• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Alternatif pembiayaan negara yang tepat adalah pajak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Alternatif pembiayaan negara yang tepat adalah pajak."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan teoritis

2.1.1 Tinjauan umum tentang pajak

Seperti halnya manusia yang membutuhkan udara untuk hidup, demikian pula dengan negara yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai keperluan pembangunan negara demi terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Alternatif pembiayaan negara yang tepat adalah pajak.

1. Definisi Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di indonesia.

Masalah pajak adalah masalah negara, dan setiap orang atau badan usaha dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, masalah pajak juga menjadi masalah rakyat dalam negara tersebut. Walaupun banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberikan pengertian berbeda-beda mengenai definisi definisi pajak, tetapi masing-masing definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Sehingga ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak.

a. Pajak dipungut berdasarkan/ dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah

c. Pajak dipunggut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

(2)

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang apabilla dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk pembiayaan public investment.

e. Pajak dapat/ pula mempunyai tujuan lain yang non budgeter, yaitu mengatur.

(Sunarto, 2002:2)

Atas dasar kelima unsur tersebut, maka definisi pajak yang diberikan oleh Prof.Dr.Rochmad Soemitro, SH (Mardiasmo, 2009:1) adalah:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dilakukan dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur:

a. Iuran dari rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan Undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuataan undang-undang serta aturan pelaksanaan.

c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

(3)

Definisi pajak menurut Sommenfeld (Muqodim, 1999:1) adalah

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang agar pemerintah dapat melakukan tugas-tugas menjalankan pemerintah”.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan tentang pengertian pajak yaitu sebagai berikut:

Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah (kas negara) berdasarkan undang-undang atas peraturan, sehingga dapat dipaksakan, tanpa ada kontra prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan secara individual dan hasil penerimaan pajak tersebut merupakan sumber penerimaan dan pengeluaran perusahaan negara dan perusahaan daerah. Di indonesia pemerintah daerah yang berhak memunggut pajak adalah pemerintah daerah tingkat I dan pemerintah daerah tingkat II. Sedangkan yang dipungut pihak swasta dalam pengertian luas baik sektor swasta, koperasi, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan lain-lain. Secara konsep pajak dapat dibayar dengan uang maupun barang atau jasa selain uang. Jadi berarti peralihan sumber- sumber ekonomi. (Muqodim,1999:2)

Menurut Waluyo (2006:2) Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

(4)

berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

menurut Suandy (2011:9) Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari pengertian pajak ini dapat disimpulkan Penerimaan pajak merupakan penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah guna meningkatkan kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu mensejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial.

2. Fungsi pajak

Adapun fungsi pajak yang utama, yaitu:

a. Fungsi penerimaan (budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

Contoh :dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi mengatur (regureland)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

(5)

Contoh:

1) Dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan.

2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumsif.

3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk indonesia dipasaran dunia (Mardiasmo, 2009:1-2)

3. Dasar hukum pemungutan pajak

Dasar hukum dan ketentuan konstitusional dari pemungutan pajak di indonesia adalah:

a. Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang.

b. Pasal 16 ICW 1925(indonesia compatibiteitsweet), segala pemungutan pajak, kenaikan pajak, pengurangan pajak, penghapusan pajak, tidak dapat dijalankan sebelum jumlah uang yang menjadi akibatnya dimasukkan dalam APBN . jadi segala pemungutan pajak berdasarkan undang-undang.

c. Undang-undang perpajakan setelah pembaharuan tahun 1983 sampai sekarang (Abut, 2005:17)

4. Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain:

(6)

a. Teori akuntansi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

b. Teori kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, semakin tinggi pajak yang harus dibayar.

c. Beban daya pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu:

1) Unsur obyektif, melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang.

2) Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

d. Teori bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

(7)

e. Teori asas daya beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemunggutan pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.

Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. (Masdiasmo,2009:3) 5. Tata cara pemungutan pajak

Pemungutan pajak dilakukan dalam tiga stelsel a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemunggutannya baru dapat dilakukan pada tahun akhir pajak, yakni setelah penghasilan baru dapat dilakukan pada tahun akhir pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistik, sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riel dapat diketahui).

b. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelse yang nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak yang menurut kenyataan

(8)

lebih besar daripada pajak anggapan, maka wajib pajak harus menambah.

Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

6. Asas pemungutan pajak

Kewajiban, utang dan penghasilan pajak muncul oleh karena adanya undang- undang yang memberikan hak kepada negara untuk memungut pajak. Asas dan teori pengenaan pajak membahas tentang pokok-pokok normatif yang harus diperhatikan pada waktu mengenakan suatu jenis pajak. Asas pemungutan pajak berbicara tentang pokok-pokok normatif yang berkaitan dengan yurisdiksi pemungutan pajak.

Dalam pemungutan pajak dikenal tiga asas, yaitu:

a. Asas tempat tinggal

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b. Asas kebangsaan

menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan wajib pajak. Dalam asas ini, tempat tinggal orang yang bersangkutan tidak diperhatikan.

c. Asas sumber

Dalam asas sumber, pajak dikenakan oleh negara dimana sumber penghasilan berasal, asas ini tidak memerhatikan kebangsaan maupun tempat tinggal diwajib pajak. (Soemarsono, 2007:7-8).

(9)

7. Penggolongan pajak

Pada dasarnya pajak dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu:

a. Pajak Langsung

Adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: pajak penghasilan b. Pajak Tidak Langsung

Adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibedakan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

Menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:

a. Pajak subyektif

Adalah suatu jenis pajak yang kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh keadaan subyektif subyek pajak walaupun untuk menentukan timbulnya kewajiban membayar pajak tergantung pada keadaan objek pajaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pajak penghasilan.

b. Pajak objektif

Adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh objek pajak.

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (Sukardji, 2009:3)

(10)

Menurut pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:

a. Pajak pusat

Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Yang termasuk dalam kelompok ini yaitu pajak. Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah

Adalah pajak yang dipunggut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri atas:

- Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Beban Bakar Kendaraan Bermotor.

- Pajak Kabupaten/kota, contoh: Pajak hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. (Mardiasmo, 2009:5-6)

8. Sistem Pemungutan Pajak

Di dalam bidang perpajakan terdapat beberapa sistem pemungutan pajak yang terdiri dari:

a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fokus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

(11)

Ciri-ciri official assessment system:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.

2. Wajib pajak bersifat pasif.

3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self assessment system

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.

Ciri-ciri self assessment system:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.

2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi c. With holding system

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-ciri with holding system:

Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain selain fiskus dan wajib pajak (Mardiasmo, 2009:8)

(12)

9. Hambatan pemungutan pajak

Membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak dapat lepas dari kondisi behavior wajib pajak. Mengigat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran serta sertanya menanggung pembiayaan negara, maka dituntut kesadaran warga untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

Namun, tidak dipungkiri bahwa sebagian masyarakat terdapat keengganan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Dalam hal demikian timbul perlawan terhadap pajak.

10. Tarif pajak

Menurut Waluyo (2010:18) menyatakan struktur tarif yang berhubungan dengan pola presentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, adalah sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Proposional / sebanding

Tarif pajak proposional yaitu tarif pajak berupa presentase tetap terhadap jumlah berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh: kenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas penyerahan barang kena pajak.

2. Tarif Pajak Progesif

Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang presentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan semakin besar.

Kenaikan tarif pajak progresif dibagi menjadi beberapa tarif, sebagai berikut:

(13)

a. Tarif Pajak Progresif

Dalam hal ini kenaikan presentase pajaknya semakin besar.

b. Tarif Pajak Progresif

Kenaikan presentase pajaknya tetap.

c. Tarif Progresif Degresif

Kenaikan presentase pajaknya semakin kecil.

3. Tarif Pajak Degresif

Pajak degresif adalah presentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar.

4. Tarif pajak tetap

Dalam tarif pajak ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak terutang adalah tetap.

Tarif pajak yang digunakan sebagai tarif pemotong atas penghasilan yang terutang pajak penghasilan yang terutang pajak penghasilan pasal 21 yaitu tarif sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) undang-undang Pajak Penghasilan, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah, misalnya: besarnya tarif PPh pasal 21 yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memeiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (Dua Puluh Persen) daripada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang menunjukkan NPWP. Kepemilikan NPWP dapat dibuktikan dengan cara menunjukkan kartu NPWP.

(14)

11. Pajak Penghasilan

Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur Mengenai Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak ! Januari 1984. Undang-undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No. 46 Tahun 2008.

Menurut Siti Resmi (2009 : 170) pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU no.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No.17 Tahun 2000 adalah:

1. Pemberian kerja terdiri dan orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang memebayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintahan termasuk bendahara atau pemegang kas kepada pemerintah pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar negeri, yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan, dan

(15)

pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan:

3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan- badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua;

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:

a. Honorarium atau penyelenggara lain sebagai imbalan sehubungan denganjasa dan / atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan statussubjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri;

b. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, danmagang;

c. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintahan, organisasi yangbersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi sertalembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untukmelakukan pemotongan pajak adalah:

1. Kantor Perwakilan Negara Asing;

2. Organisasi-organisasi intemasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3ayat (1) huruf c Undang-undang pajak penghasilan, yang telah ditetapkanoleh menteri keuangan;

(16)

3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha ataupekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untukmelakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangkamelakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;

4. Dalam hal organisasi intemasional tidak memenuhi ketentuan tersebut,organisasi intemasional dimaksud merupakan pemberi kerja yangberkewajiban melakukan pemotong pajak.

12. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

a. Pengertian dan fungsi nomor pokok wajib pajak

Nomor pokok wajib pajak merupakan nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri indentitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. (resmi, 2004:22-23).

Berdasarkan pengertian ini maka fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak adalah :

1) Untuk mengetahui indentitas wajib pajak.

2) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasanadministrasi perpajakan.

3) Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, karenayang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkanNomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

4) Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam surat setoran pajak(SSP) yang ditetapkan sendiri maupun pemotongan atau

(17)

pemungutan olehpihak ketiga hams mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

5) Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu yang mewajibkanmencantumkan NPWP dalam dokumen yang diajukan, seperti DokumenImpor (PPUD/PIUD), Dokumen Ekspor (PEB)

6) Untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa atau tahunan(Sihaloho,2002:23)

b. Tempat Pendaftaran

Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tentang pendaftaran ditentukansebagai berikut:

1. Tempat pendaftaran diri wajib pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah dikantor Direktur Jendral Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) yang wilayah/ kerjanya wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (orang atau pribadi) tempat kedudukan (badan) atau tempat kegiatan usaha wajib pajak yang bersangkutan.

2. Dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak berada pada dua atau lebih wilayah kerja kantor Direktorat Jendral Pajak, Direktur Jendral Pajak menetapkan tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. (Sihaloho,2002:23-24)

(18)

13. Surat Pemberitahuan (SPT)

a. Pengertian dan fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pengertian SPT diatas maka fungsi dari SPT adalah:

1. Sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkanperhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

Laporan tentangpemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu (1)tahun pajak atau bagian tahun pajak.

2. Laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan ataupemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu masa pajak yangditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3. Merupakan sarana penelitian atas kebenaran perhitungan pajak yang terutangyang dilaporkan oleh para wajib pajak. (Sihaloho, 2002:32) b. Prosedur yang menyangkut SPT

Prosedur penyelesaian yang menyangkut SPT yang harus diperhatikan para wajib pajak adalah sebagai berikut:

Angsuran PPh Pasal 25 nihil, tetap menyampaikan SPT Masa PPh.

(Sihaloho, 2002:33)

(19)

c. Bentuk dan Jenis Surat Pemberitahuan

1. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat pemberitahuan untuk suatu MasaPajak.

2. Suarat Pemberitahuan Tahunan adalah Suarat Pemberitahuan untuk satu tahunpajak atau bagian Tahun Pajak.

3. Bentuk isi lampiran SPT ditetapkan Direktorat Jendral Pajak, seperti SPT masaPPh meliputi jenis pembayaran pajak, antara lain PPh pasal 21, PPh pasal 22,PPh pasal 23, PPh pasal 25, PPh pasal 26. SPT masa ini hams disampikanwajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak terdaftar, palinglambat 20 hari setelah akhir masa pajak.

(Sihaloho, 2002:34-35).

d. Yang Wajib Mengisi SPT

Setiap orang pribadi yang menerima penghasilan yang jumlahnya melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

e. Cara Pengisian SPT Tahunan

1. Setiap wajib pajak terlebih dahulu membaca buku petunjuk pengisian SPTTahunan dengan cermat.

2. Setelah dibaca, lampiran SPT diisi terlebih dahulu sebelum mengisi induk SPT.

3. Seandainya diperlukan dapat dibuat lampiran tambahan di^amping lampiranyang sudah ditentukan.

(20)

4. Kemudian induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua, satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak dan yang satu lembar untuk arsip Wajib Pajak. (Sihaloho, 2002:35)

14. Penagihan Pajak

Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar wajib pajak atau penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, menugusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. (Mardiasmo,2009:45)

Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpamenunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus. Surat perintah penagihan seketika dan sekaligus sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

b. Besarnya utang pajak.

c. Perintah untuk membayar.

d. Saat pelunasan.

Surat perintah penagihan sseketika dan sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan surat paksa. (Mardiasmo,2009:46-47).

(21)

Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-02/PJ.75/2006 mengatur tentang kebijakan penagihan pajak, melalui peningkatan kegiatan operasional penagihan antara sebagai berikut:

1. Tertib Administrasi

a. Setiap KPP wajib menyelenggarakan perekaman data dan penyimpanan berkasterkait penagihan pajak secara tertib serta menjaga pemutakhiran data tunggakanpajak yang mencakup antara lain: pembayaran yang dilakukan wajib pajak penanggung pajak.

b. KPP menetapkan umur tunggakan pajak per tahun terbitnya ketetapan pajakyang menjadi dasar tunggakan pajak dan tahun tertibnya keputusankeberatan/banding yang menambah jumlah tunggakan pajak, menentukanpenilaian kualitas tunggakan pajak dan mengelompokkah tunggakan pajakberdasar klasifikasi lapangan usaha wajib pajak dan terbagi menjadi sbb :

1. Kategori umur tunggakan ditentukan sebagaiberikut : a) 6 bulan s.d 1 tahun

b) 1 tahun s.d 3 tahun c) 3 tahun s.d 5 tahun d) 5 tahun s.d 10 tahun e) 10tahun

(22)

2. Kriteria kualitas tunggakan pajak dapat ditentukan sebagai berikut:

a) Lancar

apabila wajib pajak atau penangung pajak bersikap koperatifdan membayar atau mengangsur tunggakan pajak hingga lunas ataudiperkirakan akan lunas dalam kurun satu tahun angsuran, apabila wajibpajak mendapatkan SK.

b) Kurang Lancar

Apabila wajib pajak penangung pajak besikapkoperatif dan membayar atau mengangsur tunggakan pajak tetapi tidaklunas dan diperkirakan tidak lunas dalam kurun waktu satu tahun, apabilawajib pajak atau penanggung pajak bersikap tidak koperatif tetapimempunyai kemampuan dalam membayar tunggakan pajak.

c) dalam Perhatian Khusus

apabila wajib pajak atau penanggung pajakbersikap koperatif tetapi sedang melakukan upaya hukum (keberatan /banding) d) Diragukan

Apabila wajib pajak atau penanggung pajak bersikapkoperatif tetapi tidak memiliki aset yang cukup untuk melunasitunggakan pajaknya, apabila wajib pajak sedang proses bubar atau pailit(Wajib Pajak Badan), apabila wajib pajak atau penanggung pajakbersikap tidak koperatif, sebab lain sehingga tunggakan pajak diragukanpencairan atau pelunasannya.

(23)

e) Macet

apabila wajib pajak atau penanggung pajak tidak ditemukan,apabila tunggakan pajak sudah daluwarsa atau karena penyebab lainnya.

c. Kelompok tunggakan pajak berdasarkan klasifikasi lapangan usaha (Wajib PajakBadan)

2. Prosedur Penagihan Pajak

Direktorat Jenderal Pajak menetapkan prosedur standar dari pelaksaan penagihan yang dibuat dengan memperhatikan prinsip kepastian hukum dan prinsip keadilan. Tindakan penagihan dimulai dengan:

a. Surat teguran

Formulir Surat Teguran dibuat dan dikrimkan kepada wajib pajak, jika wajib pajak belum melunasi utang pajaknya sesudah tanggal hari pelunasan berakhir atau tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan dalam tindakan STP / SKPKB / SKPKBT / Surat Keputusan Pembetulan / Surat Keputusan Keberatan / Putusan Banding. Penerbitan Surat Teguran dilakukan setelah 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran atau sejak saat pelunasan berakhir. Kecuali apabila atas wajib pajak tersebut diterbitkan Surat Penagihan Seketika dan sekaligus, maka tidak perlu menunggu jatuh tempo pembayaran.

b. Surat Paksa

(24)

Apabila utang pajak tidak dilunasi satelah 21 hari (dua puluh satu) hari dari tanggal surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Jura Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rapiah). Utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam.

c. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)

SPMP dibuat apabila wajib pajak belum melnnasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam, tindakan penagihan dilanjutkan dengan penyitaan atas barang-barang wajib pajak dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

d. Pengumuman lelang

Dalam hal utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.

e. Lelang

Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang, utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui kantor lelang negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan

Gambar 1

Jadwal Waktu Penagihan Pajak

(25)

(UU No. 19 Tahun 2000 PPSP & KMK.561/KMK.04/2000)

15. Subjek Pajak 1. Subjek Pajak

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajaknya. Subjek pajak adalah orang atau badan-badan yang telah memenuhi syarat subjektif.

Undang-undang pajak penghasilan, misalnya, menyebutkan bahwa subjek pajak dapat berupa orang, badan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk bentuk usaha tetap (permanent establishment).

Menurut Waluyo (2010 : 89) yang menjadi subjek pajak adalah : a. Orang Pribadi

(26)

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di indonesia ataupun diluar indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, mengantikan yangberhak;

Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka. Belum tebagi sebagi subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal adri warisan tetap dapat dilaksanakan.

c. Badan

Pengertian badan mengacu pada Undang-undang KUP, bahwa badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun, firma, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi sosial politik, lembaga termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

d. Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Pengenaan

(27)

Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap ini mempunyai eksistensi sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan. 2. Tidak Termasuk Subjek Pajak

2. Yang tidak termasuk subjek pajak adalah a. Kantor perwakilan negara asing.

b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempattinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:

1. Bukan warga negara indonesia tidak menerima atau memperolehpenghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.

2. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c. Organisasi internasional, dengan syarat:

1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilandari Indonesia selain pemberian pinjaman ke lain pemerintah yang dananyaberasal dari iuran para anggota.

d. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:

1. Bukan warga negara indonesia

2. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperolehpenghasilan di Indonesia.

3. Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.

(28)

2.1.1 Peningkatan Penerimaan Pajak

Menurut Siti (2004:2) Faktor-faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukkan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara antara lain:

1. Kejelasan dan Kepastian

Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang Perpajakan Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak.Namun keberadaan undang-undang saja tidaklah cukup.Undang-undang haruslah jelas sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri.

2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat

Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan: wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.

Sementara di Pasal 12 ayat (1) dinyatakan: setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, dengan tidak meng-gantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak mengisi sendiri Surat

(29)

Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun pajak.Selanjutnya, fiskus melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut.Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan.Untuk itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pe-maksaan.Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

3. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)

Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi.

4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat

Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak jugadipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan. Menurut Smith dikutipoleh Waluyo (2006:14) pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu:

a. Equity/Equality di mana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak

(30)

hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya.Negara tidakboleh melakukan diskriminasi di antara sesama pembayar pajak.

b. Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary). Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, obyek, besarnya pajak dan juga ke-tentuan mengenai pembayaran.

c. Convenienceadalah pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.

d. Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat- hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya.

2.1.2 Kepatuhan Wajib Pajak.

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak.Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.Kondisi perpajakan menuntut ke ikut sertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi.Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela / valuntary of comlience merupakan tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Deviano dan Rahayu (2006:110) Mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu

(31)

keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan ada terdapat 2 macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan.

Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

Indikator kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 BadanBerdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP)

a. Ketepatan Waktu b. Akurasi data c. Sanksi Perpajakan

Penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut : a. Ketepatan waktu

Dalam Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran Phh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya

(32)

masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

b. Akurasi data

Penyampaian laporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Pemberitahuan itu diisi dengan benar lengkap dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan.

Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

1. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan dengan keadaan yang sebenarnya.

2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari obyek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Jika faktor kepatuhan Wajib Pajak bisa diperbaiki, diharapkan Wajib Pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

c. Sanksi Perpajakan

(33)

Merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegahan (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

2.1.3 Daftar Wajib Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang KUP (Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam terminologi Pajak Penghasilan, seseorang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif akan menjadi Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif ini wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ).

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, seseorang memenuhi syarat subjektif jika orang tersebut berada atau bertempat tinggal di Indonesia melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Syarat objektif terpenuhi jika orang tersebut mendapatkan atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP dalam satu tahun pajak.

(34)

pada prinsipnya seseorang yang telah memenuhi syarat wajib mendaftarkan diri sesuai dengan sistem Self Assesment . Namun demikian, untuk menjamin dipatuhinya ketentuan ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri secara sukarela.

Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2.1.4 Persepsi Wajib Pajak 1. Pengertian persepsi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2003) seperti yang dikutip Utami (2012),persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indera.

Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengorganisasian, pengintepertasian terhadap stimulus oleh oraganisasi atau individu sehingga merupakan suatu yang berartidan merupakan aktivitas dalam individu.

Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar dan pengetahuan.

2. Persepsi Efektifitas Sistem Pajak

(35)

Persepsi wajib pajak terhadap kinerjapenerimaan pajak dilakukan oleh MariaKaranta,et,al (2000) dalam Suryadi (2006) menyatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap kinerja Badan Perpajakan Nasional Swedia, ini dilihat dari: Kesadaran prosedur yang bermanfaat bagi Wajib Pajak, kebutuhan bagi Wajib Pajak, perlakuan yang adil, keahlian aparat dalam mendeteksi kesalahan, serta dalam mengoreksi laporan pajak. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa persepsi wajib pajak yang positif dapat mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam membayar pajak.Anu (2004) seperti diikuti oleh Anggraeni (2011) dalam penelitiannya mengurai bentuk-bentuk persepsi dan alasan persepsi tersebut dapat mengidentifikasikan kemauan membayar pajak oleh Wajib Pajak.

a. Wajib Pajak merasa jumlah pajak yang harus dibayar tidak memberatkan, ataupaling tidak sesuai dengan penghasilan yang peroleh. Wajib Pajak maumembayar pajak apabila beban pajak yang dipikul tidak mempengaruhikemampuan ekonomis secara signifikan.

b. Wajib pajak menilai sanksi-sanksi perpajakan dilaksanakan dengan adil.Dengan penilaian ini Wajib Pajak akan membayar pajak, didasarkan padakepercayaan bahwa Wajib Pajak yang tidak membayar pajak akan dikenakan sanksi.

c. Wajib Pajak menilai pemanfaatan pajak sudah tepat. Salah satu pemanfaatanpajak adalah pembangunan fasilitas umum. Penelitian yang dilakukan olehCummings dan Vasques ditahun 2005 seperti yang dikutip Bintoro (2007)menunjukkan bahwa persepsi Wajib Pajak atas

(36)

ketersediaan barang dan jasa(fasilitas) untuk kepentingan umum meningkatkan kepatuhan pajak olehWajib Pajak dimana kemauan membayar pajak termasuk didalamnya.

d. Wajib pajak menilai aparat pajak memberikan pelayanan dengan baik.

Bintoro(2007) berpendapat bahwa, kontrak psikologi yang dibangun oleh aparaturpajak dan wajib Pajak akan berdampak pada terbentuknya moral pajak yangdapat mempengaruhi Wajib Pajak untuk mau membayar pajak.

Oleh karena persepsi selalu diawali dengan pemahaman terhadap objek persepsi, maka konteks persepsi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai aktualisasi sikap yang dicerminkan dalam pemahaman dan penafsiran dari Wajib Pajak Badan atas pengenaan pajak penghasilan. Maksudnya adalah, apakah pajak penghasilan yang dikenakan kepada Wajib Pajak badan dirasa sudah sesuai dengan kemampuannya (ability to pay) atau belum.

2.1.5 Pengetahuan Wajib Pajak 1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) seperti yang dikutip Utami (2012), Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasidan faktopr luar berapa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Menurut pendapat lain pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati danNurlis,2010).

(37)

2. Pengetahuan Wajib Pajak

Pengetahuan pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata seorang Wajib Pajakatau kelompok wajib Pajak dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan akan peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak.

Pengetahuan peraturan perpajakan dalam sistem perpajakan yang baru, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotong royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dengan adanya sistem ini diharapkan para Wajib Pajak tahu akan fungsi pembayaran pajak. Diharapkan sistem ini dapat terwujud keadilan. Yang dimaksud adil disini Wajib Pajak menghitung dengan sesuai ketentuan perpajakan dan pemerintah tahu menggunakan semua ini sesuai kebutuhan guna untuk membangun negara (Hardiningsih:2011).

2.1.6 Kesadaran Wajib Pajak 1. Pengertian Kesadaran

Pengertian kesadaran dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu dan Zain,2001 : 1196) adalah keinsafan, keadaan sadar, tahu, dan mengerti. Sedangkan Menurut Kartono (2002: 43) kesadaran merupakan

"intensionalitas" atau relasi antara subyekaktif mengalami dengan obyek yang dialami, sehingga kesadaran bisa diartikan sebagai pengamatan dan penghayatan sendiri dengan sadar. Dengan kata lain, jika kesadaran seseorang

(38)

dalam keadaan normal maka daya tangkap inderanya benar-benar dalam kondisi jernih, daya orientasi dan konsentrasi minatnya pun juga akan lancar.

2. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa konstelasikomponen kognitif, afektif, dan konatif dalam memahami, merasakan, dan perilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Menurut Zam- Zam (2006: 26) kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para Wajib Pajak agar rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan cara membayar kewajiban pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah.Irianto (2005) dalam Widiyanti dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak, yaitu:

a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjangpembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, Wajib Pajak mau membayarpajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan.Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkankesejahteraan warga Negara

b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajaksangat merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak karenamemahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan bebanpajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapatmengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

(39)

c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

2.1.7 Kualitas Pelayanan Pajak 1. Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas layanan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepadapelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-meneras.

Tjiptono (2007) seperti yang dikutip oleh Utami (2012) menyimpulkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Hal mi disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan

2. Kualitas Pelayanan Perpajakan

Menurut Hardiningsih (2011) pelayanan perpajakan dibentuk oleh dimensikualitas sumber daya manusia (SDM), ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan. Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan terpenuhi bilamana SDM melakukan tugasnya secara profesional, disiplin dan transparan. Dalam kondisi Wajib Pajak merasa puas atas pelayanan yang diberikankepadanya, maka mereka akan

(40)

cenderung melaksanakan kewajiban membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.2 Rerangka Pemikiran

Kerangka konseptual dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan dan mengungkapkan keterkaitan antara variabel yang akan diteliti, berdasarkan batasan, landasan teori, rumusan masalah dan mendasarkankan latar belakang yang telah dikemukakan diatas.

Untuk lebih menyederhanakan kerangka pemikiran tersebut maka dibuatlah kerangka konseptual seperti yang terlihat pada gambar:

Gambarl

Persepsi wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, kesadaran perpajakan dan kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

Referensi

Dokumen terkait

Pajak Penghasilan khususnya Pasal 21 dikenakan atas penghasilan wajib pajak pribadi dalam negeri yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran

“Pemotong PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan

Pajak penghasilan pasal 21 (PPh) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk

“Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan, Pajak

Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang dikecualikan dari pemotongan Pajak.. Penghasilan yang dilakukan oleh pemotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

Formulir ini digunakan oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 21 untuk menghitung besarnya penghasilan dan PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan dari setiap

pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat. dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib

Pemotong pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaaan, jasa, atau kegiatan apapun yang diterima wajib pajak wajib dalam Waluyo, 2017:218 adalah yang pertama