• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY) DI INDONESIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY) DI INDONESIA SKRIPSI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Langkah Awal Penyusunan Skripsi Pada Prodi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UIN Imam Bonjol Padang

RAHMAT BAYU MARTA 310.139

PRODI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG 1438 H/ 2017 M

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

pada Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Prodi Ekonomi Islam, UIN Imam Bonjol Padang, 2017.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melalui program pengampunan pajak (tax amnesty). Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prosedur tax amnesty, bentuk- bentuk pengampunan pajak di Indonesia, kelemahan dalam penerapan tax amnesty, serta keuntungan atau keunggulan bila diterapkan pengampunan pajak di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yakni menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya dan menganalisisnya dengan menggunakan logika ilmiah. Sumber data berasal dari data sekunder yang didapat dari penggalian informasi dari berbagai sumber,bahan seminar, media masa, media elektronik, dan lain-lain serta didukung dengan kajian pustaka. Analisis data dalam penelitian mempergunakan analisis SWOT.

Hasil penelitian ini adalah pengajuan pengampunan pajak atau tax amnesty hanya bisa dilakukan secara offline lewat kantor pajak. WP datang ke KPP tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh menteri untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan. Kewajiban pajak yang diampuni meliputi kewajiban PPh dan PPN atau PPN dan PPnBM. Terdapat berbagai kelemahan dalam penerapan Tax Amnesty di Indonesia selama ini yaitu; a) Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty yang dapat memberikan aturan jelas, b) Tax amnesty dianggap mencederai keadilan bagi masyarakat yang selama ini patuh membayar pajak, c) Tax Amnesty dikhawatirkan tidak akan berjalan secara konsisten, dan d) Tax Amnesty Hanya Beri "Karpet Merah" bagi Koruptor. Keunggulan dari pengimplementasia tax amnesty ini adalah mendorong masuknya dana-dana dari wajib pajak dari dalam maupun luar negeri yang dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional dan akan menciptakan kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak (WP).

(7)

iii

Rasa puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang diajukan untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Prodi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN Imam Bonjol Padang dengan judul “Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia”.

Selanjutnya syalawat beriringan salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, yang telah memberi cahaya untuk kehidupan di dunia.

Kemudian berakat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Rektor, Wakil rektor, serta seluruh karyawan/ti UIN Imam Bonjol Padang.

2. Bapak Dekan, Pembantu Dekan, dosen, serta seluruh karyawan/ti Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN Imam Bonjol Padang.

3. Bapak Ketua, Pembantu Ketua dan Sekretaris Prodi Ekonomi Islam serta seluruh dosen, karyawan/ti Jurusan Ekonomi Islam yang telah memberikan motivasi kepada penulis

(8)

iv

5. Pimpinan serta karyawan/ti perpustakaan Institut dan Fakultas Ekonomi Bisnis Islam UIN IB yang telah membantu penulis menyediakan literatur yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen yang telah membekali dengan ilmu pengetahuan serta seluruh karyawan/ti UIN Imam Bonjol Padang

7. Bakti dan ucapan terima kasih terdalam juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Ali Yusmar, M.SE dan Ibunda Nelviarita, S.Pd tercinta, yang tentunya tidak sedikit peranannya dalam mewujudkan cita-cita penulis, serta seluruh anggota keluarga yang tercinta, dan rekan-rekan angkatan 2010 yang telah banyak memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih juah dari kesempurnaan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT berserah yang Maha luas ilmunya dan Maha Bijaksana

Padang, 25 Agustus 2017 Penulis

Rahmat Bayu Marta NIM. 310.139

(9)

vi

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ... 9

C. Penjelasan Judul ... 10

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Perpajakan di Indonesia ... 14

1. Pengertian Pajak ... 14

2. Fungsi Pajak ... 16

3. Produk Hukum Perpajakan di Indonesia ... 17

B. Tinjauan Tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ... 19

1. Pengertian Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ... 19

2. Syarat-syarat Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ... 23

3. Hambatan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ... 24

C. Pajak dalam Perspektif Hukum Islam ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 36

B. Objek Penelitian ... 38

C. Sumber Data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Metode Analisa Data ... 38

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Prosedur Tax Amnesty ... 40 B. Bentuk-Bentuk Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ... 47 C. Kelemahan Penerapan Pengampunan Pajak di Indonesia ... 51 D. Keuntungan atau Keunggulan Bila Diterapkan Pengampunan Pajak

di Indonesia ... 57 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 74 B. Saran ... 75 Daftar Pustaka

Lampiran

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang pernah melakukan pengampunan pajak. Sejak tahun 1964 sampai 2016, tercatat Indonesia telah melakukan tiga kali pengampunan pajak, yaitu pada tahun 1964, 1984 dan 2008. Kemudian semenjak heboh-hebohnya kasus Panama Papers, di mana kasus ini sempat menyedot perhatian dunia. The Panama Papers (Dokumen Panama), yang diungkap International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Dokumen itu mengungkap aksi para kalangan super kaya yang memendam kekayaannya di negeri suaka pajak (tax havens) atau surga pajak (tax heaven) dengan menggunakan perusahaan cangkang (shell companies), hanya untuk mengelabuhi pihak otoritas negaranya.1

Bocornya dokumen Panama Papers mengungkap data warga, yang memarkir dananya di luar negeri, antara lain untuk menghindari pajak. Namun kebocoran ini justru memberi momentum bagi pemerintah Jokowi untuk memajukan agenda pengampunan pajak.2

Wacana pengampunan pajak itu sendiri sudah muncul sudah sejak 15 Desember 2014, ketika Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro bertemu dengan Menkeu Singapura Tharman Shanmugaratnam. Sesudah pertemuan itu, pada Januari 2015, Dirjen Pajak melontarkan rencana

1Majalah Aktual, Menakar Nyali Jokowi Ungkap Pengemplang Pajak Di Skandal

"Panama Papers, (AKTUAL Edisi 53 / April - Mei 2016 27), h.29

2Majalah Aktual, Pembocoran Data Berbuah Pengampunan, (AKTUAL Edisi 53 / April - Mei 2016 27), h. 34

(12)

pengampunan pajak kepada Komisi XI DPR. Pengampunan pajak itu difungsikan untuk memperbaiki basis data pajak yang selama ini dimanipulasi, dan menjaring mereka yang selama ini di luar sistem administrasi.3

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.4

Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah mampu merealisasikan penerimaan pajak senilai Rp 1.055 triliun pada 2015 kemarin. Jumlah tersebut mencapai 81,5 persen dari yang ditargetkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang tercatat Rp 1.294,25 triliun.5

Pendapatan negara dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, namun demikian peluang untuk terus ditingkatkan di masa yang akan datang terbuka lebar karena potensinya belum digali secara optimal. Untuk menggali penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya nyata, serta diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya tersebut dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan.

Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun peningkatan penerimaan pajak itu sendiri. Upaya ekstensifikasi dapat

3 Ibid

4 UU No 28 Tahun 2007, tentang Perubahan ketiga atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pasal 1

5Media Keuangan, Membangun Negeri dengan Uang Kita Sendiri, (Majalah Resmi Menteri Keuangan RI: VOL. XI / NO. 108 / SEPTEMBER 2016), h. 15

(13)

berupa perluasan objek pajak yang selama in belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan pajak, perlu didukung situasi sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya.

Pemerintah tentu diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan perpajakan yang bisa menarik minat masyarakat menjadi wajib pajak seperti sunset policy.

Demikian juga, salah satu kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah diberikannya tax amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.

Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.

Disamping itu peranan sektor pajak dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah tidak mengupayakan lebih serius.

Pada saat itu penerimaan negara banyak didominasi dari sektor ekspor minyak dan gas bumi. Berbeda dengan sekarang, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan dominan dalam struktur APBN Pemerintah Indonesia.

Pada tahun 2106 ini, pemerintahan juga kembali mengagendakan untuk menerapkan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, dan tujuan dari pemerintah terkait tax amnesty bermanfaat nyata bagi kepentingan nasional,

(14)

bagi kepentingan rakyat, terutama dalam hal penerimaan negara,” kata Jokowi seperti yang dikutip oleh majalah Aktual.6

Bila melihat saat diterapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagai perubahan UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) diundangkan, banyak yang memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut terutama dalam pasal 37A dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum mampu memuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset Policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak.7

Dalam pelaksanaannya, implementasi perpajakan di Indonesia masih mempunyai beberapa permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kasus yang dialami oleh petugas pajak, ketika melakukan penagihan kepada wajib pajak yang membandel, namun akhirnya petugas pajak harus meregang nyawa, seperti yang dialami oleh dua petugas Direktorat Jenderal Pajak di Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara ditusuk hingga tewas oleh seorang wajib pajak.8 Kedua, kekuasaan Direktorat Jenderal Pajak masih terlalu besar karena mencakup fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam melayani hak wajib pajak yang berefek turunnya tingkat kepatuhan wajib

6Majalah Aktual, Jokowi: Pemerintah Tegas Tetap Ingin RUU Tax Amnesty Segera Disahkan, Op.Cit., h. 8

7http://nindityo.com/2008/03/23/sunset-policy-pengampunan-pajak-di-uu-kup-2008/

diakses 17 Agutus 2016

8CNN Indonesia, Dua Petugas Pajak Dibunuh Penunggak Miliaran Rupiah, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160412201033-12-123478/dua-petugas-pajak-dibunuh- penunggak-miliaran-rupiah/ diakses, 8 Juli 2017

(15)

pajak. Ketiga, masih rendahnya kepercayaan kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan perpajakan. Dalam berbagai kesempatan sosialisasi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa seluruh pajak terutang, termasuk di dalamnya sanksi administratif dan pidana pajak sebelum 31 Desember 2015 dapat dihapuskan dengan mengikuti kebijakan amnesti pajak.9

Terlepas dari segala polemik yang ada, tentu saja tax amnesty diharapkan bukan hanya untuk alat mengejar targer penerimaan jangka pendek saja, akan tetapi dibalik kebijakan tax amnesty diharapkan untuk mendorong peningkatan kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary compliance) di masa mendatang dalam suasana sistem perpajakan yang lebih adil dan tegas.

Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang dimulai pada tanggal 18 Juli 2016 ditujukan sebagai salah satu cara menarik dana pengusaha Indonesia yang ditempatkan di luar negeri. Diperkirakan terdapat aset Warga Negara Indonesia (WNI) sebesar Rp4.300 triliun yang seharusnya dapat digunakan sebagai modal investasi dalam negeri. Umumnya, para pengusaha Indonesia lebih memilih menyimpan uangnya di negara-negara yang mempunyai pajak rendah (Tax Haven).10 Pada periode pertama program ini digulirkan berdasarkan data statistik pengampunan pajak yang dilansir dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, realisasi pengampunan pajak mengalami peningkatan menjelang berakhirnya periode pertama (September 2016). Total penerimaan uang tebusan berdasarkan surat

9Media Keuangan, Op.Cit., h. 15

10Hilma Meilani, Majalah Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Evaluasi Pelaksanaan Program Pengampunan Pajak Periode Pertama, (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI: Vol. VIII, M0. 18/11/P3DI/September/2016), h. 13

(16)

pernyataan harta (SPH) sejak dimulainya pelaksanaan Program Pengampunan Pajak hingga tanggal 21 September 2016 mencapai Rp36,3 triliun atau 22%

dari target Rp165 triliun. Perkembangan Pengampunan pajak sampai dengan tanggal 21 September 2016 tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Pengampunan Pajak Pertanggal 21 September 201611

Uraian Jumlah

Komposisi Harta Berdasarkan SPH

Deklarasi luar negeri 350 triliun

Deklarasi dalam negeri 878 triliun

Repatriasi 71,3 triliun

Total 1.300triliun

Komposisi Uang Tebusan Berdasarkan SPH

Badan UMKM 35,5 miliar

Badan non-UMKM 2,60 triliun

OP non-UMKM 27,4 triliun

OP UMKM 1,0 triliun

Total 31,0triliun

Realisasi Berdasarkan SSP

Tebusan pengampunan pajak 32,9 triliun

Pembayaran bukti permulaan 269 miliar

Pembayaran tunggakan pajak 3,06 triliun

Total 36,3triliun

Komposisi Harta Berdasarkan SPH

Deklarasi luar negeri 350 triliun

Deklarasi dalam negeri 878 triliun

Repatriasi 71,3 triliun

Total 1.300triliun

Komposisi Uang Tebusan Berdasarkan SPH

Badan UMKM 35,5 miliar

Badan non-UMKM 2,60 triliun

OP non-UMKM 27,4 triliun

OP UMKM 1,0 triliun

Total 31,0triliun

Realisasi Berdasarkan SSP

Tebusan pengampunan pajak 32,9 triliun

Pembayaran bukti permulaan 269 miliar

Pembayaran tunggakan pajak 3,06 triliun

Total 36,3triliun

11http://www.pajak.go.id/content/article/amnesti-pajak-momentum-perbaikan-ekonomi-na sional diakses pada 1I Juli 2017

(17)

Keterangan:

SPH = Surat pernyataan harta SSP = Surat setoran pajak OP = orang pribadi

Sejumlah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Program Pengampunan Pajak dinilai turut menjadi penyebab belum tercapainya target menjelang berakhirnya periode pertama. Di antaranya adalah program sosialisasi yang berlangsung dari Juli hingga September dinilai terlalu singkat untuk implementasi dan sosialisasi, sementara belum semua wajib pajak memahami secara detail tentang program tersebut. Para wajib pajak umumnya ragu menggunakan fasilitas amnesti pajak dengan berbagai dalih, antara lain menilai peraturan pelaksanaannya terlalu rumit dan formulir pajak yang membingungkan.12

Selain persoalan internal dari wajib pajak, persoalan eksternal yang menghambat pelaksanaan pengampunan pajak antara lain adalah kecepatan petugas pajak melayani peserta pengampunan pajak dinilai kurang memadai.

Selain persoalan teknis administratif, juga tingkat pemahaman petugas pajak yang tak seragam dinilai sebagai faktor penghambat. Pelaksanaan tiga bulan pertama juga dinilai kurang efektif karena di bulan pertama dan kedua lebih banyak kegiatan sosialisasi sehingga masyarakat belum mengerti betul manfaat dan prosedur pelaksanaan pengampunan pajak. Kendala lain yang timbul adalah sejumlah perbankan Singapura dikabarkan harus mendata laporan transaksi mencurigakan jika klien ikut ambil bagian dalam skema

12 Ibid

(18)

pengampunan pajak. Dari data Dirjen Pajak Kemenkeu per 13 September 2016, hampir Rp400 triliun atau 30 miliar dollar AS aset WNI tertanam di Singapura. 13

Berbagai permasalahan tentu saja menjadi faktor penghambat keberhasilan dari program pengampunan pajak atau tax amnesty. Sampai berakhir program ini pada 31 Maret 2017, menurt Mohammad Faisal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia tingkat partisipasi Wajib Pajak (WP) yang memanfaatkan amnesti pajak masih rendah. Total jumlah WP yang ikut mencapai 891.577 WP, di mana jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan WP wajib lapor Surat Pemberitahuan (SPT) yang mencapai 20,1 juta. Apalagi jumlah WP yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) mencapai 32,7 juta. 14

Pada dasar tentu saja tax amnesty diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam memperbaiki lemahnya situasi perpajakan di Indonesia. Terdapat Argumentasi bahwa kebijakan tax amnesty berpotensi mendorong peningkatan kepatuhan pajak secara sukarela di masa mendatang setelah tax amnesty dilakukan. Hal ini didasari oleh sebuah harapan bahwa setelah dilakukan tax amnesty, aset atau kekayaan wajib pajak yang sebelumnya berada di luar sistem administrasi perpajakan, sehingga ke depanya wajib pajak tidak bisa mengelak lagi dari kewajibannya pajaknya.

13 Ibid

14Tempo.Co, Beberapa Penyebab Target Tax Amnesty Tak Tercapai, https://bisnis.tempo.co/read/news/2017/04/02/090861850/beberapa-penyebab-target-tax-amnesty- tak-tercapai, di akses 21 Juni 2017

(19)

Maka berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan keberhasilan program tax amnesty ini, diantaranya adalah Pertama, membandingkan data yang dilaporkan WP saat mengikuti pengampunan pajak dengan informasi yang dimiliki DJP. Kedua, memetakan masyarakat berpenghasilan tinggi yang belum mengikuti pengampunan pajak.

Ketiga, mendekati Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mengikuti pengampunan pajak. Keempat, mengawasi kewajiban perpajakan dari para pembayar pajak baru ataupun yang sudah lama memiliki NPWP namun belum lapor atau membayar pajak. Kelima, meningkatkan sosialisasi terkait pengampunan pajak.15 Maka berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul

”Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia”

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia?

Rumusan masalah tersebut penulis kembangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana prosedur Tax Amnesty?

2. Apakah saja bentuk-bentuk pengampunan pajak (Tax Amnesty) tersebut?

15Juli Panglima Saragih, Majalah Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik.

Optimalisasi Program Pengampunan Pajak, (Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI: Vol. VIII, No. 24/II/P3DI/Desember/2016), h. 15-16

(20)

3. Apa saja kelemahan penerapan pengampunan pajak di Indonesia?

4. Apa keuntungan/keunggulan bila diterapkan pengampunan pajak di Indonesia?

C. Penjelasan Judul

Dari judul yang penulis utarakan di atas perlu kiranya penjelasan dari masing-masing kata yang digunakan sebagai berikut:

Analisis : Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.16 analisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa penerapan tax amnesty untuk mendapatkan fakta yang tepat tentang permasalahan yang akan diteliti Implementasi : Implementasi diartikan sebagai pelaksanaan,

penerapan.17 Implementasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pengampunan pajak (Tax Amnesty) di Indonesia

Tax Amnesty : Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta

16Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 61

17Ibid., h. 548

(21)

penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.18

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa maksud dari judul skripsi ini adalah penyelidikan yang dilakukan terhadap penerapan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan .

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan:

a. Prosedur Tax Amnesty.

b. Bentuk-bentuk pengampunan pajak (Tax Amnesty) tersebut.

c. Kelemahan penerapan pengampunan pajak di Indonesia.

d. keuntungan/keunggulan bila diterapkan pengampunan pajak di Indonesia.

18 http://www.pajak.go.id/amnestipajak. diakses 18 Agustus 2016

(22)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis.

Secara ilmiah penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia.

b. Secara Praktis.

1) Untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar S1 pada Fakultas Ekonom dan Bisnis Islam IAIN IB Padang Jurusan Ekonomi Islam

2) Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan penulis terutama yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.

3) Untuk menambah referensi bagi pembaca khususnya bagi penulis.

E. Sistematika Penulisan

Sebagai pola dan pedoman bagi penulis serta memudahkan dalam karya tulis ini, penulis menyusun sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, dengan memuat latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah, penjelasan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II : Landasan teoritis yang membahas tentang Perpajakan di Indonesia, yang terdiri dari pengertian pajak, fungsi

(23)

pajak, produk hukum perpajakan di Indonesia, tax Amnesty dan unset Policy, serta tinjauan perpajakan dalam Ekonomi Islam

BAB III : Metode Penelitian yang membahas tentang jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB IV : Merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis.

Membahas mengenai hasil penelitian yang terdiri dari prosedur Tax Amnesty, bentuk-bentuk pengampunan pajak (Tax Amnesty) tersebut, kelemahan penerapan pengampunan pajak di Indonesia, keuntungan/

keunggulan bila diterapkan pengampunan pajak di Indonesia

BAB V : Merupakan penutup yang memuat kesimpulan penelitian dan saran-saran.

(24)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. P.J.A. Adriani yang mewakili Eropa, memberikan pengertian pajak sebagai berikut :

“Pajak ialah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.” (dikutip dari buku Mohamad Zain. 2008. Manajemen Pajak)

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang mewakili Indonesia, menyatakan bahwa :

“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Definisi tersebut kemudian dikoreksi sebagai berikut :

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang

(25)

merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. (dikutip dari buku Mohamad Zain. 2008. Manajemen Pajak)

Definisi Pajak menurut Sommaerfeld Ray M, Andreson Herschel M dan Brock Horace R. yang mewakili Amerika Serikat adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun Wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional, agar pemerintah dapat menjalankan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintah.” (dikutip dari buku Mohamad Zain. 2008.

Manajemen Pajak)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib kepada Warga Negara yang aturan pelaksaanya harus berdasarkan ketentuan Undang-Undang, bersifat dapat dipaksakan dan diperuntukan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah dan pembangunan.

2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi dalam meningkatkan kesejahteraan umum.

Umumnya dikenal dengan dua macam fungsi pajak, yaitu fungsi Budgetair dan fungsi regular (Soemarso, 2007:3):

1. Fungsi penerimaan (budgetair)

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak digunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang- undang perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi mengatur (reguler)

(26)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi, politik, dan tujuan tertentu. Disamping usaha untuk memasukan uang untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan pula sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta atau di luar bidang –bidang keuangan lainnya.

Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur yang dikutip dari buku Siti Resmi Perpajakan, Teori dan Kasus edisi 4 antara lain:

1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. semakin mewah suatu barang maka tarif pajak akan semakin tinggi sehingga barang tersebut akan semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba- lomba untuk mengonsumsi barang-barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan yang tinggi pula.

3. Tarif pajak ekspor 0% dimaksudkan agar pengusaha terdorong mengekspor hasil produknya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara.

4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain-lain. ini dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat menggangu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).

5. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

6. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

2.1.3 Asas dan Sistem Pemungutan 2.1.3.1 Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith yang dikutip oleh Waluyo (2007:6), pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu:

(27)

1. Equity atau Equality

Keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya. Negara tidak boleh melakukan diskriminasi diantara sesama pembayar pajak.

2. Certainty

Di sini, pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary). Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, obyek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.

3. Convenience

Pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.

4. Economy

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya.

2.1.3.2 Sistem pemungutan Pajak

Menurut Soemarso (2007: 5), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :

1. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada Fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

(28)

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.

2. Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memeberi wewenang, kepercayaan, tangggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3. Witholding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan Presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan memepertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.

2.1.4 Jenis Pajak

Menurut Siti Resmi (2008:7), pengelompokan pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, dijelaskan sebagai berikut:

A. Berdasarkan golongan, pajak dapat dikelompokan menjadi dua:

a. Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Tambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

B. Berdasarkan wewenang pemungutannya, pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Pajak Pusat atau Pajak Negara

Pajak Pusat atau Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jendaral Pajak dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Pajak Pusat diatur dalam Undang-Undang dan hasilnya akan masuk ke APBN. contoh:

PPh, PPN, dan PPnBM, serta BPHTB.

(29)

b. Pajak daerah

Pajak daerah yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah diatur dalam Undang-Undang dan hasilnya akan masuk ke APBD. Contoh:

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan sebagainya.

C. Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pajak subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu Gaya Pikul. Gaya Pikul adalah kemampuan Wajib Pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.

b. Pajak objektif

Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi dengan kata lain pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi saja.

2.1.5 Kewajiban dan Utang Pajak 2.1.5.1 Kewajiban pajak

Menurut Siti Resmi (2008:9), kewajiban pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Kewajiban pajak subjektif

Kewajiban Subjektif adalah kewajiban yang melekat pada diri seseorang atau badan. Kewajiban subjektif muncuk karena yang bersangkutan tercakup dalam pihak-pihak yang akan dikenai pajak, sesuai dengan asas pemungutan pajak yang dianut.

b. Kewajiban pajak objektif

Kewajiban pajak objektif adalah kewajiban yang melekat pada objek.

Kewajiban pajak objektif timbul pada saat dipenuhinya objek kena pajak. Pajak dikatakan terutang jika dipenuhi syarat kewajiban subjektif dan objektif sekaligus.

(30)

2.1.5.2 Utang Pajak

Utang Pajak timbul karena ada Undang-Undang tentang pemungutan pajak.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar timbul suatu utang pajak (Waluyo, 2007:19) yaitu:

1. Adanya Undang-Undang yang menetapkan pemungutan pajak.

2. Dipenuhinya syarat subjektif dan objektif

3. Dipenuhinya saat terutang pajak menurut ketentuan Undang- Undang

Sedangkan utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal berikut:

a. Pembayaran atau pelunasan

Pembayaran dapat dilakukan dengan pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak Luar Negeri, maupun pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak ke Kantor Penerima Pajak.

b. Kompensasi pajak

Kompensasi berupa keputusaan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang diluar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu, kompensasi terjadi bila Wajib Pajak mempunyai tagihan beberapa kelebihan pembayaran pajak, jumlah kelebihan Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasi dengan pajak lain yang terutang.

c. Pembebasan

Pembebasan utang, sesuai dengan sebab-sebabnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pembebasan karena terhadap utang pajak yang bersangkutan seharunya tidak dikenakan pajak dan pembebasan karena dipenuhinya syarat material bahwa yang bersangkutan seharusnya tidak kena pajak.

d. Penghapusan

Penghapusan Pajak disebabkan karena keadaan Wajib Pajak.

Dalam kaitan ini, keadaan Wajib pajak memang tidak memungkinkan untuk dapat diterimanya utang pajak oleh negara. keadaan yang memungkinkan tindakan penghapusan pajak adalah musibah yang diderita Wajib Pajak.

e. Daluwarsa

Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang pajak tersebut dianggap lunas atau dihapus atau berakhir dan tidak dapat ditagih lagi.

(31)

2.2 Nomor Pokok Wajib Pajak

Dalam pasal 1 Undang-Undang no. 28 tahun 2007 disebutkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, yang wajib untuk memiki NPWP adalah:

A. Wajib Pajak Orang Pribadi

Yang termasuk kedalam Wajib Pajak Orang Pribadi adalah:

a. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas b. Wajib Pajak yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,

apabila sampai dengan satu bulan memproleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.

c. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

B. Wajib Pajak Badan

C. Wajib Pajak sebagai pemotong atau pemungut pajak

2.2.1 Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak

Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak, sebagai berikut:

1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP.

4. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diwajibkan. contoh: pada dokumen impor (pemberitahuan impor barang/

PIB)

5. Untuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan.

(32)

2.2.2 Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak

Sesuai dengan KEP-161/PJ/2001, penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal:

a. Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;

b. Warisan yang belum terbagi (dalam kedudukan subjek pajak) sudah selesai dibagi;

c. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan

d. Wajib Pajak BUT yang kehilangan statusnya sebagai BUT

Penghapusan NPWP dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi.

kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan;

b. Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi;

c. Wajib pajak tidak mempunyai kekayaan lagi.

2.3 Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Pasal 1, angka 11 Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau bukan objek pajak, dan/atau hrta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 menyebutkan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, Paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak,

(33)

c. Untuk surat pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah Akhir Tahun Pajak

2.3.1 Fungsi SPT

Fungsi SPT dapat dilihat dari wajib pajak, Pengusaha kena Pajak atau pemotong atau pemungut pajak sebagai berikut:

1. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan memepertanggungjawabkan perhitungan jumlah Wajib Pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu ) tahu pajak atau bagian tahun pajak;

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak c. Harta dan kewajiban

d. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Fungsi SPT bagi pengusaha Kena Pajak adalah sebagai sarana untuk melaprokan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam 1(satu) Masa

(34)

Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan perpajakan.

3. Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan memepertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

2.3.2 Ketentuan penyampaian SPT

1. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, jelas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, kemudian ditandatangani dan disampaikan ke KPP atau tempat lain yang ditentukan oleh DJP sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan;

2. SPT dapat diambil pada tempat Wajib Pajak terdaftar atau dicetak sendiri oleh Wajib pajak, namun harus sesuai dengan format yang baku;

3. Apabila yang mengisi dan menandatangani SPT orang lain, harus melampirkan surat kuasa khusus;

4. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh Pasal 29) harus dibayar lunas paling lambat sebelum SPT Tahunan ini disampaikan dengan munggunakan SSP (Pasal 9 UU KUP);

5. SPT wajib dilengkapi dengan lampiran.

2.4 Sanksi Administrasi

Menurut Devano dan Rahayu (2006:198), pengertian sanksi administrasi dapat berupa:

a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan;

(35)

b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak;

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.

Kelompok sanksi administrasi berupa denda:

a. Pasal 7

Besarnya denda sebesar Rp 500.000 untuk SPT Masa PPN, Rp 100.000 untuk SPT Masa lainnya, untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Rp 1.000.000 dan Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas keterlambatan penyampaian SPT Masa dan SPT Tahunan yang tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

b. Pasal 8 ayat 2

Sanksi bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang – Undang KUP, Jika Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh sehingga mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.

c. Pasal 8 ayat (2a)

Jika wajib pajak melakukan pembayaran atau penyetoran pajak setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Masa, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan.

d. Pasal 9 ayat (2a)

Pembayaran pajak untuk Masa Pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi

(36)

berupa bunga 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.

e. Pasal 9 ayat (2b)

Jika Wajib Pajak melakukan pembayaran atau penyetoran pajak setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan PPh, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan.

2.5 Ekstensifikasi dan Instesifikasi pajak

2.5.1 Pengertian Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Berdasarkan SE-06/PJ.09/2001, Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak (DJP). Intensifikasi Pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak.

Ekstensifikasi pajak ditujukan bagi wajib pajak baik orang pribadi maupun badan yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP. sedangkan intensiifikasi pajak dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan, pencairan, tunggakan, penagihan,dan penerapan sanksi yang tegas

2.5.2 Ruang Lingkup Ekstensifikasi dan intensifikasi Pajak

Berdasarkan SE-06/PJ.09/2001, ruang lingkup pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi wajib pajak, meliputi:

(37)

a. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP, termasuk pemberian NPWP secara jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal diwilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang Pribadi berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang menerima atau memeperoleh penghasilan melebihi batas penghasilan tidak kena paajak (PTKP);

b. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra berdagang atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan indutri atau sentra ekonomi lainnya;

c. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap Wajib Pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum terdaftar sebagai Wajib Pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi;

d. Penetuan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan atau jumlah PPN yang harus disetor dalam tahun berjalan, dimulai sejak bulan januari tahun yang bersangkutan; dan

e. Penetuan jumlah PPN yang terutang atas transaksi penjualan dalam tahun berjalan khususnya untuk PKP pedagang eceran, yang mempunyai usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya.

(38)

2.6 Tax Amnesty

Definisi Tax Amnesty menurut James, Tax Amnesty adalah the opportunity to disclose to the authorities previously unpaid tax liability without attracting penalties. sementara fisher memberikan pemahaman bahwa Tax Amnesty adalah program offering reduced financial and/or legal penalties to taxpayers who voluntarily agree to pay outstanding past tax liabilities. (dikutip dari Inside Tax.

2015. Manfaatkan Pengampunan Pajak)

Menurut Devano dan Rahayu (2006), pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan Pemerintah dibidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib pajak yang tidak patuhmenjadi Wajib Pajak yang patuh.

Tax amnesty di Indonesia pernah berlaku pada pertengahan tahun 1984, pada awal tax reform di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1984 yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 1984 yang berisikan kebijakan pemberian pengampunan pajak. Penggertian tax amnesty didefinisikan oleh Zainal Muttaqin, S.H.,MH. sebagai berikut :

“Suatu kebijakan Pemerintah yang esensinya menghapus hutang-hutang pajak yang sebelumnya tidak atau kurang dibayar, termasuk sanksi administrasi dan sanksi pidana dengan kewajiban membayar % (persen) tertentu dari jumlah yang dijadikan dasar perhitungan pajak.”

Dari definisi tersebut dapat disimpulakan bahwa tax amnesty (pengampunan pajak) adalah program kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada

(39)

wajib pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya tanpa adanya sanksi administrasi guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan negara.

2.6.1 Tujuan Tax Amnesty

Tujuan tax amnesty pada umunya tujuan tax amnesty adalah untuk (Darusalam,

“Manfaatkan Pengampunan Sanksi,” Inside Tax Edisi 31):

1. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek;

2. Meningkatkan kepatuhan pajak dimasa mendatang;

3. Mendorong repatriasi modal dan aset;

4. Transisi ke sistem perpajakan yang baru.

Dijabarkan sebagai berikut :

1. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek

Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun seringkali menjadi alasan pembenar diberikannya tax amnesty. Hal ini akan berdampak pada keinginan pemerintah untuk memberikan tax amnesty dengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama program tax amnesty akan meningkatkan penerimaan pajak. Meski demikian, peningkatan pajak dari program tax amnesty ini mungkin saja hanya terjadi selama program tax amnesty dilaksanakan mengingat wajib pajak bisa saja kembali pada prilaku ketidakpatuhannya setelah program tax amnesty berakhir. Dalam jangka panjang, pemberian tax amnesty tidak akan memberikan banyak pengaruh jika tidak dilengkapi dengan program peningkatan kepatuhan dan pengawasan kewajiban perpajakan.

(40)

2. Meningkatkan kepatuhan pajak dimasa yang akan datang

Kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian tax amnesty. Para pendukung tax amnesty umumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan meningkat setelah program tax amnesty dilakukan. Hal ini didasari pada harapan bahwa setelah program tax amnesty dilakukan Wajib Pajak yang sebelumnya menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka Wajib Pajak tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban perpajakannya.

3. Mendorong repatriasi modal atau aset

Kejujuran dalam pelaporan sukarela atas data harta kekayaan setelah program tax amnesty merupakan salah satu tujuan pemberian tax amnety. Dalam kontek pelaporan, data harta kekayaan tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk mengembalikan modal yang parkir diluar negeri tanpa perlu membayar pajak atas modal yang di parkir di luar negeri tersebut. Pemberian tax amnesty atas pengembalian modal yang di parkir di luar negeri ke bank didalam negeri dipandang perlu karena akan memudahkan otoritas pajak dala meminta informasi tentang data kekayaan wajib pajak kepada bank di dalam negeri.

4. Transisi ke sistem perpajakan yang baru

Tax amnesty dapat di justifikasi ketika tax amnesty digunakan sebagai alat transisi menuju sistem perpajakan yang baru.

(41)

2.6.2 Karakteristik Tax Amnesty

Gambaran tentang karakteristik dari tax amnesty sebagai berikut (Darusalam,

“Manfaatkan Pengampunan Sanksi,” Inside Tax Edisi 31):

1. Durasi;

2. Kelompok Wajib Pajak;

3. Jenis Pajak dan Jumlah Pajak atau sanksi administarasi yang diberikan ampunan.

Gambaran karakteristik tax amnesty diuraikan sebagai berikut : 1. Durasi

Secara umum, program Tax Amnesty berlangsung dalam satu kurun waktu tertentu, dan umumnya berjalan selama 2 (dua) bulan hinga 1 (satu) tahun.

Untuk mendukung berhasilnya program Tax Amnesty, hal yang perlu ditekankan adalah luasnya publisitas dan promosi program Tax Amnesty serta tersampaikannya esan bahwa wajib pajak hanya memiliki kesempatan sekali ini saja untuk memperoleh pengampunan atas pajak yang terutang, bunga dan sanksi administrasi.

Menurut Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger, pengampunan pajak sebaiknya diberikan hanya sekali saja dalam suatu generasi (once per generation). Pengampunan pajak yang diberikan berkali-kali akan menyebabkan wajib pajak akan selalu menunggu program pengampunan pajak berikutnya dan ini akan mendorong wajib pajak untuk tidak menjalankan kewajiban pajaknya dengan benar. Oleh karena itu apabila pemerintah akan

(42)

memberikan tax amnesty maka tidak boleh ada isu tentang program pengampunan pajak jilid berikutnya.

2. Kelompok Wajib Pajak

Secara umum, setiap wajib pajak yang belum menunaikan kewajiban perpajakannya diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program Tax Amnesty. Artinya, program tax amnesty ini ditujukan kepada wajib pajak yang telah berada dalam sistem administrasi perpajakan dan wajib pajak yang belum masuk dalam sistem administrasi perpajakan.

Perlakuan yang berbeda dimungkinkan ketika Wajib Pajak yang hendak berpartisipasi dalam program tax amnesty telah diperiksa atau sedang dalam proses pemeriksaan. Dalam hal ini, Wajib Pajak yang telah diperiksa atau sedang dalam proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam program tax amnesty karena jumlah tunggakan pajaknya telah diketahui otoritas pajak. Wajib Pajak juga dapat disebut diberikan pengampunan jika ketentuan peraturan perundang-undangan menyatakan Wajib Pajak yang mengungkapkan kewajiban perpajakan atau harta kekayaan secara sukarela berhak mendapatkan penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.

3. Jenis Pajak dan Jumlah Pajak atau sanksi administarasi yang diberiksan ampunan

Tentang Tax Amnesty harus menspesifikasi pajak apa saja yang diberikan ampunan. Pada umumnya, pajak yang diberikan ampunan hanya bersumber dari satu jenis pajak atau satu kategori subjek pajak saja, misalnya Tax Amnesty

(43)

hanya diberikan pada pajak penghasilan badan, atau program Tax Amnesty hanya dikhususkan kepada pajak bumi dan bangunan saja.

Perkembangan terkini di beberapa negara menunjukan program Tax Amnesty juga diberikan secara spesifik kepada harta kekayaan yang ditempatkan di luar negeri yang belum dilaporkan oleh Wajib Pajak, termasuk harta kekayaan yang direpartriasi ke dalam negeri.

Program Tax Amnesty yang diberikan secara khusus ini umumnya disertai dengan pembebasan atau pengurangan pajak atas penghasilan yang belum dilaporkan yang bersumber dari harta kekayaan di luar negeri tersebut.

Selain itu, jumlah pajak yang belum dibayar dan sanksi administrasi yang diberikan ampunan harus ditentukan dalam ketentuan Tax Amnesty. Pada Umumnya, jumlah yang diberikan ampunan dapat berupa :

a. Seluruh atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang b. Seluruh atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi c. Pembebasan dari sanksi pidana

d. Pemberian fasilitas angsuran.

Secara umum, Tax Amnesty mensyaratkan Wajib Pajak untuk tetap membayar seluruh pajak yang terutang. Walau demikian, perhitungan pajak yang terutang tersebut dapat saja didasarkan pada ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku pada saat program tax amnesty dilaksanakan.

Sementara pemberian ampunan atas sanksi administrasi dan pembebasan dari sanksi pidana merupakan hal yang umum diberikan di banyak program tax amnesty.

(44)

2.6.3 Jenis Pengampunan Pajak

Menurut Erwin Silitonga, dalam literatur sekurang-kurangnya terdapat 4 jenis pengampunan pajak, jenis yang dimaksud adalah sebgai berikut :

1. Pengampunan hanya diberikan terhadap sanksi pidana perpajakan saja sedangkan kewajiban untuk membayar pokok pajak termasuk pengenaan sanksi administrasi seperti bunga dan denda tetap ada.

Tujuan pengampunan ini adalah memungut dan menagih utang pajak tahun – tahun sebelumnya yang tidak dibayar atau dibayar tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga penerimaan negara meningkat sekaligus jumlah wajib pajak bertambah.

2. Pengampunan pajak yang diberikan tidak hanya berupa penghapusan sanksi pidana, tetapi juga sanksi administrasi berupa denda.

Tujuan dari pengampunan ini adalah dasarnya sama dengan jenis 1 (pertama), yang berbeda adalah jenis sanksi administrasi yang dikenakan oleh fiskus hanya sebatas bunga atas kekurangan pajak. Dengan demikian, model ini tetap harus membayar pokok pajak ditambah dengan bunga atas kekurangan pokok tersebut.

3. Pengampunan pajak diberikan atas seluruh sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

Konsekuensi dari pengampunan jenis ini adalah wajib pajak hanya dikenakan kewajiban sebatas melunasi utang pokok untuk tahun-tahun sebelumnya tanpa dikenakan pidana. Dengan demikian pengampunan

(45)

diberikan terhadap semua perbuatan yang dilakukan sebelum pemberian pengampunan pajak baik terhadap pelanggaran, yang bersifat adminitratif maupun pidana.

4. Pengampunan diberikan terhadap seluruh utang pajak untuk tahun-tahun sebelumnya dan juga atas seluruh sanksi baik yang bersifat administratif maupun pidana.

Dalam pengampunan pajak jenis ini, negara melepaskan hak untuk melakukan penagihan atas seluruh hutang pajak yang harus dibayar. Dengan demikian, tidak ada uang pajak yang masuk kedalam negara sehingga tidak ada peningkatan atau penambahan negara pada saat diterapkannya pengampunan. Hal ini disebabkan hak negara untuk memperoleh penerimaan pajak dari tahun-tahun sebelumnya dilepaskan atau dibebaskan.

2.7 Reinventing Policy (PMK 91) 2.7.1 Pengertian Reinventing Policy

Berangkat dari konsep pengampunan pajak (tax amnesty), reinventing policy merupakan upaya transisi menuju babak baru hubungan antara Wajib Pajak dengan Otoritas Pajak yang berlandaskan cooperative compliance. Cooperative compliance akan didasarkan pada rasa saling percaya, saling memahami, dan terbuka (Darussalam,”Manfaatkan Pengampunan Sanksi”, InsideTax Edisi 31).

Peraturan Mentri Keuangan Nomor 91 Tahun 2015 yang selanjutnya disebut sebagai PMK 91 merupakan instrumen legal yang dipakai oleh Ditjen Pajak dalam

(46)

reinventing policy mengatur tentang pengurangan atau penghapusan sanksi yang dikarenakan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. Sedangkan, Landasan yuridis yang mengatur tentang reinventing policy adalah pasal 36 ayat (1) huruf a Undang- Undang KUP, dimana dalam pasal 36 Undang-Undang KUP ayat (1) huruf a disebutkan bahwa Direktur Jendral pajak, karena jabatan atau permohonan wajib pajak, dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan – undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

Penjelasannya “dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani wajib pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga dan denda dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jendral Pajak” (Direktorat Jendral Pajak, dalam slide Sosialisasi Internal).

2.7.2 Perbedaan antara Sunset Policy dan Reinventing Policy

Pada dasarnya kebijakan Sunset Policy dan Reinventing Policy hampir sama, hanya yang membedakannya akan dipaparkan pada Tabel 2.1 berikut :

(47)

Tabel 2.1

Perbedaan Sunset Policy dan Reinventing Policy Sunset Policy Reinventing Policy

Dasar Hukum Pasal 37 A Undang-undang KUP Pasal 36 ayat (1) huruf a KUP Fasilitas

Perpajakan yang Diberikan

Pengurangan atau penghapusan sanksi bunga karena melakukan pembetulan atau pelaporan SPT Tahunan PPh (cakupan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi lebih sempit dari pada Reinventing Policy)

1. Pengurangan atau

penghapusan sanksi denda karena terlambat lapor SPT;

2. Pengurangan atau

penghapusan sanksi bunga karena melakukan

pembetulan SPT Tahunan PPh;

3. Pengurangan atau

penghapusan sanksi bunga karena melakukan

pembetulan SPT masa.

Sifat pemberian fasilitas

Otomatis diberikan pemerintah tanpa permohonan tertulis

Diberikan oleh pemerintah dengan didahului adanya permohonan tertulis oleh Wajib Pajak.

Pemeriksaan pajak bagi Wajib Pajak yang mengikuti

Dijamin tidak dilakukan

pemeriksaan sepanjang data dan informasi yang disampaikan adalah benar

Dapat dilakukan pemeriksaan pajak (tidak ada jaminan seperti Sunset Policy)

Jangka waktu 14 bulan (1 Januari 2008 – 28 Februari 2009)

12 bulan (1 Januari 2015 – 31 Desember 2015)

Keberadaan Berdiri Sendiri Sebagai salah satu pendukung Program Lima Tahunan Perpajakan yang pertama Jokowi-JK yaitu

“Tahun Pembinaan Wajib Pajak”

Program Lanjutan

Tidak ada Penegakan Hukum Pajak (law

Enforcement) (sumber: Indonesia Tax Review, 2015)

2.7.3 Tema dan Konsep Pelaksanaan Reinvanting Policy

Tahun 2015 adalah tahun pembinaan Wajib Pajak, tema dan konsep Direktorat Jendral Pajak Tahun 2015 adalah:

a. Optimalisasi pemanfaatan data berbasis IT;

(48)

b. Wajib pajak diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan pembetulan SPT (5 tahun ke belakang) dengan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi;

c. Penegakan hukum secara selektif untuk memberikan efek jera kepada wajib pajak (blokir rekening, pencegahan ke luar negeri, penyanderaan atau gijzeling, dan penyidikan).

2.7.4 Ruang Lingkup Reinventing Policy

Ruang lingkup pengahapusan sanksi administrasi tahun 2015 adalah :

1. Penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014;

2. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;

3. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau masa pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan/atau sebelumnya;

4. Pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.

2.7.5 Sasaran Kebijakan Reinventing Policy

Sasaran kebijakan tahun pembinaan pajak 2015 adalah:

1. Wajib pajak yang belum terdaftar;

(49)

2. Wajib pajak terdaftar tetapi belum menyampaikan SPT;

3. Wajib pajak terdaftar dan telah menyampaikan SPT.

Perlakuan yang akan diberikan kepada wajib pajak:

1. Penghapusan Sanksi Bunga atas pembetulan SPT (2% perbulan) dan denda akibat tidak menerbitkan Faktur Pajak untuk SPT PPN (2%xDPP);

2. Penghapusan sanksi denda atas keterlambatan penyampaian SPT (Rp 1 (satu) juta PPh Badan, Rp 100 (seratus) ribu PPh OP dan Rp 500 (lima ratus) ribu SPT Masa PPN) dan sanksi bunga ketelambatan pembayaran pajak (2%

perbulan).

2.7.6 Persyaratan Kebijakan Reinventing Policy

Dalam rangka mendapatkan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi, permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;

b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia

c. Ditandatangani oleh wajib pajak dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak Badan, dan tidak dapat dikuasakan;

dan

d. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Dokumen yang harus dilampirkan oleh Wajib Pajak :

a. Surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak di atas meterai Rp 6.000, dan tidak dapat dikuasakan;

b. Fotokopi SPT atau SPT pembetulan atau print out SPT atau SPT embetulan berbentuk dokumen elektronik;

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Pengampunan Pajak Pertanggal 21 September  2016 11
Gambar 2.1   Kerangka Pemikiran
Tabel II
Tabel III
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Impor Papua pada periode Jan-Nov 2015 senilai US$677,12 juta atau 28,23 persen lebih rendah dibandingkan impor kumulatifnya pada periode yang sama tahun 2014..  Pada November

Untuk menganalisa kondisi internal perusahaan, digunakan analisa Strategi Bisnis yang ada saat ini, dimana untuk hasil analisa ini didapatkan dari dokumen internal

Nilai capaian kinerja tahun 2015 untuk indikator Nilai standar kepatuhan pelayanan publik versi Ombudsman yaitu sebesar 910 (melebihi target), sedangkan tahun

Kedua belah pihak yang melakukan konflik antar kampung dapat diancam dengan hukuman pidana apabila konflik antar kampungini dilakukan dengan sengaja dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa Penerapan Metode Small Group Discussion dengan Model Cooperative Learning mata pelajaran IPA dengan

Pada ujian OSOCA, berdasarkan 6 daftar pertanyaan yang diberikan peneliti kepada 216 orang mahasiswa, dari 6 pertanyaan didapatkan hasil bahwa faktor-faktor penyebab kecemasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat respon berahi dan persentase kebuntingan pada kambing PE setelah di lakukan inseminasi buatan dan diinduksi

Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini adalah website penjualan berbasis ecommerce dapat dijadikan sebagai media promosi, mempermudah proses penjualan yang