• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Identifikasi

Identifikasi adalah proses penentuan nama yang benar dan penempatannya di dalam suatu klasifikasi. Klasifikasi adalah susunan tingkat taksonomi makhluk hidup yang digunakan untuk pengelompokan makhluk hidup.

Indetifikasi merupakan penempatan suatu organisme secara berurutan pada kelompok tertentu (takson) yang berdasarkan persamaan dan perbedaan (Sugiarti, 2017). Identifikasi dimulai dengan melakukan pengamatan pada ciri morfologi akar, umbi, rimpang, batang, daun, dan bagian lainnya pada spesies, karakter yang muncul dapat digunakan untuk identifikasi.

Proses identifikasi dilakukan pada tumbuhan yang sudah diketahui maupun tumbuhan yang belum diketahui oleh ilmuan (Qomah, 2015). Dalam penelitian ini proses identifikasi dilakukan dengan mencocokkan spesies yang dibawa atau difoto dari lapangan dengan gambar tumbuhan yang pernah dipublikasi, dengan kunci determinasi (dilihat dari hubungan), dan menggunakan data yang berasal dari buku atau website.

2.2 Tumbuhan Paku

2.2.1 Deskriptif Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang sudah dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya yaitu akar, batang, dan daun. Tumbuhan paku berkembang biak dengan menggunakan spora.

Tumbuhan paku dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu organ vegetative yang berupa akar, batang, rimpang dan daun. Sedangkan organ

(2)

generate paku terdiri atas spora, sporangium, anteridium dan arkegonium.

Letak sporangium atau sering disebut dengan sorus pada tumbuhan paku yang umumya terletak di bagian bawa daun yang berbentuk gugusan yang berwarna hitam atau cokelat. Letak dari sorus sangat penting untuk klasifikasi tumbuhan paku (Arini & Kinho, 2012).

Divisi pteridophyta dikelompokan dalam empat kelas antara lain Psilophytinae (paku purba), Lycopodiinae (paku rambat atau paku kawat), Equisetinae (paku ekor kuda) dan kelas Fillicinae (paku sejati) (Tjitrosoepomo 2009). Tumbuhan paku dibagi 11 famili antara lain Marsileaceae, Equicetaceae, Salviniceae, Lycopodiaceae, Selagillaceae, Schizaeaceae, Ophiglossaceae, Cyatheaceae, Gleicheniaceae, Polypodiaceae, dan Ceratopteridaceae (Arini & Kinho, 2012).

Tumbuhan paku memiliki gametofit yang dinamakan protalium dan biasanya berumur beberapa minggu. Ukuran paling besar hanya beberapa sentimeter dan bentuknya seperti talus Hepaticeae. Protalium tumbuhan paku umumnya berbentuk jantung, berwarna hijau dan melekat pada substratnya dengan rhizoid. Protalium tersebut memiliki anteridium (biasanya pada bagian yang sempit) dan arkegonium (dekat dengan lekukan bagian yang lebar).

Perkembangannya hanya berlangsung jika ada air. Anteridium dan arkegonium terdapat pada sisi bawah protalium di antara rhizoid-rhizoidnya (Tjitrosoepomo, 2009).

2.2.2 Morfologi Tumbuhan paku

Tumbuhan paku merupakan kelompok tumbuhan berkormus (Cormopyta) artinya tumbuhan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok yaitu akar

(3)

(radix), batang (caulis), dan daun (folium) (Tjitrosoepomo, 2009). Meskipun sudah memiliki akar, batang, daun sejati, tumbuhan paku tidak menghasilkan biji, tetapi tumbuhan paku ini berkembang biak dengan menggunakan spora.

Oleh sebab itu tumbuhan paku sering disebut dengan Tracheophyta berspora (tumbuhan yang menghasilkan spora) (susilowati, 2014). Struktur akar, batang dan daun pada tumbuhan paku yang berkembang biak dengan menggunakan spora berbeda dengan akar, batang, dan daun dengan tumbuhan berbiji.

1. Akar

Tumbuhan paku memiliki akar yang berserabut. Pada umumnya akar tumbuhan paku adalah akar adventif. Akar primer yang tumbuh pada embrio pada tumbuhan paku tidak berkembang (gugur) akan digantikan dengan akar yang tumbuh dari batang (ada pula yang tumbuh dari pangkal daun). Pada beberapa spesies dari Hymenophyllaceae terlihat tidak terdapat akar, rizhoma tertutupi oleh rambut yang memiliki fungsi seperti rambut akar (Holttum, 1982).

2. Batang

a. Bentuk, ukuran, dan cara tumbuh

Batang pada tumbuhan paku berbentuk tiang, menjalar atau memanjat (rhizome), pendek dan kompak (stock, rootstock, atau caudex), ada juga yang tumbuh lurus seperti pohon dengan daun yang berada di bagian ujung (trunk) (Holttum, 1982).

b. Percabangan

Tumbuhan paku memiliki bentuk percabangan dikotomo sederhana (titik tumbuh apical terbagi kedalam dua bagian yang sama).

(4)

c. Rambut, bulu, dan sisik

Batang yang masih muda sering kali tertutup oleh sisik atau rambut.

Sisik dan rambut ini juga menutup daun muda tumbuhan paku yang masih menggulung (daun belum terbuka). Pada batang atau daun yang sudah dewasa, rambut dan sisik dapat bertambah atau berkurang.

Rambut pada tumbuhan paku dapat bergrandular (kelenjar) atau tidak berglandular. Sementara sisik dapat berbentuk linear, lanceolate, oblong, peltate, dan flabellate (Yusuf, 2010).

Gambar 2.1. A. sisik B. rambut atau bulu (Yusuf, 2010)

3. Daun

Daun tumbuhan paku disebut dengan ental/ frond (satuan daun dan batang tumbuhan paku) yang terdiri dari helaian daun (lamina), dan tangkai (stipe). Daun menyebar atau mengumpul di bagian stipe dan rachis. Daun tumbuhan paku dapat berupa daun steril (tidak terdapat sporangium) atau fertil (terdapat sporangium), jika keduanya memiliki bentuk yang sama disebut paku homofil namun jika berbeda disebut heterofil. Daun terdiri dari dua bagian yaitu tangkai dan helaian daun. Anak daun tersusun sehelai daun, daun (ental) disebut bersirip (pinnate), tiap anak daun disebut sirip (pinna) dan poros tempat sirip berada disebut rakis (rachis) (Lubis, 2009).

(5)

Gambar 2.2. Morfologi Tumbuhan Paku (Renita, 2019)

Dilihat dari fungsinya, daun tumbuhan paku dibagi menjadi tiga jenis sebagai berikut.

1. Tropofil: daun yang berfungsi sebagai fotosintesis dan tidak mengandung spora.

2. Sporofil: daun yang menghasilkan spora.

3. Trofosporofil: satu tangkai anak-anak daun ada yang menghasilkan spora dan ada yang tidak menghasilkan spora (Wanma, 2016).

Berdasarkan bentuk dan ukurannya terdapat dua jenis daun yaitu.

1. Mikrofil: berupa daun-daun kecil (umumnya berupa sisik), jarang aau tidak bercabang, tidak memiliki mesofil (Fox, 1962).

2. Makrofil: daun besar, bertangkai banyak, tulang daun bercabang (sistim venasi terbuka maupun tertutup) (Smith, 1955).

(6)

Tumbuhan paku memiliki beberapa tipe daun selain dua bentuk daun di atas. Diantaranya sebagai berikut.

Gambar 2.3. Tipe-Tipe Daun Tumbuhan Paku (Renita, 2019)

A. Daun tunggal: tipe daun rata atau berlekuk rachis tidak bercabang.

B. Daun pinnatifid: pinna tidak terbagi sepenuhnya (menyambung), membentuk sebuah lekungan sempit.

C. Daun 1=pinnate: pinna tidak menyambung, rachis bercabang sekali

D. Daun 2-pinnate: pinna tidak menyambung, rachis dua kali bercabang.

E. Daun 3-pinnate: pinna tidak menyabung, rachis tiga kali bercabang.

4. Spora

Tumbuhan paku bereproduksi menggunakan spora. Spora terbentuk dalam sporangium (kotak spora), dikenal dengan sorus. Sorus umumnya ditemukan di bagian bawa daun, tapi ada beberapa spesies yang berada di margin daun, midrib atau di sepanjang vein (Yusuf, 2010). Sporagenium dikelilingi oleh sel yang disebut annulus yang mengatur keluarnya spora.

Sorus yang mudah dilindungi selaput indusium (Sari, 2018). Indusium terdapat 4 macam yaitu lembaran, bundar, ginjal (reniform), dan mangkuk (Rosaline, 2014).

(7)

Gambar 2.4. Tipe Indusium A. Indusium Palsu Lembaran Pendek, B. Indusium Sejati Dengan Bentuk Lembaran, C. Bundar, D. Ginjal (Rosaline, 2014)

Gambar 2.5. Letak Sorus Pada Tanaman Paku (Renita, 2019)

Secara umum bentuk spora terbagi menjadi dua bentuk, yaitu trilete dan monolete. Pembagian tipe spora didasarkan atas keberadaan aperture (struktur tipis yang menyerupai luka). Spora trilete memiliki simetri radial, aperture triradiat, sering terbentuk tetrahedral setengah bulat jika dilihat dari sisi distal. Sedangkan spora monolete berbentuk simetris bilateral dengan aperture linear (Trayon & Bernard, 1991).

Berdasarkan spora yang dihasilkan, terdapat tiga jenis tumbuhan paku, yaitu.

1. Tumbuhan Paku Homospor/ Isopor

Menghasilkan satu jenis spora yang sama besar. Contohnya: tumbuhan paku kawat.

(8)

2. Paku Heterospora

Menghasilkan dua jenis spora yaitu mikrospora dan maksrospora.

Contohnya: tumbuhan paku rane dan tumbuhan paku semanggi.

3. Paku Peralihan

Menghasilkan spora dengan bentuk dan ukuran sama (isospora) tetapi sebagian jantan dan sebagian betina (heterospora). Contohnya: tumbuhan paku ekor kuda (Lubis, 2009).

2.2.3 Reproduksi Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku berkembang biak dengan menggunakan spora. Spora akan berkembang menjadi prothallus. Prothallus mempunyai organ seksual berupa antheredium (yang menghasilkan sperma) dan archegonium (yang menghasilkan ovum). Pada perkembangannya prothallus memiliki dua sifat, yaitu homotalus dan heterotalus. Homotalus ada pada tumbuhan paku homospor dimana spora berkembang menjadi protalus yang menghasilkan anteredium dan arkegonium. Sementara heterotalus ada pada tumbuhan paku heterospor dimana terbentuk dua macam prothallus yaitu mikroprotalus (mikrogametofit) yang menghasilkan spermatozoid dan makroprotalus (makrogametofit) yang menghasilkan ovum (Susilowati, 2014).

(9)

Menurut Holttum (1982) tumbuhan paku mengalami daur hidup atau metagenesis. Daur hidup tumbuhan paku ada dua fase yaitu, fase aseksual atau generasi gametofit (ditandai adanya prothallus/ protalium) dan fase seksual atau generasi sporofit (tumbuhan paku). Menurut Fox dan Sporne (1962) pada tumbuhan paku generasi sporofit lebih dominan dibandingkan generasi gametofit dan tumbuh dengan ukuran yang jauh lebih besar dibanding dengan protalium pada generasi gametofit. Berikut ini adalah daur hidup tumbuhan paku.

Gambar 2.6. Daun Hidup Tumbuhan Paku (Renita, 2019)

2.2.4 Manfaat Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku memiliki beberapa manfaat dalam kehidupan yaitu sebagai berikut.

1. Sumber Pangan a. Zat Tepung

Ada beberapa spesies tumbuhan paku yang dimanfaatkan sebagai zat tepung sebagai cadangan makanan, terutama pada bagian rizoma. Menurut Winter dan Amoroso (2003) Spesies yang dimanfaatkan sebagai sumber zat tepung adalah Angipteris evecta (G.

(10)

Forst) Hoffm, Cibotium barometz (L.) J. Smith, Cyathea sp, dan Pteridium aquilinum (L.) Kuhn.

b. Sayur

Ada beberapa spesies tumbuhan paku yang dapat dikonsumsi sebagai sayur, khususnya pada bagian daun yang masih menggulung (muda). Di Asia Tenggara, tumbuhan paku yang biasanya dikonsumsi adalah “tumbuhan paku pakis hijau” Diplazium esculentum (Retz.) Swartz dan “tumbuhan paku pakis merah” Stenochlaena palustris (Burm. f) Bedd (Winter & Amoroso 2003).

c. Bumbu

Ada beberapa tumbuhan paku yang dimanfaatkan untuk mengakumulasikan garam di dalam akar. Pemanfaatan garam dari tumbuhan paku diterapkan di daerah yang jauh dari sumber garam.

Abu hasil pembakaran tumbuhan paku ditabur ke dalam makanan, air atau minuman sebelum dikonsumsi. Abu hasil pembakaran tumbuhan paku kaya akan kandungan garam serta memiliki kadar kalium yang lebih tinggi dari pada garam pada umumnya (Winter & Amoroso 2003).

2. Obat-obatan

Tumbuhan paku biasanya dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Chinese Herbal Medicine atau lebih dikenal dengan TCM (Traditional Chinese Medicine) memanfaatkan Selaginella Pall. Beauv sebagai obat kanker dan Huperzia serrata (Thunb. ex Murray) Trevis sebagai obat Alzheimer (Winter & Amoroso 2003).

(11)

3. Hiasan

Ada beberapa tumbuhan paku dimanfaatkan sebagai tanaman hias.

Beberapa karakter yang menjadikan tumbuhan paku yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias antara lain adalah posisi daun yang berdekatan sehingga tampak rimbun, ukuran tumbuhan paku yang tidak terlalu besar, dan beberapa karakter unik lain seperti warna, tekstur dan bentuk.

Selain itu. Tumbuhan paku tidak terlalu sensitif terhadap kelembaban atau suhu ketika diletakkan di dalam ruangan. Contoh tanaman paku yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias adalah Platycerium bifurcatum (Cav.) C. Chr, Asplenium nidus L. dan masih banyak lainya yang merupakan spesies yang sering dijadikan tanaman hias (Winter &

Amoroso 2003).

2.2.5 Klasifikasi Tumbuhan Paku

Menurut Cronquist, Takhtajan, dan Zimmerman, dalam Singh (2010) klasifikasi tumbuhan paku atau pengelompokan tumbuhan paku dikelompokkan menjadi 4 divisi yaitu, Psilophyta, Lycopodiophyta, Equisetophyta, Polypodiophyta. Sementara Smith dalam Singh (2010) klasifikasi tumbuhan paku kedalam 4 kelas berbeda yaitu Psilotopsida, Equisetopsida, Marattiopsida, dan Pteropsida. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Holttum, menyebutkan bahwa tumbuhan paku dikelompokkan ke dalam 4 kelas yaitu Psilotopsida, Lycopsida, Sphenopsida, dan Pteropsida (Holttum, 1982).

Sistem klasifikasi tumbuhan paku yang sering digunakan adalah sistem klasifikasi menurut Tjitroesoepomo (2009) dimana tumbuhan paku

(12)

dikelompokkan menjadi 4 kelas (Psilophytinae, Lycopodiinae, Equisetinae, dan Filicinae) yaitu:

1. Kelas Psilophytinae (Paku Purba)

Psilophytinae (paku purba) merupakan tumbuhan paku tidak nampak daun atau mempunyai daun-daun kecil (mikrofil) yang belum terdiferensiasi dan terdapat pula yang tidak mempunyai akar. Paku purba bersifat homospor.

Contoh Kelas Psilophytinae dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Psilotum nudum (Wildpret & Martín 2013)

2. Kelas Lycopodinae (Paku Rambut atau Paku Kawat)

Ciri tumbuhan paku yang masuk dalam kelas Lycopodinae yaitu batang dan akar-akarnya bercabang-cabang menggarpu (cabangnya sama besar), daun mikrofil, tidak bertangkai dan daun tersusun rapat menurut garis spiral. Contoh Kelas Lycopodinae dapat dilihat pada Gambar 2.8 dan 2.9.

(13)

Gambar 2.8. Lycopodium cernuum L (Hasibuan et al., 2016).

Gambar 2.9. Selaginella intermedia (Hasibuan et al., 2016).

3. Kelas Equisetinae (Paku Ekor Kuda)

Kelas Equisetinae memiliki ciri yaitu bercabang berkarang dan berbuku-buku dan beruas-ruas, daun kecil seperti selaput dan tersusun berkarang. Contoh Kelas Equisetinae dapat dilihat pada Gambar 2.10 dan 2.11.

(14)

Gambar 2.10. Equisetum variegatum (Komaria. 2015)

Gambar 2.11. Rhynia elegans (Mardiastutik, 2010)

4. Kelas Filicinae (Paku Sejati)

Kelas Filicinae lebih dikenal lagi dengan tumbuhan paku pakis yang sebenarnya. Tumbuhan paku dari kelas Filicinae termasuk higrofit, biasanya ditemukan ditempat yang teduh dan lembab. Semua anggota Filicinae mempunyai daun yang besar (makrofil), bertangkai, tumbuhan paku ini yang bagian ujung mudanya tergulung dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium. Contohnya yaitu Adiantum farleyense (paku ekor merak), Platycerium bifurcatum (paku tanduk

(15)

rusa). Beberapa contoh kelas Filicinae terdapat dalam Gambar 2.12, 2.13, 2.14 dan 2.15.

Gambar 2.12. Helminthostachys zeylanica (Kurniawan, 2009)

Gambar 2.13. Angiopteris evecta (Kinho, 2009)

Gambar 2.14. Cyathea microdonta (Zuquim & Prado, 2008).

(16)

Gambar 2.15. Salvinia natans (Robinsyard, 2018)

Tracheophyta tidak mempunyai kambium tetapi memiliki hijau daun (klorofil) yang membuatnya bisa mandiri dalam pembentukan zat-zat yang mengandung energi matahari (karbohidrat, lemak dan protein). Perkembangbiakan Tracheophyta membentuk spora dengan peralatan kelamin yang lengkap yaitu:

1) Arkegonium: dapat disamakan dengan putik dari tumbuhan dikotiledon dan mengandung semacam sel telur.

2) Anteridium: dapat disamakan dengan benang sari yang menghasilkan tepung sari mengandung semacam sperma (Lubis, 2009)

Proses pengelompokan atau klasifikasi tumbuhan paku harus memperhatikan karakter generatif maupun vegetatif tumbuhan tersebut.

Antar famili tumbuhan paku dibedakan berdasarkan ciri-ciri habitus, tipe frond, letak sorus, tipe spora, dan bentuk spora. Antar genus dalam satu famili dibedakan dari ciri bentuk frond, pola percabangan, venasi, bentuk indusium, bentuk spora, dan tipe apertura. Sedangkan pembeda antar

(17)

spesies satu genus adalah tipe sisik, bentuk tepi lamina, permukaan perispora, dan crest fold (Rukmana, 2018).

2.2.6 Ekologi dan Distribusi Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku adalah kelompok tumbuhan yang dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Indonesia. Persebaran tumbuhan paku sangat tinggi terutama di daerah hujan tropis dan hutan pegunungan. Tumbuhan paku memiliki tingkat kesuburan dan pertumbuhan yang tinggi pada musim hujan di kawasan perbukitan dengan ketinggian sekitar 1400 m.

Menurut Wanma (2016) berdasarkan tempat hidupnya tumbuhan paku dikelompokan kedalam enam kelompok yaitu tumbuhan paku terestrial (perakarannya di tanah), paku epifit (menempel pada pohon), paku pemanjat/

climbing fern (perakarannya ditanah namun akan memanjat bila mendapat pohon inang), rockfern (perakarannya menempel pada batuan), paku air (aquatic fern), dan paku gunung (mountain fern).

Pola persebaran tumbuhan paku dibagi menjadi 2 kelompok.

Kelompok pertama, menyebar secara normal dalam kondisi naungan, dan tidak terlalu membutuhkan cahaya matahari langsung. Kelompok kedua, menyebar secara normal dalam kondisi terbuka. Persebaran tumbuhan paku sangat luas mulai dari ketinggian 0 – 3.200 mdpl. Berdasarkan yang disebutkan maka tumbuhan paku dapat tumbuh di tepi pantai hingga pegunungan yang tinggi. Di pegunungan umumnya tumbuhan paku lebih menyukai daerah aliran air sungai yang bertebing, bercadas, dan berkelembaban yang tinggi. Tumbuhan paku ditemukan luas mulai daerah tropis hingga dekat kutub. Mulai dari hutan primer, hutan sekunder, alam

(18)

terbuka, dataran rendah hingga tinggi, lingkungan basah, lembab, kebun bahkan hingga di pinggir jalan (Irawati et al., 2012).

2.3 Gambaran Umum Sumber Nyolo

Gambar 2.16. Pemandian Sumber Nyolo (Dokumen Pribadi)

Sumber Nyolo merupakan sumber mata air yang kemudian dibangun hingga mirip seperti kolam renang. Air yang mengalir dikelola warga setempat yang dimanfaatkan untuk keperluan mandi, minum, kebutuhan rumah tangga lainnya. Tempat ini berlokasi di Desa Ngenep, Kec. karangploso, Kabupaten Malang. Namun, Sumber Nyolo juga diklaim berada di kawasan Kecamatan Singosari.

Mengenai penamaan Sumber Nyolo sendiri, warga menyebut demikian karena Nyolo diambil dari kata nyala (hidup) yang berarti Sumber Nyolo adalah sumber kehidupan.

2.4 Sumber Belajar

Sumber belajar adalah semua informasi yang mau disampaikan oleh pemberi informasi kepada penerima informasi. Sumber belajar berfungsi untuk mempermuda pembelajaran dan meningkatkan kegiatan belajar,

(19)

sehingga hasil belajar dan aktivitas semakin meningkat. Dalam arti sempit, sumber belajar adalah buku maupun media cetak lainnya (Fitrah, 2015).

Menurut Purnomo (2012) sumber belajar adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan dan yang digunakan dalam proses pembelajaran baik berupa buku, media cetak, narasumber, media elektronik, lingkungan dan sebagainya yang dapat membatu dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran Biologi, sumber belajar Biologi dapat diperoleh di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Sumber belajar Biologi yang digunakan ada yang sudah di modifikasi dan yang belum di modifikasi (Suhardi, 2007).

Menurut Djohar dalam Suhardi (2012), peran sumber belajar untuk peserta didik dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan mempercepat proses pembelajaran, mengembangkan semangat belajar, penggunaan waktu lebih baik, memberikan peserta didik untuk berkembang sesuai kemampuannya dan mengarahkan kegiatan kearah lebih individual.

2. Mengembangkan bahan pengajaran yang dilandasi penelitian berdasarkan fakta di lingkungan sehingga dapat memberikan dasar lebih ilmiah.

3. Pemantapan pengajaran dengan meningkatkan kemampuan menggunakan fasilitas berupa media komunikasi, penyajian data dan informasi lebih kontras sehingga dapat mengurangi sifat verbalistik dan abstrak dengan kenyataan.

Menurut Djohar dalam Suratsi (2010), syarat-syarat sumber belajar yang baik untuk peserta didik adalah memiliki kejelasan potensi, kejelasan

(20)

sasaran, memiliki kesesuaian dengan tujuan belajar, informasi yang diungkap jelas, pedoman penelitian jelas, serta terdapat kejelasan perolehan yang diinginkan.

Gambar

Gambar 2.1. A. sisik B. rambut atau bulu (Yusuf, 2010)
Gambar 2.2. Morfologi Tumbuhan Paku (Renita, 2019)
Gambar 2.3. Tipe-Tipe Daun Tumbuhan Paku (Renita, 2019)
Gambar 2.4. Tipe Indusium A. Indusium Palsu Lembaran Pendek, B. Indusium Sejati Dengan Bentuk Lembaran, C
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya pada tumbuhan lumut, tumbuhan paku juga mengalami pergiliran keturunan (metagenesis). Daur hidup tumbuhan paku selengkapnya adalah sebagai berikut. 1) spora paku

3) Jika pasien tetap menolak untuk memakai gelang identifikasi setelah mendapatkan penjelasan, hal ini juga harus dicatat pada rekam medis. Hal ini harus

Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Intensitas Aset Biologis dan Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Berbasis Aset Biologis

Dialagflow merupakan sebuah kecerdasan buatan yang dikhususkan untuk chatbot dan dialagflow ini mudah di kostumisasi dengan api google lainya seperti text to voice dan

Dalam wacana yang dikembangkan oleh Hans Kelsen, permasalahan proses demokrasi tidak terletak pada proses sehat tidaknya sebuah partai politik, akan tetapi lebih kepada

Dari hasil laporan di Sumatra Selatan, faktor persentase nelayan dalam suatu kelompok berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga yang lebih tinggi,

Ketiga perusahaan menghasilkan nilai Balanced Scorecard yang baik, yang menggambarkan bahwa kinerja keuangan dan non keuangan dapat berjalan dengan selaras dan berimbang

Studi Kelayakan dan Evaluasi Proyek (SKEP) merupakan suatu kegiatan yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) dari suatu usaha