• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sma JURNAL MEGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sma JURNAL MEGA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS

MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMA

Mega Hening Widyaningsih1, Sukarmin2, Nonoh Siti Aminah3

1

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

megahening@gmail.com

2

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

sukarmin@staff.uns.ac.id

3

Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

sitinonohaminah@staff.uns.ac.id

Abstrak

Keterbatasan bahan ajar berbasis masalah menjadi salah satu kendala dalam pembelajaran materi fluida statis. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan karakteristik modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah; 2) mengetahui kelayakan modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah; 3) mengetahui efektivitas modul pembelajaran fisika berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis, sikap ilmiah, dan hasil belajar siswa. Pengembangan modul ini mengadaptasi model pengembangan 4D dengan tahapan define, design, develop, dan disseminate. Instrumen yang digunakan adalah angket, lembar observasi, pedoman wawancara, dan tes. Uji kelompok besar dilaksanakan di SMA Insan Cendekia dengan menggunakan one group pre-test-post-test design. Hasil penelitian menyimpulkan: 1) modul pembelajaran fisika berbasis masalah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa dengan tahapan pembelajaran berbasis masalah yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah; 2) hasil validasi oleh validator materi, media, bahasa, reviewer dan peer review modul memenuhi kelayakan isi, bahasa, penyajian, kegrafisan, dan pembelajaran berbasis masalah dengan kategori “Sangat Baik”; 3) implementasi modul efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan N-gain 0,63 yang dikategorikan “Sedang”, implementasi modul efektif meningkatkan sikap ilmiah siswa dengan N-gain 0,50 yang dikategorikan “Sedang”, implementasi modul efektif terhadap ketercapaian standar ketuntasan hasil belajar.

Kata Kunci : Modul, Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Berpikir Kritis, Sikap Ilmiah

Pendahuluan

Hasil observasi di SMA Insan Cendekia dan wawancara dengan guru mata pelajaran fisika diperoleh informasi mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran yaitu: (1) model pembelajaran yang kurang bervariasi dan masih bersifat teacher centered sehingga proses pembelajaran masih bersifat satu arah dan mengakibatkan kurangnya interaksi siswa selama pembelajaran; (2) guru jarang sekali menerapkan model pembelajaran berbasis

(2)

commit to user

2 permasalahan fisis sehingga mengakibatkan rendahnya sikap ilmiah siswa; (6) penerapan model pembelajaran yang monoton mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.

Pembuatan bahan ajar yaitu berupa modul yang inovatif merupakan solusi

untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan tersebut. Modul dijadikan pilihan karena banyak kelebihan diantaranya: 1) sebagai sumber belajar yang dimiliki siswa sepenuhnya sehingga siswa dapat mempelajari modul kapanpun dan dimanapun yang ia kehendaki, 2) mengaktifkan indera penglihatan, pendengaran, dan gerakan siswa, 3) mengurangi pembelajaran yang berpusat pada guru, 4) modul memberikan feedback

yang banyak dan segera karena pada modul terdapat kunci jawaban sehingga siswa dengan segera dapat menegetahui taraf hasil belajarnya.

Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa adalah konstruksi bentukan siswa sendiri (Prastowo, 2013:163). Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh Suparno (2013) bahwa dalam teori konstruktivisme, siswa membangun sendiri pengetahuan melalui pengalaman yang diperoleh.

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut teori kontruktivisme. Dalam pembelajaran berbasis masalah peserta didik terlebih dahulu disajikan permasalahan fisis yang dapat siswa amati pada kehidupan sehari-hari dan selanjutnya peserta didik bertanggung jawab untuk menyelidiki masalah-masalah tersebut. Keterkaitan antara materi dan lingkungan mereka dapat menimbulkan kebermaknaan dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep siswa. Pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kajian seorang filsuf pendidikan John Dewey yang menekankan pentingnya pembelajaran melalui pengalaman (Jacobsen: 2009, 242). Menurut Hamruni sebagaimana dikutip oleh (Suyadi: 2013) salah satu keuntungan dari pembelajaran berbasis masalah adalah para perserta didik

didorong untuk mengeksplorasi pengetahuan yang dimilikinya, kemudian

mengembangkan keterampilan

pembelajaran yang independen untuk mengisi kekosongan yang ada. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesain masalah secara ilmiah dan diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.

Fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah (Suparno, 2007). Kegiatan penyelidikan ilmiah yang dikemas dalam rangkaian aktivitas percoban adalah sarana siswa untuk belajar seperti seorang ilmuwan yang memperoleh suatu pengetahuan melalui metode ilmiah. Penemuan konsep melalui metode ilmiah ini diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis dan menanamkan sikap ilmiah pada diri siswa.

Berdasarkan hasil laporan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh Balai Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan diperoleh daya serap siswa pada materi fluida statis di tahun pelajaran 2013/2014 untuk lingkup nasional sebesar 61,68%, lingkup provinsi Jawa Tengah sebesar 54,65%, 50,84% untuk lingkup kabupaten, dan 53,23% untuk lingkup sekolah. Sementara itu pada tahun 2014/2015 daya serap siswa untuk materi fluida statis sebesar 66,75% pada lingkup naisonal, 49,61% pada lingkup provinsi, 53,16% pada lingkup kabupaten, dan 55% pada lingkup sekolah. Prosentase daya serap selama dua tahun ini lebih rendah daripada daya serap materi lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa belum menguasai konsep fluida statis dengan baik.

Uraian latar belakang yang telah

dipaparkan mendasari untuk

(3)

commit to user

3 kritis dan sikap ilmiah. Implementasi modul pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk membangun pengetahuan siswa melalui aktivitas penyelidikan ilmiah yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah. Sehingga pada akhirnya dapat berpengaruh positif pada ketercapaian ketuntasan hasil belajar siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan karakteristik modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah; 2) mengetahui kelayakan modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah; 3) mengetahui efektivitas modul pembelajaran fisika berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis, sikap ilimiah, dan hasil belajar siswa

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dan pengembangan atau biasa disebut Research and Development (R & D). Penelitian R&D adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2012). Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran fisika berbasis masalah pada materi fluida statis untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Design penelitian ini menggunakan one group pre-test post-test design. Model ppengembangan modul mengadaptasi model 4-D yang dikemukakan oleh

Thiagarajan (1974). Prosedur

pengembangan modul fisika berbasis masalah menggunakan model 4-D ini meliputi define, design, develop, dan

disseminate. Secara garis besar tahapan 4-D adalah sebagai berikut:

1. Tahap pendefinisian (define)

Tahap ini terdiri dari analisis kebutuhan siswa dan guru, analisis materi, dan perumusan kompetensi dalam pembelajaran.

2. Tahap perancangan (design)

Tahap perencangan terdiri dari pemilihan format modul dan merancang desain awal modul.

3. Tahap pengembangan (develop)

Kegiatan pada tahap pengembangan meliputi validasi draft I modul, revisi I, uji coba kelompok kecil, revisi II, uji

coba kelompok besar, dan

penyempurnaan (revisi III). 4. Tahap penyebaran (disseminate)

Pada tahapn ini, penggunaan perangkat telah dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya disebarkan pada beberapa sekolah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan agar bahan ajar dapat digunakan pada lingkup yang lebih luas.

Teknik analisis untuk data analisis kebutuhan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana hasil pendeskripsian data hasil analisis kebutuhan digunakan untuk

keperluan pengembangan yaitu

pertimbangan pengembangan modul fisika berbasis masalah. Untuk kelayakan modul dinilai oleh ahli materi, ahli media, ahli bahasa, teman sejawat, dan praktisi lapangan (guru) serta teknik analisis datanya menggunakan metode cut off score, yaitu:

 

2 min int skormaksimum skor imum po

off

cut   (1)

(Septiani, 2009)

Teknik analisis data kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa menggunakan uji-t sampel berpasangan dan uji N-Gain ternormalisasi. Namun, sebelumnya dilakukan analisis uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homigenitas data. Hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif dengan membandingkan skor yang diperoleh terhadap skor maksimal.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis masalah didasarkan pada modul 4-D yang meliputi tahap define,

(4)

commit to user

4 1. Tahap pendefinisian (define)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan tujuan program atau produk yang akan dikembangkan atau dihasilkan (Setyosari, 2015:284). Berdasarkan hasil observasi di SMA Insan Cendekia diperoleh bahwa proses pembelajaran fisika masih bersifat teacher centered dimana peran guru lebih dominan sehingga keterlibatan dan keaktifan siswa masih kurang.

Analisis kebutuhan siswa menunjukkan bahwa siswa membutuhkan bahan ajar lain yang lebih lengkap dan menarik jika dibandingkan dengan bahan ajar yang mereka dapat dari sekolah. Bahan ajar dari sekolah dinilai kurang lengkap sehingga siswa juga menggunakan bahan ajar lain dari luar yang dapat memenuhi kebutuhan belajar mereka. Tentunya hal ini menjadi salah satu hambatan siswa dalam belajar. Definisi lengkap menurut siswa adalah bahan ajar yang tidak hanya menguraikan materi secara mendalam tetapi juga dilengkapi dengan banyak aplikasi konsep fisika yang dapat mereka temui dalam kehidupan sehari-hari. Siswa menyatakan bahwa mereka dapat menemukan fenomena fisika dalam kehidupan sehari-hari tetapi siswa belum dapat memahaminya. Selain itu, siswa juga menyatakan bahwa sangat penting untuk mengetahui penyebab terjadinya fenomena fisika karena selain untuk menambah pengetahuan, pemahaman mengenai aplikasi konsep lebih penting daripada hanya sekedar teori. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bahan ajar yang didalamnya disajikan permasahan dan kegiatan penyelidikan ilmiah untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada. Kegiatan penyelesaian masalah ini dapat berupa kegiatan praktikum sederhana. Menurut siswa adanya banyak kegiatan percobaaan pada bahan ajar akan lebih menarik mereka untuk mempelajari fisika. Salah satu model pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah adalah pembelajaran berbasis masalah. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa siswa membutuhkan bahan ajar ajar fisika yang bersifat kontekstual yaitu modul pembelajaran fisika berbasis masalah.

Pada tahap pendefinisian juga dilakukan analisis kebutuhan guru menggunakan angket. Hasil analisis kebutuhan guru menunjukkan bahwa perlunya modul pembelajaran fisika berbasis masalah untuk mengajarkan materi fluida statis. Guru membutuhkan modul yang didalamnya tidak hanya berupa uraian konsep dan contoh soal saja. Akan tetapi juga dilengkapi dengan kegiatan laboratorium yang terintegrasi dalam modul, Kegiatan labiratorium ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui penyelesaian masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami suatu konsep. Hal ini sejalan dengan yang ungkapkan oleh Handayani (2016:66) bahwa pengalaman belajar akan membuat siswa lebih mudah mengingat apa yang mereka pelajari.

2. Tahap perancangan (design)

Modul yang dikembangkan terdiri dari 3 bagian utama yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Format modul ini disesuaikan dengan format yang disarankan oleh Depdiknas (2008). Bagian pendahuluan terdiri dari bagian judul, halaman francis, kata pengantar, daftar isi, karakteristik modul, pola keterkaitan modul,ikon bagian dalam modul, peta konsep, pendahuluan modul, dan materi pendahuluan. Bagian isi terdiri dari kegiatan eksperimen, uraian materi, tokoh fisika, contoh soal, aplikasi konsep, rangkuman, dan uji kompetensi. Isi modul memuat 4 Kegiatan Belajar (KB), KB 1 membahas tekanan hidrostatis, KB 2 membahas hukum Pascal, KB 3 membahas hukum Archimedes, dan KB 4 membahas kapilaritas, tegangan permukaan, dan viskositas. Untuk masing-masing KB didalamnya memuat sintaks model pembelajaran berbasis masalah dengan memunculkan pula karakteristik kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah. Bagian penutup berisi kunci jawaban uji kompetensi modul dalam tiap KB, glosarium, dan daftar pustaka.

Setiap kegiatan belajar terdiri dari 5

rubrik, yaitu “Lihat Sekitar Kita,” “Yuk Buat Kelompok,” “Saatnya Jadi Ilmuwan,” “Saatnya presentasi,” dan “Evaluasi Yuk.”

(5)

commit to user

5 model pembelajaran berbasis masalah.

Rubrik “Lihat Sekitar Kita” berisi orientasi

masalah yang dapat siswa temui dalam kehidupan sehari-hari yang bertujuan untuk mengukur kemampuan interpretasi (interpretation) dan rasa ingin tahu siswa.

Rubrik “Yuk Buat Kelompok” berisi arahan

bagi siswa untuk membentuk kelompok dan menyelesaikan permasalahan. Rubrik ini berfungsi untuk mengukur kemampuan analisis (analysis) dan rasa tanggungjawab

serta kerja sama siswa. Rubrik “Saatnya Jadi Ilmuwan” merupakan rubrik yang

berisi tentang petunjuk kegiatan praktikum dan kegiatan diskusi kelompok mengenai apa yang diperoleh dari percobaan sampai didapatkan kesimpulan. Rubrik ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengevaluasi (evaluation) dan menyimpulkan (inference). Selain itu, rubrik ini juga bertujuan untuk melihat sikap kerjasama, ketelitian, kejujuran, dan sikap terbuka siswa dalam mengutarakan pendapat selama diskusi berlangsung. Kemudian kemampuan siswa dalam menjelaskan (explanation) dimuat dalam

rubrik “Saatnya Presentasi” yang beirisi

arahan siswa untuk melaporkan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Rubrik

yang terakhir adalah rubrik “Evaluasi Yuk”,

rubrik ini bertujuan untuk mengukur kemampuan regulasi diri (self regulation) dan ketelitian diri siswa.

Jenis modul fisika berbasis masalah yang dikembangkan berupa modul cetak (offline). Modul cetak memiliki kelebihan dibandingkan modul yang dikemas dengan sistem online yaitu modul cetak tidak membutuhkan sistem internet untuk mengaksesnya sehingga terhindar dari hambatan seperti gangguan jaringan. Terdapat kendala pada penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman (2011) yang mengembangkan modul dengan sistme online yaitu tidak semua siswa dapat mengakses modul secara online. Kelemahan modul dengan sistem online

inilah yang mendasari pengembangan modul dalam bentuk cetak.

3. Tahap pengembangan (develop)

Tahap ini dilakukan validasi terhadap

draft I modul yang telah dikembangkan. Modul divalidasi oleh ahli materi, media,

bahasa, review (guru), dan peer reviewer (teman sejawat). Komponen penilain modul untuk setiap validator ahli berbeda-beda disesuaikan dengan tujuan validasi modul

.

Modul dikategorikan “Sangat Baik” menurut validator ahli, reviewer, dan peer review. Berdasarkan hasil penilaian oleh ahli materi diperoleh bahwa modul yang dikembangkan termasuk kategori “Sangat

Baik”. Hal ini berarti bahwa ukuran modul,

desain kulit modul, dan desain isi modul sudah sangat baik. Uji kelayakan modul oleh ahli materi diperoleh hasil dengan

kategori “Sangat Baik”. Hal ini terlihat

pada kesesuaian SK dan KD, penyajian materi yang mendalam dan kesesuaian konten modul dengan model pembelajaran berbasis masalalah. Modul juga dinilai

dalam kategori “Sangat Baik” dari segi

kebahasaan yaitu meliputi kesesuaian penyajian modul dengan tingkat perkembangan siswa, kekomunikatifan dan kelugasan bahasa, dan tata bahasa yang digunakan dalam modul niliai sangat sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Selain itu,

modul juga dinilai dalam kategori “Sangat Baik” menurut guru dan teman sejawat. Modul dikategorikan “Sangat Baik” untuk

aspek kelayakan isi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, kegrafisan, serta kesesuaian konten modul dengan tahapan pembelajaran berbasis masalah. Secara keseluruhan diperoleh natural Cut Off Score sebesar 85,75% dan skor rata-rata 87,89%, sehingga dapat disimpulkan modul fisika berbasis masalah yang dikembangkan layak digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran fisika.

Adapun beberapa saran dari validator disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Saran dan Hasil Revisi dari Validator No Saran Revisi I

1. Belum ada matriks hubungan antara pembelajaran berbasis masalah dan variabel yang diukur

Modul sudah dilengkapi dengan pola keterkaitan antara kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah dengan pembelajaran berbasis masalah 2. Masih ditemui

beberapa kata yang belum sesuai EYD ataupun KBBI

(6)

commit to user lebih diperkuat lagi dalam modul disesuaikan dengan indikator jenisnya tetap ketika ditekan.” sesuai dengan saran dari validator, peer-review, dan reviewer selanjutnya dicetak menjadi Draft II modul dan diujicobakan secara terbatas pada 10 orang siswa kelas XII di SMA Insan Cendekia. Pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan penilaian keterbacaan modul, saran, dan tanggapan dari siswa terhadap modul fisika yang dikembangkan. Skor rata-rata yang diperoleh adalah 3,23 dengan prosentase keidealan 86,64%, tergolong dalam kategori

“Baik.” Adapun beberapa saran dan masukan dari siswa yaitu:

Tabel 2. Saran dari Siswa dan Perbaikannya No. Saran Revisi II

1.

Ada beberapa kesalahan ketik

Kesalahan ketik pada modul sudah diperbaiki

2.

Keterangan pada soal dan gambar tidak sama halaman 86 tidak sesuai dengan permasalahan 4.2. pada modul

tercetak “Silet dapat

terapung di atas permukaan air karena ... ” padahal yang sedang dibahas adalah naiknya air berwarna pada tisu.

Pada petunjuk kegiatan percobaan 4.3 disebutkan salah satu alat dan bahannya adalah madu, tetapi saat percobaan tidak diperbaiki selanjutnya menghasilkan draft

III modul dan diujicobakan pada 27 siswa yang berasal dari kelas XI IPA. Data yang diperoleh pada kegiatan uji coba kelompok besar dengan penerapan modul pembelajaran berbasis masalah adalah data kemampuan berpikir kritis, sikap ilimiah, hasil belajar, dan penilaian siswa terhadap modul.

Kemampuan berpikir kritis diukur sebelum siswa menggnakan modul ( pre-test) dan setelah siswa menggunakan modul (post-test). Deskripsi data kemampuan berpikir kritis disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Jenis Data Rata-rata

Pre-test 36,48

Post-test 76,48

Data kemampuan berpikir kritis dianalisis terlebih dahulu normalitas dan homogenitasnya. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan variansinya homogen baik data

(7)

commit to user

7 Perbedaan rata-rata antara pre-test dan post-test ini selanjutnya dihitung peningkatannya melalui N-Gain seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Penilaian Kemampuan Berpikir kritis Setiap Indikator

No Indikator Skor rata-rata (%)

N-Gain

Pre-test

Post-test

1 Interpretasi 51,85 83,95 0,67 2 Analisis 50,00 87,04 0,74 3 Kesimpulan 48,15 89,81 0,80 4 Evaluasi 32,10 80,25 0,71 5 Penjelasan 39,63 71,60 0,53 6 Regulasi

diri

15,56 52,29 0,43

N-Gain 0,63

Tabel 4 memperlihatkan

peningkatan kemampuan berpikir kritis untuk setiap indikator sebelum dan setelah menggunakan modul fisika berbasis masalah. Kenaikan terbesar adalah pada kemampuan menyimpulkan yaitu dengan N-Gain 0,80. Kemampuan menyimpulkan terukur pada tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok dalam pembelajaran berbasis masalah. Secara keseluruhan kemampuan berpikir

kritis meningkat dalam kategori “Sedang”

yaitu dengan N-Gain 0,63. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi modul fisika berbasis masalah efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2016) dan Yanti (2015) menyatakan bahwa pembelajaran fisika dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini diperkuat oleh Trianto (2009)

yang menyatakan bahwa pengajaran

berdasarkan masalah merupakan

pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi termasuk didalamnya kemampuan berpikir kritis.

Data sikap ilmiah juga dianalisis normalitas dan homogenitasnya, hasil analisis menunjukkan bahwa data sikap ilmiah terdistribusi normal dan homogen. Peningkatan sikap ilmiah siswa sebelum dan sesudah menggunakan modul dinilai perindikator menggunakan N-Gain.

Deskripsi data sikap ilmiah disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Deskripsi Data Sikap Ilmiah Jenis Data Rata-rata

Sebelum 64,81

Sesudah 82,33

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa data sikap ilmiah siswa sebelum dan sesudah menggunakan modul normal dan homogen. Kemudian data diuji menggunakan statistik parametrik dan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa sebelum dan sesudah menggunakan modul. Ada enam indikator sikap ilmiah yang diukur dalam penelitian ini, peningkatan sikap ilmiah untuk tiap indikator dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6.Hasil Penilaian Sikap Imiah Setiap Indikator

No Indikator Skor rata-rata (%)

N-Gain Sebelum Sesudah

1 Ingin Tahu 60,19 82,41 0,56 2 Tanggung

Jawab

65,28 79,63 0,41

3 Kerjasama 62,96 85,65 0,61 4 Teliti 66,67 81,48 0,44 5 Terbuka 63,43 78,24 0,41 6 Jujur 70,37 86,57 0,55

N-Gain 0,50

Pada Tabel 6 terlihat bahwa sikap kerjasama meningkat paling tinggi yaitu dengan N-Gain 0,61. Sikap kerja sama terukur pada langkah mengorganisasikan siswa untuk belajar dan membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

.

Skor N-Gain yang diperoleh adalah 0,50 yang berarti sikap ilmiah sebelum dan setelah menggunakan modul meningkat dalam kategori “Sedang.” Oleh karena itu, disimpulkan bahwa modul fisika berbasis masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2015) yang menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep dan sikap ilmiah siswa.

(8)

commit to user

8 mencapai 77,78 yang berarti bahwa implementasi modul fisika berbasis masalah membantu siswa untuk mencapai KKM. Berdasarkan hasil analisi data juga diperoleh bahwa prosentase ketuntasan hasil belajar kognitif di atas 75% yaitu 88,89%. Jadi, implementasi modul pembelajaran fisika berbasis masalah efektif untuk mencapai standar ketuntasan hasil belajar kognitif.

Hasil belajar afektif dinilai pada setiap Kegiatan Belajar (KB). Penilaian ranah afektif dalam penelitian ini dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran menggunakan lembar observasi oleh 2 orang observer. Adapun indikator penilaian ranah afektif meliputi percaya diri, perhatian siswa, disiplin, tekun, dan sopan santun. Analisis hasil penilaian siswa pada ranah afektif ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Afektif Untuk Setiap Kegiatan Belajar (KB)

Pada Gambar 1 terlihat bahwa nilai rata-rata hasil belajar afektif senantiasa meningkat dalam setiap KB. Jika dibandingkan dengan nilai KKM yaitu 75, maka dapat dikatakan bahwa skor rata-rata ranah afektif lebih tinggi dibandingkan dengan KKM sekolah. Adapun prosentase ketuntasan pada setiap kegiatan belajar berturut-turut 77,78%; 81,48%; 81,48%; 88,89%. . Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi modul fisika berbasis masalah efektif dalam membantu siswa mencapai nilai KKM ranah afektif. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa implementasi modul pembelajaran fisika berbasis masalah efektif untuk mencapai standar ketuntasan hasil belajar afektif.

Penilaian ranah psikomotorik dalam penelitian ini sama halnya dengan teknik penilaian afektif yaitu dinilai pada setiap kegiatan pembelajaran menggunakan lembar observasi oleh 2 orang observer. Indikator penilaian ranah psikomotorik meliputi menyiapkan alat dan bahan percobaan, mengikuti alur kerja/perosedur percobaan, mengoperasikan alat percobaan dengan baik, mengambil data dengan tepat, dan mempresentasikan hasil percobaan. Analisis hasil penilaian kinerja siswa pada ranah pasikomotorik ini ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Rata-rata Hasil Belajar Psikomotorik Untuk Setiap Kegiatan Belajar (KB)

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa skor rata-rata ranah psikomotorik senantiasa mengalami peningkatan dari kegiatan belajar 1 sampai kegiatan belajar 4, yaitu berturut turut 77,13; 78,79; 80,65; dan 83,06. Jika dibandingkan dengan nilai KKM yaitu 75, maka dapat dikatakan bahwa skor rata-rata ranah psikomotorik lebih tinggi dibandingkan dengan KKM. Adapun prosentase ketuntasan pada setiap kegiatan belajar berturut-turut 77,78%; 85,19%; 88,89%; 96,29%. Jadi, disimpulkan bahwa implementasi modul pembelajaran fisika berbasis masalah efektif untuk mencapai standar ketuntasan hasil belajar psikomotorik.

Berdasarkan uraian mengenai efektifitas modul pembelajaran fisika berbasis masalah terhadap hasil bekajar kognitif, afektif, dan psikomotorik maka dapat ditarik kesimpulan bahwa modul pembelajaran fisika berbasis masalah efektif dalam ketercapaian ketuntasan hasil belajar. Hal ini sejalan dengan hasil 74

76 78 80 82 84

KB 1 KB 2 KB 3 KB 4

77,13 78,79

80,65

83,06

74 76 78 80 82 84

KB 1 KB 2 KB 3 KB 4

77,13 78,79

80,65

(9)

commit to user

9 penelitian Selcuk (2013) yang menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh baik terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran fisika. Hasil penelitian yang senada juga menyatakan bahwa modul berbasis masalah layak digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa dan mengakibatkan terjadi peningkatan prestasi siswa (Wiyadi, 2014). Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Winarno (2014) dan Nurlaila (2013) menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis mempengaruhi hasil belajar yang siswa peroleh. Sehingga adanya peningkatakan kemampuan berpikir kritis siswa berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar yang baik pula.

Modul yang telah diujikan dalam skala besar selanjutnya dinilai oleh siswa yaitu dengan mengisi angket penilaian modul pembelajaran fisika berbasis masalah. Ada empat aspek yang harus dinilai oleh siswa yaitu aspek perhatian (Attention), keterkaitan (Relevance), keyakinan (confidence), dan kepuasan (satisfication). Secara keseluruhan menurut penilaian siswa modul pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan

tergolong “Sangat Baik” dengan skor rata -rata 3,33 atau jika dikonversi menjadi 83,15%. Meskipun modul sudah dinilai

“Sangat Baik,” masih harus dilakukan

beberapa perbaikan pada beberapa bagian sesuai dengan saran dan komentar siswa. Adapun saran dan komentar siswa terhadap modul dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Saran dan Perbaikan Modul pada Tahap Uji Skala Besar

No Saran Revisi III

1.

Dalam setiap Kegiatan Belajar sebaiknya diberikan kata-kata mutiara atau motivasi agar lebih menarik

Setiap Kegiatan Belajar sudah ditambahkan kata-kata mutiara atau motivasi

2.

Resolusi gambar sampul kurang bagus (pecah)

Kualitas gambar sampul diganti high definition

Berdasarkan saran yang diberikan siswa seperti pada Tabel 7 tersebut kemudian modul diperbaiki lagi (Revisi ke-3) guna meningkatkan kualitas modul.

Modul yang telah disempurnakan melalui tahap revisis III selanjutnya dicetak ulang dan disebarkan pada beberapa sekolah. Ada 5 sekolah yang dijadikan tempat penyebaran modul yaitu, SMA Islam 1 Surakarta, SMA Muhammadiyah 6 Surakarta, SMA MTA Surakarta, SMA

Warga Surakarta, dan SMA

Muhammadiyah 1 Surakarta. Modul diberikan kepada salah satu guru di sekolah-sekolah tersebut selanjutnya guru mengisi angket penilaian produk. Selain mendapatkan modul, guru juga mendapatkan silabus dan RPP yang sudah disesuaikan dengan isi modul. Hasil analisis data menyimpulkan bahwa produk akhir yang disebarkan termasuk dalam kategori

“Sangat Baik” dengan rata-rata total sebesar 3,6.

4. Tahap Penyebaran (Disseminate)

Penyebaran modul dilaksanakan di 5 sekolah yaitu SMA Islam 1 Surakarta, SMA Muhammadiyah 6 Surakarta, SMA MTA Surakarta, SMA Warga Surakarta, dan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta. Berdasarkan penilaian produk akhir

didapatkan bahwa modul yang

dikembangkan termasuk dalam kategori

“Sangat Baik.” Menurut Winarno (2014) jika hasil respon guru pada kategori “Sangat Baik” menunjukkan bahwa modul layak

untuk digunakan sebagai salah satu media pembelajaran. Saran dan masukan pada tahap ini dijadikan sebagai umpan balik untuk menghasilkan produk yang lebih baik lagi di penelitian selanjutnya.

Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan

(10)

commit to user

10 berbasis masalah sebagai konten yang dikembangkan, modul juga dilengkapi dengan komponen kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah yang terintegrasi pada setiap tahapan pembelajaran berbasis masalah.

Modul dikategorikan layak karena telah melalui beberapa uji kelayakan oleh validator yaitu meliputi ahli media, ahli materi, ahli bahasa, guru, dan teman sejawat. Berdasarkan hasil penilaian oleh ahli materi diperoleh bahwa modul yang

dikembangkan termasuk kategori “Sangat Baik”. Hal ini berarti bahwa ukuran modul,

desain kulit modul, dan desain isi modul sudah sangat baik. Uji kelayakan modul oleh ahli materi diperoleh hasil dengan

kategori “Sangat Baik”. Hal ini terlihat

pada kesesuaian SK dan KD, penyajian materi yang mendalam dan kesesuaian konten modul dengan model pembelajaran berbasis masalalah. Modul juga dinilai

dalam kategori “Sangat Baik” dari segi

kebahasaan yaitu meliputi kesesuaian penyajian modul dengan tingkat perkembangan siswa, kekomunikatifan dan kelugasan bahasa, dan tata bahasa yang digunakan dalam modul niliai sangat sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Selain itu,

modul juga dinilai dalam kategori “Sangat Baik” menurut guru dan teman sejawat. Modul dikategorikan “Sangat Baik” untuk

aspek kelayakan isi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, kegrafisan, serta kesesuaian konten modul dengan tahapan pembelajaran berbasis masalah. Secara keseluruhan diperoleh natural Cut Off Score sebesar 85,75% dan skor rata-rata 87,89%, sehingga dapat disimpulkan modul fisika berbasis masalah yang dikembangkan layak digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran fisika.

Efektivitas dari implementasi modul fisika berbasis masalah dilihat berdasarkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah serta ketercapaian ketuntasan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penggunaan modul fisika berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Perhitungan nilai N-Gain untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah

berturut-turut sebesar 0,63 dan 0,50. Nilai

N-Gain skor ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah termasuk dalam kategori

“Sedang.” Indikator kemampuan berpikir

kritis siswa yang paling meningkat adalah kemampuan menyimpulkan yang ada pada tahapan membimbing penyelidikan individu/kelompok dalam model pembelajaran berbasis masalah. Untuk sikap ilmiah peningkatan terbesar adalah sikap kerjasama siswa yang ada pada tahapan membimbing penyelidikan individu/kelompok dalam model pembelajaran berbasis masalah. Selain itu, penggunaan modul fisika berbasis masalah juga terbukti efektif dalam pencapaian ketuntasan hasil belajar siswa baik pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa implementasi modul pembelajaran fisika berbasis masalah efektif untuk mencapai standar ketuntasan hasil belajar. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa implementasi modul fisika berbasis masalah efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah serta efektif untuk mencapai standar ketuntasan hasil belajar siswa.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian diajukan beberapa rekomendasi yaitu: (1) modul fisika berbasis masalah yang telah dikembangkan dapat dijadikan sebagai rujukan untuk mengembangkan modul pada

materi yang lain dengan

mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik siswa; (2) penerapan sintaks model pembelajaran berbasis masalah sebaiknya dipahami oleh guru agar tujuan modul dapat tercapai yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa; (3) sekolah sebaiknya menyediakan fasilitas penunjang belajar seperti laboratirum yang dapat

mendukung guru dalam

(11)

commit to user

11

Daftar Pustaka

Depdiknas. (2008). Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Depdiknas

Handayani, I Dw A. Gtrisna, dkk. (2015). Komparasi Peningkatan Pemahaman Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa SMA yang dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Program Studi Pendidikan IPA (Volume 5).

Handayani, Ulfatun. (2016). Pengembangan Modul Fisika Berbasis Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Usaha dan Energi di SMA/MA. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Jacobsen, David A., dkk. (2009). Methode for Teaching: Metode-metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurlaila, Nunung. (2013). Pembelajaran Fisika dengan PBL Menggunakan Problem Solving dan Problem Posing ditinjau dari Kreativitas dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Inkuiri Vol 2 (2), 114-123.

Prastowo, Andi. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Jogjakarta: DIVA Press.

Selcuk, Gamze Sezgin. (2013). A Comparison of Achievement in Problem-based, Strategic and Traditional Learning Classes in Physics. International journal on new trends in education and their implications, Vol 4 (1), 154-164.

Septiani, Winnie. (2009). Pendekatan Kombinasi Metode AHP dan Metode Cut OFF Point pada Tahap Analisis

Keputusan Perancangan Sistem

Informasi Penjualan PT.X. J@TI Undip, Vol IV (3), 218-227.

Setyosari, ounaji. 2015. Metode Penelitian Pendidikan & Pengembangan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sulaiman, Fauziah. (2011). Students’ Perceptions on the Suitability of Implementing an Online Problem-Based Learning in a Physics Course. Malaysian Journal of Education Technology, Vol 11 (1), 5-13.

Suparno, P. (2007). Metode Penelitian Pemndidikan Fisika. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

__________. (2013). Metodologi Pembelajaran

Fisika Konstruktivistik &

Menmyenangkan. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Thiagarajan, Sivasailam, DS, & Melvyn, S. (1974). Instruction Development for Training Teacher of Exceptional children. Minneapolis: Indian University.

Trianto. (2009). Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Winarno. (2014). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis High Order Thinking Skill (HOTS) pada Tema Energi. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Wiyadi. (2014). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Masalah dengan Tema Otot di SMP Negeri 2 Wonogiri Tahun Pelajaran 2013/2014. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Yanti, Fitri April. (2015). Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika SMA/MA Berbasis

Masalah Untuk Meningkatkan

Gambar

Tabel 1. Saran dan Hasil Revisi dari Validator
Tabel 3. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis

Referensi

Dokumen terkait

Program pada Arduino Uno ATMega328 terdiri dari 4 bagian, yaitu program yang menangani proses kalibrasi sensor SRF04 (2) untuk mendeteksi ketinggian air, program

25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang salah satu pasalnya (pasal 3) mengatur kewenangan/urusan wajib untuk

Apabila kegiatan yang sama masih berlanjut hingga semester selanjutnya, maka capaian kegiatan disesuaikan dengan persentase kegiatan yang telah dilaksanakan terhadap total kegiatan.

Upaya dan Kendala Kepolisian Resort Sleman dalam Menanggulangi Peredaran Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Wilayah Kabupaten Sleman. Upaya Kepolisian Resort

Mata kuliah Fisika Instrumentasi menjelaskan tentang definisi Fisika Instrumentasi, ruang lingkup kajian dan aplikasinya dalam berbagai bidang.. Secara

2 Matema ka Paket A Setara SD/MI Kelas VI Modul Tema 11 Berkebun Meme k Untung 3 Setelah mempelajari modul ini, secara umum anda diharapkan dapat:.. Mengetahui pengelompokkan

Penelitian mengenai model regresi nonparametrik yang berkembang saat ini terfokus pada pendekatan model respon tunggal untuk data longitudinal, ataupun pendekatan model multi

alternatif dari kendala pembelajaran yaitu kegiatan pembelajaran yang bervariasi seperti menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ( TSTS ). Tujuan penelitian