• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR-AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI FUNGSIONAL LOONI BASRA / IKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR-AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI FUNGSIONAL LOONI BASRA / IKA"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR-AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI

FUNGSIONAL

LOONI BASRA 117103004 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR- AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI FUNGSIONAL

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

LOONI BASRA 117103004 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

Judul Penelitian : Efektivitas Pemberian Glucomannan Dengan Dan Tanpa Agar-agar Pada Pengobatan Anak Dengan Konstipasi Fungsional

Nama Mahasiswa : Looni Basra Nomor Induk Mahasiswa : 117103004

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Supriatmo,M.Ked(Ped)SpA (K)

Anggota

dr. H. Emil Azlin, M.Ked(Ped) SpA (K)

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Sekretaris Program Studi

dr.Murniati Manik, MSc,SpKK, SpGK

NIP: 19530719 198003 2 001 NIP: 19540220 198011 1 001 Prof.dr.Gontar Siregar, SpPD-KGEH

Tanggal lulus : 24 Februari 2015

(4)

Tanggal: 24 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr.Supriatmo, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

Anggota : dr.H.Emil Azlin,M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

Prof.dr.H.Aznan Lelo,PhD, SpFK ...

dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ...……….

dr.Tina Christina L. Tobing, M.Ked(Ped),Sp.A(K) ………….

Tanggal lulus: 24 Februari 2015

(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR- AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI FUNGSIONAL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Desember 2014

Looni Basra

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Supriatmo, M.Ked(Ped),Sp.A(K) dan Pembimbing II dr.

H. Emil Azlin, M.Ked(Ped), Sp.A(K), yang telah memberikan bimbingan, koreksi, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dan dukungan moril kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji, Sp.A(K) selaku kepala divisi Gastroenterohepatologi yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran saran yang sangat berharga kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

(7)

3. dr. Ade Rachmat Yudiyanto,M.Ked(Ped), Sp.A selaku Pengajar dari divisi Gastroenterohepatologi yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran saran yang sangat berharga kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped),Sp.A(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU, dan dr. Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped), Sp.A, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. dr. H. Chairuddin P Lubis,DTM&H, Sp.A(K) dan Dekan FK-USU Prof. dr.

Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU.

6. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A (K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

7. Prof.dr.H. Aznan Lelo,PhD,SpFK, dr.Hj.Rita Evalina, M.Ked(Ped),Sp.A(K), dr.Tina Christina L.Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A(K), yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

(8)

9. Kepala Sekolah Tsanawiyah dan Aliyah yayasan Al washliyah Kecamatan Medan Sunggal Medan beserta para guru, orang tua/wali dan seluruh siswa dan siswi atas keramahtamahannya selama penelitian.

10. Seluruh teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU terutama PPDS periode Juli 2011 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya H. Abdul Munir dan Hj. Sunaryani serta mertua saya H. Syukri Ismail dan Hj. Nur Bulan atas do’a serta dukungan moril kepada saya. Terima kasih yang sangat besar juga saya sampaikan kepada suamiku tercinta dr. Deddy Rizki yang dengan segala pengertian dan bantuannya baik moril maupun materil membuat saya mampu menyelesaikan tesis ini serta yang selalu menjadi sumber kekuatan dan semangat bagi saya.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Desember 2014

Looni Basra

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ii

Lembar Pernyataan iv

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan xiii

Daftar Lambang xiv

Abstrak xv Abstract xvi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Hipotesis 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi 6

2.2. Etiologi 8

2.3. Patofisiologi 10

2.4. Gejala Klinis 12

2.5. Pemeriksaan Fisik 13

2.6. Pemeriksaan Penunjang 14

2.7. Fakor – Faktor Yang Mempengaruhi Konstipasi 16

2.7.1. Diet Serat 16

2.7.2. Pola Diet 19

2.7.3. Jumlah Cairan 20

2.7.4. Obat Yang Diminum 20

2.8. Glucomannan 21

2.8.1. Efek Glucomannan Terhadap Konstipasi 22 2.8.2. Sediaan, Dosis, dan Lama Terapi 24

2.9. Agar-agar 24

2.9.1. Peran Agar-agar Pada Konstipasi 26 2.9.2. Sediaan, Dosis dan Cara Pemberian Agar-agar 28

2.10. Kerangka Konseptual 30

(10)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain 31

3.2. Tempat dan Waktu 31

3.3. Populasi dan Sampel 31

3.4. Perkiraan Besar Sampel 32

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 33 3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan/Informed Consent 34

3.7. Etika Penelitian 34`

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 34

3.8.1. Cara Kerja 34

3.8.2. Alur Penelitian 38

3.9. Identifikasi Variabel 39

3.10. Definisi Operasional 39 3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 42

BAB 4. HASIL PENELITIAN 43

BAB 5. PEMBAHASAN 52

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 59

RINGKASAN 60

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 67

2. Rencana Anggaran 67

3. Jadwal Penelitian 68

4. Naskah Penjelasan Kepada Orang Tua 69 5. Persetujuan Setelah Penjelasan 71

6. Lembaran Kuisioner 72

7. Catatan Harian Konstipasi 76 8. Gambar Konsistensi Buang Air Besar (BAB) 77

9. Tabel Angka Random 78

10. Lembar Pengesahan Penelitian Oleh Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara 79

(11)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1. Diferensial Diagnosis Konstipasi Berdasarkan Usia 8 2. Tabel 2.2. Penyebab Tersering Konstipasi Pada Anak 9 3. Tabel 2.3. Tanda-Tanda Peringatan Untuk Konstipasi Organik

Pada Bayi dan Anak-Anak 9

4. Tabel 2.4. Frekuensi Normal Defekasi Pada Bayi dan Anak 10 5. Tabel 2.5. Temuan Konsisten Pada Konstipasi Fungsional 14 6. Tabel 2.6. Asupan Serat Pada Anak dan Remaja 17 7. Tabel 2.7. Rekomendasi Asupan Total Cairan Untuk Anak

Dan Remaja 20

8. Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian 47 9. Tabel 4.2. Perbedaan Rerata Frekuensi BAB Pada Pengamatan

Awal, 2 Minggu dan 4 Minggu Antara Kelompok

Glucomannan Dengan Kelompok Glucomannan dan

Agar-agar 48

10. Tabel 4.3. Perbedaan Konsistensi Tinja Pada Pengamatan Awal Sebelum Pengobatan, 2 Minggu Dan 4 Minggu Setelah Pengobatan Antara Kelompok Glucomannan Dengan Kelompok Glucomannan dan Agar-agar 51

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Lingkaran Setan Terjadinya Konstipasi

Fungsional Pada Anak 12

2. Gambar 2.2. Struktur Agar-agar 26

3. Gambar 4.1. Profil Penelitian 44

4. Gambar 4.2. Grafik Perbedaan Rerata Frekuensi BAB Pada Pengamatan Awal, 2 Minggu Dan 4 Minggu Antara Kelompok Glucomannan Dengan Kelompok

Kelompok Glucomannan dan Agar-agar 49

(13)

DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

UFDA : United State Food and Drug Administration NASPGAN : the North American Society for Pediatric

Gastroenterology and Nutrition

ASI : Air Susu Ibu OR : Odd Ratio

AAP : American Academy of Pediatric RDA : Recommended Dietary Allowance AHF : The American Health Foundation NCHS : National Center of Health Statistics NFCS : Nation-wide Food Consumption Survey

NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey SB : Simpangan Baku

USA : United State of America LSD : Levene Statistic Difference

(14)

DAFTAR LAMBANG

Kg : Kilogram Km : Kilometer Cm : Centimeter

Gr : Gram

Mg : Miligram Mcg : Mikrogram

Km2 : Kilometer Kuadrat H2O2 : Hydrogen Peroxidase

n1 : Jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 : Jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II α : Kesalahan tipe I

β : Kesalahan tipe II

P1 : Proporsi efek standar (dari pustaka)

P2 : Proporsi efek yang diteliti (clinical judgement)

(15)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR- AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI FUNGSIONAL Looni Basra

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

, Supriatmo, Emil Azlin, Atan Baas Sinuhaji, Ade Rachmat Yudiyanto

Abstrak

Latar Belakang. Konstipasi merupakan masalah yang masih cukup sering dijumpai pada anak. Diet serat bermanfaat dalam pengobatan konstipasi fungsional.

Glucomannan dan agar-agar merupakan serat alami yang mungkin berperan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Tujuan. Untuk menilai efek pemberian glucomannan dengan agar-agar dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Metode. Penelitian Randomized Controlled Trial (RCT) dilakukan pada bulan April hingga Mei 2014. Menggunakan serat glucomannan dan agar-agar pada anak konstipasi fungsional menurut kriteria Rome III. Glucomannan diberikan dengan dosis 100mg/kgberatbadan/hari dan agar-agar diberikan berdasarkan rekomendasi kebutuhan serat per hari yang diberikan selama 4 minggu.

Hasil. Dari 72 subjek yang memenuhi kriteria, 38 subjek pada kelompok A (glucomannan) dan 34 subjek pada kelompok B (glucomannan dan agar-agar).

Rerata usia subjek pada kelompok A 12.2 tahun dan subjek pada kelompok B 12.9 tahun. Setelah mendapat pengobatan ditemukan perbedaan signifikan (P=0.000) rerata frekuensi buang air besar (BAB) antara kedua kelompok pada minggu kedua dan minggu keempat. Tidak ditemukan perbedaan signifikan tipe konsistensi tinja antara kedua kelompok pada minggu keempat (P=0.144).

Kesimpulan. Glucomanan dengan agar agar bermanfaat dalam meningkatkan frekuensi BAB dan memperbaiki konsistensi tinja dalam 4 minggu pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Kata Kunci : glucomannan, agar-agar, konstipasi fungsional, anak

(16)

EFFECTIVITY OF GLUCOMANNAN WITH AND WITHOUT AGAR IN THE TREATMENT OF CHILDREN WITH FUNCTIONAL CONSTIPATION Looni Basra

Department of Child Health, Medical School, University of Sumatera Utara, , Supriatmo, Emil Azlin, Atan Baas Sinuhaji, Ade Rachmat Yudiyanto

Haji Adam Malik General Hospital, Medan, Indonesia Abstract

Background. Constipation is very common problem foundly in children. Dietary fiber has beneficial effect in the treatment of functional constipation. glucomannan and agar are a natural fiber that might have a role in the treatment of functional constipation in children.

Objective. To evaluate effect the fiber of glucomannan with agar in the treatment of functional constipation in children.

Methods. A Randomized Controlled Trial (RCT) was conducted from April until Mei 2014. By using a fiber glucomannan and agar in children with functional constipation has been diagnosed from criteria of Rome III. Glucomannan dose of 100 mg/body weight/day and agar to be given an according adequacy of fiber in a day were given for 4 weeks.

Results. A total of 72 subjects were eligible, 38 subjects in group A (glucomannan) and 34 subjects in group B (glucomannnan with agar). With average age of subjects 12.29 years old in group A and 12.92 years old in group B. After 2 weeks and 4 weeks treatment we found significant differences (P=0.000) in stool frequency between the two groups. There was no significant differences on stool consistency between the two groups in 4 weeks (P=0.144).

Conclusion. The fiber of glucomannan with agar effective to improve the stool frequency and type of stool consistency in 4 weeks treatment of functional constipation in children.

Keywords : glucomannan, agar, functional constipation, children

(17)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN GLUCOMANNAN DENGAN DAN TANPA AGAR- AGAR PADA PENGOBATAN ANAK DENGAN KONSTIPASI FUNGSIONAL Looni Basra

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

, Supriatmo, Emil Azlin, Atan Baas Sinuhaji, Ade Rachmat Yudiyanto

Abstrak

Latar Belakang. Konstipasi merupakan masalah yang masih cukup sering dijumpai pada anak. Diet serat bermanfaat dalam pengobatan konstipasi fungsional.

Glucomannan dan agar-agar merupakan serat alami yang mungkin berperan dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Tujuan. Untuk menilai efek pemberian glucomannan dengan agar-agar dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Metode. Penelitian Randomized Controlled Trial (RCT) dilakukan pada bulan April hingga Mei 2014. Menggunakan serat glucomannan dan agar-agar pada anak konstipasi fungsional menurut kriteria Rome III. Glucomannan diberikan dengan dosis 100mg/kgberatbadan/hari dan agar-agar diberikan berdasarkan rekomendasi kebutuhan serat per hari yang diberikan selama 4 minggu.

Hasil. Dari 72 subjek yang memenuhi kriteria, 38 subjek pada kelompok A (glucomannan) dan 34 subjek pada kelompok B (glucomannan dan agar-agar).

Rerata usia subjek pada kelompok A 12.2 tahun dan subjek pada kelompok B 12.9 tahun. Setelah mendapat pengobatan ditemukan perbedaan signifikan (P=0.000) rerata frekuensi buang air besar (BAB) antara kedua kelompok pada minggu kedua dan minggu keempat. Tidak ditemukan perbedaan signifikan tipe konsistensi tinja antara kedua kelompok pada minggu keempat (P=0.144).

Kesimpulan. Glucomanan dengan agar agar bermanfaat dalam meningkatkan frekuensi BAB dan memperbaiki konsistensi tinja dalam 4 minggu pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

Kata Kunci : glucomannan, agar-agar, konstipasi fungsional, anak

(18)

EFFECTIVITY OF GLUCOMANNAN WITH AND WITHOUT AGAR IN THE TREATMENT OF CHILDREN WITH FUNCTIONAL CONSTIPATION Looni Basra

Department of Child Health, Medical School, University of Sumatera Utara, , Supriatmo, Emil Azlin, Atan Baas Sinuhaji, Ade Rachmat Yudiyanto

Haji Adam Malik General Hospital, Medan, Indonesia Abstract

Background. Constipation is very common problem foundly in children. Dietary fiber has beneficial effect in the treatment of functional constipation. glucomannan and agar are a natural fiber that might have a role in the treatment of functional constipation in children.

Objective. To evaluate effect the fiber of glucomannan with agar in the treatment of functional constipation in children.

Methods. A Randomized Controlled Trial (RCT) was conducted from April until Mei 2014. By using a fiber glucomannan and agar in children with functional constipation has been diagnosed from criteria of Rome III. Glucomannan dose of 100 mg/body weight/day and agar to be given an according adequacy of fiber in a day were given for 4 weeks.

Results. A total of 72 subjects were eligible, 38 subjects in group A (glucomannan) and 34 subjects in group B (glucomannnan with agar). With average age of subjects 12.29 years old in group A and 12.92 years old in group B. After 2 weeks and 4 weeks treatment we found significant differences (P=0.000) in stool frequency between the two groups. There was no significant differences on stool consistency between the two groups in 4 weeks (P=0.144).

Conclusion. The fiber of glucomannan with agar effective to improve the stool frequency and type of stool consistency in 4 weeks treatment of functional constipation in children.

Keywords : glucomannan, agar, functional constipation, children

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konstipasi merupakan gejala berbagai penyakit saluran cerna pada anak dan sering menimbulkan masalah kesehatan fisik dan mental yang cukup serius.1 Konstipasi terjadi sebagai kegagalan kolon mengeluarkan isi lumen atau adanya peningkatan tahanan luar oleh karena disfungsi pelvis dan anorektal yang menyebabkan kesulitan untuk defekasi.2

Konstipasi merupakan masalah kesehatan pada anak yang masih cukup tinggi dan merupakan 3% kunjungan pasien ke dokter anak umum dan 15% sampai 25% kunjungan ke konsultan gastroenterologi anak.3-5 Sebagian besar konstipasi pada anak (lebih 90%) adalah fungsional tanpa ada kelainan yang bersifat organik dan 40% diantaranya diawali sejak usia 1 sampai 4 tahun, hanya 5% sampai 10%

yang mempunyai kelainan penyebab organik.3,6

Penelitian di Itali melaporkan prevalensi konstipasi pada populasi anak sekitar 0.3% sampai 8% dan riwayat keluarga mengalami konstipasi dijumpai 28% sampai 50% pada anak dengan konstipasi.7 Penelitian di Inggris melaporkan prevalensi konstipasi fungsional pada anak sekitar 4% sampai 36% dan insiden tertinggi terjadi pada saat usia toilet training yaitu sekitar 2 sampai 3 tahun, pada usia dibawah 5 tahun insidensi sama dijumpai pada kedua jenis kelamin, usia diatas 13 tahun lebih sering pada jenis kelamin perempuan.4,5 Sementara sebuah penelitian di Amerika melaporkan sekitar 34% anak di Inggris usia 4 sampai 11 tahun pernah mengalami konstipasi.5

Penyebab konstipasi fungsional bersifat multifaktor. Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi konstipasi fungsional seperti faktor herediter,

(20)

kebiasaan makan yang kurang tepat seperti bentuk diet yang kurang karbohidrat dan selulosa, faktor psikologis dan latihan toilet yang tidak sesuai, gangguan hormon dan dysbakteriosis usus dimana tinja yang kering dan keras menyebabkan lingkungan internal normal pada usus besar terganggu sehingga berpengaruh pada motilitas usus.5,8-10

Prinsip penanganan konstipasi fungsional adalah menentukan adanya akumulasi feses (fecal impaction), evakuasi feses (disimpaction), pencegahan berulangnya akumulasi feses dan menjaga pola defekasi menjadi teratur dengan terapi rumatan oral, edukasi kepada orang tua dan evaluasi hasil terapi.3

Diet tinggi serat memiliki efek meningkatkan retensi air pada feses dan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri komensal sehingga bersifat prebiotik dan membantu memperlunak tinja dan menormalkan frekuensi BAB.1,3 Diet serat alami berasal dari tumbuhan yang terdiri dari polisakarida dan oligosakarida yang dalam proses pemecahan di saluran pencernaan memerlukan enzim. Serat terbagi atas yang water soluble dan water insoluble..11

Glucomannan merupakan serat nabati yang berasal dari akar tanaman Elephant yam atau lebih dikenal degan Amorphophallus konjac dan dianggap sebagai pencahar karena bersifat water soluble, pembentuk massal, glucomannan menjadi pengobatan yang efektif untuk konstipasi dan terbukti sebagai laksansia bila digunakan dengan dosis 100 mg/kg berat badan/hari atau 3 sampai 4 gram setiap hari.12-17

Glucomannan telah dipertimbangkan oleh United State Food and Drug Administration (UFDA) sebagai bahan makanan yang terdaftar.12 Penelitian di Itali melaporkan pemberian glucomannan pada anak konstipasi usia 5 sampai 10 tahun terbukti efektif sebagai terapi konstipasi.14 Penelitian di Medan melaporkan

(21)

pemberian glucomannan selama 4 minggu pada anak konstipasi fungsional meningkatkan frekuenasi BAB dan terdapat perbedaan konsistesi tinja dibandingkan sebelum pemberian glucomannan.18

Agar-agar dikenal dengan berbagai sebutan seperti agar, gum agar, bacto- agar, bengal gelatin, japan agar, kanten dan caragennan.19,20 Agar-agar merupakan serat alamiah yang berasal dari rumput laut (seaweed) jenis alga merah (Red algae) golongan Rhodophyta dan telah lama digunakan sebagai bahan tambahan dalam berbagai produk makanan, kosmetik, media kultur bakteri, sumber serat alamiah dan sebagai laksatif atau pencahar pada kasus konstipasi.19

Agar-agar merupakan serat sintetis yang larut dalam air (water soluble).14,19 Agar-agar bila larut dalam air akan menambah volume tinja dan meningkatkan kadar air pada tinja sehingga menambah massa tinja dan disaat yang sama terjadi fermentasi tinja oleh bakteri disaluran cerna yang dapat memberi dampak laksatif (pencahar).20,21

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : apakah ada perbedaan pemberian glucomannan dengan dan tanpa agar- agar pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

1.3. Hipotesis

Pengobatan menggunakan glucomannan dengan agar-agar memiliki perbedaan dalam meningkatkan frekuensi BAB dan mengatur perubahan konsistensi tinja pada anak dengan konstipasi fungsional.

(22)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk menentukan perbedaan pemberian glucomannan saja dibandingkan dengan pemberian glucomanan dengan agar-agar pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

1.4.2 Tujuan Khusus

• Mengetahui perbedaan pemberian glucomannan saja dalam meningkatkan frekuensi BAB pada pengobatan anak dengan konstipasi fungsional.

• Mengetahui perbedaan pemberian glucomannan dengan agar-agar dalam meningkatkan frekuensi BAB pada pengobatan anak dengan konstipasi fungsional.

• Mengetahui perbedaan pemberian glucomannan saja dibandingkan pemberian glucomannan dengan agar-agar dalam mengatur perubahan konsistensi tinja pada pengobatan anak dengan konstipasi fungsional.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik/ilmiah

Meningkatkan pengetahuan peneliti dalam hal pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

2. Di bidang pelayanan masyarakat

Peningkatan pemberian serat sebagai terapi awal pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

3. Di bidang pengembangan penelitian

Dapat dijadikan sumbangan pemikiran dalam penelitian tentang pengelolaan konstipasi fungsional pada anak.

(23)

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi

Definisi yang jelas mengenai konstipasi pada anak baik dari kepustakaan sampai saat ini belum ada kesepakatan, oleh karena frekuensi dan konsistensi defekasi setiap anak sangat bervariasi.2,6 Secara umum konstipasi diartikan sebagai abnormalitas dari defekasi dengan frekuensi kurang dari tiga kali setiap minggu, defekasi sulit dan disertai rasa sakit, ada periode defekasi dengan ukuran feses yang besar paling sedikit sekali dalam rentang 7 sampai 30 hari, atau dijumpai masa yang dapat teraba pada perut atau rektal pada pemeriksaan fisik.22 Konstipasi merupakan ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna yang tercermin dari tiga aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang lebih keras dari sebelumnya dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai enkopresis (kecepirit).6

Definisi konstipasi menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN) adalah keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih dan mampu menyebabkan stress pada pasien.1,3,5,23 Sedangkan menurut kriteria Rome II seorang anak dikatakan mengalami konstipasi fungsional bila tidak ada bukti kelainan anatomi, endokrin atau metabolik dan terdapat gejala selama minimal dua minggu, yaitu pada anak berusia kurang dari empat tahun terdapat frekuensi defekasi kurang tiga kali setiap minggu atau bila terdapat nyeri saat defekasi dan retensi feses walaupun frekuensi defekasi tiga kali setiap minggu atau lebih dan untuk anak berusia diatas empat tahun konstipasi ditegakkan bila terdapat minimal dua kritera berikut : frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam setiap minggu tanpa pemberian laksatif, terdapat dua kali atau lebih episode soiling (enkopresis)

(24)

setiap minggunya, terdapat periode pengeluaran feses dalam jumah besar setiap 7 sampai 30 hari dan teraba masa abdominal atau masa rektal pada pemeriksaan fisik.1,7,24

Tahun 2006 kriteria Rome II mengalami revisi menjadi kriteria Rome III, dalam kriteria Rome III disebutkan konstipasi fungsional pada anak harus memenuhi dua atau lebih kriteria berikut pada anak minimal berusia empat tahun yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk irritabel bowel syndrome, yang dialami minimal satu kali setiap minggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, yaitu :1,4,7,24,25

a) Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang

b) Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses setiap minggu c) Riwayat retensi feses

d) Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras e) Terdapat masa feses yang besar direktum

f) Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.

Konstipasi sendiri dibedakan oleh dua jenis yaitu konstipasi fungsional dan konstipasi organik, dimana konstipasi fungsional bila tidak dijumpai kelainan patologis sedangkan pada konstipasi organik bila dijumpai kelainan patologis. Untuk membedakan dua konstipasi diatas dapat dilihat pada Tabel 2.1. yang dibedakan berdasarkan usia yaitu sebagai berikut :5,9,23

(25)

Tabel 2.1. Diferensial diagnosis konstipasi berdasarkan usia.9,23

DIFERENSIAL DIAGNOSIS KONSTIPASI BERDASARKAN USIA

Bayi Anak-anak ( > 1 tahun)

Konstipasi fungsional (lebih dari 95% kasus)

Penyebab organik

Penyakit Hirschsprung’s Penyebab metabolik:

hipotiroid,

hiperkalsemi, hipokalemi, diabetes insipidus, diabetes mellitus

Kista fibrosis

Gluten enteropathy

Spinal cord trauma or abnormalities Neurofibromatosis

Keracunan logam berat Efek samping obat-obatan Keterlambatan perkembangan Sexual abuse

Penyakit Hirschsprung’s Kongenital anorektal malformasi

Kelainan Neurologik Encephalopathy

Spinal cord abnormalities:

myelomeningocele, spina bifida, tethered cord Kista fibrosis

Penyebab Metabolik:

hipotiroid,

hiperkalsemi, hipokalemi, diabetes insipidus

Keracunan logam berat Efek samping obat-obatan

2.2. Etiologi

Hampir 95% konstipasi pada anak disebabkan kelainan fungsional dan hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.1,6 Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasaan atau pola diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, kurang olah raga, gangguan perilaku atau psikologis dan takut atau malu ke toilet umum. Untuk meyakinkan diagnosis konstipasi fungsional perlu diwaspadai tanda-tanda peringatan yang mungkin menunjukkan adanya kondisi patologis (organik) seperti Tabel 2.3.1,3,9

Tabel 2.2. Penyebab tersering konstipasi pada anak.6

• Fungsional

• Fisura ani

• Infeksi virus dengan ileus

• Diet

Obat

(26)

Table 2.3. Tanda-tanda peringatan untuk konstipasi organik pada bayi dan anak- anak.3,9

Gejala atau tanda peringatan Diagnosis Mekonium keluar lebih dari 48 jam setelah

kelahiran, kotoran bentuk kaliber kecil, gagal tumbuh, demam, diare berdarah, muntah berwarna empedu, spingter anus sempit, ampula rekti kosong padahal teraba massa tinja pada palpasi abdomen Abdomen distensi, muntah berwarna Empedu / hijau, ileus

Tonus dan reflek extremitas bawah turun,

hilangnya kedutan anus, terdapat pilonidal dimple or hair tuft

Kelelahan, intoleransi dingin, bradikardi, poor growth

Poliuri, polidipsi

Diare, rash, gagal tumbuh, demam, pneumonia berulang

Diare setelah gandum dimasukkan dalam diet

Pada pemeriksaan fisik dijumpai bentuk dan posisi abnormal pada anus

Penyakit hirschsprung’s

Pseudo-obstruksi

Kelainan medulla spinalis: tethered cord, tumor medulla spinalis, myelomeningocele Hipotiroidism

Diabetes insipidus Kista fibrosis Gluten enteropati

Malformasi kongenital anorektal : anus imperforata, stenosis anal, anteriorly displaced anus

2.3. Patofisiologi

Pada orang dewasa normal, defekasi terjadi antara tiga kali setiap hari sampai tiga kali setiap minggu. Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur.6 Bayi yang minum Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kebiasaan defekasi lebih sering, sedangkan bayi yang minum susu formula mempunyai kebiasaan defekasi 1 sampai 2 kali setiap hari dan perbedaan ini berlangsung sampai bayi berumur paling sedikit 8 minggu. Pada usia 16 minggu, saat bayi sudah mulai diberi makanan padat, tidak tampak adanya perbedaan frekuensi defekasi dengan rerata buang air besar adalah dua kali setiap hari. Pada umur 2 tahun, frekuensi rata-rata pada defekasi menurun menjadi dua kali setiap hari. Frekuensi defekasi normal

pada anak terlihat pada Tabel 2.4.1,2,6,9

(27)

Tabel 2.4. Frekuensi normal defekasi pada bayi dan anak.1,6,9

Umur Defekasi/minggu Defekasi/hari

0-3 bulan : ASI 0-3 bulan : formula 6-12 bulan

1-3 Tahun

> 3 tahun

5-40 5-28 5-28 4-21 3-14

2.9 2.0 1.8 1.4 1.0

Proses normal pengeluaran feses dimulai dengan propulsi masa feses melalui kolon, hal ini disebabkan karena tingginya amplitudo kontraksi usus yang terjadi beberapa kali dalam sehari. Tingginya amplitudo kontraksi akan menyebabkan meningkatnya motilitas kolon dan seiring dengan masuknya makanan, refleks gastrokolik juga membantu mendorong masa feses sepanjang kolon kedalam rectum dan masa feses ini akan tersimpan sampai terdapat kondisi yang sesuai untuk evakuasi.1

Konstipasi fungsional pada anak paling sering dimulai dengan kebiasaan anak menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fisura ani.3,6 Pengalaman nyeri berhajat ini menimbulkan penahanan tinja ketika ada hasrat untuk defekasi. Kebiasaan menahan tinja yang berulang akan mereggangkan rektum dan kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala, seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja menjadi keras dan besar sehingga lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, dan menimbulkan rasa sakit kemudian terjadi retensi tinja selanjutnya.

Lingkaran setan terus berlangsung : tinja keras - nyeri waktu berhajat - retensi tinja - tinja makin banyak - reabsorbsi air - tinja makin keras dan makin besar - nyeri waktu berhajat - dan seterusnya, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.1.2,3,6,8

(28)

Gambar 2.1. Lingkaran setan terjadinya konstipasi fungsional pada anak.2

2.4. Gejala Klinis

Gejala klinis konstipasi didapati dari anamnesa berupa riwayat berkurangnya frekuensi defekasi. Bila sudah terjadi retensi feses, gejala dan tanda lain konstipasi berangsur muncul seperti nyeri dan distensi abdomen yang sering hilang sesudah defekasi. Anak yang dengan konstipasi biasanya mengalami anoreksia dan kurangnya kenaikan berat badan yang akan mengalami perbaikan bila konstipasinya diperbaiki.6

Beberapa gejala klinis konstipasi fungsional dapat ditentukan oleh dua atau lebih gejala Kriteria Diagnostik Rome II di bawah ini, paling sedikit 12 minggu (3 bulan), boleh tidak berurutan selama satu tahun yaitu:2,5-7,24 (1). Rasa sakit lebih dari 25% usaha defekasi. (2). Tinja keras, masa feses dengan bentuk tidak teratur pada lebih dari 25% usaha defekasi (3). Rasa tidak puas setelah defekasi lebih dari 25% usaha defekasi. (4). Rasa ada sumbatan atau ganjalan di anorektal lebih dari 25% usaha defekasi. (5). Manuver manual untuk melancarkan defekasi lebih dari 25% usaha defekasi (misalnya evakuasi digital, meningkatkan tekanan otot rongga

Feses yang tidak dikeluarkan

Absorpsi air dari feses

Distensi rektum

Refleks atau keinginan defekasi

Tidak ada keinginan defekasi Retensi feses, lebih

lanjut ± soiling

Takut dan menahan defekasi Nyeri ± fisura

Feses keras

(29)

panggul) dan atau (6). Frekuensi defekasi kurang dari 3 kali setiap minggu dan berat feses kurang 35 gram setiap hari.

2.5. Pemeriksaan fisik

.Pemeriksaan fisik lengkap sangat dianjurkan pada anak dengan konstipasi dan sedikitnya dilakukan satu kali pemeriksaan daerah anus rektum. Pada pemeriksaan rektal yang harus dilakukan adalah menilai sensasi perianal, tonus sphingter ani, ukuran rektum, teraba masa feses, konstistensi feses, feses bercampur darah dan mendeteksi apakah ada lesi stenosis, obstruksi atau hemoroid. Pemeriksaan rektal pada konstipasi fungsional dapat dijumpai dilatasi rektum atau teraba berupa massa tinja yang besar di bawah sphingter ani. Ada beberapa temuan konsisten yang harus diperhatikan dalam menegakkan konstipasi fungsional seperti pada Tabel 2.5.9,23 Tabel 2.5. Temuan konsisten pada konstipasi fungsional.9

Temuan konsisten pada konstipasi fungsional Riwayat

Pasase feses paling sedikit 48 jam setelah kelahiran Tinja keras, tinja besar

Enkopresis (gerakan usus yang tidak disengaja)

Nyeri dan tidak nyaman saat defekasi, pemutusan tinja Darah pada tinja, fisura periannal

Penurunan nafsu makan

Diet rendah serat atau cairan, dan tinggi produk susu yang dikonsumsi Menghindari dari toilet

Pemeriksaan fisik

Distensi ringan pada abdomen ; palpasi dijumpai massa feses pada kuadran bawah kiri Anus normal ; tonus sphingter anus normal

Rektum penuh dengan tinja ; rektum distensi Ditemukan kedutan anus dan reflek kremaster

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Jika pada pemeriksaan rektal dijumpai tahanan tinja, maka tidak diperlukan konfirmasi pencitraan. Jika pemeriksaan rektal tidak mungkin dilakukan atau terlalu

(30)

traumatis bagi anak, maka pemeriksaan foto polos abdomen dapat menunjukkan suatu impaksi tinja yang prediksinya lebih tepat dari pada pemeriksaan rektal.

Apabila dijumpai tinja pada rektum maka barium enema tidak berguna dan komputerisasi tomografi tidak ada indikasi pada kasus ini. Pada anak-anak yang jarang buang air besar dan tidak dijumpai adanya tanda-tanda konstipasi maka waktu transit kolon dapat dinilai dengan dijumpai marker radioopak.5,9,17

Ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk mendiagnosa konstipasi diantaranya pemeriksaan colonic transit study yaitu merupakan pemeriksaan yang menggunakan penanda (marker) radioopak dan dilakukan pada penderita dengan konstipasi kronis untuk melihat ada atau tidak abnormalitas pengosongan keseluruhan bagian kolon atau segmen kolon tertentu, pemeriksaan anorectal function test digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional pada anus dan rektum, anorectal/colonic manometry digunakan pada anak konstipasi dengan gejala yang berulang untuk mengevaluasi atau mengukur tekanan otot sphingter anal dengan memasukkan kateter atau ballon ke dalam usus dan ditarik perlahan-lahan melalui spingter anal sehingga dapat dinilai kontraksi/motilitas otot, pemeriksaan barium enema digunakan untuk mencari penyebab kelainan organik berupa adanya dugaan obstruksi distal berupa hirschsprung dan obstruksi usus, deep suction rectal biopsy (biopsi hisap rektum) merupakan pemeriksaan untuk melihat ada tidaknya ganglion pada mukosa rektum secara histopatologis untuk memastikan penyakit hirschsprung, selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoscopy atau colonoscopy, pada sigmoidoscopy perlu dinilai keadaan rektum, sigmoid dan colon, sedangkan pada colonoscopy dilakukan pemeriksaan keadaan rektum dan kolon.1,4-6

(31)

2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi konstipasi 2.7.1. Diet serat

Diet tinggi serat memiliki efek meningkatkan retensi air pada feses dan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri komensal sehingga bersifat sebagai prebiotik.1 Asupan serat harus ditingkatkan secara bertahap di masa kanak-kanak, karena diet serat penting bagi kesehatan anak-anak terutama dalam hal menormalkan BAB, selain itu serat juga berperan penting untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit kanker (seperti kanker payudara, kolon, pancreas, ovarium, endometrium dan prostat), resiko penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus pada saat dewasa. Menurut American Academy of Pediatric Committee on Nutrition (AAPCN), diet serat yang direkomendasikan pada anak-anak sekitar 0.5 gram/kg berat badan, sedangkan menurut American Health Foundation (AHF) merekomendasikan untuk anak usia di atas 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia dalam tahun ditambah 5 gram/hari dan maksimal usia dalam tahun ditambah 10 gram/hari.1,26 Perbandingan kebutuhan serat tiap hari berdasarkan

beberapa rekomendasi dapat terlihat pada tabel 2.6.26

(32)

Tabel 2.6. Asupan serat untuk anak usia 3 sampai 18 tahun.26

Usia AAP Rekomendasi AHF asupan terbaru (tahun) 0,5gr/kgbb usia+5 usia+10 NFCS/NHAANES II (min) (maks)

Laki-laki

3 7,5* 8 13

4 8,5 9 14 8-16 gram/hari 5 9 10 15

6 10 11 16 7 11,5 12 17 8 12,5 13 18

9 14 14 19 11,5-13,4 gram/hari 10 15,5 15 20

11 17,5 16 21 12 20 17 22

13 22,5 18 23 14-15,4 gram/hari 14 25 19 24

15 28,5 20 25 16 31,5 21 26

17 33 22 27 15,4 gram/hari 18 34,5 23 28

Mean, 14,1 gram/hari Perempuan

3 7 8 13

4 8 9 14 9-10,4 gram/hari 5 9 10 15

6 10 11 16 7 11 12 17 8 12,5 13 18

9 14 14 19 11,5-13,4 gram/hari 10 16 15 20

11 17,5 16 21 12 20,5 17 22

13 23 18 23 10,6-10,9 gram/hari 14 25 19 24

15 27 20 25 16 28,5 21 26

17 28,5 22 27 10,2 gram/hari 18 28,5 23 28

Mean, 10,8 gram/hari

*Rekomendasi asupan serat AAP dihitung dari nilai median berat badan menurut umur berdasarkan grafik pertumbuhan dari NCHS (National Center of Health Statistics)

AAP (American Academy of Pediatrics) AHF (The American Health Foundation)

NFCS (Nation-wide Food Consumption Survey)

NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey)

Asupan makanan tinggi serat bisa diperoleh dari jenis padi-padian, sayuran, buah, kacang polong dan jenis kacang-kacangan lainnya. Pemberian tambahan suplementasi yang tinggi serat juga berperan dalam kesehatan terutama untuk

(33)

mencukupi kebutuhan makanan tinggi serat.11

Diet serat alami berasal dari tumbuhan yang terdiri dari polisakarida dan oligosakarida yang dalam proses pemecahan di saluran pencernaan memerlukan enzim. Serat terbagi atas yang water soluble dan water insoluble..11

Serat yang bersifat soluble atau larut dalam air, membentuk agar (gelatinous), menjadi lebih kental dan dapat difermentasi oleh bakteri baik di saluran pencernaan sehingga bersifat sebagai prebiotik, contoh serat yang soluble alamiah seperti psyllium, glucomannan, xanthan dan yang sintetis seperti guar gum, agar pectin dan agarose.11,14,27,28

Sementara serat yag bersifat insoluble atau tidak larut dalam air dan bekerja membentuk massa (bulking) di colon, contoh serat yang insoluble adalah sayur, buah-buahan, gandum, padi, dan jagung.11,27,28

Berdasarkan studi meta analisis di Cina disebutkan pemberian diet serat signifikan meningkatkan frekuensi BAB pada kelompok anak konstipasi dibandingkan kelompok yang mendapat plasebo dengan Odds ratio (OR) 1.19 ( dengan Interval Kepercayaan 95% (IK) : 0.58 sampai 1.80, P< 0.05).27 Sementara penelitian di Inggris melaporkan anak usia 7 sampai 10 tahun yang mendapat asupan diet serat sesuai rekomendasi dari American Academy of Pediatric (AAP) mengalami peningkatan frekuensi BAB dibandingkan anak yang kurang asupan diet serat.29 Penelitian di Spanyol melaporkan pemberian suplementasi kaya serat cocoa husk pada anak dengan konstipasi mempercepat waktu pengosongan kolon (colon transite time).30

2.7.2 Pola diet

Pola diet yang optimal pada usia anak sebaiknya mencukupi kebutuhan asupan normal yang dianjurkan, asupan diet yang seimbang antara lemak dan asam

(34)

lemak, protein, dan karbohidrat dapat mengurangi risiko penyakit kronis seperti risiko penyakit kardiovaskular, kanker, stroke dan diabetes disaat dewasa. National Cholesterol Education Program guidelines mengeluarkan rekomendasi yang telah disetujui oleh AAP mengenai kebutuhan asupan diet pada anak usia diatas 2 tahun, yaitu : untuk lemak dibawah 30%, karbohidrat 50% sampai 60% dan protein 15%

sampai 20%.26

Penelitian di Cina melaporkan anak dengan konstipasi kronis lebih banyak mengkonsumsi makanan yang digoreng seperti ayam goreng, kentang goreng, daging dan pie yang rendah kandungan vitamin dan mineralnya sehingga dapat menyebabkan feses yang keras dan kelainan fungsi anorektal serta perubahan pengosongan rektum yang akhirnya menjadi konstipasi.10

2.7.3. Jumlah cairan

Dari penelitian ditemukan peningkatan asupan jumlah cairan tidak diperlukan karena tidak membantu menyembuhkan konstipasi, tetapi banyak laporan dari penderita konstipasi dimana untuk menyembuhkan konstipasi yaitu dengan cara mengkonsumsi banyak cairan seperti air putih dan jus untuk mencegah dehidrasi.

Penambahan cairan pada kolon dan masa tinja membuat pergerakan usus menjadi lebih lembut dan mudah di lalui. Oleh karena itu penderita yang mengalami konstipasi sebaiknya mengkonsumsi banyak cairan setiap hari yaitu sekitar 2 liter atau delapan gelas setiap hari.2,6

Rekomendasi dari The Institute of Medicine untuk total asupan cairan yang adekuat pada anak dan remaja dapat terlihat pada tabel 2.7. berikut :11

(35)

Tabel 2.7. Rekomendasi asupan total cairan untuk anak dan remaja.11 Usia (tahun) Jumlah total cairan / hari (Liter)

1 – 3 1,3 liter / hari

4 – 8 1,7 liter / hari

9 – 13

Laki-laki 2,4 liter / hari

Perempuan 2,1 liter / hari

14 – 18

Laki-laki 3,3 liter / hari

Perempuan 2,3 liter / hari

2.7.4. Obat yang di minum

Konstipasi fungsional dapat disebabkan oleh efek samping obat. Pada umumnya obat-obatan yang menyebabkan konstipasi adalah obat-obat dari golongan antikolinergik yang digunakan untuk pengobatan inkontinensia urin akibat neurogenic bladder pada pasien meningomiokel, analgetik, golongan neurally actings agents seperti clonidine, phenytoin, diphenhydramine, diuretics, β-blockers, loperamid, dan efedrine yang efek sampingnya dapat menyebabkan konstipasi, senyawa yang mengandung kation seperti suplemen zat besi dan preparat kalsium.6

2.8. Glucomannan

Nama lain berupa Amorphophallus konjac, Devil's tongue, Elephant-foot yam, Konjac, Konjac mannan, Konnyaku, Snake plant.17 Glucomannan merupakan serat nabati yang berasal dari akar atau serabut konjak khususnya terdapat di Jepang, glucomannan larut dalam air (soluble), membentuk gel, kental dan lengket ketika terkena cairan, komponen utama adalah polisakarida yang terdiri dari D-manosse dan D-glukosa.12,13,15,17,31

Glucomannan banyak memberikan manfaat bagi kesehatan, diantaranya menurunkan risiko penyakit jantung koroner, memperlama waktu pengosongan lambung, dapat membuat rasa cepat kenyang sehingga dapat digunakan untuk

(36)

menurunkan berat badan, menurunkan kadar kolesterol dan glukosa, menekan sintesis kolesterol dihati dan meningkatkan frekuensi BAB.32 Penelitian di Turki melaporkan pada pasien hipertiroidisme yang mendapat terapi tambahan glucomannan selama 6 minggu terjadi penurunan kadar hormon tiroid dibandingkan kelompok plasebo.13

2.8.1. Efek glucomannan terhadap konstipasi

Secara umum, serat makanan dalam saluran pencernaan cenderung memperpanjang waktu pengosongan lambung dan karena itu menyebabkan makanan untuk tetap tinggal di lambung lebih lama dari biasanya. Dalam usus kecil, efek serat bervariasi dalam hal jumlah waktu yang diperlukan pada saat makanan melewati usus, penyerapan nutrisi terjadi pada usus kecil, absorbsi yang tertunda akan meningkatkan atau menurunkan pengosongan saluran cerna sehingga dapat mempengaruhi waktu transit di kolon. Dalam usus besar, serat terbukti melunakkan tinja dan memperpendek waktu tinja di dalam usus besar. Efek serat meningkatkan frekuensi gerak usus, hal ini tergantung pada jenis serat dan bentuk serat diberikan.

Serat yang digiling kasar dapat meningkatkan retensi air dan peningkatan frekuensi tinja dari pada serat yang digiling halus.21

Ada beberapa hipotesis menjelaskan bagaimana peranan serat glucomannan mempengaruhi transit gastrointestinal, frekuensi tinja, dan komposisi tinja.

Mekanisme yang mungkin adalah teori terhidrasi spon, dimana bentuk serat yang larut menjebak air dalam saluran usus dan bertindak seperti spon. Spon atau matrik ini akan mengubah bakteri dan zat terlarut di permukaan usus, bakteri sendiri dapat meningkatkan massa tinja sedangkan zat terlarut mengalami fermentasi sehingga menghasilkan pertambahan ukuran besar tinja, tinja yang besar akan meretensi air

(37)

akibatnya tinja menjadi lebih lunak dan meningkatkan frekuensi buang air besar.14,21 Suatu penelitian di Kanada melaporkan pemberian gabungan serat yang larut air dengan yang tidak larut dalam air dapat membantu memperbaiki keluhan gastrointestinal seperti meningkatkan frekuensi BAB, berat feses dan mempercepat waktu transit di saluran cerna hal ini telah dibuktikan dengan membandingkan pemberian sereal saat sarapan pagi antara hanya serat tidak larut air (gandum dan jagung) dengan gabungan serat yang larut air (psylium dengan Glucomannan dan xanthan), dari hasil penelitian ditemukan terjadi peningkatan berat feses pada kelompok gabungan serat larut air menjadi 119 gram/hari dibandingkan kelompok hanya serat tidak larut air yaitu 71 gram/hari dan terjadi peningkatan frekuensi BAB pada kelompok gabungan serat larut air yaitu 1.27 ± 0.42, P < 0.05.28

Penelitian di Itali melaporkan ditemukan sekitar 13 anak-anak yang mengalami konstipasi dan tidak mengalami enkopresis, mengalami penyembuhan yang signifikan sebesar 69% pada pemberian serat (glucomannan) dan 23%

dengan pemberian plasebo (P < 0.05).14 Sementara penelitian di Taiwan melaporkan terjadi peningkatan frekuansi BAB hingga 30% pada kelompok yang diberikan suplementasi Glucomannan dibandingkan plasebo pada penderita konstipasi.16

2.8.2. Sediaan, dosis dan lama terapi

Tablet glucomannan tidak direkomendasikan untuk penggunaan oral, telah dilaporkan 9 kasus mengalami penyumbatan kerongkongan bila glucomannan diminum dalam bentuk tablet, karena tablet yang tersangkut ditenggorokan akan membengkak bila terkena air. Meskipun tidak ada kasus yang dilaporkan, potensi penyumbatan serupa dari usus bisa terjadi.12,15,17

(38)

Saat ini sediaan glucomannan berupa kapsul 500 mg, dan pemberiannya pada anak usia diatas 7 tahun dapat dicampur ke dalam cairan sebanyak 50 cc untuk 500 mg glucomannan, dosis diberikan 100 mg/kg beratbadan/hari (maksimal 5 gram/hari) selama 2 sampai 4 minggu.14,26,33 Dosis untuk laksatif adalah 3000 mg sampai 4000 mg (3 gram sampai 4 gram) setiap hari.17

Pemberian glucomannan pada tikus dengan dosis 500 mg/kg beratbadan/hari selama 18 bulan ternyata tidak di jumpai toksisitas. Toksisitas terjadi bila dosis diberikan lebih dari 5 gram dalam sehari, gejala dapat berupa diare, nyeri abdomen, dan perut kembung.15

2.9. Agar-agar

Agar-agar dikenal dengan berbagai sebutan seperti agar, gum agar,bacto-agar, bengal gelatin, japan agar, kanten dan caragennan.19,20 Agar-agar merupakan serat alamiah berwarna putih dan sedikit translucent yang berasal dari rumput laut (seaweed) jenis alga merah (Red algae) golongan Rhodophyta terutama jenis Gracilariaceae dan Gelidiaceae.19,20,34 Jenis rumput laut (seaweed) dibagi berdasarkan pigmen atau warnanya menjadi tiga kelompok utama, yaitu 1.

Pheophyta atau brown seaweed (rumput laut coklat) yang terdiri dari polisakarida seperti alginate, laminaria, fucan dan selulosa, 2. Chlorophyta atau green seaweed (rumput laut hijau) yang sebagian besar mengandung klorofil a dan b, 3. Rhodophyta atau red seaweed (rumput laut merah) yang terdiri dari polisakarida seperti agar dan carrageenan.34

Struktur agar-agar merupakan suatu polisakarida kompleks yang komponen utamanya terdiri dari dua bagian yaitu agarose (70%) dan agaropectin (30%).19,20

Agarose merupakan fraksi gel netral yang terdiri dari rantai polimer D-

(39)

galactose dan 3,6-anhydrogalactose serta bebas sulfat, sedangkan agaropectin merupakan fraksi non gel yang terdiri dari 1,3-glycosidically yang berikatan dengan D-galactose. Gambar fraksi agarose dan agaropectin dapat dilihat pada gambar 2.2.

berikut :19,34

Gambar 2.2. Struktur Agar-agar.19

2.9.1 Peran agar-agar pada konstipasi

Agar-agar merupakan serat sintetis yang larut dalam air (water soluble) dapat menjadi mengembang dan kental karena sifat menarik air (hydrophilic) jika dilarutkan dalam air.14,19 Agar-agar dapat digunakan sebagai laksatif (pencahar), makanan bagi golongan vegetarian, pengental pada sup, media pembiakan kuman dan bahan tambahan pada produk kosmetik.19,20

Pertumbuhan bakteri baik (microflora) pada saluran pencernaan manusia memegang peranan penting dalam kesehatan dan timbulnya beberapa penyakit.

Mikroflora dapat berinteraksi dengan host atau dengan mukosa saluran cerna dan tingkat sistemik yang dapat mempengaruhi sistem imunologi, fisiologi dan metabolik pada tubuh. Selain berinteraksi langsung dengan host, makanan yang dimakan

(40)

berperan dalam mengatur efek dari bakteri mikroflora yang berada disaluran pencernaan manusia, efek yang diberikan bisa menguntungkan atau menggangu kesehatan.35

Beberapa bukti menunjukkan serat yang berasal dari rumput laut (seaweed) dan turunannya memberikan dampak positif pada saluran cerna.35

Saluran pencernaan manusia sangat kompleks dengan terdiri dari berbagai ekosistem mikroba didalamnya. Usus besar (colon) merupakan bagian saluran pencernaan dengan jumlah kolonisasi mikroba paling banyak sekitar 10.12 bakteri tiap 1 gram isi usus besar. Jenis bakteri yang banyak dijumpai di usus besar adalah Bacteroides, Prevotella, Eubacterium, Clostridium, Bifidobacterium, Lactobacillus, Staphylococcus, Enterococcus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherichia, yang dapat berperan sebagai bakteri pathogen dan sebagai bakteri baik.34

Menurut teori, setiap karbohidrat yang masuk kedalam usus besar (colon) berpotensi menjadi suatu prebiotik. Saat ini ada tiga jenis karbohidrat yang dikenal sebagai prebiotik yang baik yaitu inulin dan oligofruktosa, galactooligosakarida dan laktulosa. Rumput laut (seaweed) banyak mengandung polisakarida dan merupakan pilihan yang baik sebagai prebiotik.34 Agar-agar merupakan suatu polisakarida kompleks berupa serat yang larut air akan menambah volume tinja dan meningkatkan kadar air pada tinja yang menambah massa tinja dan disaat yang sama akan terjadi fermentasi tinja oleh bakteri disaluran cerna. Fermentasi dan peningkatan kadar air pada tinja yang dihasilkan dari serat yang larut air tersebut dapat memberi dampak laksatif (pencahar).20,21

Serat dari rumput laut (seaweed) dan jenisnya seperti alginate, xanthan, agar dan carrageenan disebutkan sebagai sumber karbohidrat prebiotik yang dapat meningkatkan jumlah bakteri baik (probiotik) sehingga dapat menjaga kesehatan

(41)

saluran cerna.35

Pada konstipasi akan terjadi perubahan waktu transit di kolon dan perubahan fungsi anorektal, perubahan ini akan meningkatkan penyerapan air dan membuat feses menjadi keras. Pada saat yang bersamaan feses akan mengahasilkan racun- racun seperti amonia, hydrogen disulfide dan indole yang akan diserap kembali oleh usus dan racun-racun tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah. Amonia yang berlebihan dalam usus dan darah dapat menjadi radikal bebas dan memicu terjadinya stres oksidatif, stres oksidatif dapat bereaksi langsung dengan Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan merusak DNA, menghambat atau menekan replikasi DNA sel, dan menghasilkan berbagai komponen oksidatif dan peroxidatif seperti superoxide radical (SO-), hydrogen peroxide (H2O2), hydroxyl radical (OH-), dan peroxyl radicals.10

2.9.2. Sediaan, dosis dan cara pemberian agar-agar

Agar-agar saat ini tersedia dalam bentuk bubuk kering (powder) berwarna putih.

Agar-agar akan hancur pada suhu 85 oC dan menjadi padat atau keras pada suhu antara 32 sampai 40oC. Agar-agar dapat larut dan menjadi gel (kental) pada suhu yang relatif tinggi, karena itu cara pembuatan agar-agar dengan merebus dalam air sampai mendidih.19,20

Dosis kebutuhan agar-agar disesuaikan dengan rekomendasi asupan serat menurut American Academy of Pediatric Committee on Nutrition (AAPCN), diet serat yang direkomendasikan pada anak-anak sekitar 0.5 gram/kg berat badan/hari, sedangkan menurut American Health Foundation (AHF) merekomendasikan untuk anak usia di atas 2 tahun minimal diberi diet serat dengan formula usia dalam tahun ditambah 5 gram/hari dan maksimal usia dalam tahun ditambah 10 gram/hari.1,26

(42)

Perbandingan kebutuhan serat tiap hari berdasarkan beberapa rekomendasi dapat terlihat pada tabel 2.6.26

Agar-agar dapat disajikan dengan menambah pemanis, penambah rasa makanan, menambah buah atau sayuran yang disajikan dalam cetakan makanan.19

(43)

2.10. Kerangka Konseptual

Keterangan : Yang diamati dalam penelitian Diet Serat

Jumlah Cairan

Konstipasi Fungsional Pola Diet

Obat Yang

Diminum Glucomannan

+ Agar-agar

Frekuensi BAB ↑ Konsistensi Tinja Lebih Lunak Glucomannan

Frekuensi BAB Konsistensi Tinja Lebih Lunak Water soluble fiber :

psyllium, glucomannan, xanthan, guar gum, agar pectin, agarose

Water insoluble fiber : Sayur, buah, gandum,

padi dan jagung

Retensi cairan di tinja Fermentasi oleh bakteri (prebiotik)

Water soluble fiber : psyllium, glucomannan,

xanthan, guar gum, agar pectin, agarose

Volume Tinja ↑ Fermentasi oleh Bakteri (Prebiotik)

↑ Retensi cairan Tinja

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak ganda tidak tersamar (open label, Randomized Controlled Trial) untuk menilai perbedaan pemberian glucomannan dengan agar-agar dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak.

3.2.Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada Yayasan amal / sosial Al Washliyah yang bertempat di Jalan Pinang Baris / TB. Simatupang no. 67, kecamatan Sunggal - Medan, Sumatera Utara selama empat minggu pada bulan April sampai Mei 2014 setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atau dari Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi target adalah penderita konstipasi fungsional usia 7 sampai 16 tahun.

Populasi terjangkau adalah penderita konstipasi fungsional usia 7 sampai 16 tahun yang sedang menjalani pendidikan di Yayasan amal / sosial Al Washliyah di kota Medan selama empat minggu pada bulan April sampai Mei 2014 dan memenuhi kriteria.

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.

(45)

3.4. Perkiraan besar sampel

Perkiraan besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi dengan dua kelompok independen dengan rumus : 36

n1 = n2 = (𝑧𝑧𝑧𝑧�2𝑃𝑃𝑃𝑃 + 𝑧𝑧𝑧𝑧�𝑃𝑃1𝑃𝑃1+𝑃𝑃2𝑃𝑃2)2 (P1−P2)2

n : Jumlah subjek

α : Tingkat kemaknaan , α = 0,05  zα = 1,960 1-β : Power, β = 0,2  zβ = 0,842

P1 : Proporsi efek standar ( dari pustaka )14 28 % Q1 : 1 – P1  0,72

P2 : Proporsi efek yang diteliti ( clinical judgement ) 60 % Q2 : 1 – P2  0,4

P : ½ (P1 + P2) = ½ (0,28 + 0,6) = 0,44 Q : 1 – P  0,56

Pada penelitian ini didapatkan proporsi efek standar pada kelompok yang mendapat glucomannan 28% (0,28) dan proporsi efek pada kelompok yang diteliti mendapat glucomannan dan agar-agar 60% (0,6), dikehendaki interval kepercayaan 95% dan power sebesar 80% maka jumlah subjek dapat dihitung sebagai berikut :

n1 = n2 = (1,96√2.0,44.0,56 + 0,842�0,28.0,72+0,6.0,4)2 (0,28−0,6)2

= 36,4 = 36

Dengan menggunakan rumus diatas didapat jumlah sampel untuk tiap-tiap kelompok adalah 36 orang.

(46)

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi Kriteria Inklusi

1. Penderita konstipasi fungsional berusia 7 sampai 16 tahun yang berada di Yayasan amal / sosial Al Washliyah di Kota Medan, Sumatera Utara.

2. Tidak mempunyai kelainan organik berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kriteria Ekslusi

1. Mengunakan obat-obatan neurally actings agents seperti clonidine, phenytoin, diphenhydramine, diuretics, β-blockers, loperamid, dan efedrine yang efek sampingnya dapat menyebabkan konstipasi.

2. Sedang minum obat pencahar seperti golongan osmotik (laktulosa, sorbitol, ekstrak barley, magnesium hidroksida, magnesium sitrat dan Polyethylen glycol 3350 / PEG 3350, golongan stimulant (Senna, bisacodyl), golongan enema (enema fosfat), dan golongan lubrikan (minyak mineral).

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan ( Informed Consent )

Semua subyek penelitian diminta persetujuan dari orang tua atau wali masing-masing setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian glucomannan dengan dan tanpa agar-agar.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(47)

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1. Cara Kerja

• Setelah mendapat persetujuan dari orang tua masing-masing, penderita yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimasukkan dalam penelitian.

• Dilakukan anamnesis berupa keluhan utama, keluhan penyerta, perjalanan penyakit dan pengobatan yang telah diberikan, dilakukan penimbangan berat badan dengan menggunakan timbangan anak dan pengukuran tinggi badan menggunakan mikrotois yang dicatat dalam formulir penelitian.

• Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai tidak dijumpai kelainan organik.

• Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat glucommanan saja dan kelompok yang mendapat glucomannan dan agar-agar, kemudian dilakukan randomisasi sederhana dengan menggunakan tabel angka random. (tabel terlampir).

• Kelompok pertama (A) mendapat glucomannan (menggunakan produk dari Swanson, United State of America (USA). Tiap kapsul berisi 700mg serat glucomannan dari 100% akar konjak) diberikan dengan dosis 100 mg/kg beratbadan/hari (maksimum 5 gram/hari) setiap hari selama empat minggu, kapsul berisi glucomannan dapat diminum atau dibuka dan bubuk (sprinkle) ditabur dalam 50 cc cairan tiap 500 mg glucomannan.

• Kelompok kedua (B) mendapat glucomannan dan agar-agar.

Glucomannan (menggunakan produk dari Swanson, USA. Tiap

(48)

kapsul berisi 700mg serat glucomannan dari 100% akar konjak) diberikan 100 mg/kgberatbadan/hari (maksimum 5 gram/hari), kapsul berisi glucomannan dapat diminum atau dibuka dan bubuk (sprinkle) di tabur dalam 50 cc cairan tiap 500 mg glucomannan. Agar-agar (menggunakan produk dari PT. Bola Dunia Walet, Double Swallow Sun, tiap bungkus berisi agar agar powder 7gram dan mengandung fiber (serat) 6gram tiap bungkus) diberikan dengan formula usia dalam tahun ditambah 5 gram/hari dengan maksimum usia dalam tahun ditambah 10 gram/hari yang diberikan setiap hari selama empat minggu.

• Glucomannan diberikan dengan cara diminum dalam bentuk kapsul atau kapsul dibuka kemudian bubuk (sprinkle) dicampur dengan 50 cc cairan tiap 500 mg glucomannan dengan rasa yang disukai anak.

Agar-agar diberikan dalam bentuk makanan yang sudah dimasak yang dikemas dalam wadah plastik. Pasien dan peneliti mengetahui obat yang diberikan.

• Dipantau setiap hari untuk menilai adanya konstipasi berulang baik dari frekuensi dan konsistensi tinja.

• Masing-masing sampel dibantu menulis catatan harian yang telah diberikan untuk mencatat frekuensi dan konsistensi tinja tiap hari pada minggu kedua dan keempat, konsistensi tinja dinilai berdasarkan gambar bristol stool chart (gambar terlampir).22

• Evaluasi dilakukan pada minggu kedua dan keempat untuk melihat frekuensi dan konsistensi tinja, serta evaluasi efek samping yang timbul dengan catatan harian.

Gambar

Gambar 2.1. Lingkaran setan terjadinya konstipasi fungsional pada anak. 2
Gambar 2.2. Struktur Agar-agar. 19
Gambar 4.1. Profil penelitian
Gambar.4.2. Grafik perbedaan rerata frekuensi BAB pada pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menggunakan program aplikasi Macromedia Flash MX 2004, software berbasis animasi vektor yang dapat digunakan untuk menghasilkan animasi

Studi terdahulu menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara locus of control eksternal dengan penerimaan auditor atas perilaku audit disfungsional

Dalam sistem akuntansi penggajian dan pengupahan, fungsi akuntansi bertanggung jawab untuk mencatat kewajiban yang timbul dalam hubungannya dengan pembayaran gaji

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada waktu pembekuan dan kadar SGOT pada berbagai derajat ulkus diabetikum.. Akan tetapi perbedaan tidak dijumpai

Nilai koefisien determinasi adalah sebesar 0,546 yang berarti variasi perubahan turnover intention Belle View Hotel Semarang dipengaruhi kepuasan kerja, pengembangan

Analisis linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh manajemen laba pada saat, dan 4 tahun setelah IPO terhadap reaksi investor yang diukur dengan menggunakan CAR dan

(See additional guidelines in the full text of the American Sociological Association Style