i
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELLBEING) PADA ORANG TUA YANG HIDUP DALAM KEMISKINAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)
Program Studi Psikologi
Oleh:
RARA PISCA DEWI NIM : 079114133
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
Jika ingin memperoleh kesuksesan janganlah hanya menjadi seorang pemimpi tapi jadilah pribadi penuh aksi.
Seseorang dinyatakan gagal ketika seseorang itu menyerah. Ketika seseorang masih terus berusaha meskipun terasa berat, tetap berjalan walaupun terseok, bangkit kembali
setelah terjatuh seseorang tersebut dapat diakatakan sukses dalam kehidupan. Kesuksesan bukan hanya terletak pada kekayaan materi tetapi juga kekayaan hati dan kemauan untuk
v
Karya kecil ini kupersembahkan untuk orang-orang yang dengan
tulus mencintaiku
Kedua orang tuaku Bapak Yohanes Jumbidi dan Ibu Fransisca Surami yang selalu menjadi cahaya dalam hidupku dan selalu menerangi jiwaku sehingga aku tidak pernah tersesat dan terjatuh dalam gelap.
Kedua saudaraku Veronica Isnawati dan Mikael Mario Putra Prapaska yang telah membakar semangatku untuk menjadi yang terbaik. Kalian adalah obor bagiku, tak hanya menyala memberi terang tetapi juga menghangatkan jiwaku.
Penguasa Hatiku Yusup Agung Joko Nugroho yang hadir dalam hidupku untuk menjadi pelangi jiwaku, memberikan berbagai macam warna indah yang tak pernah kulihat sebelumnya.
vii
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL WELLBEING)
PADA ORANG TUA YANG HIDUP DALAM KEMISKINAN
Rara Pisca Dewi
ABSTRAK
Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dan bertujuan untuk mendeskripsikan kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan. Subjek dalam penelitian ini adalah suami maupun istri yang belum maupun sudah memiliki anak. Kesehatan mental sangat diperlukan sejak awal hidup berkeluarga agar dapat membangun keluarga yang sejahtera dan sehat mental terlebih pada orang tua yang sudah memiliki anak karena orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan mental anak. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 6 orang dan berusia antara 24-40 tahun yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 3 orang laki-laki. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian teridentifikasi memiliki kesejahteraan psikologis. Hal tersebut ditunjukkan subjek dengan memenuhi kriteria orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan positif, tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, dan otonomi. Adanya kesejahteraan psikologis pada subjek penelitian diharapkan dapat membuat subjek memiliki kesehatan mental yang baik. Kesehatan mental perlu ditingkatkan agar subjek menjadi lebih produktif, sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup.
viii
PSYCHOLOGICAL WELLBEING ON PARENTS WHO LIVE IN POVERTY
Rara Pisca Dewi
ABSTRACT
This research has a qualitative descriptive design which meant to describe the psychological wellbeing on parents who live in poverty. Subject in this research are husband or wife who has or has no children. Mental health is extreamly needed from the first time they start the family life so that it can help on building a good mentally healthy family and have well being, especially to the parents because parents have an important role in children mental development. The research involving six subject that consist of three subject female and three subject men which has average rate in between 24-40 years old. The data were collected using interview methods. The result shows that subject in this research have psychological well-being. It is shown by subject by fulfilment the criteria of a person who has psychological well being which contains self acceptance, enviromental mastery, positive relations, purpose in life, personal growth, and autonomy. The existance of psychological well-being is expected to make the subject owns a good mental health. Mental health need to be promoted to make subject more productive, so that it expected to increase the life level.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang Maha Kuasa karena berkat karunia dan cinta kasihNya, sehingga skripsi yang berjudul “Kesejahteraan
Psikologis (Psychological Wellbeing) Pada Orang Tua Yang Hidup Dalam Kemiskinan” ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari kerjasama, bantuan, gagasan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi atas kesempatan yang telah diberikan selama proses studi.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
3. Ibu Aquillina Tanti Arini, S.Psi, M.si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktunya, dorongan, bimbingan, saran dan kesabaran selama proses penulisan skripsi ini.
xi
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan, ilmu, dan pengalamannya kepada penulis. 6. Mas Gandung, Pak Gi, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni yang telah
memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
7. Kedua orang tuaku, Bapak Yohanes Jumbidi dan Ibu Fransisca Surami, kedua saudaraku, mbak Veronica Isnawati dan adik Mikael Mario Putra Prapaska untuk segala cinta kasih, perhatian, dorongan, doa, bantuan, fasilitas, kesabaran, harapan, dan kebahagiaan yang diberikan kepada penulis.
8. Belahan jiwaku Yusup Agung Joko Nugroho untuk segala cinta, ketulusan, perhatian, kepedulian, kepercayaan, dukungan, doa, fasilitas, kesabaran dan harapan yang tak henti selalu diberikan kepada penulis. 9. Pelipur laraku, Felisitas Saskara Padma Kirana yang selalu ada
memberikan keceriaan dan tawa ketika penulis merasa jenuh dan kesepian. 10.Sahabat-sahabatku, Elisabeth Talita, Elisabeth Mila, Maria Yesia, Regina Pinasthika, Yosephin Febrina, dan Florentina Mutia yang telah memberikan warna dalam hidupku, berbagi kisah dalam perjalanan hidup kita.
xii
12.Transletor Ibu Mustika., S.Pd dan Elisabeth Milaningrum., S.Pd yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mentranslate skala penelitian. Transletor Wisnu Panuntun yang telah bersedia membantu mentranslate abstrak.
13.Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma yang telah mengisi hari-hari dan memberi pengalaman yang berharga bagi penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk doa, dukungan dan kerjasamanya selama ini.
Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Penulis
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR SKEMA ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
xiv
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A.Kemiskinan ... 10
1. Pengertian Kemiskinan ... 10
2. Kategori Kemiskinan... 11
3. Kriteria Kemiskinan ... 14
4. Efek Kemiskinan bagi Kesehatan Mental Keluarga ... 19
B.Keluarga ... 19
1. Pengertian Keluarga ... 19
2. Fungsi Keluarga ... 20
3. Batasan Orang Tua dalam Penelitian ... 23
C.Kesejahteraan Psikologis ... 24
1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ... 24
2. Nilai Penting Kesejahteraan Psikologis ... 25
3. Aspek Kesejahteraan Psikologis ... 25
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 29
D.Dinamika Kesejahteraan Psikologis pada Orang Tua yang Hidup dalam Kemiskinan ... 31
E.Skema Penelitian ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
A.Jenis Penelitian ... 37
xv
C.Metode Pengambilan Data ... 38
D.Analisis Data ... 41
1. Organisasi Data ... 42
2. Koding ... 42
3. Interpretasi ... 44
E.Kredibilitas Penelitian ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A.Pelaksanaan Penelitian ... 46
B.Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Subjek ... 47
C.Karakteristik Subjek Penelitian ... 52
D.Hasil Penelitian ... 54
E.Pembahasan ... 64
1. Penerimaan Diri... 64
2. Penguasaan Lingkungan ... 67
3. Hubungan Positif ... 69
4. Tujuan Hidup... 73
5. Pertumbuhan Pribadi ... 75
6. Otonomi ... 78
F. Diskusi Umum ... 80
BAB V PENUTUP ... 87
A.Kesimpulan ... 87
xvi
C.Saran ... 88
1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 88
2. Bagi Praktisi Kesehatan Mental ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pedoman Wawancara ... 40
Tabel 2. Contoh Hasil Koding ... 44
Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data dan Analisis pada Subjek... 45
Tabel 4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 46
Tabel 5. Karakteristik Subjek Penelitian ... 52
Tabel 6. Kategori Hasil Penelitian ... 54
xviii DAFTAR SKEMA
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang dialami oleh bangsa Indonesia. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup (Badan Pusat Statistik, 2011). Kemiskinan diukur dengan dengan dua jenis ukuran, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non-pendapatan. Ukuran pendapatan melihat kemiskinan dari tingkat pendapatan/pengeluaran individu untuk memenuhi konsumsi/kebutuhan pokok, sedangkan ukuran non-pendapatan melihat kemiskinan dari rendahnya tingkat konsumsi/akses masyarakat kepada pelayanan dasar, seperti: perumahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas sanitasi dan layanan air bersih/minum, keterbatasan terhadap akses pendanaan dan kapasitas usaha minimum masyarakat (Bappenas,2010)
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di Indonesia ditentukan oleh Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan standar kehidupan minimun per orang per kapita perbulan dan dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan per kapita. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Kemiskinan membuat orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar dengan baik sehingga hanya dapat mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum sehingga memberi dampak yang negatif dalam kehidupan.
Kemiskinan dan himpitan ekonomi menjadi penyebab tingginya jumlah orang yang mengakhiri hidup. Menurut Prayitno (2010), faktor penyebab orang nekat bunuh diri karena kemiskinan yang terus bertambah, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, serta penggusuran. Semua itu berpotensi meningkatkan depresi akibat bertambahnya beban hidup. Menurut Prayitno, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization yang dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50 ribu orang Indonesia bunuh diri akibat kesulitan ekonomi.
penghasilan lebih agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka namun, Udin yang bekerja sebagai tukang becak hanya memiliki penghasilan sebesar Rp.5000 – Rp.20.000 per hari.(www.kompas.com). Di Indonesia, tidak hanya Mardiana yang memutuskan untuk mengakhiri hidup hanya karena himpitan ekonomi. Pada Oktober 2010 lalu, di Situbondo Jawa Timur, Abdul Bahar (43) nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri karena tidak mampu membiayai pengobatan istrinya, Suariya (35) yang dirawat di salah satu rumah sakit di Malang karena menderita kanker rahim stadium tiga. (www.tempointeraktif.com).
Kasus tersebut memperlihatkan bahwa di Indonesia, kemiskinan dapat mengakibatkan orang mengalami depresi dan akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Bunuh diri dilakukan karena mereka merasa bahwa menjalani kehidupan yang serba kekurangan adalah beban yang sangat berat sehingga menganggap bahwa kematian merupakan cara yang tepat untuk melepaskan diri dari beban tersebut. Di Indonesia, masih banyak orang yang hidup dalam kemiskinan sehingga mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Bunuh diri karena himpitan ekonomi merupakan salah satu potret kemiskinan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang dengan finansial yang buruk seringkali dinilai memiliki kehidupan yang tidak berkualitas karena tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
1789 dalam Diener, Lucas, Oishi, 2003). Sedangkan orang yang memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah, kualitas kehidupannya tidak baik dan menjadi tidak puas akan kehidupannya.
Kebahagiaan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Orang percaya bahwa kebahagiaan merupakan tujuan pokok dalam kehidupan sehingga setiap orang akan berusaha untuk mencapai kebahagiaannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) kebahagiaan berasal dari kata bahagia yang berarti keadaan atau perasaan senang dan tentram atau bebas dari segala yang menyusahkan. Kebahagiaan sendiri memiliki arti kesenangan dan ketentraman hidup atau lahir batin, keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin.
Kebahagiaan dapat diperoleh apabila seseorang tidak mendapatkan ketegangan sehingga merasa aman dan mendapatkan kepuasan biologis maupun memenuhi kebutuhan psikologis serta dapat mencapai tujuannya (Higgins 1997, dalam Diener, Lucas, Oishi, 2003). Dengan demikian, untuk dapat memperoleh kebahagiaan orang harus memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar dapat dipenuhi apabila seseorang memiliki finansial yang cukup baik. Apabila seseorang mengalami masalah finansial, maka orang tersebut akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya dan dapat mengalami depresi karena masalah finansial merupakan prediktor kuat dalam DSM depresi (Wheaton, 1994 dalam Diener dan Diener, 2001).
2002). Easterlin (1995) dalam dalam studinya di beberapa negara seperti Jepang, Eropa, dan Amerika menemukan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, namun kebahagiaan dilaporkan tidak meningkat, selain itu, pendapatan yang meningkat tidak dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang. Penelitian Easterlin menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh faktor kekayaan. Hal ini membuktikan bahwa kekayaan tidak dapat menjelaskan secara lengkap mengenai kebahagiaan. Hal itu berarti bahwa belum tentu orang yang hidup dalam kemiskinan di Indonesia tidak mendapatkan kebahagiaan karena orang miskin belum tentu lebih tidak bahagia dari orang kaya. Hal itu berarti bahwa ada kemungkinan orang yang hidup dalam kemiskinan dapat memperoleh kebahagiaan.
Hidup dalam kemiskinan tidak membuat Dahlan kehilangan semangat. Dahlan memiliki kemampuan untuk mensyukuri dan menjalani hidup apa adanya. Hal itu menunjukkan bahwa dahlan memiliki penerimaan diri. Dahlan juga memiliki kemauan untuk berusaha dan bekerja keras. Dahlan memiliki kemampuan dalam penguasaan lingkungan dan menyadari ada kualitas mental dalam dirinya yang dapat digunakan untuk berkembang. Kemampuan Dahlan merupakan bagian dari dimensi kesejahteraan psikologis. Kemampuan tersebut mampu menghantarkan Dahlan pada kesuksesan.
Kesejahteraan psikologis perlu diketahui untuk mencegah timbulnya gangguan terlebih gangguan depresi. Tekanan ekonomi yang dialami oleh orang yang hidup dalam kemiskinan, menjadi salah satu risiko berkembangnya gangguan depresi. Orang dengan gangguan depresi memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya, lingkungan, dan masa depan (Beck, dalam Rathus, dan Grene, 2005). Hal tersebut mengakibatkan orang dengan gangguan depresi dapat memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Berkebalikan dengan pandangan orang yang mengalami depresi, orang yang bahagia memiliki pandangan yang positif dalam kehidupannya sehingga dapat berusaha untuk menggali dan merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya. Hal ini membuat orang yang bahagia memiliki keyakinan dalam menghadapi distress yang dialaminya.
terdiri dari ayah dan ibu memiliki peran penting dalam membangun kesehatan mental keluarga. Orang tua memberikan pengaruh terhadap perkembangan, pertumbuhan dan pendidikan anak-anaknya. Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan juga memiliki risiko dalam perkembangan kesehatan mentalnya. Anak-anak sebagai generasi penerus dengan masa depan yang masih panjang seharusnya terhindar dari risiko yang negatif. Risiko tersebut dapat diatasi dengan memiliki orang tua yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap anak-anaknya (Dalton, Elias, dan Wondersman, 2005).
pada individu dapat menciptakan keluarga yang sehat mental sehingga dapat menbentuk keluarga yang sejahtera.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kajian di bidang kesehatan mental pada komunitas, khususnya mengenai kesejahteraan psikologis bagi kesehatan orang tua yang hidup dalam kemiskinan.
2. Manfaat Praktis
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan akan pendidikan. Penduduk miskin tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, dikarenakan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan, juga karena struktur sosial ekonomi tidak membuka peluang orang miskin keluar dari lingkungan kemiskinan (Mubyarto, dalam Andayani Listyowati, 2003).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2011), kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan maupun non pangan yang diukur dari sisi pengeluaran. Badan Pusat Statistik mengukur kemiskinan dengan membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Konsep yang dipakai BPS adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki (Bappenas, 2010).
Kemiskinan dari beberapa uraian di atas, dapat diartikan sebagai kondisi hidup baik pada laki-laki maupun perempuan yang serba kekurangan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Kemiskinan juga mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk memenuhi hak-hak dasarnya. Hak-hak tersebut antara lain terpenuhinya rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik. Hak-hak tersebut dapat bermanfaat untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
2. Kategori Kemiskinan
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2011), pada dasarnya kemiskinan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: a. Kemiskinan absolut
pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen
lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk.
a. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural merupakan situasi miskin yang disebabkan oleh kondisi struktur atau tatanan yang tidak menguntungkan atau menjadikan penduduk tidak sejahtera.
b. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan.
Kemiskinan dikategorikan menjadi empat macam, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan absolut yaitu bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif yang didasarkan pada kondisi hidup suatu wilayah dan bergantung pada pendapatan maupun pengeluaran penduduk. Kemiskinan struktural berdasar kondisi stuktural kehidupan yang tidak mendukung. Kemiskinan kultural diakaibatkan karena faktor adat dan budaya.
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
3. Kriteria Kemiskinan
Badan Pusat Statistik mengungkapkan bahwa tingkat kesejahteraan rakyat pada umumnya digambarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan kehidupan lainnya. Untuk dapat memenuhi kesejahteraan tersebut, maka dicari variabel atau jenis kebutuhan yang harus dipenuhi dan ukurannya untuk menunjukkan tingkat pemenuhannya. Seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan yang cukup apabila terpenuhi kebutuhannya pada tingkat tertentu dan kurang atau sering disebut miskin apabila pemenuhan kebutuhannya tidak mencapai tingkat minimum yang dinilai mencukupi.
Dalam sejarah pembangunan Indonesia, kemiskinan atau tidak sejahteranya seseorang diukur dengan dua jenis ukuran, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan (Bappenas, 2008).
a. Ukuran Pendapatan
b. Ukuran Non-Pendapatan
Rendahnya tingkat konsumsi/akses masyarakat kepada pelayanan dasar, seperti: (i) Perumahan; (ii) Pendidikan; (iii) Pelayanan kesehatan; (iv) Fasilitas sanitasi dan layanan air bersih/minum; dan (v) Keterbatasan terhadap akses pendanaan dan kapasitas usaha, dll.
Untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, BPS menyediakan 2 jenis data yaitu data kemiskinan makro dan mikro.
a. Data kemiskinan makro
b. Data kemiskinan mikro
Data mikro kemiskinan diperoleh melalui Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE-05) dan terdapat 14 kriteria kemisikinan yaitu ;
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 M2 per orang.
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa di plester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di
12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: Petani dengan luas lahan 0.5 ha; buruh tani; nelayan; buruh bangunan; buruh perkebunan; atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.
13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14.Tidak memiliki tabungan/barang yang dengan mudah di jual dengan nilai minimal Rp.500.000, seperi motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Pada Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2008 (PPLS-08), 14 kriteria yang diperoleh melalui Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE-05) diperbaharui. Pembaharuan dilakukan dengan menggunakan kriteria akses terhadap kebutuhan dasar yang tercermin dalam 14 kriteria. Kriteria yang dihilangkan adalah kriteria nomor 8,9,10, dan 11 karena tidak dapat dilihat secara nyata, sehingga sulit diketahui kejujuran responden. Kriteria tersebut diperbaharui menjadi ;
1. Jenis atap bangunan tempat tinggal terluas adalah sirap/genteng/seng/asbes dengan kondisi jelek/kualitas rendah atau ijuk/rumbia/lainnya.
Secara umum penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). a. Miskin kronis (chronic poor) adalah penduduk miskin yang
berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi.
b. Miskin sementara (transient poor) adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin.
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kemiskinan atau tidak sejahteranya seseorang diukur dengan dua jenis ukuran, yaitu ukuran pendapatan dan ukuran non pendapatan. BPS menyediakan 2 jenis data untuk mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia, yaitu data kemiskinan makro dan mikro. Dari data tersebut, penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor).
kemiskinan makro menggunakan ukuran yang telah disusun oleh BPS melalui Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE-05) dan yang telah diperbaharui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2008 (PPLS-08).
4. Efek Kemiskinan bagi Kesehatan Mental Keluarga
Kemiskinan dapat membuat orang tidak bahagia. Ketidakbahagiaan dapat mengakibatkan orang mengalami depresi. Depresi merupakan gangguan mental yang dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang yang sudah tua. Orang yang mengalami depresi memiliki perasaan sedih, kesepian, marah, tidak berharga, putus asa, gelisah, dan rasa bersalah yang mungkin disertai dengan gejala fisik (Sharp dan Lipsky, 2002). Masalah ini dapat menjadi kronis dan mengarah pada ketidakmampuan individu menjalankan kehidupan sehari-harinya sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup seseorang dan keluarga. Depresi yang terjadi pada orang tua dapat mengakibatkan sejumlah anak akan terpengaruh dalam perkembangannya dan adanya penyesuaian diri yang buruk pada anak (Santrock, 2002).
B. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiawati, dalam Setyaningrum, Fitria, dan Hernawaty, tanpa tahun). Pada awal penikahan, keluarga terdiri dari suami dan istri. Ketika memiliki anak, suami dan istri akan menjadi orang tua.
Orang tua merupakan pemegang peranan penting dalam membangun kesejahteraan keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pengasuhan anak dan memiliki peranan yang sangat penting dalam, pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan anak. Orang tua yang sehat secara mental diharapkan mampu untuk membangun kesehatan mental keluarga.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2012) terdapat 8 fungsi keluarga yang dijalankan oleh orang tua sebagai tugas pokok mereka sebagai pemegang peranan penting dalam membangun kesehatan mental keluarga.
a. Fungsi Keagamaan
b. Fungsi Sosial Budaya
Keluarga menjadi wahana pembinaan dan persemaian nilai-nilai luhur budaya yang selama ini menjadi panutan dalam tata kehidupan sehingga nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan bangsa tetap dapat dipertahankan dan dipelihara.
c. Fungsi Cinta Kasih
Keluarga harus menjadi tempat untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan keluarga cinta kasih dan kasih sayang antara anggota keluarga akan dapat menumbuhkan rasa bertanggung jawab yang besarterhadap keharmonisan keluarga.
d. Fungsi Perlindungan
Keluarga merupakan wahana terciptanya suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi seluruh anggota keluarganya sehingga setiap anggota keluarga akan selalu merasa bahwa tempat yang paling baik dan pantas adalah didalam lingkungan keluarganya sendiri.
e. Fungsi Reproduksi
f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Keluarga adalah wahana terbaik dalam proses sosialisasi dan pendidikan bagi anak-anaknya. Pendidikan dalam keluarga ini sebetulnya adalah pendidikan inti yang menjadi fondasi untuk perkembangan anak.
g. Fungsi Ekonomi
Kelurga tempat membina kualitas kehidupan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga. Setiap anggota keluarga punya kewajiban yang sama untuk melakukan kegiatan yang akan menambah kesejahteraan keluarga. Hal ini bermakna bahwa seluruh anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, relistis dan mau berjuang untuk peningkatan kesejahteraan keluarga.
h. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Keluarga adalah wahana untuk menciptakan warganya agar mampu hidup harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam, dalam bentuk keharmonisan antar anggota keluarga, keharmonisan dengan tetangga serta keharmonisan terhadap alam sekitarnya.
menjalankan peran dalam keluarga. Sehingga terbentuk keluarga yang sejahtera.
Orang tua yang memiliki kesehatan mental yang buruk dan cenderung mengalami depresi akan berdampak buruk bagi kesehatan mental anak dan keluarga. Hal tersebut dapat mengakibatkan sejumlah anak akan terpengaruh dalam perkembangannya dan adanya penyesuaian diri yang buruk pada anak (Santrock, 2002). Penting bagi orang tua untuk sehat secara mental agar dapat menjalankan fungsi keluarga secara penuh dan membentuk keluarga sejahtera.
3. Batasan Orang Tua dalam Penelitian
C. Kesejahteraan Psikologis
1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis.
Kebahagiaan merupakan komponen yang penting dalam dalam konsep seseorang untuk hidup yang baik dan menjadi bagian dari masyarakat yang baik (Ed Diener, Richard E.Lucas, dan Shigehiro Oishi,2008). Setiap orang memiliki tujuan untuk dapat mencapai kebahagiaan karena menurut Richard Layard, 2003, kebahagiaan dapat membuat seseorang merasa dalam keadaan yang baik, menikmati hidup dan merasa segala sesuatunya luar biasa.
Kebahagiaan Eudamonic atau yang biasa disebut dengan Psychological Wellbeing merupakan kesejahteraan psikologis jangka
panjang dihasilkan dari keterlibatan pengembangan individu dan tantangan eksistensial dalam makna kehidupan dan refleksi diri. (Keyes et al., 2002; Ryan and Deci, 2001; Waterman, 1993 dalam John Maltby, Liza Day and Louise Barber, 2005).
Kesejahteraan psikologis melihat kebahagiaan sebagai self-realization (realisasi diri) dengan cara merealisasikan potensi yang ada
dalam diri. Kesejahteraan psikologis memiliki kesamaan dengan psikologi humanistik yang memiliki konsep aktualisasi diri dan orang yang berfungsi penuh sebagai kriteria perkembangan yang sehat dan fungsi yang optimal (Maslow dan Roger dalam Ryff dan Keyes, 1995)
adalah orang yang bahagia menurut teori Euadamonic atau kesejahteraan psikologis.
2. Nilai Penting Kesejahteraan Psikologis.
Orang dengan Kesejahteraan psikologis yang tinggi akan terhindar dari kemungkinan depresi. Kesejahteraan psikologis yang rendah dapat meningkatkan faktor risiko untuk penyakit jiwa. Kesejahteraan psikologis sangat berkorelasi dengan depresi. Kesejahteraan psikologis yang rendah dapat mengakibatkan munculnya depresi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa Kesejahteraan psikologis yang tinggi dapat menjadi faktor protektif dari depresi ( Joseph dan Wood, 2010).
3. Aspek Kesejahteraan Psikologis
Ryff membuat enam dimensi dari Kesejahteraan psikologis (Ryff, 1989; Ryff dan Keyes, 1995), yaitu:
a. Penerimaan Diri
Evaluasi positif pada diri dan diri masa lalu.
Orang dinyatakan dapat menerima diri dengan baik apabila ; 1. Memiliki sikap positif terhadap diri
2. Menerima kualitas diri yang buruk
b. Penguasaan Lingkungan
Memiliki kompetensi dalam mengatur hidup dan lingkungannya. Orang dinyatakan memiliki kemampuan dalam menguasai lingkungannya apabila ;
1. Memiliki pemahaman dalam penguasaan dan kompetensi mengatur lingkungan.
2. Dapat mengontrol aktfitas eksternal
3. Dapat mengefektifkan kesempatan yang ada di sekelilingnya 4. Dapat menciptakan ataupun memilih konteks yang sesuai
dengan kebutuhan dan nilai dalam dirinya
c. Hubungan Positif
Memiliki hubungan yang berkualitas dengan orang lain Orang dapat memiliki relasi yang positif apabila ;
1. Memiliki kehangatan dan dapta dipercaya dalam hubungannya dengan orang lain
2. Berkonsentrasi terhadap kesejahteraannya dan orang lain 3. Memiliki empati yang kuat, afeksi dan intimasi
d. Tujuan dalam Hidup
Memiliki pengertian terhadap makna dan tujuan hidup Orang yang memiliki tujuan hidup adalah orang;
1. Memiliki cita-cita dalam kehidupan dan pemahaman tentang keberlangsungannya
2. Memahami pengertian masa depan dan masa lampau 3. Mempunyai keyakinan terhadap tujuan hidup
4. Memiliki tujuan dan objektif untuk kehidupan
e. Pertumbuhan Pribadi
Memahami keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan sebagai individu
Orang yang memiliki pertumbuhan pribadi adalah orang yang ; 1. Memiliki pemikiran mengenai keberlanjutan perkembangan 2. Melihat dirinya sebagai pribadi yang bertumbuh dan
berkembang
3. Terbuka pada pengalaman baru
4. Memilki pehamaman mengenai potensi yang dimiliki diri 5. Melihat kemajuan dalam diri dan tingkah laku sepanjang
f. Otonomi
Memahami diri sebagai keberlangsungan dan penentuan aksi maupun pilihan.
1. Dapat menentukan dirinya sendiri dan mandiri 2. Dapat menghadapi tekanan sosial
3. Dapat meregulasi diri dari dalam
4. Dapat mengevaluasi diri dengan standar personal.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis. a. Status Sosial Ekonomi
Ryff dkk., (dalam Ryan & Decci, 2001) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Banyak efek negatif dari status sosial ekonomi yang rendah pada dimensi ini. Hal tersebut tampaknya hasil dari proses perbandingan sosial, di mana individu miskin merasa dirinya kurang beruntung dibandingkan dengan orang lain dan individu tersebut merasa tidak mampu untuk mendapatkan sumber daya yang bisa menyesuaikan kesenjangan yang dirasakan.
b. Usia
Ryff (1989) menemukan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis pada orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya.
memiliki skor kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan; individu yang berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih rendah dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki skor kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dalam dimensi pertumbuhan diri. Dimensi penerimaan diri dan dimensi hubungan positif dengan orang lain tidak memperlihatkan adanya perbedaan seiring dengan pertambahan usia (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001).
c. Budaya
Christopher (1999) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya yang menganut sistem nilai individualisme memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain.
d. Jenis Kelamin
pribadi. Perempuan menunjukkan kekuatan pada dimensi interpersonal, sebagai pusat perkembangan konsepsi perempuan.
e. Agama
Agama diasosiasikan dengan kesehatan mental. Pengalaman hidup keagamaan dapat memberikan makna dalam kehidupan sehari-hari. Ritcher (2006) mengungkapkan bahwa tingkat kegamaan yang tinggi pada individu berasosiasi dengan karakteristik kepribadian yang sehat ditunjukkan dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi.
D. Dinamika Kesejahteraan Psikologis pada Orang Tua yang Hidup dalam Kemiskinan
Kemiskinan dapat diartikan sebagai kondisi hidup baik pada laki-laki maupun perempuan yang serba kekurangan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan seseorang menjadi tidak bahagia. Orang yang tidak bahagia memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya, lingkungan, dan masa depan. Ketidakbahagiaan tampak pada rendahnya kesejahteraan psikologis pada diri seseorang sehingga dapat meningkatkan faktor risiko untuk penyakit jiwa. Kebahagiaan eudamonic atau kesejahteraan psikologis sangat berkorelasi dengan depresi.
Depresi merupakan gangguan mental yang dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang yang sudah tua. Orang yang mengalami depresi memiliki perasaan sedih, kesepian, marah, tidak berharga, putus asa, agitasi, dan rasa bersalah yang mungkin disertai dengan gejala fisik yang ditandai dengan kesehatan yang memburuk (Sharp, dan Lipsky, 2002). Masalah ini dapat menjadi kronis dan mengarah pada ketidakmampuan individu menjalankan kehidupan sehari-harinya sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup seseorang dan keluarga. Depresi yang terjadi pada orang tua dapat mengakibatkan sejumlah anak akan terpengaruh dalam perkembangannya dan adanya penyesuaian diri yang buruk pada anak (Santrock, 2002). Penting bagi orang tua untuk sehat secara mental agar dapat menjalankan fungsi keluarga secara penuh sehingga keluarga menjadi sejahtera.
psikologis meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, hubungan positif, tujuan dalam hidup, pertumbuhan pribadi, dan otonomi.
E. Skema Penelitian
Skema 1. Dasar Penelitian
Kemiskinan
Kondisi hidup baik pada laki-laki maupun perempuan yang serba kekurangan dari segi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar
Kesejahteraan Psikologis - Penerimaan Diri
- Penguasaan Lingkungan - Hubungan Positif - Tujuan Dalam Hidup - Pertumbuhan Pribadi - Otonomi.
Faktor lain yang mempengaruhi
Kesejahteraan Psikologis: - Dukungan sosial - Usia
- Jenis kelamin
- Agama (spiritualitas) - Budaya
Bagaimana Kesejahteraan Psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan?
Skema 2. Pentingnya Penelitian
Kesejahteraan Psikologis positif
Faktor Risiko: Gangguan depresi
Keluarga berkualitas dan sejahtera
Kesejahteraan Psikologis negatif
Faktor proteksi: gangguan mental
Faktor promotif: kesehatan mental
Penurunan kualitas dan kesejahteraan keluarga Orang Tua yang Hidup dalam
37 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Metodologi Penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk melaksanakan penelitian, yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis hingga menyusun laporan, berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala ilmiah, sehingga sampai pada sebuah pemahaman yang dapat dipercaya kebenarannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (Narbuko & Achmadi, 2007).
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kulitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya (Poerwandari, 1998). Penelitian kualitatif digunakan karena dapat memungkinkan peneliti untuk dapat mempelajari isu-isu tertentu secara mendalam dan mendetail, karena pengumpulan data tidak dibatasi pada kategori-kategori tertentu.
B.Subjek Penelitian
Peneliti mengambil sampel penelitian dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah suami maupun istri yang belum maupun sudah memiliki anak dan merupakan penduduk miskin dan telah tercatat dalam data keluarga miskin di Kelurahan Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Penelitian menggunakan subjek dari Kelurahan Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang karena kondisi fisik desa yang berada diaeral perbukitan sehingga membuat desa belum maju dan perekonomian masyarakat yang kurang, selain itu terdapat 9 warga desa yang mengalami cacat mental, 6 diantaranya mengalami gangguan depresi dan sisanya mengalami cacat mental bawaan. Berdasakan dari informasi tersebut, maka peneliti akan mencoba melihat bagaimana konsep Kesejahteraan psikologis pada orang tua yang hidup dalam kemiskinan yang berada di Kelurahan Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
C.Metode Pengambilan Data
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjekif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud untuk melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 2005). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau dipertanyakan (Patton, 1990 dalam Poerwandari,2005).
Pedoman wawancara di susun berdasarkan Ryff’s Scales of Psychological Wellbeing (RPWB) yang telah diuji dan digunakan oleh Springer
Tabel 1. Pedoman Wawancara
No. Aspek yang
diungkap Penjelasan Pertanyaan
1. Penerimaan Diri
Evaluasi positif pada diri dan diri masa lalu.
1. Bagaimana Anda mensyukuri keadaan hidup Anda?
2. Apakah ada penyesalan terhadap keadaan hidup Anda? dengan hidup Anda dan merasa tidak berdaya dalam menghadapi kesulitan hidup?
2. Apa yang membuat Anda merasa kesulitan?
3. Dalam keterbatasan Anda, apakah Anda dapat mengatasi kesulitan? 4. Bagaimana cara Anda mengatasi
kesulitan hidup?
3. Hubungan Positif
Memiliki hubungan yang berkualitas dengan orang lain
1. Apakah Anda memiliki hubungan yang baik dengan orang lain?
2. Bagaimana cara Anda menjalin hubungan baik? Apakah Anda merasa kesulitan?
3. Bagaimana Anda mengatasi kesulitan tersebut?
4. Ketika hubungan baik sudah terjalin, apakah Anda merasa kesulitan menjaga hubungan baik tersebut? 5. Bagaimana cara Anda menjaga
No. Aspek yang
diungkap Penjelasan Pertanyaan
4. Tujuan Dalam Hidup
Memiliki pengertian terhadap makna dan tujuan hidup
1. Apa tujuan hidup Anda?
2. Bagaimana cara Anda berusaha untuk mencapai tujuan?
3. Apakah Anda menyerah untuk mencapai tujuan hidup?
5. Pertumbuhan pertumbuhan dan perkembangan diri dalam kehidupan Anda?
2. Apakah Anda menyadari potensi yang ada pada diri Anda untuk dapat tumbuh dan berkembang? Anda tergantung orang lain?
2. Apakah Anda yakin dengan keputusan yang Anda ambil?
D. Analisis Data
dua tingkat yaitu, tingkat termanifestasi (manifest level), yakni yang dapat secara langsung terlihat dan juga tingkat latent (latent level), yang secara eksplisit tidak dapat terlihat namun mendasari atau membayangi (underlying the phenomenon) ( Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari, 2005)
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara (Poerwandari, 2005) adalah :
1. Organisasi data
Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Data yang telah didapat diorganisasikan dengan rapi, sistematis, dan selengkap mungkin (Poerwandari, 2005). Organisasi data yang sistematis akan memungkinkan peneliti untuk mendapatkan kualitas data yang baik, dapat mendokumentasikan analisis yang diperlukan dan dapat menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesiana penelitian (Highlen dan Finley, 1996 dalam Poerwandari 2005).
2. Koding
Koding dilakukan melalui:
a. Peneliti menyusun transkripsi verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangan sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kiri dan kanan transkrip. Hal ini akan memudahkan untuk memberikan kode-kode atau catatan tertentu pada transkrip tersebut.
b. Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip dan atau catatan lapangan tersebut.
c. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat untuk mewakili data tersebut.
d. Kode dibuat berdasarkan aspek yang akan digali, yang kemudian aspek tersebut dikategorikan kedalam tema yang didapat dari pedoman wawancara dan yang muncul pada hasil wawancara. Tema-tema tersebut memunculkan sub-tema yang didapat dari hasil jawaban subjek penelitian. e. Setelah didapatkan aspek,tema, dan sub-tema, maka kode
Tabel 2. Contoh Hasil Koding
No Aspek Tema Sub Tema Kode
1. F. Otonomi
1. pengambilan keputusan
a. Mengambil keputusan sendiri F.1.a b. Orang lain sebagai bahan
pertimbangan dan dibutuhkan bila keputusan berat/sulit
F.1.b
c. Yakin dengan keputusan F.1.c
2. pandangan terhadap keputusan
a. setiap keputusan ada resiko yang
harus ditanggung sendiri F.2.a b. keputusan yang diambil tanpa
memikirkannya terlebih dahulu akan membuat menyesal
F.2.b
c. Pertimbangan orang lain dibutuhkan karena keputusan diri sendiri sering tidak sesuai
F.2.c
3. penyesalan dalam pengambilan keputusan
a. pernah menyesali keputusan yang
diambil F.3.a
3. Interpretasi
Interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam (Kvale, 1996 dalam Poerwandari, 2005)
E. Kredibilitas Penelitian.
maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2005).
Kredibilitas dalam penelitian ini dicapai melalui Validitas Komunikatif yang dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisisnya pada responden penelitian.
Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data dan Analisis pada Subjek
Subjek Tempat Hari/Tanggal Waktu
46 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitan
Tabel 4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Subjek Tempat Hari/Tanggal Waktu
SM
Ruang tamu rumah SM Minggu, 20 Mei 2012 11.10- 12.00 WIB Ruang tamu rumah SM Kamis, 27 September 2012 16.15-16.35 WIB
MY
Ruang tamu rumah MY Selasa, 27 Juni 2012 17.20-17.55 WIB Ruang tamu rumah MY Minggu, 23 September 2012 09.30-10.00 WIB
EL
Ruang tamu rumah EL Sabtu, 21 Juli 2012 17.05-17.50 WIB Teras rumah EL Sabtu, 9 Oktober 2012 16.45-17.07 WIB
AH
Teras rumah AH Kamis, 6 September 2012 18.35- 19.10 WIB Ruang tamu rumah AH Senin, 24 September 2012 18.40-19.05 WIB
GM
Ruang tamu rumah GM Rabu, 26 September 2012 17.25- 18.05 WIB Ruang tamu rumah GM Minggu, 7 Oktober 2012 10.05-10.25 WIB
HR
B. Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Subjek
1. Subjek 1: SM
SM tinggal di dusun Bogelan. Untuk menuju dusun tempat tinggal SM, harus melewati dusun lain karena letak dusun Bogelan berada paling atas, sekitar 10 menit dari jalan utama dengan mengendarai sepeda motor dan sekitar 30 menit bila berjalan kaki. Jalan menuju dusun Bogelan sudah berupa corblok, yaitu jalan yang dibuat dari cor-coran semen. Rumah SM berada di ujung desa. Bangunan fisik rumah SM sempit dan dindingnya masih berupa dinding bambu, berlantai tanah, atapnya sudah berupa genting dan untuk mandi, SM mandi di tempat mandi umum karena dirumahnya tidak ada fasilitas kamar mandi. SM tinggal bersama mertuanya. Rumah tersebut dihuni oleh 6 orang yang terdiri dari ibu dan ayah mertua,adik ipar, suami SM, SM, dan anak SM. Rumah SM terdiri dari 5 ruangan yaitu 1 ruang tamu, 3 kamar tidur dengan ruangan yang kecil, 1 dapur yang berfungsi sebagai tempat memasak, tempat makan, sekaligus tempat berkumpul keluarga.
2. Subjek 2: MY
masih berupa jalan tanah. Jalan corblok hanya menghubungkan antar dusun. Rumah MY berada di tengah-tengah dusun, dari jalan corblok masih masuk gang melewai jalan-jalan dari tanah. Rumah MY berdekatan dengan rumah tetangganya. Rumah MY tidaklah bagus. Rumah tersebut bangunan fisiknya masih berupa rumah dengan dinding bambu dan kayu, lantainya sudah di cor dengan semen dan atapnya dari genting. Rumah MY sudah terdapat kamar mandi meski sederhana. MY dan anaknya tinggal di rumah mertuanya meski suaminya tidak dirumah karena bekerja di Malaysia sejak beberapa tahun yang lalu dan untuk beberapa tahun kedepan. Meski demikian, MY tetap tinggal dirumah mertuanya dan hanya sesekali pulang ke rumah orang tuanya karena tidak tega meninggalkan mertuanya yang tinggal di rumah tanpa ada anak yang merawat.
3. Subjek 3: EL
keluarga EL meggunakan kamar mandi umum atau menumpang di tempat tetangga karena di rumah EL tidak ada tempat MCK. Rumah EL tidak besar, hanya terdiri dari 1 ruang tamu yang disekat dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur dan 1 dapur di belakang rumah. Bahkan orang tua EL hanya tidur di dapur dan adik EL tidur di ruang keluarga yang sempit.
4. Subjek 4: AH
5. Subjek 5: GM
GM merupakan penduduk asli desa Kembanglimus. GM menetap di dusun Wonotigo. Untuk menuju desa Wonotigo, harus melewati desa Sembungan terlebih dahulu atau bisa melewati dusun Gombong. Sekitar 15 menit dari jalan utama dengan mengendarai kendaraan bermotor. Jalan menuju dusun Wonotigo menanjak, namun jalanan sudah baik karena sudah di corblok, sehingga perjalanan terasa lebih mudah. Rumah GM berada di tengah desa, rumahnya tepat di pinggir jalan tanjakan. Di sekitar rumah GM terdapat rumah penduduk lainnya karena antara rumah yang satu dengan yang lainnya saling berdekatan. Rumah GM hanyalah gubuk kecil berdinding anyaman bambu, berlantai tanah, dan beratap genting. Rumah tersebut terdiri dari 1 ruang tamu sekaligus ruang keluarga, 2 kamar tidur, dapur dan kamar mandi sederhana. Rumah tersebut merupakan rumah milik GM sendiri. GM tinggal bersama dengan istri dan anaknya.
6. Subjek 6: HR
Tabel 5. Karakteristik Subjek Penelitian
Nama SM MY EL AH GM HR
Usia 27 tahun 25 tahun 24 tahun 33 tahun 40 tahun 33 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Pendidikan Terakhir SMK SMK SMP SMA SMP SMP
Pekerjaan Buruh Pabrik Baby Sitter Asisten Rumah
Penyakit yang diderita
Keagiatan keagamaan Mujadahan,
pengajian.
Mujadahan, pengajian.
Tabel 6. Kategori Hasil Penelitian
No Aspek Tema Sub Tema Kode
Subyek
Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
1. Penerimaan Diri
Syukur Bisa bersyukur A.1.a V V V V V V
Alasan syukur Hidup tidak selamanya enak, pasti ada susahnya A.2.a V
Bisa bekerja dan makan sudah cukup A.2.b V
Cara bersyukur
Ucap syukur kepada Tuhan A.3.a V
Tidak mengeluh A.3.b V
Jalani hidup apa adanya A.3.c V
Tetap senang dan tidak bersedih A.3.d V
Menerima keadaan
Tidak sepenuhnya menerima: ada upaya untuk
keluar dari keadaan A.4.a V
Harus bisa menerima A.4.b V V V
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
sulit mencari pekerjaan
Kepasrahan kepada Tuhan: hidup berjalan sesuai
keadaan, Rejeki ditentukan Tuhan A.5.b V V
Sesal Tidak menyesal A.6.a V V V V V
Alasan tidak sesal
Sesal hanya menyakiti hati A.7.a V
Tuhan telah mengatur kehidupannya A.7.b V
Manusia sebaiknya berusaha dan berdoa A.7.c V
Cara pandang terhadap penerimaan keadaan hidup
Penerimaan terhadap keadaan hidup tergantung dengan cara pandang dan pola pikir masing-masing.
A.8.a V
masalah cukup atau tidak cukup itu relatif. Bila
bersyukur pasti cukup. A.8.b V
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
2. Penguasaan Lingkungan
Kesulitan hidup
Ada kesulitan hidup B.1.a V V V V V V
Masalah ekonomi: Sulit mencari uang, sulit
mencukupi kebutuhan B.1.b V V V V V
Sebab kesulitan hidup Masih karyawan kontrak sehingga dapat
diberhentikan kerja B.2.a V
Dampak kesulitan hidup
Makan seadanya B.3.a V
keharmonisan dalam keluarga terganggu B.3.b V
Kemampuan mengatasi
kesulitan hidup Dapat mengatasi B.4.a V V V V
Cara mengatasi kesulitan hidup
Bekerja B.5.a V V V V
Mengandalkan hasil panen B.5.b V
Pengendalian diri: Menekan keinginan membeli,
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
3. Hubungan Positif
Hubungan baik dengan orang
lain Punya hubungan baik C.1.a V V V V V V
Alasan hubungan baik Tetangga juga baik-baik C.2.a V
Cara menjalin hubungan baik
Menentukan sikap: gotong royong, tidak ada iri
dan dengki dengan orang lain C.3.a V V
Berinteraksi dengan orang lain C.3.b V
Mengikuti kegiatan yang ada: Kerja bakti,
Mendapat undangan bersedia datang C.3.c V
Kesulitan dalam menjalin hubungan baik
Ada kesulitan C.4.a V V V
Tidak ada kesulitan C.4.b V V V
Sebab kesulitan menjalin hubungan baik
Waktu yang terbatas karena bekerja C.5.a V
orang bermacam-macam: ada yang suka dan ada
yang tidak suka dengan kita C.5.b V
Cara mengatasi kesulitan dalam
menjalin hubungan baik
Mendiamkan saja C.6.a V
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
maksud baiknya.
Menyadari bahwa setiap orang memiliki sifat masing-masing, ada yang baik juga yang sombong.
C.6.c V
Baik terhadap orang tersebut C.6.d V
berinteraksi dengan orang lain bila ada waktu senggang: Mengajak orang lain mengobrol, Mendatangi rumah orang lain bila ada waktu
C.6.e V
Menyikapi dengan arif orang yang tidak
menyukai dan membicarakan dibelakang C.6.f V
mengambil sisi positif dari permasalahan C.6.g V
Cara pandang terhadap orang lain
orang yang terpandang terkadang sombong, orang kadang ada yang baik hati, kadang sombong
C.7.a V
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
hubungan baik Tidak ada kesulitan C.8.b
Sebab kesulitan menjaga hubungan baik
sulit menjaga sikap C.9.a V
adanya selisih dan ketidakcocokan. C.9.b V
Cara mengatasi kesulitan dalam menjaga hubungan baik
Komunikasi dengan tidak menyakiti: menjaga
omongan, bicara baik-baik C.10.a V V V
berusaha memperbaiki diri C.10.b V
Cara menjaga hubungan baik
Bersikap baik dan menjaga tingkah laku terhadap
orang lain C.11.a V
menghargai orang lain C.11.b V
Cara pandang terhadap suatu hubungan baik
hubungan baik dapat terjaga bila orang saling membutuhkan dan saling menghargai pendapat dan masukan orang lain. Sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan
C.12.a V
Hubungan dapat terjalin ataupun terjaga
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
4. Tujuan Hidup
Tujuan yang dimiliki
Kesejahteraan keluarga: Dapat menyekolahkan anak , Membahagiakan keluarga, Membimbing keluarga dengan baik, Hidup tentram dalam keluarga
D.1.a
V V V
Kesejahteraan ekonomi: Hidup bahagia dan sejahtera, Mempunyai rumah sendiri, Hidup yang layak dan mapan
D.1.b V V V
Kehidupan bermasyarakat: Kehidupan dalam
masyarakat dapat berjalan sesuai harapan D.1.c V
Untuk diri sendiri: Mencapai kesuksesan, Dapat
memperbaiki perilaku diri sendiri D.1.d V V V
Cara mencapai tujuan hidup
Sikap mental kerja: kerja keras pantang
menyerah D.2.a V V V
Sikap mental keikhlasan: ikhlas dalam bekerja
meskipun terasa berat akan dilakukan demi
memenuhi kebutuhan
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
dengan punya usaha sendiri (membuka toko) D.2.c V
Instropeksi diri: Koreksi dan perbaiki diri D.2.d V V
Hambatan dalam mencapai tujuan hidup
Keterbatasan diri: Tidak bisa sendiri, Tenaga dan pikiran yang terbatas, kesulitan mengatasi beban hidup
D.3.a V V V
Keterbatasan ekonomi: Terbentur modal D.3.b V
Cara mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan hidup
Mencari alternatif solusi lainnya D.4.a V
Pasrah kepada Tuhan D.4.b V
Minta pertimbangan kepada orang tua yang lebih
tahu D.4.c V
Menyerah dalam mencapai
Menyerah D.5.a V V
Tidak menyerah: realistis tergantung keadaan
diri D.5.b V V V V
Bentuk menyerah Malas bekerja D.6.a V
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
5. Pertumbuhan Pribadi
Perkembangan dan
pertumbuhan pribadi
Ada E.1.a V V V V V
Tidak Ada: belum ada kemajuan lagi E.1.b V
bentuk perkembangan dan pertumbuhan
Memiliki anak dan membiayai hidup anaknya E.2.a V
Sudah memiliki pekerjaan E.2.b V
ada kemajuan pada keadaan diri: memiliki rumah E.2.c V
PP. hambatan Pertumbuhan dan Perkembangan Pribadi
Kemampuan diri yang kurang berkembang E.3.a V
kurangnya relasi untuk bertukar pikiran agar
dapat melangkah maju E.3.c V
potensi diri
Tidak ada potensi dan kelebihan: tidak ada
kemajuan E.4.a V V V
Ada potensi dan kelebihan E.4.b V V
Bentuk potensi diri Kualitas mental: Tidak mudah putus asa dan
No Aspek Tema Sub Tema Kode Perempuan Laki-laki
SM MY EL AH GM HR
Kemampuan bidang tertentu: mampu belajar secara otodidak mengenai mesin meskipun tidak mengenyam pendidikan
E.5.b V
6. Otonomi
pengambilan keputusan
Mengambil keputusan sendiri E.1.a V V V V V V
Orang lain sebagai bahan pertimbangan dan
dibutuhkan bila keputusan berat/sulit E.1.b V V V V V V
Yakin dengan keputusan E.2.a V V V V V
pandangan terhadap keputusan
setiap keputusan ada resiko yang harus
ditanggung sendiri F.1.a V
keputusan yang diambil tanpa memikirkannya
terlebih dahulu akan membuat menyesal F.1.b V
Pertimbangan orang lain dibutuhkan karena
keputusan diri sendiri sering tidak sesuai F.1.c V
penyesalan dalam
E. Pembahasan
Pembahasan akan dijelaskan berdasarkan masing-masing aspek menurut konsep kesejahteraan psikologis yang dikembangkan oleh Ryff.
1. Penerimaan Diri
Penerimaan diri merupakan evaluasi positif pada diri dan diri masa lalu. Orang dinyatakan dapat menerima diri dengan baik apabila memiliki sikap positif terhadap diri, menerima kualitas diri yang buruk, merasa positif terhadap kehidupan masa lalu (Ryff,1989; Ryff dan Keyes,1995). Penerimaan diri berarti bahwa menerima dan menyukai keadaan diri termasuk kelemahan maupun kekuatannya (Baumgardner dan Crothers,2009)
diri dengan baik apabila memiliki sikap positif positif terhadap kehidupan masa lalu (Ryff,1989; Ryff dan Keyes,1995)
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar subjek merasa harus dapat menerima keadaan hidupnya, hanya ada salah satu subjek yang tidak dapat sepenuhnya menerima keadaan diri. Meski subjek tersebut menyadari adanya keterbatasan dalam dirinya, namun subjek tetap berusaha untuk keluar dari keadaan dan tidak pasrah begitu saja. Subjek menghayati penerimaan diri sebagai perjuangan untuk menjadi lebih baik.
Sebagian besar subjek dapat menerima keadaan hidup yang serba susah karena menyadari keterbatasannya dan memasrahkan keadaan tersebut kepada Tuhan karena bagi subjek rejeki sudah ditentukan oleh Tuhan (W6.L.HR) dan hidup sudah berjalan sesuai dengan keadaan (W5.L.GM ) sehingga keadaan tersebut dapat diterima dengan cara menikmati keadaan hidup (W6.L.HR).