• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANA. Nama Dosen : Ir. Parlindungan P. Marpaung, MT NIDN : Semester : GENAP Tahun Akademik 2019/2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANA. Nama Dosen : Ir. Parlindungan P. Marpaung, MT NIDN : Semester : GENAP Tahun Akademik 2019/2020"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

ABDIMAS PENYULUHAN KEPADA SISWA SMK Judul:

Modifikasi Penggeseran Sudut Derajat BTDC Timing Pengapian Busi Pada Sistem Pengapian CDI Mesin Sepeda Motor

PELAKSANA

Nama Dosen : Ir. Parlindungan P. Marpaung, MT NIDN : 0315095902

Semester : GENAP Tahun Akademik 2019/2020

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN OTOMOTIF

SERPONG, JULI 2020

(2)

2

(3)

3

(4)

4

(5)

5

(6)

6 I. PENDAHULUAN

Timing pengapian busi membakar bahan bakar bensin dalam ruang bakar mesin sepeda motor terjadi saat langkah piston kinerja kompresi berada pada posisi titik titik sudut derajat BTDC (before top dead center) tertentu. Selanjutnya hasil akhir pembakaran bahan bakar bensin terjadi pada saat langkah piston kinerja usaha berada di posisi titik sudut derajat ATDC (after top dead center). Pada pabrik pembuat mesin sepeda motor timing pengapian busi memiliki standar referensi nilai titik sudut derajat BTDC tertentu sesuai spesifikasi mesin sepeda motor. Latar belakang penyuluhan materi ilmiah ini adalah pada penggunaan bahan bakar yang memiliki jenis etanol/oktan yang lebih tinggi dari standar spesifikasi pabrikasi dapat mempengaruhi posisi titik sudut derajat BTDC piston kompresi saat tioming pengapian busi. Lama waktu/timing pengapian busi di titik sudut derajat BTDC kompresi piston disebut timing pengapian pusi sudut derajat BTDC. Semakin tinggi nilai oktan bahan bakar yang digunakan, maka titik sudut derajat BTDC timing pengapian busi akan berubah. Karena titik bakar bahan bakar jenis oktan yang semakin tinggi dari standar akan semakin mudah atau cepat terbaka, sehingg perlu penyesuaian lama timing pengapian pengapian busi sesuai posisi titik derajat BTDC kompresi piston tersebut. Hal ini perlu pergeseran titik sudut derajat BTDC standar pabrikasi, agar saat timing pengapian busi posisi kompresi piston masih berada di posisi titik sudut derajat BTDC. [1], [2]. Dengan demikian penggunaan bahan bakar yang memiliki jenis etanol/oktan lebih tinggi mudah atau cepat terbakar perlu dilakukan alternatif penggeseran nilai sudut derajat BTDC timing pengapian busi yang sesuai dengan posisi sudut derajat BTDC kompresi piston.

I.1 Perumusan Masalah

Pembakaran bahan bakar menggunakan nilai oktan semakin tinggi dalam ruang bakar silinder mesin menjadi mudah atau cepat terbakar, sehingga dapat mempengaruhi lamanya timing pengapian busi sudut derajat BTDC standar pada mesin yang telah diproduksi. Masalahnya penggunaan bahan bakar memiliki nilai oktan lebih tinggi menjadi lebih cepat terbakar dan titik bakarnya lambat mendekati titik derajat TDC (top dead center) perlu penyesuaian posisi titik sudut derajat BTDC kompresi piston.

Penyesuaian posisi titik sudut derajat BTDC kompresi piston yang telah standar untuk menghindarkan perlambatan langkah kinerja kompresi piston berikutnya yang mencapai langkah kinerja usaha piston di posisi titik derajat ATDC (after dead center). Dimana keterlambatan kinerja piston kompresi untuk melakukan langkah usaha. Hal ini dapat

(7)

7 menyebabkan terjadinya detonasi yang tidak diinginkan saat terjadinya timing pengapian busi dalam ruang bakar silinder mesin. Detonasi ini dapat terjadi akibat bahan bakar jenis oktan lebih tinggi mudah terbakar, sehingga momentum atau ledakan hasil hasil pembakaran bahan bakar kondisi posisi piston kompresi masih berada di titik sudut derajat BTDC. Seharusnya kinerja piston sudah menyelesaikan langkah kompresi untuk melanjutkan langkah usaha di posisi titik ATDC. Melalui pergeseran nilai sudut derajat BTDC, maka piston kompresi terhindar dari terjadinya detonasi dalam ruang bakar silinder mesin. Adapun indikator posisi titik sudut derajat BTDC kompresi piston pada suatu sepeda motor pada fisik panjang tonjolan yang terdapat pada permukaan lingkaran rotor alternator suatu mesin sepeda motor. Untuk itu pergeseran titik sudut derajat BTDC dilakukan dengan memodifikasi fisik indikator panjang tonjolan.

Modifikasi fisik panjang tonjolan dilakukan dengan cara menghilangkan sedikit bagian depan panjang tonjolan, kemudian menambahkannya pada bagian belakang tonjolan yang searah jarum jam. Perubahan panjang tonjolan ini menghasilkan nilai pergeseran titik sudut derajat BTDC yang merubah lama timing pengapian busi derajat BTDC sesuai lama titik bakar bahan bakar jenis oktan yang lebih tinggi dari standar. Dengan demikian pergeseran sudut derajat BTDC yang menghasilkan lama timing pengapian busi berdasarkan penggunaan bahan bakar yang memiliki jenis oktan lebih tinggi.

I.2 Tujuan

Pengabdian kepada masyarakat siswa SMK bidang sepeda motor melalui penyuluhan ilmiah menciptakan penggunaan bahan bakar aditif atau bahan bakar dengan jenis oktan yang lebih tinggi dengan cara menggeser sudut derajat BTDC timing pengapian busi yang masih berada dalam rentang sudut advance. Penggeseran sudut derajat BTDC timing pengapian dilakukan dengan cara memodifikasi indikator panjang tonjolan timing pengapian yang terdapat pada permukaan rotor alternator sepeda motor.

I.3 Manfaat

Manfaatnya siswa mendapat pemahaman materi ilmiah penggunaan jenis bahan bakar yang memiliki nilai oktan lebih tinggi dari jenis bahan bakar sesuai standar pabrikasi. Dengan demikian siswa mengetahui pengaruh nilai oktan jenis bahan bakar terhadap sudut derajat BTDC kompresi piston melalui penyajian penulisan modul materi ilmiah dan diskusi hasil penulisan modul penyuluhan materi ilmiah secara daring menggunakan metoda google classroom.

(8)

8 B A B II

TEORI PENDUKUNG

Pada sistem kelistrikan elektronika suatu kenderaan sepeda motor bagian pengapian busi adalah salah satu bagian yang sangat penting yang menyediakan arus listrik pengapian busi membakar bahan bakar. Salah satu timing pengapian busi sepeda motor adalah timing pengapian elektronika CDI. Pada sistem pengapian elektronika cdi perangkat atau komponen elektronik yang digunakan, antara lain terdiri dari komponen pulser dan perangkat elektronik cdi serta komponen koil/kumparan pembangkit level out put sebagai pembangkit tegangan listrik tegangan tinggi terdistribusi ke busi.

Tegangan listrik out put level tinggi satuan volt terhubung ke busi menghasilkan percikan bunga api pada gap busi yang membakar bahan bakar dalam ruang bakar silinder mesin disebut pengapian busi. Adapun skematik diagram sistem pengapian busi pada sistem elektronika cdi seperti Gambar 2.1. Pengapian busi terjadi ketika komponen cdi mensuplai sinyal frekuensi tegangan listrik menuju input primer koil dan membangkitkan tegangan listrik level tinggi pada bagian sekunder koil satuan volt terhubung ke busi. Komponen senor magnet pulser berfungsi membangkitkan sinyal frekuensi out put menuju input cdi yang berdasarkan putaran indikator panjang tonjolan yang terdapat pada permukaan rotor alternator, ketika melintasi magnet puser untuk memerintahkan saatnya timing pengapian busi. [2].

Gambar 2.1 Pengapian busi sistem elektronika cdi.

II.1 Bagian pembangkit sinyal frekuensi timing pengapian

Pembangkit sinyal frekuensi timing pengapian sebagai input rangkaian cdi dihasilkan dari hasil proses putaran poros rotor alternator menggerakkan indikator

(9)

9 panjang tonjolan melintasi yang melintasi magnet sensor pulser. Pembangkit sinyal ferkuensi timing pengapian berasal dari out put sensor magnet pulser dinyatakan parameter fs satuan hertz. Skematik bagian pembangkit listrik sinyal frekuensi out put fs dari sensor pulser menuju input rangkaian cdi seperti Gambar 2.2. Komponen sensor pulser merupakan salah satu komponen penting sistem pengapian busi elektronika cdi khususnya pada sepeda motor. Bagian komponen peralatan pembangkit sinyal frekuensi timing pengapian terdiri dari pulser dan indikator tonjolan pada permukaan rotor alternator. Fungsi magnet sensor pulser mendeteksi perioda putaran indikator panjang tonjolan pada permukaan rotor yang menghasilkan waktu perioda sinyal frekuensi.

Magnet sensor pulser mengidentifikasi panjang tonjolan menghasilkan waktu perioda sinyal frekuensi. Dimana perolehan hasil lama waktu perioda sinyal frekuensi ini dinyatakan sebagai jangkauan lama timing pengapian. Dengan demikian panjang tonjolan disebut dengan indikator jangkauan lama waktu/timing pengapian. Komponen sensor pulser bisa bekerja lebih maksimal, apabila posisi jarak gap orde satuan senti- meter (cm) terhadap permukaan panjang tonjolan indikator timing pengapian.[3].

Gambar 2.2 Sinyal frekuensi output fs pulser menuju input rangkaian cdi

Adapun panjang tonjolan indikator timing pengapin menurut jenis sepeda motor untuk beberapa pabrik otomotif bawaan seperti yamaha, honda, suzuki atau Kawasaki disesuaikan seperti pada Tabel 2.1. [4].[5].

Tabel 2.1 Panjang tonjolan menurut jenis sepeda motor No Model/Type Panjang Tonjolan

1 Honda Supra 11,3 (cm)

2 Kharisma 38.0 (cm)

3 YamahaVega-R 57.5 (cm)

6 Suzuki Shogun 110 14.0 (cm)

(10)

10 Prinsip kerja alat ukur sensor magnet pulser mengukur putaran crank pada sepeda motor yang menghasilkan sinyal frekuensi listrik out put diperlihatkan pada Gambar 2.3.

Dimana prinsip kerja sensor pulser berdasarkan efek induksi magnet pada gulungan koil terdapat di dalam sensor yang menghasilkan tegangan listrik AC akibat dari induksi medan listrik. Bentuk gelombang sinyal out put sinusoida dari sensor pulser diperlihatkan seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.3 Pengukuran posisi crank Motor Keterangan gambar:

1. Sensor housing 4. Permanent magnet 7. Trigger wheel.

2. Output signal wires 5. Inductive coil 8. Air gap/celah 3. Coaxial coated protection 6. Pole pin.

Gambar 2.4 Siklus polaritas frekuensi out put pulser positif dan negatif

Perumusan matematis lama waktu perioda timing pengapian satu (1) perioda putaran satuan detik yang berdasarkan sinyal frekuensi pulsa out put pulser fungsi putaran poros rotor alternator seperti persamaan (1).[3].

T = 1/fs ……….. (1) Dimana:

T = lama waktu 1 perioda putaran, detik fs = frekuensi sinyal pewaktu, Hz = 1/detik.

(11)

11 II.1.1 Putaran puli rotor alternator

Skematik diagram lingkaran puli rotor alternator dan panjang tonjolan yang terdapat pada lingkaran rotor serta posisi komponen magnet sensor pulser diperlihatkan seperti pada Gambar 2.5. Panjang tonjolan membentuk sudut Ɵ satuan derajat terhadap titik pusat lingkaran rotor yang berputar melintasi sensor magnet pulser. Hal ini putaran melingkar puli rotor seiring dengan putaran panjang tonjolan yang melintasi sensor magnet pulser. Dimana lingkaran rotor memiliki jari-jari r satuan meter dan keliling lingkaran untuk lintasan satu putaran di rumuskan dengan persamaan (2).

Keliling lingkaran = 2.π.r ... (2) Dimana:

1 putaran melingkar = 2.π. r = 360 derajat.

π = phi = 3,16 radian = 180 derajat.

Gambar 2.5 Skematik lintasan panjang tonjolan pada puli rotor alternator Jika panjang tonjolan dinyatakan parameter p(tonjolan) satuan meter, maka nilai hasil konversi dalam satuan derajat dinyatakan sudut Ɵ(tonjolan) satuan derajat dirumuskan menjadi seperti persamaan (3).

Sudut Ɵ(tonjolan) = 𝑝

2 x 360 derajat ……….. (3)

Kecepatan putar puli poros rotor alternator untuk nilai sudut putar Ɵ derajat per satuan waktu putaran detik dirumuskan pada persamaan (4).

ω = 𝜃

𝒕 𝒕 ……… (4) Dimana:

ω = kecepatan sudut putar, derajat/detik t(put.) = lama putaran, detik

Ɵ = Ɵ(put.) = sudut putaran, derajat.

(12)

12 II.2 Kinerja Piston/Torak dalam silinder mesin

Pada sistem pengapian kenderaan otomotif yang dimaksud waktu/timing pengapian derajat BTDC adalah waktunya busi mendapat suplai tegangan listrik dari sekunder koil yang menghasilkan percikan api pada gap busi membakar bahan bakar.

Dimana saat timing pengapian posisi langkah piston kompresi berada pada jangkauan sudut derajat BTDC (before top dead center) tertentu dalam silinder mesin. Adapun langkah kinerja piston pada sistem pengapian mesin bensin untuk satu (1) perioda pengapian busi terdiri dari 4 langkah kinerja piston seperti pada Gambar 2.6,[4].

(1) Kinerja piston langkah Hisap. (3) Kinerja piston langkah Usaha.

(2) Kinerja piston langkah Kompresi. (4) Kinerja piston langkah Buang.

Gambar 2.6 Kinerja piston 4 langkah dalam ruang silinder mesin

Adapun langkah kompresi piston seiring putaran melingkar puli crank dipresentasikan pada skematik grafik diagram lingkaran derajat BDC dan TDC seperti Gambar 2.7.[7].

Hal ini dinyatakan saat timing pengapian busi posisi kompresi piston berada di titik sudut 120 BTDC menuju ke posisi titik TDC disebut timing pengapian 120 BTDC.

Kemudian dilanjutkan langkah kinerja usaha piston terjadi di titik sudut 5 derajat ATDC (after top dead center) setelah hasil pembakaran bahan bakar berakhir di titik BTDC.

Gambar 2.7 Skema diagram lingkaran derajat timing pengapian

(13)

13 II.3 Jenis Bahan bakar berdasarkan besarnya Oktan

Nilai oktan suatu bahan bakar bensin salah satunya adalah menunjukkan angka seberapa lambat titik bakarnya serta besarnya tekanan/kompresi dalam ruang bakar silinder mesin yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan [4],[5]. Pada sistem timing pengapian motor bensin nilai oktan bahan bakar menentukan perbedaan titik bakar serta besarnya tekanan/kompresi di dalam ruang bakar silinder mesi. Untuk nilai oktan bahan bakar yang rendah atau standar maka proses pembakaran bahan bakar terjadi saat timing pengapian busi, tetapi kalau angkanya tinggi akan terbakar sendiri pada kondisi kompresi/tekanan yang tinggi. Ada beberapa jenis bahan bakar memiliki perbedaan nilai angka oktan antara lain seperti bahan bakar Bensin, Bio solar, Pertalite dan Pertamax seperti data pada Tabel 2.2. Campuran udara dan bahan bakar ini ditekan/dikompresi oleh kinerja piston langkah kompresi mencapai volume sangat kecil dalam ruang bakar silinder mesin. Perbedaan nilai angka oktan atau RON pada bahan bakar merepresentasikan ketahanan bahan bakar untuk tidak meledak sendiri tanpa dibakar oleh percikan api dari busi, ketika terjadi kompresi tersebut. Semakin tinggi angka oktan, semakin besar tekanan yang dibutuhkan bahan bakar untuk terbakar. Jika bahan bakar oktan rendah digunakan di mesin yang dirancang untuk oktan tinggi, bahan bakar bisa meledak dengan sendirinya tanpa disulut oleh percikan bunga api dari busi.

Ledakan ini mendorong piston yang masih dalam kondisi kinerja kompresi menyebabkan detonasi/ketukan hebat terjadi pada piston yang bisa merusak mesin.[6].

Tabel 2.2 Nilai oktan jenis bahan bakar

No. Jenis bahan bakar Nilai Oktan Rasio kompresi

1 Premium 88 9 : 1

2 Pertamax 92 10 : 1

3 Pertamax Plus 95 12 : 1

Dengan demikian mesin mempunyai nilai perbandingan kompresi yang tinggi memilih mengunakan bahan bakar yang nilai oktannya sangat rendah (misalnya premium).

Sebaliknya jika kita mempunyai mesin yang nilai perbandingan kompresinya rendah memilih menggunakan bahan bakar yang nilai oktannya tinggi (misal pertamax plus).

Cara mengukur nilai rasio kompresi

Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio/perbandingan kompresi yaitu : Perbandingan kompresi adalah perbandingan volume ruang kompresi (V1) dengan volume ruang bakar (V2) silinder mesin dalam satuan centimeter cubic (cc).[7].[8].

(14)

14 Contoh (1):

Diketahui:

Suatu mesin memiliki volume ruang kompresi (V1) sebesar 25 cc dan volume ruang pembarakan (V2) sebesar 3 cc.

Ditanya:

Berapakah nilai perbandingan kompresinya ? Jawaban :

Perbandingan kompresi = (25 + 3) : 3 = (28 : 3) = 9,3.

Contoh (2):

Diketahui:

Suatu mesin dengan volume ruang kompresi (V1) sebesar 25 cc dan volume ruang pembarakan (V2) sebesar 2 cc.

Ditanya:

Berapakah nilai perbandingan kompresinya ? Jawab:

Perbandingan kompresi = (25+ 2) : 2 = 27 : 2 = 13,5.

Sebagai acuan ketergantungan antara besar nilai kompresi piston terhadap jenis bahan bakar yang digunakan adalah sebagai berkut:

(1) Semakin besar kompresi maka semakin membutuhkan bahan bakar beroktan tinggi.

(2) Semakin besar nilai oktan maka semakin lambat titik bakarnya.

(3) Semakin tinggi oktan yang di pakai melebihi ketentuan besar kompresi motor maka semakin banyak sisa/kerak bahan bakar yang tidak terbakar dalam silinder atau klep.

(4) Semakin besar kompresi motor dan tanpa di ikuti oktan bahan bakarnya maka akan detonasi atau ngelitik.

Kesimpulannya, apabila ingin menaikkan nilai kompresi pada mesin kendaran, maka dapat mengubah atau memperkecil volume ruang bakar dengan cara memangkas kepala silindernya. Tetapi dalam hal poin (2), yaitu semakin besar nilai oktan maka semakin lambat titik bakarnya, maka cara lain dilakukan adalah penyesuaian nilai timing pengapian derajat BTDC berdasarkan saatnya waktu/timing pengapian busi membakar bahan bakar. Adapun setiap mesin masing-masing mempunyai spesifikasi standar nilai timing pengapian derajat BTDC berdasarkan kesesuaian jenis bahan bakar yang digunakan atau jenis bahan bakar tertentu. Apabila digunakan jenis bahan bakar lain

(15)

15 yang memiliki nilai oktan yang lebih tinggi, maka perlu dilakukan penyesuaian titik timing pengapian derajat BTDC. Hal ini nilai titik timing pengapian derajat BTDC sinergis dengan langkah kinerja piston kompresi yang berada pada posisi sebelum TMA (titik mati atas) atau BTDC (before top dead center).

II.4 Sudut derajat BTDC timing pengapian

Timing pengapian busi pada kondisi kinerja piston kompresi dinyatakan berada dalam sudut derajat BTDC dalam ruang bakar silinder mesin. Dimana jangkauan sudut derajat BTDC ini masih berada pada range sudut advance angle. Kemudian hasil akhir pembakaran bahan bakar kondisi kinerja piston usaha berada pada titik sudut derajat setelah titik mati atas atau ATDC (after top dead center) dalam ruang bakar silinder mesin. Dimana kondisi piston kompresi berada dalam jangkauan/range sudut advance angle, yaitu mulai dari posisi titik 1 s/d titik TDC (top dead center), kemudian posisi piston usaha di kondisikan standar pada posisi titik poin angka 3 (tiga) sebesar 10 derajat ATDC. Skematik diagram kondisi piston kompresi berada pada posisi derajat BTDC timing pengapian busi masih berada dalam jangkauan sudut advance angle dan hasil akhir pembakaran bahan bakar satandar tepat di posisi titik sudut 10 derajat ATDC (after top dead center) seperti pada Gambar 2.8. .[6].

Gambar 2.8 Jangkauan sudut advance fungsi tekanan piston kompresi.

(16)

16 B A B III

METODOLOGI

Pada penyuluhan materi ilmiah ini digunakan peralatan rotor alternator yang terdiri dari komponen pulser berasal dari sepeda motor merek Honda. Adapun skematik bentuk fisik rotor alternator dan komponen pulser seperti Gambar 3.1. Dimana pada permukaan lingkaran rotor alternator terdapat indikator panjang tonjolan. Indikator panjang tonjolan ini berputar seiring putaran melingkar puli alternator yang melintasi magnet pulser. Hal ini magnet pulser mendeteksi posisi panjangnya tonjolan yang berputar melingkar bersamaan dengan putaran melingkar puli rotor alternator.

Gambar 3.1 Panjang tonjolan pada permukaan rotor alternator.

Skematik diagram panjang tonjolan pada lingkaran rotor alternator yang melintasi magnet sensor pulser seperti pada Gambar 3.2. Dimana spesifikasi standard parameter nilai panjang tonjolan diperoleh dari data hasil pabrikasi pembuat alternator sepeda motor yang di ukur menggunakan alat ukur satuan sentimeter (cm).

Gambar 3.2 Diagram panjang tonjolan terdapat pada lingkaran rotor

Hasil pengukuran panjang tonjolan dinyatakan parameter p(tonjolan) satuan senti-meter adalah p(tonjolan) = 1,5 cm dan jari-jari lingkaran rotor alternator r = 5,5 cm. Kemudian

(17)

17 keliling lingkaran rotor alternator adalah 2.π.r = (2 x 3,14 radian) (5,5 cm) = 34,54 cm.

Rekapitulasi data jari-jari dan keliling lingkaran serta panjang tonjolan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Spesifikasi tonjolan indikator timing pengapian busi Jari-jari

rotor

Keliling

lingkaran rotor Panjang tonjolan

r(rotor) K(rotor) p(tonjolan)

5,5 cm 2.π.r = 34,54 cm 1,5 cm

Konversi panjang tonjolan pada busur lingkaran rotor sebesar p(tonjolan) = 1,5 cm menjadi satuan derajat yang berdasarkan keliling lingkaran rotor 2.π.r = 360 derajat, sbb:

ɵ(tonjolan) = p

2 x 360 derajat Dimana:

ɵ(tonjolan)= sudut derajat panjang tonjolan, derajat Maka sudut ɵ(tonjolan) = 1,5 cm

6,28 x 5,5 cm x 360 derajat = 1,5 cm

34,54 cm x 360 derajat ɵ(tonjolan) = 0,0434 x 360 derajat = 15,6 derajat BTDC.

Nilai konversi panjang tonjolan sebesar p(tonjolan) = 1,5 cm menghasilkan sudut derajat panjang tonjolan adalah Ɵ(tonjolan) = 15,6 derajat seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Konversi panjang tonjolan terhadap sudut derajat BTDC Panjang

tonjolan

Sudut derajat tonjolan p(tonjolan) ɵ(tonjolan)

1,5 cm 15,6 derajat

Skematik jangkauan sudut ɵ(tonjolan) = 15,6 derajat BTDC mengidentifikasikan posisi kompresi piston menuju titik TDC seperti Gambar 3.3. Dimana jangkauan sudut ɵ(tonjolan)

= 15,6 derajat BTDC masih berada dalam range sudut advance/advance angle.

Gambar 3.3 Identifikasi jangkauan sudut 15,6 derajat BTDC.

(18)

18 Secara fisik posisi kompresi piston pada sudut Ɵ(tonjolan) sebesar 15,6 derajat BTDC menuju titik Top/TDC silinder mesin seperti pada Gambar 3.4. Piston kompresi berada di posisi sudut 15,6 derajat BTDC dinyatakan parameter sudut Ɵ(kompresi.15,6o

). Hal ini jangkauan sudut Ɵ(kompresi.15,6o

) = sudut Ɵ(tonjolan) = 15,6 derajat BTDC.

Gambar 3.4 Jangkauan piston kompresi sudut 15,6 derajat BTDC

III.1 Timing pengapian busi 15,6 derajat BTDC

Timing pengapian busi saat kompresi piston berada di titik sudut 15,6 derajat BTDC dalam ruang bakar silinder mesin disebut timing pengapian busi 15,6 derajat BTDC. Hal ini kompresi piston berada di titik sudut 15,6 derajat BTDC menuju titik Top/TDC. Lama timing pengapian busi 15,6 deraat BTDC dinyatakan parameter t(timing.15,6o

) satuan detik. Hasil perhitungan nilai t(timing.15,6o

) pada kecepatan ω(rotor) = 1.000 rpm menggunakan persamaan (4):

t(timing.15,6o

) = 15,6 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡

1 000 pm = 15,6 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡

6 000 de ajat x 1 detik = 0,0026 detik = 2,6 mS.

Spesifikasi lama t(timing.15,6o

) menuju titik TDC pada kondisi kecepatan putar ωrotor(rpm)

sebesar 1.000 rpm seperti Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Lama sudut 15,6 derajat BTDC standar ke titik TDC Kecepatan rpm

puli rotor (rpm)

Sudut derajat kompresi

Lama timing pengapian ωrotor(rpm) ɵ(kompresi) t(timing.15,6o

)

1.000 rpm 15,6 derajat 2,6 mS

Hal ini lama titik bakar bahan bakar premium terjadi saat kompresi piston di posisi titik sudut 15,6 derajat BTDC akan menuju ke titik TDC silinder mesin. Pada penggunaan bahan bakar Pertamax memiliki jenis oktan yang lebih tinggi dari bahan bakar premium mempersingkat jangkauan sudut 15,6 derajat BTDC kompresi piston mencapai titik TDC. Dimana pada penggunaan jenis bahan bakar pertamax dilakukan penggeseran

(19)

19 maju titik sudut 15,6 derajat derajat BTDC kompresi piston mendekati titik TDC menjadi titik sudut 10 derajat BTDC. Pergeseran sudut derajat BTDC maju kompresi piston di titik sudut 10 derajat BTDC saat timing pengpian busi, sebagai alternatif penggunaan bahan bakar jenis oktan yang lebih tinggi dari Premium (standar), yaitu bahan bakar Pertamax. Adapun pergeseran kompresi piston di titik sudut 10 derajat BTDC yang lebih mendekati titik TDC saat timing pengapian busi dilakukan dengan modifikasi fisik panjang tonjolan referensi menjadi panjang tonjolan maju yang dinyatakan parameter p(maju). Dimana modifikasi perubahan panjang tonjolan menjadi panjang tonjolan maju parameter p(maju) menghasikan pergeseran titik sudut 15,6 derajat BTDC kompresi piston mendi 10 deraat BTDC yang mendekati titik TDC. Nilai panjang tonjolan maju parameter p(maju) yang menggeser sudut kompresi piston menjadi di titik sudut 10 derajat BTDC dihitung menggunakan perumusan matematis:

ɵ(kompresi.maju) = p

2 x 360 derajat = 6,28 x 5,5 cm 𝑝 x 360 derajat.

Dimana:

ɵ(kompresi.maju) = sudut derajat BTDC kompresi maju, derajat.

p(maju) = panjang tonjolan maju, cm 2 t = keliling lingkaran, cm.

Maka hasil perhitungan nilai parameter panjang tonjolan maju adalah:

10 derajat = 𝑝

6,28 x 5,5 cm x 360 derajat p(maju) = (1/36) x (34,54) cm = 0,956 cm p(maju) = 0,96 cm.

Modifikasi perubahan fisik panjang tonjolan referensi 1,5 cm menjadi panjang tonjolan maju parameter p(maju) = 0,96 cm diperlihatkan seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Modifikasi perubahan fisik menjadi panjang tonjolan maju

(20)

20 Panjang tonjolan maju p(maju) sebesar 0,96 cm ini berputar melingkar seiring putaran poros puli rotor dan gerak langkah kompresi piston seperti pada Gambar 3.6. Lintasan panjang tonjolan maju 0,96 cm mengidentifikasikan pergeseran gerak langkah kompresi piston sebesar 10 derajat BTDC menuju titik Top/TDC. Posisi kompresi piston di titik sudut 10 derajat BTDC menuju titik TDC dalam ruang bakar seperti Gambar 3.7.

Gambar 3.6 Putaran panjang tonjolan seiring gerak kompresi piston

Gambar 3.7 Jangkauan sudut 10 derajat BTDC kompresi piston III.2 Timing pengapian busi 10 derajat BTDC kompresi piston

Pada timing pengapian busi sudut 10 derajat BTDC posisi kompresi piston berada di titik sudut 10 derajat BTDC menuju titik TDC. Hal ini titik bakar bahan bakar terjadi saat kompresi piston di posisi titik sudut 10 derajat BTDC menuju ke titik TDC silinder mesin. Hasil modifiksi pergeseran titik sudut 15,6 derajat BTDC ke titik sudut 10 derajat BTDC saat timing pengapian busi menghasilkan nilai pergeseran sudut derajat BTDC kompresi piston maju. Hasil pergeseran sudut derajat BTDC kompresi piston maju dinyatakan parameter sudut ɵ(kompresi.maju) satuan derajat. Nilai parameter

(21)

21 sudut ɵ(kompresi.maju) = [15,6 derajat - 10 derajat] = 5,6 derajat. Lama pergeseran sudut ɵ(kompresi.maju) sebesar 5,6 derajat ini dinyatakan parameter t(kompresi.maju) satuan detik.

Nilai parameter t(kompresi.maju) pada kondisi kecepatan ωrotor(rpm) = 1.000 rpm di hitung menggunakan persamaan (4):

t(kompresi.maju) = 5,6 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡

1 000 pm = 5,6 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡

6 000 de ajat/dtk x 1 detik t(kompresi.maju) = 0,93 mili-detik = 0,93 mS.

III.3 Timing pengapian modifikasi maju sudut BTDC kompresi

Timing pengapian maju dari titik sudut 15 derajat BTDC bergeser ke titik sudut 10 derajat BTDC kompresi piston menuju atau mendekati titik top/TDC memperlambat lama titik bakar bahan bakar. Perlambatan titik bakar bahan bakar, karena hasil modifikasi timing pengapian busi di titik sudut 10 derajat BTDC menuju titik TDC.

Langkah sudut derajat BTDC kompresi piston saat timing pengapin busi betambah maju sebesar 5,6 derajat menuju ke titik TDC menambah lama titik bakar bahan bakar. Lama titik bakar timing pengapian busi bergeser menjadi hasil penjumlahan nilai lama t(timing.15,6o

) sebesar 2,6 mS (data Tabel 3.3) dengan lama t(kompresi.maju.) sebesar 0,93 mS dinyatakan parameter t(timing.modif.) satuan detik. Lama timing pengapian busi hasil modifikasi pergeseran sudut derajat BTDC, sbb.:

t(timing.modif.) = [t(timing.15,6o

) + t(kompresi.maju.)] = (2,6 mS + 0,93 mS) = 3,53 mS t(timing.modif.) = 3,53 mS.

Dengan demikian lama titik bakar bahan bakar dari hasil modifikasi indikator panjang tonjolan menjadi panjang tonjolan maju adalah t(timing.modif.) = 3,53 mS. Lama timing pengapian busi sebesar t(timing.modif.) = 3,53 mS menjadi lebih lambat dibandingkan dengan timing pengapian busi sebesar t(timing.15,6o

) = 2,6 mS. Spesifikasi perbedaan lama timing pengapian busi membakar bahan bakar di titik sudut 15,6 derajat BTDC dengan di titik sudut 10 derajat BTDC kompresi piston menuju titik Top/TDC seperti Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Timing pengapian sudut 10 derajat BTDC kompresi piston Kecepatan

rpm rotor

Sudut derajat kompresi

Lama timing pengapian 1.000 rpm 100 BTDC 3,53 mS

(22)

22 B A B IV

CAPAIAN MODIFIKASI PERGESERAN SUDUT DERAJAT BTDC TIMING PENGAPIAN BUSI

Modifikasi indikator panjang tonjolan menjadi panjang tonjolan maju menuju titik top/TDC menggeser nilai sudut derajat BTDC kompresi piston yang mendekati titik Top/TDC saat timing pengapian busi. Rancangan peralatan pegujian capaian modifikasi panjang tonjolan menjadi panjang tonjolan maju yang dapat menggeser titik derajat BTDC kompresi piston, sebagai berikut:

1. Rancang bangun peralatan pengujian modifikasi panjang indikator tonjolan terdapat pada permukaan lingkaran rotor alternator yang menghasilkan perubahan lama timing pengapian busi seperti Gambar 4.1. Indikator tonjolan timing pengapian berputar melingkar melintasi magnet pulser timing, ketika poros rotor alternator berputar melingkar. Dimana lama timing pengapian dihasilkan berdasarkan lama waktu perioda sinyal frekuensi yang dihasilkan pada bagian out put sensor pulser.

Gambar 4.1 Rancang bangun modifikasi indikator panjang tonjolan pada rotor 2. Modifikasi penggeseran indikator tonjolan maju sebesar menjadi panjang tonjolan

maju p(maju) sepanjang 0,96 cm seperti pada Gambar 4.2. Skematik pergeseran maju indikator panjang tonjolan maju mendekati titik Top/TDC seperti pada Gambar 4.3.

(23)

23 Gambar 4.2 Modifikasi perubahan fisik menjadi panjang tonjolan maju

Gambar 4.3 Indikator panjang tonjolan maju mendekati titik Top/TDC

3. Penggunaan jenis bahan bakar nilai oktan lebih tinggi dari bahan bakar Premium, yaitu menggunakan jenis bahan bakar Pertamax yang menghasilkan perbedaan lama waktu titik bakar bahan bakarnya. Kondisi saat timing pengapian busi titik bakar bahan bakar standar Premium berada di titik sudut ɵ(kompresi.15,6o

) = 15,6 derajat BTDC, sedangkan titik bakar bahan bakar Pertamax berada di titik sudut ɵ(kompresi.10o

)

= 10 derajat BTDC. Hasil perhitungan matematis data Tabel 3.4 (pada Bab III) nilai lama timing pengapian busi di titik bakar bahan bakar Pertamax, yaitu t(timing.maju) = 3,53 mS lebih lambat dibandingkan dengan lama titik bakar bahan bakar standar Premium, yaitu t(timing.15,6o

) sebesar 2,60 mS. Penggunaan jenis bahan bakar nilai oktan lebih tinggi dari bahan bakar Premium, yaitu menggunakan jenis bahan bakar Pertamax memiliki perbedaan lama waktu/timing titik bakar bahan bakarnya saat terjadi timing pengapian busi seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perbedaan lama titik bakar jenis oktan bahan bakar Kecepatan

rpm rotor

Jenis oktan bahan bakar

Nilai Oktan

Sudut derajat kompresi

Lama titik bakarnya 1.000 rpm Premium 88 15,60 BTDC 2,60 mS Pertamax 92 100 BTDC 3,53 mS

(24)

24 V KESIMPULAN

[1] Penyesuaian titik bakar bahan bakar saat timing pengapian busi membakar bahan bakar jenis oktan tinggi yang terlalu dini dan terlalu lambat, maka dilakukan penggeseran posisi titik sudut derajat BTDC timing pengapian busi.

[2] Pergeseran panjang tonjolan posisi titik sudut derajat BTDC timing pengapian busi secara matematis mempengaruhi lamanya timing pengapian busi sudut derajat BTDC piston kompresi. Dimana semakin besar nilai oktan bahan bakar, maka semakin lambat titik bakarnya yang mendekati titik mati atas atau titik top/TMA dalam ruang bakar silinder mesin.

[3] Pergeseran sudut derajat BTDC dilakukan modifikasi fisik panjang tonjolan dengan cara menggeser maju atau mundur fisik panjang tonjolan sebagai indikator timing pengapian busi yang terdapat pada permukaan lingkaran rotor alternator mesin sepeda motor.

[4] Semakin tinggi nilai oktan jenis bahan bakar yang di pakai melebihi ketentuan spesifikasi standar, maka perlu dilakukan modifikasi fisik panjang tonjolan yang menyesuaikan lama timing pengapian busi derajat BTDC kompresi piston.

[5] Timing pengapian busi derajat BTDC terjadi saat piston kompresi tepat berada pada di posisi nilai titik sudut derajat BTDC tersebut menghindarkan terjadinya detonasi pada kinerja kompresi piston menuju titik top atau TDC.

[6] Modifikasi fisik panjang tonjolan standar menjadi panjang tonjolan maju p(maju)

sebesar 0,96 cm yang menghasilkan pergeseran titik sudut derajat BTDC kompresi piston, yaitu sudut ɵ(kompresi.10o

) sebesar 10 derajat BTDC.

(25)

25 V. DAFTAR PUSTAKA

[1] https://teorimesinmotor.blogspot.com/2012/11/memajukan-timing-pengapian- lewat-pickup-pulser.html

[2] https://www.teknikotomotif.co.id/fungsi-pulser-motor/

[3] https://www.autoexpose.org/2018/03/nilai-oktane-bahan-bakar-bensin.html

[4] Pardede, Tulus , Kinerja Mesin Sepeda Motor satu silinder bahan bakar Premium dan Etanol dengan Modifikasi Rasio Kompresi, Jurnal dinamis : 231–238, 2013.

[5] Gunawan 1), Agus Wibowo 2), M.Agus Shidiq 3), Optimalisasi Ignition Timing pada penggunaan E–100 dan piston modifikasi GM.1–54/50/13, Jurnal Enginering. Fakultas Teknik. Univ. Pancasakti, Tegal Vol 10 No. 1 April 2015.

[6] Agrariksa, F, A., Bambang, S.,Wahyunanto, A, N. 2013. Uji Performa Motor Bakar Bensin (On Chasis) Menggunakan Campuran Premium Dan Etanol, Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1 (3): 203.

[7] Simanungkalit, R., Tulus, B, S. 2013. Performansi Mesin Sepeda Motor Satu Silinder Berbahan Bakar Premium Dan Pertamax Plus Dengan Modifikasi Rasio Kompresi, Jurnal e–dinamis. 5 (1): 34.

[8] Wiratmaja, I.G, Pengujian Karateristik Fisika Bio Gasoline Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Bensin, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin cakra.M. (2):149, 2010.

[9] Agrariksa, F, A., Bambang, S. Wahyunanto, A, N. 2013. Uji Performa Motor Bakar Bensin (On Chasis) Menggunakan Campuran Premium Dan Etanol, Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1 (3): 203.

[10] Rachmawati Putri Basuki1* dan I Gede Eka Lesmana1 Analisa Pengaruh Variasi Waktu Pengapian untuk Bahan Bakar Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo terhadap Kinerja Motor Honda Beat dengan Metode Eksperimental, Prosiding Seminar Nasional Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta (2019), 77-86, ISSN 2085-2762.

(26)

26 Lampiran-1

1. Biaya Transportasi perjalanan pengadaan materi studi literatur dan presentasi penyuluhan Tabel 1 Transport perjalanan dan penulisan materi penyuluhan

No Jenis Pengeluaran Volume Satuan (Rp) Biaya (Rp)

1 Transport studi literatur 1 100.000 100.000

2

Transport perjalanan untuk pengajuan permohonan rencana abdimas kepada Kep. Sekolah SMK-TI PGRI 11 melalui Guru pendamping siswa.

2 100.000 200.000

3

Transport pelaksanaan kegiatan abdimas penyuluhan sistem online metoda Pembelajaran Daring via Google Classroom di ruang Lab. SMK-TI PGRI 11 , Serpong.

2 100.000 200.000

Jumlah biaya Sub total - 1 500.000

2. Biaya pengadaan alat dan rancang bangun peralatan peraga penyuluhan

Tabel 2 Pengadaan alat dan rancangan peralatan peraga penyuluhan No Jenis Pengeluaran Volume Satuan (Rp) Biaya (Rp)

1

Biaya pembelian peralatan alat ukur peraga untuk presentasi alat

penyuluhan.

Paket 250.000 250.000

2 Biaya pengadaan panel peralatan

peraga kegiatan penyuluhan. Paket 350.000 350.000 3

Biaya pelaksanaan kegiatan abdimas untuk akomodasi selama 2 hari ke SMK TI PGRI bulan Agustus 2020.

Paket 200.000 200.000

4

Biaya pulsa internet online metoda pembelajaran daring via Google classroom pengadaan panel peralatan peraga kegiatan penyuluhan.

Paket 75.000 100.000

Jumlah biaya Sub total - 2 900.000 3. Biaya keperluan ATK

Tabel 3 Biaya keperluan ATK dan Laporan Akhir Abdimas Penyuluhan

No Jenis pengeluaran Volume Satuan (Rp) Biaya (Rp)

1 Kertas HVS 1 rim 60.000 60.000

2 Foto-copy naskah materi ilmiah

penyuluhan kepada siswa SMK 5 examp. 8.000 40.000 3 Laporan hasil akhir penulisan materi

penyuluhan + jilid soft cover. 4 examp. 25.000 100.000 Jumlah biaya Sub total - 3 200.000

Jumlah total biaya = Rp 500.000 + Rp 900.000 + Rp 200.000 = Rp 1.600.000

(27)

27 Lampiran-2

PENYULUHAN SMK-TI PGRI 11 SECARA DARING VIA GOOGLE CLASSROOM

(28)

28

(29)

29

(30)

30

(31)

31

Gambar

Gambar 2.1 Pengapian busi sistem elektronika cdi.
Gambar 2.2 Sinyal frekuensi output fs pulser menuju input rangkaian cdi
Gambar 2.4 Siklus polaritas frekuensi out put pulser positif dan negatif
Gambar 2.5  Skematik lintasan panjang tonjolan pada puli rotor alternator     Jika  panjang  tonjolan  dinyatakan  parameter  p (tonjolan)   satuan  meter,  maka  nilai  hasil  konversi  dalam  satuan  derajat  dinyatakan  sudut  Ɵ (tonjolan)   satuan  der
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aset dan liabilitas keuangan dapat saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian, jika dan hanya jika, 1) Grup saat ini

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.. 2) Konflik emosional

Berdasarkan seluruh hasil pengukuran ini, maka diperoleh dasar-dasar perencanaan yang akan digunakan dalam perencanaan instalasi pengolahan lumpur IPA Badak Singa, meliputi:

Kemudian mereka melakukan latihan secara berkelompok dan kegiatan pembelajaran mulai berjalan dengan lebih baik dengan banyaknya minat siswa untuk terus

developers yang benar-benar membawa bangsa kita menuju Indonesia yang jauh lebih maju pada tahun 2045 dan Indonesia menjadi negara maju, the real developed country pada abad ke-21

Objek wisata dalam database tersebut sudah terklasifikasikan berdasarkan atribut: lokasi (nama pulau, propinsi, kabupaten), jenis/produk wisata, bagaimana mencapai objek

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah siklus I yang terdiri dari perencanaan yaitu pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKS, soal