SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015 Oleh:
Veronica Tyas Larasati (121134106) Universitas Sanata Dharma
2016
Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Se-Kecamatan Kalasan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi, nilai dalam pembelajaran IPA masih rendah. Tujuan peneliti memfokuskan penelitian tersebut dengan tujuan peneliti mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kasan Kabupaten Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.
Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survey. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Populasi seluruh siswa SD Negeri se-Kecamatan Kalasan 863 siswa, dan jumlah sampel yang digunakan peneliti ada 265 siswa. Pengolahan data dilakukan secara random sampling dari setiap sekolah, siswa akan diacak menggunakan undian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat suatau karya model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Selain itu diperoleh data bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.
THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENT IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN KALASAN DISTRICT OF SLEMAN REGENCY
Veronica Tyas Larasati (121134106) Sanata Dharma University
2016
In the learning process of Mathematical and Natural Science in subdistrict Kalasan, there are still many student who experience misconception, the value of the learning process of Mathematical and Natural Science still esay. Therefore, the researcher focuses on that researcher to describe Mathematical and Natural Science misconception of the fifth grade student in the semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman. Then, this research also aims to find out the differences of Mathematical and Natural Science misconception based on the gender of the fifth grade students in semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman.
The researcher uses quantitative survey as a research method. The instrument used by the researcher are test instrument and non-test instrument.
The result shows that the fifth grade student of elementary school in the subdistrict Kalasan experienced misconception on energy concep, simple instrument making a model creation using light characteristics, and the corossion process in land formation. Then, there is also different Mathematical and Natural Science misconception especially in a Physics based on gender of the fifth grade student in semester 2 of elementary school in subdistrict Kalasan
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Veronica Tyas Larasati
NIM : 121134106
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Veronica Tyas Larasati
NIM : 121134106
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Allah yang telah mewakilkan dirinya kepada orang-orang ini:
Kedua orangtuaku tercinta untuk Bapak Agus Irianto dan Ibu Yustina Sri Hartanti
yang telah memberikan segalanya yang tidak pernah aku dapatkan di luar sana.
Semua orang yang aku temui yang sudah menjadi guru yang paling berharga di
kehidupanku.
Almamaterku
v MOTTO
1. Man jadda wajada, man shabara zhafira. “Siapa yang bersungguh
-sungguh, maka dia akan berhasil, siapa yang bersabar dia akan beruntung”
(Ahmad Fuadi).
2. Every time you smile at someone, it is an action of love, a gift to that person, a beautiful thing (Mother Theresa).
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 15 Maret 2016 Penulis,
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Univesitas Sanata Dharma : Nama: Veronica Tyas Larasati
Nomor Mahasiswa : 121134106
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
͞MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015͟
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian surat ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 15 Maret 2016
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015
Oleh:
Veronica Tyas Larasati (121134106) Universitas Sanata Dharma
2016
Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Se-Kecamatan Kalasan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi, nilai dalam pembelajaran IPA masih rendah. Tujuan peneliti memfokuskan penelitian tersebut dengan tujuan peneliti mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kasan Kabupaten Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.
Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survey. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Populasi seluruh siswa SD Negeri se-Kecamatan Kalasan 863 siswa, dan jumlah sampel yang digunakan peneliti ada 265 siswa. Pengolahan data dilakukan secara random sampling dari setiap sekolah, siswa akan diacak menggunakan undian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat suatau karya model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Selain itu diperoleh data bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.
ix
ABSTRACT
THE MISKONSEPTION ON THE ELEMTENTS OF PHYSICS INN SCIENCE SUBJECT ON THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENT
IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN KALASAN DISTRICT OF SLEMAN REGENCY
Veronica Tyas Larasati (121134106) Sanata Dharma University
2016
In the learning process of Mathematical and Natural Science in subdistrict Kalasan, there are still many student who experience misconception, the value of the learning process of Mathematical and Natural Science still esay. Therefore, the researcher focuses on that researcher to describe Mathematical and Natural Science misconception of the fifth grade student in the semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman. Then, this research also aims to find out the differences of Mathematical and Natural Science misconception based on the gender of the fifth grade students in semester 2 of subdistrict Kalasan, district Sleman.
The researcher uses quantitative survey as a research method. The instrument used by the researcher are test instrument and non-test instrument.
The result shows that the fifth grade student of elementary school in the subdistrict Kalasan experienced misconception on energy concep, simple instrument making a model creation using light characteristics, and the corossion process in land formation. Then, there is also different Mathematical and Natural Science misconception especially in a Physics based on gender of the fifth grade student in semester 2 of elementary school in subdistrict Kalasan
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena peneliti dapat
menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa
Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan Sleman Tahun 2015”. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. Selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Maria Melani Ika S., S.Pd., M.Pd. Selaku selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah memberikan dorongan, motivasi, dan perhatian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan saran dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf PGSD, terima kasih atas bantuannya.
7. Sahabat payung “Menuju Cita” yang selalu memberikan doa, masukan dan dorongan, serta semangat.
8. Semua guru dan karyawan serta siswa SDN Se-Kecamatan Kalasan Sleman
Yogyakarta yang telah membantu melaksanakan penelitian.
9. Siswa-siswi SDN Se-Kecamatan Kalasan Sleman Yogyakarta yang telah
xi
10.Orang tuaku yang tercinta, yang telah memberikan dukungan, cintakasih, dan
menunjang segala kebutuhan.
11.Seluruh keluarga besar Paulus Sumiharjo yang telah memberikan semangat dan
bantuannya.
12.Sahabat-sahabatku semua teman-teman kelas C angkatan 2012, Defira
Alizuna, dan Adri Budi Darma terima kasih atas dorongan, semangat dan
bantuannya.
13.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dan memberikan dukungan.
Semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti mendapat balasan yang terbaik dan berlimpah dari Tuhan Yesus Kristus. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi peneliti, pembaca, maupun dunia pendidikan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Masalah ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 7
G. Definisi Operasional ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Kajian Pustaka ... 10
1. Konsep ... 10
3. Miskonsepsi ... 11
xiii
5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ... 23
6. Miskonsepsi IPA ... 42
7. Jenis Kelamin ... 43
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 47
C. Kerangka Perpikir ... 51
D. Hipotesis Penelitian ... 54
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
A. Jenis Penelitian ... 54
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 55
C.Populasi dan Sampel ... 56
D. Variabel Penelitian ... 61
E. Teknik Pengumpulan Data ... 62
F. Teknik Pengujian Instrume ... 68
G. Teknik Analisis Data ... 78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 85
A. Hasil Penelitian ... 85
1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 85
2. Deskripsi Responden Penelitian ... 87
3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Se- Kecamatan Kalasan ... 88
4. Uji Prasyarat Analisis untuk Melihat Perbedaan Miskonsespsi Siswa Kelas V dilihat dari Jenis Kelamin ... 127
B. Pembahasan ... 132
BAB V PENUTUP ... 137
A. Kesimpulan ... 137
B. Keterbatasan Penelitian ... 137
C. Saran ... 138
DAFTAR PUSTAKA ... 139
LAMPIRAN ... 142
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gaya Grafitasi ... 27
Gambar 2.2 Magnet ... 28
Gambar 2.3 Gaya Gesek ... 30
Gambar 2.4 Tuas Jenis 1 ... 31
Gambar 2.5 Tuas Jenis 2 ... 32
Gambar 2.6 Tuas Jenis 3 ... 33
Gambar 2.7 Bidang Miring ... 33
Gambar 2.8 Katrol... 34
Gambar 2.9 Sepeda Beroda ... 34
Gambar 2.10 Cahaya ... 35
Gambar 2.11 Pembiasan Cahaya... 36
Gambar 2.12 Pemantulan Teratur... 37
Gambar 2.13 Pemantulan Tidak Teratur ... 38
Gambar 2.14 Penampang Bumi ... 41
Gambar 3.1 Rumus Product Moment ... 73
Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Kelamin Siswa ... 88
Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan ... 90
Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 1 ... 92
Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 2 ... 93
Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 3 ... 94
Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 4 ... 96
Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 5 ... 97
Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 6... 98
xvi
Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 7...
Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri
Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 8 ... 100
Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 9 ... 101
Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 10 ... 102
Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 11 ... 103
Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 12 ... 104
Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 13... 105
Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 14 ... 106
Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 15 ... 107
Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 16 ... 108
Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 17 ... 109
Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 18 ... 110
Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 19 ... 111
Gambar 4.22 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Kalasan pada Aitem 20 ... 112
Gambar 4.23 Persentase Miskonsepsi Siswa pada Soal Uraian... 114
Gambar 4.24 Histogram Jenis Kelamin Siswa ... 129
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 57
Tabel 3.2 Krejcie dan Morgan ... 58
Tabel 3.3. Sampel dan Populasi ... 59
Tabel 3.4 Kisi-kisi Soal Pilihan Gandan dan Esai ... 64
Tabel 3.5 Pedoman Wawancara ... 67
Tabel 3.6 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 70
Tabel 3.7 Hasil Validitas Muka ... 72
Tabel 3.8 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda ... 74
Tabel 3.9 Hasil Validitas Soal Pilihan Esai ... 76
Tabel 3.10 Koefisien Reliabilitas ... 77
Tabel 3.11 Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 78
Tabel 3.12 Reliabilitas Soal Pilihan Esai ... 78
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Siswa... 87
Tabel 4.2 KD dan Nomor Aitem Soal yang Mewakili pada Instrumen Pilihan Ganda ... 89
Tabel 4.3 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 1 ... 115
Tabel 4.4 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 4 ... 118
Tabel 4.5 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 2 ... 120
Tabel 4.6 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 3 ... 122
Tabel 4.7 Jawaban Soal Untuk Nomor Aitem 5 ... 125
xviii
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Surat Ijin... 142
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 143
Lampiran 1.2 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa ... 144
Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA Kab. Sleman ... 145
Lampiran 1.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari UPTD Kec. Kalasan ... 146
Lampiran 2 Data Penelitian... 147
Lampiran 2.1 Rangkuman Data SD Negeri di Kecamatan Kalasan ... 148
Lampiran 2.2 Data Hasil Tes Siswa Kelas V ... 149
Lampiran 2.3 Data Sekolah dan Jenis Kelamin Siswa ... 156
Lampiran 2.4 Hasil validasi isi instrumen pilihan ganda dan uraian ... 163
Lampiran 2.5 Rekap Data Miskonsepsi Untuk Instrrumen Soal Pilihan Ganda ... 169
Lampiran 2.6 Rekap Data Miskonsepsi Untuk Instrrumen Soal Uraian ... 177
Lampiran 3 Instrumen Penelitian... 182
Lampiran 3.1 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Expert Judgment ... 183
Lampiran 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Expert Judgment... 206
Lampiran 3.3. Petunjuk Pengisian Soal dan Identitas Responden... 217
Lampiran 3.4 Soal Pilihan Ganda Penelitian... 219
Lampiran 3.5 Soal Uraian Penelitian... 225
Lampiran 4 Hasil Validasi Ahli... 226
Lampiran 4.1 Permohonan Izin Validasi Ahli... 227
Lampiran 4.2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda... 228
Lampiran 4.3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Uraian... 239
Lampiran 5 Hasil Validitas dan Reliabilitas... 242
Lampiran 5.1 Hasil Validitas Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ... 243
Lampiran 5.2 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 246
Lampiran 5.3 Hasil Validitas Instrumen Soal Uraian Uji Empiris... 247
Lampiran 5.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Uraian... 248
Lampiran 6 Uji Asumsi Dasar Penelitian... 249
Lampiran 6.1 Hasil uji normalitas ... 250
Lampiran 6.2 Hasil uji normalitas... 250
xix
Lampiran 7.1 Hasil Uji Independent Sample Test ... 252
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab I akan membahas enam bagian pendahuluan dari penelitian ini. Enam
bagian tersebut yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada prinsipnya merupakan proses pematangan kualitas
hidup. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya
mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan
sehari-hari (Buchori dalam Trianto, 2009: 4). Karena itulah fokus
pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan
menitikberatkan proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak dan
keimanan. Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara (1889-1959), “Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran
(intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakat.
Mulyasana (2012: 120) mengatakan bahwa diharapkan pendidikan pada
waktu dekat ini menampilkan pendidikan yang lebih bermutu. Pendidikan
kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan
peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dan
dari buruknya akhlak keimanan.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di pendidikan formal
sudah ada pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Karena pelajaran IPA
berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari dan sebagai dasar
mengungkapkan fenomena alam yang terjadi, sehingga pembelajaran IPA
harus diajarkan secara mendalam agar siswa mampu memahami
konsep-konsep yang terkandung IPA . Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar,
IPA diajarkan dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir
dan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
mencapai tujuan tersebut diharapkan siswa dapat memahami
konsep-konsep belajar IPA secara benar (Suparno, 2005: 54).
Faktanya prestasi pembelajaran IPA di Indonesia masih sangat
rendah, dengan beberapa bukti dari Program for Internasional Student
Assesment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) menyatakan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk
semua bidang yang diukur ternyata Indonesia berada di bawah rata-rata
skor internasional yang sebesar 500, menurut PISA 2006 dan TIMSS
2007. Berdasarkan studi PISA tahun 2003, Indonesia berada di urutan 39
dari 41 negara untuk Matematika dan IPA (Kompas, 28 Oktober 2009),
dan dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan lima guru dari
wilayah Kecamatam Kalasan untuk mata pelajaran IPA masih sangat
rendah.
Menurut Suparno (2005: 2-3) rendahnya hasil belajar IPA siswa
juga dapat disebabkan karena pemahaman siswa yang salah tentang suatu
konsep IPA (miskonsepsi) dan konsepsi yang telah dimilikinya, yang pada
umumnya tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Dalam pelajaran IPA usaha
yang dilakukan guru untuk memahami konsepsi siswa merupakan titik
awal proses perubahan konseptual siswa. Siswa bukanlah suatu kertas
kosong yang bersih, yang dalam proses pembelajaran akan ditulis oleh
guru. Konsepsi yang kurang lengkap atau kurang sempurna dapat
menimbulkan miskonsepsi pada siswa.
Adanya miskonsepsi yang dalam IPA yang dialami murid
berpengaruh pada prestasi IPA di sekolah. Berdasarkan tes sampling yang
peneliti lakukan sebelum pengambilan dan pengolahan data dilima sekolah
dengan jumlah siswa 50 siswa pada Kecamatan Kalasan ada 45 siswa
yang belum mampu menerapkan konsep dengan baik. Siswa
se-Kecamatan Kalasan masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan
dalam Ujian Nasional karena masih banyak siswa yang belum memahami
konsep dengan benar terbukti dari wawancara yang saya lakukan kepada 5
sekolah dan 5 guru yang mengampu kelas V pada tanggal 25 Maret 2015
ada 4 guru yang mengatakan bawah nilai KKM terendah pada kelas V
adalah mata pelajaran IPA dan sisanya mengatakan mata pelajaran lain .
pada memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya. Penelitian ini di lakasanakan di seluruh SD Negeri
se-Kecamatan kalasan, karena peneliti beranggapan bahwa belum ada
penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kalasan mengenai miskonsepsi
pada siswa.
Berdasarkan fakta yang peneliti dapatkan, maka peneliti tertarik
untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika
Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Kalasan, Sleman
Tahun 2015”. Penelitian ini, dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi
yang terjadi pada siswa dan perbedaan miskonsepsi yang dilihat dari jenis
kelamin siswa, sehingga guru dapat dengan cepat melakukan penanganan
kepada siswa yang mengalami miskonsepsi.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang mendasari
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Rendahnya pembelajaran IPA berdasarkan hasil didapat dari literasi
PISA dan TIMSS.
2. Masih banyak siswa SD Negeri kelas V se-Kecamatan Kalasan pada
pembelajaran IPA yang mendapat nilai di bawah KKM.
3. Pemantapan konsep IPA siswa dengan materi gaya, gerak, dan energi,
C. Batasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah atau tidak terlalu luas, maka peneliti
membuat batasan masalah. Masalah yang diteliti akan dibatasi sebagai
berikut:
1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri semester 2
se-Kecamatan Kalasan, Sleman.
2. Fokus penelitian pada miskonsepsi IPA Fisika.
`SK dan KD sebagai berikut :
a. SK (Standar Kompetensi)
1.) Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya.
2.) Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu
karya atau model.
3.) Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya
dengan penggunaan sumber.
b. KD (Kompetensi Dasar)
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui
percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan
lebih mudah dan lebih cepat.
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan
3. Fokus penelitian pada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis
kelamin siswa.
4. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar yang menggunakan Kurikulum
KTSP.
D. Rumusan Masalah
Latar belakang masalah dan batasan masalah yang dikemukakan
melandasi rumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se
Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman?
2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin
siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten
Sleman?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se
2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis
kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan
Kabupaten Sleman.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bermakna
bagi:
1. Siswa
Siswa akan mendapat pengalaman mengerjakan soal yang
berhubungan dengan materi.
2. Guru
Guru dapat memperbaiki konsep pembelajaran yang terjadi kepada
siswa yang mengalami miskonsepsi secara cepat sehingga siswa tidak
akan terjadi miskonsepsi secara berkelanjutan.
3. Sekolah
Dengan adanya pelaksanaan penelitian ini dapat meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah tersebut, sekolah dapat mengetahui
kelebihan yang akan dikembangkan dan kekurangan akan diperbaiki
4. Peneliti
Peneliti mampu memberikan solusi terhadap masalah yang berada di
G. Definisi Operasional
Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain:
1. Miskonsepsi disebut juga salah konsep adalah konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian ilmiah dan tidak diterima oleh pakar bidang
itu.
2. IPA adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang gejala alam
yang sifatnya lebih pasti karena didasarkan pada percobaan dan
pengamatan manusia secara terukur.
3. Miskonsepsi IPA adalah salah konsep disebut juga konsep IPA yang
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah dan tidak diterima oleh pakar
bidang IPA. Penelitian miskonsepsi ini ditandani dengan siswa yang
menjawab dengan jawaban salah tetapi yakin benar.
4. Siswa Kelas V SD adalah 863 siswa yang berada pada tingkat kelas V
dengan rata-rata umur 10-11 tahun di SD Negeri Se-Kecamatan
Kalasan.
5. Kecamatan Kalasan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten
Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Kecamatan Kalasan berada di sebelah Timur Laut dari Ibu Kota
Kabupaten Sleman, yang berbatasan dengan kota Klaten di sebelah
timur, sebelah barat dengan kota Purworejo, sebelah utara kota
6. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II membahas empat bagian inti yaitu kajian, hasil penelitian
yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Bagian-bagian
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut. A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan uraian hasil pengkajian kita terhadap
berbagai referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian. Kajian pustaka
misalnya dapat mengkaji beberapa hal sebagai berikut.
1. Konsep
Rosser (dalam Dahar 2009: 155) mengatakan bahwa konsep
adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas atau objek, kejadian,
kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep
tentang suatu objek dapat diperoleh dari hasil persepsi terhadap
gejala-gejala alam, karena dari persepsi terhadap gejala-gejala akan diperoleh
pemahaman secara konseptual tentang objek tersebut.
Menurut Amien (1990: 156) konsep merupakan suatu gagasan atau
ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang
dapat digeneralisasikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu konsep
akan terbentuk apabila dua atau lebih objek dapat dibedakan
berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk, atau sifat-sifatnya. Bourne seperti
dapat dianggap sebagai suatu unit pikiran atau gagasan. Lebih lanjut
dikatakan bahwa suatu konsep tidak berdiri sendiri tetapi saling
berhubungan satu sama lain dengan sistem dinamik yang disebut dengan
sistem konseptual.
Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa suatu
konsep, persepsi, atau gagasan yang dimiliki seseorang dengan yang lain
diperoleh dari pengalaman tertentu dan pemahaman konseptual tentang
objek tersebut berbeda beda, sehingga akan diperoleh pemahaman yang
berbeda tentang objek tersebut.
2. Konsepsi
Menurut Budi (1992: 114-115) konsepsi adalah sebagai
kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh indra maupun
kondisi lingkungan.
Jika beberapa potong es batu dimasukan ke dalam sebuah gelas
yang kering maka setelah beberapa saat kemudian akan ditemukan
titik-titik air yang menempel di permukaan luar gelas. Menurut para ilmuwan
munculnya titik-titik air yang menempel dipermukaan gelas tersebut
berasal dari uap air berada di udara sekitar gelas. Pada saat udara yang
mengandung air tersebut menyentuh permukaan gelas yang dingin maka
uap air akan mengembun dan menempel pada permukaan gelas. Jika
situasi tersebut dihadapkan kepada murid mungkin akan ditemukan
lain tentang konsep inilah yang disebut dengan konsepsi (Van dan Breg.
1991).
Konsepsi murid terhadap suatu konsep dapat benar atau salah. Jika
konsepsi murid terhadap suatu konsep dengan konsepsi para ilmuwan,
dikatakan murid tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi
murid tentang suatu konsep berbeda dengan para ilmuwan, dikatakan
murid tersebut mengalami miskonsepsi.
3. Miskonsepsi
a. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar.
Miskonsepsi dapat berbentuk konsepsi, kesalahan hubungan yang
tidak benar antar konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan
yang salah. Menurut Fowler (dalam Suparno, 2005:4) miskonsepsi
dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep,
penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang
salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda,
kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis
konsep-konsep yang tidak benar.
Dalam pembelajaran fisika kumpulan pengetahuan dapat
berupa fakta, konsep, prinsip, teori dan model. Miskonsepsi dapat
timbul karena tidak ada kecocokan antara teori, model atau konsep
yang secara spontan telah ada pada benak siswa (Prasetyo,
2004:49). Van den Berg (1991:10) mengartikan miskonsepsi
sebagai konsepsi yang bertentangan dengan konsepsi para
fisikawan. Sutrisno menyatakan miskonsepsi adalah
konsepsi-konsepsi lain, yang tidak sesuai dengan konsep ilmuwan secara
umum. Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005: 4)
menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah
dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang
diterima para ahli.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
miskonsepsi adalah ketidakcocokan konsep dan penjelasan salah
yang dimiliki siswa atau sesorang dengan konsep yang dimiliki
oleh para ahli. Kesalahan pemahaman dalam menghubungkan
suatu konsep dengan konsep yang lain, antara konsep yang baru
dan konsep yang sudah ada dalam pikiran siswa sehingga terbentuk
konsep yang salah.
Menurut Simanek (dalam Donald E, 2009) miskonsepsi
dapat terjadi di dalam dan di luar sekolah, jika miskonsepsi terjadi
di sekolah maka guru, buku, bahkan siswa itu sendiri merupakan
sumber terjadinya miskonsepsi. Penyebab dari guru yaitu,
ketidakjelasan dalam menyampaikan materi pelajaran, penggunaan
media pelajaran yang tidak sesuai dengan materi yang
kemampuan guru dalam mengelola dan menyampaikan materi
pelajaran.Sedangkan penyebab dari siswa antara lain, rendahnya
motivasi belajar, cara belajar yang kurang baik dan kurang mampu
dalam mengaitkan antara konsep-konsep yang saling berhubungan.
Miskonsepsi siswa dapat terjadi pada berbagai tingkatan
pendidikan formal dalam berbagai subjek. Miskonsepsi pada
umumnya sulit direduksi meskipun berbagai upaya perbaikan
pembelajaran telah dilakukan. Hal ini antara lain disebabkan oleh:
(1) jarang dilakukan tes atau tugas yang ditujukan untuk melihat
terjadinya miskonsepsi, (2) miskonsepsi muncul dari kesalahan
analogi, (3) banyak miskonsepsi yang muncul dari keterangan
terlalu singkat, tanpa penjelasan rinci, (4) adanya slogan misalnya
‘aksi sama dengan reaksi’ dan ‘setiap akibat memiliki sebab, akan
mendorong pemikiran yang dangkal.
Berdasarkan teori seperti yang dijabarkan di atas miskonsepsi
merupakan perbedaan penangkapan konsep antara orang satu
dengan orang yang lain dengan konsep awal dan konsep ilmiah
atau yang diperoleh dari para ahli.
b. Penyebab Miskonsepsi
Berg (Yunita, dkk, 2013:2) menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi miskonsepsi adalah, siswa,
guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Apabila
guru, akan berdampak pada hasil belajar siswa, karena semakin
bertambahnya materi yang tidak mampu dipahami oleh siswa
dengan tuntas, akan menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas
dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks,
dan metode mengajar (Suparno, 2005: 29-54). Untuk lebih
jelasnya, akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Siswa
Miskonsepsi dalam bidang fisika paling banyak berasal dari diri
siswa sendiri. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat
dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain :
a. Prakonsepsi atau konsep awal siswa, banyak siswa sudah
mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu
bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah
bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung
miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari
orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di
lingkungan siswa. Prakonsepsi yang dimiliki siswa
menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak diam,
tetapi terus aktif untuk memahami sesuatu.
b. Pemikiran asosiatif siswa, asosiasi siswa terhadap
istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonspesi
mengasosiasikan gaya dengan aksi atau gerakan. Gaya oleh
banyak siswa dianggap selalu menyebabkan gerakan. Maka
jika siswa tidak tidak melihat suatu benda bergerak, mereka
memastikan tidak ada gaya.
c. Pemikiran humanistik, siswa kerap kali memandang semua
benda dari pandangan manusiawi (Gilbert dalam Suparno,
2005: 36). Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku
manusia yang hidup, sehingga tidak cocok.
d. Reasoning yang tidak lengkap atau salah, miskonsepsi juga
dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaram siswa yang
tidak lengkap atau salah (Comins dalam Suparno, 2005: 38).
e. Intuisi yang salah, intuisi atau perasaan siswa dapat
menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaab
dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan
sikap arau gagasan tentang sesuatu sebelum secara obyektif
dan rasional diteliti. Contoh siswa kadang-kadang
mempunyai instuisi bahwa benda yang besar akan jatuh
bebas lebih cepat daripada benda yang kecil. Pemikiran
instuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan
mengakibatkan miskonsepsi.
f. Tahap perkembangan kognitif siswa, perkembangan kognitif
siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat
siswa yang masih dalam tahap operasional konkret bila
mempelajari suatu bahan yang abstrak sulit menangkap dan
sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut.
g. Kemampuan siswa, siswa yang kurang berbakat fisika atau
kurang mampu dalam mempelajari fisika, sering mengalami
kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses
belajar. Minat belajar, siswa yang berminat pada fisika
cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada
siswa yang tidak berminat pada fisika.
2. Guru atau pengajar
Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi
yang dibawa oleh guru fisika. Guru tidak menguasai bahan, tidak
kompeten, bukan lulusan dari dari bidang ilmu, tidak
membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide, realisasi
guru-siswa tidak baik. Guru yang tidak menguasai bahan atau
materi tentang suatu konsep pembelajaran dan diajarkan kepada
siswa secara tidak benar, akan menyebabkan siswa
mendapatakan miskonsepsi. (Suparno, 2005: 42).
3. Buku
a. Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Mungkin
karena bahasanya yang sulit atau karena penjelasan tidak
menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang dari buku
teks (Lona dalam Suparno, 2005: 44).
b. Buku fiksi sains(Science Fiction), banyak negara
menerbitkan buku fiksi sains untuk menarik anak-anak
menyukai bidang sains, termasuk fisika. Tujuannya untuk
menarik anak, maka seringkali pengarang membuat gagasan
fisika secara sederhana dan bahkan agak ekstrem yang
kurang berdasarkan kaedah ilmu yang sesungguhnya. Meski
di satu sisi buku ini baik, karena membuat anak senang
membaca dan mempelajari fisika, tetapi dalam banyak hal
dapat juga menyesatkan dan memunculkan miskonsepsi pada
diri anak.
c. Kartun (Cartoon), gambar-gambar kartun dalam majalah
sains sering kali dapat memunculkan dan menyebabkan
miskonsepsi pada siswa bila tidak mengindahkan hukum dan
teori fisika yang berlaku.
4. Konteks
a. Pengalaman siswa
Pengalaman belajar siswa dalam kegiatan sehari-hari dapat
dijadikan sebagai sumber belajar namun dalam pengalaman
yang didapat siswa tersebut belum tentu hasilnya sesuai
dengan yang ada dalam pembelajarn formal di sekolah.
Bahasa siswa yang diganakan sehari-hari terkadang
menimbulkan salah arti dengan yang dimaksudkan sehingga
terjadi simpang siur dan salah paham. Misalnya, dalam
bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah
berat dan kg. Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya,
dan unitnya adalah Newton.
c. Teman lain
Banyak siswa yang tidak kritis terhadap kesalahan teman,
terlebih bila teman tersebut dianggapnya dekat, pandai atau
berpengaruh. Jika salah konsep yang diajarkan maka juga
akan terjadi salah konsep yang beruntutan.
d. Keyakinan dan ajaran agama
Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab
miskonsepsi dalam bidang fisika (Commins dalam Suparno,
2005: 49). Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini
secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat
menerima penjelasan ilmu pengetahuan.
e. Metode mengajar
Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih
yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang
digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi
sering mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan penyebab
miskonsepsi adalah siswa/mahasiswa, guru/pengajar, buku
teks, konteks, dan metode mengajar. Miskonsepsi pada siswa
disebabkan oleh pengetahuan awal siswa (prakonsepsi),
pemikiran siswa, pemahaman siswa yang berbeda, cara
berfikir yang berbeda, serta minat belajar yang ada dalam diri
siswa. Miskonsepsi yang terjadi pada guru/pengajar terjadi
karena guru kurang menguasai bahan atau materi, serta guru
kurang berkompeten dalam bidang tersebut, serta realisisai
antara guru dengan siswa yang kurang. Buku teks, buku fiksi,
kartun dapat menyebabkan miskonsepsi karena bahasanya
yang digunakan sulit, penjelasan tidak benar atau tidak sesuai
dengan kaedah ilmu (teori-teori fisika yang berlaku).
Konteks menjadi penyebab miskonsepsi karena pengalaman,
bahasa, teman, serta keyakinan dan ajaran agama yang
dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Kemudian cara mengajar
atau metode mengajar yang digunakan guru sulit dipahami
siswa sehingga tidak dapat mengungkap miskonsepsi yang
terjadi pada siswa.
5. Kiat-kiat mengatasi Miskonsepsi
Kurangnya pemahaman terhadap suatu konsep,
kurang memuaskan pada peserta didik. Ada beberapa langkah
yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi yaitu
mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa,
mencoba menemukan penyebab miskonsepsi, dan mencari
perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi.
Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu
siswa mengatasi msikonsepsi ada 3, yaitu (Suparno, 2005:55) :
a. Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan
siswa
Untuk dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi,
pertama-tama guru perlu mengerti kerangka berfikir, cara
menangkap, dan bagaimana gagasan siswa, dengan begitu
kita dapat mengetahui dengan tepat dimana letak
miskonsepsi siswa dan kita dapat membantunya. Cara yang
dilakukan seperti, siswa dibebaskan mengungkapkan gagasan
dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan.
Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. Guru dapat
memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang
biasanya membuat siswa bingung dan sisiwa diminta
menjawab secara jujur. Pertanyaan ini dapat dilakukan secara
pribadi maupun umum di kelas. Guru juga dapat mengajak
mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa
berdiskusi dengan bebas.
b. Mencoba menemukan penyebab miskonspesi yang dialami
siswa
Untuk menemukan penyebab miskonsepsi yang
dialami oleh siswa dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu,
guru dapat melakukan wawancara secara langsung baik
pribadi ataupun umum di kelas, guru juga bisa memberikan
pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa.
c. Mencari perlakuan yang sesuai untuk siswa
Para pendidik sebaiknya mencari dan memilih metode
atau strategi pembenahan miskonsepsi siswa yang lebih
cocok dengan situasi siswa yang mereka hadapi.
Disimpulkan bahwa cara mengatasi miskonsepsi dengan
mencari tahu miskonsepsi yang dialami siswa, lalu mencari tahu
penyebab kesalahan atau miskonsepsi yang dialami siswa,
sehingga dengan metode dan strategi yg tepat dapat mengurangi
dampak terjadinya miskonsepsi pada siswa.
4. Hakikat Pembelajaran IPA
Menurut Trianto (2010:137) bahwa hakikatnya IPA dibangun atas
dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun menentukan pengetahuan baru.
Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran.
IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk
memperoleh hasil (produk) inilah yang kemudian dikenal sebagai proses
ilmiah. Melalui proses-proses ilmiah akan didapatkan temuan-temuan
ilmiah.
Menurut Fisher seperti dikutip oleh Amien (1990: 54). IPA
merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. Dengan
demikian dalam pembelajaran IPA dikehendaki adanya keterlibatann
langsung antara anak dengan objek yang sedang dipelajari. Seorang
anak yang memperlajari IPA akan menemukan pengertian-perngertian
tentang sejumlah gejala melalui pengetahuan panca inderanya.
Kesalahan anak dalam mempelajari suatu konsep IPA dapat
menyebabkan terjadinya miskonsepsi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
5. Pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2
Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan,
yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa
maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru
dalam rangka membuat siswa belajar.
Proses tersebut dimulai dari merencanakan progam pengajaran
tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan)
berikut persiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat
peraga dan alat-alat evaluasinya (Zaini, 2004: 4).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka disimpulkan
pembelajaran adalah suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan
guru dalam rangka membuat siswa belajar, pembelajaran juga
merupakan persiapan di masa depan dan sekolah mempersiapkan
mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan
agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan
dan penyajian gagasan-gagasan.
IPA adalah pengetahuan khusus yaitu dengan melakukan
observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian
seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain
(Abdullah, 1998: 18). IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sulistyorini,
2007: 39).
Menurut Iskandar (2001: 2) IPA adalah ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi alam. Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa
mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi
tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan
penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai
cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu
siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas
dalam Suyitno, 2002: 7).
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi,
penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan,
gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang
diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain
penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.
1) Tujuan Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD/MI
bertujuan agar siswa:
a) Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif
b) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
c) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
d) Mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya
sains dalam kehidupan sehari-hari.
e) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman
ke bidang pengajaran lain.
f) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam. Menghargai berbagai macam bentuk
ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari
(Sulistiyorini, 2007: 40)
2) Pembelajaran IPA di SD kelas V Semester 2
Ada beberapa materi yang akan dibahas dalam penelitian
ini yaitu sebagai berikut :
a. Gaya
Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan
benda bergerak disebut gaya. Gaya yang dikerjakan pada suatu
benda dapat mengakibatkan benda bergerak, berubah bentuk,
dan berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89). Seorang yang
mendorong meja, meja yang tadinya diam sekarang bisa
bergerak. Meja bisa bergerak karena orang memberikan sesuatu
kekuatan melalui dorongan, kekuatan itulah yang kita namakan
sebagai gaya. Gaya adalah dorongan atau tarikan yang dapat
menyebabkan benda bergerak. Jadi bila kita menarik atau
mendorong benda hingga benda itu bergerak maka kita telah
memberikan gaya terhadap benda tersebut.
Gambar 2.1 Gaya Grafitasi
Sumber: Winarti (2009: 61)
Besar kecilnya gaya dapat diukur menggunakan alat yang
bernama neraca pegas atau dinamometer. Sedangkan satuan
gaya dinyatakan dalam satuan Newton yang biasa ditulis
Newton, seorang ahli matematika dan ilmuwan besar.
Besarnya gaya yang diperlukan untuk menarik benda akan
ditunjukkan oleh jarum pada skala dinamometer.
Jenis-jenis Gaya
Secara sadar atau tidak kita sering melakukan aktivitas
yang memerlukan gaya. Tetapi jenis gaya tidak hanya yang
kita keluarkan. Berikut ini adalah jenis-jenis gaya:
1.) Gaya magnet:
Kekuatan yang menarik jarum, paku, atau benda
logam lainnya yang ada disekitarnya. Magnet memiliki 2
kutub yaitu kutub utara dan selatan. Bentuk magnet
beragam ada yang berbentuk jarum, ada yang berbentuk
huruf “U”, berbentuk silinder, berbentuk lingkaran dan
ada yang berbentuk batang.
Gambar 2.2 Magnet
2.) Gaya listrik statis:
Kekuatan yang dimiliki benda yang bermuatan
listrik untuk menarik benda-benda disekitarnya. Untuk
melihat adanya gaya listrik statis, bisa dicoba dengan
mengosok-gosok penggaris pada rambut kering kita,
kemudian dekatkan pada sobekkan kertas, maka
sobekkan kertas tersebut akan menempel pada penggaris.
Penggaris bisa menarik potongan kertas dengan gaya
listrik statis.
3.) Gaya gravitasi bumi :
Kekuatan bumi untuk menarik benda lain ke bawah.
Bila kita melempar benda ke atas, baik dari kertas, pensil
atau benda lain maka semua benda itu akan jatuh ke
bawah. Berbeda bila di luar angkasa para astronot tidak
merasakan gaya gravitasi, akibatnya mereka akan
melayang-layang bila berada di luar angkasa.
4.) Gaya Gesekan:
Bila kedua benda saling bergesekkan, maka antara
keduanya akan muncul gaya gesek. Gaya gesek bisa
menguntungkan dan merugikan. Bila kita berjalan di
jalan yang kering, antara sepatu dan jalan akan muncul
gaya gesek. Gaya gesek ini membantu kita untuk bisa
geseknya akan kecil dan kita akan kesulitan untuk
berjalan.
Gambar 2.3 Gaya Gesek
Sumber: Winarti (2009: 66)
b. Pesawat Sederhana
Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan
manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya
menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat
sederhana (Sulistyanto, 2008: 109). Pesawat sederhana
dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu tuas, bidang miring,
katrol, dan roda berporos (Sulistyanto, 2008: 110-112).
1. Tuas
Prinsip kerja tuas kalau kita akan mengangkat benda
dengan menggunakan tuas, maka kita harus meletakkan benda di
salah satu ujung pengungkit (tuas) kemudian memasang batu atau
benda apa saja sebagai penumpu dekat dengan benda seperti pada
gambar. Selanjutnya tangan kita memegang ujung batang
pengungkit dan menekan batang pengungkit tersebut secara
Dengan menggunakan tuas semakin jauh jarak kuasa
terhadap titik tumpu, maka semakin kecil gaya yang diperlukan
untuk mengangkat beban, atau dapat dirumuskan B X Lb = F X Lk
Keterangan :
B : Beban yang akan diangkat satuannya (Newton )
Lb : Jarak antara Beban dengan titik tumpu (satuannya meter)
F : Kuasa (gaya yang akan mengangkat beban) (satuannya
Newton)
Lk : Jarak antara Kuasa dengan titik tumpu (satuannya meter )
1) Jenis Tuas
Berdasarkan letak titik tumpunya, tuas dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelas/jenis :
a) Tuas kelas pertama
Tuas kelas yang pertama yaitu tuas yang memiliki titik
tumpu berada diantara titik kuasa F dan titik beban B,
Contohnya : gunting, palu dan sebagainya
Gambar 2.4 Tuas Jenis 1
b) Tuas kelas kedua
Tuas kelas kedua yaitu tuas yang memiliki titik beban
berada di antara titik kuasa F dan titik tumpu T atau bebannya
diletakkan diantara titik tumpu dan titik kuasa. Contoh alat
yang bekerja berdasarkan prinsip tuas kelas kedua antara lain :
Gerobak dorong, pembuka botol, dan pemecah biji.
Gambar 2.5 Tuas Jenis 2
Sumber: Winarti (2009: 72)
c) Tuas kelas ketiga
Tuas yang titik kuasa F posisinya berada diantara titik
tumpu T dan titik beban B contohnya: penjepit, pinset, tangan
Gambar 2.6 Tuas Jenis 3
Sumber: Winarti (2009: 73)
2. Bidang Miring
Bidang miring merupakan salah satu jenis pesawat
sederhana yang digunakan untuk memindahkan benda dengan
lintasan yang miring. Dengan menggunakan bidang miring beban
yang berat dapat dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dengan
lebih mudah, artinya gaya yang kita keluarkan menjadi lebih kecil
bila dibanding tidak menggunakan bidang miring. Semakin landai
bidang miring semakin ringan gaya yang harus kita keluarkan.
Gambar 2.7 Bidang Miring
Dalam kehidupan sehari-hari prinsip bidang miring digunakan
untuk alat bantu kerja misalnya baji dan sekrup :
3. Katrol
Salah satu jenis katrol adalah kerekan. Kerekan umumnya
digunakan untuk mengubah gaya dari gaya angkat menjadi gaya
tarik.
Gambar 2.8 Katrol
Sumber: Winarti (2009: 75)
4. Roda Berporos
Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan
sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama. Contohnya yaitu
roda sepeda, kursi roda, roda gerobak, dan lain sebagainya
(Haryanto, 2004: 129).
Gambar 2.9Sepeda Beroda
c. Sifat-sifat Cahaya
Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada
cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda
akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat
terlihat. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda
bening, dan dapat dipantulkan (Sulistyanto, 2008: 125)
1. Cahaya merambat lurus
Gambar 2.10 Cahaya
Sumber: Winarti (2009: 78)
Salah satu sifat cahaya adalah merambat lurus dari
sumbernya. Lihat contoh kedua gambar di sebelah kiri. Gambar
tersebut membuktikan bahwa cahaya merambat lurus. Contoh lain
yang membuktikan cahaya merambat lurus tampak pada berkas
cahaya matahari yang menembus masuk ke dalam ruangan yang
gelap. Demikian pula dengan berkas lampu sorot pada malam hari.
2. Cahaya menembus benda bening
Gambar di samping adalah seorang anak yang
mengarahkan senter ke sebuah kertas putih dan cahaya tidak
tembus. Kemudian kertas putih diganti dengan plastik bening maka
cahaya menembus benda bening tetapi tidak menembus benda
yang tidak bening apalagi benda gelap. Cahaya menembus benda
bening dapat terlihat jika kita menerawangkan plastik bening ke
arah sinar lampu. Sinar tersebut dapat kita lihat karena cahaya
dapat menembus benda bening. Jika cahaya mengenai benda yang
gelap (tidak bening) misalnya pohon, tangan, mobil, maka akan
membentuk bayangan. Contoh lain yang membuktikan bahwa
cahaya dapat menembus benda bening adalah jika kita berada di
dalam ruangan berkaca berwarna bening dan kita memandang ke
halaman kita dapat melihat anak-anak yang sedang bermain di
halaman.
3. Cahaya dapat dibiaskan
Gambar 2.11 Pembiasan Cahaya
Sumber: Winarti (2009: 81)
Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat
yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal.
cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang
rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Misalnya cahaya merambat dari air ke udara. Pembiasan
cahaya sering kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
dasar kolam terlihat lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya.
Gejala pembiasan juga dapat dilihat pada pensil yang dimasukkan
ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut akan tampak patah.
4. Cahaya dapat dipantulkan
Kita dapat melihat sebuah benda jika ada cahaya.
Prosesnya yaitu sinar/cahaya mengenai benda dan benda yang
terkena cahaya memantulkannya ke mata kita.
Gambar 2.12 Pemantulan Cahaya Teratur
Sumber: Winarti (2009: 82)
1) Pemantulan teratur yaitu jika sinar datarng jatuh pada benda
yang permukaannya rata. Pada pemantulan teratur sudut
Gambar 2.13 Pemantulan Cahaya Tidak Teratur
Sumber: Winarti (2009: 82)
2) Pemantulan tidak teratur adalah pemantulan tidak teratur
terjadi jika sinar atau cahaya jatuh pada benda yang
permukaan tidak rata. Pada pemantulan tidak teratur sudut
datang tidak sama dengan sudut pantul.
d. Proses terbentuknya tanah
Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan
menjadi butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan
butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah
(Azmiyawati, 2008: 124).
Azmiyawati (2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis
batuan yang menyusun lapisan kerak bumi dilihat dari proses
terbentuknya yaitu :
1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma
yang membeku.
Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan
hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari
batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan
tumbuhan.
3) Batuan Malihan (Metamorf)
Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen
yang mengalami perubahan (metamorfosis). Batuan sedimen ini
mengalami perubahan karena mendapat panas dan tekanan dari
dalam Bumi. Jika mendapat panas terus menerus, batuan ini
akan berubah menjadi batuan malihan.
a. Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan
Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah
menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan.
Batuan dapat mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di
antaranya cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Pelapukan yang
disebabkan oleh faktor cuaca ini disebut pelapukan fisika.
Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan,
misalnya pepohonan dan lumut. Pelapukan yang disebabkan
oleh aktivitas makhluk hidup ini disebut pelapukan biologi.
(Azmiyawati, 2008: 128)
b. Lapisan Bumi
Dalam susunan bumi , peneliti membahas tentang selimut bumi
1) Selimut Bumi
Berbicara tentang Bumi, kita tidak boleh melupakan
selubung udara yang menyelimuti Bumi. Selubung udara itu
disebut atmosfer. Azmiyawati (2008: 139-140) mengungkapkan
bahwa atmosfer terdiri atas lapisan troposfer, stratosfer,
mesosfer, dan termosfer.
Lapisan troposfer terbentang sejauh 10 km dari permukaan
bumi. Lapisan troposfer merupakan lapisan yang paling dekat
dengan Bumi. Lapisan inilah yang memengaruhi cuaca.
Di atas lapisan troposfer terdapat lapisan stratosfer. Lapisan
stratosfer berjarak 10–50 km di atas permukaan bumi. Udara di lapisan stratosfer sangat dingin dan tipis. Lapisan di atas
stratosfer yaitu mesosfer. Lapisan mesosfer berjarak 50-80 km
di atas permukaan bumi. Lapisan di atas mesosfer yaitu lapisan
termosfer. Lapisan termosfer terbentang pada ketinggian 80–500 km di atas permukaan bumi. Di lapisan ini terjadi efek cahaya
yang disebut aurora. Lapisan yang paling jauh dari permukaan
bumi yaitu lapisan eksosfer. Eksosfer ada di ketinggian 700 km
di atas permukaan bumi. Setelah lapisan eksosfer adalah
2) Lapisan Penyusun Bumi
Di bawah ini gambar penampang bumi
Gambar 2.14 Penampang Bumi
Sumber: Winarti (2009: 84)
Mengungkapkan ada tiga lapisan penyusun Bumi yaitu :
a) Kerak
Kerak adalah lapisan terluar permukaan bumi yang
berupa batuan keras dan dingin setebal 15–60 km.
b) Selubung atau Mantel
Selubung atau mantel merupakan lapisan di bawah
kerak yang tebalnya mencapai 2.900 kilometer. Lapisan
mantel merupakan lapisan yang paling tebal. Lapisan ini
terdiri atas magma kental yang bersuhu 1.400°C–2.500°C.
c) Inti
Inti terdiri atas dua bagian, yaitu inti luar dan inti
dalam. Lapisan inti luar merupakan satu-satunya lapisan
cair. Lapisan ini mempunyai tebal ±2.255 kilometer,
dalam merupakan bola logam yang padat dan mampat,
bersuhu sangat panas sekitar 4.500°C
6. Miskonsepsi IPA
Penelitian mengenai miskonsepsi pada konsep fisika sudah
dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu oleh para peneliti fisika. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami miskonsepsi
pada konsep fisika salah satunya adalah mengenai miskonsepsi cahaya
antara lain oleh Stead dan Osborne (1980) serta Anderson dan Karrqvist
(1981) memperlihatkan bahwa banyak siswa atau mahasiswa berpikir
bahwa “cahaya tidak berjalan sama sekali atau hanya berjalan dalam lingkungan gelap”(van den Berg, 1991: 93). Kebanyakan buku teks dan
guru tidak sadar akan konsepsi ini.
Adanya miskonsepsi dalam IPA sering dialami murid dan
berpengaruh pada prestasi IPA di sekolah, oleh sebab itu, sangat
disayangkan jika miskonsepsi yang terjadi pada siswa mata pelajaran
IPA merupakan mata pelajaran yang bekelanjutan. Hal ini tentu saja
secara umum akan mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia.
Sehingga peneliti melakukan penelitian dari taraf dasar pendidikan yaitu
Sekolah Dasar.
Penelitian yang ditemukan kebanyakan dilakukan tentang
miskonsepsi dalam konsep IPA Fisika yang terjadi pada murid di suatu
daerah tertentu. Lokasi penelitian hanya mencakup satu wilayah tertentu