• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS

2.1 Tinjauan Pustaka Konstruksi Hukum Perdagangan Elektronik (E-commerce) Dalam Hukum Perjanjian di Indonesia

2.1.1 Sistem Perdagangan Elektronik (e-commerce) dalam Jual Beli Barang dan/atau Jasa

A. Sejarah Perkembangan E-commerce di Indonesia

Perjalanan perkembangan e-commerce di Indonesia telah dimulai pada tahun 90an. Awal mula lahirnya e-commerce di saat hadirnya IndoNet sebagai Internet Service Provider (ISP) komersial pada tahun 1994. Namun saat itu pemanfaatan layanan internet ini hanya dipergunakan sebatas untuk melakukan komunikasi dan promosi bukan sebagai suatu wadah dalam melakukan transaksi.

Pada tahun 1996 situs Bhinneka.com membuka platform penjualan online dengan menjual computer, laptop, gadget dan aksesoris lainnya. Akan tetapi masih hanya sekedar menampilkan detail kontak dan beberapa hal mendasar lainnya.1

Saat era tahun 2000an barulah mulai muncul toko-toko online, sehingga saat inilah pemerintah menyadari tentang potensi dari perdagangan elektronik ini dan efeknya maka dari itu disusunlah rancangan undang-undang. Munculnya toko-toko online baru membuat persaingan dagang di dunia internet meningkat.

Berkembangnya e-commerce membuat berkembangnya proses pembayaran

(2)

secara digital. Salah satunya difasilitasi dengan kehadiran Doku, beroperasi sejak 2007 sebagai layanan uang elektronik.2

Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, munculnya Dinomarket.com, Tokopedia.com, Go-jek.com, dan Bukalapak.com. Situs Bukalapak.com berdiri pada tahun 2010 ini bertujua untuk memberdayakan usaha kecil serta menengah yang ada di Indonesia dan memberikan wadah bagi UKM yang ingin berjualan serta menemukan pembeli dari produk yang mereka buat.3 Kehadiran Go-jek.com sangat menjadi terobosan, dimana membuat budaya belanja online semakin menggila serta membuka pandangan dan wawasan lebih banyak orang Indonesia mengenai besarnya dampak dari e-commerce.4 Go-jek mampu melayani kebutuhan calon penumpangnya yang tersebar luas, hal inilah yang menarik perhatian e-commerce luar negeri untuk masuk ke Indonesia seperti Zalora, Lazada, Shopee dan lain-lain.5

Pada tahun 2014 tokopedia berhasil menjadi yang pertama menerima investasi sebesar Rp.1,2 triliun dari Sequoia Capital dan SoftBank Internet and Media Inc (SIMI) yang merupakan angka terbesar dalam sejarah E-commerce di Indonesia dan pada tahun 2017 kembali mendapatkan investasi sebesar USD 1,1 Miliyar dari Alibaba.6 Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yaitu sebuah lembaga yang berkaitan dengan perkembagan teknologi digital, tren pengguna internet di Indonesia meningkat sehinnga membuat Indonesia menjadi negara kelima sebagai pengguna internet terbanyak didunia

2 Ibid, hlm 26

3 Ibid, hlm. 29

4 Ibid, hlm 28

5 Eri Yanti Nasution, dkk. Perkembangan Transaksi Bisnis E-Commeerce terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Jurnal Ekonomi & Ekonomi Syariah Vol. 3 No. 2, hlm. 508

6 Ibid, hlm. 508

(3)

dan pada tahun 2016 sudah hampir seluruh penduduk Indonesia menggunkan internet.7

Sampai dengan saat ini E-commerce di Indonesia terus berkembang dan mengalami peningkatan sehingga muncul situs-situs perdagangan elektronik yang merintis dalam melakukan kegiatan jual-beli secara online.

B. Sejarah Perkembangan Marketplace di Indonesia

Meningkatnya perkembangan e-commerce tidak lepas dari munculnya platform e-commerce di Indonesia. Saat mulai adanya Forum KASKUS yang memicu mulai adanya cikal bakal dari toko online ini, memunculkan banyak toko-toko online di Indonesia. Terdapat berbagai jenis platform e-commerce yang dijadikan sebagai tempat berbelanja online, seperti marketplace, website, dan social media. Dari platform tersebut, yang banyak digunakan oleh masyarakat yaitu marketplace diikuti dengan website dan social media.8 Marketplace adalah sebuah pasar elektronik yang melakukan kegiatan menjual dan membeli suatu barang ataupun jasa meliputi 3 aspek (business to business, business to costomer, dan costomer to costomer). Menurut Nathasya menyatakan pula bahwa marketplace dapat didefinisikan sebagai website atau aplikasi online yang menfasilitasi proses jual beli dari berbagai toko.9

Awal terkenalnya marketplace yaitu pada tahun 1995, yang mana pada saat itu banyak orang menggunakan Amazon dan Ebay. Amazon didirikan pada

7 Ibid, hlm 508

8 Rina Irawati dan Irawan Budi Prasetyo, “Pemanfaatan Platform E-commerce Melalui Marketplace Sebagai Upaya Peningkatan Penjualan dan Mempertahankan Bisnis di Masa Pandemi (Studi pada UMKM Makanan dan Minuman di Malang)”, Jurnal Penelitian Manajemen Terapan

(4)

tahun 5 Juli 1994 di Bellevue Washington Amerika Serikat oleh Jeff Bezos yang focus kepada komputasiawan, e-commerce, eletronik, dan artifical lintelligence.10 Pada tahun 1995 Ebay muncul sebagai sebuah situs lelang online yang didirikan oleh Piere Omidyar di California Amerika Serikat.11 Di tahun yang sama The Presidential Bank yang merupakan salah satu bank di Amerika mulai memperkenalkan online banking pertama di dunia, kemudian pada tahun 1998 PayPal disebarluaskan guna untuk memberikan kemudahan dalam melakukan sebah transaksi online.12 Setahun setelah itu, JackMa yang berasal dari China orang asia pertama memperkenalkan Alibaba.

Maka seiring waktu, Indonesia mulai bermunculan marketplace- marketplace yang terkenal seperti Tokopedia, Bukalapak, OLX, Blibli dan lain sebagainya. Berdasarkan keterangan Otoritas Jasa Keuangan, mengatakan hasil survei We Are Social pada April 2021 menetapkan bahwa Indonesia menjadi negara tertinggi sebesar 88,1 persen pengguna internet untuk menggunakan layanan e-commerce.13 Kini bertambah banyak pengguna e-commerce dan makin banyak marketplace seperti Tokopedia, OLX, dan Bukalapak yang menjadi Startup Unicorn di Indonesia.

C. Definisi Perdagangan Elektronik (e-commerce)

Perdagangan elektronik atau disebut juga sebagai e-commerce merupakan sebuah teknologi yang berkembang dengan sangat pesat, seperti contohnya

10 Wafi Wicaksana, Pemanfaatan Marketplace Dalam Kegiatan Bisnis Di Era Digital, Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, Volumen 1, Issue 5, hlm. 505

11 Ibid.

12 Ibid.

13 Diakses dari https://www.ojk.go.id/ojk-institute/0/news/read/855/penguatan- infrastruktur-digital-dukung-e-commerce-lebih-sustain.Diakses pada tanggal 11 Juni 2022

(5)

internet. Menurut Laudon et al, e-commerce adalah penggunaan sebuah internet ataupun web dan aplikasi untuk bertransaksi bisnis secara digital antara perusahaan dan individu. Kemudian, Esprit menjelaskan bahwa e-commerce adalah sebuah konsep umum yang mencakup keseluruhan bentuk transaksi bisnis atau pertukaran informasi yang dilaksanakan dengan memanfaatkan atau menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology-ICT), sedangkan Choi menjelaskan bahwa e- commerce lebih dari sekedar dari saluran alternatif yang digunakan untuk memasarkan atau menjual produk dan jasa secara online atau elektronik.14

Dari definisi tersebut dapat diketahui dalam perdagangan elektronik atau e-commerce memiliki ciri tersendiri yaitu: adanya transaksi para pihak (penjual dan pembeli), adanya kegiatan pertukaran barang, dan menggunakan sistem elektronik seperti internet ataupun jaringan lain. Seperti yang dijelaskan oleh Turban dan teman-temannya mengatakan kerangka yang utama dalam e- commerce pihaknya (penjual, pembeli, pihak ketiga dan lainnya), kebijakannya atau pengaturannya, pemasarannya, layanan yang mendukung perdagangan elektronik, dan kemitraan bisnis yang ada di perdagangan elektronik.15

Maka sebuah perdagangan elektronik adalah kegiatan yang dilakukan melalui media elektronik seperti menggunakan web ataupun aplikasi sebagai media pertukaran informasinya dengan bentuk kegiatan berupa jual-beli atau transaksi perdagangan untuk memasarkan atau menjual produk dan jasa antara penjual dan pembeli.

14 H.M Arsyad Sanusi, Hukum E-commerce Edisi Revisi, Jakarta: Sasrawarna Printing, 2011, hlm. 215 (selanjutnya disingkat H.M Arsyad Sanusi I)

(6)

Berdasarkan dari definisi perdagangan elektronik tersebut dapat diketahui bahwa sebuah perdagangan elektronik terdapat beberapa unsur, yaitu :

1. Adanya transaksi.

Transaksi yang ada didalam e-commerce diawali dengan adanya jual-beli. Jual-beli yang dilakukan dalam kegiatan perdagangan elektronik merupakan kegiatan transaksi elektronik yang dilakukan di marketplace.

2. Adanya perjanjian.

Adanya transaksi dalam perdagangan elektronik adalah bagian dari sebuah perjanjian. Perjanjian atau kontrak yang dimaksud dalam perdagangan elektronik adalah perjanjian yang dilakukan dan dibuat dengan sistem elektronik. Adanya perjanjian tersebut memunculkan perikatan yang mengikat para pihaknya.

3. Adanya para pihak

Sebuah kegiatan perdagangan elektronik yang didalamnya terdapat kegiatan jual-beli maka terdapat juga para-pihaknya. Pihak-pihak yang ada dalam perdagangan elektronik yaitu pihak marketplace sebagai pihak penyelenggara pasar elektronik, penjual atau toko online sebagai pihak yang menjadi penjual dalam pasar elektronik, pembeli sebagai pihak yang menggunakan marketplace yang juga menjadi konsumen dari penjual, dan pelayanan jasa pengiriman sebagai pihak pengiriman barang yang telah di pesan oleh pembeli dari salah satu toko online didalam marketplace.

(7)

D. Mekanisme Perdagangan Elektronik (e-commerce)

E-commerce memberikan kesempatan lebih luas bagi masyarakt untuk melakukan transaksi jual beli berupa produk maupun jasa. Berikut mekanisme perdagangan elektronik secara sedehana:

Gambar 1

Dari bagan diatas diatas dapat diketahui bagaimana mekanisme perdagangan elektronik, yaitu :

1. Pembeli dapat mengakses sebuah Marketplace yang menjadi wadah toko- toko online dalam melakukan kegiatan jual-beli dengan pembeli.

2. Di Indonesia terdapat banyak marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Zalora, Bukalapak, Blibli, OLX dan masih banyak lagi. Di dalam marketplace tersebut terdapat banyak toko-toko online yang melakukan perdagangan elektronik sehingga pembeli hanya perlu memilih marketplace mana yang akan digunakan.

(8)

3. Pembeli dapat mencari produk-produk yang diinginkan di toko online ataupun mencari produk atau jasa yang ditawarkan di iklan-iklan e- commerce dan juga dapat melakukan pembelian online di toko yang akan di tuju.

4. Apabila terdapat produk ataupun jasa yang ingin dibeli oleh pembeli maka dilanjutkan untuk melakukan pemesanan secara online dengan mengikuti jumlah belanjaan yang diinginkan pembeli.

5. Setelah melakukan pemesanan secara online dengan mengklik tanda menyetujui untuk membeli barang atau jasa tersebut maka dan mengisi formulir transaksi.16

6. Tahap selajutnya melakukan pembayaran. Pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit, cek pribadi, transfer antar rekening atau dengan COD (cash on delivery).17

7. Jika pembayaran berhasil maka daftar produk yang dibeli oleh pembeli akan dikirimkan ke pihak toko online agar di proses guna pengiriman.

8. Kemudian pihak toko online melakukan pengemasan barang yang akan dikirimkan ke pihak pembeli.

9. Pihak toko akan mengirimkan barang melalui jasa pengiriman kepada pembeli dengan memberikan nomor resi sebagai tanda bahwa barang telah dikirimkan ke alamat pembeli.

16 Ibid, hlm. 169

17 H.M Arsyad Sanusi, Loc.cit.

(9)

10. Adanya nomor resi dapat membuat pembeli melacak mengenai perjalanan barang dan jasa pengiriman yang digunakan untuk mengirimkan barang tersebut.

Motivasi mengenai pembayaran dalam mekanisme transaksi e-commerce yang dilakukan secara online oleh pihak penyedia layanan yaitu guna meningkatkan efisiensi cash flow, transaksi terjamin, biaya operasional yang lebih hemat, dan meningkatkan proteksi informasi sensitive.18 Bentuk dari pembayaran di toko online dibagi menjadi beberapa cara, yaitu : a) transaksi melalui ATM, yaitu dengan mentransferkan sejumlah uang sesuai dengan jumlah harga barang atau jasa yang di pesan; b) pembayaran tanpa perantara, yaitu pembayaran langsung dengan e-money di toko yang bersangkutan; c) pembayaran pihak ketiga, dan lain sebagainya.19

a. Perbandingan Perdagangan Elektronik dengan Perdagangan Biasa Perbandingan antara perdagangan elektronik dengan perdagangan biasa, sebagai berikut:

Tabel 2

Perbandingan Perdagangan Elekrtonik dengan Perdagangan Biasa

No. Perbedaan Perdagangan Elektronik

Perdagangan Biasa 1. Media Media elektronik atau

secara online

Media tempat seperti pasar atau toko yang digunakan secara konvensional.

2. Waktu buka Toko

Tidak terbatas atau setiap hari selama 24 jam

Waktu terbatas

(10)

3. Bentuk penjualan

Tidak secara langsung Secara langsung

4. Pemegang kendali transaksi

Dipegang oleh pembeli Dapat dipegang oleh pembeli maupun penjual

5. Informasi

pembeli Dapat dilakukan penelusuran riwayat permasalahan atau perilaku transaksi yang pernah di lakukan oleh pembeli

hanya dapat mengetahui perilaku pembeli saat akan membeli saja

Dari tabel Perbandingan antara perdagangan elektronik dengan perdagangan biasa dapat di jelaskanyaitu pertama dapat dilihat dari medianya. Dimana perdagangan elektronik di perlukan adanya sebuah media elektronik (secara online) dalam melakukan kegiatannya.

Sedangkan dalam perdangangan biasa atau yang disebut dengan perdagangan konvensional tidak memerlukan adanya sebuah media dalam melakukan kegiatan jual belinya.

Perbandingan kedua, adalah waktu buka toko. Dalam e-commerce toko akan selalu buka, artinya toko yang melakukan penjualan secara online dapat melakukan penjualan setiap hari selama 24 jam sehingga konsumen dapat mencari produk yang ditawarkan tanpa perlu memikirkan waktu buka ataupun tutup dari toko tersebut. Maka tingkat intensitas akses yang dibeikan sangat signifikan, baik bagi konsumen maupun bagi perusahaan yang terlibat didalam e-commerce.20 Sedangakan dalam perdagangan biasa memiliki waktu yang terbatas, dimana dalam

20 H.M Arsyad Sanusi I, Op.cit hlm. 245

(11)

penjualannya perdagangan biasa berpatok dengan waktu hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti tempat yang digunakan misalnya pasar mempunyai waktu yang biasanya hanya sampai dengan sore hari, faktor dari tenaga kerja, dan faktor-faktor lainnya.

Perbandingan ketiga, adalah bentuk penjualannya. Dalam E- commerce bentuk penjualan yang dilakukan tidak melakukan penjualan secara langsung atau tidak memerlukan adanya tatap muka secara langsung hanya mengandalkan dengan teknologi. Maka hubungan antara perusahaan dan konsumen terjadi di dalam lingkungan eletronik lebih berupa interaksi layar computer dan wajah.21 Sedangakan dalam perdagangan biasa bentuk penjualan yang dilakukan antara penjual dan pembeli dilakukan secara langsung ataupun dilakukan secara manual tanpa menggunakan teknologi.

Perbandingan keempat, adalah bahwa di dalam e-commerce interaksi yang tejadi lebih dikendalikan oleh konsumen. Hal ini dapat diartikan bahwa konsumenlah yang mengendalikan dan menentukan proses pencarian, lamanya waktu yang dihabiskan untuk membandingkan harga dan mengendalikan pembuatan keputusan dalam pembelian.22 Sehingga pengaruh dari penjual terhadap transaksi e-commerce sangat kecil. Sedangkan dalam perdagangan biasa yang berbasis dengan penjualan secara langsung, kendali ataupun control dari jalannya suatu transaksi dapat dipegang oleh penjual ataupun pembeli. Hal ini disebabkan

(12)

dalam suatu perdagangan biasa penjual akan berupaya untuk mempengaruhi proses pembelian maka pengaruh dari penjual dalam transaksi biasa atau tradisional lebih berpengaruh daripada pembeli.

Perbandingan kelima, adalah berkaitan dengan permasalahan pengetahuan prilaku konsumen.23 Dalam perdagangan elektronik perusahaan dapat melakukan penelusuran terhadap riwayat yang dilakukan oleh konsumennya tersebut. Sedangkan dalam perdagangan tradisional tidak dapat melakukan hal tersebut, yang bisa dilakukan hanya berupa informasi sikap ataupun prilaku konsumen.

b. Keunggulan Perdagangan Elektronik

Keunggulan yang bisa didapatkan dalam perdagangan elektronik bermacam-macam, sebagai berikut :

1. Memberikan kemudahan dalam melakukan pemasaran produk, menjual informasi, iklan, membuka cybermall dan lain sebaginya serta mempunyai biaya oprasional yang tidak terlalu tinggi.24 Hal ini disebabkan dari berkurangnya penggunaan kertas ataupun tempat yang biasanya digunakan sebagai outlet untuk melakukan penjualan.

2. Dapat memperluas pasar, sehingga dapat menjangkau pasar-pasar di tingkat nasional maupun internasional.25 Dengan modal yang minim bisa mendapatkan lebih banyak konsumen dan mendapatkan mitra bisnis dari berbagai daerah.

23 Ibid, hlm 247

24 Abdul Halim Barakatullah I, op.cit, hlm. 26

25 H.M Arsyad Sanusi I, op.cit, hlm. 249

(13)

3. Waktu operasi tidak terbatas, melakukan perdagangan elektronik dapat dilakukan selama 24 jam setiap hari selama 7 hari selama seminggu.

Dengan adanya waktu yang tidak terbatas ini dapat membuat pedagang dapat melakukan penjualan secara maksimal dan membuat konsumen dapat melakukan pembelian ataupun pemilihan produk dengan leluasa.

4. Konsumen dapat melakukan home shopping sehingga tidak perlu pergi hanya untuk melakukan belanja yang di inginkan dan dapat menghemat waktu, menghindari kemacetan serta dapat menjangkau toko yang lokasinya jauh.

5. Dapat memberikan banyak pilihan barang yang dicari oleh konsumen dan banyak pilihan toko yang ada di e-commerce, sehingga konsumen dapat bebas memilih barang yang sesuai dengan keinginannya.

6. Berbelanja di e-commerce lebih banyak menawarkan barang ataupun jasa yang lebih murah dibandingkan dengan berbelanja di perdagangan biasa sehingga konsumen dapat membandingkan antara toko elektronik dengan toko biasa.

E. Pengaturan Perdagangan Elektronik (e-commerce) di Indonesia a. Inventarisasi Dasar Hukum Perdagangan Elektronik

Pengaturan dalam perdagangan elektronik (e-commerce) di Indonesia awalnya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan kemudian diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Setelah itu, dibuat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(14)

Kemudian pengaturan yang berkaitan dengan sebuah perdagangan elektronik yaitu terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (UU Perdagangan) dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen atau UUPK).

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Pengaturan dalam KUHPerdata mengenai perdagangan elektronik diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata. Perdagangan elektronik (e-commerce) merupakan kegiatan transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli sehingga terdapat sebuah kontrak yang terjadi diantara pihak penjual dan pembeli. Hal ini membuat posisi e-commerce di dalam KUHPerdata adalah bagian dari sebuah hukum perjanjian. Perjanjian adalah hal yang diatur dalam Buku Ketiga mengenai Perikatan.

Beberapa pasal yang mengatur mengenai perdagangan elektronik pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu pada Pasal 1338 yang menyebutkan “bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” hal ini mengacu pada KUHPerdata yang mengatakan bahwa Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak.

Kemudian dalam perdagangan elektronik yang dasarnya merupakan kegiatan jual beli maka adanya KUHPerdata yang memberikan ketentuan mengenai jual-beli yaitu pada Bab Kelima dalam Buku

(15)

Ketiga. Pasal 1457 KUHPerdata menjelaskan mengenai jual-beli, bahwa

“Jual-beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dalam Kitab Hukum Undang-Udang Pidana mengantur mengenai tindak pidana e-commerce walaupun tidak secara langsung hal tersebut mengaturnya. Seperti dalam perumusan dalam pasal 406 ayat (1) KUHP mengatur mengenai hal yang berkaitan dengan pengerusakan atau penghacuran barang tertentu, hal ini sama seperti dengan melakukan hacking komputer yang mengakibatkan kerusakan sistem yang membuat terganggunya transaksi e- commerce.26

Pasal 362 KUHP merupakan pasal yang mengatur mengenai percurian. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “barang siapa yang mengambil sesuatu barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud dimiliki diancam dengan pencurian…” maka pencurian yang dimaksud dalam pasal tersebut juga dapat dilakukan kepada pelaku tindak pidana pencurian dalam sebuah transaksi e-commerce. Pencurian dalam sebuah transaksi e-commerce dapat dijabarkan seperti melakukan

(16)

penyusupan dalan sebuah server dengan mengambil data-data penting yang dimiliki oleh pemilik server.

Pasal 378 KUHP mengatakan “barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan…” sehingga dalam pasal ini mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Penipuan dalam transaksi e-commerce dilakukan oleh cader. Carder adalah pelaku carding, dimana pelaku berbelanja sejumlah barang dengan nomor kartu kredit orang lain melalui fasilitas e-commerce dengan memanipulasi data korban untuk mengambil uang atau banrang27, maka dapat disimpulkan bahwa hal tersebut adalah tindak pidana penipuan.

Pasal 263 KUHP merupakan pasal mengenai tindak pidana pemalsuan. Dalam pasal itu disebutkan “membuat surat atau memalsukan surat” menurut pasal tersebut masihlah luas sehingga dapat ditafsirkan bahwa surat tersebut dapat juga sebuah surat elektronik.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

27 Ibid, hlm. 93

(17)

Undang-Undang ITE menjelaskan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Perbuatan hukum dari transaksi elektronik berkaitan dengan beberapa hal yaitu kontrak, para pihak, informasi dan data elektronik, tanda tangan elektronik, dan pertanggung jawaban.

Penjelasan hal-hal yang berkaitan transaksi elektronik sebagai berikut :

(a) Kontrak

Kontrak yang ada di transaksi elektronik dapat disebut sebagai kontrak elektronik. Pasal 1 angka 17 UU ITE mengatakan

“kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”. Pengaturan kontrak elektronik mempunyai pengaturan yang sama dengan kontrak biasa.

Kontrak lebih diatur dalam KUHPerdata yang mana mengatur mengenai perjanjian. Syarat sah dari kontrak elektronik sama dengan kontrak biasa yaitu dengan mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata.

Sahnya kontrak elektronik menandakan bahwa telah terwujudnya sebuah perikatan yang mengikat antara para pihak.

Pada Pasal 18 ayat (1) UU ITE menyebutkan bahwa “Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak” dan pada Pasal 1338 ayat (1) menjelaskan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

(18)

sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Bunyi dari kedua pasal ini memperkuat dengan adanya kontrak elektronik para pihak terikat dengan adanya kontrak yang dibuat maka harus memenuhi hak dan kewajiban yang telah dibuat dalam kontrak.

(b) Para Pihak

Para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik adalah pihak-pihak yang sudah melakukan perjanjian dengan menyetujui dari kontrak yang dibuat. Seperti yang diungkapkan pada Pasal 18 ayat (1), para pihak yang terlibat adalah pihak yang tercatum dalam kontrak elektronik serta mengikat pihak yang telah terlibat didalamnya. Pihak pihak di transaksi eletronik dapat pula disebut sebagai pihak pengirim (penjual) dan pihak penerima (pembeli) adalah subjek dari sebuah transaksi elektronik.

Pasal 20 UU ITE menjelaskan transaksi elektronik dapat terjadi saat penawaran yang sudah dilakukan pengirim (penjual) telah diterima oleh penerima (pembeli).

(c) Informasi dan Dokumen Elektronik

Informasi dan data elektronik merupakan hal yang penting. Seperti dalam transaksi elektronik sebuah informasi elektronik sangat penting bagi pembeli untuk mencari produk atau jasa yang diinginkan. Pengertian informasi diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU ITE mengatakan bahwa :

“Informasi elektronik adalah satu atau sekumoulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

(19)

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, symbol, atau perforasi yang telah diolah yang mampu memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.

Dari penjelasan tentang informasi elektronik dijelaskan bahwa terdapat informasi-informasi yang diperbolehkan untuk diketahui orang umum dan informasi-informasi yang hanya di ketahui orang tertentu. Seperti tulisan, foto, gambar merupakan bentuk dari informasi yang diberikan kepada pihak yang akan melakukan transaksi atau orang luas, sedangankan ada informasi- informasi yang hanya di ketahui orang tertentu. Seperti EDI, telecopy dan lain-lain yang hanya bisa di pahami oleh orang yang berkemampuan dibidangnya.

Dokumen elektronik adalah salah satu bentuk dokumen atau data yang terbentuk dari proses transaksi elektronik.

Dokumen Elektronik menurut Pasal 1 angka 4 UU ITE menjelaskan :

“Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskann, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengr melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, kode akses, symbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”

Informasi dan dokumen elektronik merupakan hal yang penting dalam transaksi elektronik. Hal ini disebabkan informasi

(20)

dan dokumen elektronik dapat menjadi sebagai alat bukti jika terjadi permasalahan dalam transaksi elektronik. Kegiatan yang dilakukan dalam media adalah tindakan perbuatan hukum yang nyata meskipun dalam alat buktinya berbentuk elektronik.28 Alat bukti menurut UU ITE disebutkan dalam Pasal 44, yaitu :

“(1) alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan (2) alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan 4 serta pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)”

Maka informasi dan dokumen elektronik dapat menjadi bukti hukum secara sah. Pasal 5 UU ITE memberikan keterangan bahwa :

(1) Informasi elektronik Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini

(4) Ketentuan mengenai Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :

a. Surat yang menurut Undang-undang harus dalam bentuk tertulis

b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

28 Raden A.H Soeprodjo, Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana Di Pengadilan (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008), Jurnal Lex Crimen Vol. IV/No. 2, hlm. 23-24

(21)

Bukti sah informasi dan dokumen elektronik diharuskan informasi dan/atau dokumen elektronik yang asli, dapat diakses, dijamin keutuhannya serta dapat dipertanggungjawabkan, hal ini dijelaskan pada Pasal 6 UU ITE.

(d) Tanda Tangan Elektronik

Definsi tanda tangan elektronik dari Pasal 1 angka 12 UU ITE menjelaskan :

“Tanda tangan elektronik adala tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi”

Tanda tangan elektronik ini berkaitan dengan adanya kontrak elektronik, karena sebuah kontrak elektronik tidak dapat dikatakan sah jika tidak terdapat kesepakatan. Sebuah kontrak dikatakan sepakat karena salah satu faktornya adalah kedua belah pihak telah mendatangani sebuah kontrak tersebut. Tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum sah sama seperti dengan tanda tangan dalam sebuah perjanjian. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU ITE pada penjelasannya mengatakan bahwa sebuah tanda tangan elektronik berkedudukan sama dengan tanda tangan manual dan memiliki kekuatan hukum dan berakibat hukum.

(e) Pertanggung jawaban

Pertanggungjawaban dalam transaksi elektronik dijelaskan pada Pasal 21 Undang-undang ITE yang menyebutkan:

(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan

(22)

dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Dilihat dari uraian Pasal 21 pertanggung jawaban dalam transaksi elektronik dilihat dari kewenangan yang diberikan.

Sehingga menurut Pertanggung jawaban yang lahir dari adanya Undang-undang meliputi dua hal yaitu tanggung jawab yang timbul dari karena adanya Undang-undang saja ataupun tanggung jawb yang lahir dari akibat perbuatan dari orang dimana perbuatan tersebut dapat bersifat sesuai dengan hukum berupa

(23)

perbuatan yang sah.29 Hal ini berkaitan dengan perdagangan elektronik merupakan sebuah perjanjian atau kontrak yang timbul akibat dari kesepakatan para pihak. Pertanggung jawaban berdasar dari perjanjian dilihat dari isi kontrak yang telah diperjanjikan oleh para pihak sedangkan pertanggung jawaban dari Undang-undang dilihat dari akibat cacat dan kelalaian yang berikibat rusaknya barang ataupun berakibat kerugian finansial30

Pasal 1367 KUHPer menjelaskan bahwa terdapat tanggung jawab yang tidak hanya disebabkan dari perbuatannya sendiri melaikan dapat berupa akibat dari perbuatan orang atau benda.

Maka dari penjelasan pasal tersebut pertanggung jawaban dalam perdagangan elekronik dapat dikenai kepada pelaku usaha, konsumen ataupun pihak-pihak yang bersangkutan dalam transaksi elektronik.

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (UU Perdagangan)

UU perdagangan mengatur pengaturan perdagangan yang ada di Indonesia termasuk juga perdagangan elektronik. Pengaturan mengenai perdagangan elektronik diatur dalam Bab VIII UU Perdagangan. Pengaturan yang ada di UU Perdagangan mencakup skala nasional maupun internasional yang bertujuan untuk

29 Nining Latianingsih, Prinsip Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Transaksi Elektronik Menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jurnal Ekonomi dan

(24)

memberikan perlindungan kepada konsumen ataupun pelaku usaha.31

Pasal 65 UU Perdagangan menjelaskan bahwa pelaku usaha wajib menyediakan data dan/atau infomasi secara lengkap, paling sedikit memuat mengenai identitas dan keabsahan pelaku usaha sebagai penjual, persyaratan teknisnya, kualifikasi barang, harga barang maupun cara pembayaran dan cara pengiriman barang tersebut. Kemudian mengatur mengenai terjadinya sengketa diselesaikan melalui pengadilan dan pencabutan izin apabila menjual barang yang terlarang.

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)

Pengaturan mengenai perdagangan elektronik dalam UU PK menjelaskan mengenai hak dan kewajiban bagi pembeli (konsumen) maupun penjual (pelaku usaha). Hak dan kewajiban bagi pembeli atau konsumen diatur dalam Pasal 4 dan 5 UUPK, sedangkan hak dan kewajiban yang penjual atau pelaku usaha dijelaskan pada Pasal 6 dan 7 UUPK. Dari ketentuan-ketentuan tersebut mengatur bagaimana kedudukan para pihak (penjual maupun pembeli) perdagangan elektronik dan hal-hal yang harus dipenuhi baik pembeli maupun penjual.

31 Deky Pariadi, Pengawasan E-commerce Dalam Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-48 No.3, hlm. 656

(25)

Di UUPK memberikan ketentuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang dilarang taupun hal-hal yang dilarang diperjualbelikan oleh pelaku usaha yang dapat menyebabkan kerugian dari konsumen. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK. Pertanggung jawaban yang harus dilakukan terkait dengan mengelabuhi atau menawarkan barang-barang yang palsu atau tidak sesuai. Hal ini diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 UUPK. Jika perbuatan yang dilakukan penjual dapat menyebabkannya kerugian dari penjual seperti dengan barang atau jasa yang ditawarkan tidak sesuai maka penjual wajib melakukan pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan pada Pasal 19 sampai dengan pasal 28.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)

PP PSTE merupakan peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai beberapa ketentuan yang ada pada UU ITE mengenai transaksi elektronik. Dalam PP PSTE mengatur mengenai penyelenggaraan sistem elektronik melalui agen elektronik. Pada Pasal 3 PP PSTE menjelaskan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik dilakukan secara kredibel. Pasal 6 dan pasal 14 menjelaskan tentang pendaftaran sistem elektronik dan perlindungan data pribadi. Kemudian menjelaskan kewajiban dari agen elektronik seperti pada Pasal 39 dan Pasal 40 PP PSTE. Kewajiban dari agen elektronik sama seperti dengan marketplace. Dalam PP PSTE ini

(26)

juga lebih mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik, hal ini diatur dalam Bab IV. Persyaratan-persyaratan penyelenggaraan transaksi elektronik juga diatur dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 50.

b. Problematika Pengaturan Perdagangan Elektronik

Permasalahan-permasalahan dalam perdagangan elektronik dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bersifat prosedural dan substansif.32 Permasalahan mengenai perdagangan elektronik yang bersifat substansif sebagai berikut:

1. Permasalahan pengaturannya

Didalam perdagangan elektronik terdapat peraturan yang sudah ketinggalan jaman seperti pada pengaturan mengenai hubungan-hubungan antara para pihaknya yang berkaitan dengan jual-belinya.

2. Masalah Keaslian data massage dan Tanda tangan elektronik Masalah keaslian data massage merupakan permasalahan fatal dalam transaksi elektronik, hal ini berkaitan dengan keabsahan berkontrak, keamanan dan juga kerahasiaan. Transaksi perdagangan elektronik hampir sama seperti perdagangan konvensional yang mana perdagangan elektronik merupakan kegiatan jual beli, sehingga seringkali dijumpai perjanjian yang terjadi antara para

32 M. Arsyad Sanusi, Transaksi Bisnis dalam Electronic Commerce (E-commerce): Studi tentang Permasalahan Hukum dan Solusinya, Jurnal Hukum. No.16, Vol. 8, hlm. 15. (selanjutnya disebut M. Arsyad Sanusi II)

(27)

pihak. Perjanjian tersebut adalah hasil dari kesepakatan dari para pihak.

Akibat dari cepatnya perkembangan dari transaksi elektronik membuat peraturan yang seharusnya mengatur tidak dapat mengikuti percepatan dari perkembangan teknologi yang sekarang.

Walaupun tidak adanya landasan hukum yang secara khusus mengatur mengenai e-commerce tetap ada prinsip, syarat dan etika kontrak yang sudah diatur dalam KUHPerdata dan Undang-Undang serta peraturan lainnya yang masih berlaku meskipun hal tersebut perlu adanya pembahruan.33 Dari keunikan yang ada di transaksi elektronik membuat perjanjian yang dilakukan pada transaksi tersebut dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Hal tersebut dapat menimbulkan sebuah permasalahan kepastian hukum yaitu transaksi tersebut sah menurut hukum yang ada di Indonesia.34 Permasalahan keaslian data ini berkaitan dengan tanda tangan elektronik.

Tanda tangan elektronik salah satu permasalahan substansi yang berkaitan dengan keaslian data. Permasalahan dari tanda tangan elektronik yaitu tanda tangan elektronik sesuai dengan cirinya dengan mengambil bentuk lebih berdimensi metafisik daripada wujud konkret seperti tanda tangan tradisional.35

3. Keabsahan (validity)

33 Ibid, hlm. 14

34 Tansah Ramhmatullah, Analisis Permasalahan Hukum E-commerce dan Pengaturannya

(28)

Keabsahan adalah suatu perjanjian atau kontrak bergantung dengan terpenuhinya syarat dari perjanjian itu sendiri. Namun yang menjadi permasalahan dalam keabsahaan didalam transaksi e- commerce karena terbentuknya perjanjian di e-commerce secara online tanpa adanya perjanjian yang disepakati di atas kertas.

Sehingga bentuk dari perjanjian e-commerce adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat secara elektronik atau disebut e-contract.

Permasalahan keabsahan mengacu dari Pasal 1320 KUHPerdata sering ketidakpenuhannya persyaratan dari kontrak perdagangan elektronik. Hal ini disebabkan karena dalam pembuatan kontrak elektronik para pihak tidak bertemu secara langsung atau bertatap muka sehingga sulit untuk pendeteksian.

Sehingga mengakibatkan terjadinya keraguan dalam sah atau tidaknya suatu transaksi elektronik.

Permasalahan mengenai keabsahan transaksi elekrtonik selanjutnya mengenai pada saat kapan dapat dikatakan bahwa kontrak transaksi elekrtonik terpenuhi. Pada pasal 1320 mengatakan bahwa syarat suatu perjanjian yang pertama adalah adanya kata sepakat, sedangkan dalam transaksi elektronik bentuk kata sepakat dalam perjanjian elektronik hanya yang dengan menekan tombol

“setuju” sehingga memunculkan permasalahan dapat tidaknya dengan “klik” dapat dinyatakan telah terpenuhinya syarat perjanjian pada pasal 1320.

(29)

4. Permasalahan mengenai perdagangan elektronik yang bersifat prosedural

Permasalahan perdagangan elektronik yang bersifat prosedural yaitu masalah pembuktian. Berdasarkan pasal 1866 KUHPerdata mengatakan bahwa alat-alat bukti yang sah dalam perkara perdata meliputi: (a) bukti tulisan, (b) bukti dengan saksi-saksi, (c) persangkaan-persangkaan, (d) pengakuan, dan (e) sumpah di muka Hakim. Yang menjadi permasalahan dalam pembuktian adalah dapatkah bukti yang berbentuk elektronik atau bukti data record bisa menjadi bukti yang sah dan diakui sebagai bukti sah di pengadilan.36

2.1.2 Perjanjian dan Perjanjian Elektronik (e-contract) A. Hukum Perjanjian di Indonesia

Perjanjian merupakan salah satu bagian dari perikatan, yang dimana sebuah perikatan adalah sebuah hubungan hukum yang terjadi antara dua belah pihak yang mempunyai hak dan kewajiban. Berdasarkan dari Buku Ketiga : Perikatan KUHPerdata, Pasal 1233 mengatakan bahwa perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena Undang-undang. Maka suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.37 Perjanjian terdapat dua bentuk, yaitu perjanjian yang dibuat secara lisan dan perjanjian yang dibuat secara tertulis.

36 M. Arsyad Sanusi II, Op.cit. hlm, 24.

(30)

Menurut Subekti, perjanjian merupakan bentuk konkrit dari perikatan sedangkan perikatan merupakan bentuk abstrak dari perjanjian, sehingga hal ini dapat diartikan adanya hubungan hukum antara dua pihak yang yang isinya adalah hak dan kewajiban, yang mana hak untuk menuntut sesuatu dan sebaliknya suatu kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.38 Perjanjian mempunyai 2 arti, yaitu dalam arti sempit dan arti luas. Perjanjian dalam arti sempit diartikan sebagai sebuah hubungan-hubungan hukum yang berkaitan dengan hukum kekayaan saja sesuai dengan Buku III KUHPerdata. Sedangkan perjanjian dalam arti luas diartikan bahwa sebuah perjanjian dapat menimbulkan sebab akibat hukum sesuai dengan kesepakatan yang telah dikehendaki oleh para pihak.

a. Dasar Hukum Perjanjian

Hukum perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu dalam Bab II Buku Ketiga. Dalam Bab II Buku Ketiga KUHPerdata terdapat beberapa bagian adalah Bagian 1 Ketentuan umum, Bagian 2 Syarat-syarat terjadinya suatu persetujuan yang sah, Bagian 3 Akibat persetujuan, dan Bagian 4 Penafsiran persetujuan.

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata mengatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dalam Pasal itu dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah sebuah perbuatan yang dilakukan sekurang-kurangnya 2 orang mengikatkan dirinya sehinga melahirkan sebuah perikatan diantara pihak yang besangkutan.

38 Hartana, Hukum Perjanjian (Dalam Prespektif Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara), Jurnal Komunikasi Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Vol.2 No. 2, hlm 149

(31)

Menurut R. Setiawan “Perjanjian adakah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”39. Dari pengertian tersebut diketahui dalam perjanjian terdapat minimal 2 orang yang saling mengikatkan dirinya untuk melakukan perbuatan hukum.

Sedangkan menurut R. Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahsa “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.40

Perjanjian pada dasarnya dapat terjadi dikarenakan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak atau lebih. Adanya kesepatan itu mengikat pihak- pihak yang bersangkutan sehingga menimbulkan adanya hak kewajiban dari para pihak. Pihak dalam sebuah perjanjian adalah pihak yang menyepakati atau mengadakan perjanjian itu sendiri. Pasal 1315 KUHPerdata mengatakan bahwa pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama diri sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Maka hal tersebut sudah menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang bersangkutan di perjanjian tersebut.

Terdapat pengecualian dimana dapat mengikatkan dirinya sebagai pihak ketiga dalam memenuhi perjanjian tersebut. Hal ini diatur pada Pasal 1317 KUHPerdata yaitu “Lagi pun diperbolehkan juga untuk meminta

39 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 2007, hlm. 49

(32)

ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukan kepada orang lain, memuat suatu janji yang seperti itu”. Dalam perjanjian itu juga memberi syarat antara stipulator dan promisor bahwa mereka tidak boleh menarik kembali apabila pihak ketiga telah menyatakan kehendak untuk mempergunakannya.41

Lahirnya sebuah perjanjian terjadi pada saat telah tercapainya sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak, namun dapat bermasalah bila pihak yang bersangkutan pada wilayah hukum yang beda. Teori dasar adanya kesekepakatan yaitu teori penerimaan dan penawaran, hal ini disebabkan karena dalam suatu kesepakatan dapat terjadi bila suatu penawaran tersebut diterima oleh pihak lainnya. Terdapat beberapa teori-teori yang menjelaskan mengenai saat lahirnya suatu perjanjian, yaitu :42

• Teori Pernyataan (Uitings Theorie)

Menurut teori ini sebuah kesepakatan telah lahir pada saat penawaran tersebut telah ditulis pada surat jawaban penerimaan.

Kelemahan dari teori ini yaitu tidak adanya kepastian kapan pihak yang menerima tawaran menuliskan surat jawaban penerimaan tersebut.

• Teori Pengiriman (Verzendings Theorie)

Menurut teori pengiriman ini pada saat dikirimnya surat jawaban penerimaan adalah lahirnya sebuah perjanjian. Hal yang dapat

41 I Ketut Oka Setiawan I, Op.Cit. hlm 71.

42 Ibid.

(33)

dijadikan pembuktian adalah cap pos pada saat pengiriman jawaban penerimaan tersebut. Kelemahan dari teori ini yaitu dapat ditariknya kembali penawaran yang ditawarkan karena pemberi penawaran tidak mengetahui kapan penerima akan mengirimkan jawaban penerimaan.

• Teori Pengetahuan (Vernemimgs Theorie)

Menurut teori ini perjanjian lahir ketika jawaban dari penerimaan tersebut sudah diketahui oleh pihak yang menawarkan. Kelemahan dari teori ini walaupun penawar sudah menerima surat jawab tersebut tetapi jika penawar belum membuka ataupun membaca surat tersebut maka tidak dapat diketahui isinya.

• Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie)

Menurut teori ini perjanjian lahir ketika surat jawaban tersebut telah diterima oleh penawar tidak perlu diketahui surat tersebut sudah dibuka atau belum oleh penawar.

b. Unsur-unsur Perjanjian

Dalam perjanjian terdapat unsur-unsur yang dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu di lihat dari pengertian perjanjian (Pasal 1313 KUHPerdata) dan di lihat dari syarat-syarat perjanjian.

Unsur dari pandangan pengertian perjanjian dilihat pada Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata mengatakan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”, dari pasal ini dapat diketahui

(34)

terdapat beberapa komponen unsur-unsur dari sebuah perjanjian. Sehingga unsur-unsur dari sudut pandang pengertian, yaitu : 43

(1) Ada para pihak, paling sedikit terdapat dua orang. Pihak setidaknya dua orang karena dalam perjanjian harus ada orang-orang atau badan hukum yang saling mengikatkan dirinya.

(2) Ada kesepakatan antara para pihak. Hal yang dimaksudkan adalah sebuah kesepakatan yang telah dibicarakan antara para pihak.

(3) Ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dalam perjanjian harus sesuai dengan kebutuhan dari para pihak.

(4) Ada prestasi yang wajib dilaksanakan. Prestasi adalah sebuah kewajiban dari masing-masing pihak untuk di penuhi yang muncul ketika para pihak sudah bersepakat.

(5) Ada bentuk tertentu. Perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis.

(6) Ada syarat tertentu. Syarat adalah unsur perjanjian yang bisa menentukan sah atau tidaknya perjanjian.

Unsur-unsur perjanjian yang dilihat dari sudut pandang syarat-syarat perjanjian yang dijelaskan oleh Iketut Oka Setiawan, yaitu :44

(1) Unsur Essensialia

Adanya perjanjian disebabkan mutlak dari unsur essensialia.

Seperti harga yang ditawarkan, barang yang diperjual-belikan, hal yang disepakati oleh penjual dan pembeli merupakan unsur

43 M. Zen Abdullah, Kajian Yuridis Terhadap Syarat Sah dan Unsur-Unsur dalam Suatu Perjanjian, Jurnal Lex Specialis Universitas Batanghari Jambi, hlm. 24

44 I Ketut Oka Setiawan I, Op.cit. hlm. 43-44

(35)

essensialia. Dapat dilihat juga di Pasal 1320 KUHPerdata yang menjelaskan mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian.

(2) Unsur Naturalia

Unsur ini bisa dikatakan sebagai unsur yang sudah lazim melekat dalam sebuah perjanjian. Unsur ini diatur dalam Undang-Undang namun dapat dihapuskan ataupun digantikan seperti halnya ketentuan yang bersifat mengatur atau menambah.

(3) Unsur Accidentalia

Unsur ini mirip dengan unsur naturalia yang bersifat penambahan, unsur ini merupakan unsur yang menjadi isi dari sebuah perjanjian, seperti hal-hal yang akan diperjanjikan atau yang akan di sepakati merupakan unsur accidentalia.

c. Asas-asas Perjanjian

Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum merupakan suatu hal yang dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarkat hukum yang bersangkutan sebagai kebenaran asasi, sebab melalui asas hukum tersebut pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk kedalam hukum sehingga asas hukum menjadi sumber untuk menghidupi tata hukumnya.45 Terdapat beberapa asas dalam sebuah perjanjian, yaitu:

(1) Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

45 Niru Anita Sinaga, Keselarasan Asas-Asas Hukum Perjanjian Untuk Mewujudkan

(36)

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Maka dapat diuraikan bahwa asas ini memberikan kebebasan untuk membuat sebuah perjanjian atau tidak, kebebasan untuk melakukan perjanjian dengan siapapun, kebebasan untuk membuat isi dari perjanjian yang akan diperjanjikan, dan kebebasan untuk memilih bentuk dari suatu perjanjian.

Keberlakuan asas ini tidak sepenuhnya mutlak, terdapat beberapa ketentuan yang membatasinya, yaitu:46 Pasal 1320 ayat (1) adalah ketentuan mengenai perjanjian tidak dikatakan sah bila hanya disepakati salah satu pihak, pasal 1320 ayat (2) adalah ketentuan mengenai kecakapan dalam membuat perjanjian, pasal 1320 ayat (4) junto pasal 1337 adalah pembatasan mengenai hal-hal yang dilarang atau bertentangan dengan ketertiban umum, pasal 1332 pembatasan mengenai objek yang akan diperjanjikan, dan pasal 1335 pembatasan mengenai perjanjian yang tanpa sebab atau dikarenakan sebab yang terlarang maka tidak berkekuatan hukum.

(2) Asas konsensualisme

Untuk membuat sebuah perjanjian diperlukan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.

Asas konsensualisme ini menekankan bahwa sebuah perjanjian lahir jika para pihak telah sepakat. Dalam Pasal 1320 ayat (1) juga memberikan sebuah ketentuan pada perjanjian sebagai salah satu syarat sahnya yaitu adanya kata sepakat antara kedua belah pihak.

46 Ibid

(37)

(3) Asas pacta sunt servanda

Asas pacta sunt servanda atau dapat disebut sebagai asas kekuatan mengikat. Asas ini telah dimuat dalam pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi merka yang membuatnya”. Dari pasal tersebut menjelaskan bahwa suatu perjanjian tersebut mengikat para pihaknya selayaknya Undang- Undang. Kewajiban yang dilakukan bukan hanya sebuah kewajiban moral namun juga kewajiban hukum yang mana kewajiban itu harus laksanakan.47

Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi “perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”, sehingga orang-orang yang terikat dan berkewajiban memenuhi kewajibannya dalam perjanjian itu hanya pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut.

(4) Asas kepribadian

Asas kepribadian adalah asas yang mengatur bahwa perjanjian dilakukan oleh orang perseorangan. Hal ini diatur dalam Pasal 1315 junto pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi

“pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain dari pada untuk dirinya sendiri” dan pasal 1340 KUHPerdata berbunyi “suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Dapat

47 Septarina Budiwati, Prinsip Pacta Sunt Servanda dan Daya Mengikatnya Dalam

(38)

disimpulkan dari kedua pasal itu suatu perjanjian merupakan perbuatan hukum yang dilkukan secara personal. Akan tetapi terdapat pengecualian yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata yaitu dapat membuat sebuah perjanjian yang digunakan untuk kepentingan pihak ketiga. Sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata menjelaskan bahwa sebuah perjanjian dapat untuk kepentingan ahli warisnya dan orang yang memperoleh haknya.

(5) Asas kepastian hukum

Asas kepastian hukum pada perjanjian adalah kekuatan hukum yang mengikat para pihaknya. Kekuatan mengikat adalah telah dijelaskan dalam pasal 1338 ayat (1) yang mana hanya mengikat para pihak sebagai undang-undang.

(6) Asas kepatutan

Asas kepatutan dapat ditemui pada pasal 1339 KUHPerdata yaitu

“perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sidat perjanjianya diharuskan oleh kepatutan…”. Di pasal itu menjelaskan bahwa asas ini juga berkaitan dengan hal-hal yang akan dijadikan isi dari perjanjian tersebut.

(7) Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik dijelaskan pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”, bila diuraikan ikitad baik yang dimaksud dalam pasal 1338 ayat (3) yaitu dalam

(39)

sebuah perjanjian harus dengan tanpa kebohongan, tanpa tipu muslihat, atau tanpa hanya mementingkan kepentingan sendiri.

Dalam Bahasa Belanda iktikad baik disebut sebagai “te goeder trouw” yang diartikan sebagai kejujuran. Pengertian iktikad baik dapat diartikan menjadi dua dimensi, yaitu iktikad baik dalam dimensi subjektif yang mengacu kepada kejujuran, sedangkan iktikad baik dalam dimensi obyektif artikan sebagai kerasionalan, kepatutan dan keadilan.48 Fungsi dari adanya asas iktikad baik ini yaitu fungsi menambah (aanvullende werking van de geode trouw) dan fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking wan de goede trouw).

Fungsi menambah yaitu iktikad baik yang digunakan untuk menambah isi perjanjian dan ketentuan tertentu, sedangakan fungsi membatasi dan meniadakan yaitu syarat atau isi perjanjian tertentu atau ketentuan tertentu disingkirkan atau dikesampingkan jika perjanjian sudah berubah hingga pelaksanaannya dianggap tidak adil.

Asas iktikad baik ini terdapat pada saat perjanjian itu akan dibuat dan pada saat pelaksanaan hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian tersebut, maka asas iktikad baik dapat terlihat dari para pihak karena asas iktikad baik dapat dilihat dari sifatnya yang subjektif ataupun objektif.49

48 Zakiyah, Hukum Perjanjian Teori dan Perkembanganya, Lentera Kreasindo,

(40)

d. Syarat Sah Perjanjian

Dapat dikatakan sebagai perjanjian yang memiliki kekuatan hukum mengikat sangat bergantung dengan sah atau tidaknya perjanjian tersebut.

Syarat sah sebuah perjanjian telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatakan bahwa:

“untuk syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (3) suatu hal tertentu; dan (4) suatu sebab yang halal”.

Menurut penjelasan dari I Ketut Oka Setiawan yang menyebutkan bahwa syarat sah sebuah perjanjian pada syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif dikarenakan menyangkut mengenai pihak yang bersangkutan, sedangkan pada syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif dikarenakan menyangkut mengenai objek yang akan diperjanjikan.50 Adanya perbedaan dari persyarat tersebut berkaitan dengan masalah batal demi hukumnya (nieteg atau null and ab initio) dan dapat dibatalkannya (vernietigbaar = voidable) dari suatu perjanjian.51

Dari syarat-syarat yang telah disebutkan pada Pasal 1320, dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Kesepakatan

Sebuah kesepakatan adalah dasar dari adanya perjanjian yang dikehendaki dari kedua belah pihak. Menurut Badrulzaman definisi dari sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pihak yang menawarkan dinamakan tawaran

50 I Ketut Oka Setiawan I, Op.cit. hlm, 61

51 Retna Gumanti I, Op.cit, hlm. 4

(41)

(offerte), sedangkan pihak yang menerima tawaran dinamakan aksepsi (acceptatei).52

Menurut KUHPerdata pada Pasal1321 menyebutkan adanya 3 sebab yang membuat kesepakatan tidak dapat diberikan yaitu apabila adanya sebuah paksaan, adanya kekhilafan (dwaling), dan adanya penipuan (bedrog). Paksaan yang dimaksudkan dalam bunyi pasal tersebut merupakan paksaan secara psikis bukan secara fisik. Misalnya di ancam dengan cara ditakut-takuti. Kekhilafan atau dwaling dalam hal ini merupakan kesalahan dari orangnya atau pihak yang membuat isi dari perjanjian tersebut dapat disebut juga dengan error in persona atau dapat juga kekhilafan mengenai barang yang akan di perjanjikan (error on substantia). Yang terakhir penipuan (bedrog), hal ini sudah diatur dalam pasal 1328 KUHPerdata, dijelaskan bahwa jika salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu yang disertai dengan tipu muslihat dengan maksud untuk membujuk pihak lainnya agar memberikan perizinannya.

2. Kecakapan

Pihak-pihak yang akan membuat sebuah perjanjian haruslah orang-orang yang telah cakap hukum sesuai dengan yang diatur dalam KUHPerdata. Pada Pasal 1329 KUHPerdata mengatakan bahwa “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tak cakap”. Kemudian dilanjutkan pada Pasal 1330 KUHPerdata yang menjelaskan tentang yang

(42)

dimaksud tak cakap yaitu: pertama orang-orang yang belum dewasa;

kedua, orang-orang yang dibawah pengampuan; dan ketiga, orang- orang perempuan dalam hal-hal ditetapkan oleh Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Kedua pasal tersebut menjelaskan mengenai orang yang cakap hukum dan juga beberapa orang yang tidak tergolong orang yang cakap.

Pada pasal 1330 menyebutkan “orang-orang yang belum dewasa”

maksud dari kalimat tersebut sudah dituangkan pada Pasal 330 KUHPerdata. Dalam Pasal itu dijelaskan bahwa orang yang belum dewasa adalah orang-orang yang belum mencapai umur 21 tahun.

Orang dikatan dewasa jika sudah berumur 21 tahun ataupun sebelum umur 21 tahun telah menikah. Akan tetapi terdapat ketentuan pada Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengenai kedewasaan ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dengan umur 18 tahun.53

Sehingga Mahkamah Agung memberikan keputusan melalui Putusan No. 447/Sip/1976 tanggal 13 Oktober 1976 mengatakan bahwa dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang batas dewasa seseorang dibawah kekuasaan perwalian adalah 18 tahun bukan 21 tahun.54

3. Suatu hal tertentu

53 Retna Gumati I, Op.cit, hlm. 7

54 Ibid, hlm. 8

(43)

Syarat ketiga ini adalah syarat objektif sebuah perjanjian. Syarat ini diatur dalam Pasal 1333 yang menjelaskan bahwa “suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tertentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Berdasarkan penjelasan dalam bukunya I Ketut Oka Setiawan menjelaskan bahwa objek tertentu dapat berupa benda yang sekarang ada ataupun aka nada kecuali warisan.55 Suatu barang yang disebutkan dalam pasal tersebut tidak hanya pengertian sebagai barang karena dalam objek perjanjian tidak hanya sebuah barang namun dapat juga berupa jasa.

4. Sebab (causa) yang Halal

Dalam Bahasa Belanda ‘sebab’ disebut sebagai oorzaak dan dalam Bahasa Latin disebut causa. Menurut Badrulzaman, causa dalam hal ini bukan hubungan sebab akibat, sehingga pengertian causa dalam syarat perjanjian tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan ajaran causaliteit, bukan juga sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian.56 Pasal 1335 junto 1337 KUHPerdata menjelaskan bahwa dalam sebuah causa dinyatakan terlarang atau tidak diperbolehkan bila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

(44)

B. Pengaturan Perjanjian Elektronik dalam Hukum Indonesia

Pada prisnipnya sebuah perjanjian elektronik atau e-commerce sama dengan perjanjian konvensional hanya saja yang memberikan perbedaanya adalah media yang digunakannya. Perjanjian elektronik menurut Mieke Komar Kantaadmadja yaitu perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media elektronik internet tidak lain adalah merupakan perluasan dari konsep perjanjian jual beli yang ada dalam KUHPerdata.57

Pengaturan perjanjian elektronik merupakan sebuah perjanjian yang dilakukan bukan diatas kertas melainkan dilakukan secara digital sehingga seuma bentuk informasi dimua dan bentuk seluruh data serta informasi dimuat didalam perjanjian elektronik tersebut. Pengaturan perjanjian elektronik menurut penjelasan Undang-Undang ITE Pasal 1 angka 17 mengatakan bahwa kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan perjanjian elektronik sama dengan pengaturan perjanjian konvensional di Indonesia. Unsur-unsur, syarat-syarat, ataupun asas-asas dalam sebuah perjanjian elektronik sama dengan perjanjian konvensional.

2.1.3 Kedudukan Perjanjian dalam Perdagangan Elektronik A. Perjanjian Elektronik

a. Pengertian Perjanjian E-commerce

Perdagangan elektronik adalah transaksi digital yang dibuat lebih efisien tanpa perlu bertatap muka secara langsung antara para pihaknya.

57 Iga Bagus Prasadha Sidhi Nugraha, LEGALITAS KONTRAK PERDAGANGAN SECARA ELEKTRONIK DITINJAU DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 8 No. 5, hlm. 693.

(45)

Perjanjian yang dilakukan pada perdagangan e-commerce dilakukan dengan cara mengakses aplikasi marketplace ataupun dengan mengakses website yang tersedia. Perjanjian e-commerce isi dari perjanjian tersebut dibuat oleh pihak pihak penjual dan pihak pembeli hanya melihat membaca dan menyetujui perjanjian tersebut jika berkenan dengan mengklik tanda persetujuan dari perjanjian yang telah di ajukan.

Menurut Edmon Makarim menjelaskan kontrak e-commerce atau sering disebutnya dengan istilah kontrak online (online contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer based information system) dengan sistem komusiasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa telekomusikasi (telecommunication based) yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global internet (network of network).58

Menurut Abdul Halim Barakatullah, menjelaskan jenis kontrak e- commerce yang ada pada perdagangan elektronik yaitu kontrak dalam bentuk shirnkwarp contract dan click warp contract yang merupakan perjanjian yang menawarkan kepada konsumennya penggunakan produk dengan syarat-syarat yang menyertai produk tersebut, umumnya terjadi dalam kontrak penggunaan perangkat lunak komputer.59

58 Suwardi, Aspek Hukum E-Contract Dalam Kegiatan E-commerce, Wordpress STIH Muhammadiyah Kotabumi Lampung, https://suwardi73.wordpress.com/2015/05/16/aspek-hukum-

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian sederhana ini mencoba menjawab masalah yang muncul diseputar kebijakan BLT dalam mengurangi angka kemiskinan akibat kenaikan harga minyak untuk provinsi

HUBUNGAN TINGKAT STRES MAHASISWA DENGAN HASIL INDEKS PRESTASI AKADEMIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI. JURUSAN

Pada bagian ini penulis membahas atau menganalisis hasil penelitian berdasarkan data yang telah dideskripsikan sebelumnya, serta membandingkannya dengan teori-teori atau

Penulisan nama mencakup nama penulis yang diacu dalam uraian, daftar pustaka, nama yang lebih dari satu nama dengan garis penghubung, nama yang diikuti dengan singkatan, dan

Berdasarkan data dari hasil penelitian deskriptif, dilakukan perancangan unit pengolahan keripik tortila jagung yang dilakukan secara kualitatif dan dilanjutkan

Demikian kami sampaikan, atas perhatiaannya kami ucapkan terima kasih. Muara Enim, 2 Agustus 2011 Panitia

Seperti diketahui 73,3% keputusan nasabah terhadap citra perusahaan BNI Syariah dapat dijelaskan oleh variabel kualitas layanan dan corporate social responsibility , artinya