• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Merek 1. Pengertian Merek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “merek” diartikan sebagai tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal (cap,tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama.1

Definisi merek berdasarkan perspektif hukum yang disepakati secara internasional adalah “tanda atau serangkaian tanda menyatakan asal produk atau jasa dan membedakannya dari para pesaing”.2 Secara yuridis definisi serupa juga tertera di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 mendefinisikan : “bahwa Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”.3

Selain beberapa batasan yuridis yang sudah di jelaskan diatas, ada juga beberapa sarjana yang memberikan pendapatnya tentang merek.

Menurut Mollengraaf

1 KBBI, MEREK, http://kbbi.web.id/merek, diakses pada tanggal 3 maret 2021, pukul 12.42

2Venatria Sri Hadiarinanti, Hak Kekayaan Intelektual Merek & Merek Terkenal, Jakarta : Unika Atmajaya, 2009), h.7

3Lihat pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016

(2)

11

‘’merek yaitu dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu untuk menunjukan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh lain’’.4

Menurut Prof. Tim Lindsey dkk dalam buku “Hak Kekayaan Intelektual”:5

“Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu preoduk atau perusahaan di pasaran. Oleh karena itu, pengusaha biasanya berusaha mencegah orang lain menggunakan merek mereka karena dengan menggunakan merek, para pedagang memperoleh reputasi baik dan kepercayaan dari konsumen serta dapat membangun hubungan antara reputasi tersebut dengan merek yang telah digunakan perusahaan secara regular”

Pengertian merek diatas menunjukan bahwa merek bukan hanya berfungsi sebagai lambang atau simbol dari sebuah produk, melainkan lebih daripada itu, dimana merek tersebut merupakan satu kesatuan dari sebuah prkoduk dan tidak dapat dipisahkan. Merek memudahkan konsumen untuk mengingat suatu produk dan dapat membedakan produk sejenis dengan produk pesaing

2. Fungsi Merek

Merek digunakan sebagai tanda untuk membedakan suatu produk yang dihasilkan oleh orang atau badan hukum dengan produk yang dihasilkan oleh pihak lain. Fungsi utama dari sebuah merek adalah agar konsumen dapat mencirikan suatu produk baik barang maupun jasa yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dibedakkan dari produk perusahaan lain yang serupa atau mirip yang dimilki oleh pesaingnya.6

4 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual, Cetakan Kedua, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, , hlm. 121

5Tim Lindsey. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar”, Asian Law Group Ltd Kerjasama dengan PT Alumni Bandung. hlm 139-140

6 Perlindungan Merek, Tommy. Hal 13

(3)

12 Dirjen HKI mengemukkan mengenai fungsi merek dari adanya pemakaian merek adalah sebagi berikut :

a. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.

b. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya.

c. Sebagai jaminan atas mutu barangnya.

d. Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.7

Menurut P.D.D Dermawan, fungsi merek ada tiga yaitu :

a. Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karennya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional

b. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khusunya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi.

c. Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut.8

Tiga merek tersebut, menyebabkan perlindungan merek menjadi begitu sangat bermakna. Sesuai dengan fungsi merek, sebagai tanda pembeda, maka seyoginya antara merek yang dimilki oleh seseorang tak boleh sama dengan merek yang dimiliki oleh orang lain.

3. Jenis Merek dan Bentuk Merek a. Jenis Merek.

7Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Fungsi Merek, http://www.dgip.go.id/pengenalan-merek diakses pada 02 Maret 2021, pukul 22.06.00 WIB

8Op.Cit,OK.Saidin, hlm . 359.

(4)

13 Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek dibagi dalam 3 ( tiga ) kelompok, yaitu :

Pasal 1 Angka (2) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.9

Pasal 1 Angka (3) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.10

Demikian juga Undang-Undang Merek merumuskan pengertian merek kolektif pada Pasal 1 Ayat (4) sebagai berikut yaitu merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang dengan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

b. Bentuk Merek

Bentuk Merek adalah bentuk yang menyatakan wujud merek yang digunakan pada barang atau jasa. Ada berbagai macam bentuk merek yang dapat digunakan untuk barang atau jasa.11

Bentuk atau wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena itu adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yakni:12

1) Merek lukisan

9Muhammad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, ( Bandung:

PT Citra Aditya Bakti, 2006),h.169.

10Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), h.408

11ibid, h.409

12Op.Cit,OK.Saidin, h. 346.

(5)

14 2) Merek kata

3) Merek bentuk

4) Merek bunyi-bunyian 5) Merek judul

4. Pendaftaran Merek

Seorang pengusaha dalam melakukan kegiatan usaha pasti menghasilkan suatu produk dagang maupun jasa. Produk dagang maupun jasa tersebut pastinya memiliki sebuah nama yang disebut merek. Suatu merek yang terdapat pada sebuah produk harus didaftrakan untuk mendapatkan seuatu perlindungan hukum dari negara. Tujuan didaftarkann merek tersebut, agar orang lain tidak memakai nama merek yang telah didaftarkan untuk produknya tanpa seizin dari pemilik merek yang telah terdaftar.

Merek tanpa suatu sertifikat , maka merek tersebut tidak dapat dilindungi. Mengenai siapa saja yang dapat bapat mengajukan pendaftaran merek diatur dalam pasal 1 Undang-Undang Merek, yaitu :

a. Orang

b. Badan hukum

c. Beberapa orang atau badan hukm

Terdapat dua sistem pendaftaran merek yang dianut di Indonesia yaitu:

a. Stelsel Deklaratif

Bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan semacam dugaan, sangkaan hukum (rechtsvermoeden) atau presumption iuris bahwa pihak yang terdaftar adalah pihak yang berhak atas merek tersebut dan sebagai pemakai pertama merek yang didaftarkan. Stelsel deklaratif dianggap kurang memberikan kepastian hukum. Bukannya pendaftar pertama yang

(6)

15 mendapatkan perlindungan hukum tetapi pemakai pertama atau dikenal dengan istilah first to use.

b. Stelsel Konstitutif

Bahwa yang melakukan pendaftaran merek pertama kalinya yang merupakan pemilik hak atas merek tersebut atau dikenal juga dengan sistem first to file. Jadi pendaftaran yang menciptakan merek tersebut. Sistem inilah yang saat ini digunakan di Indonesia.

Tikad baik (good faith) adalah hal yang sangat penting yang akan dijadikan sebagai pedoman berkenaan dengan pendaftaran merek dari pendaftar. Berkaitan dengan itikad baik, Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menganut prinsip first to file system, bahwa hanya merek yang didaftarkan dengan beritikad baik saja yang akan mendapat perlindungan hukum.

Bentuk itikad baik adalah pendaftar merek dengan niat untuk meniru, menjiplak, atau mendompleng keterkenalan suatu merek terkenal demi kepentingan usahanya sehingga menimbulkan konsumen kebingungan, kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Apabila kemudian merek terdaftar telah ditemukannya adanya persamaan dengan merek yang sudah terlebih dahulu terdaftar, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk itikad tidak baik. Terhadap pendaftaran yang dilakukan dengan dasar itikad tidak baik tersebut dapat dilakukan upaya hukum yaitu pembatalan merek. Hal tersebut terdapat di dalam Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis bahwa

“ (1) Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21”

(7)

16 Dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disebutkan bahwa

“ (3) Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.

Dalam penjelasan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang dimaksud dengan "Pemohon yang beritikad tidak baik" adalah Pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan mereknya memiliki niat untuk meniru, menjiplak, atau mengikuti merek pihak lain demi kepentingan usahanya menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Oleh karena itu, Pemohon dengan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek dapat dibatalkan mereknya sebagaimana diatur dalam undang-undang merek.

Dengan didaftarkannya suatu merek secara yuridis pemilik merek memperoleh perlindungan hukum atas merek yang didaftarkan tersebut. Perlindungan hukum dimaksud meletakkan hak kepemilikkan yang sah bagi pihak yang mendaftarkan merek tersebut pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal ini berarti memberikan hak eksklusif kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek ( DUM) untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.13

Agar suatu merek dapat diterima sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak daripadanya ialah bahwa merek tersebut harus mempunyai daya pembeda yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai itu haruslah sedemikian rupa, sehingga barang-barang yang dibubuhi tanda atau merek itu harus dapat dibedakan

13Alimudin Sinurat, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Merek Pasca Berlakunya Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek”, USU Law Journal, Volume 2, No. 2, September 2014, hal. 12.

(8)

17 daripada barang-barang orang lain karena adanya merek itu. Jadi daya pembeda (distinctiveness) merupakan unsur yang pertama.14

Secara umum, setiap orang yang ingin menggunakan sebuah merek atau mengizinkan pihak ketiga untuk menggunakan merek milik orang tersebut, dapat melakukan pendaftaran. Pendaftaran dapat dilakukan secara individu maupun melalui bantuan badan hukum. Badan hukum yang dimaksud disini adalah Konsultan HKI. Konsultan HKI adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa dibidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jendral dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jendral.15

Untuk persyaratan-persyaratan yang dapat dilakukan pendaftaran sebagai merek menurut Undang-Undang Merek 2016 adalah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 20 Undang-Undang tersebut, yaitu bahwasannya merek tidak dapat didaftrakan apabila mengandung salah satu unsur seperti : merek tidak dapat didaftar jika :

1) Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2) Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut bararg dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

3) Memuat. unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan

14Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal. 21

15Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, Pasal 1 angka 1.

(9)

18 pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

4) Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, maniaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

5) Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

6) Merupakan nama umum dan/atau lambang milik Umum.

Suatu merek meskipun tidak memiliki unsur-unsur seperti diatas namun apabila merek tersebut memilki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu, maka permintaan pendaftarannya akan ditolak oleh Kantor Merek.16 Permohonan ditolak jika merek tersebut mempunya persamaan pada pokonnya atau keseluruhannya dengan.17

1) Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

2) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

3) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

4) Indikasi Geografis terdaftar

Permohonan pendaftaran merek juga dapat ditolak jika merek tersebut.18

1) merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

16Ibid., hal. 22

17Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 21 ayat (1)

18Ibid., Pasal 21 ayat (2)

(10)

19 2) merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau 3) merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Selain itu permohonan ditolak jika diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.19 Pengertian itikad tidak baik dalam hukum secara subjektif adalah kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum, sedangkan dalam objektif itikad baik adalah pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.20

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem pendaftaran merek di Indonesia menganut sistem konstitutif; yang mana artinya karena pendaftaranlah tercipta hak atas merek. Hak ini adalah suatu hak ekslusif, artinya orang lain tidak boleh memakai merek yang sama untuk jenis barang yang serupa.21 dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Merk 2016 berbunyi bahwasanya Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek trsebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Jadi hal ini artinya hanya orang yang didaftarkan sebagai pemilik yang dapat memakai dan memberikan orang lain hak untuk memakai ( dengan sistem lisensi).

Tetapi, tidak mungkin orang lain memakainya tanpa persyaratan itu, dan jika tidak

19Ibid.,Pasal 21 ayat (3)

20 Syansudin Qirom Meliala, Pengertian Asas Itikad Baik di Dalam Hukum Indonesia, (Surabaya: Mitra Ilmu, 2007), hal, 38.

21Op.Cit,OK.Saidin, h. 476

(11)

20 terdaftar tidak ada perlindungan sama sekali karena tidak ada hak atas merek.22 Yang dimaksud dengan terdaftar adalah setelah permohonan melalui proses pemeriksaan formalitas, proses pengumuman, dan proses pemeriksaan substansif serta mendapatkan persetujuan Menteri untuk di terbitkan sertifikat.23

Tentang tata cara pendaftaran merek di Indonesia tetap menganut Undang- Undang Merek 2016, Adapun mengenai hal-hal yang lebih mendetil seperti syarat- syarat formil dan lain-lainnya, menurut Pasal 8 Undang-Undang ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri, yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek (Selanjutnya disebut Permenkumham Pendaftaran Merek).

Adapun didalam Pasal 4 Undang-Undang Merek 2016 menentukan bahwa permohonan pendaftaran merek diajukan oleh pemohon atau kuasanya kepada Mentri secara elektronik atau nonelektronik dalam bahasa Indonesia. Permohonan pendaftaran merek ini dibuat dengan mengisi formulir dua rangkap dengan mana surat permintaan pendaftaran merek tersebut harus ditandatangani oleh pemilik merek atau kuasanya. Format formulir yang dimaksud sendiri bisa didapatkan pada lampiran Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Nomor HKI02.KI.06.01 Tahun 2017 tentang Penetapan Formulir Permohonan Merek.

Adapun di dalam surat permohonan yang ditulis tersebut harus mencantumkan hal-hal sebagai berikut.24

1) Tanggal, bulan , dan tahun Permohonan;

2) Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

3) Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui kuasa;

22Ibid., hal. 477

23Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, penjelasan

24Ibid., Pasal 4 ayat (2)

(12)

21 4) Warna jika Merek yang dimohonkan pendafatarannya menggunakan unsur warna;

5) Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan

6) Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.

Hal yang sama disebutkan pula pada Permenkumham Pendaftaran Merek padal Pasal 3 ayat (2). Selanjutnya pada ayat (3) pada Pasal yang sama yang disebutkan dokumen dan persyaratan yang harus dilengkapi saat pengajuan utnuk mendapatkan Tanggal Penerimaan, yaitu :

1) Bukti pembayaran biaya Permohonan;

2) Label Merek sebanyak 3(tiga) lembar, dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm (dua kali dua sentimeter) dan paling besar 9 x 9 cm ( sembilan kali sembilan sentimeter)

3) Surat pernyataan kepemilikan Merek;

4) Surat kuasa, jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

5) Bukti prioritas, jika menggunakan Hak Prioritas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia

Dalam hal merek ditolak untuk didaftar, pemohon berhak mengajukan banding ke Komisi Banding Merek.25 Sementara dalam hal merek disetujui untuk didaftar, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) berkewajiban untuk mendaftarkan merek tersebut; memberitahukan pendaftaran merek tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya; menerbitkan sertifikat merek; dan mengumumkan pendaftaran Merek tersebut dalam Berita Resmi Merek, baik elektronik maupun nonelektronik. Apabila sertifikat merek yang telah diterbitkan tidak diambil oleh pemilik merek atau kuasanya daram jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak

25Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 28 ayat (2)

(13)

22 tanggal penerbitan sertifikat, merek yang telah terdaftar dianggap ditarik kernbali dan dihapuskan.26

5. Jangka Waktu Perlindungan Merek

Jangka waktu perlindungan merek di atur dalam pasal 35, 36, 37, dan 39 Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Dalam ketentuan pasal 35 ayat (1) menyatakan bahwa :

“ (1) merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 ( sepuluh ) tahun sejak Tanggal Penerimaan. Sedangkan dalam pasal 35 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur mengenai perpanjangan jangan waktu perlindungan terdaftar sebagai berikut :

“ (3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara elektronik atau non-elektronik dalam bahasa indonesia oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu pelindungan bagi merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya. (4) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pelindungan merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya dan denda sebesar biaya perpanjangan.”

Sedangkan di dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, permohonan perpanjangan disetujui apabila:

“Permohonan perpanjangan disetujui jika Pemohon melampirkan surat pernyataan tentang:

a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana dicantumkan dalam sertifikat merek tersebut; dan

26Ibid., hal. Pasal 25 ayat (3)

(14)

23 b. Barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan/atau

diperdagangkan.”

Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, permohonan perpanjangan ditolak apabila:

“Permohonan perpanjangan ditolak jika tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.”

Pasal 39 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, perpanjangan perlindungan akan diumumkan sebagai berikut:

a. Perpanjangan jangka waktu pelindungan merek terdaftar dicatat dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

b. Perpanjangan jangka waktu pelindungan merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya.

6. Merek Yang Tidak Dapat Di Daftar atau Di Tolak

Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur secara tegas mengenai merek-merek yang tidak dapat didaftarkan. Unsur- unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 20 adalah sebagai berikut:

“Merek tidak dapat didaftar jika:

a. Bertentangan dengan ideologi negara,peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

b. Sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c. Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan

(15)

24 pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

d. Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;

e. Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.”

Terhadap Pasal 20 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis; Huruf (a) yang dimaksud dengan "bertentangan dengan ketertiban umum" adalah tidak sejalan dengan peraturan yang ada dalam masyarakat yang sifatnya menyeluruh seperti menyinggung perasaan masyarakat atau golongan, menyinggung kesopanan atau etika umum masyarakat, dan menyinggung ketentraman masyarakat atau golongan. Huruf (b) merek tersebut berkaitan atau hanya menyebutkan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Huruf (c) yang dimaksud dengan

"memuat unsur yang dapat menyesatkan" misalnya merek "Kecap No. 1" tidak dapat didaftarkan karena menyesatkan masyarakat terkait dengan kualitas barang, merek

"netto 100 gram" tidak dapat didaftarkan karena menyesatkan masyarakat terkait dengan ukuran barang. Huruf (d) yang dimaksud dengan "memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi" adalah mencantumkan keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, khasiat, dan/atau risiko dari produk dimaksud. Huruf (e) tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas. Huruf (f) yang dimaksud dengan "nama umum" antara lain merek "rumah makan" untuk restoran, merek "warung kopi" untuk kafe. Adapun "lambang milik umum" antara lain "lambang

(16)

25 tengkorak" untuk barang berbahaya, lambang "tanda racun" untuk bahan kimia,

"lambang sendok dan garpu" untuk jasa restoran.

Dasar penolakan dalam Pasal 20 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disebut juga dengan alasan absolut (absolute grounds).

Alasan absolut tidak diterimanya pendaftaran merek didasarkan atas tolok ukur dan perspektif dari tanda yang digunakan sebagai merek secara absolut harus memiliki daya pembeda, secara absolut tidak bertentangan dengan undang-undang, moral agama dan ketertiban umum serta iktikad baik.

Sedangkan penolakan pendaftaran merek bersifat relatif, sebab sangat bergantung pada kemampuan dan pengetahuan pemeriksa merek. Berdasarkan Pasal 21 Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang ditolak pendaftaran merek adalah:

a. Permohonan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

1) Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

2) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

3) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

4) Indikasi geografis terdaftar.

b. Permohonan merek yang;

1) Merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

(17)

26 2) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau 3) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

c. Diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik

Dasar penolakan dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disebut dengan alasan relatif (relative grounds), di mana hak yang telah ada terlebih dahulu adalah sebagai alasan relatif untuk menolak pendaftaran merek atau alasan relatif untuk pembatalan merek.

Dikatakan alasan relatif, karena masih harus diuji terlebih dahulu keabsahan merek yang memiliki persamaan secara keseluruhan dengan merek senior atau dengan merek terkenal atau dengan indikasi geografis yang telah terdaftar lebih dahulu.

7. Penghapusan dan Pembatalan Merek a. Penghapusan Merek

Penghapusan merek diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 76 Undang-Undang No.

20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam ketentuan Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

“Penghapusan merek terdaftar dapat diajukan oleh pemilik merek yang bersangkutan kepada menteri.”

(18)

27 Dalam ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

“Permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh pemilik Merek atau melalui Kuasanya, baik untuk sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa.”

Sedangkan Pasal 72 ayat (7) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan mengenai alasan merek dapat dihapuskan, yang berbunyi:

“ (7) Penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri dapat dilakukan jika:

1) Memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis;

2) Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; atau

3) Memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun.”

Dalam Pasal 73 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan mengenai pengajuan gugatan, yaitu:

“(1) Pemilik Merek yang keberatan terhadap keputusan penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (6) dan ayat (7) dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. (2) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.”

Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

(19)

28

“Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan Merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.”

Penghapusan merek sebagaimana disebutkan di atas kemungkinan akan merugikan pemilik merek. Oleh karena itu, disediakan kesempatan bagi pemilik merek yang dihapus untuk mengajukan keberatan atas penghapusan merek tersebut.

Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa menteri tersebut dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga. Untuk penghapusan pendaftaran merek akan dicatat dalam Daftar Umum Merek serta diumumkan dalam Berita Resmi Merek, dan penghapusan dan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktrorat Jenderal dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan merek tersebut.

Berdasarkan hal tersebut Direktorat Jenderal HKI akan memberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan merek tersebut. Dengan demikian penghapusan pendafaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.

b. Pembatalan Merek

Sedangkan pembatalan merek diatur dalam Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

“ (1) Gugatan pembatalan Merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21.”

Pengajuan gugatan pembatalan disebutkan dalam Pasal 76 ayat (3) Undang- Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berbunyi:

(20)

29

“(3 Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap pemilik Merek terdaftar.”

Gugatan pembatalan dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran merek, namun pembatalan tidak dikenakan batas waktu apabila terbukti terdapat unsur itikad tidak baik dalam pendaftaran merek tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 77 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, sebagai berikut:

1) Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran Merek.

2) Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur iktikad tidak baik dan/atau merek yang bersangkutan bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.”

Alasan tersebut diantaranya; bertentangan dengan ideologi negara atau ketertiban umum, memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat, merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis maupun tidak sejenis, permohonan diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik.

Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktrorat Jenderal dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan merek tersebut. Kemudian pembatalan pendaftaran merek tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, dan sertifikat merek yang

(21)

30 bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Untuk pencoretan pendaftaran suatu merek dari Daftar Umum Merek akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Dengan demikian pembatalan dan pencoretan pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.

c. Akibat Hukum Pembatalan Merek Terdaftar

Indonesia memberikan perlindungan terhadap merek terdaftar yang pendaftarannya dilandasi itikad baik (good faith). Sistem pendaftaran di Indonesia menganut sistem konstitutif, sistem ini mengharuskan adanya pendaftaran merek agar suatu merek bisa mendapatkan perlindungan, sistem ini dikenal juga dengan sistem first to file, hal ini guna melindungi kepentingan pemegang merek yang belum terdaftar namun mereknya dicuri dan didaftarkan oleh pihak yang beritikad tidak baik.

Pembatalan merek merupakan langkah yang dapat ditempuh oleh salah satu pihak untuk menghilangkan eksistensi pendaftaran suatu merek dari Daftar Umum Merek atau membatalkan keabsahan hak berdasarkan sertifikat merek. Sebagaimana diatur dalam perjanjian Internasional, dalam Pasal 6 bis the Paris Convention yang menyatakan bahwa:

“The countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so permits, or at the request of an interested party, to refuse or to cancel the registration, and to prohibit the use, of a trademark which constitutes a reproduction, an imitation, or a translation, liable to create confusion, of a mark considered by the competent authority of the country of registration or use to be well known in that country as being already the mark of a person entitled to the benefits of this Convention and used for identical or similar goods. These provisions shall also

(22)

31 apply when the essential part of the mark constitutes a reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to create confusion therewith.”

Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang berbunyi:

“Untuk perlindungan merek terkenal Negara Konvensi dapat menolak atau membatalkan pendaftaran atau melarang pemakaian suatu merek yang mengandung reproduksi, peniruan, penterjemahan, membuat meneyesatkan, atas suatu merek yg dipandang sebagai merek terkenal di suatu negara peserta konvensi, tanpa memandang digunakan utk barang yg sama atau sejenis. Ketentuan ini juga berlaku walaupun hanya suatu bagian penting saja dari suatu merek merupakan repoduksi atau jiplakan merek terkenal milik pihak lain.”

Ketentuan tersebut menegaskan untuk menghindari terdaftarnya suatu merek yang didaftarkan dari itikad tidak baik dengan maksud merugikan pemilik merek yang terdaftar, dijelaskan pula bahwa negara anggota konvensi dapat menolak ataupun membatalkan merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik tersebut.

TRIP’s Agreement juga mengatur mengenai apa yang dimaksud merek terkenal, Pasal 16 ayat (2), menyatakan:

“In determining whether a trademark is well-known, Members shall take account of the knowledge of the trademark in the relevant sector of the public, including knowledge in the Member concerned which has been obtained as a result of the promotion of the trademark.”

Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang berbunyi:

“Dalam menentukan bahwa suatu merek dagang merupakan merek terkenal, perlu dipertimbangkan pengetahuan akan merek dagang tersebut pada sektor yang terkait dalam masyarakat, termasuk pengetahuan yang diperoleh Anggota dari kegiatan promosi dari merek dagang yang bersangkutan.”

(23)

32 Pengaturan pembatalan merek di Indonesia diatur di dalam Pasal 76-77 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dimana dikatakan bahwa gugatan pembatalan merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan. Kemudian gugatan pembatalan merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran merek. Akan tetapi gugatan pembatalan merek juga dapat diajukan tanpa batasan waktu apabila terdapat itikad tidak baik.

Dalam pasal 68 ayat (5) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan bahwa:

“(5) Pembatalan dan pencoretan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan berakhirnya pelindungan hukum atas Merek tersebut untuk seluruh atau sebagian jenis barang yang sama.”

Hapusnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan, maka hak-hak pemegang merek otomatis akan hilang. Selain itu akibat hukum yang terjadi akibat pembatalan merek adalah sebagai berikut:

1) Merek Dicoret Dari Daftar Umum Merek

Dengan dibatalkannya suatu merek, merek yang dibatalkan tersebut akan dicoret dari Daftar Umum Merek, sehingga merek tersebut tidak lagi menjadi merek yang terdaftar, sehingga pemilik merek yang telah dibatalkan tidak bisa menggunakan mereknya lagi. Pencoretan ini diatur di dalam pasal 91-92 Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Pasal 91

a) Pelaksanaan pembatalan berdasarkan putusan pengadilan dilakukan setelah Menteri menerima salinan resmi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(24)

33 b) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghapusan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 sampai dengan Pasal 75 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 92

a) Pembatalan atau penghapusan pendaftaran Merek dilakukan oleh Menteri dengan mencoret Merek yang bersangkutan dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan atau penghapusan tersebut.

b) Pembatalan atau penghapusan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemilik Merek atau Kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan atau penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan, sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi.

c) Pencoretan Merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

2) Berakhirnya Perlindungan Hukum

Dengan dibatalkannya suatu merek mengakibatkan sertifikat merek tidak berlaku lagi, sehingga perlindungan yang diberikan negara terhadap pemegang merek dianggap berakhir dan sudah tidak ada lagi. Jika sebelumnya pemegang merek diberikan hak eksklusif akan mereknya tersebut, ketika merek tersebut telah dibatalkan, maka hak itu hilang dan berganti kepemilikan, sehingga pemegang merek yang telah dibatalkan tidak boleh menggunakan merek tersebut lagi kecuali diperjanjikan lain oleh pemilik merek milik penggugat.

(25)

34 3) Akibat Terhadap Penerima Lisensi

Pembatalan merek tidak hanya berakibat hukum terhadap pemegang mereknya saja, tetapi juga berakibat kepada pihak ketiga yaitu penerima lisensi.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebenarnya telah memberikan perlindungan kepada penerima lisensi merek yang beritikad baik, namun tidak menjelaskan mengenai definisi dari seorang penerima lisensi beritikad baik. Namun apabila dalam pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut terjadi gugatan pembatalan terhadap kepemilikan merek (yang didasarkan alasan bahwa merek yang bersangkutan memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan) yang ditujukan kepada pemilik merek sekaligus pemberi lisensi merek, maka dalam hal ini kedudukan pihak penerima lisensi merek tidak akan terpengaruhi oleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dalam sengketa gugatan merek tersebut. Dan apabila kedudukan pemberi lisensi merek sebagai pemilik merek dibatalkan melalui putusan hakim pengadilan niaga yang berkekuatan hukum tetap, maka pihak penerima lisensi merek akan tetap dapat melaksanakan perjanjian lisensi tersebut dan dengan persyaratan bahwa pembayaran royalti pada periode selanjutnya akan dilanjutkan kepada pihak yang dinyatakan sebagai pemilik merek yang sah.

4) Kerugian Yang Dialami Pemegang Merek Yang Dibatalkan

Terjadinya pembatalan merek sangatlah disayangankan karena menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi pemegang merek yang mereknya dibatalkan. Kerugian akibat pembatalan merek dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

a) Kerugian Materiil

(26)

35 Kerugian materiil adalah kerugian yang dapat dihitung dengan angka, biasanya berkaitan dengan uang. Pemegang merek yang dibatalkan tidak bisa menggunakan mereknya lagi, akibatnya pemegang merek mengalami kerugian yang sangat besar, kerugian ini bisa berupa modal dalam membangun sebuah merek melalui promosi-promosi atau iklan, kemudian barang yang sedang di produksi dengan menggunakan merek tersebut harus dihentikan, dan barang yang beredar di pasar dengan merek tersebut harus ditarik peredarannya, sehingga selain kehilangan modal untuk membangun suatu merek, pemegang merek juga kehilangan pendapatan ataupun keuntungan yang seharusnya didapat (Potential loss).

b) Kerugian Immateriil

Kerugian immateril biasa disebut dengan kerugian moril, yaitu kerugian yang berasal dari usaha pemegang merek untuk membangun merek tersebut.

Merek yang semula belum memiliki reputasi kemudian Kerugian yang dialami Pemegang Merek yang dibatalkan dibangun dengan penuh usaha dan kesabaran sehingga mendapatkan citra yang baik bagi konsumen hilang oleh karena merek itu telah dibatalkan, sehingga pemegang merek tersebut harus membangun merek baru dari awal lagi tanpa reputasi

B. Kajian Umum Mengenai Peradilan Tata Usaha Negara 1. Hakikat dan Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan secara tegas, Negara Indonesia adalah negara hukum. Indonesia Sebagai negara hukum, memiliki artian hukumlah yang mempunyai arti penting tertuama dalam semua segi-segi kehidupan. Dalam mempergunakan istilah “Negara Hukum” dikenal

(27)

36 juga konsep Rechtsstaat dari Julius Stahl. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah27:

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundan undangan; dan d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Oleh karena hal tesebut, Negara Indonesia dalam hal mewujudkan suatu negara hukum membentuk pengadilan administrasi negara. Adanya Peradilan Administrasi pada negara hukum diperlukan keberadaanya, sebagai salah satu jalur bagi warga yang merasa kepentingannya dirugikan oleh kekuasaan yang melanggar ketentuan hukum (kontrol warga negara terhadap tindakan pemerintah). Peradilan Administrasi dapat dipandang sebagai peradilan khusus, dalam arti peradilan yang hanya diberi kewenangan menyelesaikan sengketa yang muncul di bidang administrasi dengan seseorang atau badan hukum perdata sebagai akibat dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya keputusan28 .

Di Indonesia , pengadilan administrasi negara dikenal dengan istilah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun dalam penjelasan tujuan pembentukan PTUN adalah :

a. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu;

b. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.

27Ridwan HR, Op.Cit., h. 3

28Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, FH UII Press, Yogyakarta, 2009., h.146

(28)

37 Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan pengadilan administrasi negara (PTUN) merupakan hal yang mutlak ada, dengan maksud selain sebagai sarana kontrol terhadap tindakan yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara juga sebagai suatu bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat.

2. Subyek dan Obyek Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam Pasal 1 angka (4) UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Selanjutnya disingkat UU PTUN) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara adalah “sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku”. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut tampak bahwa yang menjadi Objek ialah akibat dikeluarkkannya keputusan tata usaha negara (KTUN), sedangkan yang menjadi Subyek ialah orang atau badan hukum perdata dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Subyek PTUN

Subyek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum privat di satu pihak dan Badang atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak29. Adapun orang atau badan hukum privat merupakan penggugat, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara merupakan tergugat.

Terkait penggugat terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) UU PTUN yang menyebutkan bahwa: “Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingan dirugikan oleh

29W. Riawan Tjandra, Teori dan Praktik Peradilan Tata Usaha Negara, Atma Jaya Press, Yogyakarta, 2015., h. 17

(29)

38 suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar KTUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa diserta tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi”, pada penjelasanya terdapat beberapa penegasan diantaranya

a. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4, maka hanya orang atau badan Hakim perdata yang berkedudukan sebagai subjek hukum saja yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan TUN untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara

b. Badan atau Pejabat TUN tidak dapat mengajukan gugatan ke PTUN

c. Hanya orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya terkena akibat hukum Keputusan Tata Usaha Negara yang diluarkan dan karenanya yang bersangkutan merasa dirugikan dibolehkan menggugat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.

Mengenai orang (legal person) yaitu badan hukum perdata yang dapat berkududukan sebagai pihak penggugat dalam lingkung PTUN adalah badan hukum atau perkumpulan atau organisasi atau korporasi dsb, yang didirikan menurut ketentuan hukum perdata yang merupkan badan hukum murni30 Hanya saja perlu diingat sekalipun organisasi atau instansi pemerintahan merupakan legal person dalam hukum perdata, karena yang digugat harus selalu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, maka organisasi atau instansi pemerintahan tidak bisa menjadi penggugat.31

Terkait Tergugat dinyatakan pada Pasal 1 angka 6 UU PTUN, yang berbunyi:

“Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yangdilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata”. Yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UU PTUN, yang berbunyi: “Badan atau

30W. Riawan Tjandra, Op.Cit., h. 18

31Op.Cit., h. 6

(30)

39 Pejabat TUN adalah Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Obyek PTUN

Obyek sengketa PTUN adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN. Dalam Pasal 1 angka 3 UU PTUN dinyatakan bahwa: “Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Selain itu terdapat juga pengertian lain yang terdapat dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, yang menyatakan “Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan”.

Ketika Keputusan tersebut menjadi obyek sengketa PTUN, Salah satu parameter untuk menguji keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara adalah dengan peraturan perundang-undang yang berlaku. Menurut Indrohato, Suatu penetapan tertulis (KTUN) dianggap bertentang dengan peraturan perundangundang karena32:

a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan mengira memilki suatu wewenang untuk mengeluarkan atau menolak mengeluarkan suatu keputusanm padahal ia sebenarnya tidak berwenang untuk berbuat demikian atau dengan kata lain suatu keputusan yang dikelaurkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang sebenarnya badan atua pejabat Tata Usaha Negara tidak punya wewenang

32 W. Riawan Tjandra, Op.Cit., h. 16

(31)

40 b. Berdasarkan peraturan, yang bersangkutan mempunyai wewenag untuk mengeluarkan suatu keputusan, tetapi weweang tersebut sebenarnya tidak diberikan kepada instansi yang telah mengeluarkan keputusan yang sedang digugat.

c. Ada dasar dalam peraturan perundang-undangan tentang suatu wewenang, akan tetapi keputusan yang disengketakan itu sendiri bertentangan dengan peraturan dasarnya atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain

d. Penetapan yang disengketakan itu dikeluarkan menyimpang dari peraturanperaturan prosedur yang harus ditetapkan.

e. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya penetapan yang bersangkutan sebenarnya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi

3. Penyelesaian Sengketa Merek

Seiring dengan semkain ketatnya persaingan di dunia bisnis sehingga sangatlah mungkin terjadi sengketa diantara para pelaku bisnis. Pelanggaran dibidang merek dimungkinkan akan terus terjadi. Hal ini berkaitan dengan prilaku bisnis yang curang yang menghendaki persaingan dan berorientasi keuntungan, sehingga membuka potensi aktifitas bisnis yang curang atau melanggar hukum, dan motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan di dalam praktek bisnisnya.

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis maka upaya penyelesaian sengketa di bidang merek dapat ditempuh melalui penyelesaian sengketa secara litigasi, yaitu penyelesaian melalui lembaga pengadilan. Selain itu juga dapat ditempuh melalui penyelesaian secara pidana, perdata, maupun administrasi. Ketentuan mengenai penyelesaian

(32)

41 sengeketa merek sudah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis.

Undang-Undang No Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis merupakan dasar untuk memberikan perlindungan hukum terhadap merek.

Aksi nyata perlindungan hukum terhadap merek dapat dilihat ketika proses penyelesian sengketa. Litigasi merupakan salah satu upaya penyelesaian sengketa melalui lembaga pengadilan. Dalam hal ini, litigasi digunakan sebagaisalah satu cara dalam proses penyelesaian sengketa di bidang merek yang sesuai dengan Undang-Undang No Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Gugatan terhadap perkara pelanggaran merek dapat diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 83 Undang-Undang No Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyebutkan bahwa :

a. Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:

1) Gugatan ganti rugi, dan/atau;

2) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

b. Gugatan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) dapat pula diajukan oleh pemilik merek terkenal berdasarkan pengadilan.

c. Gugatan sebagaiman dimaksud pada atar (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Dari bunyi pasal 83 ayat (1), dapat diketahui ada jenis bentuk tuntutan gugatan atas pelanggaran merek terdaftar, yaitu gugatan ganti rugi atau penghentian penggunaan merek yang dilanggarnya. Ganti rugi disini dapat berupa ganti rugi materil dan ganti rugi immateriil. Ganti rugi materiil berupa kerugian yang nyata dan dapat dinilai dengan uang. Sedangkan ganti rugi immateriil berupa tuntutan ganti rugi yang

(33)

42 disebabkan oleh penggunaan merek dengan tanpa hak, sehingga pihak yang berhak menderita kerugian secara moral.

Dalam Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, gugatan pelanggaran merek terdaftar diajukan kepada Pengadilan Niaga. Hal ini berarti kewenangan mengadili sengketa atau perkara gugatan pelanggaran merek berada di tangan Pengadilan Niaga sebagai badan peradilan yang khusus.Pemberdayaan pengadilan Niaga dimaksud agar sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Hal ini mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha, sehingga penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan hak kepada Hakim untuk melakukan tindakan tertentu selama pemeriksaan masih berlangsung. Pasal 84 menyatakan bahwa selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima lisensi selaku penggugat dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk mengehntikan kegiatan produksi, peredaran, dan/atau perdagangan barangdan/atau jasa yang menggunakan Merek tersebut secara tanpa hak.

Pasal 87 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis menegaskan bahwa terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi. Hal ini sesuai dengan seluruh sistem yang berhubungan dengan persoalan merek, bahwa tidak ada banding kepada Pengadilan Tinggi tetapi langsug dari Pengadilan ke Mahkamah Agung.

4. Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Tata Usaha Negara

Upaya hukum merupakan hak dari pihak yang permohonannya tidak dikabulkan pada pengadilan, berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak untuk

(34)

43 mengajukan pemohonan peninjauan kembali dalam hal menuntut cara yang diatur dalam undang-undang. Upaya hukum terhadap putusan pengadilan ialah usaha untuk mencari keadilan pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi dari pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut33.

Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa terhadap Putusan PTUN, ialah:

a. Upaya pemeriksaaan banding

Upaya pemeriksaaan banding pada pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pemeriksaan ulang terhadap apa yang sudah diputus oleh pengadilan tata usaha tingkat pertama. Hal ini berarti bahwa pengadilan tinggi tata usaha negara akan memeriksa kembali, baik fakta maupun hukumnya serta amar putusan pengadilan tata usaha negara tingkat pertama, terlepas dari ada tidaknya memori banding. Hal ini di tegaskan pada Pasal 122 UU PTUN yang menyatakan: “Terhadap putusan pengadilan tata usaha negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat, juga oleh pihak ketiga yang ikut serta dalam perkara, baik atas prakarsa sendiri ataupun atas pemohonan para pihak maupun atas prakarsa Hakim kepada pengadilan tinggi tata usaha negara”.

Pada pemeriksaan tingkatan banding para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan argumen-argumennya dalam bentuk memori banding mengenai hal-hal yang dianggapnya perlu yang menurutnya telah dilupakan oleh Hakim tingkat pertama. Dapat pula disitu diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada tingkat pertama atau membantah atau memperkuat pertimbangan putusan dari Hakim tingkat pertama

33 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996., h.112

(35)

44 b. Upaya Pemeriksaan Kasasi Terhadap putusan pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur dalam pasal 131 UU PTUN, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Upaya hukum kasasi tidak dapat diartikan sebagai peradilan banding tingkat kedua, tetapi lebih dengan maksud untuk mengusahakan tercapainya kesatuan dalam penerapan hukum34. Pada upaya hukum kasasi tugas Hakim Mahkamah Agung berbeda dengan Hakim PTUN, tugas Hakim agung memeriksa kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh peradilan sebelumnya atau sering disebut judex facti.

c. Upaya Pemeriksaan Peninjauan Kembali

Mengenai Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal 132, yang pada Ayat (1) dikatakan “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuaran hukum tetap dapat diajukan permohon peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”.

Alasan-alasan permohonan peninjauan kembali menurut Pasal 57 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung berupa:

1) Apabila putusan didasarkan suatu kebohongna atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau didasarkan bukti-bukti yang oleh Hakim Pidana dinyatakan palsu

2) Apabila setelah berkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan

3) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut

34 3 A. Siti Soetami, Op.Cit., 64

(36)

45 4) Apabila mengenai sutu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan

sebab-sebabnya

5) Apabila diantara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu defngan yang lain

6) Apabila dalam suatu putsuan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Permintaan pendaftaran merek, perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar, pencatatan pengalihan hak, perubahan nama dan atau alamat, penghapusan dan

Alasan mengenai diajukannya pembatalan pendaftaran merek tercantum didalam pasal 4, pasal 5, dan pasal 68 ayat (1). Alasan-alasan tersebut adalah: a) merek tidak dapat

- Melaksanan pendaftaran. - Melaksanakan penimbangan bayi dan balita. - Melaksanakan pencatatan hassil penimbangan.. - Memberi dan membantu pelayanan. Kegiatan yang dapat

Hal ini dapat direkam secaara terpisah dalam catatan kemajuan persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat

(1) Permintaan pendaftaran merek, perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar, pencatatan pengalihan hak, perubahan nama dan atau alamat, penghapusan dan

Didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Kesan kualitas suatu merek

(1) Permintaan pendaftaran merek, perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar, pencatatan pengalihan hak, perubahan nama dan atau alamat, penghapusan dan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 menyatakan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas