PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KERJASAMA TIM
DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP
KOMITMEN AFEKTIF GURU
DI SMK NEGERI KABUPATENDELI SERDANG
Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan Pascasarjana UNIMED
OLEH :
JHON HERICSON PURBA NIM. 8136132026
PRODI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
i
ABSTRAK
Jhon Hericson Purba. Pengaruh Budaya Organisasi, Kerjasama Tim dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Afektif Guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Medan: Prodi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana. UNIMED. 2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui (1) Pengaruh langsung positif budaya organisasai terhadap kepuasan kerja guru; (2). Pengaruh langsung positif kerjasama tim terhadap kepuasan kerja guru; (3). Pengaruh langsung positif budaya organisasai terhadap komitmen afektif guru; (4) Pengaruh langsung positif kerjasama tim terhadap komitmen afektif guru; (5) Pengaruh langsung positif kepuasan kerja guru terhadap komitmen afektif guru.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, model yang digunakan adalah analisis jalur dengan teknik analisis data deskriptif dan inferensial. Populasi adalah seluruh guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 534 orang. Sampel berjumlah 118 orang yang ditentukan dengan menggunakan random sampling proporsional berstrata. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket. Instrument di uji validitasnya dengan product momen dengan tingkat penerimaan 95% atau pada taraf signifikan 0,05. Reliabilitas dihitung dengan rumus koefisien alpha (r11). Data penelitian ini terlebih dahulu diuji normalitas distribusi variabelnya dengan rumus Liliforce. Untuk menguji linieritas dan keberartian persamaan regresi diuji dengan Analisis Varians (ANAVA). Uji Independensi dilakukan dengan rumus Product Moment. Untuk menguji hipotesis secara keseluruhan sub struktur 1 dan 2 dilakukan dengan distribusi F. sedangkan pengujian secara individual sub struktur 1 dan 2 dilakukan dengan uji-t. Uji model jalur dilakukan dengan Chi kwadrat.
ii
ABSTRACT
Jhon Hericson Purba. The Effect of Organization Culture, Team Work and Job Statisfaction on Teacher’s Affactive Commitment in SMK N Kabupaten Deli Serdang. Thesis. Medan. Magister Program Education of Administration. UNIMED. 2015
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan kekuatan,
kebijaksanaan, kesabaran dan limpahan rahmat-Nya kepada penulis sehingga tesis
ini dapat diselesaikan. Dalam proses penulisan tesis ini, penulis tentu banyak
menghadapai kendala dan keterbatasan. Namun berkat bimbingan, arahan dan
motivasi dosen pembimbing, dan calon istriku, keluarga besarku, serta rekan-rekan
mahasiswa pascasarjana yang pada akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Dr. Sukarman Purba, S.T, M.Pd selaku Pembimbing I dan Prof. Dr. Berlin
Sibarani, M.Pd selaku pembimbing II yang dalam kesibukannya selalu
meluangkan waktu kapan dan dimana saja untuk membimbing dan memberikan
arahan serta memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan penulisan tesis
ini, sehingga pada akhirnya tesis ini dapat selesai lebih baik.
2. Prof. Dr. H Abdul Muin Sibuea,M.Pd, Prof. Dr. Paningkat Siburian, M.Pd, Dr.
Eka Daryanto, M.T sebagai narasumber atau dosen penguji yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini dapat selesai lebih baik.
3. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
4. Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur, Dr. Arif Rahman, M.Pd
selaku Asdir I Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
5. Dr. Darwin, M.Pd selaku Ketua Prodi dan Prof. Dr. Paningkat Siburian, M.Pd
selaku Sekretaris Prodi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana
iv
6. Seluruh Dosen pengajar dan seluruh staf administrasi Program Pascasarjana,
khususnya kepada Munjir, M.Si selaku staf di Prodi Administrasi Pendidikan.
7. Dra. Wastianna Harahap selaku Kadisdikpora Kab.Deli Serdang, Drs. H. Idris,
M.Pd selaku Sekdisdikpora Kab.Deli Serdang, Kasni, M.Pd sebagai Ka.SMK N
1 Percut Sei Tuan, Elyas, M.Pd sebagai Ka.SMKN 1 Beringin, Sugeng, S.Pd,
M.Si sebagai Ka.SMKN 1 Galang, Drs.Kiniken,M.Pd sebagai Ka.SMKN 1
Lubuk Pakam, Drs.Kasril sebagai Ka.SMKN 1 Pantai Labu, Syahrun, M.Pd
sebagai Ka.SMKN 1 Kutalimbaru, Tiopan Saragih, S.Pd, MM sebagai
Ka.SMKN 1 biru- biru, Hj. Hafrida Hanum, S.Pd, M.Pd sebagai Ka.SMKN 1
Patumbak, yang telah memberikan izin melakukan uji coba dan penelitian di
sekolah yang dipimpin.
8. Drs. Jamden Purba selaku Irban II, Drs. A. Bangun, SH, M.Si selaku Irban I,
Iwan Siregar, S.Ipdn. M.Si, selaku staf ahli Inspektorat Kab.Deli Serdang yang
telah banyak membantu dalam proses penelitian di lapangan.
9. Orang tua tercinta Drs. Jamden Purba dan T. br. Tampubolon (+) serta kakak
saya Freddy Rolam Simamora, S.Kom / Chrisdelita M. br. Purba,S.Kom, Favian
G. Togatorop, S.Pd / Efni Valenna br. Purba, S.Si, dan adik saya Mila Theresia
br. Purba, Am.Keb, yang selalu mendukung dan mendorong terus untuk belajar
serta selalu mendoakan agar dapat mengikuti perkuliahan dengan
sebaik-baiknya. Hal inilah yang menjadi semangat sehingga dapat menghasilkan karya
terbaik dengan bantuan Tuhan Yang Maha Esa yang penulis persembahkan buat
orang tua tercinta.
10.Calon Istri tercinta Eka Agustin br.Tampubolon,S.Pd yang selalu mendukung
dan mendorong untuk terus belajar serta selalu mendoakan agar segera
v
bulan november 2015. Hal inilah yang menjadi semangat sehingga dapat
menghasilkan karya terbaik penulis dengan bantuan Tuhan Yang Maha Esa
yang penulis persembahkan buat calon Istri tercinta.
11.Rivai Manimbul Simanjuntak S.Pd, M.Pd beserta Roslita br Situmorang, S.Pd
selaku rekan kerja di SMKN 1 Percut Sei Tuan, sekaligus mentor yang telah
banyak memberikan wawasan dan pencerahan dalam penulisan tesis.
12.Rekan seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Administrasi
Pendidikan Angkatan Ke-XXII Kelas B1 Tahun 2013 (Nelly, Yosefin, Dina,
Yuni, Pak Rustam, Pak Izhar, Dini, Elly, Arbie, Mutia, Jay, Jul, hendra, ziah,
reza dll) yang selalu memberikan motivasi dan bantuan, serta kontribusi ide
yang sangat berharga di saat perkuliahan terlebih dalam penyelesaian penulisan
tesis ini.
Akhir kata penulis dengan sepenuh hati juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang namanya tidak dituliskan satu persatu
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini. Semoga bantuan dan
kontribusi yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan YME.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh
karena itu penulis mohon saran dan kritikan yang membangun guna kesempurnaan
penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya
kemajuan pendidikan di Kabupaten Deli Serdang.
Medan, Agustus 2015 Penulis.
vi
BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Guru ... 52
2. Pengaruh Kerjasama Tim terhadap Kepuasan Kerja Guru ... 53
3. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Komotmen Afektif Guru ... 55
vii 5. Pengaruh Kepuasan Kerja Guru terhadap
Komitmen Afektif Guru ... 57
2. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Sederhana ... 74
3. Perhitungan Analisis Jalur ... 75
4. Pengujian Jalur ... 75
5. Uji Model Jalur ... 76
6. Hipotesis Statistik ... 77
viii
H. Keterbatasan Penelitian ... 107
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 109
B. Implikasi ... 110
C. Saran ... 113
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Peringkat Prestasi LKS SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang... 3
Tabel 3.1 Data jadwal kegiatan penyusunan tesis ... 60
Tabel 3.2 Data jumlah guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang... 62
Tabel 3.3 Jumlah Sampel Berdasarkan Masa Kerja, Golongan dan gender -- 63
Tabel 3.4 Indikator Variabel Budaya Organisasi... 67
Tabel 3.5 Indikator Variabel Kerjasama Tim... 67
Tabel 3.6 Indikator Variabel Kepuasan Kerja... 67
Tabel 3.7 Indikator Variabel Komitmen Afektif Guru... 67
Tabel 4.1 Ringkasan Karakteristik Data Dari Setiap Variabel Penelitian --- 79
Tabel 4.2 Ditribusi Frekuensi Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 80
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 81
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 82
Tabel 4.5 Ditribusi frekuensi Variabel Komitmen Afektif guru (X4) --- 83
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor dari Variabel Komitmen Budaya Orgaisasi (X1) --- 85
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor dari Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 86
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor dari Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 86
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi dan Kategori Skor dari Variabel Komitmen Afektif guru (X4) --- 87
Tabel 4.10 Ringkasan Anava untuk Persamaan Regresi X3 atas X1 --- 88
Tabel 4.11. Ringkasan Anava untuk Persamaan Regresi X3 atas X2 --- 89
Tabel 4.12. Ringkasan Anava untuk Persamaan Regresi X4 atas X1 --- 90
Tabel 4.13. Ringkasan Anava untuk Persamaan Regresi X4 atas X2 --- 91
Tabel 4.14. Ringkasan Anava untuk Persamaan Regresi X4 atas X3 --- 92
Tabel 4.15 Ringkasan Analisis Perhitungan Uji Normalitas Variabel Penelitian --- 94
Tabel 4.16 Perhitungan Koefisien Korelasi (r) antar Variabel Penelitian --- 96
Tabel 4.17. Perhitungan Koefisien Jalur Antar Variabel Penelitian --- . 97
Tabel 4.18. Rangkuman Koefisien Struktur 1 --- . 99
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Teori Jalur Sasaran Menurut Colquitt, LePine, Wasson--- 13
Gambar 2.1 Faktor –faktor Pembentuk Komitmen Organisasi --- 25
Gambar 2.2 Ringkasan dari Empat Teori Tentang Kepuasan --- 47
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian --- 59
Gambar 3.1 Diagram Jalur Variabel Penelitian --- 77
Gambar 4.1 Histogram Distribusi Skor Variabel Budaya Organissi (X1) 80 Gambar 4.2 Histogram Distribusi Skor Variabel Kerjasama Tim (X2) -- 82
Gambar 4.3 Histogram Distribusi Skor Variabel Kepuasan Kerja (X3) - 83 Gambar 4.4 Histogram Distribusi Skor Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) --- 84
Gambar 4.5 Persamaan Variabel Kepuasan Kerja (X3) Atas Budaya Organisasi (X1) --- 89
Gambar 4.6 Persamaan Variabel Kepuasan Kerja (X3) Atas Kerjasama Tim (X2) --- 90
Gambar 4.7 Persamaan Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) Atas Budaya Organisasi (X1) --- 91
Gambar 4.8 Persamaan Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) Atas Kerjasama Tim (X2) --- 92
Gambar 4.9 Persamaan Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) Atas Kepuasan Kerja (X3) --- 93
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 122
Lampiran 2 Instrumen Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 125
Lampiran 3 Instrumen Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 127
Lampiran 4 Instrumen Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) --- 130
Lampiran 5 Tabel Uji Coba Instrumen Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 133
Lampiran 6 Tabel Uji Coba Instrumen Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 134
Lampiran 7 Tabel Uji Coba Instrumen Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 135
Lampiran 8 Tabel Uji Coba Instrumen Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) - 136
Lampiran 9 Perhitungan Validitas Angket Budaya Organisasi (X1) --- 137
Lampiran 10 Perhitungan Validitas Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 140
Lampiran 11 Perhitungan Validitas Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 143
Lampiran 12 Perhitungan Validitas Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) --- 146
Lampiran 13 Perhitungan Reliabilitas Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 149
Lampiran 14 Perhitungan Reliabilitas Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 151
Lampiran 15 Perhitungan Reliabilitas Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 153
Lampiran 16 Perhitungan Reliabilitas Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) - 155
Lampiran 17 Data Hasil Penelitian Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 157
Lampiran 18 Data Hasil Penelitian Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 160
Lampiran 19 Data Hasil Penelitian Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 163
Lampiran 20 Data Hasil Penelitian Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) --- 166
Lampiran 21 Data Ubahan Penelitian --- 169
Lampiran 22 Perhitungan Mean, Standar Deviasi, Modus, dan Median dari Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 171
Lampiran 23 Perhitungan Mean, Standar Deviasi, Modus, dan Median dari Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 174
Lampiran 24 Perhitungan Mean, Standar Deviasi, Modus, dan Median dari Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 177
Lampiran 25 Perhitungan Mean, Standar Deviasi, Modus, dan Median dari Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) --- 180
xii Lampiran 27 Uji Kelinearan dan Keberartian Variabel Kepuasan Kerja
(X3) atas Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 186
Lampiran 28 Uji Kelinearan dan Keberartian Variabel Kepuasan Kerja (X3) atas Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 191
Lampiran 29 Uji Kelinearan dan Keberartian Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) atas Variabel Budaya Organisasi (X1) --- 196
Lampiran 30 Uji Kelinearan dan Keberartian Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) atas Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 201
Lampiran 31 Uji Kelinearan dan Keberartian Variabel Komitmen Afektif Guru (X4) atas Variabel Kepuasan Kerja (X3) --- 206
Lampiran 32 Perhitungan Uji Normalitas Distribusi Data Ubahan Penelitian --- 211
Lampiran 33 Perhitungan Uji Independensi Variabel Budaya Organisasi (X1) Dengan Variabel Kerjasama Tim (X2) --- 224
Lampiran 34 Perhitungan Koefisien Korelasi antar Variabel Penelitian --- 225
Lampiran 35 Perhitungan Koefisien Jalur antar Variabel Penelitian --- 229
Lampiran 36 Perhitungan Uji Hipotesis--- 232
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan yang merupakan
sarana melaksanakan tujuan pendidikan dengan melaksanakan proses pembelajaran
dan dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan oleh
orang-orang yang profesional. Kegiatan inti organisasi sekolah mengelola SDM
yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Sekolah didirikan bertujuan membantu masyarakat. Sekolah
merupakan wadah tempat proses pendidikan, memiliki sistem yang kompleks dan
dinamis. Keberadaannya dimaknai berbeda-beda oleh siswa dan orang tua yang
menyekolahkan anaknya. Namun secara umum semua sekolah memiliki cita-cita
agar anak didiknya berkualitas dalam banyak hal dan atau dibidang tertentu.
Cita-cita itulah yang membuat orang tua siswa percaya terhadap sekolah.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dapat diartikan secara jelas bahwa pendidikan
tersebut sangat tergantung terhadap perencanaan yang tepat dan benar untuk
menghasilkan mutu pendidikan yang diharapkan. Proses pendidikan di sekolah
memerlukan strategi yang handal oleh seluruh tenaga kependdidikan terutama
“guru”, karena guru langsung berhadapan dengan pelbagai karakter siswa dalam
2
Namun pada kenyataannya, terdapat umpan balik dan bahan introspeksi
mengenai kondisi pendidikan di Indonesia. Menurut catatan UNESCO pada tahun
2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan
penilaian Education Development Index (EDI) atau Indeks Pembangunan
Pendidikan. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori
penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15
tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, angka bertahan siswa
hingga kelas V Sekolah Dasar. Sementara itu The United Nations Development
Programme ( UNDP ) tahun 2013 juga telah melaporkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM ) atau Human Development Index (HDI) Indonesia mengalami
penurunan dari peringkat 108 pada 2010 menjadi peringkat 124 pada tahun 2012
dari 180 negara. 14 Maret 2013 dilaporkan naik tiga peringkat menjadi urutan
ke-121 dari 185 negara, (http://hdr.undp.org/en/statistic/).
Berdasarkan hasil observasi empirik Pendidikan Menengah Kejuruan
(Dikmenjur SMK, 2004:1), mengindikasikan bahwa sebagian besar lulusan
pendidikan kejuruan kurang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan maupun
perkembangan ilmu dan teknologi, sulit untuk bisa dilatih kembali, dan kurang bisa
mengembangkan diri. Studi juga memperoleh gambaran, bahwa sebagian lulusan
SMK tidak bisa diserap di lapangan kerja karena kompetensi yang mereka miliki
belum sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Sedangkan menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) dalam Renstra SMK (2006:9), setiap tahun sekitar 52,16% tamatan
pendidikan kejuruan tidak dapat diserap pasar kerja, diakibatkan kompetensi
tamatan kurang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha dan
3
Hal itu merupakan cerminan dari menurunnya mutu pendidikan di Indonesia.
Begitu juga terhadap mutu pendidikan di SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang,
prestasi yang di capai semakin menurun dan merosot, hal ini dapat terlihat dalam
data yang diperoleh melalui salah satu indikator mutu pendidikan di SMK Negeri
Kabupaten Deli Serdang adalah prestasi yang di capai dalam kejuaraan bergilir
Lomba Keterampilan Siswa (LKS) yang diadakan setiap tahunnya.
Tabel 1.1. Peringkat Prestasi LKS SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang
Sumber : Buku Informasi Sekolah SMK N 1 Percut Sei Tuan 2014
TAHUN
2011 2012 2013 2014
PRESTASI JUARA I LKS
TINGKAT PROPINSI KEAHLIAN 6 PROG KEAHLIAN 4 PROG KEAHLIAN 4 PROG KEAHLIAN 4 PROG
JUARA I LKS
TINGKAT NASIONAL KEAHLIAN 1 PROG KEAHLIAN 1 PROG – –
Data di atas menunjukkan kualitas pendidikan yang semakin lama semakin
menurun dan merosot. Belum lagi hasil UN yang diperoleh siswa SMK Negeri
Kabupaten Deli Serdang, terjadinya jual beli kunci jawaban UN oleh pihak- pihak
yang tidak bertanggung jawab, bahkan terkaitnya guru dan kepala sekolah dalam
pemberian kunci jawaban terhadap peserta ujian yang merupakan rahasia umum
yang kita dengar. Tentu sangat merisaukan dan menjadi pekerjaan rumah atau
masalah yang harus dipecahkan untuk kita semua secara umum dan secara khusus
bagi setiap profesionalisme di bidang pendidikan di Kabupaten Deli Serdang.
Hal itu sependapat dengan Purba (2010:91) yang menyatakan salah satu
persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Menurunnya mutu
pendidikan di Indonesia mengharuskan pemerintah untuk lebih memperhatikan dan
mengevaluasi system pendidikan itu sendiri. Sistem yang sudah dibuat mulai dari
4
system yang di buat sudah direncanakan dengan baik, hanya saja permasalahan
dilapangan belum sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan itu
sendiri.
Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia diantaranya dengan melengkapi sarana dan
prasarana sekolah, meningkatkan mutu guru melalui pelatihan-pelatihan, studi
banding, lokakarya atau sejenisnya, serta memberikan beasiswa kepada guru untuk
peningkatan jenjang pendidikan. Issu yang diangkat tentang rendahnya gaji guru
membuat pemerintah menyediakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
yang cukup besar untuk guru melalui program sertifikasi guru. Pemberian
penambahan penghasilan sebesar satu kali gaji pokok kepada guru yang sudah
tersertifikasi belum juga membuat guru tersebut melaksanakan tugasnya dengan
baik. Persoalan diatas juga sama dengan yang dikatakan Malau (2012:132) bahwa
pemicu rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah; tenaga pendidik,
keengganan bersekolah, buku pelajaran yang kurang dan mahal, ketidak setaraan
genre.
Kemudian Menurut pendapat Mutaminah (2008:3) salah satu unsur penting
dan utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang menjadi
garda terdepan dalam menciptakan sumber daya manusia. Begitu juga menurut
Sikumbang (2011:73) guru merupakan bahagian penting dalam organisasi
pendidikan dan memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Malau (2012:132) juga sependapat bahwa guru merupakan
salah satu komponen utama yang mendukung peningkatan sumber daya manusia
melalui pendidikan. Ginting (2009:49) dalam penelitiannya juga mengatakan guru
5
pendidikan tertentu, sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan harus dimulai
dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya.
Oleh sebab itu profesionalisme guru menjadi tantangan setiap sekolah. Hal
itu menjadi keuntungan sekaligus masalah untuk dunia pendidikan. Beruntung
apabila mereka berkualitas, sangat merugikan apabila bekerja menjadi guru hanya
karena mencari upah. Dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No.16 tahun
2007, bahwa guru harus memiliki minimal empat standart kompetensi untuk
menuju pada profesionalitas guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Kompetensi tersebut adalah:(1) Kompetensi Pedagogik antara lain;(a)
pemahaman wawasan atau landasan pendidikan, (b) pemahaman terhadap peserta
didik, (c) pengembangan kurikulum, (d) perancangan pembelajaran,(e) pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (f) evaluasi hasil belajar, (g)
pengembangan peserta didikuntuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. (2) Kompetensi Kepribadian antara lain; (a) mantap, (b) stabil, (c)
dewasa, (d) arif dan bijaksana, (e) berwibawa, (f) berakhlak mulia, (g) menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (h) mengevaluasi kinerja sendiri, (i)
mengembangkan diri secara berkelanjutan.
(3) Kompetensi Sosial, antara lain; (a) berkomunikasi secara lisan dan
tulisan, (b) menggunakan teknologi komunikasi informasi secara fungsional, (c)
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidik,
orang tua/wali peerta didik, (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
(4) Kompetensi Profesional kemampuan penguasaan antara lain: (a) konsep,
struktur, model keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar, (b) materi ajar yang ada didalam kurikulum sekolah, (c) hubungan konsep
6
kehidupan sehari-hari, dan (e) kompetensi secara profesional dalam konteks global
dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Dengan mempedomani dan melaksanakan peraturan pemerintah diatas,
selayaknya mutu pendidikan melalui lulusan yang berkualitas menjadi hasil mutlak
yang kian kita capai, namun pada kenyataanya yang ditemukan pada awal observasi
di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada bulan Februari
2015, serta hasil studi kunjungan di beberapa SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang
bulan Maret 2015 yang lalu, kenyataannya pendidikan di sini masih bermasalah.
Ditemui kerjasama diantara sesama guru masih kurang kompak, dimana sebagian
guru ada yang tidak peduli terhadap sesama temannya guru demi keselamatan
kepentingan pribadinya di sekolah. Guru yang terlebih dahulu memperoleh
informasi yang terbaru tidak saling berbagi, bahkan cenderung menutup-utupi
informasi. Seperti dalam proses pengerjaan lembar S12 dalam situs Padamusiap
Online, bagi guru yang masih dikategorikan muda, cenderung lebih paham terhadap
teknologi dan informasi sedangkan untuk guru yang sudah tua cenderung dikatakan
gaptek (gagap teknologi) merasa sangat sulit melakukan pengisian data dalam situs
padamusiap online. Begitu juga dengan hasil wawancara dengan waka ketenagaan
bahwasanya masih ditemukan absensi yang dimanipulasi, sehingga menimbulkan
budaya ketidak jujuran yang semakin berlarut- larut.
Hal tersebut diatas menandakan kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam
pengambil keputusan di sekolah oleh kepala atau para pembantu kepala sekolah,
tanpa disadari sering merugikan pihak guru sehingga terkadang timbul kesalah
pahaman di antara guru dengan guru atau guru dengan kepala sekolah yang
kemudian menjadi berkembang/berlarut larut dan berakibat negatif untuk keadaan
7
Negeri Kabupaten Deli Serdang belum tercipta dengan baik. Sehingga tujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan akan tercapai dengan baik. Begitu
juga dengan apa yang dikatakan Ambarita (2013: 24) Budaya organisasi berfungsi
sebagai perekat sosial dalam mempersatukan para anggota dan menentukan norma
atau nilai-nilai yang harus dijunjung dalam bersikap dan bertindak guna mencapai
tujuan organisasi.
Pengamatan selanjutnya dilakukan melalui wawancara dengan beberapa
orang guru bahwa kenyataannya dalam satu tim teacing (mengajar) sering dijumpai
guru senior lebih membebankan tanggung jawab bahkan kerjaan kepada junior,
padahal dalam satu tim, kerjasama antar individu itulah yang menciptakan
kreativitas dan ide-ide baru dalam mengembangkan proses pembelajaran. Begitu
juga dengan sesama guru senior saling beradu argumen, tanpa ada pelaksanaan. Hal
ini mengakibatkan perpecahan dan pembentukan kubu di antara guru, sehingga guru
tidak lagi memiliki kerjasama tim yang tangguh ketika menghadapi persoalan.
Permasalahan-permasalahan yang kecilpun sering tidak terpecahkan, karena
kurangnya kekompakan tim dalam bekerjasama. Sebaliknya kerjasama Tim guru
dalam sekolah dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan kinerja dan komitmen
guru bila kerjasama itu dapat dikelola dengan baik.
Menurut Schermerhorn (2003:194) mengatakan bahwa “work team is
Occurs when group members work together in ways that utilize their skill well to
accomplish apurpose”, yang menjelaskan kerjasama tim adalah kegiatan ketika
anggota kelompok bekerjasama dalam cara-cara yang menginspirasikan keahlian
mereka dengan baik untuk mencapai tujuan. Kekuatan kerjasama tim dapat
digunakan oleh guru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanya, tempat
8
sebagai ruang belajar, ruang kerja dan tempat bermain atau bercanda dan
sebagainya. Ketidak serasian antara guru dalam kerjasama tim membuat
komunikasi tim tidak berjalan dengan baik. Ketidak serasian komunikasi dalam tim
dapat diakibatkan oleh perbedaan usia, perbedaan pendapat, ide dan perbedaan
kepentingan. Sahertian (2000:6) mengatakan bahwa guru yang telah lama mengabdi
tidak mau memberi petunjuk, bimbingan pengarahan, nasihat atau pun pelajaran dan
pengetahuan kepada guru baru. Penyebab semua itu sepertinya guru-guru tua
mungkin takut bersaing dengan guru-guru muda.
Di sisi lain dari pengamatan yang dilakukan bahwa guru-guru belum berada
di ruang kelas padahal jam pembelajaran sudah berlangsung beberapa menit,
dimana guru tersebut masih terlihat ngobrol di ruang guru, sebahagian ada yang
ngobrol di kantin atau bahkan belum hadir di sekolah. Ada juga guru yang
mengutamakan usaha sampingannya atau urusan keluarga. Kemudian ada juga
ditemui siswa hanya mencatat dari layar di infokus sedangkan gurunya pergi ke
kantin ngopi sambil ngobrol dengan teman sesama guru selama proses
pembelajaran di dalam kelas. Ketika diwawancarai, guru menjawab dengan alasan
“pemerintah saja tidak memperhatikan guru, sehingga untuk apa kita terlalu serius
dalam proses pembelajaran”. Artinya guru menunjukkan ketidakpuasan terhadap
apa yang diperoleh dari pekerjaannya.
Ketika diwawancarai, guru mengeluh akan ketidakpuasan mereka terhadap
sertifikasi yang terlambat keluarnya, kemudian kurangnya sosialisasi terhadap
kurikulum yang baru untuk kejuruan bahkan ditambah lagi dengan sulitnya
pengurusan kenaikan golongan dengan keluarnya peraturan baru pemerintah
PERMENNEGPAN & RB No. 16/2009 tentang kewajiban membuat suatu
9
golongan. Akibat ketidakpuasan guru sehingga, guru merasa mengajar bukan lagi
suatu prioritas mereka, tetapi melengkapi berkas dan syarat-syarat lah yang menjadi
fokus utama guru.
Dari fenomena yang terjadi di atas mengindikasikan bahwa kepuasan kerja
guru sangat rendah. Kepuasan kerja menurut Robins (2003;101) merupakan suatu
sikap umum seorang undividu terhadap pekerjaannya. Semakin rendah kepuasan
kerja guru, maka semakin sulit tercapainya tujuan organisasi sekolah yaitu
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Sehingga dari semua fenomena yang
diuraikan di atas mengindikasikan adanya masalah mutu pendidikan yang didasari
oleh adanya kesenjangan antara harapan atau standart yang harus dilaksanakan
seorang tenaga pendidik dengan kenyataan yang terjadi selama proses observasi.
Permasalahan yang ditemui mulai dari budaya organisasi sekolah yang tidak baik,
kerjasama tim guru yang tidak solid hingga rendahnya kepuasan kerja yang dimiliki
guru mempengaruhi komitment guru untuk tetap dan teguh dalam mencapai tujuan
organisasi sekolah.
Menurut Purba (2010;72) mengatakan “komitmen merupakan suatu sikap
kerja (job attitude) atau keyakinan yang mencerminkan kekuatan relative dan
keberpihakan dan keterlibatan individu pada suatu organisasi” Sadar atau tidak
disadari, komitmen awal guru untuk tetap dan teguh dalam mencapai tujuan
organisasi sekolah semakin lama semakin memudar. Hal itu ditandai dengan
temuan – temuan selama observasi dilapangan, seperti tingginya absen ketidak
hadiran dan keterlambatan guru, proses belajar mengajar yang tidak standart, guru
tidak membuat perencanaan pembelajaran (RPP), bahkan pembicaraan untuk
10
lagi memiliki komitmen untuk tetap melaksanakan empat kompetensi yang harus
dimiliki seorang tenaga pendidik atau guru.
Rendahnya komitment yang dimiliki guru hendaknya tidak boleh dibiarkan
berlarut – larut. Harus segera dilakukan pemecahan atau solusi melalui penelitian
yang dapat mempengaruhi komitmen guru. Guru akan kesulitan melakukan peran
dan tanggung jawabnya sebagai pendidik apabila tidak memiliki komitmen. Hal ini
sejalan dengan Undang –undang Guru dan Dosen No.14 tahun 2005 pasal 7 (ayat
1b), bahwa “guru harus memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia”. Apabila komitmen guru rendah, maka
proses pembentukan SDM yang bermutu dan pencapaian tujuan pendidikan
nasional akan terganggu. Seperti yang dikatakan Kruger dalam Ambarita (2013;7)
bahwa memperoleh komitmen dari seluruh pegawai yang ada dalam organisasi
merupakan prasyarat bagi terwujudnya tujuan – tujuan organisasi, dan hal ini
terwujud manakala seluruh individu di dalam organisasi mau terlibat secara penuh
dan tidak pernah mengalami kesulitan dalam saling membagi pengalaman yang
mereka peroleh selama ini untuk melaksanakan berbagai perbaikan system dan
proses yang ada. Sedangkan Schatz (1995) dalam Ambarita (2014:145) menyatakan
bahwa komitmen merupakan hal yang paling mendasar bagi setiap orang dalam
pekerjaannya, tanpa adanya suatu komitmen, tugas-tugas yang diberikan kepadanya
sukar untuk terlaksana dengan baik.
Menurut Luthans (2006:218) komitmen organisasi terdiri dari tiga komponen
yaitu : (1) komitmen afektif (affective commitment), adalah komitmen organisasi
yang lebih menekankan pada pentingnya kongruensi antara nilai dan tujuan
karyawan dengan nilai dan tujuan organisasi; (2) komitmen kontiniu (continuance
11
meninggalkan organisasi karena melihat adanya pertimbangan rasional dari segi
untung dan ruginya; dan (3) komitmen normatif (normative commitment) adalah
komitmen organisasi dimana pekerja bertahan dalam organisasi karena ia
merasakan adanya suatu kewajiban.
Dari ketiga jenis komitmen di atas, bila dibandingkan dengan situasi yang
terjadi di SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang, nampaknya diakibatkan oleh
kurangnya komitmen afektif dari para guru. Menurut Meyer dan Allen (1990: 15)
Komitment Afektif adalah bagian dari komitment organisasi yang lebih
menekankan pada pentingnya kongruensi antara nilai dan tujuan karyawan dengan
nilai dan tujuan organisasi. Artinya bila organisasi mampu menimbulkan keyakinan
dalam diri karyawan yaitu nilai dan tujuan pribadinya memiliki kesamaan dengan
nilai dan tujuan organisasi maka akan makin tinggi komitment karyawan pada
organisasi tempat dia bekerja. Begitu juga terhadap komitment afektif guru, apabila
budaya oraganisasi disekolah, kerjasama tim guru disekolah serta kepuasan kerja
guru secara keseluruhan berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan keyakinan
atau komitment afektif dalam diri setiap tenaga pendidik.
Dengan memiliki komitment afektif yang tinggi guru akan memiliki rasa
mencintai profesi sebagai guru dan akan bangga menjadi guru. Selayaknya guru
yang berkomitment afektif tinggi akan meluangkan waktu dan tenaga atau bahkan
materinya untuk tujuan organisasi, guru akan mengerjakan pekerjaan sekolah
walaupun di luar jam dinas karena memang dorongan emosional dari dalam diri
guru tersebut, kemudian menjadikan profesi guru sebagai kebutuhan yang harus
dipenuhi sehingga akan menimbulkan suatu perasaan yang kurang jika di hari libur
sekolah tiba. Diduga menumbuhkan komitment afektif gurulah jawaban dalam
12
Selanjutnya Summers dan Acito (dalam Sutrisno, 2010:293) mengemukakan
komitmen afektif adalah tingkat keterkaitan secara psikologis dengan organisasi
berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi. Komitmen efektif muncul
dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan, kemanan dan manfaat lain
yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak di dapat di organisasi lain.
Pentingnya komitmen afektif sangat terkait dengan pengalaman dalam pekerjaan
yang dapat memuaskan kebutuhan individu secara psikologis sehingga mereka
merasa nyaman dan kompeten dalam menjalankan peran mereka dalam pekerjaan.
Banyak faktor yang mempengaruhi komitmen. Streers dan Porter (dalam
Sopiah, 2008:164) mengemukakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi
komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: (1) Faktor personal, yang meliputi job
expectations, psychological contract, job choice factors, karaktristik personal.
Keseluruhan faktor itu akan membentuk komitmen awal; (2) Faktor organisasi,
meliputi initial works experiences, job scope, supervision, goal consistency
organizational. Semua faktor itu akan membentuk atau memunculkan tanggung
jawab; (3) Non - organizational faktors, yang meliputi availabity of alternative
jobs. Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya
alternatif pekerjaan lain.
Sedangkan Minner, (1992:98) mengemukakan empat faktor yang
memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: (1) Faktor personal,
misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian;
(2) Karakeristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan; (3) Karakteristik
struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi,
13
terhadap karyawan; (4) Pengalaman kerja, karyawan yang sudah beberapa tahun
bekerja dan karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dalam organisasi tentu
memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
Menurut penelitian Colquitt, Lepine, Wasson, (2009:34) mengemukakan
bahwa komitmen dapat di pengaruhi oleh Organizational mechanisms, group
mechanisms, individual charakteristics, dan individual mechanisms. Selanjutnya
dapat di lihat dalam gambar skema berikut ini:
Gambar 1.1 Integrative Model of Organizational Behavior.
Sumber : Colquitt Jasson A. , Jeffery A. Lepine, Michael J. Wesson. 2009. p.34
Mekanisme organisasi diatas diantaranya mencakup struktur budaya
organisasi, struktur organisasi. Mekanisme tim mencakup perilaku dan gaya
14
kepemimpinan, kekuasaan dan pengaruh kepemimpinan, proses tim, dan
karateristik tim. Karateristik individu mencakup kepribadian dan nilai – nilai etika
dan kemampuan berupa kecerdasan/intelegensi termasuk kecerdasan emosional.
Mekanisme individu termasuk kepuasan kerja, stress/tekanan, motivasi, keadilan,
dan pengambilan keputusan. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah kinerja dan
komitmen organisasi. Hasil analisis terhadap penelitian ini ditemukan bahwa secara
empirik terdapat beberapa perbedaan variable yang mempengaruhi komitment
organisasi. Sehingga dalam melakukan penelitian tentang komitmen organisasi
maka variable yang paling dominan dan mendapat peluang sebagai alternatif
pemecahan masalah melalui teori integrative model of organizational behavior
adalah budaya organisasi, kerjasama tim, dan kepuasan kerja.
Faktor budaya organisasi dapat berpengaruh terhadap komitmen, sebagai
mana Stum (dalam Sopiah, 2008:164) menyatakan ada lima faktor yang
berpengaruh terhadap komitmen organisasi: (1) budaya keterbukaan; (2) kepuasan
kerja; (3) kesempatan personal untuk berkembang; (4) arah organisasi; dan (5)
penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya Robbins (2006:719)
menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai budaya, dan bergantung kepada
kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan
perilaku anggota-anggota organisasi.
Selain budaya organisasi, kerjasama tim juga dapat mempengaruhi
komitmen seseorang. Colquitt, Lepine, Wasson (2009:420) mengataka bahwa
kerjasama tim mengacu pada kegiatan interpersonal yang memfasilitasi pencapaian
tujuan. Menurut Purba (2010:69) kerja tim adalah keinginan dan kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif yang menjadi bagian yang
15
Selanjutnya Yulk (2007: 369) berpendapat bahwa komitmen tugas akan lebih
tinggi saat tim menganggap sasaran itu penting dan para anggota memiliki
keyakinan atas kemampuan dari tim untuk mencapainya. Dari itu dapat dikatakan
bahwa kerjasama tim yang solid akan menjadikan komitmen seseorang lebih
meningkat.
Kepuasan kerja juga berpengaruh terhadap komitmen guru. Menurut teori
Integrasi Perilaku Organisasi (Collcuitt and Wasson, 2009:8) menjelaskan bahwa
budaya organisasi, kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi secara langsung
mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja. Sehingga dapat diartikan bahwasanya
jika kepuasan kerja guru tinggi, maka akan sangat mudah mencapai tujuan yang
diharapkan secara sempurna. (Robbin, 2006:107) mengatakan ketika data dan
produktivitas dikumpulkan pada suatu organisasi, ditemukan bahwa organisasi yang
mempunyai lebih banyak karyawan yang puas cenderung lebih efektif daripada
organisasi yang mempunyai lebih sedikit karyawan yang puas. Temuan ini
mengindikasi bahwa makin banyak guru yang merasa puas dalam bekerja, maka
guru akan lebih giat dalam melaksanakan tugas, guru juga akan merasa menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi, serta memiliki komitmen yang tinggi
untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.
Jika dugaan ini teruji maka konsep tentang hubungan keempat variable
budaya organisasi, kerjasama tim, kepuasan kerja, dan komitmen afektif guru dapat
digunakan untuk menjelaskan dan menemukan alternatif dalam memecahkan
masalah komitment afektif yang dimiliki guru di SMK Negeri Deli Serdang.
Beranjak dari pemikiran ini, maka direncanakan suatu penelitian yang berjudul
”Pengaruh Budaya Organisasi, Kerjasama Tim, dan Kepuasan Kerja
16
B. Identifikasi Masalah
Dengan memperhatikan hal-hal dikemukakan dalam latar belakang masalah
tersebut di atas, yaitu budaya organisasi yang belum tepat diterapkan, kerjasama tim
yang kurang kompak, kepuasan kerja guru yang belum terpenuhi, maka dapat
diidentifikasikan sebagai masalah, yang berhubungan dengan komitmen afektif
guru. Hal ini mengandung sejumlah pertanyaan-pertanyaan tentang ditemukannya
kesenjangan pada komitmen afektif guru tersebut. Di antaranya adalah : (1) factor –
factor apa yang dapat mempengaruhi komitmen afektif guru SMK Negeri
Kabupaten Deli Serdang?; (2) apakah kerjasama tim guru dapat mempengaruhi
kepuasan kerja guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang?; (4) apakah budaya
organisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru SMK Negeri Kabupaten Deli
Serdang?; (5) apakah kerjasama tim dapat mempengaruhi komitmen afektif guru
SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang?; (6) apakah budaya organisasi dapat
mempengaruhi komitmen afektif guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang?; (7)
apakah kepuasan kerja dapat mempengaruhi komitmen afektif guru SMK Negeri
Kabupaten Deli Serdang? (8) apakah kerjasama tim dan kepuasan kerja dapat
mempengaruhi komitmen afektif guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang?; (9)
apakah budaya organisasi dan kepuasan kerja dapat mempengaruhi komitmen
afektif guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang?; (10) apakah Kepemimpinan
Kepala Sekolah dapat mempengaruhi komitment afektif guru SMK Negeri
Kabupaten Deli Serdang?; (11) apakah motivasi kerja dapat mempengaruhi
komitmen afektif guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang?; (12) apakah budaya
organisasi, kerjasama tim, dan kepuasan kerja dapat mempengaruhi komitmen
17
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan arah penulisan penelitian ini kepada tujuan
penulisan, maka pembatasan masalah sangat diperlukan. Dari identifikasi masalah
di atas banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sekaligus mendukung komitmen
afektif guru, namun dalam lingkup penelitian ini yang diteliti hanya membatasi
sampai sejauh mana pengaruh budaya organisasi, kerjasama tim dan kepuasan kerja
dapat mempengaruhi komitmen afektif guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang.
D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan permasalahan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja?
2. Apakah kerjasama tim berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja?
3. Apakah budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif
guru?
4. Apakah kerjasama tim berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif
guru?
5. Apakah kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif
guru ?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi, kerjasama tim dan kepuasan kerja
berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif guru.
2. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap
18
3. Untuk mengetahui apakah kerjasama tim dapat berpengaruh langsung terhadap
kepuasan kerja guru.
4. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap
komitmen afektif guru.
5. Untuk mengetahui apakah kerjasama tim berpengaruh langsung terhadap
komitmen afektif guru.
6. Untuk mengetahui apakah kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap
komitmen afektif guru.
F. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Memberi informasi untuk menyadarkan guru atau tenaga pendidik dalam
menerapkan budaya organisasi ketika melaksanakan tugasnya dan meningkatkan
kerjasama tim guru ketika melaksanakan tugasnya baik ketika di sekolah maupun di
luar sekolah, serta meningkatkan kepuasan kerja guru dalam melaksanakan
tugasnya sehingga komitmen afektif guru akan semakin baik. Dengan demikian
perilaku organisasi dalam dunia pendidikan akan semakin baik.
b. Manfaat praktis
1. Bagi para guru dapat memberi manfaat dalam pengembangan diri, hal ini
penting karena dengan mengetahui sebab-sebab dan cara-cara meningkatkan
komitmen afektif guru dapat meningkatkan kualitas kompetensi sehingga akan
meningkat output pendidikan yang diselenggarakan di SMK Negeri Kabupaten
Deli Serdang.
2. Bagi Kepala Sekolah sebagai otoritas pengambil keputusan, hasil penelitian ini
19
kebijakan sehingga menimbulkan budaya organisasi yang baik serta
meningkatkan kerjasama tim guru sehingga kepuasa kerja guru meningkat dan
secara signifikan komitmen afektif guru pun meningkat.
3. Bagi para stake holders dan pihak-pihak yang yang terkait termasuk dinas
pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan dalam hubungannya dengan hal-hal yang menyangkut
komitmen afektif guru.
4. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan dengan variabel-variabel yang
109
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada Bab IV, maka kesimpulan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat pengaruh langsung positif antara budaya organisasi terhadap kepuasan
kerja guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang sebesar 40%, dan sisanya
sebesar 60% diluar budaya organisasi, hal ini menandakan semakin tinggi
budaya organisasi, maka semakin tinggi pula kepuasan kerja guru SMK Negeri
di Kabupaten Deli Serdang.
b. Terdapat pengaruh langsung positif antara kerjasama tim terhadap kepuasan
kerja guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang sebesar 48%, dan sisanya
sebesar 52% diluar kerjasama tim, hal ini menandakan semakin tinggi dan
semakin baik kerjasama tim guru, maka semakin tinggi pula kepuasan kerja
guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang.
c. Terdapat pengaruh langsung positif antara budaya organisasi terhadap komitmen
afektif guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang sebesar 25%, dan sisanya
sebesar 75% diluar budaya organisasi, hal ini menandakan semakin tinggi
budaya dalam organisasi sekolah, maka semakin tinggi pula komitmen afektif
guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang.
d. Terdapat pengaruh langsung positif antara kerjasama tim terhadap komitmen
afektif guru SMK Negeri di Kabupaten Deli Serdang sebesar 24%, dan sisanya
sebesar 76% diluar kerjasama tim, hal ini menandakan semakin tinggi kerjasama
tim, maka semakin tinggi pula komitmen afektif guru SMK Negeri di
110
e. Terdapat pengaruh langsung positif antara kepuasan kerja terhadap komitmen
afektif guru SMK Negeri Kabupaten Deli Serdang sebesar 50%, dan sisanya
sebesar 50% diluar kepuasan kerja, hal ini menandakan semakin tinggi kepuasan
kerja, maka semakin tinggi pula komitmen afektif guru SMK Negeri di
Kabupaten Deli Serdang.
B. Implikasi
1. Upaya peningkatan komitmen afektif guru melalui budaya organisasi
Untuk meningkatkan komitmen afektif guru melalui budaya organisasi
diperlukan upaya-upaya dari berbagai pihak:
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah sudah selayaknya untuk menciptakan
budaya yang baik dalam sekolah. Menciptakan suatu kebiasaan baik yang dapat
ditiru, dicontoh dan dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah demi terciptanya
tujuan yang diharapkan sekolah. Kebiasan baik yang terlaksana secara terus
menerus akan menjadi suatu kebiasaan yang mencerminkan budaya organisasi
sekolah itu sendiri. Dalam menciptakan budaya organisasi sekolah yang baik,
kepala sekolah sebaiknya menjalin rasa kekeluargaan yang harmoni. Begitu juga
dalam mengambil suatu keputusan atau kebijakan, kepala sekolah sebaiknya
melibatkan banyak pihak dan sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang benar.
Karena dengan menciptakan budaya organisasi yang kondusif akan dapat
menciptakan komitmen afektif dalam diri seorang guru secara perlahan sehingga
ketika guru sudah berkomitmen yang kuat maka akan mencapai hasil yang
111
2. Upaya peningkatan komitmen afektif guru melalui kerjasama tim guru.
Untuk meningkatkan komitmen afektif guru melalui kerjasama tim guru,
diperlukan upaya kepala sekolah sebagai pemimpin yang berperan penting
menyangkut pengambilan kebijakan di lingkungan sekolah. Kepala sekolah perlu
memperhatikan managemen sekolah semaksimal mungkin. Mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Kepala sekolah perlu merencanakan
kegiatan kebersamaan untuk menjalin silahturahmi, kemudian kepala sekolah
tanggap atas kebijakan yang menyangkut keharmonisan sesama guru. Karena
terciptanya keharmonisan sejalan dengan kerjasama yang baik sesama tim guru
baik dalam lingkup bidang studi yang sama dan yang berbeda sehingga proses
pembelajaran akan maksimal. Kerjasama yang baik dalam sebuah tim guru
perlahan menimbulkan komitmen afektif yang kuat untuk tetap bertahan dan
mencintai profesi sebagai seorang guru.
3. Upaya peningkatan komitmen afektif guru melalui kepuasan kerja guru
Untuk meningkatkan komitmen afektif guru melalui kepuasan kerja guru,
diperlukan upaya kepala sekolah sebagai pemimpin yang berperan penting
menyangkut pengambilan kebijakan di lingkungan sekolah. Kepala sekolah perlu
memperhatikan pemenuhan kebutuhan guru baik sarana prasarana, moril dan
materil, penghargaan yang merupakan bagian dari proses pembelajaran. Karena
dengan dipenuhinya hal- hal tersebut, mampu membangkitkan semangat guru
dalam mengajar serta merangsang kreatifitas yang tinggi sehingga terciptalah suatu
kepuasan kerja guru itu sendiri. Dengan timbulnya suatu kepuasan yang dirasakan
guru baik dalam memperoleh kebutuhan maupun kepuasan atas kreatifitas
112
tumbuh dan semakin kuat sehingga keinginan untuk tetap mengabdi dan berkarya
sebagai guru akan terus terjalin.
4. Upaya peningkatan kepuasan kerja guru melalui budaya organisasi.
Untuk meningkatkan kepuasan kerja guru melalui budaya organisasi,
diperlukan upaya kepala sekolah sebagai pemimpin yang berperan penting
menyangkut pengambilan kebijakan di lingkungan sekolah dan upaya dari dalam
diri guru itu sendiri. Guru perlu melaksanakan dan mematuhi kebijakan yang
diambil kepala sekolah. Guru juga perlu menerapkan kompetensi yang dimiliki
yaitu kepribadian yang baik dan sosial antar sesama guru yang baik pula. Sehingga
sesama guru akan menciptakan suatu budaya khas yang baik di lingkungan sekolah.
Dengan terciptanya budaya organisasi yang baik, maka rasa nyaman, aman dan
tentram akan mewakili kepuasan kerja yang diharapkan oleh guru itu sendiri
5. Upaya peningkatan kepuasan kerja guru melalui kerjasama tim guru.
Untuk meningkatkan kepuasan kerja guru melalui kerjasama tim guru,
diperlukan upaya kepala sekolah sebagai pemimpin yang berperan penting
menyangkut pengambilan kebijakan di lingkungan sekolah dan upaya dari dalam
diri guru itu sendiri. Guru perlu bertanggung jawab atas tugas yang diembannya
dengan cara menerapkan empat kompetensi profesional guru. Dengan menerapkan
kompetensi itu, kerjasama dalam suatu tim guru akan tercipta dengan solid. Saling
menghargai, menghormati dan saling memiliki sesama rekan guru menciptakan
suasana bekerja yang nyaman sehingga kerjasama tim akan terjalin dengan baik.
Seiring dengan terciptanya rasa nyaman, keharmonisan dan kerjasama tim guru
yang solid, secara perlahan didalam diri masing- masing guru akan timbul suatu
kepuasan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh guru menghasilkan
113
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi, maka ada beberapa saran yang
dikemukakan:
1. Dinas Pendidikan tentang :
1.1 Dinas Pendidikan sebagai lembaga yang menduduki level makro dalam
sistem pendidikan di daerah, yang artinya salah satu lembaga yang memiliki
kekuasaan tertinggi dalam pengambilan kebijakan dalam dunia pendidikan,
sudah tentu menjadi pusat pelayanan administrasi untuk kebutuhan lembaga
pendidikan yang menaunginya. Dinas pendidikan sebaiknya memiliki
komitmen yang kuat, memberikan contoh dalam melaksanakan budaya
organisasi yang baik secara konsisten mulai dari pelayanan administrasi yang
terstruktur, kemudahan dalam pengurusan administrasi tanpa adanya
pengutipan atau imbalan berupa hadiah atau uang. Sehingga kemudian
menerapkannya kepada sekolah- sekolah yang menaunginya. Dinas
pendidikkan juga sebaiknya menunjukkan budaya organisasi yang baik salah
satunya dengan mengangkat jabatan kepala sekolah yang benar- benar
kredibel, memiliki kemampuan, wawasan serta melalui prosedur pemilihan
yang seuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga budaya organisasi yang
baik akan dicontoh dan diterapkan keseluruh sekolah yang menaunginya
demi mencapai tujuan pendidikan yang berkarakter.
1.2 Dinas Pendidikan sebaiknya menunjukkan kepedulian terhadap tim-tim kerja
guru dengan meningkatkan kepengawasan atau pengarahan akan tupoksi guru
agar tidak melenceng dari yang sebenarnya. Kemudian melakukan kontrol
secara rutin dan memperhatikan segala kebutuhan guru demi menciptakan
114
dicapai oleh kerjasama tim, sehingga menimbulkan rasa puas dan nyaman
didalam diri guru untuk selalu berkreatifitas dan bekerjasama meningkatkan
mutu pendidikan yang berkarakter.
1.3 Dinas Pendidikan dan olahraga sebaiknya memperhatikan pemenuhan
kebutuhan guru. Guru yang merasakan kebutuhannya telah terpuaskan akan
termotivasi untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan dengan baik. Para guru
sepakat bahwa karena bekerja dipengaruhi oleh kebutuhan, para guru
mengarahkan perilaku mereka ke arah pencapaian tujuan tersebut. Guru yang
merasa kebutuhannya tidak terpuaskan, berusaha untuk memuaskan dengan
cara mengarahkan perilakunya sehingga tujuan (kepuasan) dapat dicapai.
Namun apabila guru merasa diperhatikan maka guru akan termotivasi untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan akan menunjukkan komitmen
afektif untuk tetap bertahan dan mengembangkan kreatifitas dibidang
pendidikan itu sendiri.
2. Kepala Sekolah tentang:
2.1 Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan yang paling berwenang dan
bertanggung jawab atas pengambilan kebijakan di lingkungan sekolah, sudah
tentu menjadi peran utama untuk menciptakan budaya yang baik dalam
sekolah. Menciptakan suatu kebiasaan baik yang dapat ditiru, dicontoh dan
dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah demi terciptanya tujuan yang
diharapkan sekolah. Kebiasan baik yang terlaksana secara terus menerus akan
menjadi suatu kebiasaan yang mencerminkan budaya organisasi sekolah itu
sendiri. Dalam menciptakan budaya organisasi sekolah yang baik, kepala
sekolah sebaiknya menjalin rasa kekeluargaan yang harmoni. Begitu juga
115
melibatkan banyak pihak dan sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang
benar. Karena dengan menciptakan budaya organisasi yang kondusif akan
dapat menciptakan komitmen afektif dalam diri seorang guru secara perlahan
sehingga ketika guru sudah berkomitmen yang kuat maka akan mencapai
hasil yang masksimal. mempertinggi budaya partisipatif. Keikutsertaan
pihak-pihak akan mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap hasil
keputusan yang dibuat.
2.2 Kepala sekolah sebaiknya menunjukkan sikap peduli terhadap hasil
kerjasama tim guru baik dari segi prestasi yang dicapai tim guru ataupun
persoalan yang muncul dalam melaksanakan proses kerjasama tersebut.
Kepala sekolah perlu merencanakan kegiatan kebersamaan untuk menjalin
silahturahmi, kemudian kepala sekolah tanggap atas kebijakan yang
menyangkut keharmonisan sesama guru. Karena terciptanya keharmonisan
sejalan dengan kerjasama yang baik sesama tim guru baik dalam lingkup
bidang studi yang sama dan yang berbeda sehingga proses pembelajaran akan
maksimal. Kerjasama yang baik dalam sebuah tim guru perlahan
menimbulkan komitmen afektif yang kuat untuk tetap bertahan dan mencintai
profesi sebagai seorang guru
2.3 Kepala sekolah perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan guru baik sarana
prasarana, moril dan materil, penghargaan yang merupakan bagian dari
proses pembelajaran. Karena dengan dipenuhinya hal- hal tersebut, mampu
membangkitkan semangat guru dalam mengajar serta merangsang kreatifitas
yang tinggi sehingga terciptalah suatu kepuasan kerja guru itu sendiri.
Dengan timbulnya suatu kepuasan yang dirasakan guru baik dalam
116
dihasilkannya, maka dengan perlahan komitmen afektif guru akan tumbuh
dan semakin kuat sehingga keinginan untuk tetap mengabdi dan berkarya
sebagai guru akan terus terjalin.
3. Guru tentang :
3.1 Sebaiknya guru konsisten menciptakan dan melaksanakan budaya organisasi
yang telah dibangun oleh seluruh warga sekolah, misalnya patuh terhadap
aturan-aturan yang sudah dibuat tidak menempatkan kepentingan pribadi atau
keluarga diatas kepentingan sekolah sehingga melanggar aturan-aturan yang
sudah dibuat dengan beralaskan kepentingan keluarga.
3.2 Sebaiknya guru perlu menjalin kerjasama tim yang baik dan kompak dan juga
memahami perasaan orang lain, menerima sudut pandang orang lain, dan
menghargai perbedaan dalam cara mereka mengekspres/ikan perasaannya
terhadap berbagai hal dan segera memperbaiki diri jika ada kesalahan yang
diperbuat serta mengutamakan kepentingan tim daripada kepentingan pribadi.
3.3 Sebaiknya guru memiliki dorongan yang kuat untuk mencapai keberhasilan
yang terbaik sesuai standar yang ditelah ditetapkan demi kesuksesan tugasnya
sebagai guru dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan pendidikan.
Guru seharusnya lebih bersyukur atas apa yang telah diterima dan kemudian
lebih mengutamakan kepuasan terhadap kreatifitas dan prestasi yang dicapai
dibandingkan kepuasan terhadap penghargaan atau imbalan yang diperoleh.
4. Peneliti lain:
Sebaiknya untuk para peneliti lainnya dapat menjadi bahan pertimbangan
baginya dalam mengembangkan penelitian tentang bagaimana meningkatkan
komitmen afektif guru diluar variabel budaya organisasi, kerjasama tim dan
117
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Risky, Wulandari. 2011. Kepuasan Kerja Guru. Medan: USU Press.
Allen, N.J. and Meyer, J.P., 1990, “The Measurement and Antecedents of Affective, continuance and Normative Commitment”, Journal of Occupational
Psychology, 63, 1, pp.1-18
Ambarita Biner, Paningkat Siburian. Benyamin Situmorang, Sukarman Purba. 2014
Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, S . 2003. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka
Cipta.
Brahmasari, I. A. dan Suprayetno, A., 2008. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan,
Vol.10, No. 2. Hal: 124-135.
Buku Informasi Sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan.2014
Colquitt Jasson A. , Jeffery A. Lepine, Michael J. Wesson. 2009. Organizational
Behavior. New York : Mc Graw Hill.
Cooper, Robert dan Ayman Sawaf. 1997. Executive EQ, Emotional Inteligence in
Business. London: Orion Business Book.
De Campos, Luiz Carlos. 2012.Project Approaches To Learning in Engineering.
Education: The Practice of Teamwork. Rotterdam: Sense Publisher
Dikmenjur, 2004, Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Echols, John M.. 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia
George R Terry. 1990. Prinsip-Prinsip Manajemen. Terjemahan J. Smith D.F.M.
Jakarta: Bumi Aksara.
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1997. Organisasi , Prilaku, Struktur, Proses.
Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Gibson, James l, Jhon M. Ivancevich, and James H Donnelly, Jr. 1996 Organisasi:
Perilaku, Struktur, dan proses. Terjemahan Agus Dharma. Jakarta:
Erlangga.
118
Binjai”. Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan. No.2, Vol. 13. PPs Unimed
& ISPI Sumut.
Greenberg, Jerald and Robert A.Baron.1997. Behavior Organization. New Jersey:
Prentice-Hall.Inc
Handoko. T.H. 2004. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta: BPFE
Harun Al-Rasjid. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Universitas
Padjadjaran.
Hasan, Bahtiar. 2007. Hubungan Antara Komitmen Terhadap Tugas Dan Iklim Organisasi Dengan Disiplin Kerja Guru Madrasah Aliyah Kabupaten Aceh Timur. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Hastuti, S dan Wijayanti, L., 2009. Kinerja Manajerial: Hasil Kerjasama Tim dan Perbaikan Berkesinambungan. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis, Vol. 9, No.
1. Hal: 10-18.
Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard. 1988. Management of Organizational
Behaviour: Utilizing Human Resources. New Jersey: Prentice Hall, Inc
Hung L, Cheng W. 2012 “The Relationship between Affective and Continuance Oganizational Commitment” Jurnal Of Asian Economic and Social Society.
No.5, Vol.2. HWA Hsia Institute of Technology. Taiwan
Ivancevich, Jhon M, Robert K, and Michael T.M. 2006. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Alih Bahasa: Gina Gania. Jakarta: Erlangga.
Jaros, Stephen. 2007 “Meyer and Allen Model of Organizational Commitment: Measurement Issues” icfai Jurnal Of Organizational Behavior. No.4,
Vol.VI. Southern University College Of Business, Baton Rouge, Lousiana. USA
Kusnendi. 2005. Analisis Jalur Konsep dan Aplikasi dengan Program SPSS &
Lisrel 8. Bandung: UPI.
Lumban Gaol, Masdiana, 2010. ” Pengaruh Persepsi Guru tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Pengendalian Stres Terhadap Komitmen Guru” Tesis. PPs Unimed.
Luthans, Fred. 1998. Organization Behavior: Third Edition. London:McGraw Hill
International Book Company.
2006. Perilaku Organisasi: Edisi kesepuluh terjemahan..
119
Malau, Hartaty. 2012. “Pengaruh Budaya Sekolah dan Pengelolaan Stress terhadap Komitmen Guru SMP Negeri Kecamatan Sumbul” Jurnal Kajian
Manajemen Pendidikan. No.2, Vol. 13. PPs Unimed & ISPI Sumut.
Manurung, Sari. 2011. “Pengaruh Iklim Organisasi, Empati, dan Kebutuhan Berprestasi Terhadap Komitmen Afektif Guru” Tesis. PPs Unimed.
Miner, John B., 1992. Industrial Organizational Psychology. New York: Random
Grawhill, Inc.
Mulyana, D dan Rakhmat, J. 2003. Komunikasi Antar Budaya: Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung:
Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2005. Standar Kompetensi dan sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Mutaminah, Sri. 2008. “Memberdayakan Potensi Guru Melalui Standart Kompetensi dan Sertifikasi Pendidik” Jurnal Bandung.PPs Upi.
Mowday, R.T., Porter, L.W., & Steers, R.M.1992. Employee-organization
linkages:The psychology of commitment, absenteeism, and turnover. New
York: Academic Press.
Ndraha, T. 2003. Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta
Newstrom John W. and Davis, Keiths. 1989. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi
Ketujuh. Alih Bahasa: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.
Oktapiani Marliza. 2009. Hubungan antara Lingkungan Kerja dan Kerjasama Tim dengan Kepuasan Kerja Guru Raudhatul Athfal Duren Sawit. Jurnal
Manajemen Pendidikan.
Pedhazur Elazar J. 1982. Multiple Regression In Behavioral Research. Explanation
and Prediction. Secon Edition. New York. CBS Colleg Publishing
Penn, Jeremy D. 2011. Assasing Complex General Education Student Learning
Outcomes, California: Wiley Periodicals Inc.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007, Tentang Standart Kompetensi yang harus dimiliki Guru.
Permennegpan & Rb No. 16/2009 tentang kewajiban membuat suatu penelitian tindakan kelas (PTK) sebagai syarat mengajukan kenaikan golongan
Purba Sukarman. 2010. Kinerja Pimpinan Jurusan di Perguruan Tinggi.
Yogjakarta: LaksBang Pressindo.