• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS AKHIR. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN DINDING PENAHAN TANAH DAN GEOGRID

MENGGUNAKAN PLAXIS V.8.2 (STUDI KASUS: RUAS JALAN PROVINSI KM. 150 – SIBUHUAN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

YAYANG HASLIKA DASOPANG 14 0404 001

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisa Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Dinding Penahan Tanah dan Geogrid Menggunakan Plaxis V.8.2 (Studi Kasus: Ruas Jalan Provinsi KM.150 – Sibuhuan)” untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata Satu pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ibunda tercinta Leli Sukenti, Ayahanda tercinta Hasian Negara Dasopang dan Adik yang kusayangi Fathur Raja Dasopang serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Seri Maulina, M.Si.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, S.T.,M.T.,Ph.D., selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. St. Roesyanto, M.S.C.E., selaku koordinator sub jurusan Geoteknik.

(3)

5. Ibu Ika Puji Hastuty, S.T.,M.T., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberi arahan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. St. Roesyanto, M.S.C.E., selaku pembanding I yang terlah memberi kritik dan saran yang membangun.

7. Bapak Ir. Rudi Iskandar, M.T., selaku pembanding II yang telah memberi kritik dan saran yang membangun.

8. Seluruh dosen Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada saya.

9. Bapak Trio, bapak Roy dan bapak Jonner yang telah memberi informasi dan masukan dalam pengolahan data.

10. Saudari – saudari sehati Wardatan Kaddihan, Suci Amalia dan Dian Ariyanti yang selalu memberikan motivasi.

11. Teman – teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya Octa, Anggi, Vivi, Arya, Feranita dan Cindy yang telah banyak mendukung selama perkuliahan.

12. Seluruh keluarga laboratorium Mekanika Tanah yang telah banyak memberikan ilmu kepada saya.

13. Adik-adik 2017 khususnya Sheika dan Ivan yang telah banyak membantu untuk kelancaran skripsi ini.

Akhirnya, Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak dan apabila ada yang tidak tersebutkan Penulis mohon maaf, dengan besar harapan semoga skripsi yang ditulis oleh Penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini semoga segala amal dan kebaikannya mendapatkan balasan yang berlimpah dari Allah SWT, Aamiin.

Medan, Juli 2018

Yayang Haslika Dasopang 14 0404 001

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

1.7 Jadwal Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Parameter Tanah ... 6

2.1.1 Klasifikasi Tanah dari Data Sondir ... 7

2.1.2 Berat Isi... 7

2.1.3 Modulus Young ... 8

2.1.4 Poisson Ratio ... 9

(5)

2.1.5 Sudut Geser Dalam ... 10

2.1.6 Kohesi ... 10

2.1.7 Kekuatan Geser Tanah... 11

2.2 Kriteria Umum Tanah Timbunan ... 11

2.3 Pemaatan Tanah Timbunan ... 13

2.4 Tekanan Tanah Lateral ... 13

2.4.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At Rest) ... 13

2.4.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine ... 15

2.5 Stabilitas Lereng ... 17

2.5.1 Upaya Stabilisasi Lereng... 18

2.5.2 Klasifikasi Tanah Longsor ... 19

2.5.3 Perhitungan Faktor Keamanan Lereng... 20

2.6 Faktor Penyebab Kelongsoran ... 22

2.6.1 Pengaruh Geologi ... 22

2.6.2 Pengaruh Topografi ... 23

2.6.3 Pengaruh Proses Cuaca ... 23

2.7 Geogrid ... 24

2.7.1 Jenis Geogrid ... 28

2.7.1.1 Geogrid Uniaxial ... 28

2.7.1.2 Geogrid Biaxial... 29

2.7.1.3 Geogrid Triax ... 30

2.7.2 Kelebihan Pemakaian Geogrid ... 30

(6)

2.7.3 Kekurangan Pemakaian Geogrid ... 31

2.8 Dinding Penahan Tanah ... 31

2.8.1 Jenis Dinding Penahan Tanah ... 32

2.8.1.1 Gravity Walls ... 33

2.8.1.2 In Situ atau Embedded Walls ... 34

2.8.1.3 Reinforced Soil Walls... 35

2.8.1.4 Insitu Reinforcement ... 35

2.9 Metode Elemen Hingga ... 35

2.10 Studi Literatur ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Umum ... 38

3.2 Data Umum ... 38

3.3 Data Primer ... 38

3.4 Data Sekunder... 39

3.5 Data Teknik Geogrid dan Dinding Penahan Tanah ... 39

3.6 Denah Lokasi dan Potongan Melintang Pemasangan Proyek ... 39

3.7 Metode Analisis ... 40

3.8 Metode Perencanaan dengan Menggunakan MEH ... 40

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Kondisi Awal Lereng... 47

4.2 Kondisi Lereng dengan Pengerjaan Standar ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

(7)

5.1 Kesimpulan ... 56 5.2 Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanah dari Data Sondir ... 7

Tabel 2.2 Korelasi Berat Jenis Tanah (γ) untuk Tanah non Kohesif dan Kohesif ... 8

Tabel 2.3 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah ... 9

Tabel 2.4 Nilai Perkiraan Angka Poisson Tanah ... 10

Tabel 2.5 Hubungan Antara Sudut Geser dalam Dengan Jenis Tanah ... 10

Tabel 2.6 Nilai Faktor Keamanan Untuk Perencanaan Lereng... 21

Tabel 3.1 Data Teknis Geogrid ... 37

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi studi dilihat dari Google Earth Pro ... 2

Gambar 1.2 Longsor di ruas jalan provinsi KM.150 – Sibuhuan ... 2

Gambar 2.1 Hubungan antar fase tanah ... 6

Gambar 2.2 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding penahan ... 14

Gambar 2.3 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah ... 15

Gambar 2.4 Grafik hubungan antara angka stabilitas dengan sudut kemiringan lereng, Ø > 0 ... 22

Gambar 2.5 Jenis-jenis geosintetik ... 26

Gambar 2.6 Geogrid uniaxial ... 28

Gambar 2.7 Geogrid biaxial ... 29

Gambar 2.8 Geogrid triax ... 30

Gambar 3.1 Potongan melintang pemasangan dinding penahan tanah dan geogrid ... 40

Gambar 3.2 Detail penulangan dinding penahan tanah pondasi tapak ... 40

Gambar 3.3 Bagan alir penelitian... 46

Gambar 4.1 Model penampang melintang lereng ... 47

Gambar 4.2 Tahapan perhitungan menggunakan Plaxis 2D ... 48

Gambar 4.3 Tahapan perhitungan Safety Factor asli lereng ... 48

Gambar 4.4 Potongan melintang tipikal perkuatan ... 49

Gambar 4.5 Pemodelan proses penggalian selama 7 hari ... 50

(10)

Gambar 4.6 Pemodelan proses pemasangan dinding penahan tanah selama

30 hari ... 51

Gambar 4.7 Pemodelan proses penimbunan dan pemasangan geogrid selama 40 hari ... 51

Gambar 4.8 Pemodelan proses counterweight selama 4 hari ... 52

Gambar 4.9 Tahapan perhitungan dengan Plaxis 2D... 52

Gambar 4.10 Kondisi displacement dengan perkuatan ... 53

Gambar 4.11 Safety factor dengan menggunakan perkuatan ... 53

Gambar 4.12 Tahapan Perhitungan ... 54

Gambar 4.13 Safety factor sebelum counterweight ... 55

(11)

ABSTRAK

Lereng adalah kenampakan permukaan alam yang memiliki beda tinggi.

Stabilitas lereng berkaitan dengan longsor yang merupakan proses perpindahan massa tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pada kasus di Ruas Jalan Sibuhuan KM. 150 Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara mengalami kelongsoran sampai memakan sebagian bahu jalan. Maka tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui safety factor dari keadaan lereng sebelum dan setelah diberi perkuatan.

Dalam tugas akhir ini stabilitas lereng dianalisis dengan 2 kondisi, yaitu kondisi awal sebelum menggunakan perkuatan dan kondisi menggunakan perkuatan yang sedang dikerjakan dilapangan menggunakan dinding penahan tanah dan geogrid. Kedua kondisi ini dibandingkan dengan menggunakan Metode Elemen Hingga atau Plaxis 2D V.8.

Dari hasil perhitungan didapat nilai safety factor pada kondisi awal adalah sebesar 1,26. Nilai safety factor pada kondisi lereng dengan menggunakan perkuatan dinding penahan tanah dan geogrid adalah 2,75.

Maka dapat disimpulkan bahwa lereng menjadi stabil jika diberi perkuatan dinding penahan tanah dan geogrid dengan adanya kenaikan safety factor.

(2,75>1,26)

Kata kunci: stabilitas lereng, safety factor, dinding penahan tanah, geogrid, plaxis

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lereng adalah kenampakan permukaan alam yang memiliki beda tinggi.

Apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar, akan diperoleh besarnya kelerengan (slope). Lereng ini biasanya terbentuk karena adanya aktivitas alami dari bumi ataupun dibuat oleh manusia.

Lereng memiliki parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian, yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relief. Stabilitas lereng sangat erat kaitannya dengan longsor atau gerakan tanah yang merupakan proses perpindahan massa tanah secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah.

Pergerakan tanah ini terjadi karena perubahan keseimbangan daya dukung tanah dan akan berhenti setelah mencapai keseimbangan baru. Secara umum faktor yang menyebabkan ketidakstabilan lereng ada dua yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari tubuh lereng seperti material tanah pembentuk lereng, muka air tanah, kemiringan lereng, retakan pada lereng, pelapukan tanah, dan aktivitas geologi dari lereng untuk lereng alami. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti infiltrasi air hujan, aktivitas manusia, keberadaan vegetasi, rayapan lereng, dan gempa.

Pengertian tanah longsor sebagai respon dari pada yang merupakan faktor utama dalam proses geomorfologi akan terjadi di mana saja di atas permukaan bumi, terutama permukaan relief pegunungan yang berlereng terjal, maupun permukaan lereng bawah laut. Tanah longsor didefinisikan sebagai tanah batuan atau tanah di atas lereng permukaan yang bergerak ke arah bawah lereng bumi disebabkan oleh gravitasi / gaya berat. Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu menahan berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada permukaan lereng dan berkurangnya daya ikat antara butiran tanah relief.

Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang Geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau

(13)

menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan geser dari suatu massa tanah tidak mampu memikul beban kerja yang terjadi. Gangguan terhadap stabilitas lereng dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun kondisi alam. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu analisis stabilitas lereng sangat diperlukan.

Hujan deras yang secara konstan mengguyur wilayah Sibuhuan mengakibatkan jurang di tepi ruas jalan Sibuhuan KM. 150 mengalami kelongsoran dan mengikis sebagian bahu jalan. Ruas jalan Sibuhuan ini memiliki kondisi geografis yang terdiri dari perbukitan serta terdapat lereng dan jurang yang cukup tinggi, curam yang rawan mengalami kelongsoran sehingga diperlukan pencegahan untuk mengurangi kelongsoran yang sering terjadi di titik tersebut.

Gambar 1.1 Lokasi studi dilihat dari Google Earth Pro

Gambar 1.2. Longsor di ruas jalan provinsi KM.150 – Sibuhuan

(14)

Pada kasus di Ruas Jalan Sibuhuan KM. 150 Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara mengalami kelongsoran sampai memakan sebagian bahu jalan. Pada Tugas Akhir ini cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan geogrid dan dinding penahan tanah dengan metode elemen hingga.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya kelongsoran lereng

2. Bagaimana nilai faktor keamanan lereng jika menggunakan geogrid dan dinding penahan tanah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Analisis stabilitas lereng pada kondisi awal sebelum menggunakan geogrid dan dinding penahan tanah.

2. Analisis stabilitas lereng setelah menggunakan dinding penahan tanah dan geogrid.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian terletak di Ruas Jalan Provinsi KM. 150 - Sibuhuan 2. Tidak memperhitungkan gaya gempa.

3. Badan jalan dan saluran drainase di daerah penelitian tidak turut dimodelkan.

4. Metode yang dilakukan untuk menganalisa stabilitas lereng menggunakan metode elemen hingga program Plaxis versi 8.

5. Tidak membahas biaya pada pengerjaan proyek.

6. Dalam Tugas Akhir ini tidak dilakukan analisis menggunakan rumus empiris.

(15)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Sebagai referensi mahasiswa yang akan membahas tugas akhir dengan topik yang sama.

2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal-hal yang dibahas dalam laporan tugas akhir.

1.6 Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 6 (enam) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:

1. Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, tujuan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

2. Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup teori dasar, rumus dan segala sesuatu yang berhubungan dengan topik yang dibahas.

3. Bab III : Metodologi Penelitian

Berisikan data-data yang terkait dengan daerah studi yang menjadi daerah penelitian. Bab ini juga menguraikan hasil analisis dari metode yang dipergunakan dan perhitungan-perhitungan yang terkait untuk pekerjaan penyelidikan tanah.

4. Bab IV : Analisis dan Pembahasan

Bab ini menampilkan analisis stabilitas lereng awal sebelum perkuatan dan analisis stabilitas lereng menggunakan perkuatan geogrid dan dinding penahan tanah dengan menggunakan metode elemen hingga program Plaxis versi 8.2

5. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menampilkan rangkuman dari pembahasan dan memberikan kesimpulan dari studi kasus pada laporan Tugas Akhir ini.

(16)

1.7 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli 1 Studi

Literatur

2

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

3 Penulisan

Proposal TA

4 Revisi

Proposal TA

5 Penyusunan

TA

6

Pendaftaran Seminar Hasil TA

7 Seminar Hasil

TA

8 Revisi TA

9 Pendaftaran

Sidang TA

10 Sidang TA

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Parameter Tanah

Dalam mendesain bangunan geoteknik, diperlukan data tanah yang dapat menunjukkan kondisi tanah di lapangan. Data yang diperlukan dapat berupa data pengujian di laboratorium dan data hasil pengujian di lapangan. Pengambilan sampel tanah dan pengujian laboratorium tidak dilakukan pada seluruh lokasi melainkan di tempat-tempat yang memungkinkan dianggap mewakili lokasi sebenarnya.

Kelengkapan data dalam penyelidikan lapangan, menentukan akurasi dalam perencanaan, tetapi tidak semua data dapat diperoleh dengan lengkap. Hal terkait dengan masalah biaya pengambilan sampel atau kendala non teknis yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, perencana harus dapat mengambil asumsi yang dapat dipertanggung jawabkan dengan nilai kesalahan yang minimal. Asumsi tersebut diperoleh dari korelasi empiris yang telah dilakukan oleh ahli-ahli geoteknik yang mengacu pada pamahaman mekanika tanah yang baik.

Secara umum elemen tanah mempunyai 3 (tiga) fase, yaitu butiran padat, air dan udara. Pemahaman mengenai komposisi tanah diperlukan untuk mengambil keputusan dalam memperoleh parameter tanah. Berdasarkan ketiga fase tersebut, diperoleh hubungan antara volume dengan berat seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Hubungan antar fase tanah

(18)

Hubungan volume yang umum digunakan untuk suatu elemen tanah adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity), derajat kejenuhan (degree of saturation), sedangkan untuk hubungan berat digunakan istilah kadar air (water content), dan berat volume (unit weight).

2.1.1. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir

Data tekanan conus ( qc ) dan hambatan pelekat ( fs ) yang didapatkan dari hasil pengujian sondir dapat digunakan untuk menentukan jenis tanah seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanah dari Data Sondir (Braja M. Das, 1995)

Hasil Sondir

Klasifikasi

qc Fs

6,0 0,15 - 0,40 Humus, lempung sangat lunak

6,0 - 10,0 0,20 Pasir kelanauan lepas, pasir sangat lepas 0,20 - 0,60 Lempung lembek, lempung kelanauan lembek

10,0 - 30,0

0,10 Kerikil lepas 0,10 - 0,40 Pasir lepas

0,40 - 0,80 Lempung atau lempung kelanauan 0,80 - 2,00 Lempung agak kenyal

30 - 60 1,50 Pasir kelanauan, pasir agak padat

1,0 - 3,0 Lempung atau lempung kelanauan kenyal

60 - 150

1,0 Kerikil kepasiran lepas

1,0 - 3,0 Pasir padat, pasir kelanauan atau lempung padat dan lempung kelanauan

3,0 Lempung kekerikilan kenyal

150 - 300 1,0 - 2,0 Pasir padat, pasir kekerikilan, pasir kasar pasir, pasir kelanauan sangat padat

2.1.2. Berat Isi (ɣsat dan ɣunsat)

Berat volume atau berat isi (ɣ) merupakan berat tanah persatuan volume,

maka: γ = 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 (𝒘)

𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 (𝒗) (2.1)

(19)

Korelasi untuk menentukan berat jenis tanah (ɣ) dan berat jenis tanah jenuh (ɣsat) pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada tabel 2.2:

Tabel 2.2 Korelasi berat jenis tanah (γ) untuk tanah non kohesif dan kohesif.

(Whitman, 1962)

Cohesionless Soil

N 0 - 10 11 - 30 31 - 50 > 50

Unit Weight γ, kN/m³

12 - 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23 Angle of

Friction, ɸ 25 - 32 28 - 36 30 - 40 > 35

State Loose Medium Dense Very Dense

Cohesive

N > 4 4 - 6 6 - 15 16 - 25 > 25

Unit Weight γ, kN/m³

14 - 18 16 - 18 16 - 18 16 - 20 > 20 qu, kPa < 25 20 - 50 30 - 60 40 - 200 > 100

State Very Soft Soft Medium Stiff Hard

2.1.3. Modulus Young

Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan.

Nilai ini bisa didapatkan dari Traxial Test.

Dengan menggunakan data sondir, booring dan grafik triaksial dapat digunakan untuk mencari besarnya nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah nilai qc atau cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus :

E = 2.qc kg/cm² (2.2)

E = 3.qc (untuk pasir) (2.3)

E = 2. sampai 8.qc (untuk lempung) (2.4)

(20)

Nilai yang dibutuhkan adalah nilai N. Modulus elastisitas didekati dengan menggunakan rumus :

E = 6 ( N + 5 ) k/ft² (untuk pasir berlempung) (2.5)

E = 10 ( N + 15 ) k/ft² (untuk pasir) (2.6)

Tabel 2.3 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah (Bowles, 1997)

Macam Tanah E (Kg/cm2)

Lempung

Sangat Lunak 3 – 30

Lunak 20 – 40

Sedang 45 – 90

Berpasir 300 – 425

Pasir

Berlanau 50 – 200

Tidak Padat 100 – 250

Padat 500 – 1000

Pasir dan Kerikil

Padat 800 – 2000

Tidak Padat 500 – 1400

Lanau 20 – 200

Loess 150 – 600

Cadas 1400 – 14000

2.1.4. Poisson Ratio

Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan pemuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasar jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.4 di bawah ini.

(21)

Tabel 2.4 Nilai Perkiraan Angka Poisson Tanah (Bowles, 1997)

Macam Tanah V (angka poisson tanah)

Lempung Jenuh 0,40 - 0,50

Lempung Tak Jenuh 0,10 - 0,30

Lempung Berpasir 0,20 - 0,30

Lanau 0,30 - 0,35

Pasir Padat 0,20 - 0,40

Pasir Kasar 0,15

Pasir Halus 0,25

Batu 0,10 - 0,40

Loess 0,10 - 0,30

2.1.5. Sudut Geser Dalam

Kekuatan geser dalam mempunyai variabel kohesi dan sudut geser dalam.

Sudut geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties tanah dengan Direct Shear Test. Hubungan antara sudut geser dalam dan jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Hubungan antara sudut geser dalam dengan jenis tanah Jenis Tanah Sudut Geser Dalam (𝝓)

Kerikil Kepasiran 35°-40°

Kerikil kerakal 35°-40°

Pasir padat 35°-40°

Pasir lepas 30°

Lempung kelanauan 25°-30°

Lempung 20°-25°

2.1.6. Kohesi

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang

(22)

menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan. Nilai ini didapat dari pengujian Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut:

Kohesi ( c ) = qc/20 (2.7)

2.1.7. Kekuatan Geser Tanah

Kekuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth pressure) dan kestabilan lereng. Kekuatan geser tanah dalam tugas akhir ini pada ruas jalan Provinsi KM. 150 Sibuhuan menggunakan analisa Direct Shear Test.

Kekuatan geser tanah terdiri dari dua parameter, yaitu:

1. Bagian yang bersifat kohesi c yang tergantung dari macam

2. Bagian yang mempunyai sifat gesekan / frictional yang sebanding dengan tegangan efektif (σ) yang bekerja pada bidang geser.

Kekuatan geser tanah dapat dihitung dengan rumus:

S = c + (σ – u) tan ø (2.8)

Dimana :

S = Kekuatan geser

σ = Tegangan total pada bidang geser u =Tegangan air pori

c =Kohesi ø =Sudut geser

2.2. Kriteria Umum tanah Timbunan

Sebelum melakukan desain, terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai- nilai berat volume (γ), kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ø) (yang digunakan dalam hitungan tekanan tanah lateral. Nilai-nilai c dan ø dapat ditentukan dari uji

(23)

geser dan tes triaksial. Tipe-tipe tanah timbunan tanah untuk dinding penahan tanah menurut Terzaghi dan Peck (1948) adalah :

1) Tanah berbutir kasar, tanpa campuran partikel halus, sangat lolos air (pasir bersih atau kerikil).

2) Tanah berbutir kasar dengan permeabilitas rendah karena tercampur oleh partikel lanau.

3) Tanah residu (residual soil) dengan batu-batu, pasir berlanau halus dan material berbutir dengan kandungan lempung yang cukup besar.

4) Lempung lunak atau sangat lunak, lanau organik, atau lempung berlanau.

5) Lempung kaku atau sedang yang diletakkan dalam bongkahan- bongkahan dan dicegah terhadap masuknya air hujan kedalam sela- sela bongkahan tersebut saat hujan atau banjir. Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi, maka lempung sebaiknya tidak dipakai untuk tanah timbunan. Dengan bertambahnya kekakuan tanah lempung maka bertambah pula bahaya ketidakstabilan dinding penahan akibat infitrasi air yang bertambah dengan cepat.

Hal pertama yang dilakukan saat mendesain dinding penahan tanah adalah menggunakan salah satu dari lima material di atas. Contoh 1 sampai 3 mempunyai sudut geser dalam tanah dengan permeabilitas sedang, ditentukan dengan uji triaksial drained, karena angka pori-pori tanah ini dapat menyesuaikan sendiri selama melaksanakan pekerjaan. Penyesuaian butiran sering dengan berjalannya waktu, akan mengurangi angka pori dan meningkatkan kuat geser dalam tanah.

Untuk perhitungan, kohesi untuk tanah timbunan jenis 1-3 sebaiknya diabaikan.

Untuk jenis 4 dan 5, nilai c dan ø ditentukan dari pengujian triaksial undrained. Pengujian dilakukan pada contoh tanah dengan kepadatan dan kadar air yang diusahakan sama seperti yang diharapkan terjadi di lapangan, pada waktu tanah timbunan selesai diletakkan. Penggunaan tanah timbunan berupa tanah lempung sebaiknya dihindari sebab tanah ini dapat berubah kondisinya sewaktu pekerjaan telah selesai.

(24)

2.3. Pemadatan Tanah Timbunan

Proses pemadatan tanah timbunan harus dilakukan lapis per lapis. Untuk menghindari kerusakan pada dinding penahan tanah dan tekanan tanah lateral yang berlebihan, digunakan alat pemadat yang ringan. Sebab pemadatan yang berlebihan dengan alat yang berat, akan menimbulkan tekanan tanah lateral yang bahkan beberapa kali lebih besar dari pada tekanan yang ditimbulkan oleh tanah pasir yang tidak padat. Jika memakai tanah lempung sebagai tanah timbunan maka diperlukan pengontrolan yang sangat ketat. Bahkan walaupun timbunan berubah tanah berbutir dengan penurunan yang kecil dan dapat ditoleransikan, tanah timbunan harus dipadatkan lapis per lapis dengan ketebalan maksimum 22,5 cm. Pekerjaan pemadatan sebaiknya tidak membentuk permukaan miring, karena akan menyebabkan pemisahan lapisan dan akan berdampak pada keruntuhan potensial. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan dengan permukaan tanah horizontal.

2.4. Tekanan Tanah Lateral

Analisa tekanan tanah lateral digunakan untuk perencanaan dinding penahan tanah. Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah. Besarnya tekanan lateral sangat dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan dan sifat-sifat tanahnya.

2.4.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At-Rest)

Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman tertentu akan terkena tekanan arah vertikal (σv) dan tekanan arah horizontal (σh). σv dan σh masing- masing merupakan tekanan aktif dan tekanan total, sementara itu tegangan geser pada bidang tegak dan bidang datar diabaikan. Bila dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan atau ke kiri dari posisi awal, maka masa tanah berada dalam keadaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan tekanan arah vertical dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest)”. K0”, atau:

(25)

k0=σh

σv (2.9)

Dimana:

σv = γ.h σv = γz

σh = k0z)

Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam diperkenalkan oleh Jaky (1994) :

k0 = 1 – sin θ (2.10)

Broker dan Jreland (1965) memperkenalkan harga K0 untuk lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated) :

k0 = 0,95 – sin θ (2.11)

Untuk tanah lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated), Alpan (1967) telah memperkenalkan persamaan empiris lain:

k0 = 0.19 + 0.233 log (PI) (2.12)

Dimana: PI = Indeks Plastis untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih (overconsolidated):

k0 (over consolidated) = k0 (normaly consolidated) √𝑂𝐶𝑅 (2.13) Dimana: OCR = overconsolidation ratio

OCR = 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖

𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑎𝑡𝑎𝑠𝑛𝑦𝑎

Maka gaya total per satuan lebar dinding (P0) seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 adalah sama dengan luas dari diagram tekanan tanah yang bersangkutan,

Jadi: P0 = 1

2k0γH2 (2.14)

(26)

Gambar 2.2 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam (at rest) pada dinding penahan.

2.4.2. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Menurut Rankine

Keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu keadaan yang menyebabkan tiap-tiap titik di dalam massa tanah menuju proses ke suatu keadaan runtuh. Rankine (1857) menyelidiki keadaan tegangan di dalam tanah yang berada pada kondisi keseimbangan plastis.

Gambar 2.3 Grafik hubungan pergerakan dinding penahan dan tekanan tanah Kondisi Aktif

Tegangan-tegangan utama arah vertikal dan horisontal (total dan efektif) pada elemen tanah di suatu kedalaman adalah berturut-turut σv dan σh. Apabila dinding penahan tidak diijinkan bergerak sama sekali, maka σh= K0v. Kondisi tegangan dalam elemen tanah tadi dapat diwakili oleh lingkaran berwarna kuning.

(27)

Akan tetapi, bila dinding penahan tanah diijinkan bergerak menjauhi massa tanah di belakangnya secara perlahan – lahan, maka tegangan utama arah horizontal akan berkurang secara terus – menerus. Pada suatu kondisi yakni kondisi keseimbangan plastis, akan dicapai bila kondisi tegangan di dalam elemen tanah dapat diwakili oleh lingkaran berwarna merah dan kelonggaran di dalam tanah terjadi. Keadaan tersebut diatas dinamakan sebagai “kondisi aktif menurut Rankine” (Rankine’s Active State); tekanan (σh’) yang terlingkar berwarna biru merupakan “tekanan tanah aktif menurut Rankine” (Rankine’s Active Earth Pressure).

Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohessionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan aktifnya adalah:

𝐾𝑎 =1−sinθ

1+sinθ= 𝑡𝑎𝑛² (45 −θ

2) (2.15)

[𝜎′h]aktif = Ka 𝜎′v

[𝜎′h]aktif = 𝜎′v 𝑡𝑎𝑛² (45 −θ

2)

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil), perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan utama arah horizontal untuk kondisi aktif adalah:

[𝜎′h]aktif = Ka 𝜎′v – 2C√𝐾𝑎 (2.16)

Kondisi Pasif

Keadaan tegangan awal pada suatu elemen tanah diwakili oleh lingkaran Mohr berwarna kuning. Apabila dinding penahan tanah didorong secara perlahan – lahan kearah masuk ke dalam massa tanah, maka tegangan utama σh akan bertambah secara terus – menerus. Akhirnya kita akan mendapatkan suatu keadaan yang menyebabkan kondisi tegangan tanah dapat diwakili oleh lingkaran Mohr berwarna merah. Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi, disebut kondisi pasif menurut Rankine (Rankine’s Passive state). Tegangan utama besar (major principal stress) (σh), dinamakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine’s passive earth pressure).

Untuk tanah yang tidak berkohesi (cohesionless soil), c = 0, maka koefisien tekanan pasifnya adalah:

(28)

𝐾𝑝 =1+sinθ

1−sinθ= 𝑡𝑎𝑛² (45 +θ

2) (2.17)

[𝜎′h]pasif = Kp 𝜎′v

[𝜎′h]pasif = 𝜎′v 𝑡𝑎𝑛² (45 +θ

2)

Langkah yang sama dipakai untuk tanah yang berkohesi (cohesive soil), perbedaannya adalah c ≠ 0, maka tegangan ut ama arah horizontal untuk kondisi pasif adalah :

[𝜎′h]pasif = Ka 𝜎′v – 2C√𝐾𝑝 (2.18)

2.5. Stabilitas Lereng

Sebuah permukaan tanah yang terbuka yang berdiri membentuk sudut tertentu terhadap horisontal disebut sebuah lereng tanpa perkuatan. Lereng dapat terjadi secara ilmiah atau buatan manusia. Jika tanah tidak horisontal, suatu komponen gravitasi akan cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi cukup besar maka kegagalan lereng akan terjadi, yakni massa tanah dapat meluncur jatuh. Gaya yang meluncurkan mempengaruhi ketahanan dari kuat geser tanah sepanjang permukaan keruntuhan.

Seorang engineer sering diminta untuk membuat perhitungan untuk memeriksa keamanan dari lereng alamiah, lereng galian, dan lereng timbunan.

Pemeriksaan ini termasuk menentukan kekuatan geser yang terbangun sepanjang permukaan keruntuhan dan membedakannya dengan kekuatan geser tanah. Proses ini disebut analisa stabilitas lereng. Permukaan keruntuhan itu biasanya adalah permukaan kritis yang memiliki faktor keamanan minimum.

Analisa stabilitas lereng adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Evaluasi variabel - variabel seperti stratifikasi tanah dan parameter - parameter tanahnya bisa menjadi suatu pekerjaan yang berat. Rembesan pada lereng dan pemilihan suatu permukaan gelincir potensial menambah kompleksitas dari permasalahan ini.

Pengertian tanah longsor sebagai respon dari pada yang merupakan faktor utama dalam proses geomorfologi akan terjadi di mana saja di atas permukaan

(29)

bumi, terutama permukaan relief pegunungan yang berlereng terjal, maupun permukaan lereng bawah laut. Tanah longsor didefinisikan sebagai tanah batuan atau tanah di atas lereng permukaan yang bergerak ke arah bawah lereng bumi disebabkan oleh gravitasi / gaya berat.

Di daerah yang beriklim tropis termasuk Indonesia, air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah yang memicu gerakan material yang ada di atas permukaan lereng. Material berupa tanah atau campuran tanah dan rombakan batuan akan bergerak ke arah bawah lereng dengan cara air meresap kedalam celah pori batuan atau tanah, sehingga menambah beban material permukaan lereng dan menekan material tanah dan bongkah-bongkah perombakan batuan, selanjutnya memicu lepas dan bergeraknya material bersama-sama dengan air.

2.5.1. Upaya Stabilisasi Lereng

Ada beberapa upaya dalam pengendalian kelongsoran pada suatu lereng, diantaranya adalah :

1. Mengurangi beban di puncak lereng

• Pemangkasan lereng

• Pemotongan lereng atau cut biasanya digabungkan dengan pengisian pengurugan atau fill di kaki lereng.

2. Menambah beban di kaki lereng

• Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama).

• Membuat dinding penahan (bisa dilakukan dalam waktu yang relatif cepat berupa dinding penahan atau retaining wall).

Membuat bronjong, yaitu batu-batu bentuk menyudut diikat dengan kawat dengan bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama dibandingkan dengan bentuk bulat.

3. Mencegah lereng jenuh dengan air tanah atau mengurangi kenaikan kadar air

• Membuat beberapa pengaliran air (dari bambu atau pipa paralon) di kemiringan lereng dekat ke kaki lereng yang berguna supaya muka air tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar sehingga muka air tanah turun.

(30)

• Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng sehingga evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan masuk ke tubuh lereng (infiltrasi).

• Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi pemasukan atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan jika disertai dengan desain drainase juga akan mengendalikan run-off.

4. Mengendalikan air permukaan

• Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan dari puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi berkurang.

• Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air larian (run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi.

2.5.2. Klasifikasi Tanah Longsor

Tanah longsor yang disesuaikan dengan dasar klasifikasi yang dipergunakan masing-masing ahli, berikut ini dijelaskan nama-nama kelas gerakan tanah yang umum dipakai (Ritter, 1986) :

1. Tanah Longsor tipe jatuhan (falls)

Tanah longsor tipe ini, material batuan atau tanah atau campuran kedua-duanya bergerak dengan cara jatuh bebas karena gaya beratnya sendiri. Proses tanah longsor semacam ini umumnya terjadi pada lereng terjal , bisa dalam bentuk bongkah individual batuan berukuran besar atau dalam bentuk guguran fragmen bongkah bercampur dengan bongkah- bongkah yang berukuran lebih kecil.

2. Tanah Longsor tipe robohan (toples)

Gerakan massa tipe robohan hampir serupa dengan tanah longsor tipe falls, pada tipe topples ini gerakannya dimulai dengan bagian paling atas

dari bongkah lepas dari batuan dari batuan induknya karena adanya cela retakan pemisah, bongkah terdorong kedepan hingga tidak dapat menahan bebannya sendiri.

(31)

3. Tanah Longsor tipe gelincir (slides)

Tanah longsor tipe gelincir adalah tanah longsor batuan atau tanah atau campuran keduanya yang bergerak melalui bidang gelincir tertentu yang bertindak sebagai bidang diskontinuitas berupa bidang perlapisan batuan atau bidang patahan, bidang kekar, bidang batas pelapukan. Jika bidang-bidang diskontinuitas tersebut sejajar dengan bidang perlapisan, maka semakin besar peluang terjadinya tanah longsor.

2.5.3 Perhitungan Faktor Keamanan Lereng

Faktor Keamanan (FS) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode. Faktor Keamanan (FS) adalah nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya-yang menggerakkan. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan nilai faktor keamanan suatu lereng adalah :

a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng.)

• Sudut kemiringan lereng

• Tinggi lereng atau panjang lereng dari kaki lereng ke puncak lereng.

b. Data mekanika tanah

• Sudut geser dalam (Ø)

• Berat isi tanah (ɣ)

• Kohesi (c)

• Kadar air tanah (w)

Perumusan dalam perhitungan suatu faktor keamanan (FS) suatu lereng adalah: FS = 𝜏𝑓

𝜏𝑑 (2.19)

Dimana: FS = Faktor Keamanan

𝜏𝑓 = Tegangan geser rata-rata tanah

𝜏𝑑 = Tegangan geser yang terjadi di sepanjang bidang runtuh

Sedangkan nilai 𝜏𝑓 dan 𝜏𝑑 dari adalah:

𝜏 =c’+σ’tan𝝓’ (2.20)

(32)

𝜏𝑑=c’d+σ’dtan𝝓’d (2.21) Sehingga diperoleh persamaan baru yakni :

FS = 𝑐’+𝜎’𝑡𝑎𝑛𝜙’

𝑐’𝑑+𝜎’𝑑𝑡𝑎𝑛𝜙’𝑑 (2.22)

Faktor keamanan yang diperhitungkan juga ditinjau dari faktor keamanan kohesi (Fc’) dan faktor keamanan friksi (F𝝓’). Membandingkan nilai Fc’ dan F𝝓’, sehingga diperoleh:

Maka: FS = Fc’=F𝝓’

Faktor keamanan suatu lereng dapat dilihat dari Tabel 2.6 yang dibuat sesuai dengan besar kestabilan suatu lereng.

Tabel 2.6 Nilai Faktor Keamanan Untuk Perencanaan Lereng (Sosrodarsono , 2003)

Faktor Keamanan ( FS ) Keadaan Lereng

FS < 1,00 Lereng dalam kondisi tidak mantap (lereng labil) 1,00 < FS < 1,20 Lereng dalam kondisi kemantapan diragukan 1,30 < FS < 1,40 Lereng dalam kondisi memuaskan

1,50 < FS < 1,70 Lereng dalam kondisi mantap (lereng stabil)

Dalam perhitungan perhitungan nilai faktor keamanan suatu lereng dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan metode grafik. Menurut Taylor (1937), perhitungan faktor keamanan dapat dilakukan dengan menghitung resultan gaya dari faktor keamanan kohesi (Fc’) dan faktor keamanan friksi (F𝝓’).

Angka stabilitas (m) diperoleh dari plot antara nilai sudut geser dalam tanah dengan sudut kemiringan lereng yang ditinjau, atau dengan menggunakan rumusan berupa:

m = 𝑐

𝛾𝐻 (2.23)

Dimana : m = angka stabilitas c = kohesi tanah (kg/cm²)

(33)

ɣ= berat isi tanah (g/cm3) H = tinggi lereng (m)

Gambar 2.4 menunjukkan grafik hubungan antara angka stabilitas dengan sudut kemiringan lereng (Ø > 0). Dengan menggunakan metode Taylor (1970) juga memberikan grafik untuk menentukan angka-angka keamanan (FS) untuk bermacam-macam kemiringan lereng. Grafik tersebut ditunjukkan dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Grafik Hubungan antara Angka Stabilitas dengan Sudut Kemiringan Lereng, Ø > 0 (Taylor, 1970)

2.6. Faktor Penyebab Kelongsoran

Beberapa faktor-faktor penyebab kelongsoran antara lain dapat dipengaruhi oleh geologi, topografi, proses cuaca, perubahan struktur tanah dan pengaruh air dalam tanah.

2.6.1 Pengaruh Geologi

Proses geologi dalam pembentukan lapisan-lapisan kulit bumi dengan cara pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentuknya sutau lapisan yang

(34)

potensial mengalami kelongsoran. Sebagai contoh adalah pembentukan lapisan tanah sebagai berikut, sungai yang mengalirkan air ke laut membawa partikel- partikel halus yang jumlahnya tergantung dari volume dan kecepatan alirannya, kemudian partikel-partikel tersebut mengendap di dasar laut membentuk lapisan tanah, dimana penyebaran pengendapannya bisa merata atau tidak merata tergantung arus air laut. Karena pembentukan tiap lapisan terjadi maka dasar tiap lapisan adalah air, yang bisa dilihat sering sekali sebagai lapisan tipis pada zona pemisah antara lapisan lempung dan lanau kepasiran atau sebagai aliran laminer pada lapisan pasir yang lebih permeabel.

Dengan keadaan demikian bila banyak air memasuki lapisan pasir tipis sedangkan pengeluaran air sedikit sehingga keadaan lapisan menjadi jenuh, maka tekanan air akan bertambah dan tekanan air inilah yang akan menyebabkan kelongsoran. Berbeda bila air memasuki lapisan pasir tebal sehingga keadaan lapisan tidak sepenuhnya jenuh air, maka lapisan tersebut bahkan bisa menjadi drainase alamiah.

2.6.2 Pengaruh Topografi

Variasi bentuk permukaan bumi yang meliputi daerah pegunungan dan lembah dengan sudut kemiringan permukaannya yang cenderung besar, maupun daerah dataran rendah yang permukaannya cenderung datar, ternyata memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan. Daerah dengan kemiringan besar tentu lebih potensial mengalami kelongsoran dibanding daerah datar, sehingga kasus kelongsoran sering ditemukan di daerah perbukitan atau pegunungan, dan pada perbedaan galian atau timbunan yang memiliki sudut kemiringan lereng yang besar. Kestabilan lereng terganggu akibat lereng yang terlalu terjal, perlemahan pada kaki lereng dan tekanan yang berlebihan dari beban di kepala lereng. Hal tersebut terjadi karena erosi air pada kaki lereng dan kegiatan penimbunan atau pemotongan lereng yang dilakukan manusia.

2.6.3 Pengaruh Proses Cuaca

Perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan relaksasi tegangan sejajar permukaan ditambah dengan proses oksidasi dan-

(35)

dekomposisi akan mengakibatkan suatu lapisan tanah kohesif yang secara lambat laun tereduksi kekuatan gesernya terutama nilai kohesi (c) dan sudut geser dalamnya (ø).

Pada tanah non kohesif misalnya lapisan pasir, bila terjadi getaran gempa, mesin atau sumber getaran lainnya akan mengakibatkan lapisan tanah tersebut ikut bergetar sehingga pori-pori lapisan akan terisi oleh air atau udara yang akan meningkatkan tekanan dalam pori. Tekanan pori yang meningkat dengan spontan dan sangat besar ini akan menyebabkan terjadinya likuifikasi atau pencairan lapisan pasir sehingga kekuatan gesernya hilang.

2.7. Geogrid

Istilah Geosintetik berasal dari kata geo, yang berarti bumi atau dalam dunia teknik sipil diartikan sebagai tanah pada umumnya, dan kata synthetic yang berarti bahan buatan, dalam hal ini adalah bahan polimer. Bahan dasar geosintetik merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi (Suryolelono, 1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan, keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Polimer utama yang digunakan untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester (PS), Polyamide (PM), Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah geosintetik secara umum didefinisikan sebagai bahan polimer yang diaplikasikan di tanah.

Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara modern dalam usaha untuk perkuatan tanah lunak.

Beberapa fungi dari geotekstil yaitu:

1. Untuk perkuatan tanah lunak.

2. Untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.

(36)

3. Sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.

Geotextile dapat digunakan sebagai perkuatan timbunan tanah pada kasus:

1. Timbunan tanah diatas tanah lunak.

2. Timbunan diatas pondasi tiang.

3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence.

Geogrid adalah Perkuatan sistem anyaman.Geogrid berupa lembaran berongga dari bahan polymer. Pada umumnya sistem serat tikar banyak digunakan untuk memperkuat badan timbunan pada jalan, lereng atau tanggul dan dinding tegak. Mekanisme kekuatan perkuatan dapat meningkatkan kuat geser. Menurut struktur dan fungsinya, geosintetik diklasifikasikan atas :

1. Geotekstil 2. Geogrid 3. Geonet

4. Geosintetik clay liner 5. Geokomposite

6. Geopipe

Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir dalam hal perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan. Karena dalam prateknya, dinding penahan tanah banyak mengalami kegagalan seperti rendahnya daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar dalam jangka waktu lama, kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan akibat air tanah pada timbunan di belakang dinding. Material geosintetik telah banyak digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Salah satu kelebihannya adalah sifatnya yang fleksibel sehingga memberikan ketahanan yang cukup terhadap beban-beban yang ditanggungnya.

(37)

Gambar 2.5 Jenis-Jenis Geosintetik Fungsi utama dari geosintetik adalah :

1. Filtrasi

Dengan adanya fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material geosintetik pada arah yang tegak lurus dengan bidang geosintetik tersebut, namun butiran-butiran tanah tidak lolos. Geosintetik juga mencegah berpindahnya tanah ke agregat drainase atau pipa saluran, ketika dilakukan pengaturan aliran air pada tanah.

2. Drainase

Geosintetik digunakan sebagai media untuk pengaliran air searah bidang geosintetik dengan membiarkan air mengalir melalui tanah yang mempunyai permeability rendah. Untuk itu, diperlukan adanya koefisien transmissivity (pengaliran searah bidang) yang cukup besar.

3. Pemisah

Geosintetik juga berfungsi untuk memisahkan dua jenis material/agregat yang berbeda dalam karakteristik dan ukurannya misalnya antara material

(38)

timbunan dengan tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

4. Perkuatan

Material geosintetik menambah kuat tarik pada matriks tanah sehingga menghasilkan material tanah yang lebih baik. Mengingat tanah mempunyai kemampuan yang baik terhadap tekan dan lemah terhadap gaya tarik, pemakaian geosintetik akan berperan memikul gaya tarik yang harus dipikul tanah.

5. Penghalang

Geosintetik berguna untuk menghalangi aliran cairan atau gas dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Aplikasi ini didapat dalam overlay perkerasan aspal, pembungkus tanah kembang-susut dan tempat pengendalian sampah.

6. Proteksi

Umumnya fungsi geosintetik jenis ini diperlukan untuk melindungi suatu material lain atau lapisan dari kerusakan akibat tusukan benda-benda tajam. Jenis lapisan yang umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material kedap air. Geogrid mempunyai konfigurasi berupa grid, yaitu mempunyai lubang yang cukup besar di antara rusuk-rusuknya. Mempunyai tegangan kecil dan hanya meregang 1% di bawah beban. Kekuatannya melebihi geotekstil biasa, dan fungsi khususnya adalah memperkuat dan menahan tarik. Penggunaan Geogrid pada konstruksinya dapat diberikan lebih dari satu lapis sesuai kebutuhan dan hasil dari perencanaan. Tiap lapisan Geogrid memikul beban berupa tanah di atasnya. Dengan beban di atas tanah, tanah menahan tekan yang diberikan beban, Geogrid menahan tarik, seperti pada tulangan yang diberikan pada bangunan.

Beton menahan tekan dan baja menahan tarik.

Geogrid merupakan pengembangan dari teknologi Geosintetik yang dikenal dengan nama Geotextile. Geogrid sendiri adalah inovasi yang dibuat untuk menutupi kekurangan pada Geotextile. Terutama masalah kekakuan bahan dan mekanisme perkuatan. Suatu hal yang tidak dimiliki Geotextile, namun Geogrid dapat menyediakannya. Sebagai gambaran, terkait dengan kekakuan

(39)

bahan, Geogrid memiliki kekakuan bahan yang lebih tinggi dibandingkan geotextile.

2.7.1. Jenis Geogrid

Berdasarkan bentuk bukaannya (Aperture), maka Geogrid bisa dibagi menjadi:

1. Geogrid Uniaxial adalah geogrid yang mempunyai bentuk bukaan tunggal dalam satu segmen (ruas)

2. Geogrid Biaxial adalah geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk persegi.

3. Geogrid Triax adalah geogrid yang mempunyai bukaan berbentuk segitiga.

2.7.1.1. Geogrid Uniaxial

Geogrid Uniaxial berfungsi sebagai material perkuatan pada sistem konstruksi dinding penahan tanah (Retaining Wall) dan perkuatan lereng (Slope reinforcement). Uni-axial Geogrids adalah lembaran massif dengan celah yang memanjang dengan bahan dasar HDPE (High Density Polyethelene), banyak digunakan di Indonesia untuk perkuatan tanah pada DPT (dinding penahan tanah) dan untuk memperbaiki lereng yang longsor dengan menggunakan tanah setempat/bekas longsoran. Material ini memilki kuat tarik 40 kN/m hingga 190 kN/m. Geogrid jenis ini biasanya dipakai untuk perkuatan dinding penahan tanah dan perbaikan lereng yang longsor.

Gambar 2.6 Geogrid Uniaxial

(40)

2.7.1.2. Geogrid Biaxial

Bi-axial Geogrids dari bahan dasar polypropylene (PP) dan banyak digunakan di Indonesia sebagai bahan untuk meningkatkan tanah dasar lunak (CBR < 1%). Bi-axial Geogrid adalah lembaran berbentuk lubang bujursangkar di mana dengan struktur lubang bujursangkar ini partikel tanah timbunan akan saling terkunci dan kuat geser tanah akan naik dengan mekanisme penguncian ini. Kuat tarik bervariasi antara 20 kN/m – 40 kN/m. Keunggulan geogrid Biaxial ini antara lain:

1. Kuat tarik yang bervariasi.

2. Kuat tarik tinggi pada regangan yang kecil 3. Tahan terhadap sinar ultra violet

4. Tahan terhadap rekasi kimia tanah vulkanik dan tropis 5. Tahan hingga 120 tahun

Geogrid Biaxial berfungsi sebagai stabilisasi tanah dasar. Seperti pada tanah dasar lunak (soft clay maupun tanah gambut). Metode kerjanya adalah interlocking, artinya mengunci agregat yang ada di atas geogrid sehingga lapisan agregat tersebut lebih kaku, dan mudah dilakukan pemadatan.

Gambar 2.7 Geogrid Biaxial

(41)

2.7.1.3. Geogrid Triax

Fungsinya sama dengan Biaxial sebagai material stabilisasi tanah dasar lunak, hanya saja performance nya lebih baik. Hal ini disebabkan bentuk bukaan segitiga lebih kaku sehingga penyebaran beban menjadi lebih merata.

Gambar 2.8 Geogrid Triax 2.7.2. Kelebihan Pemakaian Geogrid

1. Kekuatan tarik yang tinggi 2. Pelaksanaan yang cepat

3. Memungkinkan penggunaan material setempat

4. Pemasangan yang mudah dan dapat membangun lebih tinggi dan tegak 5. Tambahan PVC sebagai pelindung terhadap ultraviolet

6. Pemasangan dan harga geogrid murah dibandingkan beton

7. Merupakan struktur yang fleksibel sehingga tahan terhadap gaya gempa 8. Tidak mempunyai resiko yang besar jika terjadi deformasi struktur

9. Tipe elemen penutup lapisan luar dinding penahan dapat dibuat dalam bentuk yang bermacam-macam, sehingga memungkinkan untuk menciptakan permukaan dinding yang mempunyai nilai estetika.

10. Biasanya perbaikan tanah dengan perkuatan dilakukan secara horisontal artinya digelar karena lebih mudah pelaksanaannya ketimbang arah tegak

(42)

vertikal. Perkuatan horizontal dapat menerima beban tekan dari permukaan atau tarik dari arah horizontal. Sedangkan perbaikan tanah arah vertikal lebih utama menerima beban vertikal dari permukaannya tanpa mempu menerima beban horisontal.

2.7.3. Kekurangan Pemakaian Geogrid

Geogrid tanpa PVC akan mengalami penurunan tingkat kemampuan penahan gaya tarik. Karena bahan Geogrid sangat peka terhadap naik turunnya temperatur udara, dimana pemuaian akan sangat mudah terjadi terhadap bahan geogrid pada saat mendapatkan temperature tinggi. Pemuaian akan membuat Geogrid getas, dan akhirnya akan mengurangi kuat tarik.

2.8. Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong tanah serta mencegahnya dari bahaya kelongsoran. Baik akibat beban air hujan, berat tanah itu sendiri maupun akibat beban yang bekerja di atasnya. Pada saat ini, konstruksi dinding penahan tanah sangat sering digunakan dalam pekerjaan sipil walaupun ternyata konstruksi dinding penahan tanah sudah cukup lama dikenal di dunia.

Salah satu bukti peninggalan sejarah bahwa dinding penahan tanah telah digunakan pada masa lampau adalah Tembok Raksasa China yang mulai dibangun pada zaman Dinasti Qin (221 SM) sepanjang 6.700 km dari timur ke barat China dengan tinggi 8 meter, lebar bagian atasnya 5 meter, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 meter. Bukti lainnya yaitu taman gantung Babylonia yang dibangun di atas bukit batuan yang bentuknya berupa podium bertingkat yang ditanami pohon, rumput dan bunga-bungaan serta ada air terjun buatan berasal dari air sungai Eufrat yang dialirkan ke puncak bukit lalu mengalir melalui saluran buatan, yang dibangun pada zaman raja Nebukadnezar (612 SM) dengan tinggi 107 meter. Tembok Barat di Yerusalem (37 SM) juga dicatat sebagai bukti peninggalan sejarah yang telah memakai dinding penahan tanah dalam konstruksinya, dibangun pada zaman raja Herodes sebagai tembok penyangga kota Yerusalem. Sekarang, tembok ini lebih populer dengan sebutan tembok rapatan. Tembok ini terbuat dari batu bata dan batuan gunung.

(43)

Dinding penahan tanah adalah sebuah struktur yang didesain dan dibangun untuk menahan tekanan lateral (horisontal) tanah ketika terdapat perubahan dalam elevasi tanah yang melampaui sudut at-rest dalam tanah. Faktor penting dalam mendesain dan membangun dinding penahan tanah adalah mengusahakan agar dinding penahan tanah tidak bergerak ataupun tanahnya longsor akibat gaya gravitasi. Tekanan tanah lateral di belakang dinding penahan tanah bergantung kepada sudut geser dalam tanah (phi) dan kohesi (c). Tekanan lateral meningkat dari atas sampai ke bagian paling bawah pada dinding penahan tanah. Jika tidak direncanakan dengan baik, tekanan tanah akan mendorong dinding penahan tanah sehingga menyebabkan kegagalan konstruksi serta kelongsoran. Kegagalan juga disebabkan oleh air tanah yang berada di belakang dinding penahan tanah yang tidak terdisipasi oleh sistem drainase. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk sebuah dinding penahan tanah mempunyai sistem drainase yang baik, untuk mengurangi tekanan hidrostatik dan meningkatakan stabilitas tanah.

2.8.1. Jenis Dinding Penahan Tanah

Di kebanyakan proses konstruksi, terkadang diperlukan perubahan penampang permukaan tanah dengan suatu cara untuk menghasilkan permukaan vertikal atau yang dekat dengan permukaan vertikal tersebut (Whitlow, 2002).

Penampang baru tersebut mungkin saja dapat memikul beban sendiri, tetapi dalam beberapa kasus, sebuah struktur dinding penahan lateral membutuhkan dukungan.

Dalam analisis stabilitas, kondisi tanah asli ataupun material pendukung sangatlah penting, karena berhubungan dengan dampak bergeraknya dinding penahan atau kegagalan struktur setelah proses konstruksi.

Jika struktur dinding penahan tanah telah didukung dengan material lain sehingga bergerak mendekat ke tanah, maka tekanan horisontal dalam tanah akan meningkat, hal ini disebut tekanan pasif. Jika dinding penahan bergerak menjauh dari tanah, tekanan horisontal akan menurun dan hal ini disebut tekanan aktif. Jika struktur dinding penahan tanah tidak runtuh, tekanan horisontal tanah dapat dikatakan dalam tekanan at-rest. Dinding penahan tanah dapat dibedakan atas 2 bagian yakni Sistem Stabilisasi Eksternal (Externally Stabilized System) yang terbagi atas Gravity Walls dan In-Situ atau Embedded Walls dan Sistem Stabilisasi

(44)

Internal (Internally Stabilized System) yang terbagi atas Reinforced Soil Walls dan In-Situ Reinforcement.

2.8.1.1. Gravity Walls 1. Masonry Wall

Dapat terbuat dari beton, batu bata ataupun batu keras. Kekuatan dari material dinding penahan biasanya lebih kuat daripada tanah dasar. Kakinya biasanya dibuat dari beton dan biasanya akan mempunyai lebar sepertiga atau setengah dari tinggi dinding penahan. Stabilitas dinding ini tergantung kepada massa dan bentuk.

2. Gabion Wall

Gabion adalah kumpulan kubus yang terbuat dari galvanized steel mesh atau woven strip, atau plastic mesh (hasil anyaman) dan diisi dengan pecahan batu atau cobbles, untuk menghasilkan dinding penahan tanah yang mempunyai saluran drainase bebas.

3. Crib Wall

Dinding penahan tanah jenis ini dibentuk dengan beton precast, stretchers dibuat paralel dengan permukaan vertikal dinding penahan dan header diletakkan tegak lurus dengan permukaan vertical. Pada ruang yang kosong diisikan dengan material yang mempunyai drainase bebas, seperti pasir dan hasil galian.

4. Reinforced Concrete Wall/Cantilever Reinforced Concrete Wall

Reinforced concrete cantilever walls adalah bentuk modern yang paling umum dari gravity wall, baik dalam bentuk L atau bentuk T terbalik. Dibentuk untuk menghasilkan lempengan kantilever vertikal, kantilever sederhana, beberapa menggunakan berat dari timbunan di belakang dinding untuk menjaga agar dinding tetap stabil. Hal ini coccok digunakan untuk dinding sampai ketinggian 6 m (Whitlow, 2001)

(45)

2.8.1.2. In Situ atau Embedded Walls 1. Sheet Pile Wall

Jenis ini merupakan struktur yang fleksibel yang dipakai khususnya untuk pekerjaan sementara di pelabuhan atau di tempat yang mempunyai tanah jelek. Material yang dipakai adalah timber, beton pre-cast dan baja. Timber cocok dipakai untuk pekerjaan sementara dan tiang penyangga untuk dinding kantilever dengan letinggian sampai 3 m. Beton pre-cast dipakai untuk struktur permanen yang cukup berat. Sedangkan baja telah banyak dipakai, khususnya untuk kantilever dan dinding penahan jenis tied-back, dengan berbagai pilihan penampang, kapasitas tekuk yang kuat dan dapat digunakan lagi untuk pekerjaan sementara. Kantilever akan mempunyai nilai ekonomis jika hanya dipakai sampai ketinggian 4 m (Whitlow, 2001). Anchored atau dinding tie-back dipakai untuk penggunaan yang luas dan berbagai aplikasi di tanah yang berbeda-beda.

2. Braced or Popped Wall

Props, braces, shores dan struts biasanya ditempatkan di depan dinding penahan tanah. Material-material tersebut akan mengurangi defleksi lateral dan momen tekuk serta pemancangan tidaklah dibutuhkan. Dalam saluran drainase, dipakai struts dan wales. Dalam penggalian yang dengan area yang cukup luas, dipakai framed shores dan raking shores.

3. Contiguous and Secant Bored-Pile

Dinding contiguous bored pile dibentuk dari satu atau dua baris tiang pancang yang dipasang rapat satu sama lain.

4. Diapraghm Wall

Biasanya dibangun sebagai saluran sempit yang telah digali yang untuk sementara diperkuat oleh bentonite slurry, material perkuatan ditumpahkan ke saluran dan beton ditaruh melaui sebuah tremie. Metode ini dipakai di tanah

(46)

yang sulit dimana sheet piles akan bermasalah atau level dengan muka air yang tinggi atau area terbatas.

2.8.1.3. Reinforced Soil Walls

Menurut Schlosser (1990), konsep dari reinforced earth diperkenalkan oleh Henry Vidal di Prancis. Vidal mengamati bahwa ketika lapisan pasir diberi pemisah berupa lembaran horisontal yang terbuat dari baja, tanah tersebut lebih kuat menahan pembebanan secara vertikal. Kemudian selanjutnya jenis perkuatan ini mulai dipakai untuk perkuatan dalam konstruksi dinding penahan tanah.

2.8.1.4. In Situ Reinforcement

Perkuatan ini dikenal dengan nama Soil Nailing. Jenis perkuatan ini merupakan metode in-situ reinforcement yang menggunakan material berupa baja atau elemen metalik lain yang dimasukkan atau dengan melakukan grouting di dalam lubang yang telah digali, tetapi materialnya bukan merupakan pre-stressed.

2.9. Metode Elemen Hingga

Plaxis (Finite Elemen Code for Soil and Rock Analyses) merupakan suatu rangkuman program elemen hingga yang telah dikembangkan untuk menganalisis deformasi dan stabilisasi geoteknik dalam perencanaan-perencanaan sipil. Grafik prosedur-prosedur input data (soil properties) yang sederhana mampu menciptakan model-model elemen hingga yang kompleks dan menyediakan output tampilan secara detail berupa hasil-hasil perhitungan. Perhitungan program ini seluruhnya secara otomatis dan berdasarkan pada prosedur-prosedur penulisan angka yang tepat. Konsep ini dapat dikuasai oleh pengguna baru dalam waktu yang relatif singkat setelah melakukan beberpa latihan (Plaxis, 2012).

2.10. Studi Literatur

Beberapa peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis stabilitas lereng menggunakan Plaxis. Penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk perhitungan metode elemen hingga. Beberapa hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Kadar Thiamine (Vitamin B1) terhadap Lebar Tudung Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreatus) dan Sumbangsihnya pada Materi Ciri.. dan Peran Jamur di Kelas

Demikian juga dengan Pasar Manakhah yang telah penulis sampaikan diawal tulisan ini, sebelum memiliki pasar sendiri, dahulu umat Islam selalu membeli keperluan sehari-harinya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari penerapan model Learning Cycle dan model Missouri Mathematics Project terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

bermasyarakat suatu bangsa. Namun juga ada suatu cara yang lebih praktis yaitu melalui media film, hal itu dikarenakan film merupakan suatu pencitraan dari suatu budaya

dapat terjadi peningkatan kemampuan motorik kasar melalui media bola pada?. anak

Inisiatif Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman untuk melakukan penataan organisasi pada tahun 2014 ini juga, didorong oleh Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2014

Segala puji Allah SWT atas Rahmat, Nikmat, Taufik dan Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Pre