:

 Investment Award Dari BKPM (2012)

 Pelayanan Publik kemudahan dalam berusaha (2012)

 Predikat Gold versi Kota Terbaik Indonesia‘s Attractiveness Award (IAA), dari Tempo Media Group dan Frontier Consulting Group (2015).

J. Bidang Lingkungan:

 Piala Adiwiyata dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia (2012)

 Anugerah Piala Langit Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup (2013)

K. Bidang Kehumasan/Media:

 Anugerah Media Humas (AMH) 2014

 Penghargaan Sahabat PWI yang mendukung Pers Cerdas dan Professional dari PWI Aceh (2015)

 Kabta Awards, kategori Website Pemerintah Kota Terfavorit pilihan Pembaca dari Beritasatu.com (2015)

(31)

 Penghargaan Tokoh Waspada Tahun 2015 dari Harian Waspada (2016)

Sebagai kawasan yang terus berbenah mengembangkan potensi daerah yang juga berpegaruh kepada pariwisata, Banda Aceh melakukan program unggulan yang menunjang wisata di kawasan ini juga. Antara lain, pembangunan Fly Over (jembatan layang) kawasan Simpang Surabaya, Banda Aceh.

Pembangunan jalan layang ini pengerjaannya dimulai tahun 2015 dan ditargetkan selesai pada tahun 2017. Simpang Surabaya merupakan salah satu titik penting dalam sistem jaringan jalan Kota Banda Aceh karena melayani sistem primer jaringan jalan. Saat ini kapasitas Simpang Surabaya mulai tidak mampu melayani arus kendaraan yang melaluinya. Karenanya, pembangunan jembatan layang merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalulintas di kawasan tersebut. Jembatan layang Simpang Surabaya akan dibangun dengan panjang 850,954 meter dan terbagi dalam 8 bentang. Fly over ini juga memilki lebar 17,5 meter.

Selain membangun fly over di Simpang Surabaya, Pemko Banda Aceh sedang berupaya agar pembangunan jalan bawah tanah (underpass) yang menghubungkan Beurawe ke Kuta Alam (samping Hermes Mall hingga Masjid Kuta Alam).

Pembangunan ini juga dilaksanakan tahun 2015. Underpass akan memudahkan para pengendara dari arah Ulee Kareng menuju ke Kuta Alam tanpa harus memutar arah di Jalan T Hasan Dek, begitu juga sebaliknya, masyarakat dari Kuta Alam tidak harus memutar arah di depan Bank BPD Jambo Tape jika ingin ke Ulee Kareng.

Pembangunan underpass ini tidak akan mengganggu jalan yang sudah ada

(32)

sebelumnya dari Simpang Surabaya menuju Simpang Jambo Tape. Panjang underpass sekitar 200 meter, dan lebarnya disesuaikan dengan kondisi jalan yang ada.

Mulai tahun 2015, Pemerintah Kota Banda Aceh mengoperasikan 92 unit Bus Way dengan nama Trans Kutaraja. Transportasi ini di gratiskan bagi siswa di Banda Aceh. Sedangkan untuk mahasiswa akan diberikan keringanan dalam bentuk kartu berbayar yang harganya jauh dibawah tarif standar. Saat ini, sejumlah halte sedang dirampungkan. Akan ada 6 koridor yang akan dibuka untuk rute transportasi massal ini, yakni :

koridor 1, akan melayani rute Kota Banda Aceh – Darussalam koridor 2, jalur Bandara SIM – Terminal Batoh dan ke Ulee Lheue.

Koridor 3, rute Kota Banda Aceh – Mata Ie.

Koridor 4, rute Kota Banda Aceh – Ajuen hingga ke Lhoknga.

Koridor 5, jalur Ulee Kareng- Terminal Batoh.

Koridor 6, rute Keudah – Syiah Kuala.

Perempuan membutuhkan forum tersediri terpisah dari laki-laki agar mereka lebih leluasa untuk menyampaikan aspirasinya tanpa harus merasa segan atau takut dibantah oleh kaum laki-laki. Pemko memberi ruang bagi perempuan dalam berekspresi melalui Musyawarah Rencana Aksi Perempuan (Musrena).

Program ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses perencanaan Kota Banda Aceh dan bersanding dengan proses perencanaan yang sudah ada sebelumnya. Usulan tersebut kemudian digabungkan dan dipilah sesuai skala prioritas dan kebutuhan kota secara umum. Tujuan khusus dari metode perencanaan ini adalah

(33)

untuk memperkuat posisi perempuan dalam porses pengambilan keputusan dan kebijakan yang selama ini didominasi oleh laki-laki.

Musrena merupakan wadah yang demokratis, strategis, partisipatif, dan politis bagi kaum perempuan untuk dapat berkontribusi dan terlibat aktif dalam pembangunan. Musrena juga menjadi wadah dan ajang pembelajaran bagi perempuan untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menyuarakan aspirasinya di ruang publik.

Sedangkan tujuan umum dari Musrena adalah untuk mewujudkan Kota Banda Aceh sebagai kota yang ramah gender. Dalam perjalanannya, Musrena ini telah meraih prestasi di tingkat Nasional, yakni Innovative Government Award tahun 2012.

2. Profil Kabupaten Aceh Besar

Pada masa Aceh masih sebagai sebuah kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh atau kerajaan Aceh adalah wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar ditambah dengan beberapa daerah yang telah menjadi bagian dari Kabupaten Pidie. Selain itu, juga termasuk Pulau Weh (sekarang sudah menjadi pemerintah kota Sabang), sebagian wilayah pemerintah kota Banda Aceh, dan beberapa daerah dari wilayah Kabupaten Aceh Barat.

Aceh Besar dalam istilah bahasa Aceh disebut Aceh Rayeuk. Penyebutan Aceh Rayeuk sebagai Aceh yang sebenarnya karena daerah inilah pada mulanya menjadi inti Kerajaan Aceh dan juga karena di daerah ini terletak ibukota kerajaan yang bernama Bandar Aceh atau Banda Aceh Darussalam. Sebutan nama Aceh Rayeuk ada juga yang menyebut nama dengan sebutan Aceh Lhee Sagoo (Aceh Tiga Sagi).

(34)

Sebelum dikeluarkan Undang-undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar merupakan daerah yang terdiri dari tiga kewedanaan yaitu:

1. Kewedanaan Seulimum 2. Kewedanaan Lhoknga 3. Kewedanaan Sabang

Secara Geografis Kabupaten Aceh Besar terletak antara 5º 2‘– 5º,8‘ Lintang Utara dan 95º80‘ – 95º,88‘ Bujur Timur.

Batas Wilayah dideliniasi berdasarkan batas-batas dari Kabupaten Aceh Besar adalah :

Sebelah Utara: Selat Malaka

Sebelah Selatan: Kabupaten Aceh Jaya Sebelah Barat: Kabupaten Pidie

Sebelah Timur: Samudera Indonesia dengan luas wilayah 2,969,00 Km² mencakup 23 Kecamatan dan 604 Desa

Akhirnya dengan perjuangan yang panjang Kabupaten Aceh besar disahkan menjadi daerah otonom melalui Undang-undag Nomor 7 Tahun 1956 dengan ibukotanya pada waktu itu adalah Banda Aceh dan juga merupakan wilayah hukum Kotamadya Banda Aceh.

Sehubungan dengan tuntutan dan perkembangan daerah yang semakin maju dan berwawasan luas, Banda Aceh sebagai pusat ibukota dianggap kurang efisien lagi, baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Usaha pemindahan Ibukota tersebut dari Wilayah Banda Aceh mulai dirintis sejak tahun 1969, dimana lokasi awalnya dipilih Kecamatan Indrapuri yang jaraknya 25 km dari Banda Aceh

(35)

Usaha pemindahan tersebut belum berhasil dan belum dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan.

Kemudian pada tahun 1976 usaha perintisan pemindahan ibukota untuk kedua kalinya mulai dilaksanakan lagi dengan memilih lokasi yang lain yaitu di Kecamatan Seulimum tepatnya kemukinan Janthoi yang jaraknya sekitar 52 km dari Banda Aceh.

Akhirnya usaha yang terakhir ini berhasil dengan ditandai keluarnya Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1976 tentang pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar dari wilayah Kotamadya Banda Aceh. Daerah Tingkat II Banda Aceh ke kemukinan Janthoi di Kecamatan Seulimum Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar dengan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim departemen Dalam Negeri dan pemerintah Daerah yang bekerjasama dengan Konsultan PT. Markam Jaya yang ditinjau dari segala aspek dapat disimpulkan bahwa yang dianggap memenuhi syarat sebagai ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh besar adalah Kemukinan Janthoi dengan nama "Kota Jantho".25

Setelah ditetapkan Kota Jantho sebagai ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Besar yang baru, maka secara bertahap pemindahan ibukota terus dimulai, dan akhirnya secara serentak seluruh aktifitas perkantoran resmi dipindahkan dari Banda Aceh ke Ibukota Jantho pada tanggal 29 Agustus 1983, dan peresmiannya dilakukan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada masa itu, yaitu Bapak Soepardjo Rustam pada tanggal 3 Mei 1984.

Sementara dilihat dari segi wilayah, wilayah darat Aceh Besar berbatasan dengan Kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya,

25http://acehbesarkab.go.id/index.php/page/3/sejarah-kabupaten-aceh-besar , diakses pada 28 September 2018, pukul 19:34 Wib.

(36)

serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara. Aceh Besar juga mempunyai wilayah kepulauan yang termasuk Kecamatan Pulo Aceh. Kabupaten Aceh Besar bagian kepulauan di sisi barat, timur dan utaranya dibatasi dengan Samudera Indonesia, Selat Malaka, dan Teluk Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana Kota Sabang berada.26

Kabupaten Aceh Besar mempunyai Visi ―Terwujudnya Aceh Bessar Yang Maju Sejahtera, dan Bermartabat Dalam Syariah Islam‖.

Sementara Misi Aceh Besar adalah, Meningkatkan Pelaksanaan Syariat Islam;

Meningkatkan Sumber Daya Manusia dibidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, dan Bidang Pemberayaan Komunitas; Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean governance); Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur disegala bidang; Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang berbasis Mukim dan Gampong; Meningkatkan Percepatan Laju Pembangunan Masyarakat Pesisir, Terisolir dan Tertinggal;

3. Profil Kota Sabang

Sebelum pendudukan Belanda, di daratan tinggi Sabang ditancapkan bendera kesultanan Aceh Sebagai pertanda setiap kapal layar atau dagang akan memasuki wilayah Aceh. sebagai mana kapal utusan kesultanan Turki Mustafa Khan (1588-1604) memperolehkan benderanya dipasang di kapal Aceh yang singgah di Sabang. Kapal dagang India, Portugis dan Inggris pada abad ke-17 dan 18 melewati dan singgah di Sabang.

26http://acehbesarkab.go.id/index.php/page/3/sejarah-kabupaten-aceh-besar , diakses pada 28 September 2018, pukul 19:59 Wib.

(37)

Pada tahun 1890, jauh sebelum Inggris membangun Singapura, Belanda mulai membangun Sabang menjadi pelabuhan bebas, terbukti dengan perencanaan tata kota pulau Sabang yang begitu matang. Pulai ini kemudian dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum layaknya sebuah kota besar. mulai dari kantor pelabuhan bebas, terbukti dengan perencanaan tata kota, hotel dan bahkan gedung bioskop.

Pulau Sabang juga merupakan pulau pertama dimana Belanda membangun instalasi air minum untuk disalurkan keseluruh penjuru pulau. Sejak didirikannya Sabang Maatchappij pada tahun 1895 Pelabuhan Sabang mempunyai arti penting pada zaman Belanda, karena palabuhan itulah kapal-kapal besar Belanda mengangkut rempah-rempah dari Bumi Nusantara untuk dijual ke Eropa. Tak hanya itu, begitu jauh Belanda memandang masa depan hingga mereka membangun rumah sakit terbesar yang ada di zaman itu di pulai ini, serta membangun sebuah banda udara di tengah pulau Sabang. Visi Belanda ketika itu adalah membangun pelabuhan transit terbesar bagi kapal layar yang akan masuk ke selat malaka.

Dalam sejarah abad 19, pada zaman pendudukan Belanda, Sabang menjadi wilayah varbanen (tawanan bebas) untuk ulama, hulubalang dan petinggi Aceh yang dilakukan Belanda, diprakarsai oleh Van Daalen guna mengasingkan tokoh-tokoh penting di Aceh, sama halnya seperti pembuangan yang dilakukan ke pulau Jawa, Ambon dan Ternate, seperti Sultan Muhammad Daud Syah diusingkan ke Ternate tahun 1903.

Kota Sabang merupakan wilayah paling barat di Republik Indonesia. Secara Geografis, Kota Sabang terletak pada koordinat 05o 46‘ 28‖ – 05o 54‘ 28‖ Lintang Utara (LU) dan 95o 13‘ 02‖ – 95o22‘ 36‘ Bujur Timur (BT). Kota Sabang sebelah utara dan

(38)

timur berbatasan dengan Selat Malaka, di sebelah selatan berbatasan dengan Selat Benggala dan di sebelah barat dibatasi oleh Samudera Indonesia.

Secara geopolitis, Kota Sabang sangat strategis, karena berbatasan langsung dengan negara-negara lain seperti dengan India, Malaysia dan Thailand serta merupakan alur pelayaran Internasional bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar wilayah Indonesia dari arah barat.

Kota Sabang terdiri dari lima (5) buah pulau, yakni Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako dan Pulau Rondo ditambah gugusan pulau-pulau batu di Pantee Utara. Pulau Weh merupakan pulau terluas serta merupakan satu-satunya pulau yang dijadikan pemukiman, sedangkan Pulau Rondo merupakan salah satu pulau terluar yang berjarak + 15,6 km dari Pulau Weh. (Gambar 3) secara administratif, Kota Sabang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Sukakarya serta terbagi menjadi 18 Gampong (desa).

Luas keseluruhan daratan Kota Sabang adalah 153 km2 (Sabang dalam Angka 2009), terdiri dari Kecamatan Sukajaya seluas 80 km2 dan Kecamatan Sukakarya seluas 732. Berdasarkan analisis data citra satelit tata ruang Kota Sabang 2004, luas keseluruhan Kota Sabang ialah 1.042,3 km2 (104229,95 ha), dengan luas daratan 121,7 km2 (12.177,18 ha) dan luas perairan 920,5 km2 (92.052,77) ha. (Tabel 1)

Tabel 1. Luasan daratan pulau-pulau di Kota Sabang

No Nama Pulau Luas (ha)

1 Weh 12.066,56

(39)

2 Klah 18,66

3 Rubiah 35,79

4 Seulako 5,5

5 Rondo 50,67

Total Luas Daratan 12.177,18

Kota Sabang terletak di Pulau Weh27 dan merupakan bagian dari Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pulau ini terletak di ujung pulau Sumatra dan merupakan zona ekonomi bebas dan daerah Indonesia yang terletak paling barat.

Sekitar tahun 1900, Sabang adalah sebuah desa nelayan dengan pelabuhan dan iklim yang baik. Kemudian Belanda membangun depot batubara di sana, pelabuhan diperdalam, mendayagunakan dataran, sehingga tempat yang bisa menampung 25.000 ton batubara telah terbangun. Kapal Uap, kapal laut yang digerakkan oleh batubara, dari banyak negara, singgah untuk mengambil batubara, air segar dan fasilitas-fasilitas yang ada lainnya.

Tahun 1950 Setelah KMB, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia.

Upacara penyerahannya berlangsung di gedung Controleur (gedung Dharma Wanita sekarang). Kemudian melalui keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Nomor 9/MP/50, Sabang menjadi Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia. Sabang Maatschappij dilikuidasi. Prosesnya selesai tahun 1959. Semua aset Pelabuhan Sabang Maatschappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia.

27Pulau Weh dikenal dengan slogan: Point Of Zero Kilometer Republik Indonesia (Titik Nol Kilometer Indonesia), ditandai dengan didirikan monumen untuk menandai dimulainya perhitungan jarak dan luas teritorial Negara Republik Indonesia.

(40)

Tahun 1963, Tim Peneliti dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh bekerja sama dengan gabungan Pengurus Exsport Indonesia Sumatera melakukan penelitian terhadap kemungkinan Sabang dibuka kembali menjadi pelabuhan bebas, karena letaknya sangat strategis dalam sektor perdagangan antar Negara. Kemudian melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1963, Sabang ditetapkan sebagai Pelabuhan Bebas (Free Port), dan pelaksanaannya diserahkan kepada Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).

Tahun 1964 Dibentuklah suatu lembaga Komando Pelaksana Pembangunan Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 22 Tahun 1964. Tahun 1965 Kotapraja Sabang dibentuk dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1965. Tahun 1970, dikeluarkan UU No. 3 tahun 1970 dan No. 4 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan Sabang dan tentang daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan bebas untuk masa 30 tahun, dengan fungsi berikut :

1. Mengusahakan persediaan (stockpiling) barang-barang konsumsi dan produksi untuk perdagangan impor, ekspor, re-ekspor maupun industri.

2. Melakukan peningkatan mutu (upgrading), pengolahan (processing), manufacturing, pengepakan (packing), pengepakan ulang (repacking), dan pemberian tanda dagang (marking).

3. Menumbuhkan dan memperkembangkan industri, lalu lintas perdagangan, dan perhubungan.

4. Menyediakan dan memperkembangkan prasarana dan memperlancar fasilitas pelabuhan, memperkembangkan pelabuhan, pelayaran, perdagangan transito, dan lain-lain.

(41)

5. Mengusahakan memperkembangkan kepariwisataan dan usaha-usaha ke arah terjelma dan terbinanya shopping centre. -Mengusahakan dan memperkembangkan kegiatan-kegiatan lainnya khususnya dalam sektor perdagangan, maritim, perhubungan, perbankan dan peransuransian.

Tahun 1985 Status Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ditutup oleh Pemerintah RI melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1985, dengan alasan maraknya penyeludupan dan akan dibukanya Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Tahun 1993 Posisi Sabang mulai diperhitungkan kembali dengan dibentuknya Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia- Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT).

Tahun 1997 Dilaksanakannya Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diprakarsai BPPT di Pantai Gapang, Sabang, untuk mengkaji kembali pengembangan Sabang. Tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keppres No. 171 tanggal 26 September 1998.

Tahun 2000 Presiden KH. Abdurrahman Wahid mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan tanggal 22 Januari 2000 diterbitkan Inpres No. 2 Tahun 2000. Tanggal 1 September 2000 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Tanggal 21 Desember 2000 diterbitkan Undang-undang No. 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Tahun 2002 Aktivitas pelabuhan Sabang mulai

(42)

berdenyut kembali dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang. Tahun 2004 Aktivitas ini terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer.

Tanggal 26 Desember 2004 Sabang juga mengalami Gempa dan Tsunami.

Kemudian Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias menetapkan Sabang sebagai tempat transit udara dan laut untuk bantuan korban tsunami dan pengiriman material konstruksi dan lainnya yang akan dipergunakan di daratan Aceh.

Paskaperjanjian damai antara Pemerintah RI dengan GAM pada 15 Agustus 2005, Sabang kembali berdenyut. Wisatawan asing pun kembali berdatangan menikmati pesona pantai paling barat Indonesia ini.28

Kota Sabang mempunyai Visi ―Terwujudnya Masyarakat Sabang Yang Maju, Mempunyai Hak Dasar, Mandiri, Sejahtera Dalam Pola Hidup Ru kun Yang Berlandaskan Moral Keagamaan.‖

Makna yang terkandung dalam visi ini adalah :

Maju, diartikan bahwa masyarakat Kota Sabang mempunyai kecerdasan, keahlian, dinamis, kreatif, inovatif, dan tangguh dalam menghadapi segala tantangan.

Mempunyai Hak Dasar, yaitu mempunyai:Hak Hidup; Hak Penghidupan Yang Layak; Hak Memperoleh Pelayanan Kesehatan; Hak Memperoleh Pelayanan Pendidikan; Hak Atas Kesempatan Kerja dan Berusaha; Hak Atas Layanan Perumahan/Tempat Tinggal; Hak Mendapatkan Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat dan Hak Atas Partisipasi.

28http://www.sabangkota.go.id/index.php/page/3/sejarah-sabang , diakses pada 28 September 2018, pada 20:41 Wib.

(43)

Mandiri, diartikan bahwa dengan kemampuan dan kekuatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Sabang.

Sejahtera, diartikan bahwa masyarakat Kota Sabang memiliki rata-rata tingkat pendapatan yang memadai, tingkat pendidikan yang cukup, dan derajat kesehatan yang baik sehingga dapat hidup layak baik secara fisik dan non fisik.

Pola Hidup Rukun Yang Berlandaskan Moral Keagamaan, diartikan bahwa kemajemukan masyarakat masyarakat Kota Sabang yang terdiri dari berbagai suku, latar belakang, dan perbedaan agama dapat hidup rukun dengan terjaminnya kebebasan memeluk agama menurut kenyakinannya. Dan diharapkan memiliki tingkat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama secara baik dan benar sehingga dapat tercermin dalam pola berfikir dan bertingkah laku sehari-hari sesuai moral keagamaan. Misi Kota Sabang Sebagai langkah operasional untuk mencapai Visi dalam 5 (lima) tahun ke depan, maka ditempuh dengan 10 (sepuluh) misi pembangunan, yaitu:

1) Peningkatan Pembangunan Keagamaan 2) Peningkatan Pembangunan Pendidikan 3) Peningkatan Pembangunan Infrastruktur 4) Peningkatan Pembangunan Perekonomian 5) Peningkatan Pembangunan Kesehatan 6) Peningkatan Pemberdayaan Wanita

7) Peningkatan Pembangunan Lingkungan dan Kesejateraan Rakyat 8) Peningkatan Pembangunan Keamanan, Kepemudaan dan Olahraga 9) Peningkatan Pembangunan Sosial, Budaya dan Pariwisata

10) Sinkronisasi Program Pembangunan Pemerintah Kota Sabang dengan BPKS

(44)

4. Strategi Komunikasi Pemerintah Kota Banda Aceh dalam Mempromosikan Wisata Halal.

Wisata halal mulai menjadi gencar diperbincangkan sejak Provinsi Aceh memenangkan penghargaan dalam Halal Touris Award pada tahun 2016 yang lalu.

Jadi itu merupakan salah satu motivasi pemerintah untuk terus mengembangkan wisata halal itu sendiri selain juga penyelenggaran wisata halal ini merupakan Peraturan Walikota (Perwal) Banda Aceh Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Wisata Halal, yang mana dalam Perwal tersebut terdapat 17 pasal yang mengatur destinasi wisata halal, akomodasi, penyedia makanan dan minuman, hingga pembinaan, pengawasan dan koordinasi wisata halal. Untuk menyelenggarakan wisata halal tersebut, tentunya Pemeritah Kota Banda Aceh butuh melakukan promosi kepada calon wisatawan lokal maupun asing. Dalam upaya mempromosikan wisata halal ke calon wisatawan, tentunya harus mempunyai strategi yang baik, salah satu strategi yang harus dimiliki adalah strategi komunikasi.

Begitupun dengan Pemerintah Kota Banda Aceh yang dalam hal ini tengah berupaya mempromosikan wisata halal.

Bidang Promosi Pariwisata Kota Banda Aceh, Said Fauzan memaparkan bahwa Promosi Wisata Halal di Banda Aceh menjadi bagian dari promosi umum Dinas Pariwisata Banda Aceh. Ia memaparkan:

―Promosi wisata halal pada dinas pariwisata Kota Banda Aceh menjadi bagian integral dari promosi wisata secara umum di Banda Aceh. Tidak kita istilahkan promosi wisata halal, tetapi sudah menjadi bagian secara umum bahwa promosi ini untuk semua sisi, termasuk wisata halal.‖29

29 Wawancara Kasi Promosi Wisata Kota Banda Aceh, 13 Agustus 2018

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa tujuan Nasional seperti termuat dalam sila ke-5 , yakni masyarakat adil dan makmur adalah tercipta melalui Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia , sebagai buah

(2014) diperoleh 56 Responden yang terdiri dari 28 orang ibu post partum dengan persalinan normal dan 28 orang ibu post sectio caesarea, didapatkan hasil bahwa dari 28 orang ibu

Persentase Sumber Daya Aparatur BPKAD yang terlatih dan terdidik dalam bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah Persentase kecukupan kebutuhan belanja operasional dan

Pernikahan dini di Desa Binanga Sombaya terjadi disebabkan karena rendahnya pendidikan baik orang tua maupun anaknya yang hanya menempuh jenjang pendidika Sekolah Dasar

Beberapa faktor teknisnya adalah adanya pembatasan lingkup atau waktu audit, pengetahuan, pengalaman, perilaku auditor dalam memperoleh dan mengevaluasi informasi,

Pengembangan aplikasi perwalian (E-KRS) berbasis web di Sekolah Tinggi Teknologi Bandung belum ada, sistem yang berjalan dalam proses perwalian masih secara manual sehingga

Analisa potensi energi ini diambil berdasarkan pengamatan pasang surut 29 hari pada bulan september tahun 2015, dan tinggi pasang surut selama setahun pada tahun

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan komplikasi Diabetes