• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Goh, A.T.C. (1990) melakukan penelitian studi parametrik menggunakan metode elemen hingga untuk mengetahui efek dari parameter dinding, kedalaman tanah keras, lebar galian, serta panjang tiang tertanam terhadap stabilitas galian dalam pada tanah lempung. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa ketebalan tanah lempung dibawah permukaan galian, panjang tiang tertanam, serta kekakuan dari dinding tersebut merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi stabilitas basal heave.

Balasubramaniam, A.S. (1994) melakukan analisis terhadap 6 galian dalam dengan perkuatan galian serta metode konstruksi yang berbeda di Bangkok. Studi parametrik dengan metode elemen hingga ini menganalisis pengaruh beban timbunan, kedalaman tertanam dinding penahan tanah, serta beban yang ada di sekitar galian. Hasil analisis menyatakan bahwa nilai kekakuan dinding serta adanya tambahan sokongan strut baja berperan penting dalam kontrol besar deformasi yang terjadi pada galian. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa dinding diafragma mempunyai performa lebih baik sebagai perkuatan galian dalam dibandingkan dengan sheet pile.

Fekadu, T. (2010) melakukan studi parametrik pengaruh faktor kedalaman galian, kedalaman tertanam dinding penahan tanah, jenis tanah galian, serta spasi pemasangan strut baja terhadap deformasi lateral maksimal dinding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deformasi tanah yang terjadi di sekitar galian dipengaruhi oleh jenis tanah. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan keakuratan parameter tanah yang digunakan. Fekadu juga mengatakan bahwa sebuah dinding penahan tanah yang memiliki kekakuan tinggi sangat diperlukan dalam mengontrol deformasi horizontal yang dihasilkan oleh proses galian.

Namun, perlu diketahui bahwa meskipun menggunakan dinding penahan tanah yang sangat kaku, tetap akan menghasilkan deformasi horizontal. Penggunaan

(2)

7 dinding yang kaku tidak dapat mengurangi keseluruhan deformasi yang terjadi pada tanah.

Hoe, N.H. (2007) melakukan studi parametrik menggunakan metode elemen hingga untuk menginvestigasi pengaruh kekakuan tanah, tekanan tanah dalam keadaan diam. Hoe juga melakukan analisis kesesuaian model konstitutif (Hardening Soil dan Mohr Coulomb) terhadap data pengukuran lapangan menggunakan aplikasi Plaxis V8. Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa defleksi pada dinding dapat mempengaruhi kekakuan tanah dan koefisien tekanan tanah lateral. Setelah melakukan perbandingan terhadap data pengukuran lapangan, dapat disimpulkan bahwa Hardening Soil dapat memprediksi deformasi dengan nilai yang lebih kecil dibandingkan Mohr Coulomb.

Latif, A.A. (2021) melakukan analisis perbandingan biaya konstruksi dinding diafragma dengan secant pile dalam pembangunan Underpass Mandai Makassar.

Hasil penelitian menyatakan bahwa berdasarkan efisiensi harga konstruksi dinding, secant pile adalah pilihan dinding yang tepat dibandingkan dinding diafragma. Namun, peneliti menyarankan agar perencanaan dinding penahan tanah tidak hanya dilihat dari factor efisiensinya saja

2.2. Braced Excavation

Pemasangan strut horizontal di depan dinding penahan tanah untuk mengurangi tekanan tanah yang ada di belakang dinding disebut metode braced excavation.

Metode ini terdiri dari strut, wales, end braces, corner braces, dan center posts.

Wales berfungsi untuk meneruskan tekanan tanah di belakang dinding penahan ke strut. End atau corner braces berfungsi untuk memperkecil rentang wales tanpa menambah jumlah strut. Contoh sebagian jarak strut mungkin melebihi jarak izin kelayakan konstruksi. Namun, dengan menambah jumlah strut akan membuat jarak terlalu kecil sehingga dibutuhkan end atau corner braces untuk mengatur jarak strut tersebut. Center posts berfungsi untuk menopang strut agar tidak jatuh akibat beban sendiri. Akibat panjang strut yang terbatas, penyambungan beberapa strut menjadi satu bagian mungkin dibutuhkan untuk memenuhi lebar galian yang diinginkan. Penggunaan metode ini menyebabkan area kerja galian menjadi lebih sempit. Namun, braced cut merupakan metode yang banyak digunakan dalam

(3)

8 proses galian dan dapat digunakan pada berbagai macam kedalaman dan lebar galian.

Gambar 2. 1. Metode Braced Excavation

Sumber: Deep Excavation Theory and Practice, Chang Yu Ou (2006)

2.3. Dinding Diafragma

Dinding diafragma adalah dinding beton bertulang yang dibuat dengan sullry technique yang dikembangkan tahun 1948 di Italy. Slurry bentonite tersebut membentuk endapan pada dinding yang kemudian mencegah gaya hidraulik bagian dalam dan mencegah aliran air masuk kedalam galian dinding. Dinding diafragma merupakan tipe dinding penahan tanah yang sering digunakan di konstruksi galian dalam. Tahapan pengerjaan dinding diafragma terdiri dari pengeboran tanah, instalasi tulangan, dan pengecoran. Setelah semua tahapan selesai dilakukan, tahap penggalian sudah bisa dilakukan.

Gambar 2. 2. Tahapan Konstruksi Dinding Diafragma

Sumber: Deep Excavation Theory and Practice, Chang Yu Ou (2006)

Beberapa keuntungan penggunaan dinding diafragma menurut Chang Yu-Ou (2006) adalah sebagai berikut:

a. Dapat digunakan struktur permanen b. Polusi getaran dan suara rendah

(4)

9 c. Nilai kekakuan dinding tinggi

d. Menghasilkan deformasi yang kecil e. Dimensi dinding dapat disesuikan

f. Proses pengerjaan lebih cepat dibandingkan dinding lainnya

Kekurangan penggunaan dinding diafragma menurut Chang Yu-Ou (2006) adalah:

a. Membutuhkan peralatan konstruksi yang besar b. Waktu konstruksi lebih lama

c. Biaya konstruksi mahal

d. Tidak cocok digunakan pada tanah berbatu dan kerikil e. Konstruksi sulit dilakukan saat menghadapi pasir apung

Desain dinding diafragma terdiri dari tahapan menentukan ketebalan dinding dan tulangan. Menurut pengalaman penggalian di Taipei dalam buku Chang Yu-Ou (2006), ketebalan dinding diafragma dapat diasumsikan 5% He (He adalah kedalaman penggalian) dalam desain awal.

Desain tulangan biasanya mengikuti metode desain kekuatan yang banyak digunakan (metode LRFD). Desain tulangan dinding diafragma terdiri dari tulangan utama vertikal, tulangan utama horizontal, dan tulangan geser. Desain penulangan ini dilakukan berdasarkan nilai momen lentur, gaya geser, serta gaya aksial yang didapatkan dari hasil analisis aplikasi Optum G2 tahun 2021. Berikut ini merupakan persamaan menentukan momen lentur dan desain:

Mu = Lf.M

λ (2.1)

Mn = Mu

ϕ (2.2)

Vu = Lf.V

λ (2.3)

Vn = Vu

ϕ (2.4)

Keterangan:

Mu = Momen lentur desain

Mn = Momen lentur nominal atau kapasitas momen lentur

(5)

10 Vu = Gaya geser desain

Vn = Gaya geser nominal atau kapasitas geser M = Momen lentur berdasarkan analisis tegangan V = Gaya geser berdasarkan analisis tegangan

Lf = Faktor tahanan beban (berdasarkan ACI 2005 Lf = 1.6)

λ = Faktor tegangan izin jangka pendek, berdasarkan kode bangunan negara ϕ = Faktor reduksi, (berdasarkan ACI 2005, untuk momen lentur ϕ = 0.9,

untuk gaya geser ϕ = 0.75) 2.3.1. Penulangan Vertikal

Berikut ini adalah persamaan momen lentur tahanan dari beton dengan lebar diasumsikan = b:

MR = (1

𝜙) x [ρmax x fy x (1 – 0,59 x ρ max fy

f'c )] bd2 (2.5) Keterangan:

d = jarak serat kompresi ekstrem ke pusat tulangan ρmax = rasio penulangan maksimum = 0,75 ρb

ϕ = fator reduksi momen lentur = 0,9 f’c = mutu beton

fy = mutu tulangan

Rasio tulangan saat keadaan balanced dihitung menggunakan persamaan berikut:

ρb = (0.85 f'c

fy ) 𝛽1 ( 6120

6120+fy ) (2.6)

β1 adalah nilai kekuatan beton, dimana:

β1 = {

0,85 f’c ≤ 280 kg/cm2 0,85 – 0,05 ((f

'c-280)

70 ) ≥ 0,65 f’c > 280 kg/cm2 (2.7) Ketika Mu ≤ ϕ𝑀𝑅 perencanaan penulangan yang diperlukan hanya tulangan tarik saja dengan persamaan dibawah:

1. Menghitung rasio kekuatan material m = 0.85 f'cfy 2. Menghitung rasio penulangan ρ = 1

m (1-√1- 2.m.Mnfy.bd2)

3. Menghitung luas tulangan tarik yang dibutuhkan As = ρ.b.d

(6)

11 Mu > ϕ𝑀𝑅 menggambarkan kuat leleh maksimum tulangan tarik telah tercapai, dimana tahanan maksimum beton lebih kecil dibandingkan momen lenturnya.

Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan tulangan tekan sebagai berikut:

1. Menghitung nilai a a = T1

0.85 x f'c x b = ρ1 x b x d x fy 0.85 x f'c x b

2. Mencari nilai momen lentur tulangan tekan M2 = Mn – M1 = Mn – T1 (d -2a)

3. Menghitung kebutuhan luasan tulangan:

As = As1 + As2 = ρ1 x bd + M2

fy (d-d')

2.3.2. Penulangan Horizontal

Tulangan horisontal dibutuhkan saat adanya efek susut beton karena temperatur, perencanaannya berdasarkan persamaan berikut:

𝐴𝑠 = {

0.002 Ag (fy < 4200cmkg2) 0.0018 Ag (fy = 4200 kg

cm2)

0.0018 Ag (4200fy ) ≥0.0014 Ag (fy > 4200cmkg2)

(2.8)

Ag adalah nilai ketebalan dinding x lebar.

2.3.3. Penulangan Geser

Perencanaan tulangan geser dibutuhkan jika Vu ≥ ∅Vc = ∅ x 0.53 x √f'c bd, ∅ = 0,85. Jika jarak horizontal antar dua tulangan geser diasumsikan b = 100 cm, maka:

Av = 100 𝐴𝑏

𝑆ℎ (2.9)

Keterangan:

Av = Luas penampang semua tulangan geser arah horizontal per satuan lebar (cm)

Ab = Luas penampang tulangan geser tunggal (cm) Sh = Jarak horizontal antar tulangan geser (cm)

Nilai geser nominal dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

VS1 = Av fy d

Sv (2.10)

(7)

12 VS2 = Av fy d

Sv sin α (2.11)

VS3 = Av fy d

Sv sin β (2.12)

Keterangan:

VS1 = Kuat geser nominal dari tulangan utama VS2 = Kuat geser nominal tulangan miring tipe 2 VS3 = Kuat geser nominal tulangan miring tipe 3 Sv = Jarak vertikal antar tulangan

α = Sudut antara tulangan miring dengan tulangan horisontal β = Sudut antara tulangan miring dengan tulangan vertikal Total kuat geser nominal tulangan geser dinding diafragma adalah:

Vn = Vc + Vs = Vc + Vs1 + Vs2 + Vs3 (2.13) 2.4. Secant Pile

Secant pile adalah tipe dinding penahan tanah yang proses konstruksinya tidak membutuhkan area luas dan dapat menahan rembesan air. Secant pile dapat digunakan untuk tanah kondisi kritis (muka air tinggi). Secant pile terdiri dari barisan pile beton tak bertulang (primary pile) dan pile beton bertulang (secondary pile). Pengecoran dilakukan mulai dari primary pile lalu dilanjutkan dengan secondary pile yang dicor secara overlap terhadap primary pile.

Susunannya dibuat bersambungan sehingga membentuk dinding. Primary pile berperan menjadi penutup galian dan pengendap, dan secondary pile berperan menjadi elemen struktural yang menyediakan kapasitas lentur secant pile.

Gambar 2. 3. Detail Struktur Secant Pile

Sumber: Railsystem Catalogue

Kelebihan penggunaan secant pile adalah : 1. Biaya konstruksi relatif lebih murah.

(8)

13 2. Konstruksinya dapat dilaksanakan pada area sempit.

3. Cocok untuk tanah dengan kondisi kritis (muka air tanah tinggi).

Kekurangan penggunaan secant pile adalah:

1. Memerlukan finishing tambahan ketika akan digunakan sebagai basement.

Perencanaan secant pile melingkupi perencanaan diameter bored pile serta penulangannya. Penentuan diameter bored pile berdasarkan persamaan berikut:

Ds = √π Qw

4 x 0.25 x f'c (2.14)

Keterangan:

Ds = Diameter bored pile

Qw = Beban kerja dari tiang pondasi f’c = Mutu beton

Perencanaan tulangan utama pada tulangan bored pile berdasarkan SNI 2847- 2013:

ρb = (0,85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝛽1 / 𝑓𝑦) 𝑥 600+fy600 (2.15) Keterangan:

ρb = Rasio tulangan berimbang f’c = Mutu beton

fy = Tegangan leleh baja

Rasio tulangan maksimum berdasarkan SNI 2847-2013 adalah:

ρmax = 0,75 x ρb atau ρmax = 0,025 (2.16) Rasio tulangan minimum berdasarkan SNI 2847:2013 adalah:

ρmin = (1,4 / 𝑓𝑦) 𝑑𝑎𝑛 (√𝑓′𝑐 / 4𝑓𝑦) (2.17) m = 𝑓𝑦

0.85 𝑓′𝑐 (2.18)

ρperlu = 0,5 ρb (2.19)

ρmin ≤ ρperlu ≤ ρmax (2.20) Rn = ρpakai fy (1 – 0.588 ρpakai fy

f'c ) (2.21) Saat b = Ag

0.8 D dan d = 0.8D, luas tulangan (As) dari ρ yang dibutuhkan adalah:

Asperlu = ρ x b x d (2.22) Perencanaan tulangan geser berdasarkan kriteria perencanaan lentur pada SNI 2847- 2013.

(9)

14

ϕ Vn ≥ Vu (2.23)

Keterangan:

ϕ Vn = Kuat geser penampang

Vu = Geser ultimate yang ditahan penampang

Menurut SNI 2841-2013, kuat geser nominal penampang adalah gabungan kuat geser beton (Vc) dan tulangan (Vs).

Vc = 0,17 √f'c 𝑥 𝑏𝑤𝑥 𝑑 (2.24) Vs = 0,33 𝑥 √f'c 𝑥 𝑏𝑤𝑥 𝑑 (2.25) Batasan jarak maksimum antar sengkang yang tidak membutuhkan sengkang tertutup menurut SNI 2847-2013 adalah:

s = d2 ≤ 300 m (2.26) 2.5. Strut System

Selain dinding penahan tanah, sistem penyangga tambahan juga diperlukan.

Pemilihan sistem penyangga tidak hanya bergantung pada besarnya tekanan lateral, tetapi juga pada periode yang diperlukan untuk memasang sistem penyangga dan hambatan yang mungkin ditimbulkannya pada konstruksi, serta metode galian yang digunakan. Berdasarkan bahan pembuatannya, ada struts kayu, beton bertulang (RC), dan baja.

a. Struts kayu Kelebihan:

1) Harganya murah.

Kelemahan:

1) Tidak semua daerah mempunyai persediaan kayu berlimpah.

2) Tidak dapat disambungkan dengan kayu lainnya.

3) Rentan terhadap erosi, keretakan, dan memiliki kuat tekan lemah.

b. Struts Beton Bertulang Kelebihan:

1) Kekakuan aksial tinggi.

2) Cocok untuk berbagai bentuk galian.

Kelemahan:

1) Bobotnya berat dan sulit untuk dibongkar.

2) Membutuhkan waktu lebih untuk struts dapat bekerja.

(10)

15 c. Struts Baja

Kelebihan:

1) Harga nya terjangkau..

2) Waktu konstruksi singkat 3) Mudah untuk di instalasi.

Kelemahan:

1) Tidak dapat dengan mudah dipakai pada topografi bergelombang Salah satu jenis strut yang sering digunakan adalah wall to wall strut. Jenis strut ini memiliki bentang yang besar sehingga beresiko terjadinya tekuk. Hal ini dapat diatasi dengan profil baja ganda dan dikombinasikan dengan batang penghubung diagonal. Beberapa persyaratan penggunaan strut baja menurut SNI 8460-2017, adalah sebagai berikut:

a. Spasi horizontal strut bernilai sama dengan jarak kolom.

b. Spasi vertikal strut bernilai 1-1,5 kali jarak lantai basement.

c. Perubahan temperatur dapat diperhitungkan.

d. Gaya prategang sama dengan 10%-25% gaya strut.

2.6. Kriteria Desain Dinding Penahan Tanah

Adapun kriteria desain dinding penahan tanah mencakup faktor angka keamanan galian, deformasi lateral izin, kapasitas momen dinding.

a. Faktor angka keamanan

Faktor keamanan adalah rasio kekuatan tahan terhadap kekuatan pendorong atau sebagai faktor untuk mengurangi kekuatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi angka keamanan adalah:

1) Kemungkinan terjadinya keruntuhan.

2) Adanya ketidakpastian saat perencanaan parameter tanah, geometri dan lapisan tanah, serta distribusi tekanan air pori.

3) Biaya konstruksi.

Tabel 2. 1. Faktor Keamanan Berdasarkan SNI 8460-2017 Pasal 10.2.5.3.

Faktor Keamanan Deformasi Izin

Guling 2

Geser Lateral Minimum 1.5

Daya Dukung 3

Stabilitas Global 1.5

Gempa 1.1

(11)

16 Sumber: SNI 8460-2017

Berikut ini adalah angka keamanan lereng yang diisyaratkan untuk analisis kestabilan lereng tanah berdasarkan kategori ketidakpastian kondisi analisis SNI 8460-2017 pasal 7.5.5.

Tabel 2. 2. Faktor Keamanan Berdasarkan SNI 8460-2017 Pasal 7.5.5.

Biaya dan konsekuensi dari kegagalan

lereng Tingkat ketidakpastian kondisi analisis Biaya perbaikan sebanding dengan biaya

tambahan untuk merancang lereng yang lebih konservatif

1,25 1,5

Biaya perbaikan lebih besar dari biaya tambahan untuk merancang lereng yang lebih konservatif

1,5 2

Sumber: SNI 8460-2017

Berdasarkan SNI 8460-2017 pasal 7.5.5, kategori tinggi adalah kondisi lereng dengan kondisi geologi dapat dipahami, kondisi tanah seragam, penyelidikan tanah konsisten, lengkap dan logis dilapangan. Kategori rendah adalah kondisi lereng dengan kondisi geologi sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan tanah tidak konsisten dan tidak dapat diandalkan.

b. Deformasi Lateral Dinding

Batasan deformasi lateral dinding ditentukan oleh kedalaman galian dan jarang bangunan terdekat.

Tabel 2. 3. Deformasi Lateral Izin Berdasarkan SNI 8460-2017 Pasal 11.5.

Keterangan

Lokasi Gedung/Infrastruktur Terdekat

Zona 1 (x/H <1) Zona 2 (1<x/H <2) Zona 3 (x/H >2) Tanah A Tanah B Deformasi Izin

x = jarak bangunan H = Dalam Galian

0.5% 0.7% 0.7% 1%

Sumber: SNI 8460-2017

c. Persyaratan perancangan strut

Spasi horizontal pada strut sama dengan jarak kolom, spasi vertikal besarnya 1-1.5 dikalikan jarak lantai basement berdasarkan SNI 8460-2017 pasal 10.3.5.2.2.

2.7. Penentuan Beban Sekitar Galian

Ketentuan Pedoman Konstruksi dan Beban Bangunan Binamarga tentang rekayasa penanganan keruntuhan lereng pada tanah residual dan batuan menyebutkan bahwa dalam melakukan analisis stabilitas lereng, perencanaan

(12)

17 pembebanan yang dilakukan menggunakan beban lalu lintas dan beban diluar jalan.

Tabel 2. 4. Beban Lalulintas untuk Analisis Stabilitas

Kelas Jalan Beban Lalulintas (kPa) Beban di luar jalan (kPa)

1 15 10

2 15 10

3 15 10

Sumber: Binamarga

2.8. Parameter Tanah

Salah satu data yang diperlukan dalam merencanakan basement adalah data tanah dimana struktur itu berdiri. Data tanah tersebut mencakup jenis tanah, tinggi muka air, dan parameter tanah. Oleh karena itu, diperlukan beberapa pengujian baik pengujian lapangan dan laboratorium untuk memperoleh data-data tersebut.

Penelitian ini menentukan parameter tanah berdasarkan nilai N-SPT yang diperoleh dari pengujian Standard Penetration Test.

2.8.1. Standard Penetration Test

Standard penetration test adalah pengujian yang dilakukan di lapangan yang bertujuan untuk mengambil sampel tanah tidak terganggu menggunakan tabung sampel yang dimasukkan kedalam tanah dengan cara ditumbuk. Hasil sampel tanah dari pengujian ini akan dibawa ke dalam laboratorium untuk dilakukan pengujian lanjutan. Pengujian ini juga meghasilkan jumlah tumbukan yang diperlukan oleh konus untuk menembus tanah sejauh 45 cm, jumlah tumbukan inilah yang kemudian disebut dengan nilai N-SPT. Berdasarkan nilai N-SPT, sifat tanah dan parameternya dapat diketahui dengan mengkorelasikan nilai tersebut terhadap tabel parameter-parameter dari hasil pengujian para ahli sebelumnya.

Cara korelasi tersebut dapat digunakan apabila hasil pengujian laboratorium tidak tersedia untuk mendapatkan parameter tanah yang dicari. Beberapa parameter tanah yang diperlukan untuk perencanaan dinding penahan tanah diantaranya adalah ϕ (sudut geser, c (kohesi), Ɣ (berat volume), E (Modulus elastisitas), dll.

Penulis menentukan parameter tersebut dengan korelasi nilai N-SPT seperti berikut ini:

a. Korelasi untuk nilai kohesi

Nilai kohesi cu dapat diperkirakan dari korelasi dengan NSPT seperti pada gambar dibawah ini.

(13)

18 Gambar 2. 4. Korelasi Antara Nilai NSPT dan cu

Sumber: Terzaghi dan Peck, 1967

Berdasarkan grafik yang ada, nilai cu bisa didapatkan melalui persamaan berikut:

cu = 2

3 NSPT (ton/m2) (2.27) cu = 6 NSPT (kN/m2) (2.28) Nilai kohesi efektif (c’) tanah lempung overconsolidated menurut Sorensen dan Okkels (2013) bisa didapatkan dari persamaan berikut:

c’ = 0.1 cu (2.29) b. Korelasi Sudut Geser Dalam (ϕ dan ϕ’)

Tanah kohesif memiliki nilai ϕ yang dianggap sama dengan nilai ϕ’ karena tidak terbentuknya tekanan air pori pada tanah berbutir kasar. Korelasi nilai ϕ untuk tanah non kohesif dan tanah kohesif dapat dilihat melalui grafik dan persamaan.

Berdasarkan persamaan Sorenson dan Okkels (2013), nilai ϕ’ untuk lempung over consolidated adalah:

ϕ’ peak = 44 – 14 log PI (4 < PI < 50) (2.30) ϕ’ peak = 30 – 6 log PI (50 < PI < 150) (2.31) Untuk tanah non kohesif dapat memperoleh nilai ϕ dari grafik dibawah.

(14)

19 Gambar 2. 5. Korelasi Antara Nilai NSPT dan ϕ

Sumber: Peck, 1947

c. Korelasi Berat Volume (Ɣ)

Berat volume adalah perbandingan antara berat tanah dan volume tanah.

Korelasi nilai berat volume dapat diperoleh melalui tabel berikut:

Tabel 2. 5. Korelasi Nilai Ɣsat dan NSPT

N (blows) >25 16-25 6-15 4-6 <4

Consistency Hard Stiff Medium Soft Very Soft

qu (kPa) >100 40-200 30-60 20-50 <25

Ɣ sat (kn/m3) >20 16-20 16-18 16-18 14-18

Cohessionless Soil

N (blows) >50 31-50 11-30 4-10 0-3

State Very Dense Dense Medium Loose Very Loose

Dr (%) 85-100 65-85 35-65 15-35 0-15

Ɣ sat (kn/m3) 18-23 16-20 14-18 12-16 -

ϕ (°) >35 30-40 28-36 25-32 -

Sumber: Bowles 1984

Tabel 2. 6. Korelasi Nilai Ɣ dan NSPT Jenis Tanah

Berat Volume Jenuh (kn/m3)

Berat Volume kering (kn/m3)

Lepas Padat Lepas Padat

Tanah Granular

Kerikil 20 21 16 18

Pasir bergradasi baik 21.5 23 19 21

Pasir bergradasi sedang 20 21.5 16.5 18.5

Pasir bergradasi buruk 20.5 22.5 18 21

Pasir halus kelanauan 20 21.5 17 19

Ash Fill 13 15 6.5 10

Slag Fill 18 20 12 15

Brick Hardcore 16.5 19 13 17.5

Rock Fill 19.5 21 15 17.5

Tanah kohesiv

Lempung glasial kaku 21 21

Lempung keras 20 20

(15)

20

Lempung Kaku 19 19

Lempung Padat 18 18

Lempung Lunak 17 17

Lempung Organik 15 15

Gambut 12 12

Sumber: AS 4678-2002

d. Korelasi Angka Poison (v)

Korelasi nilai angka poison (v) dapat diperoleh melalui tabel berikut:

Tabel 2. 7. Korelasi Angka Poison Efektif (v’)

Jenis Tanah Poisson Ratio (v’)

Min Max

Umum dipakai untuk tanah 0.3 0.4

Batuan 0.1 0.4

Pasir 0.1 1.0

Lanau 0.3 0.35

Lempung berpasir 0.2 0.3

Lempung tak jenuh 0.1 0.3

Lempung jenuh 0.4 0.5

Sumber: Braja M.Das 2002

e. Korelasi Modulus Elastisitas (Es)

Korelasi nilai modulus elastisitas (Es) dapat diperoleh melalui tabel berikut:

Tabel 2. 8. Korelasi Modulus Young (Es)

Jenis Tanah Angka Poisson (v) Modulus Young (Es) (x 103 kN/m2)

Stiff Clay 0.20-0.50 10.35-24.15

Medium Clay 0.20-0.50 5.18-10.35

Soft Clay 0.20-0.50 2.07-5.18

Sand and Gravel 0.15-0.35 69.00-172.5

Silty Sand 0.20-0.40 10.35-17.25

Dense Sand 0.30-0.45 34.50-55.20

Medium Dense Sand 0.25-0.40 17.25-27.60

Loose Sand 0.20-0.40 10.35-24.15

Sumber: Braja M.Das 2002

Nilai parameter Es’ dari tanah lempung dapat diperoleh menggunakan persamaan sebagai berikut:

Es’ = 2

3 (1 + v’) Eu (2.32) 2.9. Mohr Coulomb

Model tanah Mohr Coulomb menggambarkan tanah dengan sifat elastic perfectly plastic, dimana tidak diperlukan analisis terhadap pengerasan dan pelunakan tanah. Mohr Coulomb ditemukan saat insinyur Prancis, Coulomb melakukan analisis tentang gaya dorong yang bekerja pada dinding penahan tanah. Analisis ini kemudian melahirkan teori keruntuhan Mohr-Coulomb. Kriteria keruntuhan Mohr Coulomb dapat digambarkan melalui persamaan berikut:

τf = σnf’tan φ’ + c’ (2.33)

(16)

21 Nilai τf dan σnf’ menunjukkan tegangan geser dan tegangan normal efektif saat keruntuhan rencana. Mohr Coulomb menghasilkan 2 parameter yang mengambil bagian dalam kriteria keruntuhannya, yaitu sudut geser (ϕ’) dan kohesi (c’).

Gambar 2. 6. Kriteria Keruntuhan Mohr Coulomb

Sumber: Manual Plaxis v8.5 Tabel 2. 9. Parameter Mohr Coulomb

Parameter Keterangan

c’ Kohesi (kN/m2) ϕ’ Sudut geser (°)

ψ Sudut dilatansi (°)

E’ Secant dari kekakuan dalam uji triaxial drained (kN/m2) v Nilai Poison (kN/m2)

K0 Koefisien tekanan lateral (-) Sumber: Manual Plaxis v8.5

2.10. Hardening Soil

Hardening Soil adalah salah satu jenis model tanah dalam pemodelan program finite element. Model tanah ini merupakan hasil perkembangan model tanah Mohr Coulomb yang menggambarkan tanah hanya dengan sifat perfectly plastic. Tanah yang sudah memasuki fase plastis jika mengalami unloading dapat mengembang namun tidak dapat kembali ke volume semula. Saat tanah diberikan beban Kembali (reloading), nilai tegangan leleh (yield stress) akan lebih tinggi dibandingkan nilai tegangan leleh saat pembebanan pertama. Kondisi ini disebut dengan hardening. Hardening soil menggambarkan kondisi tanah yang memiliki perilaku berbeda saat reloading dan unloading, serta sifat non-linear tanah saat kondisi failure.

(17)

22 Gambar 2. 7. Perbandingan Mohr Coulomb dan Hardening Soil

Sumber: Bentley, 2020

Berikut beberapa perilaku tanah yang dapat digambarkan oleh hardening soil:

a. Perbedaan perilaku tanah saat mengalami primary loading, reloading/

unloading.

b. Sifat non linear saat berada dibawah kondisi failure.

c. Nilai tegangan tanah yang bergantung pada kekakuannya.

d. Nilai dilantasi yang tidak konstan.

Tabel 2. 10. Parameter Hardening Soil

Parameter Keterangan Satuan

c’ Kohesi efektif kN/m2

ϕ’ Sudut geser efektif °

ψ Sudut dilatansi °

E50ref Secant dari kekakuan dalam uji triaxial drained kN/m2 Eoedref Tangen dari kekakuan dalam pembebanan konsolidasi primer kN/m2

Eurref Kekakuan saat unloading/reloading (default

Eurref = 3 E50ref kN/m2

K0nc Nilai K0 untuk konsolidasi normal (default K0 = 1-sin φ - Vur Nilai Poison untuk unloading/reloading (default = Vur = 0.2) -

m -

pref Tegangan referensi untuk kekakuan (default pref = 100 stress units) kN/m2

Rf Rasio kegagalan (default Rf = 0.9) -

σtension Kuat tarik (default σtension = 0) kN/m2

cincrement (default cincrement = 0) kN/m3

Sumber: Manual Plaxis v8.5

2.11. Tekanan Tanah Lateral

Dorongan yang disebabkan oleh tanah dibelakang dinding menimbulkan adanya tekanan lateral. Ada beberapa factor yang mempengaruhi besar tekanan lateral, diantaranya adalah:

a. Kohesi tanah

b. Beban yang bekerja pada permukaan tanah

(18)

23 c. Koefisien tanah diam, aktif, dan pasif.

Berdasarkan pergerakan yang ditimbulkan, tekanan tanah lateral dibagi menjadi 3, yaitu tekanan tanah lateral saat diam, tekanan lateral aktif, dan tekanan lateral pasif.

2.11.1. Tekanan Lateral saat Diam

Tekanan tanah lateral saat diam terjadi ketika tidak terjadi pergerakan dinding secara horizontal dan massa tanah dalam keadaan kesetimbangan elastis.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka tegangan lateral total dan efektif tanah dapat digambarkan dalam persamaan berikut:

σ’h = K0 x σ’v (2.34) σh = U + σ’h (2.35) Keterangan:

K0 = Koefisien tanah saat keadaan diam = 1 – sin ϕ U = Tekanan air pori

Φ = Sudut geser

Gambar 2. 8. Tekanan Tanah Lateral Keadaan Diam

Sumber: Chang Yu-Ou, 2006

2.11.2. Tekanan Lateral Aktif

Tekanan yang terjadi pada dinding penahan tanah yang mengalami pergerakan ke arah luar tanah yang ada dibelakangnya dan menyebabkan tanah tersebut longsor kebawah menekan dinding penahan tanah disebut tekanan tanah lateral aktif (Hardiyatmo, 2003). Gerakan dinding yang menjauhi tanah menyebabkan hilangnya pertahanan dibelakang dinding. Nilai tekanan lateral aktif lebih kecil dibandingkan nilai tekanan lateral saat posisi diam.

(19)

24 Gambar 2.9. Tekanan Tanah Lateral Aktif

Sumber: Chang Yu-Ou 2006

Koefisien tanah aktif pada tanah datar digambarkan pada persamaan berikut:

Ka = 1−sin 𝜙

1+𝑠𝑖𝑛 𝜙 = tan2 (45° - 𝜙

2) (2.36) Tekanan tanah lateral aktif untuk tanah non kohesif dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Pa = 1

2 x Ɣ x H2 x Ka (2.37) Tekanan tanah lateral aktif untuk tanah kohesif dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Pa = 1

2 x Ɣ x H2 x Ka - 2c √Ka (2.38) 2.11.3. Tekanan Lateral Pasif

Tekanan yang terjadi pada dinding penahan tanah yang mengalami pergerakan ke arah dalam tanah yang ada dibelakangnya disebut tekanan tanah lateral pasif (Hardiyatmo, 2003). Pada konsep tekanan tanah lateral pasif, tanah harus mampu menahan gerakan dinding penahan tanah sebelum mengalami keruntuhan. Nilai tekanan lateral pasif lebih besar dibandingkan nilai tekanan lateral aktif dan saat posisi diam. Koefisien tanah pasif pada tanah datar digambarkan pada persamaan berikut:

Kp = 1+sin 𝜙

1−𝑠𝑖𝑛 𝜙 = tan2 (45° + 𝜙

2) (2.39) Tekanan tanah lateral pasif untuk tanah non kohesif dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Pp = 1

2 x Ɣ x H2 x Kp (2.40) Tekanan tanah lateral pasif untuk tanah kohesif dihitung berdasarkan persamaan berikut:

(20)

25 Pp = 1

2 x Ɣ x H2 x Kp - 2c √Kp (2.41) 2.12. Stabilitas Dinding Penahan Tanah

Kegagalan galian dapat timbul karena adanya kelebihan tegangan pada penyokong galian yang melebihi kekuatan material penyokong itu sendiri, misalnya ketika beban yang ditanggung oleh strut melebihi kapasitas tekuknya atau momen lentur yang terjadi melebihi momen lentur dinding penahan tanah. Kegagalan tersebut dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap keselamatan pekerja dan properti di sekitar galian. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis stabilitas saat perencanaan galian dalam. Salah satu analisis stabilitas yang perlu dilakukan adalah analisis stabilitas push in.

Adanya dorongan yang terjadi akibat tekanan tanah pada kondisi kritis menyebabkan pergerakan tiang dengan jarak yang cukup jauh dari posisi sebelumnya disebut dengan peristiwa push in. Metode yang digunakan untuk menganalisis push in adalah free earth support dimana dinding pada bagian bawah digambarkan sebagai free body.

Gambar 2.10. Keruntuhan Akibat Push In

Sumber: Chang Yu-Ou 2006

Metode ini melakukan analisis tekanan tanah aktif dan pasif, kemudian mencari faktor keamanan terhadap push in tersebut. Berdasarkan JSA (1988), faktor keamanan yang dianjurkan adalah Fp ≥ 1.5 dengan asumsi Ms = 0.

Fp = 𝑀𝑟

𝑀𝑑 = 𝑃𝑝+𝐿𝑝+𝑀𝑠

𝑃𝑎 𝐿𝑎 (2.42)

Keterangan:

Fp = Faktor Safety Mr = Momen Resisten

(21)

26 Md = Momen Dorong

Pa = Resultan Gaya Tekanan Aktif

La = Jarak strut terbawah ke pusat gaya Pa Ms = Momen Lentur Ijin

Pp = Resultan Gaya Tekanan Pasif

Lp = Jarak strut terbawah ke pusat gaya Pp 2.13. Finite Element Analysis (FEM)

FEM atau finite element analysis adalah suatu metode untuk menyelesaikan permasalahan diferensial dengan solusi numerik. Solusi numerik atau metode elemen hingga merupakan metode yang tepat untuk mengetahui perilaku linear dan non-linear suatu struktur dinding penahan tanah. Konsep metode numerik ini adalah struktur yang menerus ditinjau sebagai rangkaian elemen kecil yang terhubung dengan titik atau node yang ada pada tepi elemen. Setiap node tersebut mempunyai beberapa derajat kebebasan. Metode elemen hingga digunakan untuk penyelesaian permasalahan teknik dan matematis dari gejala phisis, seperti tegangan, regangan, kekuatan, deformasi, serta analisa getaran.

Gambar

Gambar 2. 1. Metode Braced Excavation
Gambar 2. 3. Detail Struktur Secant Pile
Tabel 2. 1. Faktor Keamanan Berdasarkan SNI 8460-2017 Pasal 10.2.5.3.
Tabel 2. 2. Faktor Keamanan Berdasarkan SNI 8460-2017 Pasal 7.5.5.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada segmen terakhir diukur dari titik kontak mesial gigi premolar pertama ke titik kontak distal gigi molar pertama permanen pada sisi yang berlainan (Gambar 5). Pengukuran

Dimulai pada proses pra produksi program “BEAUTY ME”, produser merasa terlalu banyak waktu yang terbuang karena sulitnya menemukan waktu yang cocok dengan narasumber

Misalkan pada Gambar 2, jika Anda ingin bepergian dari stasiun Okayama menuju stasiun Kurashiki, maka Anda harus menaiki kereta dengan line hijau (keterangan mengenai jenis

[r]

Perlindungan hukum terhadap anggota penyimpan dana pada koperasi CU Khatulistiwa Bakti belum sepenuhnya terakomodir dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang

Kertas kerja audit meliputi semua berkas yang dibuat mulai dari perencanaan sampai dengan konsep laporan hasil audit, antara lain terdiridari: program audit, hasil pemahaman

Simpulan Penelitian adalah berdasarkan hasil uji korelasi Lambda tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh beban kerja berlebihan terhadap terjadinya

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel