• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Total Lama Kerja dengan Status Pendengaran pada Penerbang TNI AU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Total Lama Kerja dengan Status Pendengaran pada Penerbang TNI AU."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA DENGAN STATUS PENDENGARAN PADA PENERBANG TNI AU

Almyrra Fajrina Ayu Laksmi, 2015;

Pembimbing I: Stella Tinia Hasiana, dr., M.Kes, IBCLC Pembimbing II: Rizna Tyrani Rumanti, dr., M.Kes

Fungsi pendengaran berperan penting dalam proses komunikasi, terutama bagi seorang penerbang TNI AU. Fungsi pendengaran dapat dipengaruhi oleh tingkat kebisingan di dalam pesawat dan durasi paparan yang dapat mencapai 115—120 dB selama lebih dari 4 jam. Durasi paparan ini melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang seharusnya yaitu selama 7,03—28,12 detik. Oleh karena itu, paparan bertahun-tahun dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan total lama kerja dengan status pendengaran pada penerbang TNI AU. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan teknik pengambilan sample whole sampling menggunakan data sekunder berupa rekam medik penerbang TNI AU yang melakukan medical check up rutin di Lakespra Saryanto Jakarta. Sebanyak 136 sampel terkumpul untuk penelitian ini. Data dianalisis menggunakan Chi square dan hipotesis diuji dengan melihat nilai p dan odds ratio. Melalui penelitian ditemukan nilai p > 0,05 yaitu 0,078 dan nilai odds ratio > 1, yaitu sebesar 2,014. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan secara signifikan antara lama kerja dengan status pendengaran. Namun, terdapat peningkatan risiko sebesar 2,014 kali pada penerbang dengan lama kerja ≥10 tahun.

(2)

v ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN DURATION OF WORK AND HEARING STATUS IN INDONESIAN AIR FORCE PILOTS

Almyrra Fajrina Ayu Laksmi, 2015;

Advisor I: Stella Tinia Hasiana, dr., M.Kes, IBCLC Advisor II: Rizna Tyrani Rumanti, dr., M.Kes

Hearing plays an important role in communication, particularly for Indonesian Air Force’s pilots. These pilots are exposed to noise inside the aircraft which can reach up to 115—120 dB for nearly 4 hours a day. This level of noise may deteriorate hearing function as this level of noise surpass the recommendation made by Ministry of Labor which states that permissible duration of exposure for such level of noise is 7,03—28,12 seconds. Exposure of noise for long period of time can result in hearing impairment. The goal of this study was to evaluate the correlation between duration of work and hearing function in Indonesian Air Force pilots, using cross sectional method. The data were taken from medical records of Indonesian Air Force pilots who performed routine medical check up in Lakespra Saryanto Jakarta by using whole sampling method. There were 136 samples available for the study. Data were analyzed with Chi square using SPSS. This study found p value of 0,078 (p>0,05) and OR 2,014. This concludes there is no significant correlation between duration of work and hearing function. However, pilots who have worked more than 10 years have 2,014 times higher risk of suffering from hearing impairment.

Keyword: noise, hearing impairment, NIHL(Noise induced hearing loss)

(3)

DAFTAR ISI

HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA ... i

DENGAN STATUS P ENDENGARAN PADA PENER BANG TNI AU i LEMBAR PERSETUJUAN... ii

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 3

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2 Hipotesis ... 5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Anatomi Telinga ... 6

2.3.1 Pemeriksaan Pendengaran dengan Garpu Tala ... 19

2.3.2 Audiometri ... 21

2.4 Kebisingan ... 21

2.4.1 Kebisingan di Lingkungan Kerja ... 22

(4)

ix

2.6 Kebisingan dan Status Pendengaran ... 26

2.6.1 Diagnosis NIHL ... 27

2.7 Alat Pelindung Telinga ... 29

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 32

3.1 Alat, Bahan, dan Subjek Penelitian ... 32

3.1.1 Subjek Penelitian ... 32

3.1.2 Jumlah Sampel ... 32

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

3.3 Metode Penelitian... 33

3.3.1 Rancangan Penelitian ... 33

3.3.2 Data Penelitian ... 33

3.3.3 Analisis Data ... 34

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34

3.4.1 Variabel Penelitian ... 34

3.4.2 Definisi Operasional... 35

3.5 Prosedur Kerja ... 35

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 36

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 41

BAB VSIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Simpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

RIWAYAT HIDUP 53

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat ketulian 19

Tabel 2.2 Intensitas bising di tempat kerja dan lingkungan 22

Tabel 2.3 Nilai ambang batas (NAB) pajanan bising 25

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi usia penerbang TNI AU 36

Tabel 4.2 Data jenis pesawat penerbang TNI AU 37

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi lama kerja penerbang TNI AU 37

Tabel 4.4 Distribusi kategori lama kerja penerbang TNI AU 38

Tabel 4.5 Distribusi status pendengaran penerbang TNI AU 38

Tabel 4.6 Distribusi lama kerja dan

status pendengaran penerbang TNI AU 39

Tabel 4.7 Hubungan lama kerja dengan status pendengaran

(6)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Telinga luar 6

Gambar 2.2 Meatus akustikus eksteernus 7

Gambar 2.3 Membrana tympanica 8

Gambar 2.4 Telinga tengah 9

Gambar 2.5 Batas-batas telinga tengah 10

Gambar 2.6 Telinga dalam 11

Gambar 2.7 Labyrinthus osseus dan membranacea 12

Gambar 2.8 Cochlea 12

Gambar 2.9 Pergerakan cairan di dalam cochlea 16

Gambar 2.10 Pergerakan sel rambut 17

Gambar 2.11 Gambaran audiometri tuli sensorineural 28

Gambar 2.12 APT earplug 29

Gambar 2.13 APT earmuff 30

Gambar 2.14 APT helmet 30

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Rekam Medik Penerbang TNI AU

di Lakespra Saryanto Jakarta 47

Lampiran 2 Hasil Uji Statistik Mengunakan SPSS 21.0 51

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam

kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu

sama lain. Dalam ilmu kedokteran, proses pendengaran berarti persepsi

neural terhadap energi bunyi. Proses pendengaran melibatkan dua hal, yaitu

identifikasi dan lokalisasi dari bunyi (Sherwood, 2010). Proses pendengaran

dapat terganggu jika terjadi gangguan transmisi bunyi di telinga bagian luar,

tengah maupun dalam. Gangguan transmisi tersebut dapat disebabkan oleh

obstruksi saluran telinga oleh serumen, inflamasi, infeksi, konsumsi

obat-obatan, dan pajanan terhadap bising (Ganong, 2012).

Secara umum, kebisingan diartikan sebagai bunyi yang tidak

diinginkan (Bashiruddin et al, 2014). Pengaruh kebisingan terhadap

pendengaran tergantung pada lama paparan, frekuensi bunyi, dan intensitas

bunyinya. Dalam kegiatan sehari-hari, kebisingan dapat berasal dari industri,

lalu lintas jalan raya, tempat hiburan, dan tempat kerja. Contohnya,

pekerjaan di bidang konstruksi, pertambangan, pertanian dan di lingkungan

militer (WHO, 2011).

Di lingkungan militer, salah satu profesi yang sering terpapar

kebisingan ialah penerbang TNI AU. Para penerbang ini secara rutin

menerbangkan pesawat terbang, baik helikopter, pesawat tempur maupun

pesawat angkut. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi derajat

kebisingan di pesawat terbang. Faktor-faktor tersebut ialah jenis pesawat

terbang, fase penerbangan, ketinggian, dan cuaca. Kebisingan di pesawat

terbang pada saat akan lepas landas dan mendarat lebih tinggi daripada

derajat kebisingan pada saat pesawat dalam keadaan stabil di udara (Kandou

et al, 2013)

(9)

Nilai ambang batas (NAB) kebisingan di lingkungan kerja yang

ditetapkan oleh Kementrian Tenaga Kerja Republik Indonesia ialah 85 dB

dengan waktu paparan maksimal 8 jam sehari. Intensitas bunyi di dalam

kokpit pesawat terbang dapat mencapai 115 dB—120 dB (Rajguru, 2013).

Berdasarkan Kementrian Tenaga Kerja RI, pekerja hanya boleh terpapar

kebisingan 115dB—120dB selama 7,03—28,12 detik. Hal ini menyebabkan

pekerja-pekerja dalam lingkungan tersebut, termasuk penerbang, memiliki

risiko untuk mengalami gangguan pendengaran. Sebuah penelitian

menyebutkan bahwa kebisingan dalam pesawat terbang menyebabkan

gangguan pendengaran yang bersifat sementara (Kandou et al, 2013). Hal ini

menjadi masalah karena dapat mengganggu komunikasi antara penerbang

dengan Air Traffic Controller (ATC).

Berdasarkan latar belakang di atas, peniliti tertarik untuk meneliti

hubungan antara total lama kerja dengan status pendengaran pada penerbang

TNI AU.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah yang akan diteliti

adalah sebagai berikut:

- Bagaimana hubungan total lama kerja dengan status pendengaran pada

penerbang TNI AU.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan total lama kerja dengan

(10)

3 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Manfaat Akademis

Memberikan wawasan tambahan mengenai hubungan total lama kerja

dengan status pendengaran pada penerbang TNI AU.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

tambahan mengenai kesehatan penerbangan, khususnya bagi penerbang.

Sehingga para penerbang lebih memperhatikan proteksi telinga dalam

menjalankan tugas kedinasannya.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Bising diartikan sebagai bunyi yang memiliki banyak frekuensi

(Soetirto et al, 2014). Pada saat telinga terpapar bising, terjadi penurunan

sensitivitas telinga yang merupakan salah satu mekanisme proteksi telinga.

Penurunan sensitivitas ini menyebabkan telinga hanya bisa mendengar bunyi

yang lebih keras daripada intensitas tertentu. Hal ini disebut sebagai threshold

shift atau perubahan ambang dengar. Perubahan ambang dengar ini dapat

bersifat sementara atau permanen (Truax, 1999).

Salah satu respon tubuh saat terpapar bising ialah terjadinya

vasokonstriksi, sehingga suplai darah sel rambut di organon corti berkurang.

Sel rambut eksterna merespon terutama terhadap bunyi dengan intensitas

rendah, sehingga apabila suplai darahnya berkurang dapat dengan mudah

menyebabkan kerusakan struktur tersebut. Apabila hal tersebut terjadi, proses

(11)

pendengaran menjadi tergantung semata-mata pada sel rambut interna. Sel

rambut interna merespon terhadap bunyi dengan intensitas tinggi. Hal inilah

yang menyebabkan peningkatan ambang dengar sementara. Ambang dengar

dapat kembali seperti semula bila terdapat periode bebas bising setelah

paparan terhadap bising atau setelah 24 jam. Apabila sel rambut eksterna

tidak melalui proses pemulihan, sel rambut eksterna akan kehilangan

kemampuannya dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Truax,

1999). Proses tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran.

Besarnya pengaruh kebisingan terhadap pendengaran ditentukan oleh durasi

paparan terhadap kebisingan, frekuensi bunyi dan derajat kebisingannya

(Bashiruddin et al, 2014).

Penerbang, dalam lingkungan pekerjaannya, terpapar kebisingan untuk

jangka waktu tertentu pada saat penerbangan. Hal ini terjadi terus-menerus

selama bertahun-tahun. Paparan bising jangka panjang memberikan efek

berbahaya karena terjadi akumulasi efek kebisingan pada kokhlea. Dapat

terjadi peningkatan ambang dengar sementara dan bila terjadi secara

berkelanjutan menyebabkan peningkatan ambang dengar permanen (Pratiwi,

2012; Truax 1999). Penerbang pesawat tempur TNI AU dalam sehari dapat

terbang maksimal sampai dengan 4 jam. Penerbang pesawat angkut terbang

maksimal 8 jam per hari. Penerbang helikopter maksimal menerbangkan

helikopter selama 6 jam per hari (Kasubdisbinlambangja, 2015).

Di dalam kokpit pesawat terbang, intensitas bunyi dapat mencapai

115—120 dB (Rajguru, 2013). Berdasarkan rekomendasi Kementrian Tenaga

Kerja, seseorang hanya boleh terpajan intensitas bunyi 100 dB selama 15

menit dan 115dB—120dB selama 7,03—28,12 detik.

Kerusakan akibat bising pada telinga bervariasi. Daerah yang pertama

terkena ialah organon korti di koklea terutama sel rambut (Pratiwi, 2012). Lesi

dapat berupa disosiasi organon corti, ruptur membran, perubahan stereosilia

dan organel subseluler. Selain hal-hal tersebut, bising juga dapat menimbulkan

(12)

5

vaskularis yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan pendengaran

berupa tuli sensorineural (Soetirto et al, 2014).

1.5.2 Hipotesis

Lama kerja berhubungan dengan status pendengaran pada penerbang TNI

AU.

(13)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Total lama kerja tidak berhubungan dengan status pendengaran penerbang

TNI AU karena nilai p>0,05.

2. Terdapat peningkatan risiko sebesar 2,014 kali pada penerbang dengan lama kerja ≥10 tahun untuk menderita gangguan pendengaran berupa NIHL, yang ditinjau dari nilai OR.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data primer dan

kuesioner mengenai jenis pesawat yang digunakan dan kebiasaan

menggunakan alat pelindung telinga.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan penelitian prospektif

(cohort).

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih

(14)

44

DAFTAR PUSTAKA

Adams G L, Boies L R, Higler P H, 1994. Audiologi. Boeis:buku ajar penyakit tht ed 6. Jakarta: EGC. hal 49, 55.

Barrientos M, Lendrum D, Steenland K, 2004. Occupational noise:assessing the burden of disease from work-related hearing impairment at national and

local levels. Diambil dari

http://www.who.int/quantifying_ehimpacts/publications/en/ebd9.pdf., 14

Jan 2015

Bashiruddin J, Soetirto I. 2014. Noise induced hearing loss. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher ed 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hal 42-45.

Dinas Penerangan TNI AU. 2010. Tugas Pokok dan Fungsi RUSPAU. Diambil dari http://tni-au.mil.id/content/tugas-pokok-dan-visi-misi-ruspau.,

7 Oktober 2015

Dobie, RA. 2006. Noise Induced Hearing Loss. Head and neck

surgery-otolaryngology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.

Drake R, Vogl W, Mitchell A. 2010. Ear. Gray’s anatomy for students 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier.p 902—919.

Ganong. 2012. Hearing and equilibrium. Review of medical physiology 24thed. Singapore: Mc Graw Hill. p209

Gelfand S A. 2009. Pure tone audiometry. Essentials of audiology. New York: Thieme Medical Publisher, Inc. hal 127.

(15)

Hanum K, Haksono H, Basuki B. 2006. Duration of works, flight ours, and blood

preassure related to noise-induced hearing loss among Indonesian Air Force

helicopter pilots. Medical Journal Indonesia, 15(3): hal 185—190.

Kandou L, Mulyono. 2013. Hubungan karakteristik dengan peningkatan ambang pendengaran penebang di balai kesehatan penerbangan jakarta. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 1(2): hal 1–9.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 tahun 1999 tentang Nilai _pangab06_1991.pdf.pdf ., 7 Oktober 2015

Moore K, Dalley F. 2010. Clinically oriented anatomy 5th ed. Baltimore:

Lippincott William & Wilkins. P1022—1033

National Institute for Occupational Safety and Health. 2015. Hearing loss

prevention programs . diambil dari

http://www.cdc.gov/niosh/topics/noise/prevention.html., 11 Januari 2016

Notoatmodjo S. 2012. Pengolahan dan analisis data. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. hal 182—186.

Occupational Safety and Health Organization. Technical Manual. Diambil dari https://www.osha.gov/dts/osta/otm/new_noise/index.html., 4 September 2015

(16)

46

Tesis. diambil dari

http://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/26765/NTY3MTY=/Pengaruh-t ingkat-kebisingan-pesawat-Herkules-dan-helikopter-terhadap-Terjadinya-g angguan-pendengaran-Pada-penerbang-tni-au-abstrak.pdf., 8 Oktober 2015

Rajguru. 2013. Enhancing aircrew protection against noise-induced hearing loss.

Aviat Space Environ Med, 12(84):p1268—1276.

Sataloff R T, Sataloff J, 2006. Sensorineural hearing loss: diagnostic criteria.

Occupational hearing loss, 3rd ed. Florida: CRC Press. p211—214.

Sherwood L. 2010. Human physiology from cells to system 7th ed. California: Yolanda Cossio. p213

Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. 2014. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher ed 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hal 10—22.

Sulisyanto A, Samihardja Y, Suprihati. 2009. Hubungan lama kerja dengan NIHL.

Sains medika. 1(1): hal 71-80.

TNI AU, 2013. Prosedur tetap manajemen keselamatan terbang dan kerja di

satuan pemeliharaan 15. diambil dari

http://tni-au-adf-jwg.org/wp-content/uploads/2013/08/SMP-SATHAR-15. pdf., 8 Oktober 2015

Truax B. Threshold shift. Handbook for acoustic ecology 2ed. Cambridge Street

Publishing, 1999. Diunduh dari

http://www.sfu.ca/sonic-studio/handbook/., 8 Agustus 2015

World Health Organization. 2011. Noise Sources. Diambil dari

http://www.who.int/docstore/peh/noise/Comnoise-2.pdf., 15 Jan 2015

Yong J S, Wang D. 2015. Impact of noise on hearing in the military. Military Medical Research. 2(6): hal 1—6.

Gambar

Tabel 2.1 Derajat ketulian

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran PKn Melalui Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) di Kelas V SDN Inpres Popisi kecamatan Peling

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan bagaimana menciptakan sebuah alat dalam pembelajaran mata kuliah animasi

Sehubungan dengan evaluasi Dokumen Penawaran Saudara untuk pekerjaan BELANJA MAKANAN DAN MINUMAN HARIAN PASIEN, maka bersama ini diharap kehadirannya besok pada :.. Membawa dokumen

Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, meliputi segala sesuatu

Setelah diperoleh semua parameter yang digunakan dalam perhitungan potensi cadangan energi panasbumi dengan metode volumetrik, dapat diperkirakan bahwa potensi cadangan

Pembelajaran yang dilakukan oleh SD Seolah Alam tidak hanya sekedar distandarkan oleh Diknas saja akan tetapi lebih dari itu, sekolah alam Baturraden membawa pembelajaran

Daerah utama pengembangan kedelai dengan usaha tani pola (a) berada di Wilayah Pembangunan Utara (WPU): Kecamatan Ciranjang, Sukaluyu, dan Kecamatan Bojongpicung.. Adapun

(2004) mengidentifikasi bahwa pengembangan diversifikasi usahatani tanaman pangan diperlukan kondisi sebagai berikut: (a) aksesibilitas terhadap benih tanaman hortikultur