PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK
DAN PEMBELAJARAN SECARA KONVENSIONAL DI SMP NEGERI 16 MEDAN TAHUN AJARAN 2012/2013
Oleh :
Risky Yasmita Sari Hasibuan 409411041
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN
PEMBELAJARAN SECARA KONVENSIONAL DI SMP NEGERI 16 MEDAN TAHUN AJARAN 2013/2014
Risky Yasmita Sari Hasibuan (NIM 409411041) ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah komunikasi matematika siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Talking stick lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran Konvensional pada pokok bahasan Teorema Phytagoras di kelas VIII SMP 16 Medan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP 16 Medan yang terdiri dari 5 kelas. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 64 siswa yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas VIII-2 yang merupakan kelas kontrol sebanyak 32 orang dan kelas VIII-1 yang merupakan kelas eksperimen sebanyak 32 orang. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran Konvensional. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan test essay sebanyak 8 soal dan telah dinyatakan valid oleh tim ahli.
Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji normalitas dan homogenitas data. Dari pengujian ini diperoleh bahwa sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang homogen dan berdistribusi normal. Dari analisis data pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata pretest 50,031 dan simpangan baku pretest 18,322 sedangkan nilai rata-rata posttest 70,188 dan simpangan baku posttest 13,895. Pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata pretest 46,750 dan simpangan baku pretest 19,629 sedangkan nilai rata-rata posttest 63,813 dan simpangan baku posttest 15,403. Dari analisis data posttest dengan menggunakan uji-t pada taraf = 0,05 diperoleh thitung = 1,738 dan ttabel = 1,67 yang ternyata thitung> ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe talking Stick Dan Pembelajaran Secara Konvensional Di SMP Negeri 16 Medan Tahun Ajaran 2012/2013” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan
matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran guna kesempurnaan skripsi ini,
Bapak Mulyono, S. Si, M. Si, Bapak Drs. Syafari, M. Pd, dan Bapak Drs. H.
Banjarnahor, M. Pd, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran mulai
dari perencanaan penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini, Bapak Drs.
Syafari, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan kepada seluruh Bapak
dan Ibu dosen serta staf pegawai jurusan Matematika Fakultas Ilmu Pengetahuan
Alam dan Matematika Universitas Negeri Medan.
Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Rektor UNIMED Prof. Dr. Ibnu
Hajar, MS beserta seluruh Pembantu Rektor sebagai pimpinan UNIMED, Bapak
Prof. Drs. Motlan, M.Sc., Ph.D selaku Dekan FMIPA UNIMED beserta Pembantu
Dekan I, II, dan III di lingkungan UNIMED, Bapak Drs. Syafari, M.Pd selaku
Ketua Jurusan Matematika, Bapak Drs. Zul Amri, M.Pd selaku Ketua Program
Studi Jurusan Matematika dan Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku Sekretaris
Jurusan Matematika.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Irmawati,
M. M selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 16 Medan yang telah memberikan izin
v
guru bidang studi Matematika yang telah banyak membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian.
Teristimewa penulis sampaikan terima kasih kepada Ayahanda
H. Muhammad Yazid Hasibuan dan Ibunda Alm. Dra. Hj. Netty Seri Lubis serta
mamiku tersayang Nurnajah Nasution, S.E yang selalu mendukung, mendoakan,
dan memberi semangat kepada penulis hingga skripsi ini selesai. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada kakanda Nurhasanah Siregar, M. Pd, yang selalu
memberikan dukungan dan doa.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabatku
yang tersayang Erika Apriani, Muhammad Ridwansyah, dan Nailul Himmi
Hasibuan. Teman-teman seperjuangan di jurusan matematika khususnya kelas B
Reguler 2009 yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan sampai
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini, beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang turut memberi semangat dan bantuan kepada penulis.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi
ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun
tata bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya isi skripsi ini
bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Medan, September 2013 Penulis,
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1. Kerangka Teoritis 10
2.1.1. Komunikasi Matematik 10
2.1.2. Kemampuan Komunikasi Matematik 12
2.1.3. Talking Stick 16
2.1.3.1Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick 19
2.1.2.2 Keunggulan dan Kelemahan pembelajaran Kooperatif Tipe
Talking Stick 20
2.1.4. Materi Pembelajaran 21
2.2 Penelitian yang Relevan 23
2.3 Kerangka Konseptual 24
2.4 Hipotesis Penelitian 26
BAB III METODE PENELITIAN 27
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 27
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 27
3.3. Jenis dan Rancangan Penelitian 27
3.4. Definisi Operasional 28
3.5. Variabel Penelitian 28
3.6. Prosedur Penelitian 29
3.7. Instrumen Penelitian 32
3.7.1 Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 32
3.7.1.1 Uji Validitas Tes 35
3.7.1.2 Uji Reliabilitas Tes 36
vii
3.7.1.4 Uji Daya Beda 37
3.8. Teknik Analisis Data 38
3.8.1. Analisis Statistik Deskriptif 38
3.8.2. Analisis Statistik Inferensial 39
3.8.2.1Menghitung Rata-Rata Skor 39
3.8.2.2Menghitung Standard Deviasi 39
3.8.3. Uji Normalitas 39
3.8.4. Uji Homogenitas 40
3.8.5. Pengujian Hipotesis 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42
4.1.Deskripsi Hasil Penelitian 42
4.1.1. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol 42
4.1.1.1. Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 43
4.1.1.2. Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa 44
4.1.2. Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 45
4.1.3. Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 46
4.1.4. Uji Normalitas Data 48
4.1.5. Uji Homogenitas 49
4.1.6. Pengujian Hipotesis Kemampuan Komunikasi 49
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian 50
4.2.1. Kegiatan Pembelajaran dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Talking Stick dan Konvensional 50
4.2.2. Kemampuan Komunikasi Matematis 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53
5.1. Kesimpulan 53
5.2. Saran 53
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik 15
Tabel 2.2 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Kelompok Belajar Konvensional 18
Tabel 3.1 Randomized Pretes-Postes Kontrol Design 27
Tabel 3.2 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik 32
Tabel 3.3 Pedoman Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematik 33
Tabel 3.4 Interpretasi Validitas 35
Tabel 3.5 Interpretasi Reliabilitas 36
Tabel 3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran 37
Tabel 3.7 Interpretasi Daya Pembeda 38
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Nilai Pretes Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol 43
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Nilai Postes Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol 44
Tabel 4.3 Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 46
Tabel 4.4 Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 47
Tabel 4.5 Ringkasan Rata-rata Nilai Pretest dan Posttes
Kedua Kelas 47
Tabel 4.6 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan
Komunikasi 49
Tabel 4.7 Data Hasil Uji Homogenitas 49
Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Kemampuan
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen dan RPP Kelas Kontrol 56
Lampiran 2 Lembar Aktivitas Siswa 87
Lampiran 3 Alternatif Penyelesaian LAS 97
Lampiran 4 Kisi-Kisi Pretest dan Postest 106
Lampiran 5 Alternatif Jawaban Pretest dan Postest 112
Lampiran 6 Pedoman Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematik 121
Lampiran 7 Daftar Validator 123
Lampiran 8 Lembar Validitas Pretest dan Postest 124
Lampiran 9 Data Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen 130
Lampiran 10 Data Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol 132
Lampiran 11 Perhitungan Rata-Rata, Varians dan Simpangan Baku Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol 134
Lampiran 12 Perhitungan Validasi Instrumen Tes 137
Lampiran 13 Perhitungan Reliabilitas Tes 140
Lampiran 14 Indeks Kesukaran Tes 141
Lampiran 15 Daya Beda Butir Soal 142
Lampiran 16 Analisis Statistik Deskriptif Pretes dan Postes Kelas
Eksperimen Dan Kelas Kontrol 144
Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Data 147
Lampiran 18 Perhitungan Uji Homogenitas Data 152
Lampiran 19 Perhitungan Uji Hipotesis Kemampuan Komunikasi
MatematikSiswa 155
Lampiran 20 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Liliefors 158
Lampiran 21 Tabel Nilai-Nilai r-Product Moment 159
Lampiran 22 Tabel Luas Dibawah Kurva Normal 160
Lampiran 23 Tabel Presentil Untuk Distribusi t 161
Lampiran 24 Tabel Presentil Untuk Distribusi F 162
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu perwujudan kebudayaan manusia dinamis
dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan
pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan
budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua
tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan
untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang berdemokrasi serta bertanggung
jawab.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang
adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga siswa
mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya.
Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetisi siswa.
Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seorang siswa harus
memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena siswa tersebut harus
mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Buchori (dalam Trianto, 2011), bahwa
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para
siswanya untuk suatu profesi atau jabatan tetapi untuk menyelesaikan
2
Seperti yang dipaparkan The National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM), yaitu Princples and Standards for School Mathematics
(dalam Zainab, 2011), semua siswa harus mendapatkan kesempatan untuk
mempelajari, mengapresiasi, dan menerapkan skill-skill, konsep-konsep, dan
prinsip-prinsip matematika baik didalam ataupun diluar sekolah.
Standar NCTM sebagai standar utama dalam pembelajaran matematika yaitu
kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi
(communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran
(reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar
tersebut mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika.
Ada dua alasan penting yang dikemukakan oleh Baroody (dalam Zainab,
2011), mengapa komunikasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran
matematika. Pertama, matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi
matematika itu sendiri. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan
aktivitas sosial yang melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid.
Standar Komunikasi menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis,
menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika.
Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009) mengemukakan:
“Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha
memecahkan masalah yang menantang”.
Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2009),
matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan Lerner (dalam
Abdurrahman, 2009) mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai
3
memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan
kuantitas.
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu
pendidikan matematika di Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini hasilnya
belum menggembirakan, kalau tidak mau dikatakan meyedihkan. Fenomena ini
dapat dilihat dari berbagai indikator hasil belajar, antara lain dalam Ujian
Nasional (UN), temuan sejumlah penelitian, dan konteks internasional matematika
seperti yang dilaporkan oleh The Third International Mathematics and Science
Study (Ansari, 2009).
Namun saat ini mutu pendidikan di negara kita masih sangat
memperihatinkan. Berdasarkan data UNESCO (dalam UGM, 2012), mutu
pendidikaan matematika di Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara
yang diamati. Data lain yang menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa
Indonesia dapat dilihat dari hasil surve Pusat Statistik Internasional untuk
Pendidikan (National Center for Education in Statistics) terhadap 41 negara dalam
pembelajaran matematika, dimana Indonesia mendapatkan peringkat ke 39 di
bawah Thailand dan Uruguay.
Menurut Van De Walle (dalam Zainab, 2011), belajar berkomunikasi
dalam matematika membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide
di dalam kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif. Ketika siswa
berpikir, menanggapi, membahas, menulis, membaca, mendengarkan, dan
menanyakan tentang konsep-konsep matematika, mereka menuai manfaat ganda,
mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajar untuk
berkomunikasi matematik.
Secara umum, matematika berfokus pada representasi dan komunikasi
dalam berbagai gagasan, ide, dan hubungan yang bersifat numerik, spesial, serta
berkenaan dengan data. Ada banyak aktivitas pembelajaran yang mendukung
tema ini, seperti siswa yang boleh menginterpretasikan ide, gagasan, ataupun
4
simbolik dan dapat diubah ke dalam gambaran verbal dari situasi tersebut.
Aktivitas lain bisa dengan menyelidiki suatu masalah, menuliskan masalah,
memberi keterangan (notasi) ataupun dugaan-dugaan (hipotesis) untuk
menjelaskan observasi-observasi dalam matematika. Peranan komunikasi dalam
matematika sangat besar, karena saat para siswa mengkomunikasikan ide, gagasan
ataupun konsep matematika, mereka belajar mengklarifikasi, memperhalus dan
menyatukan pemikiran.
Komunikasi matematika (Sinau, 2010), adalah kemampuan menyatakan
atau menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, tabel, dan grafik.
Komunikasi matematika merepleksikan pemahaman matematik dan merupakan
bagian dari daya matematik. Melalui komunikasi, ide matematika dapat
dieksploitasi dalam berbagai perspektif, cara berfikir siswa dapat dipertajam,
pertumbuhan pemahaman dapat diukur, pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan
dan diorganisir, pengetahuan matematika dan pengembangan masalah siswa dapat
ditingkatkan, dan komunikasi matematika dapat dibentuk. Sesuai dengan
tingkatan atau jenjang pendidikan maka tingkat kemampuan komunikasi
matematika menjadi beragam. Komunikasi matematik sangat penting karena
matematika tidak hanya menjadi alat berfikir yang membantu siswa untuk
mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi
juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas,
tepat dan singkat.
Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan
matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan
siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert (dalam Sinau, 2010),
setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus
menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang
sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan
berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan
orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu menyesuaikan dengan
sistem representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi hanya
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika di
SMP Negeri 16 Medan, mengatakan bahwa komunikasi matematik siswa masih
sangat memprihatinkan dan masih perlu dilatih, siswa sulit untuk mengungkapan
ide atau memberi penjelasan dari permasalahan yang ada. Hal ini menyebabkan
kemampuan komunikasi matematik siswa menjadi rendah pada pokok bahasan
teorema Pythagoras. Senada dengan itu, dari hasil wawancara singkat dengan
beberapa orang siswa, pada umumnya siswa mengatakan bahwa sulit memberi
penjelasan dan mengungkapkan ide bagaimana cara menyelesaiknnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa salah satu kesulitan untuk mempelajari matematika
adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Hal ini dapat dilihat dari observasi awal yang
dilakukan oleh peneliti bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa di
sekolah tersebut masih rendah. Hal ini terlihat dari tes awal yang diberikan berupa
materi prasyarat teorema pythagoras yaitu materi luas segitiga, kuadarat dan akar
kuadrat dimana siswa mengalami kesulitan menyelesaikannya. Hasilnya diperoleh
nilai rata-rata siswa kelas VIII-1 yang berjumlah 32 orang adalah 27,5% tuntas
dalam menyenyelesaikan tes yang diberikan sedangkan 72,5% siswa tidak mampu
menjelaskan permasalahan matematika.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematik khususnya siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah. Contoh
masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa dapat dilihat pada
hasil penelitian yang ada pada jurnal Nunun Elida (2012). Setelah diungkap
menegenai rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa dalam
pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu
KTSP.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2012), masalah
komunikasi yang ditemukan adalah siswa tidak mampu melakukan representasi
berupa mengubah suatu gambar atau model fisik kedalam simbol matematika
secara tepat. Sehingga dari 40 siswa yang diberi tes terdapat 63,8% siswa tidak
6
tidak mengabaikan kemampuan yang lainnya yang bermanfaat untuk kehidupan
siswa sekarang dan yang akan datang, sudah seharusnya bahwa kemampuan
komunikasi matematik siswa sudah selayaknya menjadi faktor kecerdasan
emosional siswa perlu mendapat perhatian yang sangat khusus dalam
pembelajaran matematika. Karena apabila kelemahan ini tidak diantisipasi dan
tidak diperbaiki, maka akan selalu terjadi dan akan menghambat tercapainya
tujuan pembelajaaran secara utuh (Supriadi, 2012).
Rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa juga tidak terlepas
dari kemampuan guru mengajarkan matematika. Pembelajaran matematika yang
cenderung abstrak, sementara itu kebanyakan guru mengajar masih kurang
memperhatikan kemampuan komunikasi siswa. Model pembelajaran yang
berlangsung di sekolah masih berpusat pada guru seperti model pembelajaran
konvensional. Pada pembelajaran konvensional itu masih berpusat pada guru,
maka proses belajar mengajar terjadi satu arah. Akibatnya cara belajar siswa
menjadi pasif, guru menganggap sesuatu siswa mempunyai kemampuan yang
sama jadi guru mengerjakan sesuatu berdasarkan kemampuan guru, tidak melihat
kemampuan siswa. Pada umumnya pendekatan ini tidak menggunakan media atau
alat bantu dalam teknologi yang lebih modren.
Menurut Russefendi (dalam Siregar, 2009) metode yang digunakan
cenderung hanya metode ceramah atau ekspositori. Namun kesempatan untuk
mengontrol kemampuan komunikasi matematik siswa sangat terbatas. Seharusnya
kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh kerjasama antara guru dan siswa. Oleh
karena itu diperlukan kreatifitas dan gagasan yang baru untuk mengembangkan
cara penyajian materi pelajaran di sekolah. Kreativitas yang dimaksud adalah
kemampuan seorang guru dalam memilih metode, pendekatan, dan media yang
tepat dalam penyajian materi pelajaran.
Within (dalam Herdian, 2010) menyatakan kemampuan komunikasi
menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan
mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan
bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam
7
kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan
kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain,
mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi
pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari
berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.
Salah satu solusi kreativitasnya adalah menerapkan model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
menekankan dan mendorong kerja sama antar siswa dalam mempelajari sesuatu.
Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi, bekerja
sama, dan membantu teman. Senada dengan keterangan di atas, Effandi Zakaria
(dalam Isjoni, 2009) mengemukakan bahwa :
“Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajar
secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil, saling bertukar pendapat, memberi jawaban, serta mewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada
suatu masalah.”
Salah satu tipe dari pembelajaran koperatif adalah Talking Stick. Model
kooperatif tipe Talking Stick merupakan merupakan model pemebelajaran yang
dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memengang tongkat wajib
menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya.
Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan
SMA atau SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan
menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif (Tarmizi,
2010)
Istaranai (2012), menjelaskan beberapa kelebihan dari pembelajaran
kooperatif tipe Talking Stick,yaitu: (1) siswa lebih memahami materi karena
diawali oleh penjelasan seorang guru; (2) siswa lebih dapat menguasai materi ajar
karena siswa diberikan kesempatan untuk mempelajarinya kembali melalui buku
8
kembali tentang materi yang diterangkan dan dipelajarinya; (4) siswa tidak jenuh
karena ada tongkat sebagai pengikat daya tarik siswa mengikuti pelajaran hal
tersebut; (5) pelajaran akan tuntas sebab pada bagian akhir akan diberi kesimpulan
oleh pendidik.
Karena Talking Stick merupakan salah satu variasi atau tipe pembelajaran
kooperatif maka semua prinsip dasar pembelajaran kooperatif melekat pada tipe
ini. Ini berarti dalam Talking Stick terdapat saling ketergantungan positif antar
siswa, ada tanggung jawab perorangan, serta ada komunikasi antar anggota
kelompok.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mencoba mengadakan
penelitian yang diharapkan mampu melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran matematika. Penelitian yang dilakukan berjudul “Perbedaan
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dan Pembelajaran Secara Konvensional Di SMP Negeri 16 Medan Tahun Ajaran 2012/2013”.
1.2.Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas makadapat diidentifikasikan permasalahan,
yaitu:
1. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah.
2. Ketidaktepatan guru dalam memilih dan menggunakan model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini membatasi
pada permasalahan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan
komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan yang diajar dengan menggunakan
9
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah pada penelitian ini “Apakah kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe talking stick
lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar diajar
dengan menggunakan pembelajaran secara konvensional”.
1.5. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian di atas,
maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematik siswa SMP pada pembelajaran kooperatif tipe
talking stick dan pembelajaran secara konvensional.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para tenaga pengajar dalam memilih
model dan pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar.
2. Meningkatkan minat belajar siswa dalam mempelajari matematika,
serta siswa mendapatkan suasana yang menyenangkan dalam proses
65
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M, (2009), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, S,(2009),Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
Ansari, Bansu., (2009), Komunikasi Matematika: Konsep dan Aplikasi, Pena, Banda Aceh.
Elida, Nunun, (2012), OnlineMeningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW), STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No. 2
Elfina, H, (2013), Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Bamboo Dancing Terhadap Komunikasi Matematis Siswa Pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Kelas VIII SMPHarapan 2 Medan, Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.
Herdian,
(2010),http://herdy07.wordpress.com/2010/05/07/kemampuan-komunikasi-matematis/ (diakses Januari 2013)
Huda, Miftahul, (2011), Cooperatif Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Isjoni, (2009), Pembelajaran Kooperatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Media Persada, Medan.
Kesumawaty Kembaren, Rosmalinda Ika, (2012), Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA
dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write dan
Pembelajaran Konvensional, Tesis, FMIPA, Unimed, Medan.
Marzuki, (2012), Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung, Tesis, FMIPA, Unimed, Medan.
Mulyatiningsih, Dr. Endang, (2012), Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan, Alfabeta, Bandung.
66
Shafridla, (2012), Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik, Tesis, FMIPA, Unimed, Medan.
Silitonga, P.Maulim, (2011), Statistik Teori dan Aplikasi dalam Penelitian, FMIPA Unimed.
Sinau, (2010), http://math-heyfun.blogspot.com (diakses Januari 2013).
Siregar, Nurhasanah, (2009), Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Madrasah Tsanawiyah Pada Kelas yang Belajar
Geometri Berbantuan Geometer’s Sketchpad dengan Siswa yang Belajar
Geometri Tanpa Geometer’s Sketchpad, Tesis, FMIPA, UPI, Bandung.
Sudjana, (2005), Metode Statistika,Tarsito, Bandung.
Sukardi, (2007), Metodologi Penelitian Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
Supriadi, Atang, (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendidikan Inkuiri Terbimbing, Tesis, FMIPA, UPI, Bandung.
Suprijono, Agus, (2010),Cooperatif Learning Teori Dan Aplikasinya,Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Tarmizi (2010), http://tarmiji.wordpress.com/2010/02/15/talking-stick/ (diakses Januari 2013).
Trianto, M.Pd, (2009), Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
UGM, (2012), http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4467 (diakses Januari 2013).