• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW)."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ISRAQ MAHARANI

NIM : 8106171011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ISRAQ MAHARANI

NIM : 8106171011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

ISRAQ MAHARANI. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional

Siswa SMP Dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW).

Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Kata kunci: Komunikasi Matematis, Kecerdasan Emosional, Pembelajaran Kooperatif.

(8)

ii ABSTRACT

ISRAQ MAHARANI. Improving Mathematics Communication Skill and Emotional Intelligence of SMP Students by Applying Cooperative Learning Think- Talk Write (TTW) Type.

Thesis. Medan: Post Graduate Program University of Medan, 2013

Keywords: Mathematic Communication, Emotional intelligence, Cooperative Learning

(9)

iii

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW)”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai pembawa risalah islam kepada seluruh ummat

manusia.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis

sampai terselesaikannya tesis ini. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang

setimpal. Terima kasih dan penghargaan peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Edi Syahputra,

M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu ditengah-tengah

kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang sangat berarti

bagi penulis sehingga terselesaikannya tesisi ini.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana UNIMED dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Sekretaris Program

Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan arahan dan

motivasi dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S, dan Ibu

Dr. Izwita Dewi, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan arahan dan kritik yang

membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan

Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan semangat dan membantu

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Direktur, Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II beserta Staf Program Pascasarjana

UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada peneliti dalam

menyelesaikan tesis ini.

(10)

iv

6. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta H.Muhammadiyah, S.Pd dan Ibunda tersayang

Hj.Samdiah, yang dengan semangat luar biasanya, dengan bantuan moril maupun

materil. Kepada Kakakku Herina Masbe, S.Pd.I, M.Hum dan adinda Dharcho Syahputra,

yang telah memberikan motivasi kepada peneliti demi terselesaikannya tesis ini.

7. Teruntuk dia sang belahan jiwa, semoga kita tetap istiqomah untuk terus memperbaiki

diri menjadi sholeh dan sholehah hingga yakin itu teguh didalam jiwa dalam menggapai

Rahmat-Nya.

8. Ibu Darmiaty, S.Pd selaku kepala sekolah SMPN 1 Kuta Panjang dan Ibu Nazariah, S.Pd

selaku kepala sekolah SMPIT Ladia Galaska beserta seluruh dewan guru dan staf yang

telah memberikan kesempatan dan izin kepada peneliti dalam melaksanakan penelitian

ini.

9. Sahabat seperjuangan angkatan XVIII Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana

UNIMED yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat kepada penulis.

10. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan dalam

penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak/Ibu, Saudara/i dan

menjadikannya sebagai suatu amal kebaikan yang berlipat ganda. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari tesis ini. Harapan penulis

semoga tesis ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi perkembangan dunia

pendidikan dan dapat memberikan inspirasi untuk peneliti selanjutnya.

Aamiin Ya Rabb...

Medan, Juni 2013

(11)

v

B. Matematika, Matematika Sekolah dan Pembelajaran Matematika ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 106

A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 108

(12)

vi

B. Kecerdasan Emosional ... 131

C. Proses Penyelesaian Masalah Siswa ... 151

D. Rangkuman Hasil Penelitian ... 163

E. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran... 164

F. Aktivitas Guru Dalam Pembelajaran ... 166

G. Pembahasan Hasil Penelitian ... 167

H. Keterbatasan Penelitian ... 183

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 186

A. Kesimpulan ... 186

B. Implikasi ... 187

C. Saran ... 187

(13)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sintaks Pembelajaran Dengan Strategi TTW ... 54

2.2 Sintaks Pembelajaran Biasa ... 63

2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Biasa ... 63

3.1 Data Sekolah SMP di Kecamatan Kuta Panjang ... 76

3.2 Randomized Control-Group Pretest-Post Test Design ... 79

3.3 Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terkait dan Kontrol ... 80

3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematis ... 81

3.5 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81

3.6 Skor Alternatif Komunikasi Matematis ... 82

3.7 Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional ... 84

3.8 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis ... 86

3.9 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kelas Eksperimen Lebih Baik Daripada kelas kontrol ... 87

3.10 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 88

3.11 Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 89

3.12 Validasi Tes Kecerdasan Emosional ... 89

3.13 Hasil Analisis Tes Uji Kemampuan Komunikasi Matematis ... 92

3.14 Hasil Analisis Tes Uji Kecerdasan Emosional ... 92

3.15 Hasil Analisis Daya Beda Kemampuan Komunikasi Matematis ... 95

3.16 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis ... 96

3.17 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 102

(14)

viii

4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 107

4.2 Data Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 108

4.3 Normalitas Pretes Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol ... 110

4.4 Uji Homogentias Varians Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 112

4.5 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 113

4.6 Data Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 114

4.7 Hasil Uji Normalitas Postes Komunikasi Matematis Siswa KelasEksperimen Dan Kelas Kontrol ... 116

4.8 Uji Uji Homogentias Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 117

4.9 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Postes Komunikasi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran... 118

4.10 Rata-Rata Kemamuan Awal Matematika Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol ... 119

4.11 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Matematika... 120

4.12 Hasil Uji Homogenotas Varians Kemampuan Awal ... 121

4.13 Uji Perbedaan Rata-Rata Kemampuan Awal Matematika ... 122

4.14 Data Hasil Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran ... 123

(15)

ix

4.16 Uji Homogenitas N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 126

4.17 Rangkuman Hasil Uji Anova Dua Jalur N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 127

4.18 Data Hasil Pretes Kesecerdasan Emosional Siswa Pada Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 132

4.19 Hasil Uji Normalitas Pretes Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 134

4.20 Hasil Uji Homogenitas Pretes Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 135

4.21 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretes Kecerdasan Emosional Siswa ... 136

4.22 Data Hasil Postes Kecerdasan Emosional Siswa Kelas Eksperimen Dan

Kelas Kontrol ... 137

4.23 Hasil Uji Normalitas Postes Kecerdasan Emosional Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 139

4.24 Hasil Uji Homogenitas Postes Kecerdasan Emosional Untuk Kelas

Eksperimen Dan dan Kelas Kontrol ... 140

4.25 Uji Perbedaan Dua Reata Postes Kecerdasan Emosional Berdasarkan

Faktor Pembelajaran... 141

4.26 Rata-rata Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan KAM ... 142

4.27 Deskripsi Data Kcerdasan Emosional Siswa Kedua Kelompok

Pembelajaran ... 143

4.28 Nilai Rataan Gain Ternormalisasi dan Kategorinya ... 143

4.29 Hasil Uji Normalitas N-gain Kecerdasan Emosional Pada Kelas

Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 146

(16)

x

Dan Kelas Kontrol ... 146

4.31 Rangkuman Anova Dua Jalur Antara Pembelajaran Dengan KAM

Terhadap Kecerdasan Emosional ... 148

4.32 Hasil Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Ditinjau Dari Pembelajaran ... 153

4.33 Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban ... 162

4.34 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 163

4.35 Persentase Aktivitas Siswa dalam Kelompok Pada Pembelajaran

(17)

xi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

2.1 Desain Pembelajaran Strategi TTW ... 58

3.1 Prosedur Penelitian ... 104

(18)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

4.1 Skor Rata-rata Preteskelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 109

4.2 Skor Rata-rata Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 114

4.3 Rata-Rata Kemampuan Awal Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol... 119

4.4 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 124

4.5 Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dengan KAM Terhadap Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa... 130

4.6 Data Hasil Pretes Kecerdasan Emosional Siswa... 132

4.7 Data Hasil Postes Kecerdasan Emosional Siswa ... 137

4.8 Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa ... 144

4.9 Grafik Interaksi Antara Pembelajaran dengan KAM siswa Terhadap Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa ... 150

4.10 Rata-rata Postes Aspek Kemampuan Komunikasi Matematis ... 154

4.11 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 156

4.12 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 156

4.13 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 157

4.14 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 158

4.15 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 158

4.16 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 159

4.17 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 159

4.18 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 160

4.19 Lembar Jawaban Siswa Kelas Eksperimen ... 160

4.20 Lembar Jawaban Siswa Kelas Kontrol ... 161

(19)

xiii

4.21 Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran ... 165

4.22 Aktivitas Guru Selama Proses Pembelajaran... 166

4.35 Hasil Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

(20)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DAN LEMBAR

AKTIVITAS SISWA (LAS) ... 193

A1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I (Kelas Eksperimen) ... 194

A2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II (Kelas Eksperimen)... 201

A3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen) ... 206

A4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 211

A5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 214

A6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 217

A7 Lembar Aktivitas Siswa I ... 220

A8 Lembar Aktivitas Siswa II ... 224

A9 Lembar Aktivitas Siswa III... 228

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN ... 232

B1 Butir Soal Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 233

B2 Kunci Jawaban Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 236

B3 Kisi-kisi Butir Tes dan skor Alternatif Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 240

B4 Skor Alternatif Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 241

B5 Soal Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 242

B6 Soal Postes Kemampuan Komunikasi Matematis... 245

B7 Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional ... 248

B8 Angket Skala Kecerdasan Skala Kecerdasan Emosional Siswa ... 249

(21)

xv

LAMPIRAN C

HASIL PERTIMBANGAN AHLI DAN HASIL UJI COBA ... 251

C1 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TTW ... 252

C2 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 254

C3 Hasil Validasi Angket Skala Kecerdasan Emosional Siswa ... 255

C4 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 256

C5 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Data Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 260

C6 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Data Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 264

C7 Hasil Uji Coba Tes Skala Kecerdasan Emosional Siswa ... 281

LAMPIRAN D HASIL ANALISIS DATA KOMUNIKASI MATEMATIS ... 295

D1 Hasil Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 296

D2 Uji Perbedaan Rerata Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 301

D3 Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 302

D4 Hasil Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Faktor Pembelajaran... 307

D5 Nilai Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan KAM ... 308

D6 Hasil Analisis Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 309

(22)

xvi

LAMPIRAN E

HASIL ANALISIS DATA KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ... 311

E1 Hasil Pretes Kecerdasan Emosional Siswa Kelas Eksperimen

Dan Kelas Kontrol ... 312

E2 Uji Perbedaan Rerata Data Pretes Kecerdasan Emosional Siswa ... 318

E3 Hasil Postes Kecerdasan Emosional Siswa ... 319

E4 Hasil Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Faktor

Pembelajaran ... 324

E5 Hasil Analisis Data Peningkatan Kecerdasan Emosional Siswa... 324

E6 Hasil Analisis Data Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan

KAM Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa ... 325

LAMPIRAN F

LEMBAR AKTIVITAS BELAJAR SISWA

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia

memasuki era globalisasi. Oleh karena itu setiap orang dituntut untuk dapat

menguasai dan beradaptasi sesuai dengan perkembangannya. Hal ini berarti

sumber daya manusia harus lebih berkualitas, inovatif dan mampu berkolaboratif

agar lebih mudah dalam menerima informasi yang baru sehingga dapat

berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin pesat.

Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan

inovatif inilah peran dari bidang pendidikan sangatlah penting. Dengan adanya

pendidikan diharapkan mutu pendidikan dan martabat manusia dapat ditingkatkan.

Peningkatan mutu pendidikan ini dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan,

perubahan, serta pembaruan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

berhasilnya suatu pendidikan. Karena itulah mutu pendidikan nasional dalam arti

dan ruang lingkup yang luas merupakan hal utama didalam bidang pendidikan.

Sebagai mana yang dikatakan Soejadi (dalam Saleh 2007: 1) bahwa pendidikan

satu-satunya wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogianya berfungsi

untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Hal ini berarti

pendidikan dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan yang diharapkan mampu

memecahkan masalah, berfikir kritis, kreatif dan kompetitif sehingga dapat

mengekspresikan diri mengikuti dan terlibat langsung dalam perkembangan

zaman.

(24)

2

Rendahnya mutu pendidikan disetiap jenjang dan satuan pendidikan,

merupakan salah satu dari permasalahan pendidikan yang sedang dihadapi oleh

bangsa Indonesia pada saat ini. Pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu

pendidikan nasional dengan cara meningkatkan kompetensi guru pada setiap

jenjang pendidikan, mengembangkan kurikulum, pengadaan buku dan alat

pelajaran, memperbaiki sarana pendidikan dan manajemen sekolah. Tetapi pada

kenyataannya mutu pendidikan nasional belum menunjukkan peningkatan seperti

yang diharapkan.

Berbicara mengenai mutu pendidikan, tidak akan pernah terlepas dari

kegiatan belajar mengajar. Hasil dari kegiatan belajar yang diharapkan adalah

prestasi belajar yang baik. bukan hanya guru yang memang terlibat langsung

dalam kegiatan pembelajaran, siswa dan orang tuanya juga menginginkan prestasi

belajar yang baik. Dalam hal mencapai prestasi belajar yang baik tidaklah terlepas

dari situasi belajar yang dapat mengembangkan daya aksplorasi siswa. Salah satu

parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan

adalah prestasi belajar. Menurut Yaspir (dalam Nurdiansyah , 2013: 1) prestasi

belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya

sebagaimana dicantumkan dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang

siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Hasil belajar yang dicapai menunjukkan sejauh mana daya serap yang

dicapai siswa dalam proses belajarnya. Daya serap yang tinggi akan digambarkan

dalam hasil yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Dimana prestasi belajar

(25)

3

usaha belajar. Oleh karena itu prestasi belajar yang diperoleh setiap siswa

diharapkan dapat semaksimal mungkin. Salah satu pelajaran yang diharapkan

memiliki prestasi yang maksimal adalah pelajaran matematika.

Pelajaran matematika merupakan pelajaran pokok yang dipelajari pada

setiap jenjang pendidikan. Selain itu peran matematika sebagai ilmu dasar sangat

mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena

peranannya yang sangat penting inilah maka peningkatan mutu pendidikan

matematika pada semua jenjang mesti diupayakan. Usaha yang dilakukan

pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika ini salah satunya

dengan memperbaki kurikulum 1994 dengan mengembangkan Kurikulum 2004

dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

Dalam KTSP 2006 telah dijelaskan bahwa pembelajaran matematika

bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1) Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma

secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan

simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

(26)

4

memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa didalam

pembelajaran matematika, komunikasi matematis memiliki peranan yang sangat

penting. Secara umum, komunikasi dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling

menyampaikan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang

dimaksud dapat dipahami. Didalam pembelajaran komunikasi ditujukan untuk

meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran, dimana bila disaat proses

pembelajaran berlangsung jika ada kesulitan atau masalah maka akan dipecahakan

bersama-sama di lingkungan belajar, sehingga saling melahirkan pengertian

diantara mereka dan diharapkan dengan hal ini permasalahan akan dapat

terselesaikan.

Dengan adanya komunikasi matematis diharapkan siswa dapat

menyampaikan ide dan konsep matematika dan adanya interaksi antara sesama

siswa. Sehingga siswa dapat memahami konsep matematika dengan baik. Tetapi

pada umumnya pembelajaran matematika hanya menggunakan pembelajaran

konvensional yang memang sering dilakukan pada saat ini. Guru hanya

menyajikan materi kepada siswa, memberikan contoh yang sesuai dengan contoh

yang ada pada buku siswa, meminta siswa menghafal definisi atau rumus-rumus

tertentu tanpa meminta siswa memahami konsepnya.

Selain dengan komunikasi matematis yang baik seorang guru juga harus

memperhatikan kecerdasan emosional siswanya sebelum memulai pembelajaran.

(27)

5

siswa sehingga nantinya hasil belajar matematika siswa dapat meningkat.

Kecerdasan emosional adalah dua buah produk dari dua skill utama, yaitu

kompetensi personal dan kompetensi sosial. Kompetensi personal lebih berfokus

pada diri kita sendiri sebagai seorang individu, dan terbagi kedalam skill

kesadaran diri dan skill manajemen diri. Kompetensi sosial lebih berfokus pada

bagaimana hubungan kita dengan orang lain, dan terbagi dalam skill kesadaran

sosial dan skill hubungan manajemen sosial.

Kesadaran diri yang tinggi membutuhkan kesabaran dalam menghadapi

ketidaknyamanan mengatasi secara langsung emosi yang terjadi dan kemungkinan

emosi itu negatif. Hal ini juga penting dalam memahami emosi positif kita.

Manajemen diri merupakan kemampuan dalam memanfaatkan skill kesadaran diri

kita terhadap emosi dalam mengarahkan perilaku secara positif. Kesadaran sosial

adalah kemampuan yang ada dalam diri individu untuk memahami emosi orang

lain secara tepat dan memahami apa yang sesungguhnya terjadi pada mereka. Hal

ini berarti bahwa setiap individu harus menerima apa yang menjadi pikiran dan

perasaan orang lain meskipun kita tidak sependapat dengan mereka. Sedangkan

manajemen hubungan sosial adalah kemampuan kita memanfaatkan kesadaran

kita terhadap emosi kita dan orang lain dalam mengelola hubungan sosial dengan

baik. Skill ini akan memastikan terjadinya komunikasi yang jelas dan penanganan

konflik secara efektif. Hubungan sosial yang solid adalah kebutuhan yang harus

dipenuhi dan dihargai. Hubungan sedemikian adalah hasil dari bagaimana kita

memahami orang lain, bagaimana kita memperlakukan orang lain dan hasil dari

(28)

6

Kecerdasan emosional bukanlah didasarkan pada kepintaran setiap

individu, tetapi berdasarkan karakteristik dari setiap individu. Banyaknya para ahli

yang mengatakan bahwa keterampilan sosial dan emosional lebih penting dari

kemampuan intelektual. Dengan kata lain memiliki kecerdasan emosional yang

tinggi lebih penting dalam pencapaian keberhasilan ketimbang intelegensi yang

tinggi yang diukur berdasarkan uji standar terhadap kecerdasan kognitif dan

verbal.

Pengendalian rasa marah, sedih, gembira, takut, membantu seseorang

untuk berhasil dalam bidang tertentu. Hal ini yang dikemukakan oleh Goleman

dalam bukunya “Emotional Intelligence”, dan Peter Salovey dari Harvard

University mencetuskan kecerdasan emosi serta memperluasnya menjadi lima

wilayah utama kecerdasan emosi, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi,

memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.

Tidak setiap individu dapat mewujudkan kecerdasan emosi dalam

perilakunya, karena tidak sedikit individu yang mempunyai kecerdasan intelektual

tinggi namun mempunyai kecerdasan emosi yang rendah. Oleh karena itu untuk

mengoptimalkan kecerdasan emosi individu maka sangatlah diperlukan melalui

latihan dan bimbingan sejak dini baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam

lingkungan sekolah yang dalam hal ini lingkungan belajar siswa.

Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap

hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seseorang terhadap apa yang

dihadapinya. Pembelajaran matematika merupakan pengembangan pikiran yang

(29)

7

sehari-hari serta dapat mengkomunikasikannya kembali dalam lingkungan

belajarnya.

Dalam usaha meningkatkan hasil belajar matematika, sangat dipengaruhi

oleh peran serta tanggung jawab seorang guru dalam menyampaikan materi agar

dapat diterima anak didiknya dengan benar, selain itu guru juga harus

memperhatikan kecerdasan emosional atau kondisi siswanya sebelum

menyampaikan materi pembelajaran. Hal ini berarti proses pembelajaran

ditentukan oleh sejauh mana guru menggunakan metode dan model pembelajaran

yang baik serta mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswanya.

Banyaknya model-model pembelajaran yang ada saat ini dapat membantu

meningkatkan kualitas pengajaran yang lebih baik lagi sehingga hasil belajar

pembelajaran dapat tercapai. Namun demikian, setiap model-model pembelajaran

dalam penggunaannya sangat ditentukan oleh tujuan dan kemampuan seorang

guru dalam mengelolanya, memilih model pembelajaran mana yang tepat

digunakan sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan.

Menurut Nisbet (dalam Tim MKPBM, 2001: 70) tidak ada cara belajar

yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, setiap orang berbeda

dalam kemampuan intelektual, sikap dan kepribadian sehingga mereka mereka

mengadopsi pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk belajar yang sesuai

dengan karakteristik masing-masing. Sehingga dengan menggunakan berbagai

macam strategi belajar, pengetahuan yang diperolehnya dapat menjadi lebih

(30)

8

Pandangan guru terhadap metode mengajar akan dipengaruhi peranan dan

aktifitas siswa dalam belajar. Sebaliknya aktifitas guru dalam mengajar serta

aktifitas siswa dalam belajar sangat bergantung kepada pemahaman guru terhadap

metode mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar proses penyampaian ilmu

pengetahuan, melainkan juga mengandung makna yang lebih luas dan kompleks

yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi antara siswa dan guru. Pendidikan

matematika lebih menekankan pada pembelajaran yang pembelajaran itu sendiri

cenderung kepada target materi menurut kurikulum atau menurut buku yang

dipakai sebagai buku pegangan, bukan pada pemahaman materi yang dipelajari.

Siswa cenderung menghapal konsep-konsep matematika, sering kali dengan

mengulang-ulang menyebutkan definisi yang diberikan guru atau yang tertulis

dalam buku tanpa memahami maksud dan isi dari definisi yang diberikan guru.

Agar dipenuhinya tuntutan pada KTSP, maka model pembelajaran di kelas

harus segera direformasi. Dalam hal ini tugas dan peran seorang guru bukan

hanya sebagai pemberi informasi, tetapi sebagai pendorong siswa untuk belajar,

memberikan motivasi dengan memperhatikan kecerdasan emosionalnya agar

dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti

pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi sebagai wahana pelatihan kritis

dan kreatif. Sulvian (Ansari 2009:3) mengatakan bahwa peran dan tugas guru

dalam matematika adalah memberi kesempatan yang maksimal pada siswa dengan

jalan:

(31)

9

2. Mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada

pada mereka.

3. Mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan strategi.

4. Mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal.

5. Memberi kebebasan dalam berkomunikasi unntuk menjelaskan idenya

dan mendengar ide temannya.

Didalam setiap proses pembelajaran seorang guru selalu berharap agar

siswanya memperoleh hasil pelajaran yang baik sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang telah direncanakan. Pada kenyataannya hal ini tidak sesuai

dengan apa yang menjadi harapan guru dari proses pembelajaran. Tidak semua

siswa yang mengalami pembelajaran mendapatkan hasil belajar yang maksimal,

bahkan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, enggan

untuk bertanya kepada guru jika ada kesulitan yang mereka hadapi.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang terjadi selama ini berpusat

pada aktivitas guru dan tidak berorientasi pada siswa. Dalam hal ini guru

mengajarkan bukan membelajarkan siswa. Guru belum berupaya dengan

maksimal dalam membuat siswa mampu memahami konsep/prinsip matematika,

mengungkapkan ide, serta menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika

dalam memecahkan masalah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Pembelajaran biasa beranggapan bahwa guru akan berhasil dalam

menyampaikan materi pembelajaran bila guru dapat mengelola kelas sedemikian

(32)

10

dalam menyampaikan meteri pelajaran. Pengajaran dianggap sebagai suatu proses

penyampaian fakta-fakta kepada siswa, sementara itu siswa mencatat informasi

yang disampaikan guru dalam buku catatannya. Guru yang baik adalah guru yang

dapat menguasai bahan, dan selama proses pembelajaran berlangsung guru

mampu menyampaikan materi tanpa melihat pada buku pelajaran. Menurut Hadi S

(2008: 1) guru yang baik adalah guru yang selama 2 x 45 menit dapat menguasai

kelas dan berceramah dengan suara yang lantang. Materi pelajaran yang

disampaikan sesuai dengan GBPP atau apa yang telah tertulis didalam buku paket

dan ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.

Hal ini mengakibatkan, siswa hanya dapat memberikan contoh sesuai

dengan contoh yang diberikan guru, menghafal definisi atau aturan yang

diungkapkan guru tanpa memahami maknanya secara mendalam sehingga siswa

beranggapan didalam menyelesaikan soal-soal matematika cukup dengan

mengerjakan seperti yang dicontohkan oleh guru sehingga hasil belajar siswa

cenderung rendah. Kemudian siswa enggan untuk mengajukan pertanyaan kepada

guru atau temannya jika ada permasalahan yang ditemuinya dalam menyelesaikan

persoalan yang ada meskipun mereka telah diberi kesempatan untuk

mendiskusikan kembali jawaban yang telah mereka peroleh dengan temannya. Ini

dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana

proses komunikasi matematis siswa yang dalam hal ini dimana ketika siswa

diminta untuk memberikan pendapat untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran

(33)

11

lain dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

pengalaman mereka.

Dalam hal ini, kecerdasan emosional siswa dapat dilihat dari cara mereka

memberikan pendapat untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada

orang lain secara lisan dan tulisan, mendengarkan pendapat orang lain dan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman

mereka. Contoh mengenai soal komunikasi yang juga melibatkan kecerdasan

emosional siswa didalam berdiskusi adalah dengan memberikan butir soal tentang

persamaan linear yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sebagai berikut:

Ridho membeli 3 burger dan 2 buah banana split dengan harga Rp 56.000,-. Harga

banana split 2 kali harga burger. Berapa harga burger dan banana split

masing-masing?

(34)

12

Dari beberapa hasil jawaban siswa diambil satu jawaban yang

menunjukkan bahwa siswa belum memahami betul apa yang diketahui dan

ditanya dari soal yang diberikan guru, siswa kesulitan dalam membuat model

matematika berdasarkan permasalahan yang diberikan hanya karena permasalahan

yang diberikan tidak sama dengan contoh. Siswa tidak dapat mengatahui dengan

jelas situasi seperti apa yang menyatakan seseorang memperoleh untung atau rugi,

padahal siswa telah mengetahui rumus untuk memperoleh untung atau rugi, hal ini

terjadi karena siswa hanya menghafal rumus-rumus untung dan rugi tanpa

memahami kondisi seperti apa dan bagaimana untung dan rugi dapat diketahui.

Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa belum dapat

mengkomunikasikan matematika dari soal yang diberikan. Kemudian pada saat

diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan temannya siswa lebih asik dengan

pengetahuannya sendiri tanpa peduli teman kelompoknya yang belum memahami

materi/ permasalahan yang diberikan, sehingga dapat dikatakan bahwa rasa sosial

siswa dalam kelompoknya sangat rendah hal ini dikarenakan kecerdasan

emosional siswa tidak diperhatikan sebelum memulai pelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, sudah semestinya dibuat perubahan dalam

kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan antara pengembangan diri dengan

proses pembelajaran dikelas melalui pembelajaran dengan versi baru yang

menantang dan menyenangkan bagi lingkungan belajar siswa yang nantinya dapat

meningkatkan hasil belajar matematika. Dalam mengajarkan matematika, tugas

seorang guru bukanlah sebatas menyampaikan aturan-aturan, definisi-definisi dan

(35)

13

memotivasi dan melibatkan siswa secara aktif yang dapat membangun

pengetahuan matematika siswa merupakan tugas dari seorang guru. Sebagai

pendidik, guru dituntut untuk dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang

memang berorientasi pada kemampuan siswa. Disamping pendekatan

pembelajaran yang memang menunjang peningkatan prestasi belajar matematika

siswa guru juga perlu memperhatikan sikap siswa terhadap matematika itu sendiri.

Seperti halnya kecerdasan emosional, kemampuan dari setiap siswa

tidaklah sama, hal ini mengakibatkan pemahaman siswa terhadap matematika juga

berbeda-beda. Ragam kemampuan siswa dalam belajar selalu ditemukan dan

dapat menyebar secara distribusi normal. Penyebaran ini dapat dikelompokkan

atas kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah. Pada dasarnya

perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir

tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan.

Pada umumnya, siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi

maka hasil belajar yang diperolehnya juga tinggi, dan siswa yang memiliki

kemampuan awal matematika rendah maka hasil belajar yang diperolehnya akan

rendah pula. Hal ini karena matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan

perlunya diperhatikan kecerdasan emosional siswa sebelum memulai pelajaran.

Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam belajar matematika

tidak akan terpengaruh oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru,

tetapi siswa yang memliki kemampuan sedang dan rendah jika digunakan

pendekatan pembelajaran yang tidak sesuai (tidak menarik), yang tidak

(36)

14

dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka temui dalam proses belajar

mengajar. Karena itulah sebaiknya pemilihan pendekatan pembelajaran yang

sesuai sangat membantu untuk memotivasi dan melatih siswa dalam

menggunakan kemampuannya menyelesaikan permasalahan yang mereka temui.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi

antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap

peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa.

Dengan adanya keragaman kemampuan yang dimiliki siswa maka yang menjadi

tugas guru adalah memilih lingkungan belajar yang sesuai dan memperhatikan

tingkat kecerdasan emosional siswa serta memilih pendekatan pembelajaran yang

sesuai. Dengan ini diharapkan siswa mampu mengatasi kesulitan yang mereka

temui dalam menyelesaikan permasalahan baik pada saat berlangsungnya proses

belajar mengajar maupun dalam menghadapi masalah yang mereka temui dalam

kehidupan sehari-hari.

Salah satu model pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat

membantu untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah model

pembelajaran kooperatif atau yang lebih dikenal dengan sebutan cooperatve

learning. Cooperative learning merupakan salah satu pembelajaran yang

berdasarkan pada paham konstruktivis. Menurut Isjoni (2009: 21) cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap

tolong menolong dalam beberapa prilaku sosial. Tujuan utama dalam cooperative

learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama

(37)

15

kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan

menyampaikan pendapat secara berkelompok. Dalam pembelajaran cooperative

learning siswa berada dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Sehingga anggota setiap kelompok

terdapat siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan

persoalan yang diberikan siswa saling berbagi dengan teman dalam kelompoknya,

saling berbagi sehingga semua siswa dalam kelompok kecil memahami persoalan

yang diberikan. Diskusi belum selesai jika masih ada siswa dalam kelompok yang

belum memahami persoalan yang mereka hadapi.

Agar masalah dalam proses pembelajaran ini dapat teratasi, maka

diperlukan strategi yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi pembelajaran,

dan waktu yang tersedia untuk memahami materi tersebut. Salah satu strategi

yang dimiliki pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan permasalahan yang ada

adalah strategi Think-Talk-Write (TTW). Strategi ini pada dasarnya dibangun melalui berfikir, berbicara dan menulis (Ansari, 2009:66). Berfikir yang diperoleh

melalui membaca, mengkomunikasikan dan menuliskan ide, menuliskan

permasalahan yang diperoleh seluas-luasnya sehingga siswa dapat membangun

pemahamannya sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, memberikan

pengatan pada pemahamannya, bersosialisasi dalam bentuk kelompok yang pada

akhirnya siswa mampu mengkomunikasikan dengan menuliskan pemahamannya

dalam bentuk tulisan.

Menurut Tebba (Farman: 2007) Kecerdasan emosional terkait dengan

(38)

16

diinginkan dan diperlukan orang lain, kelebihan dan kekurangan mereka,

kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh tekanan dan kemampuan untuk menjadi

orang yang menyenangkan. Agar kemampuan membaca siswa menjadi baik, guru

dapat merubah isi teks bacaan agar mudah dipahami siswa dan yang terpenting

dalam hal ini guru harus memperhatikan kecerdasan emosional siswa dengan cara

membuat lingkungan yang aman yang dapat mendorong rasa percaya diri siswa

yang nantinya dapat mendorong siswa untuk bertanya.

Berdiskusi dan menulis terkait dengan kecerdasan emosional siswa dimana

siswa dilatih untuk mengendalikan emosi, mengelola emosi dan membina

hubungan dengan orang lain. Dalam berdiskusi terkait dengan kecerdasan

emosional siswa dimana siswa dilatih untuk mengendalikan emosi, mengelola

emosi dan membina hubungan dengan orang lain. Menurut Peterson (Ansari,

2009:68) diskusi dapat menyadarkan siswa mengapa jawabannya salah dan

membantu siswa melihat jawaban yang benar. Selain itu diskusi juga dapat

menjelaskan kepada siswa gambaran bermacam-macam strategi dan proses yang

digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dengan adanya diskusi siswa dapat

mengemukakan idenya secara lisan dan tulisan, mengambil kesimpulan dari apa

yang mereka diskusikan, siswa juga dapat memonitoring dan menilai partisipasi

siswa lainnya, dapat berinteraksi dengan lingkungan belajarnya dengan saling

memberikan motivasi terhadap kelemahan yang dihadapai siswa lainnya selama

proses diskusi berlangsung.

Sedangkan dalam menulis dapat membantu terbentuknya pemahaman

(39)

17

merefleksikan pengetahuan dan fikirannya. Membantu siswa meningkatkan

pemahaman dalam matematika berarti meminta mereka membangun jaringan

representasi mental, dan kebiasaan menulis merupakan alat untuk membangun

jaringan mental tersebut. Dengan menulis diharapkan siswa dapat menuliskan

solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan, mengoerksi kembali

pekerjaan melalui diskusi dimana setiap siswa mendengarkan pendapat dari setiap

temannya, dapat saling memotivasi diri.

Kecerdasan emosional dan komunikasi merupakan suatu hubungan yang

saling berkaitan. Kecerdasan emosional bergerak dibidang intuisi dan diri

individu, sedangkan komunikasi berhubungan dengan interaksi individu terhadap

lingkungannya. Kecerdasan emosional dengan interaksi sosial akan menghasilkan

suatu kenyataan bahwa kecerdasan emosional sangat berperan dalam interaksi

sosial yang dilakukan individu. Hal ini dapat terlihat ketika dalam pembelajaran

individu berinteraksi dengan lingkungannya, ada yang menghadapinya dengan

serius, santai, marah, tenang, dan bahkan ada yang takut atau gagal dalam proses

pembelajaran. Hal ini berarti sebagai makhluk sosial peran kecerdasan emosional

sangat kita perlukan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya.

Berdasarkan uraian diatas, peningkatkan komunikasi matematis dan

kecerdasan emosional siswa dengan pembelajaran cooperative learning tipe

(40)

18

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, bahwa kemampuan

komunikasi matematis dan kecerdasan emosional akan mempengaruhi proses

pembelajaran matematika, penggunaan strategi yang tidak tepat dalam

pembelajaran matematika akan turut mempengaruhi hasil belajar matematika

siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat diidentifikasi beberapa permasalahan

sebagai berikut:

1. Rendahnya keterlibatan siswa dalam prose pembelajaran sehingga

tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai.

2. Metode pembelajaran yang monoton mengakibatkan tujuan

pembelajaran tidak tercapai secara optimal.

3. Guru tidak mempersoalkan kemampuan komunikasi matematis sebagai

kompetensi dasar dan guru beranggapan bahwa skill komunikasi tidak

dapat dibangun pada saat pembelajaran matematika.

4. Guru tidak memperhatikan kondisi kecerdasan emosional siswa

sehingga tidak terjadi interaksi antara siswa dalam proses

pembelajaran.

5. Penggunaan strategi pembelajaran matematika yang kurang efektif

dengan karakteristik materi pelajaran sehingga siswa kurang aktif

dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika dapat dikatakan

(41)

19

pembelajaran matematika perlu dibatasi agar penelitian ini menjadi lebih fokus

hanya pada:

1. Masih rendahnya hasil belajar matematika siswa.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaiakan

permasalahan yang diberikan masih kurang.

3. Kecerdasan emosional siswa dapat menjadi salah satu penyebab

rendahnya hasil belajar matematika siswa.

4. Kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran.

5. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang efektif dengan

karakteristik materi pelajaran, metode mengajar yang kurang berfariasi

dan kondisi kecerdasan emosional siswa sehingga siswa kurang aktif

dalam belajar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih

baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran

(42)

20

2. Apakah peningkatan kecerdasan emosional siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada

siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan

kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan

kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kecerdasan

emosional siswa?

5. Bagaimana proses penyelesaian masalah komunikasi matematis siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW

dan yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah perolehan informasi tentang

peningkatan komunikasi matematis dan kecerdasan emosional siswa dengan

menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe TTW. Secara khusus, tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

TTW lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan

(43)

21

2. Untuk mengetahui peningkatan kecerdasan emosional siswa siswa yang

diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih

baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran

biasa.

3. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran

matematika dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa.

4. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran

matematika dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan

kecerdasan emosional siswa.

6. Untuk mengetahui proses penyelesaian komunikasi matematis siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW

dan yang diajar dengan dengan menggunakan pembelajaran biasa?

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan masukan bagi kegiatan pembelajaran

di kelas, salah satunya sebagai upaya peningkatan kemampuan komunikasi

matematis dan kecerdasan emosional siswa. Adapun manfaat dilakukannya

penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe TTW dapat dijadikan sebagai alternatif untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan

(44)

22

siswa dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran

biasa.

2. Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TTW akan melahirkan

respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika sehingga siswa

menjadi lebih kreatif dan dapat menumbuhkan kemampuan kerjasama

dan rasa saling memahami diantara siswa.

3. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru matematika sebagai

salah satu sumber informasi yang dibutuhkan siswa dan sebagai bahan

rujukan bagi peneliti yang lain.

G. Definisi Operasional

1. Kemampuan komunikasi matematis

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam

matematika yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan

siswa dalam berkomunikasi. Kemampuan ini diukur dengan: (1)

Menyajikan/menginformasikan pemahaman terhadap masalah yang

diberikan; (2) Menginformasikan rencana/cara untuk menyelesaikan

masalah; (3) Menginformasikan penyelesaian masalah sesuai dengan

rencana/cara yang diberikan; (4) Menginformasikan evaluasi yang

dikerjakan sesuai dengan rencana penyelesaian; dan (5)

Menginformasikan/mengkomunikasikan masalah yang diberikan.

(45)

23

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang dalam mengenali emosi diri dan emosi orang lain serta

mampu mengelolanya dengan baik sehingga tercapai tujuan-tujuan

hidupnya dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.

3. Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah proses pembelajaran dimana siswa dikelompokkan kedalam kelompok kecil

yang terdiri dari 3 sampai 5 orang dengan tujuan agar siswa dapat

bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan

mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.

4. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)

Strategi TTW adalah pembelajaran yang dilakukan dengan melalui

tiga tahapan, yaitu tahap Think dimana siswa membaca teks dan membuat catatan secara individual; kemudian tahap Talk dimana siswa berinteraksi dalam kelompok untuk membahas isi catatan;

selanjutnya tahap Write dimana siswa mengkonstruksikan pengetahuan hasil dari Think dan Talk secara individual.

5. Pembelajaran biasa

Pembelajaran biasa adalah suatu pembelajaran yang hanya berpusat

pada metode ceramah, yang diselingi dengan tanya jawab, diskusi dan

pemberian tugas. Dalam hal ini siswa kurang aktif mendapatkan

informasi atau konsep sebagai tujuan pembelajaran. Siswa bekerja

(46)

24

kegiatan terakhir siswa mencatat materi yang telah dijelaskan oleh

guru dan siswa diberikan latihan untuk dikerjakan disekolah ataupun

sebagai tugas rumah.

6. Proses penyelesaian masalah adalah variasi/ kesistematisan jawaban

siswa dari tes kemampuan komunikasi matematis ditinjau dari

kemampuan siswa dalam (1) Menyajikan/menginformasikan

pemahaman terhadap masalah yang diberikan; (2) Menginformasikan

rencana/cara untuk menyelesaikan masalah; (3) Menginformasikan

penyelesaian masalah sesuai dengan rencana/cara yang diberikan; (4)

Menginformasikan evaluasi yang dikerjakan sesuai dengan rencana

penyelesaian; dan (5) Menginformasikan/mengkomunikasikan masalah

(47)

186

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama

pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe TTW,

diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

2. Peningkatan kecerdasan emosional siswa siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa.

3. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

disebabkan karena faktor pembelajaran dan kemampuan awal matematika

siswa.

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pemelajaran dengan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan kecerdasan emosional siswa.

Perbedaan peningkatan kecerdasan emosional siswa disebabkan karena faktor

pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa.

(48)

187

5. Proses penyelesaian komunikasi matematis siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW memperoleh kriteria proses

jawaban kategori baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, adapun implikasinya

adalah terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika.

Guru matematika di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup

pengetahuan teoritis maupun keterampilan dalam memilih pendekatan

pembelajaran, mampu mengubah siswa menjadi lebih aktif, memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

Dalam menyelesaikan masalah pada kelas yang pembelajarannya

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dibandingkan kelas

yang menggunakan pembelajaran pembelajaran biasa. Siswa yang

pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih terampil

dalam menyelesaikan masalah dibandingkan siswa yang pembelajarannya

menggunakan pembelajaran biasa.

C.Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kooperatif tipe TTW yang

diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk

(49)

188

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran kooperatif tipe TTW pada pembelajaran matematika yang

menekankan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan

emosional siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk

menerapkan pembelajaran matematika khususnya dalam mengajarkan

materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

b. Selain soal-soal latihan yang ada pada buku teks sebaiknya guru

menggunakan LAS sebagai perangkat pembelajarannya karena dengan

panggunaan LAS siswa lebih bersemangat dalam menyelesaikan

permasalahan yang mereka peroleh.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah pembelajaran yang masih sangat

asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan dengan

harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya dalam

upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kecerdasan

emosional siswa.

3. Kepada peneliti lanjutan

Melihat keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, kepada peneliti lanjutan

yang ingin melanjutkan penelitian ini dapat lebih melihat aspek yang lain

diantaranya:

a. Dari keterbatasan waktu yang ada dalam penelitian ini dimana sampel yang

digunakan dari sekolah tanpa memperhatikan akreditasinya maka waktu

(50)

189

kooperatif tipe TTW, oleh karena itu diharapkan peneliti lanjutan bisa

mencoba melakukan penelitian di sekolah dengan memperhatikan akreditasi

sekolah yang dianggap memiliki kemampuan lebih baik sehingga

dimungkinkan waktu yang ada dapat digunakan untuk setiap tahapan

pembelajaran ini.

b. Mengganti materi yang lain dengan melihat apakah materi tersebut cocok

diterapkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TTW.

c. Melihat banyaknya tahapan yang ada dalam pembelajaran kooperatif tipe

TTW diharapkan untuk peneliti lanjutan beberapa hari sebelum melakukan

penelitian terlebih dahulu menjelaskan kepada siswa setiap tahapan

pembelajaran dan manfaat yang akan diperoleh siswa dari setiap tahapan

(51)

190

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan Pena.

________. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write, Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi doktor pada PPS UPI. Tidak diterbitkan .

Farman, A. (2007).Hubungan Tingkat Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan Berinteraksi Sosial Malang: UIN Malang. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. (0n Line) http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/fullchapter.00410068-adi-farman.ps. diakses 18 januari 2012.

Gulo, W (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Grasindo.

Goleman, D. (2001). Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting dari pada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, S. (2008). Paradigma Baru Pendidikan Matematika. FKIP Universitas Lampung. (On Line) http://suhadiku.blogspot.com/2008/11.html. diakses 30 desember 2011.

Hamalik, O, (2006). Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara Bandung.

Hake. (1999). Analyzing Change/Gain Skores. Dept of Physics, Indiana

University. (On Line) http://www.physics.indiana.edu/~AnalyzingChange-Gain.pdf. Diakses 25 April2012

Hasratuddin, (2009). Prosidding, Konfrensi Nasional Pendidikan Matematika III. Medan. Universitas Negeri Medan.

(52)

191

Isjoni. (2009). Cooperative Learning, Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok. Bandung: Alfabet.

Johar, Rahmah. (2007). Modul: Model-model Pembelajaran dan Media Pembelajaran Matematika. Banda Aceh. UNSYIAH. Tidak Diterbitkan. Madjiono, (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurchayanti. (2007). Keefektifan Strategi Think-Talk-Write Berbantuan Lembar Kerja Pada Pokok Bahasan Trigonometri Kelas X SMA Negeri 1 Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara”. Universitas Negeri Semarang. Tidak Diterbitkan.

Nurdiansyah. (2013). Prestasi Belajar Melalui Kecerdasan Emosional. (On Line)

http://duniabembi.blogspot.com/2013/04/prestasi-belajar-melalui-kecerdasan.html. Diakses 5 April 2013.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004, Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

Nurlaili. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW (Think Talk Write). UNIMED. Tidak Diterbitkan.

Nurnaningsih. (2011), Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa, Edisi Khusus No 1. Tidak diterbitkan.

Russefendi, (1998). Statistik dasar untuk penelitian pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Saleh. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Topik Persegi Panjang

dan Persegi di kelas VII SMP Negeri 9 Kendari. (On Line)

http://118.97.35.230/library-2/files/Saleh/Artikelupload.pdf. diakses 18 Januari 2012

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Reaistik. Bandung: PPs UPI. Tidak Diterbitkan

Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Wali Pers.

Sinaga, B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Surabaya: PPs UNESA. Tidak Diterbitkan.

(53)

192

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor- faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, H. (1993). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Sutrisno, H. (2000). Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Syah, M. (2003). Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Edisi Revisi Jakarta: Rosda Karya.

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas Pendidikan Indonesia.

Tornika, (2007). Pengaruh Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Kusuma Negara Yasma Panglima Besar Sudirman.

Gambar

Tabel                                                                                                                         Halaman
Gambar 4.1  Skor Rata-rata Preteskelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ..........................
Gambar 1.1: Hasil Jawaban Tes Awal

Referensi

Dokumen terkait

(200 M x 106 M) dan 1 (satu) pintu rumah papan yang terletak di atas tanah tersebut dengan ukuran 4 x 3 M sama dengan luas 12 M, yang terletak di kampung Pilar Jaya, Kecamatan

Untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik terhadap pembelajaran melalui model ARIAS ( Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction), analisis ini

Bisa juga diartikan sebagai sistem ajaran (doktrin) dan praktek yang didasarkan pada sistem ke- percayaan seperti itu, atau sebagai kepercayaan akan keberadaan dan pengaruh

[r]

(1) Untuk setiap Kecamatan atau daerah yang disamakan dengan itu (selanjutnya dalam Peraturan ini disebut : Kecamatan), diangkat seorang pejabat yang bertugas membuat akte

Sehingga para anggota rapat tidak perlu takut tidak ke bagian jalur transmisi karena dengan penambahan acces point tersebut daya tampung semakin besar, para anggota juga cukup duduk

Untuk masing-masing proses pentransferan da- ta menggunakan rumus pada proses perhitungannya, yaitu dengan cara membagi ukuran data dengan waktu transfer yang didapat.

dianggap tepat untuk menggambarkan mengenai keadaan di lapangan yaitu.. mengenai materi apa saja yang dipelajari pada kegiatan ekstrakurikuler seni. tari, bagaimana pelaksanaan