• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT X Pola dan Sensitivitas Kuman terhadap Antibiotik pada Pasien Pneumonia Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Periode Januari-September 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT X Pola dan Sensitivitas Kuman terhadap Antibiotik pada Pasien Pneumonia Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Periode Januari-September 2015."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIK PADA

PASIEN PNEUMONIA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT X

PERIODE JANUARI-SEPTEMBER 2015

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

EMI PUTRI PRIMASARI

K 100120185

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)
(3)

POLA DAN SENSITIVITAS KUMAN TERHADAP ANTIBIOTIK PADA

PASIEN PNEUMONIA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH Dr. MOEWARDI PERIODE JANUARI-SEPTEMBER 2015

PATTERN AND SENSITIVITY BACTERIAL TO ANTIBIOTICS

PNEUMONIA INPATIENT IN X HOSPITAL

Emi Putri Primasari*, M. Kuswandi**, dan EM. Sutrisna*** *Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,

**Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, ***Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta

E-mail: emiputriprimasari94@gmail.com

ABSTRAK

Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang sangat serius dan menjadi salah satu penyebab kematian di dunia. Ironisnya, faktor risiko utama kematian ternyata akibat pemberian antibiotik yang tidak adekuat dan tidak tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan sensitivitas kuman terhadap antibiotik pada pasien pneumonia rawat inap di Rumah Sakit X periode Januari-September 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan mengumpulkan data dari rekam medik pasien rawat inap dan menguji sensitivitas kuman terhadap antibiotik dari isolat rumah sakit. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa kuman penyebab pneumonia dari 92 pasien adalah Klebsiella pneumoniae (35,65%), kemudian diikuti Acinetobacter baumannii (17,26%), Pseudomonas aeruginosa (16,11%), Streptococcus mitis (13,76%), Escherichia coli (4,59%), Streptococcus pneumoniae (4,59%), Staphylococcus haemolyticus (4,59%), Streptococcus sanguinis (1,15%), Streptococcus parasanguinis (1,15%), dan Staphylococcus aureus (1,15%). Uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik di Rumah Sakit X periode Januari-September 2015 menunjukkan bahwa kuman Klebsiella pneumoniae (36 pasien) sensitif terhadap seftriakson (47,22%), siprofloksasin (16,67%), meropenem (36,11%) dan kuman Acinetobacter baumannii (20 pasien) resisten terhadap antibiotik meropenem (30%), seftriakson (10%), siprofloksasin (15%), amikasin (15%), levofloksasin (20%), gentamisin (10%). Penggunaan antibiotik definitif pasien pneumonia di Rumah Sakit X bulan Januari-September 2015 dibandingkan dengan hasil kultur sebanyak 57,45% tepat dan 42,55% tidak tepat.

Kata Kunci : Pneumonia, pola kuman, sensitivitas antibiotik.

ABSTRACT

Pneumonia is a very serious infection and the causes of death in the world. Ironically, the main risk factor of death was a result of inadequate and imprecise antibiotic administration. This study was to determinate pattern and sensitivity of bacterial to antibiotics in pneumonia patients hospitalized in the X Hospital from January to September 2015. This type of research was non-experimental by collecting data from medical records of inpatients and test the sensitivity of bacterial to antibiotics hospital isolates. Then the data were analyzed using descriptive methods. This study showed that bacterial the cause pneumonia than 92 patients were Klebsiella pneumoniae (35.65%), followed by Acinetobacter baumannii (17.26%), Pseudomonas aeruginosa (16.11%), Streptococcus mitis (13.76%), Escherichia coli (4.59%), Streptococcus pneumoniae (4.59%), Staphylococcus haemolyticus (4.59%), Streptococcus sanguinis (1.15%), Streptococcus parasanguinis (1.15%), and Staphylococcus aureus (1, 15%). Test sensitivity of bacterial to antibiotics in the X Hospital period of January-September 2015 showed the bacterial Klebsiella pneumoniae (36 patients) were sensitive to ceftriaxone (47.22%), ciprofloxacin (16.67%), meropenem (36.11%) and the bacterial Acinetobacter baumannii (20 patients) were resistant to the antibiotic meropenem (30%), ceftriaxone (10%), ciprofloxacin (15%), amikacin (15%), levofloxacin (20%), gentamicin (10%). The use of antibiotics definitive pneumonia patients at X Hospital from January to September 2015 compared with the results of the culture as much as 57.45% appropriate and 42.55% inappropriate.

(4)

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan istilah umum yang menandakan inflamasi pada daerah pertukaran gas dalam paru, biasanya mengimplikasikan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi. Pneumonia bisa didapat di komunitas baik pada individu yang sebelumnya bugar dan sehat atau pada mereka yang telah memiliki penyakit seperti Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau asma. Pneumonia didapat di rumah sakit (nosokomial) didefinisikan sebagai pneumonia yang berkembang dua hari atau lebih setelah dirawat di rumah sakit untuk penyebab lain (Francis, 2012).

Banyak kuman penyebab pada pneumonia, secara spesifik yang didapatkan dari masyarakat antara lain Klebsiella pneumonia, Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan Chlamydia pneumoniae (Elliott et al., 2009). Klebsiella pneumonia merupakan kuman Gram negatif, berbentuk batang, memiliki kapsul, kuman yang non motil (tidak bergerak), dapat memfermentasikan laktosa. Kadang-kadang Klebsiella pneumonia menyebabkan infeksi pada saluran kencing dan juga radang pada paru-paru. Kuman ini juga menyebabkan infeksi di rumah sakit (Brooks et al., 2005).

Mekanisme resistensi terhadap antibiotik dari kuman Gram negatif adalah resistensi melalui penutupan celah atau pori pada dinding sel kuman sehingga meningkatkan produksi betalaktamase. Struktur betalaktam rusak dan terjadi peningkatan aktivasi pada pompa keluaran dalam membran. Antibiotik tidak dapat menghambat sintesis protein kuman. Hal ini menyebabkan kuman membawa obat keluar sebelum memberikan efek (Noer, 2012).

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik (Setiabudy, 2008).

Sefalosporin poten terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Seperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel (Istiantoro et al., 2008).

(5)

Influenzae. Terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Enterococcus golongan ini tidak poten. Kuman anaerob memiliki sensitivitas terhadap sefoksitin (Istiantoro et al., 2008).

Fluorokuinolon lama (ciprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin) mempunyai daya hambat yang sangat kuat terhadap E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. influenzae. Terhadap kuman Gram positif daya hambatnya kurang baik (Setiabudy, 2008).

Aminoglikosida kumansidal cepat. Pengaruh aminoglikosida menghambat sintesis protein dan menyebabkan salah baca dalam penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat. Berdasarkan kenyataan tersebut, diperkirakan aminoglikosida menimbulkan pula berbagai efek sekunder lain terhadap fungsi sel mikroba, yaitu terhadap respirasi, adaptasi enzim, keutuhan membran, dan keutuhan RNA (Istiantoro et al., 2008).

Resistensi kuman terhadap antibiotik membawakan masalah tersendiri yang dapat menggagalkan terapi antibiotik. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah. Pada penyakit pneumonia, dinding sel pseudomonas tidak dapat ditembus oleh penisilin G. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba tidak dapat ditembus oleh antibiotik (Wattimena, 2005).

METODE PENELITIAN

Kategori Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan metode deskriptif.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, pembakar bunsen, tabung reaksi, rak tabung, ose bulat, pipet tetes, cawan petri, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, pengaduk, oven (Memmert), autoklaf (My Life), LAF, inkubator (Memmert), dan mesin vitex (Vitex 2 compact).

Bahan yang digunakan adalah isolat kuman Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter baumanii, alkohol 70%, media isolasi (Nutrient Agar, BHI, dan Mueller Hinton), salin steril, dan disk antibiotik (meropenem, siprofloksasin, sefepim, ampisilin, gentamisin, amikasin, seftriakson, dan trimetoprim).

Prosedur Penelitian

1. Sterilisasi

(6)

2. Pengambilan Sampel

Sampel untuk kultur diambil dari isolat pada pasien rawat inap penderita pneumonia di Rumah Sakit X bulan September 2015. Kuman dikembangbiakkan dalam media Nutrient Agar . Koloni diambil dengan ose bulat yang sudah disterilkan dengan alkohol 70% dan dibakar pada bunsen. Koloni digoreskan pada media NA (Nutrient Agar) dan diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam. Tiga koloni disuspensikan ke dalam 3 mL BHI cair kemudian diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 3 jam. Selanjutnya dilakukan uji sensitivitas.

3. Uji Sensitivitas

Uji sensitivitas terhadap antibiotik dengan metode difusi cakram. Suspensi ditambah salin steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar 0,5 Mc Farland atau konsentrasi kuman 1,5 x 108 CFU per mL. Suspensi diambil 200 µL dan diratakan pada permukaan media MH (Mueller Hinton). Permukaan media diberi disk antibiotik dan diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam. Kuman yang rentan akan memperlihatkan zona hambat pertumbuhan di sekitar cakram (kertas saring). Untuk menentukan bakteri resisten atau sensitif, zona hambat mengacu pada Clinical and Laboratory Standard Institute (Elliott et al., 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subyek dalam penelitian ini adalah 92 pasien dengan diagnosis pneumonia yang mendapat terapi antibiotik di Rumah Sakit X periode Januari-September 2015. Data pada penelitian ini diambil dari data sekunder dan data primer. Jumlah sampel data sekunder sebanyak 87 pasien yang diambil bulan Januari-Juni 2015. Sampel data primer sebanyak 5 pasien yang didapat di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X bulan September 2015.

Tabel 1. Karakteristik pasien pneumonia berdasarkan umur dan jenis kelamin di RSUD Dr. Moewardi tahun 2015

Usia Jumlah Pasien (n) Persentase (%)

0-18 tahun 2 2

19-64 tahun 55 63

>65 tahun 30 35

Jumlah 87 100

Jenis Kelamin Jumlah Pasien (n) Persentase (%)

Laki-laki 45 52

Perempuan 42 48

Jumlah 87 100

(7)

yaitu usia remaja (0-18 tahun) sebanyak 2 pasien (2%), usia dewasa (19-64 tahun) sebanyak 55 pasien (63%), dan usia lanjut (>65 tahun) sebanyak 30 pasien (35%).

Jumlah pasien pneumonia yang diuji kultur di Rumah Sakit X bulan Januari-Juni tahun 2015 secara keseluruhan yaitu 87 pasien, 45 pasien laki-laki (52%) dan 42 pasien perempuan (48%). Penderita pneumonia laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Hal ini karena pada laki-laki sering beraktivitas diluar rumah dan lebih cenderung mengkonsumsi rokok dimana asapnya mengandung banyak zat kimia yang dapat memicu infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia (Nugroho dkk., 2011).

Tabel 2. Jumlah isolat kuman pada penderita pneumonia

Kuman Jumlah Isolat (n) Persentase (%)

Klebsiella pneumoniae 31 35,65

Acinetobacter baumannii 15 17,26

Pseudomonas aeruginosa 14 16,11

Streptococcus mitis 12 13,76

Staphylococcus haemolyticus 4 4,59

Escherichia coli 4 4,59

Streptococcus pneumoniae 4 4,59

Streptococcus sanguinis 1 1,15

Streptococcus parasanguinis 1 1,15

Staphylococcus aureus 1 1,15

Jumlah 87 100

Dari hasil yang telah didapatkan (Tabel 2), kuman penyebab pneumonia yang paling banyak ditemukan adalah kuman Gram-negatif antara lain Klebsiella pneumoniae sebanyak 31 pasien (35,65%), kemudian diikuti Acinetobacter baumannii (17,26%), Pseudomonas aeruginosa (16,11%), Escherichia coli (4,59%). Kuman penyebab pneumonia Gram-positif yaitu Streptococcus mitis (13,76%), Streptococcus pneumoniae (4,59%), Staphylococcus haemolyticus (4,59%), Streptococcus sanguinis (1,15%), Streptococcus parasanguinis (1,15%), dan Staphylococcus aureus (1,15%).

Penelitian Amalia et al. (2012) di Yogyakarta menyebutkan bahwa kuman Gram negatif merupakan kuman penyebab pneumonia dengan persentase sebesar 61,29%. Jenis kuman Gram negatif terdiri dari Klebsiella pneumoniae (6,45%) dan Pseudomonas aeruginosa (51,61%). Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu kuman penyebab infeksi saluran nafas bawah terutama pneumonia dengan jumlah yang meningkat setiap tahunnya. Penelitian Shrestha et al. (2013) di Nepal menjelaskan bahwa kuman patogen penyebab pneumonia adalah Pseudomonas spp dengan persentase sebesar 34%. Perbedaan distribusi kuman patogen pada daerah dan waktu yang berbeda dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.

Tabel 3. Persentase sensitivitas kuman penyebab pneumonia

Antibiotik

Persentase sensitivitas (%)

Kp Ab Pa n=31 n=15 n=14

Seftriakson 51,61 13,33 42,86

Siprofloksasin 16,13 13,33 50

Meropenem 32,26 26,67 7,14

Amikasin 0 13,33 0

Levofloksasin 0 26,67 0

Gentamisin 0 6,67 0

(8)

Tabel 3 menerangkan bahwa kuman penyebab paling banyak pada pasien pneumonia bulan Januari-Juni 2015. Klebsiella pneumoniae ditemukan pada 31 pasien dan antibiotik yang berpotensi yaitu seftriakson (51,61%), meropenem (32,26%), dan siprofloksasin (16,13%). Diikuti kuman Acinetobacter baumanii sebanyak 15 pasien dengan antibiotik meropenem (26,67%), levofloksasin (26,67%), seftriakson (13,33%), siprofloksasin (13,33%), amikasin (13,33%), dan gentamisin (6,67%). Pseudomonas aeruginosa sebanyak 14 pasien dengan antibiotik yang berpotensi terhadap kuman tersebut adalah siprofloksasin (50%), seftriakson (42,86%), dan meropenem (7,14%).

Kuman penyebab lainnya adalah Streptococcus mitis 12 pasien dan sensitivitas kuman terhadap antibiotik levofloksasin (50%), vankomisin (33,33%), dan azitromisin (16,67%). Empat pasien dengan kuman penyebab Staphylococcus haemolyticus dan antibiotik yang berpotensi adalah vankomisin (75%) dan tobramisin (25%), Escherichia coli dengan antibiotik seftriakson (50%) dan meropenem (50%), Streptococcus pneumoniae dengan antibiotik yang digunakan vankomisin (75%) dan levofloksasin (25%).

Kuman penyebab pneumonia sebanyak 1 pasien adalah Streptococcus sanguinis dengan antibiotik vankomisin, Streptococcus parasanguinis menggunakan antibiotik seftazidime, dan Staphylococcus aureus dengan antibiotik yang berpotensi levofloksasin.

Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumanii, dan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman penyebab pneumonia yang paling banyak. Kuman tersebut sensitif terhadap antibiotik setriakson, siprofloksasin, dan meropenem.

Tabel 4. Hasil uji sensitivitas isolat Klebsiella pneumoniae yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada bulan September 2015

Antibiotik No Lab pasien

772S 811S 821S

Keterangan : ZH : zona hambat; S : sensitif; R :resisten.

(9)

Sarathbabu et al. (2012) di India menjelaskan bahwa Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap amikasin dengan persentase 66,67%. Berdasarkan penelitian Radji et al. (2011) di Jakarta menyebutkan bahwa Klebsiella pneumoniae juga sensitif terhadap antibiotik golongan karbapenem yaitu imipenem dan meropenem.

Tabel 5. Hasil Uji Sensitivitas Isolat Acinetobacter baumanii yang Diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada bulan September 2015

Antibiotik No Lab pasien

820S 822S Keterangan : ZH : zona hambat; S : sensitif; R : resisten.

Tabel 5 menunjukkan bahwa Acinetobacter baumanii sensitif terhadap antibiotik meropenem, siprofloksasin, ampisilin dan gentamisin. Isolat 820S telah resisten terhadap siprofloksasin dan gentamisin. Siprofloksasin tidak dapat menghambat subunit A dari enzim DNA girase pada kuman sehingga DNA tetap dapat melakukan replikasi. Isolat 822S resisten terhadap ampisilin. Resistensi dapat terjadi karena ampisilin tidak dapat menghambat mukopeptida dalam sintesis dinding sel kuman. Kedua isolat memiliki sensitivitas terhadap antibiotik meropenem, sedangkan pada antibiotik sefepime, seftriakson, dan trimetroprim telah resisten.

Penelitian Moradi et al. (2015) di Iran menunjukkan hasil yang berbeda yaitu Acinetobacter baumanii sensitif terhadap aminoglikosida (gentamisin, amikasin, tobramisin), flurokuinolon (siprofloksasin dan levofloksasin), dan karbapenem (imipenem dan meropenem). Namun hasil uji sesuai dengan penelitian Shete et al. (2011) di India menyebutkan bahwa Acinetobacter baumanii sensitif terhadap imipenem dan meropenem.

(10)

Gambar 1. Persentase sensitivitas kuman terhadap aminoglikosida

Gambar 1 menerangkan bahwa Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap gentamisin dan amikasin dengan persentase yang sama yaitu 66,67%. Aminoglikosida dapat menghambat sintesis protein bakteri Klebsiella pneumoniae sehingga menyebabkan salah baca dalam penerjemahan DNA. Penelitian Radji et al. (2011) di Jakarta menjelaskan bahwa Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap antibiotik aminoglikosida yaitu fosfomisin.

Acinetobacter baumanii juga sensitif terhadap aminoglikosida dari 2 isolat kuman dengan persentase masing-masing 50%. Penelitian Fishbain et al. (2010) di Australia menyebutkan bahwa amikasin dan tobramisin merupakan 2 agen yang poten untuk melawan aktivitas isolat Acinetobacter baumanii.

Kuman lainnya seperti Pseudomonas aeruginosa juga sensitif terhadap aminoglikosida berdasarkan penelitian Anil et al. (2013) di Nepal menjelaskan bahwa Pseudomonas aeruginosa juga sensitif terhadap antibiotik amikasin dengan persentase sebesar 82,75 %. Hal yang sama pada penelitian Radji et al. (2011) di Jakarta menyatakan bahwa Pseudomonas aeruginosa memiliki sensitivitas terhadap amikasin.

Gambar 2. Persentase sensitivitas kuman terhadap carbapenem

Gambar 2 menerangkan bahwa 5 isolat yang terdiri dari 3 isolat Klebsiella pneumoniae dan 2 isolat Acinetobacter baumanii memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap antibiotik meropenem (100%). Antibiotik karbapenem merupakan antibiotik berspektrum luas yaitu

(11)

poten terhadap kuman Gram negatif maupun Gram positif. Sehingga dapat digunakan sebagai terapi empiris.

Sesuai dengan penelitian Radji et al. (2011) yang menyebutkan bahwa Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap antibiotik karbapenem (88,2%) dan Escherichia coli memiliki sensitivitas tinggi terhadap imipenem (92,3%).

Berdasarkan penelitian Fishbain et al. (2010) karbapenem merupakan salah satu antibiotik pilihan terapi yang paling penting untuk infeksi serius yang disebabkan oleh Acinetobacter baumanii. Penelitian Mohar et al. (2013) di India juga menjelaskan bahwa Pseudomonas aeruginosa mempunyai sensitivitas terhadap imipenem dengan persentase sebanyak 94,30%.

Gambar 3. Persentase sensitivitas kuman terhadap flurokuinolon

Gambar 3 menunjukkan bahwa Klebsiella pneumoniae resisten terhadap siprofloksasin sebesar 66,67% dan 2 isolat Acinetobacter baumanii resisten dengan persentase 50%. Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme menghambat DNA girase.

Penelitian Sarathbabu et al. (2012) di India menjelaskan bahwa Klebsiella pneumoniae untuk sampel sputum resisten terhadap ofloksasin dari tahun 2008 sampai 2010 dengan persentase sebanyak 50%; 47,23%; dan 53,85%. Penelitian Mohan et al. (2013) menyatakan bahwa Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap antibiotik ofloksasin(60,76%) dan siprofloksasin (49,37%).

Ketepatan antibiotik dapat dilihat dari penggunaan antibiotik baik pada terapi pasien atau panduan penggunaan antibiotik di Rumah Sakit X tahun 2011 dibandingkan dengan hasil uji sensitivitas di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMS. Terapi antibiotik penderita pneumonia di Rumah Sakit X bulan Januari-Juni tahun 2015 dengan kuman penyebab Klebsiella pneumoniae diberikan seftriakson, siprofloksasin, dan meropenem. Terapi antibiotik definitif pasien pneumonia di Rumah Sakit X bulan Januari-Juni 2015 dibandingkan dengan hasil uji sensitivitas sebanyak 57,14% tepat dan 42,86% tidak tepat.

(12)

Penggunaan antibiotik pasien pneumonia pada bulan September 2015 menggunakan seftriakson dan amikasin. Hasil uji sensitivitas isolat dari data primer adalah Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap meropenem, gentamisin, sefepim, amikasin, dan trimetroprim. Isolat 811S juga sensitif terhadap seftriakson. Pada isolat 821S memiliki sensitivitas terhadap meropenem, siprofloksasin, gentamisin, dan trimetroprim. Klebsiella pneumoniae yang awalnya sensitif terhadap siprofloksasin dan seftriakson, tetapi setelah dilakukan uji sensitivitas di Laboratorium Mikroboilogi Farmasi UMS dan uji kultur dengan vitex di Rumah Sakit X didapatkan bahwa kuman tersebut telah resisten terhadap antibiotik siprofloksasin dan seftriakson masing-masing sebesar 75%. Terapi antibiotik definitif pasien pneumonia di Rumah Sakit X bulan September 2015 dibandingkan dengan hasil uji sensitivitas sebanyak 60% tepat dan 40% tidak tepat.

Terapi empiris antibiotik penderita pneumonia di Rumah Sakit X bulan Januari-Juni 2015 dengan antibiotik seftriakson, siprofloksasin, meropenem, amikasin, levofloksasin, dan gentamisin. Penggunaan antibiotik pada bulan September 2015 dengan ampisilin dan siprofloksasin. Hasil uji sensitivitas kuman Acinetobacter baumanii pada isolat 820S terhadap meropenem, ampisilin, dan amikasin. Namun isolat 822S sensitif terhadap antibiotik meropenem, siprofloksasin, dan gentamisin. Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter baumanii setelah dilakukan uji sensitivitas di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMS telah resisten terhadap antibiotik seftriakson. Menurut hasil uji isolat untuk kuman Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap meropenem, sefepim, dan trimetroprim, sedangkan Acinetobacter baumanii memiliki sensitivitas tinggi terhadap meropenem.

Berdasarkan panduan penggunaan antibiotik di Rumah Sakit X tahun 2011, untuk kuman Enterobacteriaceae direkomendasikan terapi dengan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefepim) dan alternatif menggunakan imipenem (golongan karbapenem). Staphylococcus aureus direkomendasikan aminoglikosida (siprofloksasin, levofloksasin) dan alternatif menggunakan imipenem (golongan karbapenem).

(13)

Pemberian antibiotik pada pasien pneumonia di Rumah Sakit X sesuai dengan panduan penggunaan antibiotik tahun 2011. Tetapi antibiotik yang digunakan adalah sefalosporin generasi ketiga (seftriakson) kurang tepat karena berdasarkan hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa kuman tersebut telah resisten. Namun dapat diberikan dengan antibiotik sefalosporin generasi ketiga lainnya misal sefepim yang terbukti masih memiliki aktivitas dalam menghambat DNA girase pada kuman. Terapi alternatif menggunakan antibiotik golongan karbapenem yaitu meropenem.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kuman penyebab pneumonia adalah Klebsiella pneumoniae (35,65%), kemudian diikuti Acinetobacter baumannii (17,26%), Pseudomonas aeruginosa (16,11%), Streptococcus mitis (13,76%), Escherichia coli (4,59%), Streptococcus pneumoniae (4,59%), Staphylococcus haemolyticus (4,59%), Streptococcus sanguinis (1,15%), Streptococcus parasanguinis (1,15%), dan Staphylococcus aureus (1,15%). Uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik di Rumah Sakit X periode Januari-September 2015 menunjukkan bahwa kuman Klebsiella pneumoniae (36 pasien) sensitif terhadap seftriakson (47,22%), siprofloksasin (16,67%), meropenem (36,11%) dan kuman Acinetobacter baumannii (20 pasien) resisten terhadap antibiotik meropenem (30%), seftriakson (10%), siprofloksasin (15%), amikasin (15%), levofloksasin (20%), gentamisin (10%). Penggunaan antibiotik definitif pasien pneumonia di Rumah Sakit X bulan Januari-September 2015 dibandingkan dengan hasil kultur sebanyak 57,45% tepat dan 42,55% tidak tepat.

Saran

Jumlah sampel untuk uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UMS perlu ditambah agar hasil lebih akurat. Untuk peneliti selanjutnya pola dan uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik perlu dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk tiap unit perawatan, sehingga dengan adanya data tersebut bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan penggunaan antibiotik empiris secara rasional.

DAFTAR ACUAN

(14)

Anil, C. and Raza, M.S., 2013. Antimicrobial Susceptibility Patterns od Pseudomonas aeruginosa Clinical Isolates at A Tertiary Care Hispital in Kathamandu Nepal. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, Nepal, 3, 6, pp. 235-238.

Brooks, G., Butel, J., Morse, S., 2005. Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang. Edisi 5, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Brooks, G., Butel, J., Morse, S., 2005. Makrolid. Edisi 5, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Brooks, G., Butel, J., Morse, S., 2000. Pseudomonas, Acinetobacter, dan Bakteri Gram Negatif Lain. Edisi 5, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Cappucino, J., G. and Sherman, N., 2014. Manual Laboratorium Mikrobiologi, Edisi 8, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 440-441.

Elliott, T., Worthington, T., Osman, H., Gill, M., 2009. Mikrobiologi Kedokteran dan Infeksi. Edisi 4, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 154-219.

Fishbain, J. and Anton, Y. P., 2010. Treatment of Acinetobacter Infections. Reviews of Anti-Infective Agents, Australia.

Francis, C., 2012. Perawatan Respirasi Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 194-195.

Gould, D. And Christine B., 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Istiantoro, Y. and Gan, V., 2008. Aminoglikosid. Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 705-707.

Istiantoro, Y. and Gan, V., 2008. Penisilin, Sefalosporin, dan Antibiotik Betalaktam Lainnya. Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 667-681.

Locke, 2013. Microbiology Infectious Disease On The Move. PT Indeks, Jakarta, pp. 120-126.

Mohan, Lava, R., Prashanth, Vinod, N., Metri, B., Nayak, V., 2013. Prevalence and Antibiotic Sensitivity Pattern of Pseudomonas aeruginosa; an Emerging Nosocomial Pathogen. International Journal of Biological & Medical Research, India, 4, 1, pp. 2729-2731.

Moradi, J., Farhad, B. H., Abbas, B., 2015. Antibiotic Resistance of Acinetobacter baumanii in Iran: A Systemic Review of The Published Literature. Osong Public Health Res Perspect, Iran, 6, 2, pp. 79-86.

(15)

Noer, S.,F., 2012. Pola Bakteri dan Resistensinya terhadap Antibiotik yang Ditemukan pada Air dan Udara Ruang Instalasi Rawat Khusus RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 16, ), pp. 73–78.

Nugroho, F., Pri, I. U., Ika, Y., 2011. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penyakit Pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga. Pharmacy, Purbalingga, 8, 1, pp. 141-154.

Prest, M., 2003. Penggunaan Obat pada Anak-anak. Farmasi Klinis, Universitas Surabaya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 191-192.

Radji, M., Siti, F., Nurgani, A., 2011. Antibiotic Sensitivity Pattern of Bacterial Pathogens in The Intensive Care Unit of Fatmawati Hospital Jakarta. Asian Pac J Trop Biomed, Jakarta, 1, 1, pp. 39-42.

Regasa, B., 2014. Drug Resistance Patterns of Bacterial Pathogens from Adult Patients with Pneumonia in Arba Minch Hospital. Medical Microbiology & Diagnosis, South Ethiopia, 2, 4.

Sarathbabu, R., Ramani, T. V., Bhaskara, K., Supriya, P., 2012. Antibiotic Susceptibility Pattern of Klebsiella pneumoniae Isolated from Sputum, Urine, and Pus Samples. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Science, 1, 2, pp. 4-9.

Sears, B., W., Spear, L., Rodrigo, S., 2006. Intisari Mikrobiologi dan Imunologi. Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 137-141.

Sembiring, R., O., Porotu’o, J., Waworuntu, O., 2013. Identifikasi Bakteri dan Uji Kepekaan terhadap Antibiotik pada Penderita Tonsilitis di Poliklinik THT-KL BLU RSU Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode November 2012-Januari 2013. Jurnal e-Biomedik(eBM), Manado, 1, 2, pp. 1053–1057.

Septiari, B. B., 2012. Infeksi Nosokomial. Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta.

Setiabudy, R., 2008. Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon. Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp.718-719.

Setiabudy, R., 2008. Golongan Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 694-695.

Setiabudy, R., 2008. Pengantar Antimikroba. Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 585-595.

(16)

Shete, V.,B., Dnyaneshwari, P.,G., Vrishali, A.,M., Arvind, V. B., 2011. Multi-drug Resistant Acinetobecter baumanii Ventilator-associated Pneumonia. Lung India, India, 27, 4, pp. 217-220.

Shetty, H.,G.,M. and Woodhouse, K., 2003. Geriatrics: Clinical Pharmacy and Therapeutics. 3rd Edition, Churchill Livingstone, London, pp. 127.

Vandepitte, J., Verhaegen, J., Engbaek, K., Rohner, P., Piot, P., Heuck, C.,C., 2010. Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis. Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik pasien pneumonia berdasarkan umur dan jenis kelamin di RSUD Dr
Tabel 2. Jumlah isolat kuman pada penderita pneumonia
Tabel 4. Hasil uji sensitivitas isolat Klebsiella pneumoniae yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada bulan September 2015
Tabel 5. Hasil Uji Sensitivitas Isolat Acinetobacter baumanii yang Diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit X pada bulan September 2015
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis hubungan bernilai positif dari variabel pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung terhadap efektivitas kerja maka sudah saatnya pimpinan

Development of water supply system at IKK Randudongkal planned in the year 2010 - 2021, covering entire countryside at IKK Randudongkal with improvement of service 2 - 5 % per

4.2.1.3 The Effect of Cooperative Learning in Improving Students Writing Competence .... viii LIST

Lama menderita DM, obesitas, kadar gula tidak terkontrol, ketidakpatuhan diet, latihan fisik (olahraga), berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki

Tingkat pengetahuan dan sikap pasien diabetes mellitus selama proses perawatan mempunyai hubungan signifikan dengan kepatuhan diet yang diterapkan oleh pihak rumah sakit

telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak metanol kulit buah delima pada. konsentrasi 50 mg/disk terhadap Pseudomonas aeruginosa

[r]

Dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembiayaan pensiunan pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Bukittinggi penulis dalam proses pengumpulan datanya merasa perlu