• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG EKSISTENSI MANTAN WANITA TUNA SUSILA HASIL PEMBERDAYAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KARAKTER KEWARGANEGARAAN DI KOTA SURAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG EKSISTENSI MANTAN WANITA TUNA SUSILA HASIL PEMBERDAYAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KARAKTER KEWARGANEGARAAN DI KOTA SURAKARTA."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelacuran merupakan kegiatan yang melanggar hak asasi warganegara.

Hal ini karena semua orang berhak mendapatkan kehidupan yang layak

berdasarkan Pasal 27 Ayat (2) yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Yang artinya semua

rakyat Indonesia berhak mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak tanpa

terkecuali. Namun hak mendapat pekerjaan tersebut tidak boleh bertentangan

dengan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral maupun norma yang berlaku

dalam masyarakat, seperti yang tertulis dalam Pasal 28J Ayat (2) yaitu:

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Karena kegiatan pelacuran yang dilakukan oleh PSK tersebut melanggar

nilai keagamaan, nilai moral dan norma maka para PSK ini berhak untuk

mendapatkan jaminan sosial berupa pemberdayaan oleh pemerintah agar dapat

keluar dari dunia pelacuran dan memiliki pekerjaan lain yang layak serta mantan

PSK dapat mengembalikan martabatnya sebagai manusia, karena pekerjaan

sebagai PSK sebelumnya telah membuat mantan PSK dipandang remeh oleh

masyarakat. Seperti yang terdapat pada Pasal 28H Ayat (3) yaitu: “Setiap orang

berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara

utuh sebagai manusia yang bermartabat”.

Berdasarkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Human

Development Index (HDI) tahun 2012 Indonesia meraih score 0,629 yang masih

(2)

commit to user

berarti bahwa kualitas SDM di Indonesia masih rendah. Hal ini terlihat dari

maraknya pelaku-pelaku PSK di berbagai daerah di Indonesia.

Kegiatan prostitusi juga merupakan kegiatan yang melanggar hukum, hal

tersebut diatur dalam Pasal 296 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah.

Selain itu tindakan prostitusi ini juga secara tegas diatur dalam Peraturan

Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi

Seksual Komersial Pasal 4 Ayat (1) bahwa: “Setiap orang dilarang melakukan

kegiatan prostitusi, baik dengan pasangan sejenis dan/atau lawan jenis.”

Jumlah pekerja seks komersial meningkat secara drastis di seluruh dunia

dikarena sejumlah alasan ekonomis, sosial dan kultural. Namun dalam penelitian

ini yang dijadikan objek penelitian adalah mantan PSK yang telah dewasa dan

tidak termasuk anak-anak, yaitu menurut Pasal 330 KUH Perdata, yang termasuk

dewasa adalah usia 21 tahun atau sudah menikah.

Menurut Direktur Rehabilitasi Tuna Sosial Kementerian Sosial, Sonny W

Manalu, mengatakan “Saat ini terdapat 40 ribu lebih pekerja seks komersial (PSK)

yang menghuni lokalisasi di seluruh Indonesia” (www.tempo.co, 28/1-2014).

Keberadaan pekerja seks komersial ini menyebar di seluruh wilayah di

Indonesia, tidak terkecuali di Kota Surakarta. Hal tersebut sesuai dengan yang

dituliskan oleh Sri Handayani (2010:17) dalam penelitiannya, yang menyatakan

bahwa:

Eksistensi PSK sebagai sosok yang lekat dengan prostitusi selalu ada hampir di setiap daerah wilayah Indonesia. Seperti halnya daerah lain solo juga tidak lepas dari adanya fenomena prostitusi. Bahkan sampai sekarang bagi sementara orang hidung belang , memperbincangkan Solo tidak terlepas dari eksistensinya sebagai “Kota Plesiran” dalam konotasi remang-remang menjurus ke perselingkuhan seksual.

Di Kota Surakarta jumlah pekerja seks komersialnya terbilang cukup

(3)

commit to user

“Jumlah Wanita Tuna Susila sendiri yang bekerja sebagai PSK di kota Surakarta

ini mencapai 700 orang” (www.solopos.com, 7/6-2011).

Permasalahan prostitusi dan PSK tersebut membutuhkan perhatian dari

seluruh pihak untuk menanggulanginya. Tidak hanya dari pemerintah yang

bertugas membuat peraturan yang tegas dalam menetralisir kegiatan prostitusi ini

tapi juga dari aparat keamanan seperti polisi dan linmas untuk ikut berpartisipasi.

Selain itu dari masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal satu lingkungan

dengan para PSK tinggal dan bersosialisasi sendiri juga memiliki tugas untuk

menanggulangi permasalahan ini. Peran serta masyarakat tersebut diatur dalam

Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan

Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 8 Ayat (1) bahwa “Masyarakat berperan

dalam membantu upaya pencegahan dan penanggulangan eksploitasi Seksual

Komersial”.

Selanjutnya dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 14 Tahun 2006

Tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 5

dijelaskan mengenai peran serta masyarakat dalam proses rehabilitasi, yaitu

dituliskan bahwa “Peran masyarakat dapat dilakukan oleh orang-perorangan,

lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga

pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa”.

Hal tersebut di atas karena masyarakat merupakan suatu kesatuan yang

saling tergantung satu sama lain. Sehingga bila ada bagian dari masyarakat yang

mengalami masalah sosial dan masyarakat yang lain tidak mau membantu

menyelesaikan masalah tersebut maka hal ini akan dapat mengganggu hubungan

antara masyarakat di suatu wilayah tersebut. Pada umumnya, istilah masyarakat

mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang

teratur. Oleh karena itu masyarakat hendaknya dapat ikut membantu dan berperan

dalam proses pemberdayaan mantan PSK.

Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang terkesan acuh

dengan permasalahan ini, berdasarkan hasil wawancara masyarakat masih banyak

(4)

commit to user

menekuni praktek pelacuran lagi. Mantan PSK masih sulit diterima dengan baik

dalam lingkungan masyarakat. Padahal bila melihat peran masyarakat yang

seharusnya dapat membantu para mantan PSK ini untuk benar-benar keluar dari

dunia prostitusi dan mendukung proses pemberdayaannya maka sikap masyarakat

yang mengucilkan mereka sungguh sangatlah bertentangan. Seperti yang tertulis

dalam penelitian Syaiful Rohim (2010:47) yaitu:

Kesiapan untuk melakukan penyesuaian sosial pasca rehabilitasi adalah sesuatu hal yang terberat bagi PSK ketika PSK merasa dikucilkan oleh masyarakat, atau bahkan mereka menjadi inferior (rendah diri) dalam melakukan interaksi sosial dengan masyarakat disekitarnya.

Bila dipandang dari sudut pandang karakter kewarganegaraan atau civic

disposition bila ada masyarakat yang tidak dapat menerima bahkan mengucilkan

mantan pekerja seks komersial ini dikarenakan menurut masyarakat mantan PSK

terlanjur memiliki citra buruk di lingkungan masyarakat, sehingga kepedulian

mereka kurang kepada mantan PSK, maka hal tersebut menunjukkan bahwa

masyarakat masih memiliki karakter kewarganegaraan yang kurang. Padahal

secara tidak langsung masyarakat memiliki kewajiban untuk memberikan

kesempatan bagi sesama warga negara yang lain untuk dapat kembali di dalam

masyarakat dan memiliki kehidupan yang layak.

Oleh karena itu dibutuhkan pemberdayaan bagi pekerja seks komersial

agar mereka memiliki alasan yang kuat untuk dapat diterima lagi di masyarakat.

Dan masyarakat pun memiliki alasan juga untuk menerima mantan PSK tersebut

dengan jaminan mereka tidak akan kembali lagi menjadi seorang PSK karena

sudah memiliki keahlian untuk pekerjaan lain sesuai yang diberikan saat proses

pemberdayaan. Maka berkenaan dengan permasalahan di atas untuk penelitian ini

mengambil judul “Persepsi Masyarakat Tentang Eksistensi Mantan Pekerja

Seks Komersial (PSK) Hasil Pemberdayaan dan Implikasinya Terhadap

(5)

commit to user

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks

komersial hasil pemberdayaan?

2. Bagaimana dampak dari persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan

pekerja seks komersial terhadap karakter kewarganegaraan?

B. Tujuan Penelitian

Bertolak dari masalah-masalah yang telah dirumuskan tersebut di atas,

maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja

seks komersial hasil pemberdayaan.

2. Untuk mengetahui dampak dari persepsi masyarakat tentang eksistensi

mantan pekerja seks komersial terhadap karakter kewarganegaraan.

C. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis. Adapun penelitian ini mempunyai manfaat sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi

pengembangan ilmu sosial pada umumnya serta Pendidikan

Kewarganegaraan dan Ilmu Sosiologi Hukum pada khususnya mengenai

persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks komersial hasil

pemberdayaan dan implikasinya terhadap karakter kewarganegaraan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur

dalam kepustakaan tentang masalah kesejahteraan sosial.

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian

(6)

commit to user

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai saran atau masukan kepada pemerintah dan institusi sosial di Kota

Surakarta untuk lebih memaksimalkan fungsinya dalam menjaga kehidupan

sosial yang harmonis demi terwujudnya integrasi sosial di Surakarta.

b. Bagi masyarakat, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

pemecahan masalah yang terkait dengan kehidupan sosial dalam masyarakat.

c. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan penalaran,

Referensi

Dokumen terkait

Pada umur 63 HST atau masa panen, tanaman bawang merah memberikan hasil yang berbeda nyata pada parameter bobot umbi tanaman bawang merah dengan perlakuan media

Self talk dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri, dan membuat perasaan lebih tenang dan santai sehingga tidak merasakan stres oleh keadaan yang

Selain itu berdasarkan data Profil Kesehatan tahun 2012, dari 103 desa/kelurahan di Kabupaten Maros terdapat 108 bidan desa sedangkan bidan yang menetap di desa hanya 72 bidan

anda yang ingin memiliki keterampiln mengoperasikan komputer dengan cara belajar

Anda dapat menjalankan skrip PHP dengan menggunakan Web Server lokal yang terinstal di komputer anda ( localhost ).. Salah satu contoh Web Server lokal ( localhost )

Ini adalah usaha yang bergerak di bidang pengolahan minuman berupa inovasi.. teh dari bahan rebung. Teh dari rebung ini kaya akan protein, karbohidrat, lemak, vitamin A dan C,

Tanggal 18 februari seluruh pengurus diwajibkan untuk datang ke sekret UKMP dalam sosialisasi kepengurusan dan persiapan pelantikan. atas perhatiannya saya

Kepada semua pengurus dan anggota yang ada di dalam nauangan UKM Baksos ini, kami minta kerjasamanya untuk menciptakan UKM Baksos yang lebih maju dan sukses kedepannya, aamiin