• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Kalasan Sleman tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Kalasan Sleman tahun 2015."

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)

SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015 Oleh:

Veronica Tyas Larasati (121134106) Universitas Sanata Dharma

2016

Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Se-Kecamatan Kalasan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi, nilai dalam pembelajaran IPA masih rendah. Tujuan peneliti memfokuskan penelitian tersebut dengan tujuan peneliti mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kasan Kabupaten Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.

Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survey. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Populasi seluruh siswa SD Negeri se-Kecamatan Kalasan 863 siswa, dan jumlah sampel yang digunakan peneliti ada 265 siswa. Pengolahan data dilakukan secara random sampling dari setiap sekolah, siswa akan diacak menggunakan undian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat suatau karya model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Selain itu diperoleh data bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.

(2)

THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENT IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN KALASAN DISTRICT OF SLEMAN REGENCY

Veronica Tyas Larasati (121134106) Sanata Dharma University

2016

In the learning process of Mathematical and Natural Science in subdistrict Kalasan, there are still many student who experience misconception, the value of the learning process of Mathematical and Natural Science still esay. Therefore, the researcher focuses on that researcher to describe Mathematical and Natural Science misconception of the fifth grade student in the semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman. Then, this research also aims to find out the differences of Mathematical and Natural Science misconception based on the gender of the fifth grade students in semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman.

The researcher uses quantitative survey as a research method. The instrument used by the researcher are test instrument and non-test instrument.

The result shows that the fifth grade student of elementary school in the subdistrict Kalasan experienced misconception on energy concep, simple instrument making a model creation using light characteristics, and the corossion process in land formation. Then, there is also different Mathematical and Natural Science misconception especially in a Physics based on gender of the fifth grade student in semester 2 of elementary school in subdistrict Kalasan

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Veronica Tyas Larasati

NIM : 121134106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Veronica Tyas Larasati

NIM : 121134106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Allah yang telah mewakilkan dirinya kepada orang-orang ini:

Kedua orangtuaku tercinta untuk Bapak Agus Irianto dan Ibu Yustina Sri Hartanti

yang telah memberikan segalanya yang tidak pernah aku dapatkan di luar sana.

Semua orang yang aku temui yang sudah menjadi guru yang paling berharga di

kehidupanku.

Almamaterku

(8)

v MOTTO

1. Man jadda wajada, man shabara zhafira. “Siapa yang bersungguh

-sungguh, maka dia akan berhasil, siapa yang bersabar dia akan beruntung”

(Ahmad Fuadi).

2. Every time you smile at someone, it is an action of love, a gift to that person, a beautiful thing (Mother Theresa).

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Maret 2016 Penulis,

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Univesitas Sanata Dharma : Nama: Veronica Tyas Larasati

Nomor Mahasiswa : 121134106

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

͞MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015͟

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian surat ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 15 Maret 2016

Yang menyatakan

(11)

viii

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

Oleh:

Veronica Tyas Larasati (121134106) Universitas Sanata Dharma

2016

Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Se-Kecamatan Kalasan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi, nilai dalam pembelajaran IPA masih rendah. Tujuan peneliti memfokuskan penelitian tersebut dengan tujuan peneliti mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kasan Kabupaten Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.

Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survey. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Populasi seluruh siswa SD Negeri se-Kecamatan Kalasan 863 siswa, dan jumlah sampel yang digunakan peneliti ada 265 siswa. Pengolahan data dilakukan secara random sampling dari setiap sekolah, siswa akan diacak menggunakan undian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat suatau karya model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Selain itu diperoleh data bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.

(12)

ix

ABSTRACT

THE MISKONSEPTION ON THE ELEMTENTS OF PHYSICS INN SCIENCE SUBJECT ON THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENT

IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN KALASAN DISTRICT OF SLEMAN REGENCY

Veronica Tyas Larasati (121134106) Sanata Dharma University

2016

In the learning process of Mathematical and Natural Science in subdistrict Kalasan, there are still many student who experience misconception, the value of the learning process of Mathematical and Natural Science still esay. Therefore, the researcher focuses on that researcher to describe Mathematical and Natural Science misconception of the fifth grade student in the semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman. Then, this research also aims to find out the differences of Mathematical and Natural Science misconception based on the gender of the fifth grade students in semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman.

The researcher uses quantitative survey as a research method. The instrument used by the researcher are test instrument and non-test instrument.

The result shows that the fifth grade student of elementary school in the subdistrict Kalasan experienced misconception on energy concep, simple instrument making a model creation using light characteristics, and the corossion process in land formation. Then, there is also different Mathematical and Natural Science misconception especially in a Physics based on gender of the fifth grade student in semester 2 of elementary school in subdistrict Kalasan

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena peneliti dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa

Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan Sleman Tahun 2015”. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. Selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Maria Melani Ika S., S.Pd., M.Pd. Selaku selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah memberikan dorongan, motivasi, dan perhatian sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

memberikan saran dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf PGSD, terima kasih atas bantuannya.

7. Sahabat payung “Menuju Cita” yang selalu memberikan doa, masukan dan dorongan, serta semangat.

8. Semua guru dan karyawan serta siswa SDN Se-Kecamatan Kalasan Sleman

Yogyakarta yang telah membantu melaksanakan penelitian.

9. Siswa-siswi SDN Se-Kecamatan Kalasan Sleman Yogyakarta yang telah

(14)

xi

10.Orang tuaku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan, cintakasih, dan

menunjang segala kebutuhan.

11.Seluruh keluarga besar Paulus Sumiharjo yang telah memberikan semangat dan

bantuannya.

12.Sahabat-sahabatku semua teman-teman kelas C angkatan 2012, Defira

Alizuna, dan Adri Budi Darma terima kasih atas dorongan, semangat dan

bantuannya.

13.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dan memberikan dukungan.

Semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti mendapat balasan yang terbaik dan berlimpah dari Tuhan Yesus Kristus. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi peneliti, pembaca, maupun dunia pendidikan.

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Masalah ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Konsep ... 10

3. Miskonsepsi ... 11

(16)

xiii

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ... 23

6. Miskonsepsi IPA ... 42

7. Jenis Kelamin ... 43

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 47

C. Kerangka Perpikir ... 51

D. Hipotesis Penelitian ... 54

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A. Jenis Penelitian ... 54

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 55

C.Populasi dan Sampel ... 56

D. Variabel Penelitian ... 61

E. Teknik Pengumpulan Data ... 62

F. Teknik Pengujian Instrume ... 68

G. Teknik Analisis Data ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 85

A. Hasil Penelitian ... 85

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 85

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 87

3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Se- Kecamatan Kalasan ... 88

4. Uji Prasyarat Analisis untuk Melihat Perbedaan Miskonsespsi Siswa Kelas V dilihat dari Jenis Kelamin ... 127

B. Pembahasan ... 132

BAB V PENUTUP ... 137

A. Kesimpulan ... 137

B. Keterbatasan Penelitian ... 137

C. Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 139

LAMPIRAN ... 142

(17)
(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gaya Grafitasi ... 27

Gambar 2.2 Magnet ... 28

Gambar 2.3 Gaya Gesek ... 30

Gambar 2.4 Tuas Jenis 1 ... 31

Gambar 2.5 Tuas Jenis 2 ... 32

Gambar 2.6 Tuas Jenis 3 ... 33

Gambar 2.7 Bidang Miring ... 33

Gambar 2.8 Katrol... 34

Gambar 2.9 Sepeda Beroda ... 34

Gambar 2.10 Cahaya ... 35

Gambar 2.11 Pembiasan Cahaya... 36

Gambar 2.12 Pemantulan Teratur... 37

Gambar 2.13 Pemantulan Tidak Teratur ... 38

Gambar 2.14 Penampang Bumi ... 41

Gambar 3.1 Rumus Product Moment ... 73

Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Kelamin Siswa ... 88

Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan ... 90

Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 1 ... 92

Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 2 ... 93

Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 3 ... 94

Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 4 ... 96

Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 5 ... 97

Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 6... 98

(19)

xvi

Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 7...

Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri

Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 8 ... 100

Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 9 ... 101

Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 10 ... 102

Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 11 ... 103

Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 12 ... 104

Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 13... 105

Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 14 ... 106

Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 15 ... 107

Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 16 ... 108

Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 17 ... 109

Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 18 ... 110

Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 19 ... 111

Gambar 4.22 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 20 ... 112

Gambar 4.23 Persentase Miskonsepsi Siswa pada Soal Uraian... 114

Gambar 4.24 Histogram Jenis Kelamin Siswa ... 129

(20)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 57

Tabel 3.2 Krejcie dan Morgan ... 58

Tabel 3.3. Sampel dan Populasi ... 59

Tabel 3.4 Kisi-kisi Soal Pilihan Gandan dan Esai ... 64

Tabel 3.5 Pedoman Wawancara ... 67

Tabel 3.6 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 70

Tabel 3.7 Hasil Validitas Muka ... 72

Tabel 3.8 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda ... 74

Tabel 3.9 Hasil Validitas Soal Pilihan Esai ... 76

Tabel 3.10 Koefisien Reliabilitas ... 77

Tabel 3.11 Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 78

Tabel 3.12 Reliabilitas Soal Pilihan Esai ... 78

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Siswa... 87

Tabel 4.2 KD dan Nomor Aitem Soal yang Mewakili pada Instrumen Pilihan Ganda ... 89

Tabel 4.3 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 1 ... 115

Tabel 4.4 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 4 ... 118

Tabel 4.5 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 2 ... 120

Tabel 4.6 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 3 ... 122

Tabel 4.7 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 5 ... 125

(21)

xviii

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Surat Ijin... 142

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 143

Lampiran 1.2 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ... 144

Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA Kab. Sleman ... 145

Lampiran 1.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari UPTD Kec. Kalasan ... 146

Lampiran 2 Data Penelitian... 147

Lampiran 2.1 Rangkuman Data SD Negeri di Kecamatan Kalasan ... 148

Lampiran 2.2 Data Hasil Tes Siswa Kelas V ... 149

Lampiran 2.3 Data Sekolah dan Jenis Kelamin Siswa ... 156

Lampiran 2.4 Hasil validasi isi instrumen pilihan ganda dan uraian ... 163

Lampiran 2.5 Rekap Data Miskonsepsi Untuk Instrrumen Soal Pilihan Ganda ... 169

Lampiran 2.6 Rekap Data Miskonsepsi Untuk Instrrumen Soal Uraian ... 177

Lampiran 3 Instrumen Penelitian... 182

Lampiran 3.1 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Expert Judgment ... 183

Lampiran 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Expert Judgment... 206

Lampiran 3.3. Petunjuk Pengisian Soal dan Identitas Responden... 217

Lampiran 3.4 Soal Pilihan Ganda Penelitian... 219

Lampiran 3.5 Soal Uraian Penelitian... 225

Lampiran 4 Hasil Validasi Ahli... 226

Lampiran 4.1 Permohonan Izin Validasi Ahli... 227

Lampiran 4.2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda... 228

Lampiran 4.3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Uraian... 239

Lampiran 5 Hasil Validitas dan Reliabilitas... 242

Lampiran 5.1 Hasil Validitas Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ... 243

Lampiran 5.2 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 246

Lampiran 5.3 Hasil Validitas Instrumen Soal Uraian Uji Empiris... 247

Lampiran 5.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Uraian... 248

Lampiran 6 Uji Asumsi Dasar Penelitian... 249

Lampiran 6.1 Hasil uji normalitas ... 250

Lampiran 6.2 Hasil uji normalitas... 250

(22)

xix

Lampiran 7.1 Hasil Uji Independent Sample Test ... 252

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I akan membahas enam bagian pendahuluan dari penelitian ini. Enam

bagian tersebut yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada prinsipnya merupakan proses pematangan kualitas

hidup. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya

mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi

untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan

sehari-hari (Buchori dalam Trianto, 2009: 4). Karena itulah fokus

pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan

menitikberatkan proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak dan

keimanan. Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar

Dewantara (1889-1959), “Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran

(intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakat.

Mulyasana (2012: 120) mengatakan bahwa diharapkan pendidikan pada

waktu dekat ini menampilkan pendidikan yang lebih bermutu. Pendidikan

(24)

kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan

peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dan

dari buruknya akhlak keimanan.

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di pendidikan formal

sudah ada pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Karena pelajaran IPA

berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari dan sebagai dasar

mengungkapkan fenomena alam yang terjadi, sehingga pembelajaran IPA

harus diajarkan secara mendalam agar siswa mampu memahami

konsep-konsep yang terkandung IPA . Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar,

IPA diajarkan dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir

dan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk

mencapai tujuan tersebut diharapkan siswa dapat memahami

konsep-konsep belajar IPA secara benar (Suparno, 2005: 54).

Faktanya prestasi pembelajaran IPA di Indonesia masih sangat

rendah, dengan beberapa bukti dari Program for Internasional Student

Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science

Study (TIMSS) menyatakan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk

semua bidang yang diukur ternyata Indonesia berada di bawah rata-rata

skor internasional yang sebesar 500, menurut PISA 2006 dan TIMSS

2007. Berdasarkan studi PISA tahun 2003, Indonesia berada di urutan 39

dari 41 negara untuk Matematika dan IPA (Kompas, 28 Oktober 2009),

dan dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan lima guru dari

(25)

wilayah Kecamatam Kalasan untuk mata pelajaran IPA masih sangat

rendah.

Menurut Suparno (2005: 2-3) rendahnya hasil belajar IPA siswa

juga dapat disebabkan karena pemahaman siswa yang salah tentang suatu

konsep IPA (miskonsepsi) dan konsepsi yang telah dimilikinya, yang pada

umumnya tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Dalam pelajaran IPA usaha

yang dilakukan guru untuk memahami konsepsi siswa merupakan titik

awal proses perubahan konseptual siswa. Siswa bukanlah suatu kertas

kosong yang bersih, yang dalam proses pembelajaran akan ditulis oleh

guru. Konsepsi yang kurang lengkap atau kurang sempurna dapat

menimbulkan miskonsepsi pada siswa.

Adanya miskonsepsi yang dalam IPA yang dialami murid

berpengaruh pada prestasi IPA di sekolah. Berdasarkan tes sampling yang

peneliti lakukan sebelum pengambilan dan pengolahan data dilima sekolah

dengan jumlah siswa 50 siswa pada Kecamatan Kalasan ada 45 siswa

yang belum mampu menerapkan konsep dengan baik. Siswa

se-Kecamatan Kalasan masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan

dalam Ujian Nasional karena masih banyak siswa yang belum memahami

konsep dengan benar terbukti dari wawancara yang saya lakukan kepada 5

sekolah dan 5 guru yang mengampu kelas V pada tanggal 25 Maret 2015

ada 4 guru yang mengatakan bawah nilai KKM terendah pada kelas V

adalah mata pelajaran IPA dan sisanya mengatakan mata pelajaran lain .

(26)

pada memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta

fungsinya. Penelitian ini di lakasanakan di seluruh SD Negeri

se-Kecamatan kalasan, karena peneliti beranggapan bahwa belum ada

penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kalasan mengenai miskonsepsi

pada siswa.

Berdasarkan fakta yang peneliti dapatkan, maka peneliti tertarik

untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika

Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Kalasan, Sleman

Tahun 2015”. Penelitian ini, dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi

yang terjadi pada siswa dan perbedaan miskonsepsi yang dilihat dari jenis

kelamin siswa, sehingga guru dapat dengan cepat melakukan penanganan

kepada siswa yang mengalami miskonsepsi.

B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang mendasari

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Rendahnya pembelajaran IPA berdasarkan hasil didapat dari literasi

PISA dan TIMSS.

2. Masih banyak siswa SD Negeri kelas V se-Kecamatan Kalasan pada

pembelajaran IPA yang mendapat nilai di bawah KKM.

3. Pemantapan konsep IPA siswa dengan materi gaya, gerak, dan energi,

(27)

C. Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah atau tidak terlalu luas, maka peneliti

membuat batasan masalah. Masalah yang diteliti akan dibatasi sebagai

berikut:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri semester 2

se-Kecamatan Kalasan, Sleman.

2. Fokus penelitian pada miskonsepsi IPA Fisika.

`SK dan KD sebagai berikut :

a. SK (Standar Kompetensi)

1.) Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta

fungsinya.

2.) Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu

karya atau model.

3.) Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya

dengan penggunaan sumber.

b. KD (Kompetensi Dasar)

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui

percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan

lebih mudah dan lebih cepat.

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari

(28)

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan

3. Fokus penelitian pada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis

kelamin siswa.

4. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar yang menggunakan Kurikulum

KTSP.

D. Rumusan Masalah

Latar belakang masalah dan batasan masalah yang dikemukakan

melandasi rumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se

Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin

siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten

Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se

(29)

2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis

kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan

Kabupaten Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bermakna

bagi:

1. Siswa

Siswa akan mendapat pengalaman mengerjakan soal yang

berhubungan dengan materi.

2. Guru

Guru dapat memperbaiki konsep pembelajaran yang terjadi kepada

siswa yang mengalami miskonsepsi secara cepat sehingga siswa tidak

akan terjadi miskonsepsi secara berkelanjutan.

3. Sekolah

Dengan adanya pelaksanaan penelitian ini dapat meningkatkan

kualitas pendidikan di sekolah tersebut, sekolah dapat mengetahui

kelebihan yang akan dikembangkan dan kekurangan akan diperbaiki

4. Peneliti

Peneliti mampu memberikan solusi terhadap masalah yang berada di

(30)

G. Definisi Operasional

Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan

dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain:

1. Miskonsepsi disebut juga salah konsep adalah konsep yang tidak

sesuai dengan pengertian ilmiah dan tidak diterima oleh pakar bidang

itu.

2. IPA adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang gejala alam

yang sifatnya lebih pasti karena didasarkan pada percobaan dan

pengamatan manusia secara terukur.

3. Miskonsepsi IPA adalah salah konsep disebut juga konsep IPA yang

tidak sesuai dengan pengertian ilmiah dan tidak diterima oleh pakar

bidang IPA. Penelitian miskonsepsi ini ditandani dengan siswa yang

menjawab dengan jawaban salah tetapi yakin benar.

4. Siswa Kelas V SD adalah 863 siswa yang berada pada tingkat kelas V

dengan rata-rata umur 10-11 tahun di SD Negeri Se-Kecamatan

Kalasan.

5. Kecamatan Kalasan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten

Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

Kecamatan Kalasan berada di sebelah Timur Laut dari Ibu Kota

Kabupaten Sleman, yang berbatasan dengan kota Klaten di sebelah

timur, sebelah barat dengan kota Purworejo, sebelah utara kota

(31)

6. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki

(32)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II membahas empat bagian inti yaitu kajian, hasil penelitian

yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Bagian-bagian

tersebut akan dijabarkan sebagai berikut. A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan uraian hasil pengkajian kita terhadap

berbagai referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian. Kajian pustaka

misalnya dapat mengkaji beberapa hal sebagai berikut.

1. Konsep

Rosser (dalam Dahar 2009: 155) mengatakan bahwa konsep

adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas atau objek, kejadian,

kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep

tentang suatu objek dapat diperoleh dari hasil persepsi terhadap

gejala-gejala alam, karena dari persepsi terhadap gejala-gejala akan diperoleh

pemahaman secara konseptual tentang objek tersebut.

Menurut Amien (1990: 156) konsep merupakan suatu gagasan atau

ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang

dapat digeneralisasikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu konsep

akan terbentuk apabila dua atau lebih objek dapat dibedakan

berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk, atau sifat-sifatnya. Bourne seperti

(33)

dapat dianggap sebagai suatu unit pikiran atau gagasan. Lebih lanjut

dikatakan bahwa suatu konsep tidak berdiri sendiri tetapi saling

berhubungan satu sama lain dengan sistem dinamik yang disebut dengan

sistem konseptual.

Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa suatu

konsep, persepsi, atau gagasan yang dimiliki seseorang dengan yang lain

diperoleh dari pengalaman tertentu dan pemahaman konseptual tentang

objek tersebut berbeda beda, sehingga akan diperoleh pemahaman yang

berbeda tentang objek tersebut.

2. Konsepsi

Menurut Budi (1992: 114-115) konsepsi adalah sebagai

kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh indra maupun

kondisi lingkungan.

Jika beberapa potong es batu dimasukan ke dalam sebuah gelas

yang kering maka setelah beberapa saat kemudian akan ditemukan

titik-titik air yang menempel di permukaan luar gelas. Menurut para ilmuwan

munculnya titik-titik air yang menempel dipermukaan gelas tersebut

berasal dari uap air berada di udara sekitar gelas. Pada saat udara yang

mengandung air tersebut menyentuh permukaan gelas yang dingin maka

uap air akan mengembun dan menempel pada permukaan gelas. Jika

situasi tersebut dihadapkan kepada murid mungkin akan ditemukan

(34)

lain tentang konsep inilah yang disebut dengan konsepsi (Van dan Breg.

1991).

Konsepsi murid terhadap suatu konsep dapat benar atau salah. Jika

konsepsi murid terhadap suatu konsep dengan konsepsi para ilmuwan,

dikatakan murid tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi

murid tentang suatu konsep berbeda dengan para ilmuwan, dikatakan

murid tersebut mengalami miskonsepsi.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai

dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar.

Miskonsepsi dapat berbentuk konsepsi, kesalahan hubungan yang

tidak benar antar konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan

yang salah. Menurut Fowler (dalam Suparno, 2005:4) miskonsepsi

dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep,

penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda,

kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis

konsep-konsep yang tidak benar.

Dalam pembelajaran fisika kumpulan pengetahuan dapat

berupa fakta, konsep, prinsip, teori dan model. Miskonsepsi dapat

timbul karena tidak ada kecocokan antara teori, model atau konsep

(35)

yang secara spontan telah ada pada benak siswa (Prasetyo,

2004:49). Van den Berg (1991:10) mengartikan miskonsepsi

sebagai konsepsi yang bertentangan dengan konsepsi para

fisikawan. Sutrisno menyatakan miskonsepsi adalah

konsepsi-konsepsi lain, yang tidak sesuai dengan konsep ilmuwan secara

umum. Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005: 4)

menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah

dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang

diterima para ahli.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

miskonsepsi adalah ketidakcocokan konsep dan penjelasan salah

yang dimiliki siswa atau sesorang dengan konsep yang dimiliki

oleh para ahli. Kesalahan pemahaman dalam menghubungkan

suatu konsep dengan konsep yang lain, antara konsep yang baru

dan konsep yang sudah ada dalam pikiran siswa sehingga terbentuk

konsep yang salah.

Menurut Simanek (dalam Donald E, 2009) miskonsepsi

dapat terjadi di dalam dan di luar sekolah, jika miskonsepsi terjadi

di sekolah maka guru, buku, bahkan siswa itu sendiri merupakan

sumber terjadinya miskonsepsi. Penyebab dari guru yaitu,

ketidakjelasan dalam menyampaikan materi pelajaran, penggunaan

media pelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang

(36)

kemampuan guru dalam mengelola dan menyampaikan materi

pelajaran.Sedangkan penyebab dari siswa antara lain, rendahnya

motivasi belajar, cara belajar yang kurang baik dan kurang mampu

dalam mengaitkan antara konsep-konsep yang saling berhubungan.

Miskonsepsi siswa dapat terjadi pada berbagai tingkatan

pendidikan formal dalam berbagai subjek. Miskonsepsi pada

umumnya sulit direduksi meskipun berbagai upaya perbaikan

pembelajaran telah dilakukan. Hal ini antara lain disebabkan oleh:

(1) jarang dilakukan tes atau tugas yang ditujukan untuk melihat

terjadinya miskonsepsi, (2) miskonsepsi muncul dari kesalahan

analogi, (3) banyak miskonsepsi yang muncul dari keterangan

terlalu singkat, tanpa penjelasan rinci, (4) adanya slogan misalnya

‘aksi sama dengan reaksi’ dan ‘setiap akibat memiliki sebab, akan

mendorong pemikiran yang dangkal.

Berdasarkan teori seperti yang dijabarkan di atas miskonsepsi

merupakan perbedaan penangkapan konsep antara orang satu

dengan orang yang lain dengan konsep awal dan konsep ilmiah

atau yang diperoleh dari para ahli.

b. Penyebab Miskonsepsi

Berg (Yunita, dkk, 2013:2) menjelaskan bahwa

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi miskonsepsi adalah, siswa,

guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Apabila

(37)

guru, akan berdampak pada hasil belajar siswa, karena semakin

bertambahnya materi yang tidak mampu dipahami oleh siswa

dengan tuntas, akan menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas

dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks,

dan metode mengajar (Suparno, 2005: 29-54). Untuk lebih

jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Siswa

Miskonsepsi dalam bidang fisika paling banyak berasal dari diri

siswa sendiri. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat

dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain :

a. Prakonsepsi atau konsep awal siswa, banyak siswa sudah

mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu

bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah

bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung

miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari

orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di

lingkungan siswa. Prakonsepsi yang dimiliki siswa

menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak diam,

tetapi terus aktif untuk memahami sesuatu.

b. Pemikiran asosiatif siswa, asosiasi siswa terhadap

istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonspesi

(38)

mengasosiasikan gaya dengan aksi atau gerakan. Gaya oleh

banyak siswa dianggap selalu menyebabkan gerakan. Maka

jika siswa tidak tidak melihat suatu benda bergerak, mereka

memastikan tidak ada gaya.

c. Pemikiran humanistik, siswa kerap kali memandang semua

benda dari pandangan manusiawi (Gilbert dalam Suparno,

2005: 36). Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku

manusia yang hidup, sehingga tidak cocok.

d. Reasoning yang tidak lengkap atau salah, miskonsepsi juga

dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaram siswa yang

tidak lengkap atau salah (Comins dalam Suparno, 2005: 38).

e. Intuisi yang salah, intuisi atau perasaan siswa dapat

menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaab

dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan

sikap arau gagasan tentang sesuatu sebelum secara obyektif

dan rasional diteliti. Contoh siswa kadang-kadang

mempunyai instuisi bahwa benda yang besar akan jatuh

bebas lebih cepat daripada benda yang kecil. Pemikiran

instuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan

mengakibatkan miskonsepsi.

f. Tahap perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif

siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat

(39)

siswa yang masih dalam tahap operasional konkret bila

mempelajari suatu bahan yang abstrak sulit menangkap dan

sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut.

g. Kemampuan siswa, siswa yang kurang berbakat fisika atau

kurang mampu dalam mempelajari fisika, sering mengalami

kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses

belajar. Minat belajar, siswa yang berminat pada fisika

cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada

siswa yang tidak berminat pada fisika.

2. Guru atau pengajar

Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi

yang dibawa oleh guru fisika. Guru tidak menguasai bahan, tidak

kompeten, bukan lulusan dari dari bidang ilmu, tidak

membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide, realisasi

guru-siswa tidak baik. Guru yang tidak menguasai bahan atau

materi tentang suatu konsep pembelajaran dan diajarkan kepada

siswa secara tidak benar, akan menyebabkan siswa

mendapatakan miskonsepsi. (Suparno, 2005: 42).

3. Buku

a. Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Mungkin

karena bahasanya yang sulit atau karena penjelasan tidak

(40)

menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang dari buku

teks (Lona dalam Suparno, 2005: 44).

b. Buku fiksi sains(Science Fiction), banyak negara

menerbitkan buku fiksi sains untuk menarik anak-anak

menyukai bidang sains, termasuk fisika. Tujuannya untuk

menarik anak, maka seringkali pengarang membuat gagasan

fisika secara sederhana dan bahkan agak ekstrem yang

kurang berdasarkan kaedah ilmu yang sesungguhnya. Meski

di satu sisi buku ini baik, karena membuat anak senang

membaca dan mempelajari fisika, tetapi dalam banyak hal

dapat juga menyesatkan dan memunculkan miskonsepsi pada

diri anak.

c. Kartun (Cartoon), gambar-gambar kartun dalam majalah

sains sering kali dapat memunculkan dan menyebabkan

miskonsepsi pada siswa bila tidak mengindahkan hukum dan

teori fisika yang berlaku.

4. Konteks

a. Pengalaman siswa

Pengalaman belajar siswa dalam kegiatan sehari-hari dapat

dijadikan sebagai sumber belajar namun dalam pengalaman

yang didapat siswa tersebut belum tentu hasilnya sesuai

dengan yang ada dalam pembelajarn formal di sekolah.

(41)

Bahasa siswa yang diganakan sehari-hari terkadang

menimbulkan salah arti dengan yang dimaksudkan sehingga

terjadi simpang siur dan salah paham. Misalnya, dalam

bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah

berat dan kg. Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya,

dan unitnya adalah Newton.

c. Teman lain

Banyak siswa yang tidak kritis terhadap kesalahan teman,

terlebih bila teman tersebut dianggapnya dekat, pandai atau

berpengaruh. Jika salah konsep yang diajarkan maka juga

akan terjadi salah konsep yang beruntutan.

d. Keyakinan dan ajaran agama

Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab

miskonsepsi dalam bidang fisika (Commins dalam Suparno,

2005: 49). Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini

secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat

menerima penjelasan ilmu pengetahuan.

e. Metode mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih

yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang

digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi

sering mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan

(42)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan penyebab

miskonsepsi adalah siswa/mahasiswa, guru/pengajar, buku

teks, konteks, dan metode mengajar. Miskonsepsi pada siswa

disebabkan oleh pengetahuan awal siswa (prakonsepsi),

pemikiran siswa, pemahaman siswa yang berbeda, cara

berfikir yang berbeda, serta minat belajar yang ada dalam diri

siswa. Miskonsepsi yang terjadi pada guru/pengajar terjadi

karena guru kurang menguasai bahan atau materi, serta guru

kurang berkompeten dalam bidang tersebut, serta realisisai

antara guru dengan siswa yang kurang. Buku teks, buku fiksi,

kartun dapat menyebabkan miskonsepsi karena bahasanya

yang digunakan sulit, penjelasan tidak benar atau tidak sesuai

dengan kaedah ilmu (teori-teori fisika yang berlaku).

Konteks menjadi penyebab miskonsepsi karena pengalaman,

bahasa, teman, serta keyakinan dan ajaran agama yang

dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Kemudian cara mengajar

atau metode mengajar yang digunakan guru sulit dipahami

siswa sehingga tidak dapat mengungkap miskonsepsi yang

terjadi pada siswa.

5. Kiat-kiat mengatasi Miskonsepsi

Kurangnya pemahaman terhadap suatu konsep,

(43)

kurang memuaskan pada peserta didik. Ada beberapa langkah

yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi yaitu

mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa,

mencoba menemukan penyebab miskonsepsi, dan mencari

perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi.

Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu

siswa mengatasi msikonsepsi ada 3, yaitu (Suparno, 2005:55) :

a. Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan

siswa

Untuk dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi,

pertama-tama guru perlu mengerti kerangka berfikir, cara

menangkap, dan bagaimana gagasan siswa, dengan begitu

kita dapat mengetahui dengan tepat dimana letak

miskonsepsi siswa dan kita dapat membantunya. Cara yang

dilakukan seperti, siswa dibebaskan mengungkapkan gagasan

dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan.

Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. Guru dapat

memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang

biasanya membuat siswa bingung dan sisiwa diminta

menjawab secara jujur. Pertanyaan ini dapat dilakukan secara

pribadi maupun umum di kelas. Guru juga dapat mengajak

(44)

mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa

berdiskusi dengan bebas.

b. Mencoba menemukan penyebab miskonspesi yang dialami

siswa

Untuk menemukan penyebab miskonsepsi yang

dialami oleh siswa dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu,

guru dapat melakukan wawancara secara langsung baik

pribadi ataupun umum di kelas, guru juga bisa memberikan

pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa.

c. Mencari perlakuan yang sesuai untuk siswa

Para pendidik sebaiknya mencari dan memilih metode

atau strategi pembenahan miskonsepsi siswa yang lebih

cocok dengan situasi siswa yang mereka hadapi.

Disimpulkan bahwa cara mengatasi miskonsepsi dengan

mencari tahu miskonsepsi yang dialami siswa, lalu mencari tahu

penyebab kesalahan atau miskonsepsi yang dialami siswa,

sehingga dengan metode dan strategi yg tepat dapat mengurangi

dampak terjadinya miskonsepsi pada siswa.

4. Hakikat Pembelajaran IPA

Menurut Trianto (2010:137) bahwa hakikatnya IPA dibangun atas

dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA

(45)

Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan

pengetahuan tentang alam maupun menentukan pengetahuan baru.

Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang

diajarkan dalam sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran.

IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk

memperoleh hasil (produk) inilah yang kemudian dikenal sebagai proses

ilmiah. Melalui proses-proses ilmiah akan didapatkan temuan-temuan

ilmiah.

Menurut Fisher seperti dikutip oleh Amien (1990: 54). IPA

merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan

menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. Dengan

demikian dalam pembelajaran IPA dikehendaki adanya keterlibatann

langsung antara anak dengan objek yang sedang dipelajari. Seorang

anak yang memperlajari IPA akan menemukan pengertian-perngertian

tentang sejumlah gejala melalui pengetahuan panca inderanya.

Kesalahan anak dalam mempelajari suatu konsep IPA dapat

menyebabkan terjadinya miskonsepsi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan

5. Pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2

Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan,

yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa

(46)

maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru

dalam rangka membuat siswa belajar.

Proses tersebut dimulai dari merencanakan progam pengajaran

tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan)

berikut persiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat

peraga dan alat-alat evaluasinya (Zaini, 2004: 4).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka disimpulkan

pembelajaran adalah suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan

guru dalam rangka membuat siswa belajar, pembelajaran juga

merupakan persiapan di masa depan dan sekolah mempersiapkan

mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Ilmu

Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan

agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman

melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan

dan penyajian gagasan-gagasan.

IPA adalah pengetahuan khusus yaitu dengan melakukan

observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian

seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain

(Abdullah, 1998: 18). IPA berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

(47)

prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sulistyorini,

2007: 39).

Menurut Iskandar (2001: 2) IPA adalah ilmu yang mempelajari

peristiwa-peristiwa yang terjadi alam. Ilmu Pengetahuan Alam

merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa

mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi

tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan

penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai

cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu

siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas

dalam Suyitno, 2002: 7).

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan

pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa

yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi,

penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan,

gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang

diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain

penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.

1) Tujuan Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD/MI

bertujuan agar siswa:

a) Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif

(48)

b) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki

alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat

keputusan.

c) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

d) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya

sains dalam kehidupan sehari-hari.

e) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman

ke bidang pengajaran lain.

f) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan

lingkungan alam. Menghargai berbagai macam bentuk

ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari

(Sulistiyorini, 2007: 40)

2) Pembelajaran IPA di SD kelas V Semester 2

Ada beberapa materi yang akan dibahas dalam penelitian

ini yaitu sebagai berikut :

a. Gaya

Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan

benda bergerak disebut gaya. Gaya yang dikerjakan pada suatu

(49)

benda dapat mengakibatkan benda bergerak, berubah bentuk,

dan berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89). Seorang yang

mendorong meja, meja yang tadinya diam sekarang bisa

bergerak. Meja bisa bergerak karena orang memberikan sesuatu

kekuatan melalui dorongan, kekuatan itulah yang kita namakan

sebagai gaya. Gaya adalah dorongan atau tarikan yang dapat

menyebabkan benda bergerak. Jadi bila kita menarik atau

mendorong benda hingga benda itu bergerak maka kita telah

memberikan gaya terhadap benda tersebut.

Gambar 2.1 Gaya Grafitasi

Sumber: Winarti (2009: 61)

Besar kecilnya gaya dapat diukur menggunakan alat yang

bernama neraca pegas atau dinamometer. Sedangkan satuan

gaya dinyatakan dalam satuan Newton yang biasa ditulis

(50)

Newton, seorang ahli matematika dan ilmuwan besar.

Besarnya gaya yang diperlukan untuk menarik benda akan

ditunjukkan oleh jarum pada skala dinamometer.

Jenis-jenis Gaya

Secara sadar atau tidak kita sering melakukan aktivitas

yang memerlukan gaya. Tetapi jenis gaya tidak hanya yang

kita keluarkan. Berikut ini adalah jenis-jenis gaya:

1.) Gaya magnet:

Kekuatan yang menarik jarum, paku, atau benda

logam lainnya yang ada disekitarnya. Magnet memiliki 2

kutub yaitu kutub utara dan selatan. Bentuk magnet

beragam ada yang berbentuk jarum, ada yang berbentuk

huruf “U”, berbentuk silinder, berbentuk lingkaran dan

ada yang berbentuk batang.

Gambar 2.2 Magnet

(51)

2.) Gaya listrik statis:

Kekuatan yang dimiliki benda yang bermuatan

listrik untuk menarik benda-benda disekitarnya. Untuk

melihat adanya gaya listrik statis, bisa dicoba dengan

mengosok-gosok penggaris pada rambut kering kita,

kemudian dekatkan pada sobekkan kertas, maka

sobekkan kertas tersebut akan menempel pada penggaris.

Penggaris bisa menarik potongan kertas dengan gaya

listrik statis.

3.) Gaya gravitasi bumi :

Kekuatan bumi untuk menarik benda lain ke bawah.

Bila kita melempar benda ke atas, baik dari kertas, pensil

atau benda lain maka semua benda itu akan jatuh ke

bawah. Berbeda bila di luar angkasa para astronot tidak

merasakan gaya gravitasi, akibatnya mereka akan

melayang-layang bila berada di luar angkasa.

4.) Gaya Gesekan:

Bila kedua benda saling bergesekkan, maka antara

keduanya akan muncul gaya gesek. Gaya gesek bisa

menguntungkan dan merugikan. Bila kita berjalan di

jalan yang kering, antara sepatu dan jalan akan muncul

gaya gesek. Gaya gesek ini membantu kita untuk bisa

(52)

geseknya akan kecil dan kita akan kesulitan untuk

berjalan.

Gambar 2.3 Gaya Gesek

Sumber: Winarti (2009: 66)

b. Pesawat Sederhana

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan

manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya

menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat

sederhana (Sulistyanto, 2008: 109). Pesawat sederhana

dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu tuas, bidang miring,

katrol, dan roda berporos (Sulistyanto, 2008: 110-112).

1. Tuas

Prinsip kerja tuas kalau kita akan mengangkat benda

dengan menggunakan tuas, maka kita harus meletakkan benda di

salah satu ujung pengungkit (tuas) kemudian memasang batu atau

benda apa saja sebagai penumpu dekat dengan benda seperti pada

gambar. Selanjutnya tangan kita memegang ujung batang

pengungkit dan menekan batang pengungkit tersebut secara

(53)

Dengan menggunakan tuas semakin jauh jarak kuasa

terhadap titik tumpu, maka semakin kecil gaya yang diperlukan

untuk mengangkat beban, atau dapat dirumuskan B X Lb = F X Lk

Keterangan :

B : Beban yang akan diangkat satuannya (Newton )

Lb : Jarak antara Beban dengan titik tumpu (satuannya meter)

F : Kuasa (gaya yang akan mengangkat beban) (satuannya

Newton)

Lk : Jarak antara Kuasa dengan titik tumpu (satuannya meter )

1) Jenis Tuas

Berdasarkan letak titik tumpunya, tuas dapat dikelompokkan

menjadi 3 kelas/jenis :

a) Tuas kelas pertama

Tuas kelas yang pertama yaitu tuas yang memiliki titik

tumpu berada diantara titik kuasa F dan titik beban B,

Contohnya : gunting, palu dan sebagainya

Gambar 2.4 Tuas Jenis 1

(54)

b) Tuas kelas kedua

Tuas kelas kedua yaitu tuas yang memiliki titik beban

berada di antara titik kuasa F dan titik tumpu T atau bebannya

diletakkan diantara titik tumpu dan titik kuasa. Contoh alat

yang bekerja berdasarkan prinsip tuas kelas kedua antara lain :

Gerobak dorong, pembuka botol, dan pemecah biji.

Gambar 2.5 Tuas Jenis 2

Sumber: Winarti (2009: 72)

c) Tuas kelas ketiga

Tuas yang titik kuasa F posisinya berada diantara titik

tumpu T dan titik beban B contohnya: penjepit, pinset, tangan

(55)

Gambar 2.6 Tuas Jenis 3

Sumber: Winarti (2009: 73)

2. Bidang Miring

Bidang miring merupakan salah satu jenis pesawat

sederhana yang digunakan untuk memindahkan benda dengan

lintasan yang miring. Dengan menggunakan bidang miring beban

yang berat dapat dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dengan

lebih mudah, artinya gaya yang kita keluarkan menjadi lebih kecil

bila dibanding tidak menggunakan bidang miring. Semakin landai

bidang miring semakin ringan gaya yang harus kita keluarkan.

Gambar 2.7 Bidang Miring

(56)

Dalam kehidupan sehari-hari prinsip bidang miring digunakan

untuk alat bantu kerja misalnya baji dan sekrup :

3. Katrol

Salah satu jenis katrol adalah kerekan. Kerekan umumnya

digunakan untuk mengubah gaya dari gaya angkat menjadi gaya

tarik.

Gambar 2.8 Katrol

Sumber: Winarti (2009: 75)

4. Roda Berporos

Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan

sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama. Contohnya yaitu

roda sepeda, kursi roda, roda gerobak, dan lain sebagainya

(Haryanto, 2004: 129).

Gambar 2.9Sepeda Beroda

(57)

c. Sifat-sifat Cahaya

Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada

cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda

akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat

terlihat. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda

bening, dan dapat dipantulkan (Sulistyanto, 2008: 125)

1. Cahaya merambat lurus

Gambar 2.10 Cahaya

Sumber: Winarti (2009: 78)

Salah satu sifat cahaya adalah merambat lurus dari

sumbernya. Lihat contoh kedua gambar di sebelah kiri. Gambar

tersebut membuktikan bahwa cahaya merambat lurus. Contoh lain

yang membuktikan cahaya merambat lurus tampak pada berkas

cahaya matahari yang menembus masuk ke dalam ruangan yang

gelap. Demikian pula dengan berkas lampu sorot pada malam hari.

2. Cahaya menembus benda bening

Gambar di samping adalah seorang anak yang

mengarahkan senter ke sebuah kertas putih dan cahaya tidak

tembus. Kemudian kertas putih diganti dengan plastik bening maka

(58)

cahaya menembus benda bening tetapi tidak menembus benda

yang tidak bening apalagi benda gelap. Cahaya menembus benda

bening dapat terlihat jika kita menerawangkan plastik bening ke

arah sinar lampu. Sinar tersebut dapat kita lihat karena cahaya

dapat menembus benda bening. Jika cahaya mengenai benda yang

gelap (tidak bening) misalnya pohon, tangan, mobil, maka akan

membentuk bayangan. Contoh lain yang membuktikan bahwa

cahaya dapat menembus benda bening adalah jika kita berada di

dalam ruangan berkaca berwarna bening dan kita memandang ke

halaman kita dapat melihat anak-anak yang sedang bermain di

halaman.

3. Cahaya dapat dibiaskan

Gambar 2.11 Pembiasan Cahaya

Sumber: Winarti (2009: 81)

Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat

yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal.

(59)

cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang

rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.

Misalnya cahaya merambat dari air ke udara. Pembiasan

cahaya sering kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya

dasar kolam terlihat lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya.

Gejala pembiasan juga dapat dilihat pada pensil yang dimasukkan

ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut akan tampak patah.

4. Cahaya dapat dipantulkan

Kita dapat melihat sebuah benda jika ada cahaya.

Prosesnya yaitu sinar/cahaya mengenai benda dan benda yang

terkena cahaya memantulkannya ke mata kita.

Gambar 2.12 Pemantulan Cahaya Teratur

Sumber: Winarti (2009: 82)

1) Pemantulan teratur yaitu jika sinar datarng jatuh pada benda

yang permukaannya rata. Pada pemantulan teratur sudut

(60)

Gambar 2.13 Pemantulan Cahaya Tidak Teratur

Sumber: Winarti (2009: 82)

2) Pemantulan tidak teratur adalah pemantulan tidak teratur

terjadi jika sinar atau cahaya jatuh pada benda yang

permukaan tidak rata. Pada pemantulan tidak teratur sudut

datang tidak sama dengan sudut pantul.

d. Proses terbentuknya tanah

Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan

menjadi butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan

butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah

(Azmiyawati, 2008: 124).

Azmiyawati (2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis

batuan yang menyusun lapisan kerak bumi dilihat dari proses

terbentuknya yaitu :

1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma

yang membeku.

(61)

Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan

hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari

batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan

tumbuhan.

3) Batuan Malihan (Metamorf)

Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen

yang mengalami perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini

mengalami perubahan karena mendapat panas dan tekanan dari

dalam Bumi. Jika mendapat panas terus menerus, batuan ini

akan berubah menjadi batuan malihan.

a. Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan

Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah

menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan.

Batuan dapat mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di

antaranya cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Pelapukan yang

disebabkan oleh faktor cuaca ini disebut pelapukan fisika.

Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan,

misalnya pepohonan dan lumut. Pelapukan yang disebabkan

oleh aktivitas makhluk hidup ini disebut pelapukan biologi.

(Azmiyawati, 2008: 128)

b. Lapisan Bumi

Dalam susunan bumi , peneliti membahas tentang selimut bumi

(62)

1) Selimut Bumi

Berbicara tentang Bumi, kita tidak boleh melupakan

selubung udara yang menyelimuti Bumi. Selubung udara itu

disebut atmosfer. Azmiyawati (2008: 139-140) mengungkapkan

bahwa atmosfer terdiri atas lapisan troposfer, stratosfer,

mesosfer, dan termosfer.

Lapisan troposfer terbentang sejauh 10 km dari permukaan

bumi. Lapisan troposfer merupakan lapisan yang paling dekat

dengan Bumi. Lapisan inilah yang memengaruhi cuaca.

Di atas lapisan troposfer terdapat lapisan stratosfer. Lapisan

stratosfer berjarak 10–50 km di atas permukaan bumi. Udara di lapisan stratosfer sangat dingin dan tipis. Lapisan di atas

stratosfer yaitu mesosfer. Lapisan mesosfer berjarak 50-80 km

di atas permukaan bumi. Lapisan di atas mesosfer yaitu lapisan

termosfer. Lapisan termosfer terbentang pada ketinggian 80–500 km di atas permukaan bumi. Di lapisan ini terjadi efek cahaya

yang disebut aurora. Lapisan yang paling jauh dari permukaan

bumi yaitu lapisan eksosfer. Eksosfer ada di ketinggian 700 km

di atas permukaan bumi. Setelah lapisan eksosfer adalah

(63)

2) Lapisan Penyusun Bumi

Di bawah ini gambar penampang bumi

Gambar 2.14 Penampang Bumi

Sumber: Winarti (2009: 84)

Mengungkapkan ada tiga lapisan penyusun Bumi yaitu :

a) Kerak

Kerak adalah lapisan terluar permukaan bumi yang

berupa batuan keras dan dingin setebal 15–60 km.

b) Selubung atau Mantel

Selubung atau mantel merupakan lapisan di bawah

kerak yang tebalnya mencapai 2.900 kilometer. Lapisan

mantel merupakan lapisan yang paling tebal. Lapisan ini

terdiri atas magma kental yang bersuhu 1.400°C–2.500°C.

c) Inti

Inti terdiri atas dua bagian, yaitu inti luar dan inti

dalam. Lapisan inti luar merupakan satu-satunya lapisan

cair. Lapisan ini mempunyai tebal ±2.255 kilometer,

(64)

dalam merupakan bola logam yang padat dan mampat,

bersuhu sangat panas sekitar 4.500°C

6. Miskonsepsi IPA

Penelitian mengenai miskonsepsi pada konsep fisika sudah

dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu oleh para peneliti fisika. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami miskonsepsi

pada konsep fisika salah satunya adalah mengenai miskonsepsi cahaya

antara lain oleh Stead dan Osborne (1980) serta Anderson dan Karrqvist

(1981) memperlihatkan bahwa banyak siswa atau mahasiswa berpikir

bahwa “cahaya tidak berjalan sama sekali atau hanya berjalan dalam lingkungan gelap”(van den Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan

guru tidak sadar akan konsepsi ini.

Adanya miskonsepsi dalam IPA sering dialami murid dan

berpengaruh pada prestasi IPA di sekolah, oleh sebab itu, sangat

disayangkan jika miskonsepsi yang terjadi pada siswa mata pelajaran

IPA merupakan mata pelajaran yang bekelanjutan. Hal ini tentu saja

secara umum akan mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia.

Sehingga peneliti melakukan penelitian dari taraf dasar pendidikan yaitu

Sekolah Dasar.

Penelitian yang ditemukan kebanyakan dilakukan tentang

miskonsepsi dalam konsep IPA Fisika yang terjadi pada murid di suatu

daerah tertentu. Lokasi penelitian hanya mencakup satu wilayah tertentu

Gambar

Gambar 2.1 Gaya Grafitasi
Gambar 2.2 Magnet
Gambar 2.3 Gaya Gesek
Gambar 2.4 Tuas Jenis 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menciptakan aplikasi remote mikrotik yang dilengkapi dengan kemampuan setting hotspot otomatis dan menyediakan menu

In terms of influencing factors, members of cluster 2 show no significant factors that influence them to watch art performances. However, they tend to be more influenced by the

Pndiio hi etuj@.

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

[r]

sMdsu@gedld tumfdin!.

yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan dalam kesekretariatan.. Di dalam lingkup aktivitasnya, unit sekretariat diharuskan untuk

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND