• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM FOXTROT SIX SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM FOXTROT SIX SKRIPSI"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM FOXTROT SIX

SKRIPSI

OLEH

NOVI ZUMALA RAHMI

G.311.16.0088

PROGRAM STUDI S1-ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMARANG

2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan anugerah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir atau Skripsi untuk memenuhi syarat kelulusan dalam menempuh Program Studi S-1 Ilmu Komunikasi. Dalam penyusunan Skripsi ini, tentunya peneliti banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Andy Kridasusila, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Semarang.

2. Susanto, S.Kom., M.Komselaku Dekan Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang.

3. Fajriannoor Fanani., S.Sos., M.I.Kom selaku Ketua Program Studi S-1 Ilmu Komunikasi Universitas Semarang sekaligus pembimbing pendamping saya yang telah membantu memberi arahan sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Errika Dwi Setya Watie, S.Sos., M.I.Kom selaku pembimbing utama saya yang telah banyak membantu memberi masukan dan meluangkan waktunya ketika bimbingan sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu.

5. Seluruh karyawan Tata Usaha FTIK, para staf Teknisi FTIK dan Perpustakaan FTIK atas bantuannya mengurus administrasi maupun alur birokrasi.

6. Orang tua satu-satunya yakni Asfiyah, kakak pertama Firman Zanuar Riza, kakak kedua Silvi Zaniar Rahmi, kakak ipar Syahrul Mi’an dan keponakan tersayang Casia Mediterania Rahmi serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan materil maupun spriritual.

(7)

vii

7. Terimakasih juga untuk para sahabat, Devi Valentina, Nana Idris, Fifi Aturrohmania, Anfa Riyana, segenap member Kintil Club, dan teman-teman di kala susah dan senang yang tak mungkin peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsiini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan penelitian selanjutnya agar penelitian yang dibuat menjadi lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi referensi atau bahan bacaan bagi siapa saja yang membacanya.

Akhir kata peneliti ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah berusaha membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat membawa manfaat. Semoga bimbingan dan kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti akan dapat ridho Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

Semarang, 20 Februari 2020 Penulis

(8)

viii ABSTRAK

Novi Zumala Rahmi, G.311.16.0088, Representasi Feminisme dalam Film Foxtrot Six, Penelitian ini bertujuan untuk mengamati, memahami dan mendeskripsikan bagaimana representasi feminisme dalam film Foxtrot Six.

Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori Representasi Marcel Danesi yaitu serangkaian proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Bentuk dan strategi penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif melalui observasi dan studi pustaka.

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah teknik Purposive Sampling.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa feminisme dalam film Foxtrot Six direpresentasikan melalui adegan, penampilan dan dialog yang menunjukkan bahwa perempuan dalam film ini mempunyai peran publik dan peran sosial.

(9)

ix ABSTRACT

Novi Zumala Rahmi, G.311.16.0088, The Representation of Feminism in Foxtrot SixThe Movie. This study aims to determine and describe the representation of feminism in the movie Foxtrot Six.

The cornerstone of the theory of this study is the theory of Marcel Danesi Representation which is to interpret the concept that exist in our minds by pshysical. The form and strategy of this research use a qualitative research method with a descriptive approach through observation and literature study. The sampling technique in this study is the Purposive Sampling technique.

Based on the research that has been done, the researcher draws the conclusion that the representation of feminism in Foxtrot Sixthe movie representated by the scene, the appearance and the dialogue that show that the women in this movie get public role and social role.

(10)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

BAB I ... 2

PENDAHULUAN ... 2

1.1. Latar Belakang Masalah ... 2

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2. Manfaat Praktis ... 6

BAB II ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Landasan Teori ... 8

2.1.1. Tinjauan tentang Representasi ... 8

2.1.2. Teori Semiotika... 10

2.1.3. Feminisme ... 13

2.2. Kerangka Berpikir ... 15

BAB III ... 16

METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1. Metode Penelitian ... 16

3.2. Lokasi Penelitian ... 16

3.3. Bentuk Penelitian ... 16

3.4. Data dan Sumber Data ... 18

3.4.1. Sumber Data Primer... 18

3.4.2. Sumber Data Sekunder ... 19

3.5. Teknik Sampling ... 19

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.6.2. Studi Pustaka... 21

3.6.3. Trianggulasi Data ... 21

(11)

xi

3.7. Teknik Analisis Data ... 22

BAB IV ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Gambaran Umum ... 24

4.1.1 Sekilas tentang Film Foxtrot Six ... 24

4.1.2 Produksi Film Foxtrot Six ... 27

4.1.3 Karakteristik Tokoh ... 29

4.1.4 Perkembangan Feminisme di Indonesia ... 33

4.2 Temuan Penelitian ... 36

4.2.1. Analisis Adegan atau Scene Menit ke 02:11 - 03:29 ... 36

4.2.2. Analisis Adegan atau Scene Menit ke 18:07 – 20:00 ... 42

4.2.3. Analisis Adegan atau Scene Menit ke 57:29 – 58:14 ... 50

4.3. Pembahasan ... 53

BAB V ... 59

PENUTUP ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Implikasi ... 60

5.2.1. Implikasi Teoritis ... 60

5.2.2. Implikasi Praktis ... 60

5.2.3. Implikasi Metodologis ... 61

5.3 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Poster Film Foxtrot Six

Gambar 4.2 Pemeran tokoh Angga Gambar 4.3 Pemeran tokoh Sari Gambar 4.4 Pemeran tokoh Spec Gambar 4.5 Pemeran tokoh Bara Gambar 4.6 Pemeran tokoh Tino Gambar 4.7 Pemeran tokoh Ethan Gambar 4.8 Pemeran tokoh Oggi Gambar 4.9 Pemeran tokoh Wisnu

Gambar 4.10 Penampilan Sari ketika berangkat kerja Gambar 4.11 Suasana kota Jakarta memasuki jam kerja Gambar 4.12 Penampilan rekan kerja Sari

Gambar 4.13 Sari saat memimpin anggota pemberontak Gambar 4.14 Dialog antara Sari dengan pasukannya Gambar 4.15 Dialog antara Sari dengan Angga Gambar 4.16 Penampilan tokoh marinir wanita Gambar 4.17 Sikap seorang Sersan terhadap Jenderal

(13)

xiii

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Film telah menjadi media komunikasi audio visual yang akrab dinikmati oleh segenap masyarakat dari berbagai rentang usia dan latar belakang sosial. Kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2004 : 12). Berbeda dengan media massa lainnya, film merupakan institusi sosial penting. Isi film tidak hanya mampu merefleksikan tetapi juga menciptakan realitas. Realitas media tersebut seringkali berupa simbol-simbol atau tanda-tanda tertentu yang terdapat dalam isi dari produk suatu media massa. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa realitas media adalah simbol-simbol yang terdapat dalam isi dari suatu produk media (Bungin, 2007).

Realitas tersebut seperti fenomena feminisme. Feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan disebabkan jenis kelamin yang dimilikinya (Hidayatullah, 2010 : 5).

Stereotipe mengenai perempuan tersebut juga membuat dunia film melahirkan film-film feminis. Selain itu kelahiran film feminis didorong oleh satu kenyataan bahwa film cenderung mengkonstruksi realitas perempuan

(15)

2

secara bias dan menjadi kekuatan konservatif pendukung ideologi patriarki (Zoonen, 1992 : 81).

Salah satunya dari film-film tersebut ialah film “Foxtrot Six”. Film Foxtrot Six merupakan karya sutradara Randy Korompis, yang bekerjasama dengan produser film Hollywood, Mario Kassar dan diproduksi oleh RapidEyePictures, East-WestSynergy dan MD Pictures. Film laga yang telah rilis akhir Februari 2019 ini berdurasi 114 menit, menceritakan tentang kondisi Indonesia dalam rentan waktu 12 tahun ke depan.

Berdasarkan data dari filmindonesia.or.id, film “Foxtrot Six” ini menempati posisi ke-10 dari 15 Film Indonesia atas perolehan jumlah penonton pada tahun 2019 berdasarkan tahun edar film, yakni sebanyak 557.863 penonton. Sedangkan data dari IMDb (Indonesia Movie Database) Foxtrot Six berhasil meraih rating 7.1/10. Film ini bercerita tentang meningkatnya perubahan iklim pada tahun 2031 yang membuat ekonomi dunia terbalik. Imbas kerusakan di masa depan tidak hanya melanda negara- negara Amerika dan Eropa, akan tetapi kekacauanjuga terjadi di Indonesia.

Saat itu, kehidupan bumi sedang mengalami overpopulated, sehingga sebagian besar penduduknya dilanda kelaparan dan kekeringan. Dengan hasil panen yang buruk dan lonjakan harga pangan, makanan telah menggantikan minyak sebagai komoditas paling berharga di dunia.

Indonesia termasuk negara yang bisa bertahan dengan latar belakang negaranya yang subur. Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu negara

(16)

yang siap untuk menjadi lumbung pangan dunia dan menjadi perebutan pasar dunia. Namun di dalam negeri sendiri, masih banyak penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan karena Indonesia dikudeta dan diambil alih oleh partai pembelot bernama Piranas dan para petinggi memanfaatkan isu krisis pangan. Adanya kekacauan ini, kemudian menyebabkan terjadinya gerakan resistensi terjadi di masyarakat. Sementara itu pemerintah menyiapkan pasukan khusus untuk menghadang hal ini.

Film ini berawal ketika Oka Antara yang berperan sebagai Angga, mantan anggota dewan marinir yang bertemu dengan Sari Nirmala yang diperankan oleh Julie Estelle, kekasihnya yang lama hilang ternyata menjadi pemimpin pasukan pemberontak terhadap pemerintah yang tamak.

Sebelumnya, Sari merupakan tokoh jurnalis yang mempunyai kepedulian terhadap isu HAM yang sangat tinggi. Keputusannya untuk bergabung dengan pasukan pemberontak menyebabkan ia terlibat dalam berbagai aksi heroik.

Dalam aksinya memperjuangkan keadilan, Sari berusaha memberikan perlindungan kepada para pengikutnya dengan menyediakan tempat tinggal dan senjata untuk melindungi diri. Menurut penulis, peran Sari sebagai seorang pemimpin pasukan pemberontak mempunyai keterkaitan dengan feminisme, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan penelitian tentang representasi feminisme dalam film Foxtrot Six ini.

Feminisme menurut KBBI ialah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Menurut Goefe (Sugihati dan Itsna, 2010 : 37) Fenimisme merupakan persamaan antara laki-

(17)

4

laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial atau kegiatan organisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.

Feminisme sebagai gerakan perempuan muncul dalam karakteristik yang berbeda-beda yang disebabkan perbedaan asumsi dasar yang memandang persoalan-persoalan yang menyebabkan ketimpangan gender. Gender merupakan behavioraldifferences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural yang panjang (Riant, 2008 : 21).

Gerakan Feminisme di Indonesia adalah gerakan transformasi perempuan untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia yang secara fundamental baru, lebih baik dan lebih adil. Jika dibandingkan dengan gerakan feminisme di luar negeri seperti Amerika dan Inggris, feminisme di berjalan lebih lambat dan tenang. Dilansir dari IDN times, di luar negeri banyak tercatat peristiwa besar dimana perempuan berani melakukan demonstrasi menuntut persamaan hak dengan laki-laki, namun di Indonesia kita tak hampir tak pernah melihat hal yang serupa. Salah satu penyebabnya ialah fakta bahwa Indonesia masih menjunjung tinggi budaya ketimuran yakni sopan santun. Meski demikian, baru-baru ini muncul gerakan anti feminisme yang ditandai oleh tagar #uninstallfeminism yang digagas oleh akun

@indonesiatanpafeminis. Hal ini menjadi tanda bahwasebagian masyarakat masih berasumsi bahwa feminisme merupakan pemberontakan kaum perempuan akan kodrat aslinya.

(18)

Penelitian serupa mengenai representasi feminisme dalam film juga dilakukan oleh HeniMafurotin, mahasiswi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto pada tahun 2018 dengan judul “Feminisme dalam Film Kartini” dimana peran Kartini sebagai potret masyarakat Jawa akhir abad ke-19 memperjuangkan hak-hak kaum wanita semasa hidupnya. Kedudukan anak perempuan Jawa dalam keluarga diasumsikan menjadi pribadi yang lemah lembut, pasif dan dependen.

Penelitian ini mengungkapkan feminisme sebagai gerakan transformasi dan bukan gerakan untuk membalas dendam terhadap kaum laki-laki.

Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Dini Zelviana, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung di tahun 2017 yang berjudul “Representasi Feminisme dalam Film The Huntsman:

Winter’sWar”. Film garapan sutradara Credic Nicolas Troyanini tak lagi menggambarkan wanita sebagai sosok yang lemah dan pasif akan tetapi cenderung berfokus pada isu feminisme. Plot cerita film ini didominasi oleh perempuan yang berprofesi sebagai ratu dan berkuasa atas kerajaannya.

Karakter ratu dalam film ini sangat tangguh terlihat dari bagaimana ia memimpin dan mengambil keputusan. Selain ratu, karakter feminis juga dimiliki oleh seorang prajurit perempuan yang tegas, penyelamat dan mampu melindungi orang lain. Hasil dari penelitian ini adalah film The Huntsman:

Winter’s War merepresentasikan seorang perempuan yang dapat mengambil keputusannya sendiri, mempunyai kekuatan fisik dan pikiran yang lebih kuat dari laki-laki.

(19)

6

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan gagasan-gagasan di atas maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana representasi feminisme dipresentasikan melalui film Foxtrot Six.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini ialah untuk mengamati, memahami dan mendeskripsikan bagaimana representasi feminisme dalam film Foxtrot Six.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang berupa kajian yang mendalam tentang representasi feminisme dalam film Foxtrot Six diharapkan bermanfaat :

1.4.1Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada bagian Ilmu Perfilman dalam konsep penyajian film mengenai kekuatan wanita di bidang kepemimpinan, dengan menggunakan analisis representasi sebagai landasan serta pengalaman bagi peneliti agar dapat melakukan penelitian selanjutnya.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di dalam dunia perfilman bagi sinematografer serta institusi media massa yang lain agar menciptakan inovasi dalam dunia 1.42. Manfaat Praktis

(20)

perfilman, serta sebagai sarana didikan bagi khalayak agar menanamkan rasa menghargai perempuan.

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Tinjauan tentang Representasi

Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti perwakilan, gambaran atau penggambaran. Secara sederhana, representasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui suatu media.

Pengertian representasi adalah serangkaian proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih tepat dapat di pemahamanya sebagai penggunaan akan tanda- tanda untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik.Marcel mendefinisikan representasi sebagai proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Di dalam semiotika dinyatakan bahwa bentuk fisik sebuah representasi pada umumnya disebut sebagai penanda. Makna yang dibangkitkannya dinamakan petanda untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, dibayangkan, atau di rasakan dalam bentuk fisik.

(22)

Hal ini bisa dicirikan sebagai proses membangun suatu bentuk dalam rangka mengarahkan perhatian sesuatu, yang ada baik dalam bentuk material maupun konseptual, dengan cara tertentu. Meskipun demikian, upaya menggambarkan arti bukan suatu hal yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks historis dan sosial yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini, tujuan pembuatannya, dan seterusnya merupakan faktor-faktor kompleks yang memasuki gambaran tersebut. Agar tugas ini bisa dilakukan secara sistematis, terbentuklah di sini suatu terminologi yang khas (Danesi, 2010: 3-4).

Representasi dan makna budaya memiliki materialitas tertentu. Mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek, cerita, buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan dan dipahami dalam konteks sosial tertentu.

Representasi pada dasarnya adalah sesuatu yang hadir, namun menunjukkan sesuatu diluar dirinyalahyang dia coba hadirkan.

Representasi tidak menunjuk kepada dirinya sendiri, namun kepada orang lain (Nawiroh, 2014: 96). Dalam kajianini tentusaja akan lebih fokus pada individu tentang bagaimana proses pemaknaan sebuah arti masalah sosial/fakta sosial terhadap representasi (pemaknaan setiap individu-individu).

(23)

10

2.1.2. Teori Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yakni kata seemion, yang berarti “tanda”, disebut juga sebagai semiotikos yang berarti

“teori tanda”. Definisi semiotika merupakan studi tentang bagaimana masyarakat memproduksi makna dan nilai-nilai dari sebuah sistem komunikasi. Menurut Fiske, semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna dari sistem tanda (ilmu tentang tanda) atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.

Adapun teori analisis semiotika menurut John Fiske. Model Semiotika John Fiske terdiri atas 3 tahapan analisis, yaitu analisis pada level realitas, representasi, dan ideologi. Dalam menganalisis menggunakan kode-kode tersebut, kemungkinan level pengkodean bisa digunakan tergantung pada pertanyaan yang ingin dijawab dalam suatu penelitian.

1. Analisis pada Level Realitas

Pada level realitas, peristiwa ditandakan (encoded) sebagai realitas. Kode-kode sosial termasuk dalam level pertama ini, yakni meliputi penampilan atau kostum, riasan, dan ekspresi.

a. Penampilan atau Kostum

Penampilan atau kostum disini dapat mencerminkan apa yang nyata terlihat di luar diri seseorang sehingga dapat

(24)

mentransmisikan pesan apa yang hendak disampaikan tokoh tersebut melalui kostum atau penampilannya.

b. Riasan

Riasan atau make up menjadi satu unsur penting dalam penggarapan film karena berfungsi menunjang penjiwaan karakter tokoh yang diperankan oleh masing-masing pemain.

c. Ekspresi

Pengertian ekspresi adalah pengungkapan ataupun suatu proses dalam mengutarakan maksud, perasaan, gagasan dan sebagainya. Semua pemikiran dan gagasan yang ada dalam pikiran seseorang biasanya diekspresikan dalam bentuk nyata sehigga bisa dirasakan manfaatnya.

2. Analisis pada Level Representasi

Pada tahap kedua disebut representasi. Realitas yang terenkode dalam encoded electronically harus ditampakkan pada technical codes seperti kode-kode teknik, seperti kamera, pencahayaan, penyuntingan musik dan suara.

a. Teknik Kamera

Teknik pengambilan gambar atau teknik kamera ini sebenarnya menentukan shot itu akan dibuat, serta kesan yang timbul di dalamnya, sehingga representasi melalui kode-kode ini dapat tersampaikan.

(25)

12

b. Teknik Pencahayaan

Dalam proses pembuatan film, pencahayaan juga tidak kalah penting dalam menciptakan estetika dalam sebuah film.

Penggunaan lighting yang benar juga dapat merepresentasikan pesan apa yang ingin disampaikan.

c. Penyuntingan Musik dan Suara

Efek suara atau sound effect menjadi salah satu hal yang berperan penting dalam pengerjaan film. Penggunaan sound effect dalam sebuah film memiliki beberapa fungsi antara lain memberikan tekanan pada suatu adegan agar dapat mendukung suasana, memicu emosional penontonnya serta membuat adegan yang dimainkan terlihat lebih natural.

Elemen-elemen ini kemudian ditransmisikan ke dalam kode representasional yang dapat mengaktualisasikan kode-kode representasi konvensional, yang membentuk : naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, setting dan casting.

3. Analisis pada Level Ideologi

Tahap ketiga ialah ideologi. Semua elemen diorganisasikan dan dikategorikan dalam kode-kode ideologis, seperti individualisme, patriarki, ras, materialisme dan kapitalisme.

Menurut Fiske (dalam Mursito, 2007) tidak dapat dihindari adanya kemungkinan memasukkan ideologi dalam konstruksi realitas.

(26)

2.1.3. Feminisme

Feminisme ialah ideologi atau sebuah paham yang menyatakan persamaan hak antara pria dengan wanita. Secara bahasa feminisme berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “femina”

yang artinya memiliki sifat keperempuanan. Feminisme sering juga diartikan sebagai gerakan emansipasi wanita yang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara wanita dengan pria.

Orang yang berpegang pada ideologi feminisme disebut feminis. Persamaan kedudukan antara pria dengan wanita dalam paham ini berlaku dalam segala hal. Pada masa awal pemunculannya, paham feminisme identik dengan “perjuangan kaum wanita” tetapi saat ini feminisme sudah berkembang dan mulai diartikan “perjuangan terhadap segala bentuk ketidakadilan”

(Sugihastuti & Suharto, 2016:46).

Menurut feminisme liberal, agar persamaan hak antara wanita dan pria dapat terjamin pelaksanaannya, maka perlu ditunjang oleh dasar hukum yang kuat. Oleh karena itu, feminisme liberal lebih memfokuskan perjuangan mereka pada perubahan segala undang-undang dan hukum yang dianggap dapat melestarikan institusi keluarga yang patriarkal. Teori feminisme liberal berpendapat bahwa selama ini perempuan tidak terwakili atau sama sekali tidak diikutsertakan dalam semua aspek

(27)

14

kehidupan. Feminisme liberal menurut Tong dalam Riant Nugroho, berlandaskan teori bahwa subordinasi perempuan terjadi karena ada suatu sekumpulan budaya dan hukum yang membatasi akses dan sukses perempuan dalam sektor publik. Pembatasan itu terjadi karena keyakinan bahwa perempuan tidak sekuat dan secerdas laki- laki. Feminisme liberal percaya bahwa untuk menyejajarkan perempuan dengan laki-laki semua tatanan ataupun sistem yang membatasi aktualisasi diri perempuan harus dihapuskan. Dengan kata lain, menurut feminisme liberal jika ada suatu perubahan dalam suatu sistem budaya dan hukum yang menghambat kemajuan perempuan, perempuan akan terbebaskan (Riant Nugroho, 2008 : 64)

Permasalahan lain dengan feminisme liberal adalah kenyataan bahwa ternyata ketika suatu sistem yang dianggap diskriminatif dicabut, atau peraturan yang mendorong terciptanya keadilan gender diundangkan, tidak ada jaminan akan adanya kemajuan bagi perempuan. Dari keseluruhan tersebut masalah yang paling penting ialah feminisme liberal tampak lebih mengacu pada elemen-elemen diluar perempuan, tanpa melihat lebih dalam dinamika di dalam diri perempuan itu.

(28)

2.2. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini yang pertama berawal dari media komunikasi yaitu film Foxtrot Six, kemudian munculah objek penelitian yaitu representasi feminisme dalam film tersebut. Dari objek penelitian tersebut diteliti menggunakan teori representasi dan analisis semiotika dari John Fiske. Setelah itu, dilakukan pengamatan dalam 3 tahapan yakni level realitas, level representasi dan level ideologi, lalu munculah pesan representasi feminisme dalam film tersebut.

Film Foxtrot Six

Teori Representasi John Fiske

Level Realitas Level Representasi Level Ideologi

Representasi Feminisme dalam Film Foxtrot Six Adegan atau dialog dalam Film Foxtrot Six

(29)

16 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian berjudul “Representasi Feminisme dalam Film Foxtrot Six”, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada film Foxtrot Six yang telah ditayangkan di bioskop pada akhir bulan Februari 2019 dan peneliti terlibat langsung dalam penelitian untuk mengetahui representasi feminisme yang ditampilkan dalam film tersebut, karena penelitian ini merupakan penelitian representasi maka lokasi penelitian tidak seperti yang dilakukan penelitian lapangan.

3.3. Bentuk Penelitian

Jenis atau bentuk penelitian yang peneliti gunakan ialah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan unuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian

(30)

kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2014 : 9). Sedangkan penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial yang bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsng pada saat studi.

Penelitian kualitatif deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubah pada variabel-variabel yang diteliti melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya yang dilakukan melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi. (Nana, 2011 : 73)

Penelitian menggunakan analisis representasi John Fiske guna menangkap realitas melalui kode-kode televisi (codes of television) John Fiske karena melalui kode-kode tersebut dapat membantu menjelaskan penggambaran representasi feminisme yang terdapat dalam film “Foxtrot Six”.

John Fiske membagi tiga level kode-kode sosial yaitu level reality, level representation, dan level ideology. Level pertama yakni realitas (reality) yakni peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Level kedua yakni representasi (representation) realitas yang terenkode dalam encode electronically harus ditampilkan pada technical codes kemudian ditransmisikan ke dalam kode representasional yang dapat

(31)

18

mengaktualisasikan, antara lain karakter, narasi, action, dialog setting, dn sebagainya. Pada level ketiga yaitu level ideologi (ideology), semua elemen diorganisasikan dan dikategorikan dalam kode-kode ideologis seperti kelas sosial.

Peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam penelitian ini, pertama kode-kode sosial termasuk dalam level pertama ini, yakni meliputi penampilan, kostum, riasan, gerakan dan ekspresi. Kedua, kode- kode teknik yang dikemas secara aktual dan metransmisikan kode-kode representasi konvensional, yang membentuk naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, setting dan casting. Ketiga, kode-kode representasi yaitu feminisme. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengetahui feminisme atau paham feminis dalam film Foxtrot Six melalui analisis representasi John Fiske.

3.4. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian merupakan hal yang harus terpenting yang harus diperhatikan oleh peneliti. Dalam hal ini sumber data yang dijadikan bahan referensi atau acuan adalah:

3.4.1. Sumber Data Primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer ini dapat diperoleh dari narasumber, hasil wawancara, hasil pengujian atau observasi. Data primer dari penelitian ini didapatkan dari beberapa scene (adegan) dari film Foxtrot Six.

(32)

3.4.2. Sumber Data Sekunder

Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langung memberikan data kepada pengumpul data (peneliti), misalnya dokumen. Data sekunder dari penelitian ini bisa didapatkan dari sumber pustaka, seperti buku, artikel, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

3.5. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik non-probability sampling. Non-probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Dalam teknik ini, penulis menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono , 2014 : 218).

Berdasarkan latar belakang tersebut agar mendapatkan sampel yang benar-benar sesuai dengan persyaratan dan tujuan penelitian sehingga dapat memperoleh data yang akurat, maka peneliti mengambil sampel dari beberapa scene/adegan yang terdapat dalam film Foxtrot Six. Maka adegan yang dipilih sebagai sampel ditentukan dengan kriteria berikut:

(33)

20

a. Adegan atau dialog yang menunjukkan bahwa wanita tidak hanya mempunyai peran domestik, tetapi juga mempunyai peran publik atau peran sosial dalam suatu kelompok.

b. Adegan atau dialog yang menampilkan adanya kesamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, antara lain kedudukan dalam bidang politik dan militer.

c. Adegan yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam berpenampilan, atau dengan kata lain wanita diberi kebebasan untuk berkostum demi kenyamanan atau keamanan dirinya sendiri.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.

3.6.1. Observasi

Nasution dalam Sugiyono (2014 :226) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian.Jenis observasi yang penulis gunakan ialah observasi partisipan (partisipant observation)Peneliti akan

(34)

mengamati dan meneliti film ini terutama fokus pada penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang diinginkan dalam penelitian berdasarkan pada model analisis yang digunakan, tahapan dalam observasi ini yaitu untuk menentukan adegan yang menggambarkan paham feminis pada film Foxtrot Six sehingga tujuan pengamatan untuk menemukan representasi feminisme dapat terpenuhi.

3.6.2. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur, catatan dan laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian (Mohammad Nazir, 1998:111). Peneliti melakukan studi pustaka dengan membaca referensi dari buku-buku, internet, jurnal dan literatur demi menunjang penelitian tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori representasi John Fiske untuk menganalisis paham feminis (feminisme) pada film Foxtrot Six.

3.6.3. Trianggulasi Data

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Trianggulasi data merupakan cara pemeriksaan keabsahan data yang paling umum digunakan. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding data itu, maka sebenarnya peneliti melakukan pengumpulan data yang sekaligus menguji

(35)

22

kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2014 :241).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan trianggulasi sumber, yang berarti untuk mendapatkan data, dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Trianggulasi sumber merujuk pada upaya untuk mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data yang diperoleh dari satu sumber dengan data sumber yang lain untuk menguji kredibilitas dari data yang diperoleh. Peneliti menggunakan berbagai dokumen, jurnal, website terkait untuk sumber-sumber keabsahan penelitian.

Untuk melihat hasil penelitian dan menguatkannya, penulis menggunakan teknik trianggulasi data dengan sumber teks dan dokumen literatur dari berbagai sumber perpustakaan yang merupakan faktor-faktor yang melibatkan representasi feminisme dalam film Foxtrot Six.

3.7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh (Sugiyono, 2014:245).

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data primer dan sekunder sesuai dengan penelitian yang telah ditentukan. Setelah data terkumpul peneliti melakukan reduksi data atau menyaring data-data yang

(36)

telah didapatkan. Data-data yang tersaring adalah data-data yang dianggap penting dan terfokus pada penelitian (Sugiyono, 2010 : 338)

Setelah melakukan reduksi data, dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis representasi John Fiske. Dimana dalam analisis ini, John Fiske menerangkan bagaimana kode-kode yang muncul dalam sebuah film dapat membentuk suatu makna. Kode-kode tersebut dikonstruksikan pada tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Level pertama ialah realitas yakni peristiwa yang ditandakan (encoded) sebagai realitas tampilan, pakaian, lingkungan, perilaku, percakapan, gesture, ekspresi, suara dan lain sebagainya.

Level kedua yakni level representasi. Level ini meliputi kamera, lighting, editing, musik dan suara. Dalam bahasa tulis ada kalimat, proposisi, foto, grafik dan sebagainya. Sedangkan bahasa gambar atau televisi ada kamera, tata cahaya, editing, musik dan sebagainya. Elemen-elemen tersebut kemudian ditransmisikan ke dalam kode representasional yang dapat mengaktualisasikan, antara lain karakter, narasi, action, dialog, setting dan sebagainya. Level ketiga yaitu ideologi, semua elemen diorganisasikan dan diaktualisasikan dalam kode-kode ideologis, patriarki, individualisme, ras, kelas matrelialisme, kapitalisme dan feminisme. Ketika kita melakukan representasi atas suatu realita, menurut Fiske tidak dapat dihindari adanya kemungkinan memasukkan ideologi dalam konstruksi realitas.

(37)

24 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Sekilas tentang Film Foxtrot Six

Gambar 4.1 Poster Film Foxtrot Six

Film Foxtrot Six merupakan karya sutradara Randy Korompis, yang bekerjasama dengan produser film Hollywood, Mario Kassar dan diproduksi oleh RapidEyePictures, East-WestSynergy dan MD Pictures.

Film laga yang telah rilis pada 21 Februari 2019 ini berdurasi 114 menit, menceritakan tentang kondisi Indonesia dalam rentan waktu 12 tahun ke depan. Film ini bercerita tentang meningkatnya perubahan iklim pada tahun 2031 yang membuat ekonomi dunia terbalik. Cuaca yang tidak menentu membuat dunia menjadi kritis, kondisi tanah tidak subur dan kemiskinan terjadi di mana-mana.

(38)

Imbas kerusakan di masa depan tidak hanya melanda negara-negara Amerika dan Eropa, akan tetapi kekacauan juga terjadi di Indonesia. Saat itu, kehidupan bumi sedang mengalami overpopulated, sehingga sebagian besar penduduknya dilanda kelaparan dan kekeringan. Dengan hasil panen yang buruk dan lonjakan harga pangan, makanan telah menggantikan minyak sebagai komoditas paling berharga di dunia.

Indonesia termasuk negara yang bisa bertahan dengan latar belakang negaranya yang subur. Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang siap untuk menjadi lumbung pangan dunia dan menjadi perebutan pasar dunia. Namun di dalam negeri sendiri, masih banyak penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan karena pemerintahan Indonesia dikudeta dan diambil alih oleh partai pembelot bernama Piranas dan para petinggi justru memanfaatkan isu krisis pangan.

Adanya kekacauan ini, kemudian menyebabkan terjadinya gerakan resistensi yang terjadi di masyarakat. Sementara itu pemerintah menyiapkan pasukan khusus untuk menghadang hal ini.

Film ini berawal ketika Angga (diperankanoleh Oka Antara) yang merupakan mantan anggota marinir dan dia bekerja di bawah perintah Piranas. Dia memiliki hak untuk mengatasi segala bentuk pemberontakan yang merugikan partainya, terutama kelompok yang menyebut diri mereka sebagai kelompok reformasi. Dia kemudian membentuk tim bersama musuhnya yakni Wisnu (yang diperankan oleh Edward Akbar) untuk

(39)

26

mencari tahu tujuan Wisnu dan fakta dibalik Partai Piranas yang sebenarnya.

Angga menemukan beberapa hal mengejutkan setelah ia bertemu dengan Sari Nirmala (yang diperankan oleh Julie Estelle). Disinilah fakta akan Partai Piranas terbongkar kebusukannya. Hal ini membuat Angga hengkang dari Partai Piranas dan bergabung bersama pasukan reformasi yang mereka sebut dengan “The Reform”, yang dipimpin oleh Sari Nirmala. Sari adalah mantan kekasihnya yang lama hilang dan bahkan ia sempat dikabarkan meninggal, ternyata ia masih hidup dan menjadi pemimpin pasukan pemberontak. Selain bertemu Sari, ia menemukan fakta mengejutkan bahwa ternyata mereka juga mempunyai seorang anak perempuan yang tak pernah diketahui Angga sebelumnya.

Markas The Reform menjadi tempat persembunyian Angga, Sari, Dinda (anak mereka) dan warga-warga negara yang berlindung dari perlakuan partai pemerintahan yang kejam.

Keberadaan markas dan gerakan pemberontak tersebut akhirnya sampai ke telinga Wisnu dan disinilah awal peperangan terjadi. Wisnu memulai penyerangan dengan keji, ia dan pasukannya mengepung markas The Reform, membakarnya dan menembak warga yang mencoba melawan atau menghalanginya masuk untuk bertemu Sari dan Angga.

Dalam usahanya memusnahkan The Reform, Wisnu telah menyusun strategi dan berhasil membuat Angga panik karena ada di posisi

(40)

yang sangat sulit, dimana ia harus memilih salah satu di antara menyelamatkan Sari atau menyelamatkan anak mereka, Dinda. Akhirnya ia harus kehilangan Sari karena Sari ingin Angga segera menyelamatkan Dinda.

Namun, dengan tiadanya Sari, membuat perjuangan The Reform tidak berakhir begitu saja. Untuk menjalankan misinya dalam menggulingkan Partai Piranas, Angga membentuk tim bersenjata yang terdiri dari mantan anggota marinir hebat yang dia percayai, antara lain adalah Oggi (Verdi Solaiman), Ethan (Mike Lewis), Bara (Rio Dewanto), Tino (Arifin Putra), dan Spec (Chicco Jerikho).

4.1.2 Produksi Film Foxtrot Six

Randy Korompis merupakan sutradara sekaligus penulis naskah film Foxtrot Six, yang merupakan debut pertamanya dalam industri perfilman. Idenya untuk menggarap film ini telah muncul sejak tahun 2010. Naskah dan alur ceritanya yang menarik kemudian dilirik dan disetujui oleh Produser ternama Amerika, yakni Mario Kassar. Mario sendiri pernah terlibat dalam film Hollywood antara lain Franchise Rambo (I, II dan III), Total Recall (1990), Terminator 2: Judgment Day (1991), dan Basic Instinct (1992).

Penggarapan mega proyek ini baru dimulai tahun 2015, sedangkan proses syutingnya dimulai tahun 2017 dan memakan waktu selama tiga hingga empat bulan. Foxtrot Six menjadi film garapan Indonesia pertama

(41)

28

yang menggunakan CGI (Computer Grapichs Interface) secara penuh seperti film Hollywood, Avengers. Dalam urusan CGI, Foxtrot Six melibatkan visualis efek profesional, yaitu Andrew Juano. Ia dikenal sebagai peraih Piala Oscar untuk kategori “BestVisual Effect”. Karyanya yang sangat terkenal antara lain film Life of Pi (2012), Jack the Giant Slayer (2013), The Walking Dead (2012), Nikita (2012), dan Sherlock Holmes: A Game of Shadows (2011).

Dibalik pembuatan film yang sukses pasti tak lepas dari para kru yang kompeten sehingga film ini terlihat natural dan nyata, antara lain Very Tri Yulisman (pengarah laga), Eka Sitorus (pelatih acting), Lely A Siwalette (pencatat adegan), Ical Tanjung (penata kamera dan sinematografi), Azis Farikhun (penata cahaya), Tania Soeprapto (perancang busana). Urusan musik dan semacamnya diambil alih oleh Rob Powers. Sedangkan official sountrack-nya berjudul “Gema” dinyanyikan oleh Aurelie Moeremans yang juga ikut bermain dalam film.

Pemeran utama dalam film ini diperankan oleh aktor dan aktris senior tanah air seperti Oka Antara, Verdi Solaiman, Chicco Jerikho, Rio Dewanto, Arifin Putra, Mike Lewis dan Julie Estelle.

Berdasarkan data dari filmindonesia.or.id, film “Foxtrot Six” ini menempati posisi ke-10 dari 15 Film Indonesia atas perolehan jumlah penonton pada tahun 2019 berdasarkan tahun edar film, yakni sebanyak

(42)

557.863 penonton. Sedangkan data dari IMDb (Indonesia Movie Database) Foxtrot Six berhasil meraih rating 7.1/10.

4.1.3 Karakteristik Tokoh

a. Oka Antara sebagai Angga Saputra

Gambar 4.2 Pemeran Tokoh Angga

Angga adalah pemeran utama dalam film ini. Ia merupakan seorang mantan perwira marinir dan anggota kongres Piranas. Angga adalah pribadi yang ambisius, karismatik, penuh determinasi, tegas, dan hampir selalu berhasil mewujudkan apa yang ia inginkan.

b. Julie Estelle sebagai Sari Nirmala

Gambar 4.3 Pemeran Tokoh Sari

Sari Nirmala merupakan seorang jurnalis muda pemenang penghargaan yang terkenal akan pandangan politiknya yang tidak

(43)

30

lazim, yang mempunyai semangat aktivisme dalam gerakan HAM dan empati yang tinggi terhadap aksi kemanusiaan. Sari adalah pembela suara rakyat yang tidak mementingkan diri sendiri maupun kenal rasa takut. Kegigihannya dalam membela rakyat membuat ia mendirikan gerakan yang disebut dengan “The Reform” atau kelompok reformasi.

c. Chiko Jericco sebagai Spec

Gambar 4.4 Pemeran Tokoh Spec

Spec adalah anggota Kemiliteran Amerika Serikat yang paling lama bergabung di gerakan The Reform. Ia adalah tipikal orang yang misterius, pendiam atau tak banyak bicara tetapi mahir dalam melakukan aksi bela diri.

d. Rio Dewanto sebagai Bara Bramantyo

Gambar 4.5 Pemeran Tokoh Bara

(44)

Bara adalah seorang point-man marinir yang merupakan maestro dalam hal bela diri. Ia adalah figur bertabiat keras yang impulsif, berpikiran sederhana, namun sangat jujur, loyal dan dapat diandalkan.

Ketangguhannya yang tak tertandingi mampu mengalahkan semua kompetitornya dalam pertandingan gulat. Fisiknya yang kuat dan berotot juga sanggup melemahkan fisik lawannya, walaupun mereka bersenjata.

e. Arifin Putra sebagai Tino Prawiro

Gambar 4.6 Pemeran Tokoh Tino

Tino adalah seorang ahli navigasi dan taktik marinir yang telah menuai banyak tanda jasa. Di antara kelima temannya, ialah yang paling pandai mengatur strategi. Ia adalah seorang jenius yang kerap mempertanyakan motif dan kepemimpinan Angga, dan percaya bahwa ia mampu melampaui Angga dalam segala hal.

(45)

32

f. Mike Lewis sebagai Ethan Suryadi

Gambar 4.7 Pemeran Tokoh Ethan

Ethan adalah seorang ahli teknisi dari tim mantan Marinir dan hacker yang baru saja lulus bootcamp. Ia berhasil meretas banyak situs, termasuk situs resmi milik pemerintahan. Selain berprofesi sebagai hacker, ia juga seorang vlogger, mempunyai karakter yang naif, narsis dan optimis.

g. Verdi Solaiman sebagai Oggiswara Setiawan

Gambar 4.8 Pemeran Tokoh Oggi

Oggi adalah seorang mantan petugas medis marinir yang telah purna tugasnya. Setelah purna tugas, ia bagaikan kehilangan arah dan berdiam diri bersama ibunya di rumah. Oggi adalah orang kepercayaan Angga dan pendukungnya paling setia. Nahas di akhir cerita film, ia

(46)

adalah anggota pertama yang gugur dalam bertempur melawan pasukan partai.

h. Edward Akbar sebagai Wisnu Nugroho

Gambar 4.9 Pemeran Tokoh Wisnu

Wisnu adalah seorang berandal jalanan yang menjabat sebagai Jenderal Paramiliter Piranas. Ia memiliki sebutan “The Wolf” atau pembunuh berdarah dingin yang penuh perhitungan. Ia tak segan menghabisi orang yang berusaha menghalangi misinya. Kehausannya akan kekuasaan dan rasa hormat telah membawa kehancuran bagi semua.

Dialah orang yang keras kepala dan tega mengkhianati bangsanya sendiri.

4.1.4 Perkembangan Feminisme di Indonesia

Secara umum istilah “feminisme” adalah menunjuk pada pengertian sebagai ideologi pembebasan perempuan,karena yang melekat dari semuapendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme dapat diartikan gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya, antara kaum wanita dan pria (Poerardaminta, 1976 :281)

(47)

34

Feminisme di Indonesia sendiri dikenal sejak tahun 1970-an.

Terutama sejak tulisan-tulisan ilmiah tentang feminisme muncul di jurnal maupun surat kabar. Namun sampai akhir 1980-an, orang masih takut bahkan untuk mendengar istilah feminisme. Baru pada tahun 1990-an istilah feminisme bisa diterima walaupun dengan sikap yang hati-hati (Muslikhati, 2004 : 46).

Di Indonesia perkembangan gerakan feminisme dipengaruhi oleh budaya domestik sendiri, karena melihat dari ketidakseimbangan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam konteks budaya daerah masing- masing sudah berbeda. Belumlagi ideologi patriarki yang mereka tanamkan.Akan tetapi kebudayaan yang sesungguhnya adalah energi sosial, pada saat energi sosial itu didominasi maka terjadilah penekanan yang tadinya sama dalam konteks jenis kelamin. Hal ini berarti laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Persoalan ini tidaklah pada lingkup yang hampa, oleh karenanya proses kesetaraan bisa dilihat lagi pada pendidikan yang dulu pernah kita kenyam. (Mansour, 1996 : 161)

Di Indonesia sendiri istilah feminisme lebih dikenal dengan sebutan emansipasi. Gejala feminisme muncul adalah salah satunya karena adanya kesadaran bahwa dalam sejarah peradaban manusia, termasuk di Indonesia perempuan diperlakukan secara kurang adil, bahkan dilecehkan. Namun ironisnya, hal ini dilakukan secara sistematis dengan adanya dominasi budaya patriarkis yang begitu kuat dalam sejarah manusia. Oleh karena itu

(48)

kritik yang tajam biasanya diarahkan pada persoalan sistem patriarki, genderisme, dan seksisme (Muttaqim, 2003 : 23).

Pada tahun 1880-an gerakan feminisme sudah mulai muncul.

Gerakan ini diawali oleh R.A Kartini. Pada saat itu beliau menulis surat- surat yang mengobarkan semangat di antara kaum perempuan. Pada tahun 1904, Dewi Sartika mendirikan sekolah pertama yang dikenal dengan

“keutamaan istri”. Di sinilah gerakan feminisme di Indonesia mulai berkembang.

Dalam sejarah perkembangannya, di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, gerakan-gerakan perempuan (feminisme) mulai menjamur di berbagai tempat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia seperti yang dipelopori oleh R.A. Kartini. Mereka bekerja untuk emansipasi, perubahan dan persamaan kedudukan perempuan, dan keadilan sosial selama kurun waktu tersebut. Di Indonesia pada pertengahan abad ke-19 para pemikir perempuan berjuang demi pendidikan kaum perempuan, mengorganisir Kongres Wanita Indonesia, dan mencita-citakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan (kesetaraan gender) dalam keluarga. (Lubis, 2006 : 75).

Saat ini sudah banyak perempuan yang ikut bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Tuntutan dan perkembangan jaman yang semakin maju membuat kebutuhan ekonomi meningkat, sehingga para perempuan tidak lagi hanya sebagai ibu rumah tangga. Selain tuntutan kebutuhan materi, keterlibatan perempuan bekerja dalam sektor

(49)

36

publik merupakan perubahan pola pikir pada kaum perempuan. Perempuan tidak ingin berdiam diri di rumah dan menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah saja, namun kaum perempuan ingin melakukan pekerjaan yang dapat memberikan pengalaman hidup dan pengetahuan baru. (Renny, 2012 : 3).

4.2 Temuan Penelitian

Temuan penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data yang dimiliki sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji pada penelitian yaitu film Foxtrot Six. Setelah penulis mengambil sample dari beberapa potongan scene yang terdapat pada film Foxtrot Six untuk mendukung temuan penelitian. Dimana potongan-potongan gambar dari tayangan tersebut akan diuraikan menggunakan analisis semiotika model John Fiske.

John Fiske membagi level kode suatu tayangan media menjadi tiga, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Level realitas meliputi kode sosial antara lain penampilan, pakaian, ekspresi, dan gerakan.

Pada level representasi kode-kode ditunjukkan melalui kode kamera, suara, dialog, pemilihan pemain dan karakter. Pada level ideologi merepresentasikan suatu paham seseorang atau suatu kelompok tertentu. Berikut peneliti uraikan beberapa scene atau adegan film Foxtrot Six ke dalam tiga level :

4.2.1. Analisis Adegan atau Scene Menit ke 02:11 -03:29

Pada empat menit pertama dalam film ini, sosok wanita bernama Sari telah dimunculkan dalam frame. Ia digambarkan sebagai wanita

(50)

modern era ini yang hendak berangkat bekerja ketika pagi hari di kota Jakarta. Pada scene di bawah ini yang muncul pertama kali ialah level realitas yaitu meliputipenampilan (appearance), riasan (make up), dan lingkungan (environment).

1. Level Realitas a. Kostum (dress)

Gambar 4.10Penampilan Sari ketika berangkat kerja

Penampilan Sari pada adegan dari menit 02:11 hingga 03:29 mencerminkan penampilan seorang wanita karir yang berprofesi sebagai jurnalis. Sari menggunakan busana casual berupa tank topbewarna biru polos yang dirangkap kemeja dengan kancing terbuka. Kemeja unisex warna abu polos tersebut ia gunakan sebagai outwear agar penampilannya terlihat lebih tertutup. Pakaian unisex adalah pakaian yang dirancang tanpa mempertimbangkan jenis kelamin tertentu, biasanya berupa kaos, sweater ataupun kemeja.

Penampilannya dari tengah ke atas memperlihatkan bahwa ia menyukai gaya berpakaian yang informal, santai dan nyaman digunakan. Tetapi untuk celananya, Sari menggunakan celana ketat (skinny) berbahan jeans bewarna biru dan untuk alas kaki, ia memakai

(51)

38

sepatu high heels berbentuk selop bewarna coklat. Ia juga menggunakan tasslingbag bewarna coklat yang ia kenakan di pundak, serta sebuah atribut berupa ID Card yang memperlihatkan bahwa dirinya adalah seorang jurnalis.

Penampilannya menyerupai kebanyakan jurnalis yang terlihat santai dengan mengenakan riasan yang natural dan rambut yang diikat ke belakang. Gaya berpakaian seperti ini memiliki sifat informal, nyaman dikenakan dan cenderung digunakan oleh mereka yang lebih sering menghabiskan waktu kerjanya di luar kantor.

Pada menit 04:20 juga ditampilkan dua tokoh figuran yang berprofesi sebagai jurnalis laki-laki sedang menyiapkan alat untuk meliput wawancara. Mereka sama-sama menggunakan ID Card dan busana yang santai. Kedua wartawan tersebut menggunakan kaos dan dirangkap kemeja dengan kancing yang terbuka. Keduanya juga menggunakan celana berbahan jeans serta sepatu boats. Penampilan jurnalis wanita maupun pria dalam film ini mempunyai gaya yang hampir sama. Hanya saja, yang membedakan adalah alas kaki. Pada scene ini, Sari menggunakan sepatu high heels karena ia akan mewawancarai calon Presiden secara eksklusif, sehingga ia diharuskan memakai high heels karena menyesuaikan postur tubuhnya yang tidak tinggi supaya di depan kamera tidak akan terlalu jauh jarak pandangnya dengan narasumbernya.

(52)

Meskipun demikian, pemilihan warna dan kostum Sari pada scene tersebut identik dengan warna-warna yang netral dan bisa digunakan baik pria maupun wanita. Dari penampilannya dapat disimpulkan bahwa ia memadukan gaya berpakaian yang maskulin sekaligus feminim dalam satu frame.

b. Lingkungan (environment)

Gambar 4.11 Suasana kota Jakarta memasuki jam kerja

Gambar 4.11 di atas mengisahkan kota Jakarta pada tahun 2019, memperlihatkan bagaimana suasana kota Metropolitan seperti Jakarta pada pagi hari memasuki jam kerja. Setting tempat ini dimunculkan untuk menceritakan bagaimana keadaan ekonomi Indonesia di saat belum terpuruk. Saat itu Indra Siswadi yang menggerakkan inisiatif pangan dunia, masih menjabat sebagai presiden. Saat bahan pangan yang menjadi komoditas paling berharga masih terkendali pengelolaannya sebelum akhirnya diambil alih oleh partai Piranas dan Indonesia menjadi krisis pangan.

Para penduduk Jakarta terlihat berjalan di trotoar menggunakan seragam kantor yang menandakan bahwa mereka masih produktif

(53)

40

dalam bekerja. Dalam gambar tersebut menampilkan tidak hanya para pria, namun para wanita juga sama-sama bekerja. Hal inilah yang terjadi pada era modern dimana wanita tak hanya memegang peran domestik sebagai ibu di dalam rumah tangga, tetapi juga memegang peran publik di tengah masyarakat dengan berbagai fungsi dan jabatan. Sebagai salah satu contohnya ialah tokoh Sari. Ia merupakan seorang wanita karir yang harus menanggung beban dan risiko berat dalam menjalankan pekerjaannya. Tugasnya sebagai seorang jurnalis investigatif membuatnya kerap terjun langsung ke lapangan untuk menggali isu HAM dan kemanusiaan.

c. Dialog

Profesi Sari disini tidak hanya ditunjukkan melalui penampilan, melainkan juga melalui dialog atau percakapan. Di dalam sebuah film, dialog adalah unsur yang terpenting untuk menegaskan visualisasi dan alur cerita.

Gambar 4.12 Penampilan rekan kerja Sari

(54)

Pada menit 02:37, dua orang yang berperan sebagai rekan kerja Sari terlihat sedang membuka bagasi mobil kantornya dan menyiapkan peralatan untuk liputan. Salah satu dari merekamengatakan pada Sari bahwa mereka harus segera pergi untuk mewawancarai Indra, calon Presiden pada saat itu. Kalimat ajakan tersebutmenunjukkan bahwa Sari cukup mempunyai peran penting dalam kelompoknya, ditandai dengan keikutsertaannya dalam kegiatan yang merupakan bagian dari pekerjaannya.

2. Level Representasi

Level representasi yang terdapat pada scene ini adalah teknik kamera atau teknik pengambilan gambar. Teknik pengambilan gambar dan pengetahuan mengenai teknik pengambilan gambar ini sebenarnya menentukan shot itu akan dibuat, serta kesan yang timbul di dalamnya.

Dalam pembuatan sebuah film, banyak sekali unsur-unsur yang harus diperhatikan agar film itu nantinya akan menjadi film yang berkualitas. Salah satu unsur yang sangat perlu diperhatikan adalah pengambilan gambar dengan kamera. Pengambilan gambar (video) dalam pembuatan film memerlukan teknik, tidak asal merekam pada objek yang dituju. Teknik-teknik berdasarkan sudut pengambilan gambar meliputi teknik Frog Eye, Low Angel, Eye Angel, High Angel, Bird Angel, Slanted dan Over Shoulder. Sedangkan teknik pengambilan gambar berdasarkan ukuran gambar yaitu Extreme Close Up, Close Up, Medium Close Up, Medium Shot, Full Shot, Long Shot,

(55)

42

One Shot, Two Shot dan Group Shot. Teknik pengambilan gambar pada adegan dalam film ini bervariasi namun lebih banyak menggunakan Medium Close Up dan Two Shot yang bertujuan hanya memfokuskan objek dan merekam percakapan antar dua orang.

Pada gambar 4.11diambil menggunakan teknik Bird Angeldan memperlihatkan orang-orang dewasa baik wanita maupun pria berjalan di atas trotoar hendak melakukan aktivitas mereka sehari-hari yakni bekerja. Hal ini menandakan adanya kesetaraan antara wanita dengan pria dalam memperoleh pekerjaan. Teknik pengambilan gambar ini juga mendukung penandaan pada level realitas yakni menunjukkan bagaimana penampilan pria dan wanita karir pada umumnya. Baik pria maupun wanita sama-sama berpenampilan rapi menggunakan busana kerja.

4.2.2. Analisis Adegan atau Scene Menit ke 18:07 – 20:00

Gambar 4.13 Sari saat memimpin pasukan pemberontak

Pada menit ke-19, Sari tidak lagi menunjukkan citranya sebagai seorang jurnalis wanita, melainkan ia telah beralih profesi menjadi

(56)

pemimpin kelompok Reformasi yang kegiatannya didominasi oleh aksi-aksi heroik dan bela diri.

1. Level Realitas a. Kostum (dress)

Berganti peran menjadi pemimpin pasukan aksijuga menuntut Sari untuk mengubah drastis penampilannya. Ia lebih kerap menggunakan pakaian serba gelap, karena warna-warna gelap seperti hitam, coklat, abu-abu tua akan tersamarkan di tempat persembunyian sehingga dapat mengurangi risiko terlihat dan terancam oleh musuhnya ketika ia sedang menjalankan aksi.

Frame di atas adalah gambaran yang mewakili dirinya selama menjadi pemimpin pasukan The Reform. Ia terlihat menggunakan kaos polos lengan panjang, sepatu bewarna hitam seperti safety boats yang biasa digunakan para pendaki untuk hiking. dan rompi perang anti peluru yang ia gunakan selama melakukan penyanderaan terhadap salah seorang anggota Piranas.

Penampilannya cukup menggambarkan bagaimana seorang wanita tangguh melakukan pekerjaan yang berat dan bertaruh nyawa.

Apa yang dikenakannya tersebut, tidak jauh berbeda dengan kostum yang digunakan para pasukannya yang mayoritas adalah laki-laki.Gambar tersebutmenunjukkan bahwa tidak

(57)

44

adanyaperbedaan antara penampilan laki-laki dan perempuan dalam upaya melindungi diri dari ancaman.

b. Riasan (Make Up)

Riasan atau make up menjadi satu unsur penting dalam penggarapan film karena berfungsi menunjang penjiwaan karakter tokoh yang diperankan oleh masing-masing pemain. Citra para perempuan di film ini digambarkan sebagai sosok yang tangguh dan gesit. Mereka sama seperti lelaki yang umumnya tidak mengedepankan masalah penampilan wajah dan fisiknya. Di sepanjang adegan film, riasan pada para pemain wanitanya, baik tokoh utama maupun pemeran figuran terlihat natural, bahkan seperti tak menggunakan make up.

Riasan pada para pemain film tak melulu agar para pemainnya terlihat lebih cantik dan fresh. Namun, riasan juga berfungsi untuk memperkuat karakter tokoh dan mendukung suasana apa yang sedang digambarkan dalam adegan. Seperti pada gambar 4.13, Sari memperlihatkan wajahnya seakan berkeringat dan kusam untuk menyesuaikan suasana mencekam yang sedang digambarkan sutradara di tengah-tengah aksi pemberontakan.

Sejak kemunculan Sari sebagai anggota kelompok Reformasi di menit 18:07 hingga akhir hidupnya, ia tak memperlihatkan bahwa ia cukup memperhatikan tampilan wajah dan riasannya. Ia justru selalu tampil dengan wajah pucat dan kusam.

(58)

Penampilannya saat masih menjadi jurnalis bertolak belakang dengan di saat ia menjadi pemimpin pasukan pemberontak. Jika saat menjadi jurnalis, ia dituntut tampil dengan riasan yang flawless dan busana yang rapi. Akan tetapi, semenjak bergabung dengan The Reform, ia lebih kerap tampil tanpa riasan dengan rambut terurai dan kusut.

c. Dialog

Dalam scene ini terdapat dialog satu arah dan dua arah. Dialog yang terjadi antara Sari dengan para pasukannya hanya berupa kalimat perintah atau imperatif.

Gambar 4.14 Dialog antara Sari dengan para pasukannya Adegan pada menit 18:03 menampilkan suasana yang cukup mencekam, dimana Angga yang pada saat itu disekap oleh pasukan The Reform akhirnya terselamatkan berkat kedatangan Sari. Sari yang saat itu menjadi pemimpin pasukan memberikan aba-aba kepada para anggotanya untuk berhenti dan menurunkan

(59)

46

senjata mereka. Kalimat perintah yang diucapkan Sari kepada pasukannya yaitu:

“Lower your gun,” (Turunkan senjata kalian).

“I know this man. He’s not one of them.” (Aku tahu orang ini. Dia bukan termasuk anggota Piranas.)

Tanpa berkata apa-apa, para pasukannya pun segera menurunkan senapan mereka dan membuka penutup kepala. Hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya peran seorang pemimpin.

Apapun yang pemimpinnya katakan, maka anggotanya wajib mematuhi.Dialog tersebut menunjukkan sikap pemimpin yang sesungguhnya, yaitu harus dan berwibawa agar tidak mudah disepelekan oleh para anggotanya.

Dalam adegan ini peran Sari jelas sangat penting dalam menentukan atau memutuskan suatu perkara. Walaupun dalam aksi eksekusi kelompok tersebut ia adalah satu-satunya wanita, namun ia mempunyai peran yang paling dominan. Peran sosialnya sebagai pemimpin dinyatakan kuat dalam kelompok ini, karena ia dapat membawa dampak baik maupun buruk untuk orang lain selama itu menyangkut kepentingan kelompoknya.

(60)

Gambar 4.15 Dialog antara Sari dengan Angga

Pada scene menit 19:10 baru terungkap alasan mengapa Sari rela meninggalkan karirnya sebagai jurnalis untuk mendirikan pasukan dan membentuk misi pemberontakan.

Sari berkata terus terang pada Angga, “Since I found your involvement, Indra was being fugitive. We ran underground, spent many years to build The Reform” (Sejak aku tahu keterlibatanmu, Indra menjadi buronan. Lalu kami lari dan sembunyi, membutuhkan bertahun-tahun untuk membangun gerakan ini).

Keputusan yang Sari ambil bukanlah hal yang sepele, karena butuh tanggung jawab dan risiko yang besar. Tidak cukup waktu yang singkat untuknya mengumpulkan pasukan dengan jumlah banyak dan mengajak mereka untuk menjadi relawan. Disini pengaruh Sari dalam terbentuknya The Reform sangatlah besar. Ia juga berhasil membuka hati dan pikiran Angga untuk menolak bangkitnya Revolusi yang telah menyengsarakan sebagian besar rakyat, sehingga Angga berbalik memihak kelompok Reformasi.

Terjalinnya kerjasama antara Angga dengan Sari menunjukkan adanya feminisme liberal, dimana dalam scene tersebut

(61)

48

menggambarkan kerja sama yang baik antara Sari dan Angga demi kesejahteraan rakyatnya.

Perempuan yang ditampilkan dalam film kebanyakan masih dalam perangkap budaya patriarki di masyarakat yang umumnya cenderung melihat kedudukan dan peranan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan dipandang lebih penting dan menentukan, dan perempuan hanya sebagai karakter pendamping yang lemah. Padahal tidak jarang seorang perempuan mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan besar seperti sosok Sari.

2. Level Representasi

Level representasi yang muncul pada adegan ini adalah kode teknik yaitu cahaya atau lighting dan suara atau sound yang kemudian bergabung dan dapat mentransmisikan representasi.

a. Cahaya

Dalam proses pembuatan film, pencahayaan juga tidak kalah penting dalam menciptakan estetika dalam sebuah film. Penggunaan lighting yang benar juga dapat membangun mood yang cocok pada sebuah video karena hal tersebut berpengaruh pada unsur bayangan, tingkat kekontrasan, serta pewarnaan. Sehingga, proses pasca produksi tidak akan lama terhambat di ruang editing. Teknik pencahayaan dasar pada film ada tiga, yakni key light, fill light serta back light.

Gambar

Gambar 4.2 Pemeran tokoh Angga  Gambar 4.3 Pemeran tokoh Sari  Gambar 4.4 Pemeran tokoh Spec  Gambar 4.5 Pemeran tokoh Bara  Gambar 4.6 Pemeran tokoh Tino  Gambar 4.7 Pemeran tokoh Ethan  Gambar 4.8 Pemeran tokoh Oggi  Gambar 4.9 Pemeran tokoh Wisnu
Gambar 4.1 Poster Film Foxtrot Six
Gambar 4.2 Pemeran Tokoh Angga
Gambar 4.4 Pemeran Tokoh Spec
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah hari kerja dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities), yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat

sirkulasi darah (obat yang berefek samping mual muntah) maka dengan bantuan dopamin, CTZ muntah) maka dengan bantuan dopamin, CTZ.. menerima sinyal tersebut dan meneruskannya

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

Membuat sebuah perancangan sistem informasi dengan berbagai macam model perancangan sangat membuat suatu sistem aplikasi basis data menjadi lebih baik!. Kegiatan inti

Láthatjuk, hogy ebben a modellben az újságíró magasan képzett, mind a tudós, mind pedig a politikai szféra fölött álló értelmiségiként jelenik meg, akinek

Tahap pelaksanaan siklus II dilaksanakan pada hari Rabu 18 September 2013, pembelajaran disesuaikan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun

Menurut Djamarah (2002), disiplin adalah suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok. Kedisiplinan mempunyai peranan penting dalam

radiator terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Daihatsu Taruna CX Tahun 2000. Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin Daihatsu