BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Bulu Babi (Echinoidea)
Terdapat sekitar 800 spesies yang tergolong dalam kelas Echinoidea (Ahad, 2016). Jenis Echinoidea yang memiliki duri tajam serta tubuhnya berbetuk seperti kubah dikenal dengan nama bulu babi, sedangkan yang bentuk tubuhnya pipih dan terdapat duri-duri halus disekitar tubuhnya dikenal dengan nama Sand dollar (Suharsono, 2014). Secara morfologi bentuk tubuh bulu babi dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu kelompok bulu babi beraturan (regular sea urchin) dan kelompok bulu babi tidak beraturan (irregular sea urchin) (Musfirah, 2018).
Menurut Huda (2016), jenis bulu babi yang bentuknya regular/beraturan mempunyai ciri morfologi tubuh berbentuk bulat, simetri radial, memiliki duri panjang dan tegak, letak anus di ujung aboral, dan mulut di bagian oral (Gambar 2.1). Spesies yang berbentuk irregular/tidak beraturan memiliki morfologi bentuk tubuh bulat pipih, simetri bilateral, memiliki duri pendek, letak anus di bagian tepi oral atau aboral, dan mulut terletak di sisi oral (Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Bentuk umum bulu babi regular (tampak lateral) (Sumber: Clark & Rowe, 1971)
Gambar 2.2 Bentuk tubuh bulu babi irregular (Sumber: Dobo, 2009)
Terdapat 5 kaki tabung pada bulu babi dengan struktur yang panjang dan dapat digerakkan (Wulandewi et al., 2015). Kaki tabung tersebut berfungsi untuk bergerak di atas substrat terumbu karang ataupun di atas pasir. Bentuk duri bulu babi bervariasi pada setiap spesies dan dapat berukuran panjang dengan ujung runcing atau berukuran pendek dengan ujung tumpul serta bagian dalamnya berlubang dan rapuh. Setiap duri mengandung racun yang dapat menyebabkan pembengkakan (Afifa et al., 2018).
Organ-organ bulu babi umumnya ada di dalam tempurung atau disebut pelat ambulakral yang susunannya bersambung antar satu dengan yang lain (Romimohtarto, 2009). Pada pelat ambulakral terdapat bagian yang berlubang, fungsinya sebagai tempat keluarnya kaki tabung. Dibagian luar cangkang ada tonjolan kecil yang berfungsi sebagai tempat menempelnya duri. Keping genital yang ukurannya paling besar memiliki fungsi sebagai tempat aliran sistem pembuluh air (waste vascular system). Sistem pembuluh air berperan untuk bergerak, makan, respirasi, dan ekskresi (Nuha, 2020).
Mulut bulu babi terdapat di bagian tengah sisi oral dan di dalamnya terdapat 5 gigi tajam untuk mengambil makanan atau biasa disebut sebagai aristotle’s lantern. Pada bagian selaput kulit tempat menempelnya aristotle’s lantern terdapat rahang yang memiliki fungsi sebagai alat penghancur dan pemotong makanan. Organ ini dapat memotong moluska, cangkang teritip, atau jenis bulu
babi lainnya (Triwahyuni, 2017). Anus dan madreporit terletak di bagian sisi aboral (Suwignyo et al., 2005) (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Morfologi bulu babi secara umum
(Sumber:http://animaldiversity.ummz.umich.edu/collections/contributors/Grzimek_inverts/Echinoi dea/v01_id146_con_echanat/medium.jpg)
Bulu babi umumnya memiliki jenis kelamin yang berbeda, artinya jantan dan betina adalah individu yang terpisah (gonokoristik). Spesies gonokoristik biasanya memiliki rasio seks sendiri dan jarang hermaprodit. Rasio munculnya hermaproditisme pada bulu babi jenis Tripneustes gratilla yaitu 1 dari 550 individu. Bulu babi melakukan fertilisasi di luar tubuh, yaitu dengan cara sel telur dan sperma dilepas ke air laut yang ada di sekitarnya. Induk bulu babi jantan membuahi telur-telur dari induk bulu babi betina. Telur bulu babi dibungkus dengan sejenis gelatin yang biasa dikenal dengan jelly coat. Setelah itu, embrio bulu babi akan terbentuk dan akan sangat sering membelah (Musfirah, 2018).
Selanjutnya, tahap perkembangan memasuki tahap morula dan embrio muda bulu babi disebut blastula. Embrio tersebut mulai aktif berenang setelah terbuahi sejak fase blastula selama 10 jam. Ciri-ciri morfologi anakan bulu babi yaitu jika sudah terdapat tentakel-tentakel, duri-duri, dan pediselaria (Radjab, 2001).
Sedangkan ciri-ciri morfologi bulu babi dewasa yaitu jika telah memiliki cangkang yang keras, duri-duri yang sudah dapat berfungsi denga baik atau sudah dapat menempel pada substrat. Namun, bulu babi dianggap dewasa jika ukuran tubuh telah mencapai 60 mm (Burhanuddin, 2012). Secara umum, warna gonad
dapat dijadikan sebagai pembeda antaran bulu babi jantan dan betina. Misalnya, pada bulu babi Paracentrotus lividus, gonad jantan berwarna kuning dan gonad betina berwarna orange (Suryanti et al., 2020).
2.2 Habitat Bulu Babi
Kelas Echinoidea umumnya menghuni perairan yang jernih dan berarus tenang (Huda et al., 2017). Makanan bulu babi berbeda-beda tiap jenisnya, misalnya bulu babi jenis Echinometra mathaei makanannya berupa ganggang laut, Tripneustes gratilla memakan hewan sesil, dan ada juga jenis bulu babi yang memakan detritus yaitu Diadema antillarum. Di ekosistem terumbu karang, bulu babi hidup berkelompok yang tersebar di seluruh zona pertumbuhan alga dan sponge contohnya yaitu bulu babi jenis Diadema setosum (Thamrin et al., 2011).
Pada ekosistem padang lamun, bulu babi menjadi salah satu grazer penting di padang lamun dan makanan utamanya adalah lamun jenis Thalassia, Syringodium, Thalassodendron, dan Cymodocea. Bulu babi yang menghuni ekosistem padang lamun hidup berkelompok, seperti Tripneustes gratilla, Lytechinus variegatus, Strongylocentrotus sp. dan Temnopleurus toreumaticus.
Jenis bulu babi yang umumnya hidup soliter seperti Toxopneustes pileolus, Mespilia globulus, Brissus latecarinatus, Pseudoboletia maculata, dan Echinothrix diadema (Arifah et al., 2017). Habitat dan ketersediaan makanan menjadi faktor yang sangat mempengaruhi pola penyebaran bulu babi (Wulandewi et al., 2015).
2.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Bulu Babi
Faktor lingkungan biotik maupun abiotik sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bulu babi di habitatnya. Faktor biotik terdiri dari komponen hewan dan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber makanan. (Bahan et al., 2019).
Sedangkan faktor abiotik untuk bulu babi antara lain:
2.3.1 Suhu
Suhu menjadi salah satu parameter fisika yang berpengaruh pada pola kehidupan bulu babi, misalnya distribusi, komposisi, kelimpahan, dan juga
mortalitas. Saat suhu di suatu perairan naik, maka metabolisme organisme yang hidup di perairan tersebut akan meningkat juga, yang mengakibatkan kebutuhan oksigen menjadi lebih banyak. Kisaran suhu yang layak untuk kehidupan bulu babi yaitu 28-32˚C (Budiman et al., 2014).
2.3.2 Salinitas
Salinitas adalah nilai yang menunjukkan jumlah garam terlarut yang terdapat di perairan. Salinitas dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup bulu babi (Alwi et al., 2020). Beberapa faktor yang mempengaruhi sebaran salinitas di suatu perairan seperti penguapan, aliran sungai, pola sirkulasi air, dan curah hujan (Nontji, 2007). Nilai salinitas yang mendukung untuk kehidupan bulu babi adalah kisaran 30-35 ppm (Noviana et al., 2019).
2.3.3 pH (Derajat Keasaman)
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme hidup yang hidup di dalam air. Setiap spesies memiliki toleransi terhadap pH yang berbeda antar satu individu dengan yang lainnya. Nilai pH yang ideal untuk bulu babi yaitu berkisar antara 7-8,5. pH rendah meningkatkan mobilitas senyawa logam berat beracun dan mengancam kelangsungan hidup organisme yang ada di perairan tersebut. Sedangkan pH tinggi mengganggu keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air. (Anwar et al., 2015).
2.3.4 DO (Dissolved oxygen)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air. Oksigen dalam air dapat berasal dari oksigen atmosfer dan juga hasil fotosintesis. Kadar oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan bulu babi adalah >5 (Noviana et al., 2019).
Organisme air membutuhkan oksigen terlarut atau DO untuk respirasi dan dekomposisi bahan organik. Kadar oksigen terlarut dalam air laut meningkat seiring dengan penurunan suhu dan menurun dengan meningkatnya salinitas (Haurissa et al., 2021).