• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian Filologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian Filologi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Filologi

Secara etimologi dan istilah kata filologi berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan dari kata philos yang berarti “teman” dan logos yang berarti

“ilmu”. Diambil dari kedua kata itu kemudian menjadi philologia, dalam bahasa Yunani Philologia berarti „senang berbicara‟, lalu berkembang menjadi „senang belajar‟, „senang kepada ilmu‟, „senang kepada tulisan-tulisan‟ dan kemudian

„senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi‟, seperti halnya karya sastra (Siti Baroroh Baried, 1994: 2).

Teori yang diacu dalam penelitian ini adalah teori filologi yang pada prinsipnya merupakan teori yang mempelajari seluk beluk naskah. Penelitian ini secara khusus didasarkan pada makna filologi di Indonesia yang bertujuan untuk mengungkapkan makna teks dalam segi kebudayaan. Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis didalam naskah-naskah klasik (Bani Sudardi, 2003:7).

Pengkajian teks secara filologis ternyata menimbulkan kesadaran bahwa untuk mengetahui bentuk asli dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dari suatu teks diperlukan pemahaman dan penelitian secara cermat dan teliti. Kegiatan pengkajian teks dalam filologi merupakan usaha rekontruksi atas teks yang paling dekat dengan teks aslinya, kegiatan penelitiannya menitikberatkan kepada bacaan yang rusak dan menyimpang (korup). Dalam pengkajian teks secara filologis

(2)

commit to user

diperlukan bekal ilmu pengetahuan yang memadai, baik dari segi bahasa maupun tulisan dan kebudayaan.

B. Objek Filologi

Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.

Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan dalam bentuk tulisan atau biasanya disebut dengan naskah. Dalam peninggalan yang bernama naskah, tersimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan, kepercayaan adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat lampau (Siti Baroroh Baried, 1994: 6). Dalam bidang filologi, objek dan sasaran kerjanya adalah naskah dan teks. Istilah naskah adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Edwar Djamaris, 2002: 3).

Naskah merupakan produk yang bersifat konkret, nyata, dapat dipegang dan diraba. Teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam naskah. Teks merupakan produk yang bersifat abstrak, yang berisi informasi yang hanya dapat dibayangkan saja. Jadi, penelitian filologi secara khusus berfokus pada naskah masa lalu yang termuat di dalam naskah yang mengandung nilai budaya.

(3)

C. Langkah Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi

naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah dan penerjemahan teks. Menurut Edwar Djamaris (2002), langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah. Cara tersebut digunakan apabila ditemukan naskah jamak atau naskah lebih dari satu. Teori tersebut tak selamanya bisa diterapkan pada semua naskah, karena masing-masing naskah mempunyai kondisi yang berbeda-beda.

Sêrat Suluk Arta-Arti ini penanganannya menggunakan langkah kerja

penelitian filologi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang dimodifikasi dengan langkah kerja pendapat Edwar Djamaris. Sêrat Suluk Arta- Arti adalah naskah tunggal, maka tidak memerlukan perbandingan naskah.

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut:

1. Penentuan sasaran penelitian

Langkah pertama adalah menemukan sasaran, dikarenakan banyak ragam yang perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk maupun isinya. Ada naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Ada naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu atau rotan. Ada naskah yang berbentuk prosa maupun puisi. Ada pula naskah yang berisi sejarah/babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran/piwulang serta agama.

(4)

commit to user

Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasaran yang ingin diteliti adalah sebagai berikut : naskah bertuliskan Jawa carik, ditulis pada kertas, berbentuk puisi dan berisi masalah piwulang/ajaran terutama moral. Keseluruhan bentuk di atas terangkum di dalam Sêrat Suluk Arta Arti.

2. Inventarisasi naskah

Inventarisasi naskah dilakukan dengan mendaftar dan mengumpulkan naskah yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut Edi S. Ekadjati (1980), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan objek penelitian dengan mendatangi tempat-tempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog.

Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, di mana tempat penyimpanannya dan penjelasan lain tentang keadaan naskah.

3. Observasi pendahuluan dan deskripsi naskah

Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni Sêrat Suluk Arta- Arti, maka diadakan deskripsi naskah dan ringkasan isi.

Deskripsi naskah adalah uraian ringkas naskah terperinci. Deskripsi naskah penting sekali untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah tersebut. Edwar Djamaris (2002: 11) menguraikan bahwa naskah yang sudah berhasil dikumpulkan, perlu segera diolah yang berupa deskripsi naskah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasikan naskah menurut (Emuch Hermansoemantri, 1986) antara lain menyangkut informasi atau data mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan

(5)

naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris per halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah, pengarang/penyalin, asal-usul naskah, fungsi sosial naskah, dan ikhtisar teks/cerita.

4. Transliterasi naskah

Transliterasi naskah adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus selengkap- lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran (Edwar Djamaris, 2002: 19).

5. Kritik teks

Kata “kritik” berasal dari bahasa Yunani ”krites” yang artinya “seorang hakim” krinein berati “menghakimi”, kriterion berarti “dasar penghakiman”.

Pengertian kritik teks menurut Siti Baroroh Baried (1984: 61) adalah memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat.

6. Suntingan teks dan Aparat kritik

Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.

Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik.

(6)

commit to user 7. Terjemahan

Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah.

Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1984: 27).

Bani Sudardi (2003:68) menjelaskan bahwa penerjemahan setidaknya ada dua cara, yakni:

1) Penerjemahan formal atau harfiah, yaitu penerjemahan kata demi kata.

Penerjemahan ini perlu untuk memberikan arti harfiah kata-kata yang diterjemahkan dan padanannya dalam bahasa sasaran.

2) Penerjemahan dinamis yaitu penerjemahan yang berusaha menyampaikan isi atau amanat yang terkandung di dalam suatu ungkapan bahasa.

Penerjemahan jenis ini lebih mementingkan penyampaian ide daripada padanan katanya saja.

Teknik penerjemahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerjemahan dinamis, hal itu bertujuan agar memudahkan pembaca/peneliti dalam memahami isi teks yang terdapat dalam naskah.

D. Pengertian Suluk atau Tasawuf

Sastra Jawa yang bernafaskan tasawuf lazim disebut primbon, wirid, atau suluk. Wirid dan suluk berasal dari kata arab yang semula berarti doa dan ilmu tasawuf. Wirid berarti ayat-ayat Al-Qur‟an yang dibaca sebagai doa (Hava, 1951:863). Hava dalam Dasusuprapta (1990:1) menyatakan bahwa suluk berasal

(7)

dari bahasa Arab Salukun (bentuk jamak dari silkun) yang berarti perjalanan mengembara atau kehidupan bertapa. Dalam kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Ajaran tersebut berkaitan dengan ajaran tasawuf yang mengharuskan para sufi berlaku sebagai pertapa dalam mencapai tujuannya.

Poerwadarminta (1976:973) juga menyatakan bahwa suluk sering disebut mistik yaitu jalan ke arah kesempurnaan batin, ajaran atau kepercayaan yang menganggap bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan Allah dapat dicapai melalui penglihatan batinnya manusia dan dapat berkomunikasi langsung dengan cara bersemadi, khalwat dan pengasingan diri. Sedangkan Tasawuf adalah suatu usaha pendekatan diri kepada Allah secara bersungguh-sungguh berdasarkan Al- Qur‟an dan Hadis (Istadiyantha, 2006:398).

Dalam memahami tasawuf, suluk diartikan sebagai perjalanan spiritual menuju Sang Sumber. Ini adalah metode perjalanan melalui berbagai keadaan dan kedudukan. Seseorang yang menempuh jalan ini disebut salik. Sang hamba yang telah jauh berjalan menuju Allah adalah yang telah sungguh-sungguh menunjukkan penghambaanya kepada Allah. Adapun hakekat suluk, ialah mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk (dari maksiat lahir dan dari maksiat bathin) dan mengisinya dari sifat-sifat yang terpuji atau mahmudah (dengan taat lahir dan bathin).

Zoetmulder (2000:45) berpendapat bahwa ajaran tentang mistik/suluk adalah konsep-konsep ajaran Islam yang disederhanakan oleh masyarakat Jawa, dituangkan ke dalam serat-serat suluk ajaran kejawen atau Islam Jawa. Dalam sastra suluk berisi petunjuk agar manusia dapat mencapai makrifatullah/mengenal

(8)

commit to user

Allah dengan sebenar-benarnya, dengan meleburkan diri pribadi pada Allah dan perasaan keinginan lenyap diliputi rasa ke-Tuhanan.

Sastra Jawa yang berisi ajaran tasawuf terdaftar cukup banyak, contohnya Suluk Malang Sumirang, Suluk Sujinah, Suluk Wujil, Suluk Jatirasa, dan masih

banyak lagi yang lainnya. Di samping naskah-naskah yang telah jelas menyampaikan ajaran tasawuf, masih banyak naskah-naskah yang cenderung berisi ajaran moral berdasarkan paham tasawuf, karena memang dekat sekali antara tasawuf dengan ajaran moral.

E. Konsep Nilai Etika dan Moral

Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti kebiasaan, custom.

Dalam bahasa Latin kata untuk kebiasaan adalah mos, dan dari sinilah asal kata moral, moralitas, mores. Secara etimologi, etika mempelajari kebiasaan manusia yang sebagian terdiri dari konvensi-konvensi melulu seperti cara berpakaian, tata cara, tata krama, etiquette, dan semacam itu (Poespoprodjo, 1988: 102).

Dalam KBBI (Departemen Pendidikan Nasional: 2007) „moral‟ dibedakan menjadi 3 arti, yaitu:

1) Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila.

2) Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap diperbuatan.

3) Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.

Menurut Franz Magnis Suseno (1996) kata “etika” dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang moral. Jadi, etika merupakan ilmu

(9)

atau refleksi sistematis mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah- istilah moral. Namun demikian, dalam buku Etika Jawa yang ditulisnya, pengertian etika Jawa mempunyai arti lebih luas, yaitu sebagai keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya.

Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran. Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia (Poespoprodjo, 1988: 102). Etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut atau kita juga bisa mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan ke mana kita harus melangkah dalam hidup ini.

Kata moral dan etika walaupun mempunyai kedekatan pengertian umum, tetapi juga mempunyai perbedaan sebagaimana dikatakan Franz Magnis Suseno bahwa ajaran moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah- khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan, dan ketetapan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika bukanlah suatu sumber tambahan bagi ajaran moral melainkan filsafat kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan- pandangan moral.

Referensi

Dokumen terkait

Maka, manajemen pengembangan kurikulum bahasa adalah suatu proses pengaturan dalam pengembangan kurikulum bahasa sesuai dengan prosedurnya, sebagai pedoman atau pegangan

Usia perawat di Rumah Sakit Awal Bros Batam didominasi usia dibawah 30 tahun sebanyak 70%, sehingga apabila didapatkan hasil perawat yang keluar lebih banyak, maka hal

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kadar Fe(III) dalam air pada 10 sampel air sumur di kecamatan Tanggulangin kabupaten Sidoarjo tergolong layak untuk

- Pengelolaan Bendung Jatibarang di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah - Baru dalam proses pembahasan menunggu kajian UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

Gambar 4.20 Tampilan layar halaman View Order

Jumlah saham yang akan diterbitkan ini sekitar 20,18% dari modal ditempatkan dan disetor per akhir September tahun ini.. Namun, jumlah ini bisa saja berubah tergantung pada

Pihak Koperasi selaku penanggung jawab Mini Market OMI-Giri Mart dan serta pihak Mini Market OMI-Giri Mart yang telah memberi izin untuk peneliti

Hasil uji t dalam tabel 4.10. menunjukkannilai koefisien bernilai negatif dan variabel kinerja keuangan diperoleh tingkat signifikansi 0,065 lebih kecil dari