• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMBOL DOANGANG BAGI MASYARAKAT MAKASSAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SIMBOL DOANGANG BAGI MASYARAKAT MAKASSAR SKRIPSI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SIMBOL DOANGANG BAGI MASYARAKAT MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH

PUTRI NUR AWALUL 10533758314

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2018

(2)

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

TAK ADA KATA MUNDUR SEBELUM MENCOBA

TAK ADA NIAT MENYERAH SEBELUM BERHASIL

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini :

Untuk kedua orang tuaku tercinta, Suamiku tersayang, serta keluarga, sahabat dan teman-temanku yang tiada henti-hentinya memberikan doa dan motivasi terhadap diriku.

(3)

ABSTRAK

PUTRI NUR AWALUL. 2018. Simbol Doangang Bagi Masyarakat Makassar.

Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Aida Azis dan Pembimbing II Asis Nojeng.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna doangang yang tersirat di balik simbol-simbol yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat..

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kata-kata atau kalimat-kalimat yang membentuk doangang. Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yang menggunakan doangang yang berlokasi di Desa Salajo Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.

Pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik inventarisasi data, wawancara, dengar simak, dan catat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam karya sastra lisan doangang terdapat beberapa simbol yang memiliki makna tersendiri dalam teks doangang, yang dijadikan sebagai suatu perwakilan di dalam menyampaikan isi doangang dan juga dalam penelitian menunjukkan tentang pemakai bahasa simbolik yang mencerminkan pola pikir masyarakat Makassar yang tinggi.

Kata Kunci: Simbol, Doangang.

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamndulillah puji syukur kehadirat Allah Swt., karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan ini, penulis banyak memperoleh pengalaman yang sangat berharga,dan tidak lepas dari beberapa rintangan dan halangan. Namun dengan kesabaran, keikhlasan, pengorbanan dan kerja keras serta doa dan motivasi dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai persyaratan melakukan penelitian pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Makassar.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan pihak- pihak lain, oleh karena itu lewat lembaran ini pula penulis menghaturkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Dr. Aida Azis, M. Pd. dan Dr. Asis Nojeng, M. Pd. Selaku pembimbing I dan II yang telah memberi perhatian, kasih sayang, semangat, dan doa, membantu saya baik moril maupun material. Terima kasih kepada sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE., MM. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M. Pd., Ph. D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar,

(5)

Dr. Munirah, M. Pd. Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, serta seluruh Dosen dan Staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas kebaikannya telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis, kiranya Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka.

Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan bagi penulis sendiri dan bagi pembaca umumnya. Semoga Allah Swt., senantiasa membimbing kita menuju ke jalan-Nya.

Makassar, Juli 2018

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

KARTU KONTROL PEMBIMBING I ... ii

KARTU KONTROL PEMBIMBING II ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... v

SURAT PENGESAHAN ... vi

SURAT PERNYATAAN ... vii

MOTO ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Penelitian yang Relevan ... 6

2. Pengerian Sastra ... 8

3. Jenis-Jenis Sastra ... 9

4. Pengertian makna dan simbol ... 10

5. Konsep Doangang ... 16

(7)

6. Konsep Semantik ... 20

7. Konsep Makna ... 28

B. Kerangka Pikir ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Desain Penelitian ... 32

C. Definisi Istilah ... 32

D. Data dan Sumber Data ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia sudah melakukan usaha ke arah pemeliharaan sastra lisan, yang dengan demikian telah diakui kepentingannya, secara umum usaha tersebut masih terbatas. Keterbatasan penelitian, pengembangan, dan pembinaan sastra lisan kemungkinan disebabkan oleh faktor dana dan faktor objek yang diteliti. Mengingat dana dan usaha yang diperlukan tidak sedikit dan masalah ini merupakan keprihatinan nasional yang melibatkan semua pihak utamanya peneliti masalah kesusastraan.

Sastra lisan merupakan bagian kebudayaan Indonesia yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang perlu terus dilestarikan.Karena fungsi dan kedudukan sastra lisan, sangat penting untuk mendukung usaha dan kegiatan pengembangan sastra di Indonesia.

Parawansa (1994 : 1) bahwa usaha penggalian sastra daerah tidak termasuk menonjolkan rasa kedaerahan, melainkan hanya karena bertujuan mencari dasar-dasar yang dapat disumbangkan bagi pengembangan sastra nasional.

Penelitian sastra lisan yang terdapat di wilayah Indonesia perlu terus dikembangkan. Karena jika tidak segera diteliti, sastra lisan akan berangsur hilang. Penutur sastra lisan, satu persatu meninggal dunia, sedangkan generasi muda sendiri kurang berminat terhadap sastra

(9)

daerah.Jika hal ini terjadi, maka warisan budaya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia itu akan lenyap.

Sastra daerah berfungsi sebagai penunjang perkembangan bahasa daerah dan sebagai pengungkap pikiran, sikap dan nilai-nilai kebudayaan masyarakat pendukungnya.Oleh karena itu, sastra daerah yang masih terbengkalai perlu diselamatkan, dipelihara, dan dikembangkan.Usaha penyelamatan ini, bukan saja penting dan berguna bagi masyarakat pendukung sastra yang bersangkutan, melainkan juga bermanfaat bagi kebudayaan rasional. Mengenai hal ini, Abdullah (1985 : 1) menjelaskan bahwa penggalian, inventarisasi, dan perkembangan kebudayaan daerah mempunyai arti tidak hanya bagi kepentingan kebudayaan daerah itu sendiri, melainkan juga kebudayaan nasional.

Di daerah pengguna bahasa Makassar, terdapat warisan sastra lisan yang mempunyai nilai-nilai yang tinggi.Warisan sastra lisan tersebut adalah doangang yang merupakan salah satu bentuk puisi dalam kesusastraan Makassar. Sampai saat ini, penelitian sastra lisan, masih sangat kurang dibandingkan dengan hasil penelitian sastra lisan daerah lain seperti sastra lisan Jawa dan Bali.

Sastra lisan Makassar khususnya doangang, hingga saat ini sebagaian besar masih tersimpan dalam ingatan orang-orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat yang kian hari jumlahnya berkurang keadaan semacam ini akan membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi sastra lisan itu sendiri. Apabila keadaan semacam ini dibiarkan berlarut-larut

(10)

akhirnya pada suatu saat, sastra lisan Makassar akan musnah. Di sisi lain diketahui bahwa sastra lisan Makassar juga mengandung nilai-nilai moral, cita-cita, pandangan hidup, serta pedoman hidup nenek moyang suku Makassar. Jadi jelaslah bahwa sastra lisan Makassar mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting untuk tetap terpelihara dan dilestarikan.

Doangang bagi masyarakat Makassar sangat memegang peranan penting dalam kehidupannya sehari-hari. Doangang dianggap atau dipercaya dapat menambah keberanian atau keperkasaan, menambah kewibawaan, kecantikan, dan kegagahan, serta sebagai penangkal penyakit. Pemakaian bahasa dalam doangang diatur dengan sebaik- baiknya agar tidak ada kata atau bunyi yang sumbang. Keindahan dan kehalusan bahasanya sangat diutamakan dalam doangang, sehingga bentuk yang demikian ini sudah jelas bahwa doangang dapat digolongkan sebagai hasil kesusastraan. Doangang ada yang sudah ditulis ada pula yang belum. Ada juga yang ditulis dalam bahasa Makassar kuno yang bahasanya tidak sama dengan bahasa yang dipakai sehari-hari.

Menganalisis sebuah karya sastra lisan semisal doangang, diarahkan untuk mengetahui makna simbol yang terkandung di dalamnya.

Hal ini bertujuan memberikan gambaran atau pengungkapan makna dibalik kata yang terdapat dalam doangang.Doangang banyak menggunakan kata-kata kiasan sebagai simbol, Bahasa simbolik ini mencerminkan pola pikir masyarakat Makassar yang tinggi.

(11)

Dari uraian di atas, maka masalah ini sangat menarik untuk diteliti.

Karena berdasarkan pengamatan peneliti, sampai saat ini belum ditemukan penelitian yang membahas secara akurat mengenai simbol yang terdapat dalam doangang. Dengan dasar pemikiran inilah, penulis akan meneliti simbol yang biasa dipakai masyarakat Makassar dalam kehidupannya sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah simbol doangang bagi masyarakat Makassar” ? Simbol doangang akan dianalisis berdasarkan (1). Keberanian, (2).Kecantikan, (3). Penangkal Penyakit.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mendeskripsikan simbol doangang bagi masyarakat Makassar.Yang dianalisis berdasarkan (1).Keberanian, (2).Kecantikan, (3). Penangkal Penyakit.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan tentang makna simbol paddoangang bagi masyarakat Makassar.

(12)

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran kepada pembaca tentang makna simbol yang terkandung dalam doangang sebagai salah satu karya sastra lisan Makassar.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk membina dan mengembangkan karya sastra daerah khususnya karya sastra lisan doangang yang berbahasa Makassar.

c. Penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan atau pertandingan bagi mahasiswa atau pihak lain yang akan melakukan penelitian yang sejenis.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

Usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam melakukan penelitian sebagai salah satu sistem berpikir ilmiah sehubungan dengan itu maka penulis membahas beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian Relevan

Merujuk dari berbagai penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan makna dan simbol di suatu daerah yang sering dilakukan oleh peneliti-peneliti lain, diantaranya :

Penelitian Abdullah (2010) dengan judul “Makna simbol dalam mantra Bugis dialek Wajo (Telaah semiotik sastra klasik lisan Bugis)”.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptip kualitatif, karena penelitian ini hanya mengungkapkan apa adanya tentang makna simbol dalam mantra Bugis dialek Wajo, yang meliputi mantra cenningrara (pengasihan), pare’mboloq (kekebalan), paremmaq (hipnotis), papase’mpo dale’q (peruntungan), pabburu (pengobatan), dengan menggunakan pendekatan semiotik. Penelitian ini menyimpulkan hasil bahwa mantra Bugis telah beredar sejak lama dalam lingkungan masyarakat Bugis Wajo. Masyarakat menganggap

(14)

mantra sebagai doa. Simbol yang digunakan berupa naama benda, tindakan atau perlakuan, nama nabi, huruf Arab dan nama Tuhan.

Penelitian Yaomil Chaerah (2012) dengan judul “Makna simbolik pada Akratek (salawat) di lingkungan bontokassi, kelurahan Panrannuangku, Kabupaten Takalar”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan makna simbolik pada Akratek.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan acara Akratek terdapat simbolik (bunyi-bunyi bahasa) yang mengandung makna.Adapun makna yang dikandung pada bunyi- bunyi tersebut pada dasarnya berisi nasihat-nasihat dan pujian kepada Allah Swt.

Penelitian Angelina Puji Lestari (2010) dengan judul “Makna simbol dalam upacara cembengan di pabrik gula tasikmadu karanganyar”. Di dalam penelitian tersebut Angelina lebih membahas tentang makna simbol yang terdapat dalam upacara cembengan baik secara vertikal dan horizontal.

Berdasarkan penelitian relevan di atas maka dapat disimpulkan melalui persamaan dan perbedaannya, yaitu dari ketiga penelitian di atas sama-sama mengkaji tentang simbol. Akan tetapi, berbeda dengan judul yang akan diteliti penulis, di sini penulis lebih memfokuskan simbol dalam doangang bagi masyarakat Makassar.

Dari uraian hasil skripsi di atas, belum ada yang mengupas tentang simboldoangang bagi masyarakat Makassar, maka peneliti berusaha

(15)

menjelaskan apa saja simbol yang terkandung dalam doangangbagi masyarakat Makassar.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penulis berkesimpulan bahwasanya objek penelitian ini belum pernah diangkat dan diteliti sebelumnya, sehingga membuat peneliti tertarik untuk menjadikan karya tulis dalam bentuk proposal.

2. Pengertian Sastra

a. Pengertian Sastra Menurut Para Ahli :

1)..Badrun.(1983.:.16), berpendapat bahwa Sastra adalah kegiatan seni yang menggunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.

2)..Semi.(1988.:.8), berpendapat bahwa Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

3)..Mursal.Esten.(1978.:.9), berpendapat bahwa Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).

4)..Eagleton.(1988.:.4), berpendapat bahwa Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencacatkan bentuk bahasa harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang

(16)

dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjang tipiskan dam diterbalikan, dijadikan ganjil.

5). Panuti Sudjiman (1986 : 68), berpendapat bahwa Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai cirri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapnya.

3. Jenis-jenis Sastra

Jenis-jenis Sastra terdiri dari 3 bentuk, yaitu : a. Puisi

Aminuddin (2011 : 134), berpendapat bahwa kata puisi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Poeima yang berarti membuat, Poesis yang berarti pembuatan. Dalam bahasa Inggris disebut Poem atau Poetry.Puisi diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana- suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan menkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.

(17)

b. Prosa

Aminuddin (2002 : 66), berpendapat bahwa prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya, sehingga menjalin suatu cerita.Prosa adalah kata benda fiksi dalam bahasa Indonesia, secara singkat sesuatu yang dibentuk, sesuatu yang diciptakan, sesuatu yang diimajinasikan.

c. Drama

Badrun (1983 : 24), berpendapat bahwa drama adalah kualitet komunikasi, situasi, segala yang terlihat dalam pentas yang menimbulkan perhatian, kehebatan dan ketegangan pada pendengar atau penonton.Drama adalah suatu bentuk gambaran seni yang datang dari nyanyian dan tarian ibadat Yunani kuno, yang di dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog dramatis, sebuah konflik dan penyelesaiannya digambarkan di atas panggung.

4. Pengertian Makna dan Simbol

Makna adalah perbuatan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama pada tataran kata-kata yang mengandung arti atau maksud tertentu yang kadangkala sukar dimengerti orang lain.Ada beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan ihwal teori atau konsep

(18)

makna. Model makna menurut Sobur (2013.:.258)menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antarmanusia sebagai berikut : a. Makna ada dalam diri manusia. Manusia menggunakan kata-kata

untuk mendekati makna yang akan dikomunikasikan. Tetapi kata- kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan.

b. Makna berubah. Kata-kata relatif statis tetapi yang makna dari kata tersebut yang terus berubah dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna.

c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu kepada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

d. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati.

e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu jumlah kata dalam bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas.

Pradopo (1990 : 121), berpendapat bahwa makna tidak semata- mata arti bahasanya, melainkan arti bahasa dan suasana perasaan.

(19)

Alwasiah (1987 : 146), berpendapat bahwa makna itu sebenarnya ada dibalik kata, pemberian makna merupakan proses yang aktif, karena makna diciptakan dengan kerjasama di antara sumber dan penerima, pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca. Dengan adanya interaksi antar manusia dalam suatu kelompok budaya maka terbentuklah simbol-simbol yang memiliki makna.Manusia dapat saling berkomunikasi karena ada makna yang dimiliki bersama.

Kempson (1977 : 11), berpendapat bahwa istilah makna merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistik Ada tiga hal yang sehubungan dengan makna untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari tiga segi, yaitu ; kata, kalimat, dan apa yang dibutuhkan oleh pembicara untuk berkomunikasi.

Makna dapat pula dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti apa yang ditemukan didalam kamus. Oleh karenanya, makna denotatif lebih bersifat publik dan universal.Sementara makna konotatif adalah makna denotatif yang ditambahkan dengan segala gambaran, ingatan, perasaan, yang ditimbulkan oleh kata atau simbol tersebut, sehingga makna konotatif lebih bersifat subjektif dan emosional.

(20)

Sobur (2013 : 263) berpendapat bahwa denotatif atau denotasi sebagai makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu, dan bersifat objektif. Sehingga makna sebenarnya dari objek yang didasarkan dan dapat diterima secara umum.

Mulyana (2013 : 266), berpendapat bahwa makna konotatif sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu lingkungan tekstual dan lingkungan budaya. Yang dimaksud dengan lingkungan tekstual adalah semua kata di dalam paragraf dan karangan yang menentukan makna konotatif itu. Contohnya jika kata “kuda” diikuti dengan kata “Arab” akan berbeda maknanya jika diikuti dengan kata

“perunggu”. Kata kuda Arab dan kuda perunggu menjadi dua ungkapan (frase) yang mengandung makna konotasi lain.

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk komunikasi, manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai macam simbol.Manusia menggunakan berbagai macam simbol, baik yang diciptakan oleh manusia itu sendiri maupun yang bersifat alami.

Sobur (2013 : 156), berpendapat bahwa pengertian simbol adalah :

“A symbol is a sign which refers to the object that is denotes by virtue of a law, usually an association of general ideas, which operates to cause the symbol to be interpreted as referring to that object”.

(21)

Dalam konsep peirce, simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan yang ditandakan (petanda) bersifat konvensional.Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya menfasirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.Dalam arti demikian, kata misalnya, merupakan salah satu bentuk simbol karena hubungan kata dengan dunia acuannya ditentukan berdasarkan kaidah kebahasaannya.Kaidah kebahasaan itu secara artificial dinyatakan berdasarkan konvensi masyarakat pemakaianya.Pada dasarnya, simbol dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, yaitu :

a. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang kematian.

b. Simbol kultural yang dilatar belakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam kebudayaan jawa.

c. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan karya seorang pengarang.

Pengklasifikasian yang hampir sama dikemukakan oleh Sobur (2003 : 157), mengklasifikasikan simbol-simbol menjadi : a. Simbol konvensional, adalah kata-kata yang dipelajari yang ada

untuk menyebut atau menggantikan sesuatu.

b. Simbol aksidental, sifatnya lebih individu, tertutup dan berhubungan dengan sejarah kehidupan seseorang.

(22)

c. Simbol universal, adalah sesuatu yang berakar dari pengalaman semua orang. Upaya untuk memahami simbol seringkali rumit atau kompleks, oleh karena fakta bahwa logika dibalik simbolisasi seringkali tidak sama dengan logika yang digunakan orang didalam proses-proses pemikiran kesehariannya.

Istilah simbol sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.Kata simbol berasal dari bahasa Yunani syballeim (kata kerja) yang berarti menyusun, membuat bersama. Kata bendanya sainbolan yang berarti merek, lambang, atau tanda simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain diluar perwujudan bentuk simbol itu sendiri. Simbol tidak dapat disikapi isolative, terpisah dari hubungan asosiatif dengan lainnya.Simbol merupakan unsur bahasa yang bersifat arbitrer dan konvensional yang mewakili hubungan objek dan signifikasinya.

Simbol yang disimbolkan tidak bersifat satu arah, selain dapat menampilkan gambaran objek yang diacu, juga dapat menggambarkan ide, citraan, maupun konfigurasi gagasan yang mengatasi bentuk simbol maupun objeknya sendiri.

Simbol sebagai bagian dari lambang, meskipun tidak semua lambang adalah simbol. Lambang merupakan fakta yang dapat didudukkan secara isolative terlepas dari hubungannya dengan penafsiran pemakainya.Selain itu, lambang mengacu pada gejala yang

(23)

lebih luas daripada simbol, sedangkan simbol hanya mengacu pada simbol verbal (secara lisan).

Makna simbol ditentukan oleh konteksnya.Oleh karena itu, sastrawan mengajukan konteks itu dan pembacalah yang menentukan maknanya.Artinya, pembaca telah memiliki sejumlah informasi untuk menentukan makna simbol tersebut.

5. Konsep Doangang

Kesusastraan masyarakat Makassar cukup mempunyai arti yang besar dalam kehidupan kebudayaan masyarakat Sulawesi selatan.

Kesusastraan Makassar meliputi prosa, prosa lisan, prosa liris, dan puisi. Doangang adalah salah satu bentuk puisi Makassar. Doangang dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan nama mantra.

Doangang adalah puisi yang banyak disamakan dengan mantra- mantra, berasal dari kata doa (doang) artinya permintaan atau harapan (Rahman, 1984 : 92). Mantra merupakan bentuk puisi yang bebas.Mantra adalah perkataan arau kalimat yang dapat mendatangkan daya gaib.

Mantera sering dieja mantera adalah kata-kata atau ayat yang apabila diucapkan dapat menimbulkan kuasa gaib; jampi (Iskandar, 1970: 714). Menurut Wojowasito dalam Kamus Kawi – Indonesia, mantra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti mantera atau doa.

(24)

Mantera diucapkan dengan menggunakan bahasa yang kadang- kadang tidak dipahami maknanya (misalnya menggunakan kata-kata asing atau kuno), justru disitulah terletak dan terciptanya suasana gaib dan keramat.

Dari segi kegunaannya doangang (mantra) bermacam-macam dan keseluruhan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu mantra putih dan mantra hitam.Jenis mantra putih adalah yang bertujuan baik bagi kehidupan orang banyak, sedangkan mantra hitam untuk maksud- maksud jahat.Jenis mantra golongan putih banyak dipakai terutama di pelosok-pelosok desa.Jenis doangang (mantra) putih ini banyak dipakai masyarakat Makassar dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Makassar menganggap Doangangdapat memberi berkah dalam melakukan aktivitas di muka bumi ini, dan tidak semua orang dapat memiliki atau menguasainya.Karena doangang (mantra) adalah sesuatu yang tidak bisa dibangga-banggakan oleh pemiliknya.Berkah atau manfaat doangang dapat saja tidak berguna kalau tidak dijaga dengan baik mengenai syarat-syaratnya yang dalam bahasa Makassar dikenal dengan istilah ambara.Jadi tidak semua orang yang mengerti doangang dapat mempergunakanannya karena masyarakat Makassar mengaggap doangang memerlukan persyaratan khusus yang paling vital yaitu keyakinan pada kemampuan daya gaib terhadap doangang yang dipakai.

(25)

Bilamana seseorang tidak yakin akan keampuhan doangang yang dipakai tersebut, maka kemungkinan besar doangang (mantra) tidak dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Persyaratan yang lainnya adalah jangan bersikap sombong dan angkuh, kalau bersikap demikian maka suatu saat keampuhan doangangakan dimurkai oleh Allah SWT.Jadi pada hakikatnyadoangang ini bagi masyarakat Makassar harus dilandasi dengan keimanan dan rasa ketaqwaan serta belas kasih kepada sesama manusia.

Contoh Doangang (mantera) a. Keberanian (Kabaraniang)

Panrampak Nassu

Jeknek jiantu atinnu Anging jiantu pakmaiknu Kukangkang

Kujempang ri barambangnu Anggangcuruki bone lalangnu Punna inakke tanungai

(Amiruddin Dg.Lapang : 2018) Terjemahan :

Peredam Emosi Air itu hatimu

Angin juga perasaanmu Kugenggam

(26)

Kututup di dadamu

Menghancurkan isi perutmu Kalau saya yang tidak kau suka

b. Kecantikan (Kagaggang) Naung ri butta

Ajjappa-jappama anne mae Jappa-jappana Ali kujappang Soe-soena Fatimah kusoeang Sikuntu accinika

Mappataungaseng ri nakke Sabak Allah Taala

Turun di tanah

Berjalan-jalan saya ke mari Jalan-jalannya ali kupakai Ayunan tangannya Fatimah saya tiru

Semua yang melihatku Menyapa semua padaku Karena Allah

(Nurlaela Dg. Lanti : 2018)

(27)

c. Penangkal Penyakit (Pallawa Garring) Pakkintak Cerak

Bassi kalli bassi Bukkuleng bassi Urak bassi

Kupake pakjempang

Penahan Darah Besi pagar besi Kulit besi Urat besi

Kupakai sebagai penutup

(Amiruddin Dg.Lapang : 2018)

6. Konsep Semantik

Palmer (1981 : 5), berpendapat bahwa Semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai.

Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”.Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik.Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen

(28)

makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa :

a. Bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu.

b. Lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu.

c. seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan dan menghubungkan adanya makna tertentu Lehrer (1974 : 1), berpendapat bahwa semantik adalah studi tentang makna. Semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.

Bauerle (1979.:.195), berpendapat bahwa semantik mengamsumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.

Verhaar (1983 : 124), berpendapat bahwa semantic berarti teori makna atau teori arti (Inggris, semantics, kata sifatnya semantic yang dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantic sebagai nomina dan semantics sebagai adjektiva).

Semantik adalah telaah makna kalimat yang menggeluti makna kata atau klausa tetapi makna yang bebas konteks. Menurut Kridalaksana (1984 : 174), semantik adalah :

(29)

a. Bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dari ungkapan dan juga struktur makna suatu bicara.

b. Sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

Pendapat di atas menunjukkan bahwa semantik ingin membicarakan makna lewat bahasa, baik itu berupa ungkapan ataupun yang sejenisnya semisal doangang serta menyelidiki makna dan arti dalam suatu bahasa.Semantik merupakan bidang yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa, sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi. Berasumsi semantik sebagai bahasa yang terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek lain di dunia. Karena semantik merupakan hal yang abstrak maka apa yang ditampilkan oleh semantik sekadar membayangkan kehidupan mental pemakai bahasa.

Mansoer Pateda (2010 : 65), berpendapat bahwa ada beberapa jenis-jenis semantik, yaitu :

a. Semantik Deskriptif

Semantik deskriptif adalah kajian semantik yang khusus memperhatikan makna yang sekarang berlaku.Makna kata ketika kata itu untuk pertama kali muncul, tidak diperhatikan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada kata juara. Makna kata juara yang

(30)

diperhatikan yakni orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan atau perlombaan.Orang tidak memperhatikan makna sebelumnya.

Semantik deskriptif pun hanya memperhatikan makna sekarang dalam bahasa yang diketahui secara umum, dan bukan karena kata tersebut kebetulan ada dalam bahasa daerah atau dialek bahasa yang bersangkutan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata bertele-tele yang bermakna berpanjang- panjang. Orang tidak akan memperhatikan makna kata itu dari bahasa daerah lain, misalnya dari bahasa Gorontalo.

b. Semantik Gramatikal

Semantik gramatikal adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat. Verhaar (1983 : 9), berpendapat bahwa semantik gramatikal jauh lebih sulit dianalisis. Kalimat masih duduk, kakak sudah lama tidur, susah dianalisis. Orang tidak boleh manafsirkan dari keseluruhan isi kalimat ini, bahkan sesuatu yang ada di balik kalimat ini. Kalimat ini dapat diceritakan seperti ini ; Ada dua orang bersahabat, katakanlah, John dan Mbete. John dan Mbete bertamu ke rumah Margaret.John masih ada hubungan keluarga dengan Margaret, karena itu adik Margaret menyapa john, kakak. Rupanya Mbete masih asing di rumah Margaret, sedangkan si John karena masih ada hubungan keluarga, ia bebas. Pukul 12.15 John langsung

(31)

makan tanpa mengajak Mbete.Selesai makan karena mengantuk, John langsung tidur.Hal itu pun tidak diketahui oleh Mbete.Rupanya Mbete keasyikan membaca majalah. Kenyataan ini terlihat oleh adik Margaret, lalu ia berkata kepada Mbete,

“Masih duduk, kakak sudah lama tidur.”

c. Semantik Historis

Semantik historis adalah studi semantik yang mengkaji sistem makna dalam rangkaian waktu. Palmer (1976 : 11), berpendapat bahwa his torical semantic, the study of the change of meaning in time. Semantik sendiri merupakan hal yang abstrak.

Karena semantic merupakan hal yang abstrak, maka apa yang ditampilkan oleh semantic sekadar membayangkan kehidupan mental pemakai bahasa. Kehidupan mental pemakain bahasa tentu sangat luas karena pemakai bahasa dapat dilihat sebagai makhluk individual sekaligus sebagai makhluk sosial.Karena manusia sebagai makhluk social maka pengalamannya bertambah luas, dank arena itu kosa katanya bertambah banyak.Akibatnya pemahaman makna kata bertambah luas pula.

d. Semantik Generatif

Semantik generatif adalah kajian semantik yang khusus memperhatikan makna yang muncul dalam kalimat. Konsep- konsep yang terkenal dalam aliran ini, adalah :

(32)

1). Kompetensi, yaitu kemampuan atau pengetahuan bahasa yang

…..dipahami dalam komunikasi.

2). Struktur luar, yaitu unsur bahasa berupa kata atau kalimat yang

…..seperti terdengar.

3). Struktur dalam, yaitu makna yang berada dalam struktur luar.

e. Semantik Behavioris

Semantik behavioris adalah salah satu jenis teori makna, mengenai makna suatu kata atau ungkapan bahasa dengan rangsangan yang menimbulkan tanggapan-tanggapan yang ditimbulkan oleh ucapan tersebut.Teori ini menanggapi bahasa sebagai semacam kelakuan yang mengembalikannya kepada teori stimulus dan respons.Makna menurut teori ini merupakan rangsangan untuk menimbulkan perilaku tertentu sebagai respons kepada rangsangan sebelumnya. Secara umum, terdapat beberapa cirri behavioris, antara lain :

1)..Mempercayai bahwa binatang dan manusia memiliki ciri perilaku dasar yang sama sehingga tokoh behaviorisme dalam semantik juga membandingkan bahasa binatang dengan bahasa manusia.

2)..Perilaku manusia dalam berbahasa pada dasarnya bertolak dari dan dibentuk oleh faktor sosial, memiliki konsep mekanisme dalam kehidupan manusia seperti ditandai oleh adanya stimulus dan respon.

(33)

f. Semantik leksikal

Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memusatkan pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Verhaar (1983 : 9), berpendapat bahwa perbedaan antara leksikon dan gramatikal menyebabkan bahwa dalam semantik kita bedakan pula antara semantik leksikal dan semantik gramatikal.

Mengenai semantik leksikal tidak terlalu sulit, sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal Makna tiap kata diuraikan.Jadi, semantic leksikal memperhatikan makna yang terdapat di dalam kata sebagai satuan mandiri.Kita tidak membahasnya ketika kata tersebut dirangkaikan sehingga menjadi kalimat.

g. Semantik Logika

Semantik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis bahasa.Semantik logika mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika seperti yang berlaku dalam matematika yang mengacu kepada pengkajian makna atau penafsiran ujaran, terutama yang dibentuk dalam sistem logika atau disebut semantik murni.

h. Semantik struktural

Semantik struktural adalah menganggap setiap bahasa adalah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri

(34)

dari satuan-satuan yang disebut struktur.Struktur itu terjelma dalam unsur berupa fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana yang membaginya menjadi kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana.

Sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai media pemaparannya.Akan tetapi, berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari, bahasa dalam karya sastra memiliki kekhasannya tersendiri. Disebut demikian karena bahasa dalam sastra merupakan salah satu bentuk idiosyncratic di mana tebaran kata yang digunakan merupakan hasil pengolahan dan ekspresi individual pengarangnya (Lyons, 1979 : 108).

Seperti halnya bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari, kode dalam sastra memiliki dua lapis, yakni ; lapis bunyi atau bentuk dan lapis makna. Dalam hal ini lapis makna masih dapat menjadi beberapa stratum, yaitu ; unit makna literal yang secara tersurat direpresentasikan bentuk kebahasaan yang digunakan, dunia rekaan pengarang, dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu , serta lapis dunia atau pesan yang bersifat metafisis. Dari terdapatnya berbagai lapis makna tersebut, dapat dimaklumi terdapatnya berbagai lapis makna tersebut, dapat dimaklumi bila roman ingarden sebagai pencetus awal konsep strata makna dalam sastra itu mengungkapkan bahwa makna karya sastra adalah proses kongkretisasi yang diadakan terus menerus oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 191).

(35)

7. Konsep Makna ( Teori Geoffrey Leech )

Jenis makna sangat beragam, hal tersebut sangat tergantung pada latar belakang ahli. Menurut Geoffrey Leech (1976), jenis-jenis makna itu mencakup jenis-jenis sebagai berikut:

a. Makna Konotatif

Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan. Dalam makna konotatif terdapat makna konotatif positif dan negatif. Contoh: kata wanita dan perempuan, wanita termasuk ke dalam konotatif posif sedangkan kata perempuan mengandung makna konotatif negatif.

b. Makna Stilistika

Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Contoh: rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan residensi.

c. Makna Afektif

Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif akan lebih nyata ketika digunakan dalam bahasa lisan. Contoh: „Tutup mulut kalian!„ Bentaknya kepada kami. Kata tersebut akan terdengar kasar bagi pendengarnya.

(36)

d. Makna Refleksi

Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat. Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga,

e. Makna Kolokatif

Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri- ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata- kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya. Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.

f. Makna Konseptual

Makna Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna „denotatif‟

atau „koginitif‟. Makna konseptual memiliki susunan yang amat kompleks dan rumit, namun dapat dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.

g. Makna Tematik

Makna Tematik yaitu makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis menata pesannya, dalam arti urutan, fokus dan penekanan. Nilai komunikatif itu juga

(37)

dipengaruhi oleh penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif.

Contohnya sebagai berikut:

Apakah yang diajarkan oleh dosen itu? Oleh siapakah semantik diajarkan?

Kalimat yang pertama yaitu Apakah yang diajarkan oleh dosen itu?

ingin lebih mengetahui objeknya, sedangkan kalimat kedua yaitu Oleh siapakah semantik diajarkan? lebih menekankan siapakah subjeknya.

B. Kerangka Pikir

Masyarakat yang berbeda beda corak kehidupan dan bahasanya jelas memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan ide-idenya. Semua berkembang dalam setiap masyarakat. Ide-ide tersebut diluangkan dalam gaya bahasa tersendiri yang kadang-kadang sukar dimengerti orang lain.

Untuk itu, doangang perlu diperkenalkan pada masyarakat luas.

Dengan memahami simbol doangang, kita dapat mempergunakan dan mengembangkan serta mewariskannya kepada generasi yang akan datang sebagai hasil karya sastra lisan yang perlu terus dilestarikan.

Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kelompok masyarakat pemakainya dari generasi ke generasi serta kepada masyarakat umum yang tertarik terhadap makna yang terdapat dalam simbol doangang.

(38)

penetapan dari landasan teori yang digunakan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penafsiran atau perubahan makna-makna yang tersembunyi di balik simbol yang ada pada doangang atau mantra. Di dalam semantik, simbol bersifat konvensional tetapi ia dapat diorganisir, direkam, dan dapat dikomunikasikan. Simbol dapat mempengaruhi pikiran dan merujuk benda tertentu.Kerangka pikir yang dijadikan landasan dasar guna menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagian berikut ini :

Puisi Makassar Doangang (Mantera)

Keberanian Kecantikan Penangkal Penyakit

Simbol Makna

Analisis Temuan

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan apa- apa yang saat ini berlaku. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan yang ada.

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif kualitatif. Desain deskriptif kualitatif adalah rancangan penelitian yang menggambarkan variabel penelian tidak dalam bentuk angka-angka atau statistik. Maksudnya, dalam penelitian ini, peneliti hanya akan mendeskripsikan “Makna simbol doangang bagi masyarakat Makassar”. Dalam penerapan desain penelitian ini, peneliti mula-mula mengumpulkan data, mengolah, dan selanjutnya menganalisis data secara objektif atau apa adanya.

C. Definisi Istilah

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini, peneliti menganggap perlu dikemukakan definisi istilah. Adapun definisi yang dimaksudsebagai berikut :

(40)

a. Keberanian atau keperkasaan adalah tindakan yang membuat seseorang mampu menghadapi suatu bahaya.

b. Kecantikan atau kegagahan adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia yakni dapat diukur dari bentuk fisik seseorang dan juga bersifat relatif, yakni bergantung mata yang memandang.

c. Penangkal penyakit adalah, segala sesuatu yang digunakan untuk menolak bala atau penyakit, roh jahat dan pencegah bencana.

D. Data dan Sumber Data

Adapun data dan sumber data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data

Data dalam penelitian ini adalah doangang tentang keberanian atau keperkasaan, kecantikan dan kegagahan, serta penangkal penyakit.

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah doangang yang berbahasa Makassar yang menyangkut doangang keberanian atau keperkasaan, kecantikan dan kegagahan, serta sebagai penangkal penyakit, dan buku lain yang membahas tentang doangang. Serta data lisan melalui informan. Informan yang dipilih sebanyak 2 (dua) orang yang berlokasi di Desa Salajo Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, dengan persyaratan informan sebagai berikut :

a. Laki-laki atau perempuan b. Umur 40 sampai 70 tahun

(41)

c. Tahu atau hafal doangang (mantra) menyangkut keberanian atau keperkasaan, kecantikan atau kegagahan, dan penangkal penyakit.

d. Tidak mengalami gangguan pengucapan dalam menyampaikan isi doangang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara. Teknik wawancara dengan informan untuk mengetahui pendapat, keterangan, dan pandangan yang berkaitan dengan doangang dan makna simbol yang terdapat di dalamnya. Teknik wawancara ini dibarengi dengan teknik catat yang bertujuan agar data-data yang didengar lebih sahih, dan manakala masih ada hal yang meragukan dapat diperbaiki dengan jalan menanyakan kembali kepada informan.

F. Teknik Analisis Data

Data akan dianalisis melalui pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu dengan mengungkapkan gambaran hasil penelitian, setelah melalui proses analisis dan observasi menjadi kajian yang dapat menjelaskan objek atau masalah yang diteliti.

Kriyanto (2012 : 196), berpendapat bahwa analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti.

Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori- kategori tertentu.

(42)

Sugiyono (2013 : 334), berpendapat bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus- menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data didasarkan pada beberapa proses yang berlangsung secara interaktif, yaitu :

1. Melakukan editing atau mengecek data-data yang telah masuk

2. Data hasil wawancara dengan informan dikumpulkan dan diidentifikasi kembali.

3. Melakukan reduksi data dengan jalan membuat rangkuman inti dari data yang telah ada.

4. Menerjemahkan teks doangang dari bahasa daerah Makassar ke dalam bahasa Indonesia.

5. Mengkaji simbol-simbol yang ada dalam teks, berdasarkan aspek-aspek yang membangun untuk menemukan makna yang sebenarnya.

6. Data hasil kajian yang dianalisis selanjutnya diinterpretasikan untuk mencapai tujuan penelitian ini.

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Doangang adalah sesuatu yang lahir dari masyarakat sebagai perwujudan dari keyakinan atau kepercayaan. Dalam masyarakat tradisional, Doangang bersatu dan menyatu dalam kehidupan sehari- hari, Seorang pawang atau dukun yang ingin menyatukan seseorang yang diinginkan misalnya, dilakukan dengan membacakan Doangang.

Dan tanpa kepercayaan penuh doangang yang digunakan tidak akan bereaksi kepada orang yang dituju.

Masyarakat tentunya selalu disertakan dengan hal-hal berbau mistis, dan selalu dihadapkan pada Allah Swt pencipta alam semesta.

Berikut adalah makna yang terkandung dalam doangang Makassar.

1. Doangang Kabaraniang

Doa Keberanian Data (1.1) Baris 1

Jeknekji antu atinnu Air itu hatimu

Simbol jeknek “air” bermakna perasaan yang tidak dapat diukur, keinginan hati yang keras. Namun disisi lain, air sifatnya dingin bisa mendatangkan kesejukan. Api yang membara bisa

(44)

dipadamkan dengan menggunakan air. Api adalah amarah dan air adalah pendinginnya.

Jiwa yang dirasuki rasa amarah yang tinggi hanya bisa diatasi dengan jiwa yang dingin seperti sifatnya air. Di mana-mana air dapat berfungsikan sebagai penyegar badan dan pelegah dahaga, bahkan sangat vital dalam kehidupan. Air sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pemakaian simbol ini, perasaan atau keinginan hati yang kuat yang dilandasi amarah bisa dikendalikan untuk diredam dari seseorang agar tidak bertindak brutal yang dapat mencelakakan orang lain dan dirinya sendiri.

Data (1.1) Baris 2

Angingji antu pakmaiknu Angin itu perasaanmu

Selanjutnya simbol anging “angin” bermakna kekuatan perasaan emosional yang tidak bisa diduga-duga kedatangannya yang kadang lembut kadang keras. Perasaan hati yang tiba-tiba emosional setelah mendengar pembicaraan atau melihat prilaku seseorang yang kurang berkenan di hatinya dapat ditumpahkan dengan perbuatan yang tidak terpuji. Tak seorangpun yang bisa menjamin apa yang telah kita perbuat diterima dan ditanggapai

(45)

baik pula pada orang lain. Terkadang kita telah berbuat dengan ikhlas tetapi orang lain berpikiran lain.

Perasaan orang lain tak dapat diduga apakah dia akan berbuat baik atau berlaku jahat pada diri kita. Untuk itu suku Makassar yang dikenal dari sejak dahulu berjiwa perantau senantiasa mempersiapkan diri dengan menggunakan media doangang untuk bisa meredam orang –orang yang akan berbuat jahat kepadanya baik secara fisik maupun psikis. Dengan pemakaian simbol tersebut, daya gaib yang dimiliki doangang ini, perasaan atau emosional seseorang dapat dihalau untuk tidak dikeluarkan, baik dalam bentuk ucapan, maupun dalam bentuk fisik.

Data (1.1)

Baris 3

Kukakkang

Kugenggam

Simbol Kukangkang “kugenggam“ bermakna kekuatan untuk menguasai sesuai keinginan batin seseorang.

Penguasaan jiwa terhadap orang lain tentu sangat diharapkan agar apa yang dikehendaki bisa terlaksana sesuai harapan yang diinginkan. Dengan menguasai jiwa seseorang tentu akan mempengaruhi juga gerak fisiknya. Pengaruh yang ditimbulkan

(46)

oleh jiwa akan dimanifestasikan oleh fisik. Jadi maksud dari kata Kukangkang “kugenggam“ adalah menguasai jiwa dan fisik orang lain.

Data (1.1)

Baris 4

Kujempang ri barangbangnu

Kututup di dadamu

Dada adalah tempat bersemayannya hati pada diri manusia . Kujempang ri barangbannu “Kututup di dadamu“ adalah menahan hawa nafsu seseorang untuk tidak dilampiaskan secara emosional. Kalaupun ada emosi yang berkecamuk dipikirannya hanya bisa berada dalam dadanya saja. Kujempang “Kututup”

berarti menutup jiwa seseorang dari segala penjuru agar tidak terpengaruh dengan keadaan di sekitarnya. Barambang “Dada”

bukanlah bentuk dada secara fisik yang terdiri dari dari daging dan tulang tetapi dada yang dimaksud adalah tempat dimana hawa nafsu itu berada. Yang melingkari atau yang menjaga jiwa.

Tempatnya jiwa yang tidak bisa dilihat secara kasat mata dan hanya bisa dirasa itulah hakekat Barambang “dada” yang sebenarnya.

(47)

Data (1.1)

Baris 5

Anggancuruki bone lalangnu

Menghancurkan isi perutmu

Anngangcuru bone lalangnu ” menghancurkan isi perutmu”

adalah manifestasi yang mengarah kepada kematian seseorang atau sakit yang tidak ada obatnya. Simbol tersebut merupakan efek yang akan terjadi kepada seseorang yang berani melawan kepada sipemakai doangang. Bone lalang “isi perut“ bukanlah usus, hati atau limpah seperti apa yang terdapat dalam tubuh manusia tetapi yang dimaksud adalah nafsu angkara murka. Perut identik dengan keserakahan dan hawa nafsu. Untuk mendapatkan jiwa yang tenang maka perbanyaklah untuk tidak makan ( puasa ).

Kesehatan juga akan terjaga dari segala penyakit yang disebabkan oleh makanan. Daya gaib kosa kata doangang Anngancuru bone lalangnu memberi pengaruh yang sangat kuat dan beresiko kepada orang yang dihadapi oleh sepengguna mantera ini.

Perasaan marah, jengkel dan emosi dari pihak lain akan redah karena bila tidak demikian maka bisa berdampak buruk kepada orang tersebut.

(48)

Data (1.1)

Baris 6

Punna inakke tanungai

Bila saya yang kau benci

Penutup dari mantra ini mempertegas daya gaib doangang tersebut yaitu Punna inakke tanungai “Bila saya yang kau benci” yang mengisyaratkan bahwa akan menerima semua dampak buruk dari efek doangang ini bila sipemakai doangang tidak disenangi atau diikuti perintah dan kemauannya. Rangkaian kata dari baris ke baris bermuara pada satu tujuan penggunaan doangang “mantera“ yaitu menguasai jiwa dan perasaan orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan tanpa ada perasaan marah. Orang yang kena efek gaib doangang ini dengan senang hati akan berperilaku yang sopan tanpa dipaksa dan menerima dengan tulus kehadiran sipemakai doangang atau mantera tersebut.

2. Doangang Kagaggang

Doa Kecantikan Data (2.1) Baris 1

Ajjappa-jappama anne mae Berjalan-jalan saya ke mari

(49)

Doangang ini digunakan saat bepergian ke tempat keramaian atau pesta supaya nampak cantik atau gagah dipandangan orang. Siapa pun yang melihatnya akan terkesima dan takjub melihat penampilannya.

Aktivitas masyarakat Makassar dalam kesehariannya utamanya disaat bekerja di luar rumah tak pernah lepas meminta perlindungan kepada sang pencipta alam raya. Keberadaan doangang sebagai media pengaman diri agar terhindar dari bahaya dan disegani orang lain tak dapat dipungkiri selalu digunakan sebagai perisai di mana pun berada. Namun disisi lain doangang ini pula memberi pengaruh rasa simpati dan wibawa kepada pemakainya. Sebagaimana dalam konteks kalimat doangang yaitu “Ajjappa-jappama anne mae“ Berjalan-jalan saya ke mari. Konteks doangang tersebut mengandung makna disaat menginjakkan kaki di tanah semuanya harus disiapkan, tidak boleh berjalan begitu saja.

Harus sadar diri bahwa di jalan banyak orang ditemui, memandang dan memperhatikan. Disenangi dan disegani orang lain ketika bersua adalah efek aura positif dari doangang tersebut. Dengan menggunakan doangang ini orang lain yang melihat sipemakai mantra tersebut merasa terkesimak dan takjub karena nampak berwibawa di mata mereka.

(50)

Data (2.1) Baris 2

Jappa-jappana Ali kujappang Jalan-jalannya Ali kujalani

Doangang ini biasa dipakai oleh laki-laki tetapi bisa juga digunakan oleh perempuan karena simbol Ali dan Fatima ada di dalamnya yang menggambarkan laki-laki sejati dan perempuan yang sempurna. Simbol nama Ali dalam doangang ini adalah Ali r.a. Sayyidina Ali r.a adalah sosok pemuda yang gagah, pemberani, cerdas dan bijaksana.

Seorang khalifah yang sangat berwibawa dan memiliki sifat belas kasih yang tinggi. Sangat disayangi oleh rakyatnya karena keluruhan budi pekertinya. Kearifan, kewibawaan, budi pekerti dan kegagahan yang ada pada diri Sayyidina Ali r.a dijadikan simbol pada doangang tersebut dan dimaknai sebagai perwujudan dirinya agar terjelma dalam diri sipemakai doangang. Hal inilah yang mendasari digunakannya simbol Ali dalam doangang dengan harapan kegagahan dan kewibawaan Ali r.a dapat terpancar pada orang yang menggunakan atau membaca doangang tersebut.

(51)

Data (2.1) Baris 3

Soe-soena Fatimah kusoeang

Ayunan tangannya Fatimah kuayunkan

Sedangkan, simbol Fatimah dalam doangang ini adalah anak Rasulullah yang tingkah laku dan kepribadiannya dipuji oleh semua orang. Sayyidina Fatimah Az Zahra r.a adalah sosok perempuan yang cerdas dan sangat disayangi oleh Allah dan sangat dicintai oleh Rasulullah.

Memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.

Wajah yang cantik, berakhlak mulia, penyayang, sopan santun, penuh kesabaran, lembut hati, suka menolong dan patuh pada suami. Kesholehannya inilah yang membuat drinya disayangi oleh Allah Swt dan siapapun yang disenangi oleh-Nya maka semua orang juga akan bersikap seperti itu. Allah Swt adalah pemberi rasa kepada semua makhluk ciptaanya. Rasa suka, senang dan benci bisa terjelma, semua itu karena izin-Nya.

Dengan demikian, keberadaan Fatimah dijadikan simbol agar perwujudan pandangan orang terhadap Sayyidina Fatimah Az Zahra r.a bisa juga terpancar pada diri sipemakai doangang tersebut.

(52)

Data (2.1) Baris 4

Sikuntu accinika Semua yang melihatku

Pandangan orang lain pada diri seseorang tentu berbeda-beda, bisa terkesan berwibawa, cantik, jelek dan yang lainnya. Pandangan orang inilah yang disugesti agar tanggapan orang bisa sesuai dengan yang diinginkan. Untuk menyamakan keinginan tersebut dapat tercipta karena pengaruh doangang.

Konteks kalimat Sikuntu accinika “Semua yang melihatku”

adalah bentuk kalimat yang mempertegas bahwa siapapun yang melihatnya pasti akan terkesima. Sikap ego seperti ini bukan berarti ada sifat kesombongan di dalamnya tetapi hal ini merupakan kepercayaan yang tinggi bagi sipengguna doangang atau mantera tersebut.

Data (2.1) Baris 5

Mappataungaseng ri nakke Menyapa semua padaku

Kewibawaan dan rasa simpati dari orang lain tentu tidak mudah untuk didapatkan. Rasa suka,dengki dan empati kepada seseorang adalah hal yang lumrah dan siapapun

(53)

orangnya bisa saja mendapatkan pandangan seperti ini. Oleh karena itu kepada mereka yang menyadari hal tersebut berupaya untuk mencari agar penampilannya selalu dihargai oleh orang lain. Bagi orang Makassar, doangang atau mantera adalah hal yang tidak terpisahkan dalam dirinya untuk bisa memposisikan diri pada harkat dan martabatnya. Hal ini seperti tertuang dalam konteks doangang yaitu Mappataungaseng ri nakke “menyapa semua padaku”.

Kalimat doangang atau mantera tersebut adalah konteks yang mengisyaratkan bahwa orang Makassar selalu diterima dimanapun berada. Dengan kepercayaan kepada daya mantera yang dimiliki maka kepercayaan dirinya semakin meningkat untuk disenangi, dikagumi dan dihargai oleh orang lain.

Data (2.1) Baris 6

Sabak Allah Taala Karena Allah

Keberkahan dari Allah Swt adalah hal mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap doangang atau mantera. Tentu tanpa izin Allah Swt semua daya gaib yang dimiliki oleh doangang atau mantra tak akan berfungsi sebagaimana mestinya.

(54)

Permintaan kepada sang khalik Allah Taala di setiap akhir doangang atau mantera adalah bentuk ketaatan dan sifat rendah diri di hadapan-Nya.

Simbol kata Sabak Allah Taala “Karena Allah“

menandakan bahwa doangang atau mantera merupakan wujud penyerahan mutlak atas segala kuasa yang dimilki-Nya. Dalam doangang tidak dapat dibarengi dengan kesombongan dan kecongkakan. Kesombongan dan kecokakan pada manusia dan pencipta-Nya sangat mempengaruhi daya gaib doangang atau mantera. Daya gaib doangang atau mantera bisa hilang seketika dan berubah menjadi malapetaka bila sipemakai bersikap sombong pada Allah Swt. Tetapi jika doangang atau mantera ini dilandasi dengan sifat berserah diri dan tawadduh kepada-Nya dan memohon izin-Nya maka daya gaib yang terdapat didalamnya akan berfungsi dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh sipemakai doangang atau mantera tersebut.

3. Doangang Pallawa Garring

Doa Penangkal Penyakit Data (3.1) Baris 1

Bassi kalli bassi

(55)

Besi pagar besi

Bassi kalli bassi “Besi pagar besi“ dalam konteks doangang atau mantera ini merupakan penyatuan dua benda yang memiliki kekuatan melebihi benda yang lainnya.

Bassi “besi“ adalah bagian kerak bumi yang sangat kuat yang tercipta dari unsur logam. Besi itu melambangkan kekuatan fisik seseorang seperti ungkapan manusia besi yang berarti manusia yang kuat. Kekuatan besi inilah yang dijadikan simbol dalam doangang atau mantera agar daya gaibnya kuat dan mengalahkan semua yang ingin merusaknya.

Kalli bassi “pagar besi“ adalah media perlindungan dari segala gangguan. Rasa aman yang dimaksud adalah bahwa tubuh akan terjaga selama daya gaib dari doangang atau mantera ini masih berfungsi. Oleh karena itu konteks doangang atau mantera ini supaya kekuatanya berlapis maka konsep kalimatnya adalah Bassi kalli bassi “Besi pagar besi”

yang bermakna kekuatan diatas kekuatan atau kekuatan yang dilindungi oleh kekuatan. Pertahanan diri yang kuat seperti kuatnya besi.

Data (3.1)

Baris 2

Bukkuleng bassi

(56)

Kulit besi

Bukkuleng bassi “Kulit besi“ bermakna kulit yang tidak akan ditembus oleh apapun juga. Dengan doangang atau mantera ini diharapkan kulit yang mengeluarkan darah akan berhenti dan kembali tertutup seperti kerasnya besi. Bukkuleng bassi “Kulit besi“ sebagai simbol sebagai pelindung yang sangat kuat.

Bukkuleng “Kulit“ adalah organ yang paling luar yang melapisi semua tubuh manusia sehingga perannya sangat vital dalam keberlangsungan hidup di dunia ini. Organ inilah yang diisi dengan kekuatan doangang atau mantera supaya bisa melindungi diri dan melindungi segala organ tubuh pada manusia baik yang bersifat nyata maupun yang tidak nyata.

Tubuh manusia yang terkena senjata tajam tidak akan mengalirkan darah dan rasa sakit yang diakibatkan sayatannya tidak terasa. Daya gaib konsep kalimat bukkuleng bassi “kulit besi“ juga berfungsi menguatkan jiwa sipemakai agar tidak takut melihat aliran darah yang menetes pada kulit.

Data (3.1)

Baris 3

Urak bassi

(57)

Urat besi

Urat adalah pelindung organ tubuh kedua pada diri manusia. di dalam kulit ada urat yang tidak bisa terpisahkan.

Bukkuleng “kulit“ dan Urak “urat“ adalah satu kesatuan organ tubuh sebelum menembus daging dan tulang manusia. Urak bassi “urat besi“ adalah simbol kekuatan pelindung pada diri manusia. Untuk melapis kekuatan Bukkuleng “kulit” maka tatanan konsep kalimat dalam doangang atau mantera tersebut diikuti dengan kalimat Urak bassi “urat besi“. Hal ini menandakan simbol kekuatan berlapis yang daya dan fungsinya sama. Darah yang mengalir yang diakibatkan goresan atau tebasan benda tajam yang mengenai urat dapat dihentikan pendarahannya dengan media doangang atau mantera ini. Urak bassi “urat besi“ juga mengandung simbol kekuatan penutup aliran darah.

Data (3.1)

Baris 4

Kupake jempang

Kupakai sebagai penutup

Pendarahan yang disebabkan oleh penyakit atau benda tajam pada diri manusia adalah hal yang kadang tidak

(58)

bisa dihindari. Waktu dan tempatnya pun tidak bisa diprediksi kapan penyakit atau musibah itu terjadi pada seseorang.

Kondisi yang darurat seperti ini tentu tak boleh dibiarkan begitu saja karena bisa membahayakan jiwa dan keselamatan bagi yang mengalaminya.

Di daerah pelosok yang belum tersentuh medis tentu bila terjadi hal seperti ini maka masyarakat yang masih percaya dengan keampuhan suatu doangang atau mantera secepatnya membawa ke orang yang dianggap mampu menyembuhkan dengan media doangang atau mantera.

Bahkan di desa-desa yang sudah memiliki balai pengobatan dan kesehatan masih banyak mengandalkan kekuatan doangang atau mantera dalam kehidupannya dalam menghadapi berbagai penyakit.

Penggunaan kata Kupake jempang “Kugunakan sebagai penutup” dalam doangang atau mantera ini adalah bentuk kata kerja yang mengarah kepada hasil yang ingin dicapai dari doangang atau mantera tersebut. Inti dari tujuan dugunakannya doangang tersebut ada pada untaian kata Kupake jempang “kugunakan sebagai penutup”. bermakna menutup semua aliran darah dalam diri seseorang agar tidak lagi keluar pada tubuhnya yang mengalami pendarahan.

Mengacu ke bait sebelumnya Kalli bassi “pagar

(59)

besi”, bukkuleng bassi “kulit besi“, urak bassi “urat besi“ yang semuanya mengandung makna kekuatan seperti besi yang dalam konsep kehidupan lahiriyah dianggap benda yang sangat kuat untuk digunakan melakukan apa saja. Kekutan besi inilah yang ingin ditransfer ke dalam doangang atau mantera tersebut. Untuk menghalau darah yang keluar pada tubuh manusia maka harus ditahan atau dihentikan yang dalam doangang atau mantera ini menggunakan kata Kupake jempang “kugunakan sebagai penutup“ .

Data (3.1)

Baris 5

Barakka Lailahillalah

Berkahnya Allah

Berkah atau restu dari sang penguasa jagad raya dalam penggunaan doangang atau mantera supaya berkhasiat dan berdaya sakti dan manjur dalam pengobatan maka restu sang pemilik yang sebenarnya dan penentu kesembuhan dari segala penyakit. Maka namanya selalu hadir dalam rentetan bait doangang atau mantera agar segala permintaan terpenuhi.

Terteranya dalam konteks bacaan doangang atau mantera Barakka Lailailaha Illah “berkah Tiada Tuhan Selain Allah“ adalah bentuk penyerahan diri yang hakiki kepada

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, penilaian yang dilakukan terhadap siswa bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum (Kunandar, 2008). Selain itu,

Pada penelitian ini telah dilakukan studi mengenai modifikasi struktur permukaan pelat aluminium dengan bubuk besi menggunakan metoda mechanical alloying (MA) yang bertujuan

Pada saat transaksi penjualan dan pembelian tersebut, Accounting Staff melakukan pengecekan jurnal yang dilakukan secara otomatis oleh sistem ERA ERP II dan

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka sebagai langkah awal dilakukan isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada budidaya udang windu sebagai sediaan

Hasil yang diharapkan dari sosialisasi ini adalah warga Desa Pandanan yang sebagian besar berprofesi sebagai petani perlahan sadar dan dapat membiasakan diri untuk

Dari hasil normalisasi antara perubahan konsentrasi COD dan MAT pada titik pengamatan A (Gambar 3.11) dapat dilihat bahwa grafik antara keduanya memliki pola

Batubara daerah Ransiki, Papua Barat menarik untuk diteliti karena berada pada Formasi Tipuma yang berumur Pra-Tersier.. Batubara Pra-Tersier ini diharapkan memiliki

Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik adalah: (1) peserta didik duduk pasif dalam