• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEDDY RUSDY DALAM ACARA PELUNCURAN BUKU PANCASILA NEGARA PARIPURNA : HISTORISTAS, RASIONALITAS, dan AKTUALITAS TANGGAL 19 MEI 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "URAIAN TEDDY RUSDY DALAM ACARA PELUNCURAN BUKU PANCASILA NEGARA PARIPURNA : HISTORISTAS, RASIONALITAS, dan AKTUALITAS TANGGAL 19 MEI 2011"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

URAIAN TEDDY RUSDY

DALAM ACARA PELUNCURAN BUKU PANCASILA

NEGARA PARIPURNA : HISTORISTAS , RASIONALITAS , dan AKTUALITAS

TANGGAL 19 MEI 2011

Setelah lebih sepuluh tahun memasuki Era Reformasi yang sangat diharapkan menjadi pintu gerbang mewujudkan masyarakat adil dan

makmur sebagai amanat bernegara , ternyata malah menjadi awal sebuah ketidakpastian. Semangat mengubah segalanya , dari keadaan masa lalu, justru telah membawa Bangsa ini meninggalkan dan melupakan cita-cita bersama ketika para Pendiri Bangsa membentuk sebuah Negara.

Salah satu akar masalah kita saat ini adalah hampir hilangnya rasa kebangsaan , tanggungjawab sosial , sikap saling menghargai dan semangat kekeluargaan yang menjadi ciri manusia Indonesia , yang Pancasilais.

Korupsi dan ketidakadilan merajalela , kesenggangan disegenap sendi kehidupan semakin lebar sampai kepada suatu titik yang memaksa kita bertanya :

Inikah yang kita kehendaki ?

Pasti bukan ! Lebih parahnya karena kita tidak tahu lagi mau dibawa kemana Bangsa ini ?

Kita seperti kehilangan dasar untuk pijakan , arah dan pegangan sebagai tuntunan , “something is missing” !

Sesuatu yang paling berharga nyaris telah hilang , yaitu dasar dan falsafah ketika Negara ini dibentuk dan dicita-citakan oleh Para Pendiri Bangsa.

Hari ni kita bersama-sama hadir untuk menyimak dan menyikapi karya Penulis muda Intelektual tokoh muda YUDI LATIF yang menyodorkan suatu barang berharga yang “missing” tadi. “Negara Paripurna : Historistas , Rasionalitas , dan Aktualitas Pancasila”

Bersama-sama pula kita kuliti sampai ketemu inti masalahnya , dimana : 1. Bapak Ananda B. Kusuma sebagai Sejarawan Konstitusi

2. Ibu Eva Kusuma Sundari anggota DPR yang banyak menggeluti “Pancasila”

3. Bapak Peter Kasenda , sejarawan yang sangat memahami pikiran Bung Karno.

4. Dan saya sebagai Purnawirawan ABRI yang “concern” atas perjalanan Bangsa kita.

(2)

Secara historis Penulis melalui Riset mendalam dengan lugas dan praktis , mantik dan runtut dan intelektual ilmiah telah mampu menelusuri perjalanan

sejarah Bangsa , dengan berbagai pandangan dan aliran Para Pendiri Bangsa sampai dengan formulasi akhir sebagai kristalisasi dari semua pandangan dan harapan untuk apa kita membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

• Pandangan Soekarno : dengan semangat Nasionalismenya • Pandangan Bung Hatta : dengan semangat sosio demokrasi

dan demokrasi ekonomi

• Pandangan H.O.S. Tjokroaminoto : dengan semangat Sosialisme Islam

• Pandangan Tan Malaka dengan paham Komunisme • Profesor Supomo seorang idealis ahli hukum

• Sutan Sjahrir sebagai tokoh termuda dan liberal

Beserta anggota-anggota BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan berusaha mencapai kata sepakat untuk menyusun Falsafah dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia.

Para Pendiri Bangsa tersebut telah mewakili semua golongan (etnis , agama , intelektual) bersama-sama menggali apa sebetulnya “barang berharga” yang akan menjadi acuan bersama dalam kehidupan bernegara. Acuan mana juga akan menjadi jati diri rakyat dan bangsa ditengah-tengah Bangsa lainnya di dunia.

Mereka secara tepat “merasakan” bahwa factor-faktor geo strategislah yang membentuk ciri-ciri suatu Bangsa , yakni :

1. Faktor geografi , wilayah Nusantara terdiri dari ribuan pulau dengan laut dan selatnya sebagai penghubung kesatuan.

2. Faktor demografi , wilayah Nusantara terdiri dari berbagai ragam suku dan agama.

3. Posisi silang diantara dua Samudera dan dua Benua yang menempatkan wilayah Nusantara pada posisi silang arus komunikasi budaya dan tata nilai (value system) Utara-Selatan dan Barat-Timur.

(3)

Menyadari kedudukan ketiga faktor tersebut , menempatkan

wilayah dan Bangsa Indonesia sebagai titik temu arus kebudayaan dan peradaban , yang membentuk ciri-ciri manusia yang :

• Toleran mudah paham dan maklum.

• Adaptif mudah menerima unsur-unsur yang positif.

Tentu saya , posisi tersebut juga membuka kerawanan-kerawanan dari suatu masyarakat yang terbuka (open society) , secara singkat Penulis mengatakan wilayah Nusantara sebagai kuali yang

menggodok aneka ragam “basic ingredient” (unsur dan elemen bahan baku berbagai tata nilai dan budaya , menjadi suatu adonan khas yang menjadi SINTESA produk pertemuan tersebut.

Di dalam upaya menggali dan menggali , malam sebelum disajikannya di forum BPUPK Bung Karno “sakral”nya beliau berdoa kepada Allah SWT agar mendapatkan petunjuk untuk menggali dan tetap menggali “barang berharga” yang telah ada namun terpendam dalam Bumi Indonesia untuk mendapatkan “barang berharga” untuk dipakai dasar Negara Indonesia Merdeka yang akan datang. Ditemukanlah Pancasila layaknya

menemukan kembali ratna mutu manikam yang nyaris hilang , bisa diketemukan kembali dan disetujui semuanya.

Selama proses penggalian sila-sila Pancasila tersebut , sebagaimana layaknya sikap intelektual demokratis hadir

permasalahan Agama dan Kebangsaan , prinsip dan kaidah mana yang akan ditempuh ; yang kemudian disepakati dengan rumusan : “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan

didorongkan oleh keinginan luhur , supaya berkehidupan Kebangsaan yang bebas…”

• Pernyataan “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” Konstitusi Republik Indonesia berlindung kepada Allah , dan dengan itu maka syarat Agama dipenuhi. Prinsip hubungan antara agama dan negara telah disepakati.

• Penulis telah mampu secara runtut , gamblang dan jelas telah mampu menghadirkan proses sejarah Konseptualisasi Pancasila yang melintasi rangkaian panjang fase “pembuahan” , fase

“perumusan” dan fase “pengesahan” sejak tahun 1920 s/d 18 Agustus 1945.

(4)

Ketuhanan Yang Berkebudayaan

Checks Paper “lepas” mengurai Hirarki Piramidal

• Saya akan masuk lebih dalam memahami sila pertama

KeTuhanan Yang Maha Esa ; tetapi melalui wilayah profesi saya sebagai purnawirawan ABRI.

HIRARKI PIRAMIDAL

1. Sila Teratas “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Sebagian acuan pokok , memancarcar dan tercermin pada sila-sila berikutnya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Bahwa sila ke-3 Persatuan Indonesia itu adalah persatuan yang didasari “Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

5. Bahwa tujuan Nasional seperti termuat dalam sila ke-5 , yakni masyarakat adil dan makmur adalah tercipta melalui Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia , sebagai buah dari proses demokrasi sila ke-4 , Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan.

Artinya sila yang di atas merupakan acuan pokok dan esensi dari sila-sila berikutnya , artinya sila”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjiwai sehingga tercermin dan memancar pada sila-sila berikutnya. Bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab

adalah sebagai pencerminan dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahwa sila ke-3 “Persatuan Indonesia itu adalah persatuan yang didasari“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.

Bahwa tujuan Nasional seperti termuat dalam sila ke-5 , yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” tercipta melalui proses demokrasi sila ke-4 yakni“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan” yang dicapai melalui “Persatuan Indonesia” yang dicapai melalui“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” yang kesemuanya itu berdasarkan“Ketuhanan Yang Maha Esa”.

(5)

ISLAM dan NKRI

• Untuk melaksanakan fungsinya ABRI (TNI/POLRI) sebagai alat penanggungjawab pertahanan dan keamanan , pertama-tama harus mampu mengurai dan menjabarkan hakekat ancaman yang dipersepsikan. Intelijen sebagai mata dan telinga

pertahanan dan keamanan , harus mampu mendeteksi hakekat ancaman tersebut yang biasa diurai sebagai Tantangan ,

Gangguan , Hambatan dan Ancaman (TGHA). Kami juga

melihatnya secara ilmiah sebagai “spektrum ancaman” dari yang paling “subtle” (samar) / dari dalam tubuh sendiri sampai dengan yang paling “brutal” , perang terbuka , perang Revolusioner.

Tugas Intel adalah penginderaan dini terhadap TGHA tersebut , idealnya se-dini mungkin sebelum membesar , mewujud dan bergerak. Dengan deteksi dini dapat dicegah , ditangkal (to deter) dan diatasi dengan Soft Power tanpa resiko biaya dan korban yang besar. Untuk mampu mendeteksi dini berarti kita sudah mengamati tindak tanduk , alur pikiran dan niat untuk berbuat. Idealnya proses ini tidak dilakukan oleh Intel ABRI tetapi dari diri individu masing-masing (inner selection process) dengan memahami the “do’s” dan “don’t” dengan sendirinya diawali , didahului dan dibantu dengan melalui proses edukasi, pencerahan dan indoktrinasi.

Setelah peristiwa Tanjung Priok , kasus Talangsari Lampung ,

pembajakan Woyla Kelompok IMRON , ABRI dituduh menyudutkan umat Islam , apalagi Panglimanya waktu itu Jenderal L.B. Moerdani beragama Katolik. Keadaan tersebut mendorong ABRI bersama Bapak ALI SAID , SH dan jajaran Kejaksaan Agung untuk bersafari berkunjung ke Pusat dan kantong umat Islam di

Pesantren-Pesantren. Pada kesempatan mana kami jelaskan tentang 4 (empat) pilar Negara dan Bangsa kita , Pancasila , UUD ’45 , NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

(6)

Bahwa yang ditumpas adalah gerakan DI/TII/NII yang kita katagorikan sebagai “gerakan Ekstrim Kanan” , suatu gerakan makar dari sekelompok yang menggunakan ajaran Islam untuk keluar dari 4 (empat) pilar harga mati tersebut.

Kita jelaskan bahwa proses kelahiran Bangsa Indonesia membawa serta 3 (tiga) kelompok ideologi besar , yakni : nasionalisme

(kebangsaan) , agama dan komunisme.

Dengan diterimanya Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara, Para Pendiri Bangsa sepakat bahwa dengan mencantumkan

Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila I merupakan pengakuan bahwa kita adalah bangsa yang beragama , tetapi juga bukan negara sekuler atau negara Agama , proses mana digambarkan dengan jelas dan lugas pada buku Yudi Latif.

(7)

* Semasa ORBA : - Poros Tengah = Golkar - Kiri Tengah = PNI/PDI - Kanan Tengah = PPP

Wilayah kiri luar

“Komunisme”

Batas kanan luar

Belum Terbentuk

Wilayah kanan luar

“ NII”

Batas kiri luar

Telah terbentuk

Wilayah kiri tengah “Nasionalisme”

Wilayah ideologi politik dinamis - Aman

-Dalam koridor “Demokrasi Pancasila”

TEORI PENDULUM (IDEOLOGI POLITIK)

(8)

Partai Komunis Indonesia , pada tahun 1948 dan 1965 telah berkhianat kepada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan , kepada 4 (empat) pilar bangsa yang telah dibakukan. Setelah tumpasnya gerakan PKI , maka Negara dan Bangsa telah menetapkan

batasan-batasan sehingga faham Komunisme tidak boleh hidup di Negara Pancasila.

Mengenai ideologi Komunisme , di mata masyarakat sudah

gamblang batasan-batasannya , sudah terbentuk “inner selection process” , dan rakyat tahu apa akibat-akibatnya kalau dilanggar , sehingga rakyat tidak berani menganut faham Komunisme , bukan hanya melanggar dengan tindakan, bahkan berpikir untuk menjadi Komunis pun tidak akan terlontar. Artinya didalam pendulum politik Indonesia , batasan ekstrim kiri telah terbentuk.

Sebaliknya gerakan DI/TII/NII termasuk mosus-modus terornya walaupun telah berulangkali muncul dan dihancurkan , namun batas wilayah ekstrim kanan dari garakan pendulum ekstrim kanan belum terbentuk seperti halnya batas gerakan pendulum politik ekstrim kiri. Berarti kita akan tetap harus selalu siap menghadapi bahaya Ekstrim Kanan. Sehingga masih ada dan masih akan ada sekelompok masyarakat yang mengidealkan , berpikir dan

(9)

• Sungguh suatu IRONI , apabila pada saat era ORBA

Operasi Intel , Operasi Teritorial dan Operasi Tempur

menghantam bahaya Ekstrim Kanan , ABRI selalu

dipermasalahkan dan dipersalahkan sebagai tindakan anti

agama Islam (Peristiwa Tanjung Priok , Peristiwa Talangsari

Lampung , Pembajakan pesawat “Woyla”).

• Hari ini pendapat rakyat , intelektual , dunia pendidikan telah

mengatakan bahwa NII adalah tindakan makar, Pemerintah

cq TNI/POLRI mengatakan belum menjadi ancaman nyata

yang masif. Kalau mereka ditunggu menjadi massa yang

kuat dan melakukan teror dan gerakan

fisik untuk makar ,

maka biaya , waktu dan korbannya akan besar dan terpaksa

menggunakan “hard power”.

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Kembali kepada bukunya Pak Yudi Latif.

Melalui pendekatan dan pengkajian ditinjau dari “Perspektif

Historis , diuji dengan Perspektif Teoritis – Komparatif saya

setuju dengan pendapat Penulis bahwa :

Para Pendiri Bangsa telah mewariskan visi yang

berjangkauan jauh ke depan , bagaimana nasionalisme

Indonesia bisa mengantisipasi dinamika perkembangan

global. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab , apabila

digali , merupakan visi Bangsa Indonesia yang

mengandung begitu banyak nilai manusiawi yang bisa

dijadikan pegangan dalam mengantisipasi tantangan

internal dan global , serta bagaimana menyikapi

kesenjangan dan ketidakadilan dalam kehidupan nasional

maupun global.

Apabila kita semua telah menyadari bahwa sesuatu yang

hilang tadi adalah ROH Pancasila , nampaknya tidak ada

pilihan lain selain mengkaji ulang Pancasila dan UUD 1945

, mukadimah dan batang tubuhnya konsisten nyambung ke

jalur yang sesuai dengan cita-cita dan kehendak para

Pendiri Bangsa.

Dekap lagi dengan erat , Pancasila “ratna mutu manikam”

yang telah ditemukan kembali oleh Para Pendiri Bangsa

agar selalu menjadi dasar arah dan tuntunan Bangsa

mencapai masyarakat adil makmur yang dicita-citakan.

(17)

Apabila masalah Pancasila semasa ORBA dianggap dilakukan

secara represif dan dogmatis sehingga memiliki stigma dimata

masyarakat , maka Penulis membahas pada setiap bagian akhir

dari sila-silanya dengan uraian “membumikannya:

Ada yang mengatakan Re-vitalisasi , saya sependapat dengan

Penulis yang mengatakan Radikalisasi Pancasila untuk

De-radikalisasi pemikiran-pemikiran lain yang menyimpang.

Mengutip pendapat Notonegoro bahwa : “Pengamalan nilai-nilai

Pancasila hanya dapat terlaksana apabila ada ketaatan dari warga

negaranya dan keteladanan dari para penyelenggaraan negara”.

Sedangkan usaha untuk membumikan Pancasila diurai dalam 6

fitrah (semangat asal) , yakni :

1. Fitrah semangat “menuhan” (Takwa)

2. Fitrah Kekeluargaan

3. Fitrah Keikhlasan dan ketulusan

4. Fitrah semangat pengabdian dan tanggungjawab

5. Fitrah untuk “menghasilkan yang terbaik”

6. Fitrah semangat keadilan dan kemanusiaan

7. Fitrah semangat kejuangan

Sebagai penutup saya juga ingin mengutif pendapat Mohandas

K. Gandhi , Tentang adanya ancaman “tujuh dosa sosial” , yakni :

1. Politik tanpa prinsip

2. Kekayaan tanpa kerja keras

3. Perniagaan tanpa moralitas

4. Kesenangan tanpa nurani

5. Pendidikan tanpa karakter

6. Sains tanpa humanitas

(18)

Kita bisa saja mengatakan bahwa yang diperbuat belum separah

“tujuh dosa sosial” , tapi tanpa kesadaran untuk pelurusan kembali ,

gejala ke arah sana sudah terlihat. Marilah kita “gapai” kembali

pusaka Pancasila , buku ini akan lebih meyakinkan kita betapa tak

terhingga nilainya ; setelah dibagi proses penggaliannya , diyakini

keabsahan dan validitasnya , diuraikan pula bagaimana

membumikannya. Secara khusus saya ucapkan selamat dan salut

atas karyanya menemukan kembali nilai-nilai yang nyaris hilang

tidak hanya mampu menyadarkan kita namun juga cukup rinci untuk

kita anut dan ikuti.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Taufik dan Hidayah-Nya

kepada kita semua , dalam pengabdian kita sebagai satu kesatuan

yang utuh dan mantap menuju cita-cita nasional : Masyarakat adil

makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Terima kasih.

Wasssalam,

Jakarta , 19 Mei 2011

Referensi

Dokumen terkait

7 Keanekaragaman tersebut menghasilkan karakteristik yang khas diantara mereka namun karena adanya persamaan senasib membuat mereka menjadi sebuah kesatuan yang erat

Setelah sterilisasi selesai dan suhu media telah menyamai suhu ruang, selanjutnya bibit ditebarkan di bagian atas dan tengah media. Kumbung jamur harus

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Pengabdian

Pada penelitian ini biji pepaya disiapkan untuk proses ekstraksi dengan pelarut etanol sehingga diperoleh ekstrak yang mengandung senyawa fenolik sebagai

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN TENTANG DESA SIAGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS.. KECAMATAN SALEM KABUPATEN BREBES

Sebagai contoh, banyaknya kasus kenakalan dan kriminalitas yang pada generasi muda (anak) tidak dipungkiri juga terjadi karena pola asuh permisif dari orangtua yang membiarkan

Hasil analisis laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa setelah pemekaran (Tahun 2008) laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara terus meningkat yakni sebesar

Cara alami agar kulit putih dalam 1 hari pada prinsipnya adalah menghilangkan lapisan kulit bagian luar dimana terdapat sel – sel mati yang dapat menghambat pertumbuhan sel kulit