• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Medan 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Medan 2021"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian Terapan Kajian Strategis Nasional (PT)

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI DI INDONESIA MENURUT POLA PENDAPATAN

DAN PENGELUARAN MENGGUNAKAN PARAMETER NTPRP

Disusun Oleh : Ketua Tim : Hendra Harmain Anggota : 1. Aqwa Naser Daulay

2. Fauzi Arif Lubis

Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Medan

2021

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN 1.

a. Judul Penelitian : Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Di Indonesia Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran Menggunakan Parameter NTPRP.

b. Kluster Penelitian : Penelitian Terapan Kajian Strategis Nasional (PT)

c. Bidang Keilmuan : Ekonomi d. Kategori : Kelompok

2. Peneliti : Hendra Harmain, Aqwa Naser Daulay dan Fauzi Arif Lubis

3. ID Peneliti : 201005730202000 4. Unit Kerja : FEBI UIN-SU Medan 5. Waktu Penelitian : 7 bulan

6. Lokasi Penelitian : Indonesia

7. Biaya Penelitian : Rp. 75.000.000,- (Tujuh Puluh Lima Juta)

Medan, 01 Oktober 2021 Disahkan oleh Ketua

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Peneliti, kepada Masyarakat (LP2M) UIN Ketua Sumatera Utara Medan

Dr. Hasan Sazali, M.Ag. Hendra Harmain, SE., M.Pd

NIP. 19760222007011018 NIP. 197305101998031003

(3)

ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Hendra Harmain Jabatan : Dosen

Unit Kerja : FEBI UIN-SU Medan Alamat : Binjai, Sumatera Utara

dengan ini menyatakan bahwa:

1. Judul penelitian “Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Di Indonesia Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran Menggunakan Parameter NTPRP” merupakan karya orisinal saya.

2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari

laporan penelitian saya merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka

saya akan bertanggung jawab untuk mengembalikan 100% dana hibah penelitian yang telah saya terima, dan siap mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Medan, 01 Oktober 2021 Yang Menyatakan,

Hendra Harmain, SE., M.Pd

NIP. 197305101998031003

(4)

iii

ABSTRAK

Sebagai Negara agraris dengan jumlah penduduk besar dan proporsi rumah tangga yang bekerja di pertanian dominan, maka perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Namun selain berbicara mengenai pendapatan yang mempengaruhi kesejahteraan, pengeluaranpun mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Di Indonesia Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran Menggunakan Parameter NTPRP. Selanjutnya untuk menyelesaikan permasalahan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan parameter NTPRP (Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani). Berdasarkan hasil temuan yang dilakukan peneliti di Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Aceh, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Yogyakarta, Provinsi Bali. Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani (NTPRP) untuk nilai dari responden yang minimum berada pada nilai 0,46, hal tersebut menunjukkan bahwa total pengeluaran rumah tangga petani/ responden tersebut lebih besar dibandingkan dengan total pendapatan rumah tangganya, hal tersebut juga menjelaskan petani/ responden tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan untuk usaha pertanian dan non pertaniannya. Kemudian Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani (NTPRP) yang maksimum berada pada nilai 6,71, hal tersebut menunjukkan bahwa total pengeluaran rumah tangga petani/ responden tersebut lebih kecil dibandingkan dengan total pendapatan rumah tangganya, hal tersebut juga menjelaskan petani/ responden tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan untuk usaha pertanian dan non pertaniannya. Namun secara rata-rata Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani (NTPRP)nya berada pada nilai 1,37, menunjukkan NTPRP > 1 berarti secara rata-rata petani/ responden sudah mampu memenuhi kebutuhan untuk usaha pertanian dan non pertaniannya. Hal ini di dukung oleh data dari BPS NTP nasional pada Maret 2021 bernilai 103,29 berarti petani mengalami surplus secara nasional dan pada 8 provinsi nilai rata-rata NTP nya pada juli 2021 yaitu 101,71.

Kata Kunci: Pendapatan, Pengeluaran, NTPRP.

(5)

iv

KATA PENGANTAR Assalamu’ alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas semua limpahan rahmat dan karunia, serta petunjuk Allah SWT yang begitu besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Di Indonesia Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran Menggunakan Parameter NTPRP”. Sebagai bentuk kontribusi peneliti kepada pengembangan nasional, terkhusus dalam pengukuran dan penilaian tingkat kesejahteraan petani. Adapun penelitian ini bertujuan memperoleh hasil dari Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani di Indonesia Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran Menggunakan Parameter NTPRP yang menjadi objek penelitian, serta menggambarkan keadaan perekonomian petani di Indonesia saat ini. Serta peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam menyelesaikan penelitian ini.

Selanjutnya peneliti menyadari bahwa pengerjaan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan peneliti. Oleh karena itu, penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, guna mengembangkan penelitian ini kearah yang lebih baik.

Medan, 01 Oktober 2021

Peneliti

(6)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Signifikansi ... 5

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Pendapatan ... 7

B. Pengeluaran Konsumsi... 10

C. Kesejahteraan ... 14

D. Nilai Tukar Petani ... 18

E. Penelitian Terdahulu ... 20

F. Alur Penelitian ... 22

BAB III METODEPENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 24

B. Lokasi Penelitian ... 24

C. Subjek Penelitian ... 25

D. Jenis dan Sumber Data ... 25

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 26

F. Analisis Data ... 27

BAB IV TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pertanian di Indonesia ... 32

B. Hasil dan Pembahasan ... 46

1. Luas Panen dan Produksi Padi ... 46

2. Karakteristik Responden ... 47

3. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 52

4. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani ... 54

5. Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 56

6. Temuan Penelitian ... 76

(7)

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTARPUSTAKA ... vii

LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISTILAH ... xviii

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Fenomena ketidak sejahteraan dikalangan petani masih ditemukan di beberapa daerah, akan tetapi upaya-upaya pembangunan pertanian untuk meningkatkan pendapatan petani sudah mengarah keperbaikan. Rata-rata pemilikan lahan petani yang relatif juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani, pendapatan petani menjadi salah satu tolak ukur dalam melihat tingkat kesejahteraan petani yang selanjutnya merupakan tolak ukur pembangunan pertanian. Peningkatan produktivitas dalam suatu daerah juga merupakan salah satu indikasi terjadinya upaya pembangunan pertanian.

Sehingga suatu daerah yang memiliki produktivitas yang tinggi, kesejahteraan petani pun seharusnya akan lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya.

Karena tujuan pembangunan yaitu suatu upaya dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga dalam setiap tahapan pembangunan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama. Sebagai Negara agraris dengan jumlah penduduk besar dan proporsi rumah tangga yang bekerja di pertanian dominan, maka perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis.

Namun selain berbicara mengenai pendapatan yang mempengaruhi kesejahteraan, pengeluaranpun mempengaruhi tingkat kesejahteraan.

Pengeluaran rumah tangga terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk

makanan dan bukan makanan. Pada kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan

makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan

rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk

membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun

akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan

(9)

2

yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan. Hal ini sejalan dengan teori Maslow yang menyatakan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut memiliki tingkatan mulai dari yang paling rendah bersifat fisiologis seperti makan, sampai yang paling tinggi berupa aktualisasi diri.

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk serta mencerminkan pendapatan keluarga . Hukum Engle menyatakan jika selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan akan menurun dengan meningkatnya pendapatan. Hal ini merupakan suatu generalisasi yang mengkaitkan antara pangsa pengeluaran pangan dan pendapatan. Kondisi ini disebabkan karena makanan merupakan bahan kebutuhan pokok yang meningkat lebih lambat dibandingkan pendapatan. Hukum Engle merupakan penemuan empiris dimana para ekonom menyarankan agar proporsi pendapatan untuk makanan digunakan sebagai indikator kemiskinan. Pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung kesejahteraan.

Pada periode 2010-2014, jumlah penduduk miskin di perdesaan atau pada sektor pertanian menurun dengan laju sebesar -3,69 %/tahun atau menurun dari sekitar 19,93 juta pada tahun 2010 menjadi 17,14 juta pada tahun 2014. Sedangkan penduduk miskin di perkotaan pada tahun 2010 sebanyak 11,10 juta berkurang sebesar -2,25 %/tahun sehingga menjadi 10,13 juta di tahun 2014. Karena sebagian besar penduduk perdesaan bermata pencaharian di sektor pertanian, maka dapat dimaknai bahwa tingkat kemiskinan di sektor pertanian kondisinya lebih banyak dibanding di sektor lainnya

1

.

1 BPS, Statistic indonesia 2018, (Jakarta: BPS Indonesia, 2018), h. 505

(10)

3

Namun pada tahun 2015-2018 kesejahteraan petani mulai membaik terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 bertturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03. Berdasarkan nilai NTUP tersebut dapat dipahami bahwa selama empat tahun kesejahteraan petani terus mengalami perbaikan. Kementerian Pertanian dalam laporan tahunannya menggunakan indikator pendapatan petani sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani. Pendapatan petani didefinisikan sebagai pendapatan yang diterima setiap petani dalam satu tahun dengan satuan pendapatan per petani per tahun, dan dihitung dengan cara membagi Produk Domestik Bruto (PDB) total pertanian sempit dan PDB masing-masing sub sektornya, dengan jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian (petani) dan sub sektornya

2

.

Namun sebagian besar petani di Indonesia yang berjumlah 26 juta rumah tangga, masih hidup di bawah garis kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik menyebut, tahun 2016 lalu sebesar 14 persen penduduk miskin berada di wilayah pedesaan yang sebagian besar mengandalkan ekonominya dari sektor pertanian. Hal ini disebabkan rendahnya pemahaman petani dalam pengeloaan keuangan (pendapatan dan pengeluaran) hasil panen dan kepemilikan lahan. Hingga saat ini para petani di Indonesia rata-rata hanya memiliki lahan kurang dari setengah hektar. Terutama para petani di Pulau Jawa. Kondisi ini menyebabkan petani sulit untuk mengusahakan lahan itu sendiri pada tingkat yang menguntungkan. Masalah lainnya adalah karena sebagian besar petani belum memiliki ketrampilan pertanian yang mumpuni.

2 Pantjar Simatupang, dkk, Review dan Perumusan Indikator Kesejahteraan Petani, (Bogor: Kementrian Pertanian, 2016), h. 19.

(11)

4

Sebabnya, karena sebagian besar petani berpendidikan rendah. Keterbatasan ketrampilan, pendapatan yang rendah dan pendidikan yang kurang memadai itu membuat para petani kesulitan mengadopsi teknologi pertanian yang baru.

Hal tersebut akan mendorong para petani akan mengalihkan pekerjaannya ke sektor lain yang menurut mereka mudah mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya, baik pangan maupun non pangan. Sebagaimana studi yang dilakukan ILO pada tahun 1960 menemukan bahwa alasan orang-orang meninggalkan pekerjaan pertanian karena dua masalah pokok sebagai faktor utama yaitu (1) tingkat pendapatan di sektor pertanian yang sangat rendah dan (2) adanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian.

Secara umum pengeluaran rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan non pangan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, apabila tingkat pendapatan rendah maka terlebih dahulu mementingkat kebutuhan konsumsi pangan dibandingkan dengan non pangan, namun seiring dengan peningkatan pendapatan, prporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan akan menurun dan kebutuhan non pangan akan meningkat. Berdasarkan hal tersebut akan terukur tingkat kesejahteraan masyarakat, dalam memenuhi kebutuhan pangan saja atau kedua-duanya yaitu petani bisa memenuhi kebutuhan pangan dan non pangannya dari berbagai sumber pendapatan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani bisa diukur menggunakan pendekatan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani (NTPRP) yang merupakan rasio indeks harga yang diperoleh dan indeks harga yang dikeluarkan petani.

Didasari hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul ”Analisis Tingkat Kesejahteraan Petani Di Indonesia

Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran Menggunakan Parameter

NTPRP”.

(12)

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, adapun identifikasi maslah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Sebagian besar petani di Indonesia rumah tangga, masih hidup di bawah garis kemiskinan.

2. Rendahnya tingkat kesejahteraan petani disebabkan oleh rendahnya pemahaman petani dalam pengeloaan keuangan (pendapatan dan pengeluaran) hasil panen, kepemilikan lahan dan tingkat keterampilan untuk memnggunakan teknologi petanian yang terbaru.

3. Banyak petani yang mengambil mata pencaharian yang lain selain bertani, berpengaruh terhadap besaran produksi pertanian.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun masalah tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran pola pendapatan dan pengeluaran rumah tangga di sektor pertanian?

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan petani di indonesia menurut pola pendapatan dan pengeluaran menggunakan parameter NTPRP (Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani)?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

(13)

6

1. Untuk mengetahui gambaran pola pendapatan dan pengeluaran

rumahtangga di sektor pertanian.

2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani di indonesia menurut pola pendapatan dan pengeluaran menggunakan parameter NTPRP.

2. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh manfaat, diantaranya:

1. Secara Teoritis

Bagi Peneliti, diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi kajian lebih lanjut mengenai masalah yang berhubungan dengan tema penelitian ini., serta memberikan tambahan wawasan, pengetahuan, pemahaman dalam materi tingkat kesejahteraan, khususnya mengenai tingkat kesejahteraan menurut pola pendapatan dan pengeluaran petani di Indonesia.

2. Secara Praktis a) Bagi Pemerintah

Dapat memberikan masukan yang berguna agar dapat lebih meningkatkan kinerja pemerintah dalam melakukan perbaikan di sektor pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktifitas petani.

b) Bagi Petani

Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan bagi petani khususnya dalam hal pengelolaan penerimaan dan

pengeluarannya.

(14)

7

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Pendapatan

Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan. Pendapatan menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi

3

.

Sedangkan pendapatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendapatan adalah hasil kerja (usaha), jadi dapat disimpulkan bahwa pendapatan bersih seseorang merupakan keseluruhan jumlah penghasilan yang diterima oleh sesorang sebagai balas jasa atas hasil. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) dalam Firdausa 2012, pendapatan adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal yang terhitung dalam jangka waktu tertentu.

Pendapatan masyarakat dapat padial dari bermacam-macam sumbernya, yaitu: ada yang disektor formal (gaji atau upah yang diterima secara bertahap), sektor informal (sebagai penghasilan tambahan dagang, tukang, buruh, dan lain-lain) dan di sektor subsisten (hasil usaha sendiri berupa tanaman, ternak, dan pemberian orang lain).

Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha.

Budiono

4

mengemukakan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Selanjutnya, pendapatan juga dapat di definisikan sebagai jumlah seluruh uang yang

3Winardi, Istilah Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 98

4Boediono. Teori Pertumbuhan Ekonomi. (Yogyakarta, BPFE UGM, 1992), h. 120

(15)

8

diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan.

Pendapatan merupakan hasil yang didapat karena seseorang telah berusaha sebagai ganti atas jerih payah yang telah dikerjakannya. Pendapatan yaitu pemasukan yang diperoleh dari jumlah produk fisik yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual atau dalam persamaan matematika dapat dinyatakan : TR = Q x P

Dimana :

TR = pendapatan total, Q = Jumlah produksi, P = harga

Menurut Samuelson dan Nordhaus, menyatakan bahwa dalam hal ini pendapatan juga bisa diartikan sebagai pendapatan bersih seseorang baik berupa uang atau natura. Secara umum pendapatan dapat digolongkan menjadi 3, diantaranya sebagai berikut:

a. Gaji dan upah Suatu imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah.

b. Pendapatan dari kekayaan Pendapatan dari usaha sendiri. Merupakan nilai total produksi dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan baik dalam bentuk uang atau lainnya, tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital untuk sendiri tidak diperhitungkan.

c. Pendapatan dari sumber lain Dalam hal ini pendapatan yang diperoleh

tanpa mencurahkan tenaga kerja antara lain penerimaan dari

pemerintah, asuransi pengangguran, menyewa aset, bunga bank serta

sumbangan dalam bentuk lain. Tingkat pendapatan (income level)

adalah tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seorang individu atau

keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka atau sumber

(16)

9

sumber pendatapan lain.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitasnya, yaitu:

1. Keahlian (skill), adalah kemampuan teknis yang dimiliki seseorang untuk mampu menangani pekerjaan yang dipercayakan.

2. Mutu modal manusia (human capital), adalah kapasitas pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang, baik karena bakat bawaan maupun hasil pendidikan dan latihan.

3. Kondisi kerja (working conditions), adalah lingkungan di mana seseorang bekerja. Penuh resiko atau tidak. Kondisi kerja dianggap makin berat, bila resiko kegagalan atau kecelakaan kerja makin tinggi.

Untuk pekerjaan yang makin tinggi resiko, maka upah atau gaji makin besar.

4. Pendapatan dari aset produktif adalah aset yang memberikan pemasukan atas balas jasa penggunaannya. Ada dua kelompok aset produktif, pertama asset finansial, seperti deposito yang menghasilkan bunga, saham menghasilkan dividen dan keuntungan atas modal (capital gain) bila diperjual belikan, kedua aset bukan finansial (real asset) seperti rumah yang diberikan penghasilan sewa.

5. Pendapatan dari pemerintah (transfer payment) , adalah pendapatan yang diterima dari bukan sebagai balas jasa atas input yang diberikan.

Di negara-negara yang telah maju, penerimaan transfer diberikan, misalnya dalam bentuk tunjangan penghasilan bagi para penganggur, jaminan sosial bagi orang-orang miskin dan berpendapatan rendah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan patani, yaitu:

3. Modal, yang merupakan barang hasil produksi tahan lama yang pada gilirannya digunakan sebagai input produktif untuk produksi lebih lanjut.

4. Luas lahan.

(17)

10

5. Jumlah tenaga kerja, yaitu tenaga kerja yang bekerja pada lahan

pertanian, baik itu pemilik sendiri maupun orang lain.

6. Tingkat pendidikan, yaitu tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang diduga akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya dalam bekerja.

7. Letak geografis.

B. Pengeluaran Konsumsi

1. Pengertian Pengeluaran Konsumsi

Didalam ilmu ekonomi, konsumsi bermakna membelanjakan kekayaan untuk memenuhi keinginan manusia seperti makanan, pakaian, perumahan, barang-barang kebutuhan sehari-hari, pendidikan. Kesehatan, kebutuhan pribadi maupun keluarga lainnya, dan sebagainya. Tak perlu dikatakan lagi bahwa tidak ada batas bagi keinginan manusia yang tak pernah dapat dikenyangkan itu. Mengingat hal itu, amat perlulah orang berhati-hati dalam mengonsumsi kekayaan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kesederhanaan, control diri, dan kehati-hatian dalam membelanjakan kekayan.

Prinsip dasar konsumsi Islami adalah

5

:

1) Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari:

a) Prinsip akidah, yaitu hakikat konsusmsi adalah sebagai sarana untuk ketaatan/ beribadah sebagai perwujudan keya.kinan man.usia sebagai makhluk yang

5 Al-Haritsi. Jaribah bin Ahmad. Al-Fiqh AI-Iqtishadi Li Amiril mukminin Umar Ibn Al- Khaththab. diterjemahkan oleh Asmuni Solihan Zamalchsyari: Fikih Ekonomi Umar bin AI- Kathab. (Jakarta: Khalifa, 2006), h. 56

(18)

11

mendapatican beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya diminta pertanggung jawaban oleh penciptanya.

b) Prinsip ilmu, yaitu. seorang ketika akan mengkonsumsi hams tabu ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukam-hukum yang berkaitan dengannya, apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram balk ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya.

c) Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut.

Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang halal atau syubhat.

2) Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam, di antaranya

a) Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah- tengah antara menghamburkan harta dengan pelit, tidak bermewah-mewah, tidak mubadzir, hemat

b) Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang c) Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan

digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri

3) Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan

yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu

a) Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar

manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan

(19)

12

dirinya dunia dan agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok.

b) Sekunder, yaitu konsumsi untuk

menambah/meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih balk, misalnya konsumsi madu, susu dan sebagainya.

c) Tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih membatuhkan.

4) Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:

a) Kepentingan umat, yaitu sating menanggung dan menolong sebagaimana bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada salah satu anggotanya, maka anggota badan yang lain juga akan merasakan sakitnya

b) Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baikdalam berkonsumsi apalagi jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat yang banyak mendapat sorotan di masyarakatnya.

c) Tidak membahayakan orang lain yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak merugikan dan memberikan madharat ke orang lain seperti merokok.

5) Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi hams sesuai dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya atam dan kebertanjutannya atau tidak merusak lingkungan

6) Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak

mencerminkan etika konsusmsi Islami seperti sutra menjamu

dengan tujuan bersenang-senang atau memaraerka kemewahan

dan menghambur-hamburkan harta.

(20)

13

Sedangkan menurut Abdul Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip

6

, yaitu:

1) Prinsip Keadilan 2) Prinsip Kebersihan 3) Prinsip Kesederhanaan 4) Prinsip Kemurahan Hati 5) Prinsip Moralitas.

2. Pola Konsumsi

Pola konsumsi merupakan salah satu faktor intern yang mempengaruhi tingkat konsumsi. Pola konsumsi merupakan suatu bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia di dunia yang dinyatakan dalam aktivitas, minat dan pendapat/opini seseorang. Secara sederhana gaya hidup digunakan untuk menggambarkan seseorang, sekelompok orang yang saling berinteraksi.

3. Kesederhanaan Dalam Konsumsi

Al-Qur’an menyebut kaum Muslimin sebagai umat pertengahan, dan karena itu dan karen itu Islam menganjurkan prinsip kesedrhanaan dan keseimbangan dlam semua langkah kepada mereka. Di bidang konsumsi, harta maupun makanan, sikap pertengahan adalah sikap utama. Baik “kurang dari semestinya” (yakni kikir) maupun “lebih dari semestinya” (yakni berlebihan) dilarang. Marilah kita bicarakan sikap Islam terhadap kekikiran dan berlebihan itu sebelum membicarakan rekomendasi Islam bagi kesederhanaan.

a. Kikir

Orang yang kikir dalah orang yang tidak memebelanjakan uang untuk dirinya maupun keluarganya sesuai dengan kemampuannya, demikian pula ia tidak mengeluarkan usngnys untuk sedekah.

6 Muhammad Said. Pengantar Ekonomi Islam. (Pekanbaru: Suska Press, 2008), h. 81

(21)

14

b. Boros

Menurut seorang mujtahid, boros berarti, pertama, membelanjakan uang untuk barang haram seperti judi, minuman keras, pelacuran dan sebagainya, walau jumlah uang yang dikeluarkannya itu amat sedikit; kedua, belanja berlebihan pada barang halal, baik di dalam maupun di luar kemampuan; ketiga, belanja maupun sedekah hanya untuk pamer.

Islam mengutuk pemborosan seperti halnya kekikiran, karena keduanya berbahaya bagi perekonomian Islam. Kekikiran menahan sumber daya masyarakat sehingga tidak dapat digunakan dengan sempurna, sementara pemborosam menghamburkan sumber daya itu untuk hal-hal yang tidak berguna dan berlebihan.

C. Kesejahteraan

7

Kesejahteraan erat kaitannya dengan tujuan Negara Indonesia seperti yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang salah satu tujuannya yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat dapat menciptakan struktur masyarakat yang seimbang dan teratur dengan memberi kesempatan kepada semua masyarakat untuk membangun suatu kehidupan yang layak, adil dan makmur. Ada beberapa Indikator Kesejahteraan antara lain:

1. Ketenagakerjaan 2. Kemiskinan 3. Kesehatan

4. Indeks pembangunan manusia

7 BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat 2020,

https://www.bps.go.id/publication/2020/11/30/5d97da0e92542a75d3cace48/indikator- kesejahteraan-rakyat-2020.html, Diunduh 13 Agustus 2021

(22)

15

Selanjutnya Indikator kesejahteraan dalam masyarakat itu sendiri menurut publikasi BPS, menyarankan tujuh komponen untuk mengukur tingat kesejahteraan yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, sosial budaya.

Kesejahteraan merupakan titik ukur bagi suatu masyarakat bahwa telah berada pada kondisi sejahtera. Kesejahteraan tersebut dapat diukur dari kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat

8

. Pengertian sejahtera itu sendiri adalah kondisi manusia dimana orang- orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat, dan damai, sehingga untuk mencapai kondisi itu orang tersebut memerlukan suatu usaha sesuai kemampuan yang dimilikinya.

Allah SWT telah menjamin kesejahteraan bagi hambanya dan makhluk yang bernyawa sebagaimana yang tersebut dalam Surat Hud ayat 6:

ﺎَﻣ َو ْﻦ ِﻣ ٍﺔﱠﺑۤاَد ِض ْرَ ْﻻا ﻰِﻓ

ﱠﻻِا ﻰَﻠَﻋ ﺎَﮭُﻗ ْز ِر ِﱣ

ُﻢَﻠْﻌَﯾ َو ﺎَھ ﱠﺮَﻘَﺘْﺴُﻣ ﺎَﮭَﻋَد ْﻮَﺘْﺴُﻣ َو

ۗ ﱞﻞُﻛ

ْﻲِﻓ ٍﺐٰﺘِﻛ ٍﻦْﯿِﺒﱡﻣ

Artinya: Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Menurut tafsir Kemenag, ayat tersebut menjelaskan tentang jaminan rezeki dari Allah SWT. Binatang-binatang melata yang hidup di bumi meliputi binatang merayap, merangkak atau berjalan dengan kedua kakinya semua

8 Segel dan Bruzy, Pengertian kesejahteraan sosial, (Jakarta: ___, 1998), h. 8

(23)

16

mendapat jaminan rezeki dari Allah SWT. Binatang tersebut diberikan naluri dan kemampuan untuk mencari rezekinya masing-masing. Semuanya sudah diatur dengan hikmat dan bijaksana oleh-Nya.

Namun jaminan itu tidak diberikan dengan tanpa usaha, sebagaimana yang telah dijelaskan Allah dalam Surat Ar Ra’d ayat 11:

ٗﮫَﻟ ٌﺖ ٰﺒِّﻘَﻌُﻣ ْۢﻦ ِّﻣ ِﻦْﯿَﺑ ِﮫْﯾَﺪَﯾ ْﻦ ِﻣ َو ٖﮫِﻔْﻠَﺧ ٗﮫَﻧ ْﻮُﻈَﻔْﺤَﯾ ْﻦ ِﻣ

ِﺮْﻣَا ِﱣۗ

ﱠنِا َﱣ ُﺮِّﯿَﻐُﯾ َﻻ ﺎَﻣ

ٍم ْﻮَﻘِﺑ ﻰﱣﺘَﺣ ا ْو ُﺮِّﯿَﻐُﯾ ﺎَﻣ ْۗﻢِﮭِﺴُﻔْﻧَﺎِﺑ ٓاَذِا َو

َدا َرَا ٍم ْﻮَﻘِﺑ ُﱣ

اًء ْۤﻮُﺳ َﻼَﻓ ﱠد َﺮَﻣ ٗﮫَﻟ ﺎَﻣ َو ۚ ْﻢُﮭَﻟ ْﻦ ِّﻣ ٖﮫِﻧ ْوُد

ْﻦ ِﻣ ٍلا ﱠو

Artinya: Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Sebagian ulama, sebagaimana dikutip oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya, ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia selalu didampingi oleh malaikat siang–malam yang silih berganti. Malaikat siang datang, pada saat itu juga malaikat malam meninggalkan seseorang. Saat sore, malaikat siang pergi sedangkan malaikat malam mulai datang. Menurut sebagian ulama, malaikat yang silih berganti ini bernama malaikat hafadzah.

Selanjutnya ayat ini justru menjelaskan bahwa semua orang itu dalam

kebaikan dan kenikmatan. Allah tidak akan mengubah kenikmatan-

kenikmatan seseorang kecuali mereka mengubah kenikmatan menjadi

keburukan sebab perilakunya sendiri dengan bersikap zalim dan saling

bermusuhan kepada saudaranya sendiri.

(24)

17

Chapra menggambarkan secara jelas bagaimana eratnya hubungan antara Syariat Islam dengan kemaslahatan. Ekonomi Islam yang merupakan salah satu bagian dari Syariat Islam, tentu mempunyai tujuan yang tidak lepas dari tujuan utama Syariat Islam. Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat (al-hayah al-thayyibah)

9

.

Kesejahteraan seseorang akan terpenuhi jika kebutuhan mereka tercukupi, kesejahteraan sendiri mempunyai beberapa aspek yang menjadi indikatornya, di mana salah satunya adalah terpenuhinya kebutuhan seseorang yang bersifat materi, kesejahteraan yang oleh Al-Ghazali dikenal dengan istilah (al-mashlahah) yang diharapkan oleh manusia tidak bisa dipisahkan dengan unsur harta, karena harta merupakan salah satu unsur utama dalam memenuhi kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan dan papan

10

.

Al-Ghazali juga menegaskan bahwa harta hanyalah wasilah yang berfungsi sebagai perantara dalam memenuhi kebutuhan, dengan demikian harta bukanlah tujuan final atau sasaran utama manusia di muka bumi ini, melainkan hanya sebagai sarana bagi seorang muslim dalam menjalankan perannya sebagai khalifah di muka bumi di mana seseorang wajib memanfaatkan hartanya dalam rangka mengembangkan segenap potensi manusia dan meningkatkan sisi kemanusiaan manusia di segala bidang, baik pembangunan moral meupun material, untuk kemanfaatan seluruh manusia.

9 Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi (Sebuah Tinjauan Islam), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 102.

10 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 318.

(25)

18

D. Nilai Tukar Petani

11

Salah satu unsur kesejahteraan petani adalah kemampuan daya beli dari pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran rumah tangga petani. Peningkatan kesejahteraan dapat diukur dari peningkatan daya beli pendapatan untuk memenuhi pengeluarannya tersebut. Semakin tinggi daya beli pendapatan petani terhadap kebutuhan konsumsi maka semakin tinggi nilai tukar petani dan berarti secara relatif lebih sejahtera. Nilai tukar petani berkaitan dengan kekuatan relatif daya beli komoditas hasil pertanian yang dihasilkan/dijual petani dengan barang dan jasa yang dibeli/dikonsumsi petani.

Konsep NTP sebagai indikator kesejehteraan petani telah dikembangkan sejak tahun 1980-an. Perhitungan NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. Nilai tukar petani menggambarkan tingkat daya tukar/daya beli petani terhadap produk yang dibeli/dibayar petani yang mencakup konsumsi dan input produksi yang dibeli. Semakin tinggi nilai tukar petani, semakin baik daya beli petani terhadap produk konsumsi dan input produksi tersebut, dan berarti secara relatif lebih sejahtera.

Konsep NTP dikembangkan BPS sebagai alat ukur untuk melihat perbandingan relatif kesejahteraan petani. Pada awal penyusunannya, cakupan petani hanya yang berusaha dalam kegiatan usahatani tanaman bahan makanan (tanaman pangan dan hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan) dan perkebunan rakyat, serta hanya dilakukan di beberapa provinsi. Sesuai dengan berjalannya waktu, pada tahun 2008 dilakukan penyempurnaan pengukuran NTP baik dalam cakupan petani dan cakupan wilayah (provinsi). Cakupan dalam definisi “petani” diperluas mencakup petani yang berusaha pada

11 Muchjidin Rachmat, Farmers’ Terms of Trade: The Concept, Estimation, and Relevance for Farmers’ Welfare Indicators, (Bogor: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2013), h. 113-115

(26)

19

kegiatan usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan (petani ternak), dan perikanan (petani ikan dan nelayan). NTP dikembangkan dengan unit analisa nasional dan regional, sehingga dapat dihitung indikator kesejahteraan makro nasional dan regional. NTP juga merupakan agreagasi dari setiap sub sektor sehingga dapat pula dihitung indikator kesejahteraan masing masing sub sektor tarmasuk komoditi penyusunnya.

Secara konsepsi arah dari tinggi nilai tukar petani (NTP) akan meningkat atau menurun hasil resultan dari kekuatan arah setiap komponen penyusunnya yaitu komponen penerimaan yang mempunyai arah positif dan komponen pembayaran yang mempunyai arah negatif. Apabila laju komponen penerimaan lebih tinggi dari laju pembayaran maka nilai tukar petani akan meningkat, demikian sebaliknya. Pergerakan naik atau turun NTP menggambarkan naik turunnya tingkat kesejahteraan petani.

Secara alamiah NTP mempunyai karakteristik yang cenderung menurun. Hal ini berkaitan dengan karakteristik yang melekat dari komoditas pertanian dan non pertanian, yaitu:

a) Elastisitas pendapatan produk pertanian bersifat inelastik, sementara produk non pertanian cenderung lebih elastik,

b) Perubahan teknologi dengan laju yang berbeda menguntungkan produk manufaktur,

c) Perbedaan dalam struktur pasar, dimana struktur pasar dari produk pertanian cenderung kompetitif, sementara struktur pasar produk manufaktur cenderung kurang kompetitif dan mengarah ke pasar monopoli/ oligopoli.

Konsep Nilai Tukar Petani (NTP) dikembangkan oleh Badan Pusat

Statistik (sebelumnya Biro Pusat Statistik-BPS), merupakan pengembangan

dan penerapan skala makro dari konsep nilai tukar. Skala makro yang

(27)

20

dimaksud adalah NTP diukur dalam skala /unit nasional yang merupakan agregasi dari NTP regional provinsi dan agregasi sub sektor (juga merupakan agregasi komoditi).

Secara konsepsi NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi usahatani. Nilai tukar petani didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB).

Secara konsepsi arah dari NTP (kesejahteraan petani) merupakan resultan dari arah setiap Nilai Tukar Komponen Pembentuknya, yaitu nilai tukar komponen penerimaan petani yang mempunyai arah positif terhadap kesejahteraan petani dan nilai tukar komponen pembayaran yang mempunyai arah negatif terhadap kesejahteraan petani. Apabila laju nilai tukar komponen penerimaan lebih tinggi dari laju nilai tukar komponen maka Nilai Tukar Petani (NTP) akan meningkat, demikian sebaliknya.

E. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan dengan penulis yaitu:

2) Sugiarto dalam penelitiannya dengan judul “Analisa Tingkat

Kesejahteraan Petani Menurut Pola Pendapatan Dan Pengeluaran

Di Perdesaan”, melalui pendekatan kualitatif menyebutkan dalam

hasil penelitiannya bahwa pendapatan rumahtangga petani lebih

didominasi oleh pendapatan di sektor pertanian (53 %-81%)

dibanding diluar sektor pertanian (19%-47%). Sedangkan tingkat

kesejahteraan petani relatif masih rendah, dengan Nilai Tukar

Pendapatan Rumah Tangga Petani < 1 (NTPRP = 0,6 - 0,9), kecuali

di Desa Sumber Rejo pada agroekosistem lahan sawah yang lebih

(28)

21

sejahtera dibanding desa lainnya dengan NTPRP > 1( NTPRP = 1,2). Hal ini berarti bahwa sebagian besar Rumah tangga petani mempunyai kemampuan mengalokasikan pendapatan terhadap total pengeluaran/ konsumsi yang berbeda. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesejahteraan petani diperlukan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan melalui berbagai aspek yang menunjang peningkatan sektor pertanian dan non pertanian.

3) Asa Alfrida dan Trisna Insan Noor dalam penelitiannya dengan judul “Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Berdasarkan Luas Lahan” melalui pendekatan deskriptif kualitatif menyebutkan dalam hasil penelitiannya semakin luas pemilikan lahan, semakin besar kontribusi pendapatan sektor pertanian terhadap pendapatan total rumah tangga petani. Analisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi sawah dengan menggunakan beberapa indikator menunjukkan hasil tingkat kesejahteraan yang berbeda.Tingkat kesejahteraan menggunakan indikator ekonomi menunjukkan adanya rumah tangga petani yang termasuk kategori miskin (tidak sejahtera), namun jika menggunakan indikator ekonomi dan sosial (BPS-SUSENAS 2012) menunjukkan hasil seluruh rumah tangga petani termasuk tingkat sejahtera tinggi.

4) Mulya Jayanti Putri dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumatangga Petani Kopi di

Kabupaten Lampung Barat”melalui pendekatan metode yang

digunakan mix methode (kulitatif dan kuantitatif). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa (1) Dari hasil analisis pendapatan dengan

menggunakan kriteria Bank Dunia, diperoleh bahwa petani kopi

di Kabupaten Lampung Barat tergolong penduduk miskin. (2)

(29)

22

Tingkat kesejahteraan petani kopi di Kabupaten Lampung Barat berdasarkan kriteria Sayogjo termasuk hidup layak, dan berdasarkan indikator BPS termasuk kategori sudah sejahtera.

5) Berdasarkan penelitian terdahulu yang dijelaskan oleh peneliti, adapun perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti ingin melihat gambaran pola penerimaan dan pengeluaran petani di Indonesia, melihat potensi di sektor pertanian, serta tingkat kesejahteraan petani menggunakan parameter NTPRP.

F. Alur Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis kualitatif yang menggunakan studi pustaka dan studi lapangan. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan sumber-sumber library, dalam hal ini data primer atau sekunder. Kemudian dikumpulkan, sumber-sumber library ditentukan pengelompokannya sesuai pertanyaan-pertanyaan penelitian. Setelah dilakukan penentuan tersebut, peneliti melaksanakan pengambilan data dari sumber library.

Peneliti juga menerapkan field research. Pada awal pelaksanaan dilakukan desain penelitian yang akan dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan field research. step selanjutnya peneliti melaksanakan pengujian instrumen yang akan dipakai pada field research. Kemudian, peneliti memilih tempat penelitian. Pada tempat penelitian peneliti melakukan penghimpunan data melalui pengamatan, dokumentasi dan wawancara.

Data hasil library studi dan hasil field research ditampilkan sebagai

temuan penelitian. Data yang telah ditampilkan kemudian diabstraksikan yang

bertujuan untuk menampilkan fakta. Lalu, fakta tersebut dinterpretasi untuk

mengasilkan informasi atau pengetahuan.

(30)

23

Gambar. Alur Penelitian

(31)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan yang bersifat deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dengan kakhasannya sendiri.

Pendekatan kualitatif merujuk dan menekankan pada proses dan berarti tidak diteliti secara ketat atau terukur, dilihat dari kualitas, jumlah, intensitas atau frekuensi. Penelitian kualitatif menekankan sifat realita yang dibangun secara sosial, hubungan yang erat antara peneliti dengan yang diteliti dan kendala situsional yang membentuk penyelidikan.

12

Sehingga dengan pendekatan tersebut peneliti dapat mengenganalisis tingkat kesejahteraan petani di Indonesia menurut pola pendapatan dan pengeluaran menggunakan parameter NTPRP yang dianalisis secara deskriptif.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah daerah yang akan dijadikan sasaran penelitian. Penelitian ini dilakukan di wilayah provinsi Indonesia yang menjadi lumbung padi terbesar di Indonesia, Berikut inilah wilayah Indonesia yang menjadi lumbung pertanian padi;

1) Provinsi Sumatera Utara 2) Provinsi Sumatera Barat 3) Provinsi Aceh

4) Provinsi Jawa Timur 5) Provinsi Jawa Tengah

12Yusup Pawit M, Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah, (Jakarta:

kencana,2007), h.23

(32)

25

6) Provinsi Jawa Barat

7) Provinsi Yogyakarta 8) Provinsi Bali

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah suatu yang diteliti baik orang, benda, ataupun lembaga (organisasi). Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Didalam subjek penelitian inilah terdapat objek penelitian.

13

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah para petani padi di 8 (delapan) provinsi di Indonesia yang dianggap sebagai wilayah yang memproduksi padi terbesar di Indonesia. Kemudian objek penelitian pada hakikatnya adalah topik permasalahan yang dikaji dalam penelitian.

Sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini yaitu tingkat kesejahteraan petani berdasarkan pola pendapatan dan pengeluarannya.

D. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu : a. Data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan

oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya.

Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah para petani padi di 9 (sembilan) provinsi di Indonesia yang dianggap sebagai wilayah yang memproduksi padi terbesar di Indonesia..

b. Data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama.

13Ruslan Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Yogyakarta: Ar-Ruszz Media, 2014), h.98.

(33)

26

Dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu data berkenaan dengan penerimaan dan pengeluaraan pedesaan yang padial dari www.bps.go.id

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan (Library research)

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data berupa data sekunder yang berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan, teknik pengumpulan data sekunder tersebut melalui studi kepustakaan berupa pengumpulan informasi-informasi mengenai standar BPS berkaitan dengan kesejahteraan, penilaian NTP dan NTPRP yang padial dari www.bps.go.id.

b. Studi Lapangan (Field research)

Merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data primer.

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Wawancara

Dalam teknik pengumpulan data peneliti menggunakan teknik wawancara yang hampir sama dengan kuesioner. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam.

Namun disini peneliti memilih melakukan wawancara mendalam, ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi.

Dalam pengumpulan data ini objek yang akan diwawancarai yaitu

(34)

27

ketua-ketua kelompok tani yang memahami mengenai keadaan anggota kelompok taninya.

2) Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mempelajari dan menelaah dokumen-dokumen atau catatan yang terdapat di masjid yang ada hubungannya dengan penelitian ini, misalnya laporan keuangan, struktur organisasi dalam penyusunan laporan keuangan, serta data dokumentasi penunjang lainnya.

14

F. Analisis Data

Metode analisis yang peneliti gunakan dalam menganalisis data adalah bersifat Deskriptif Kualitatif yang penyajian data dalam bentuk tulisan dan menerangkan data apa adanya sesuai keperluan data dari hasil penelitian yang kemudian dilakukan analisis. Analisis data yang dilakukan bersifat manual.

Jadi dalam analisis data ini peneliti akan menggambarkan tingkat kesejahteraan petani di Indonesia menurut pola pendapatan dan pengeluaran menggunakan parameter NTPRP.

Sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan rumahtangga petani didekati dengan konsep Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan rasio indeks harga yang diterima dan indek harga yang dibayar petani. Menurut Simatupang bahwa penanda kesejahteraan yang unik bagi rumahtangga tani praktis tidak ada, sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian. Namun NTP tersebut baru merujuk rumahtangga petani tanaman bahan makanan dan perkebunan saja. Sedangkan rumahtangga petani bahan makanan dan perkebunan, pada umumnya juga memperoleh pendapatan dari usaha peternakan atau perikanan bahkan dari non pertanian.

14Umar, Husein.,DesainPenelitian : MSDM danPerilakuKaryawan, ( Jakarta :Raja Grafindo Persada,2008) h. 20.

(35)

28

Penanda kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan bergabagi cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan penelitian, maka pananda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep “Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)”. Penanda tersebut adalah merupakan ukuran kemampuan rumahtangga petani didalam memenuhi kebutuhan subsistennya. Konsep kebutuhan subsisten disebut juga dengan Nilai Tukar Subsisten (Term of Trade). Sedangkan menurut konsep Biro Pusat Statististik yang diformulasikan sebagai Nilai Tukar Subsisten (NTS) mendifinisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru memasukan semua usaha pertanian, namun belum memasukan kegiatan berburuh tani dan sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga petani. Oleh karena itu menurut Muchjidin. R, bahwa konsep

“Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)” didifinisikan merupakan nisbah antara pendapatan total rumahtangga dengan pengeluaran total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga pertanian merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non- pertanian, nilai dari berburuh non pertanian, dan lainnya (kiriman dan lain- lain). Sedangkan pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan pengeluaran untuk biaya produksi.

Pada dasarnya penghitungan NTP oleh BPS selama ini tidak ditujukan

untuk menghitung tingkat kesejahteraan petani tetapi hanya untuk mengukur

tingkat daya beli dari produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang

yang dibeli petani baik barang konsumsi maupun penambahan barang modal

termasuk input produksi. Namun demikian dengan kelebihan yang dimiliki

NTP dapat dimanfaatkan untuk menghitung indeks kesejahteraan petani

secara terbatas dengan cara memperbaiki cara perhitungan dan menambahkan

(36)

29

beberapa variabel yang dapat dengan mudah dibangun. Beberapa langkah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Dengan beberapa kekurangan NTP sebagai alat analisa indikator kesejehteraan petani selama ini, terutama agar lebih mendekati pengukuran kesejahteraan dan memperhatikan dampak pembangunan. Pengukuran NTP perlu disempurnakan dengan memasukkan unsur kuantitas (produktivitas) dalam penghitungannya, baik dari unsur penerimaan maupun unsur pengeluaran, sehingga NTP didefinisikan sebagai indeks nilai produksi terhadap indeks nilai pengeluaran.

2) Dalam kaitan dengan tujuan monitoring dan evaluasi pembangunan pertanian, maka penghitungan NTP sebagai indikator kesejahteraan petani dibatasi kepada nilai tukar usaha pertanian dari komoditi yang diusahakan (dalam konsep nilai).

Dengan demikian dalam perhitungannya komponen harga yang dibayar perani (HB) hanya mencakup unsur penambahan barang modal termasuk penggunaan input produksi, tidak menyertakan unsur konsumsi rumahtangga.

3) Dalam kaitan penyempurnaan perhitungan NTP sebagai alat analisa indeks kesejehteraan petani, diperlukan penyusunan data indeks produksi pertanian dan indeks penggunaan input produksi menurut wilayah dan berkala (bulanan/ musiman) sesuai dengan kebutuhan unit analisa.

Secara matematis konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahangga Petani adalah sebagai berikut:

NTPRP = Y/E

Y = Y

p

+ YNP

(37)

30

E = Ep + EK

Dimana :

NTPRP = Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Perdesaan Y = Pendapatan

E = Pengeluaran

Yp = Total pendapaan dari usaha pertanian YNP = Total Pendapatan dari usaha non pertanian Ep = Total pengeluaran untuk usaha pertaian EK = Total pengeluaran untuk usaha non pertaian

Penelitian dilakukan melalui pengumpulan sumber-sumber library yang padial dari jurnal, modul atau artikel serta website BPS, dalam hal ini bisa berupa data primer atau sekunder. Kemudian dikumpulkan, sumber- sumber library ditentukan pengelompokannya sesuai pertanyaan-pertanyaan penelitian dan ada beberapa data dijadikan jawaban atau hasil dalam penelitisn ini. Setelah dilakukan penentuan tersebut, peneliti melaksanakan pengambilan data dari sumber library tersebut.

Kemudian Penelitian ini menerapkan field research. Pada awal

pelaksanaan dilakukan desain penelitian yang akan dipakai sebagai pedoman

dalam melaksanakan field research untuk menganalisis tingkat kesejahteraan

petani di indonesia menurut pola pendapatan dan pengeluaran menggunakan

parameter NTPRP. step selanjutnya peneliti melaksanakan pengujian

instrumen yang akan dipakai pada field research. Kemudian, peneliti memilih

tempat penelitian yaitu 8 provinsi di Indonesia. Pada tempat penelitian peneliti

melakukan penghimpunan data melalui pengamatan, dokumentasi dan

wawancara.

(38)

31

Data hasil library studi dan hasil field research ditampilkan sebagai temuan penelitian. Data yang telah ditampilkan kemudian diabstraksikan yang bertujuan untuk menampilkan fakta. Lalu, fakta tersebut dinterpretasi untuk mengasilkan informasi atau pengetahuan.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data, yaitu data yang dikumpulkan padial dari wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

b. Mengklarifikasikan materi data, langkah ini digunakan untuk memilih data yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. Mengklarifikasi materi data dilakukan dengan mengelompokkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumentasi.

c. Pengeditan, yaitu melakukan penelaahan terhadap data yang terkumpul melalui teknik-teknik yang digunakan kemudian dilakukan penelitian dan pemeriksaan kebenaran serta perbaikan apabila ada kesalahan sehingga mempermudah proses penelitian lebih lanjut.

d. Menyajikan data, yaitu data yang telah ada dideskrifsikan secara verbal kemudian diberikan penjelasan dan uraian secara logis serta memberikan argumentasi dan dapat ditarik kesimpulan.

15

15Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2009), Cet.IX,. h. 244.

(39)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pertanian di Indonesia 1. Perkembangan Pertanian di Indonesia

Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi yang sangat baik pada sektor pertanian, sehingga Indonesia di tingkat internasional merupakan salah satu produsen sekaligus konsumen beras terbesar dunia di bawah Cina.

Kondisi tersebut menuntut kreativitas dari masyarakat Indonesia untuk berkreasi supaya produksi padi Indonesia menjadi meningkat atau minimal stabil. Dengan kestabilan produksi, Indonesia dapat menjaga ketahanan pangan nasional. Indonesia yang memiliki berbagai potensi dan permasalahan terkait dengan pangan, sehingga sangat menarik untuk dilakukan pengamatan.

Pengembangan pertanian di lahan pasang surut merupakan perwujudan dan upaya pemanfaatan potensi alam secara optimal, penyeimbangan penduduk, pemerataan pembangunan, peningkatan produktivitas dan taraf hidup masyarakat. Pemanfaatan dan pengembangan lahan pasang surut secara optimal akan memberikan sumbangan besar terhadap pencapaian dan pelestarian swasembada pangan khususnya beras.

Indonesia memang menjadi negara yang kebanyakan penduduknya

memiliki mata pencaharian bertani, namun dari sekian banyak lahan yang ada

di Indonesia pada kenyataannya tak mampu menyokong sumber pangan

masyarakat, terbukti tiap tahunnya pemerintah masih melakukan import beras

dari negara lain untuk kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Hal ini

tentunya menjadi tanda tanya, mengingat dengan lahan yang sangat luas dan

masyarakat yang mayoritas petani semestinya bahan pangan bukan hal yang

sulit untuk di dapatkan, tetapi malah terjadi sebaliknya yaitu bahan pangan

(40)

33

diimpor dari Negara lain. Sebagian daerah mengandalkan hasil alam atau dengan bertani. Kegiatan pertanian di Indonesia sudah ada sejak dahulu, hanya saja jenis tanaman yang diusahakan berbeda dengan sekarang ini. Jika dulu hanya sebatas menanam padi, jagung dan juga umbi-umbian maka sekarang ini anda bisa menemukan tanaman yang beragam. Ini merupakan hasil kerja pemuliaan yang dapat menghasilkan tanaman bernilai jual tinggi.

Pembangunan pertanian yang dipelopori oleh pemerintah secara besar-besaran baru dirasakan pada masa orde baru.Masa orde baru itu juga lahir istilah revolusi hijau dalam bidang pertanian. Masa pemerintahan Soeharto ini terjadi perombakan besar-besaran dalam berbagai macam sektor, apalagi jika melihat keadaan ekonomi sebelumnya yang sangat buruk maka kemudian berbagai macam hal dilakukan untuk pembenahan, terutama di bidang pertanian.

Pembangunan yang dilakukan pada zaman orde baru dikenal dengan istilah Rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Titik berat pembangunan Repelita yaitu sector pertanian. Pondasi perekonomian pemerintah pada zaman dahulu adalah sektor pertanian. Saat itu belum banyak industri yang berkembang di Indonesia sehingga mayoritas penduduknya masih mencari pendapatan melalui bertani. Ciri yang menonjol adalah dibuatnya berbagai macam bibit unggul dan dibagikan kepada masyarakat untuk dicobakan di lahan garapan masing-masing. Program tersebut memang cukup berhasil untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia. Presiden Soeharto sendiri juga sangat mengutamakan produk dalam negeri dan mencegah masuknya berbagai macam produk luar sehingga kecukupan pangan di Indonesia umumnya di tunjang dari produksi dalam negeri

16

. Adapun luas lahan baku sawah di Indonesia tahun 2019, yaitu:

16 Barahima Abbas, dkk, Sistem-Sistem Pertanian Dalam Perspektif Ekosistem, (Manokwari: Program Pascasarjana Unipa, 2019), h. 9-10

(41)

34

Gambar 4.1.

Sumber: BPS

Luas lahan baku sawah (LBS) Indonesia sebesar 7.463.948 hektare.

Pulau Jawa mendominasi kepemilikan luas lahan baku sawah terluas. Jawa

Timur menjadi provinsi dengan LBS terluas di Indonesia. Provinsi tersebut

memiliki LBS sebesar 1,2 jutahektare. Jawa Tengah dan Jawa Barat berturut-

turut mempunyai LBS sebesar 1.049.661 hektare dan 928.218 hektare. Total

luas lahan baku sawah ditetapkan dalam Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN

No. 686/SK-PG.03.03/XII/2019 Tanggal 17 Desember 2019 tentang

(42)

35

Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019. Informasi ini menjadi landasan penghitungan luas panen padi

17

.

Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan provinsi penghasil padi terbesar pada 2020. Seperti terlihat pada grafik, ketiga provinsi tersebut warna petanya lebih gelap dibandingkan provinsi lainnya. Warna yang makin gelap tersebut menandakan produksi padinya lebih tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketiga provinsi tersebut mampu menghasilkan 28,45 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlah itu setara dengan 52,6% dari total produksi GKG nasional yang mencapai 54,65 juta ton.

Jika dikonversi menjadi beras, maka ketiga provinsi tersebut mampu memproduksi 16,32 juta ton beras. Jumlah itu lebih dari separuh total produksi beras di tanah air yang mencapai 31,33 juta ton. Secara rinci, Jawa Timur mampu menghasilkan 9,94 juta ton GKG atau setara 5,71 juta ton beras pada tahun lalu. Jawa Tengah dapat memproduksi 9,49 juta ton GKG atau setara 5,43 juta ton beras. Kemudian, produksi GKG di Jawa Barat mencapai 9,02 juta ton atau setara 5,18 juta ton beras. Adapun, BPS mencatat 17 provinsi mengalami kenaikan produksi padi pada tahun lalu. Sementara, sisanya mengalami penurunan produksi padi. Kenaikan produsi padi terbesar berasal dari Jakarta, yakni 35,26 ton menjadi 4.544 ton GKG. Sedangkan, penurunan produksi padi terdalam ada di Papua, yakni 29,46 ton menjadi 166.002 ton GKG

18

.

17 Kata Data, Indonesia Miliki Luas Baku Sawah 7,46 Juta Hektare, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/05/indonesia-miliki-luas-baku-sawah- 746-juta-hektare, Diunduh 26 Juli 2021.

18 Kata Data, Tiga Provinsi di Jawa Menjadi Lumbung Padi Nasional pada 2020, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/15/tiga-provinsi-di-jawa-menjadi- lumbung-padi-nasional-pada-2020, Diunduh 26 Juli 2021.

(43)

36

Berkaitan dengan jumlah petani di Indonesia terus mengalami penurunan hal ini bisa dilihat dari data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik, yaitu:

Gambar 4.2.

Sumber: BPS

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 ada sekitar 33,3 juta petani yang bergerak di semua komoditas sektor pertanian.

Angka tersebut jumlahnya jauh lebih kecil jika dibandingkan jumlah petani

pada 2019 yang mencapai 34,58 juta. Jika dibanding 2018 jumlah itu juga

turun yang tercatat 35,70 juta orang. Menurunnya jumlah petani akan

berdampak pada ancaman krisis pangan Nasional. Krisis pangan adalah

kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian masyarakat di suatu

wilayah. Krisis pangan pada dasarnya tidak hanya sebagai akibat dari

kelangkaan pangan, tetapi juga ketidakmampuan masyarakat mengakses

pangan, sehingga ketahanan pangan masyarakat terganggu. Ketahanan pangan

(44)

37

meliputi 3 aspek yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas. Sedangkan ketersediaan pangan ditopang dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan Nasional dan impor apabila dari kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Fenomena jumlah petani menurun merupakan salah satu bentuk perubahan sosial, yang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (endogenous) dan faktor eksternal (exogenous) dalam kehidupan petani. Faktor internal yang pertama adalah faktor ekonomi dan mindset petani, sedangkan faktor eksternal adalah faktor alam dan konversi lahan.

Gambar 4.3.

Sumber: BPS dan Kata Data

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produktivitas padi di Bali sebesar 58,49 kuintal per hektare (ha) pada 2020. Artinya, setiap satu ha lahan sawah di Bali mampu menghasilkan 58,49 kuintal gabah kering giling (GKG).

Angka tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di

Indonesia. Urutan kedua ditempati Jawa Tengah dengan produktivitas padi

sebesar 56,93 kuintal per ha. Kemudian, produktivitas padi di Jawa Barat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian dalam penelitian ini menyatakan bahwa Hipotesis 5 diterima yang berarti bahwa variabel Leverage, Corporate Governance, Profitabilitas dan Likuiditas secara

Usulan perbaikan yang diberikan yaitu rancangan perbaikan stasiun pencetakan upper, perbaikan desain meja pada aktivitas mendesain dan menggambar pola, perbaikan

Dari hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: iklan Zoya mengkomodifikasikan nilai agama melalui wacana tentang hijab halal sebagai karakteristik utama

Pada hari ke-9 pasca operasi, tampon sofratul pada liang telinga kanan diangkat lagi, tampak tulang dinding posterior liang telinga sepertiga luar masih terpapar

Pengujian terhadap jadwal perekaman, jika pengguna sudah memilih jadwal hari perekaman dan sudah memasukan jam awal dan akhir perekaman, maka aplikasi kamera berhasil dijalankan

Natural-breaks schemes can serve as a default classification scheme, as they take into account characteristics of the data distribution..

Terdapat 15 jenis tumbuhan yang memiliki potensi daya serap karbon tinggi dari 84 jenis tumbuhan yang sudah teridentifikasi di pelepasan 1-3 (hutan dataran rendah)

Dari table 3.6 kita dapat melihat bahwa nilai konduktivitas bahwa dengan naiknya nilai arus maka akan naik pula nilai tegangan yang melewati lapisan film polianilin