commit to user
MODEL
VECTOR AUTOREGRESSIVE-GENERALIZED SPACE
TIME AUTOREGRESSIVE
(
VAR-GSTAR
) DENGAN 2
-MEANS
CLUSTERING
PADA CURAH HUJAN
DI JAWA TENGAH
Muthaqin Dhamar Widhoro Jati, Dewi Retno Sari Saputro, dan P. Widyaningsih
Program Studi Matematika FMIPA UNS
Abstrak. Curah hujan bulanan antar wilayah di 29 kabupaten/kotamadya Jawa
Te-ngah mempunyai keragaman yang besar sehingga diperlukan pengelompokkan curah
hujan. Metode pengelompokkan dilakukan dengank-means clustering sehingga
kon-struksi model menjadi lebih sesuai daripada tanpaclustering. Data curah hujan
meru-pakan data yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu sehingga dapat diterapkan dengan
modelvector autoregressive-generalized space time autoregressive(VAR-GSTAR).
Pa-da modelVAR-GSTAR diperlukan nilai pembobot untuk mengukur keterkaitan
an-tar ruang curah hujan. Pembobot yang digunakan adalah normalisasi korelasi silang.
ModelVAR-GSTAR memiliki dua orde, yaitu orde waktu yang diperoleh dari model
vector autoregressive (VAR) dan orde ruang yang diperoleh dari model generalized space time autoregressive (GSTAR) sehingga membentuk model VAR-GSTAR (p1).
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan modelVAR-GSTARdengan 2-means
clus-tering pada curah hujan di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah. Dari penelitian
ini diperoleh modelVAR-GSTAR (11) dengan nilairoot mean square error (RMSE)
173.312 untuk cluster 1 dan VAR-GSTAR (21) dengan nilai RMSE 203.272 untuk
cluster 2.
Kata Kunci: curah hujan, 2-means clustering, VAR-GSTAR.
1.
PENDAHULUAN
Besarnya curah hujan memiliki keragaman yang tinggi dalam ruang dan
waktu. Keragaman curah hujan menurut ruang dipengaruhi oleh letak
geogra-fis (letak terhadap daratan dan lautan) (Bruce dan Clark [4]) dan keragaman
curah hujan menurut waktu dipengaruhi oleh musim. Penyebaran curah hujan
yang tidak merata secara lokal menyebabkan keragaman. Demikian juga curah
hujan di Provinsi Jawa Tengah, memiliki keragaman yang berbeda pada setiap
wilayah sesuai keadaan geografisnya. Hal tersebut yang menyebabkan diperlukan
clustering
data curah hujan untuk meminimalkan keragaman.
K-means clustering
yang diperkenalkan oleh MacQueen [6] merupakan
me-tode
cluster
dengan
k
banyaknya
cluster
dan
means
sebagai pusat
cluster
.
K-means clustering
merupakan suatu metode
clustering
yang mempartisi objek ke
commit to user
Curah hujan yang telah dikelompokkan dapat diterapkan ke dalam
mo-del
vector autoregressive
(
VAR
). Selanjutnya curah hujan merupakan data ruang
waktu sehingga diterapkan ke dalam model ruang waktu. Model ruang
wak-tu antara lain yaiwak-tu
space time autoregressive
(
STAR
) yang diperkenalkan oleh
Pfeifer dan Deutsch [8]. Model
STAR
mensyaratkan nilai-nilai parameter pada
masing-masing lokasi harus sama. Perluasan model
STAR
adalah model
gene-ralized space time autoregressive GSTAR
yang dikembangkan oleh Borovkova
et
al.
[3]. Model
GSTAR
lebih fleksibel daripada model
STAR
, hal ini
dikare-nakan model
GSTAR
tidak mensyaratkan nilai parameter-parameter yang sama
untuk setiap lokasi. Menurut Wutsqa dan Suhartono [15], model
VAR-GSTAR
merupakan model
VAR
yang direpresentasikan ke dalam model
GSTAR
. Model
VAR-GSTAR
memiliki dua orde, yaitu orde waktu yang diperoleh dari model
VAR
dan orde ruang yang diperoleh dari model
GSTAR
. Model
VAR-GSTAR
mengasumsikan data stasioner dan sisaan bersifat
white noise
.
Karena model ruang waktu memiliki keterkaitan antar ruang,
ditunjuk-kan dengan pembobot. Pembobot yang digunaditunjuk-kan dalam penelitian ini adalah
normalisasi korelasi silang. Menurut Suhartono dan Subanar [12], pembobot
normalisasi korelasi silang diperoleh dari nilai korelasi antar ruang.
Sementara itu model
VAR
diterapkan pada bidang ekonomi oleh Soemartini
[10]. Diani dkk. [5] menerapkan model
VAR-neural network
dan
GSTAR-neural
network
pada curah hujan di Kabupaten Malang. Ruchjana [9] menerapkan
mo-del
GSTAR
pada data produksi minyak bumi dan Nurhayati
et al
. [7]
mene-rapkan
GSTAR
pada bidang ekonomi. Wutsqa dan Suhartono [15] menerapkan
model
VAR-GSTAR
pada data wisatawan di Yogyakarta dan Bali.
Berdasar-kan penelitian-penelitian yang telah dilakuBerdasar-kan, penerapan model
VAR-GSTAR
menunjukkan hasil yang baik.
Pada penelitian ini, model
VAR-GSTAR
diterapkan pada data curah hujan
di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah dengan 2-
means clustering
.
2.
METODE PENELITIAN
commit to user
2.2.
Langkah-Langkah Penelitian.
Langkah-langkah untuk mencapai
tuju-an penelitituju-an adalah melakuktuju-an pengelompokktuju-an data curah hujtuju-an 29
kabupa-ten/kotamadya di Jawa Tengah menggunakan 2
-means clustering
. Setelah
mem-peroleh hasil
clustering
, memeriksa kestasioneran data pada masing-masing
clus-ter
. Setelah data stasioner, menentukan orde waktu model
VAR-GSTAR
dengan
model
VAR
melalui nilai Akaike’s
information criterion
(A
IC
) terkecil.
Ke-mudian menghitung bobot normalisasi korelasi silang setiap lokasi. Setelah itu,
melakukan pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil (MKT) untuk
pembobot lokasi normalisasi korelasi silang. Pada tahapan tersebut terbentuk
model
VAR-GSTAR
pada masing-masing
cluster
. Kemudian melakukan uji
sisa-an
white noise
dan validasi model berdasarkan
root mean square error
(
RMSE
).
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Karakteristik Data Curah Hujan dan
Clustering.
Data curah hujan
bulanan di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah memiliki keragaman tinggi
sehingga diperlukan
clustering
untuk mendapatkan keragaman rendah. Metode
yang dipergunakan untuk
clustering
adalah
k-means
(MacQueen, [6]), dengan
jarak
euclidean
sebagai ukuran kesamaan objek. Menurut Anderberg [2], jarak
euclidean
dirumuskan sebagai
d
′(
x
ij
, x
ic) =
√
(
x
1j−
x
1c)
2+ (
x
2j−
x
2c)
2+
. . .
+ (
x
29j−
x
29c)
2dengan
x
ijadalah data curah hujan pada lokasi ke-
i
dan bulan ke-
j
serta
x
icadalah data curah hujan bulanan pada lokasi ke-
i
dan
centroid
ke-
c
. Dengan
mempertimbangkan ukuran yang dapat merepresentasikan karakteristik
penge-lompokkan, digunakan ukuran tinggi dan rendah. Oleh karena itu, ditentukan
k
sebanyak 2
cluster
.
Cluster
1 menerangkan wilayah dengan curah hujan rendah
dan
cluster
2 untuk curah hujan tinggi yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Wilayah curah hujan dengan 2-means untuk masing-masingcluster
Cluster
Wilayah
1
Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Kendal, Demak,
Jepara, Kudus, Pati, Grobogan, Rembang, Blora
Sragen, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, Kota Semarang
2
Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Pekalongan,
Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Purworejo,
Temanggung, Magelang, Kabupaten Semarang, Boyolali
commit to user
kabupaten/kotamadya. Setelah terbentuk dua
cluster
, curah hujan pada
masing-masing
cluster
dapat diterapkan ke dalam model
VAR-GSTAR
. Dalam
mene-rapkan data curah hujan pada model
VAR-GSTAR
, kestasioneran data harus
dipenuhi.
3.2.
Uji Stasioneritas Data.
Asumsi yang digunakan pada model
VAR-GSTAR
adalah stasioner data curah hujan pada masing-masing
cluster
. Oleh karena itu,
masing-masing
cluster
dilakukan uji kestasioneran data menggunakan Im Pesaran
Shin (IPS). Statistik uji IPS yaitu
t
=
1
N
∑
t
idengan
t
adalah nilai IPS,
t
iadalah nilai
t
hitungwilayah ke-
i
. Hipotesis untuk
cluster
1 atau
cluster
2 yaitu
H
0: data curah hujan tidak stasioner danH
1:data curah hujan stasioner. Daerah kritis uji IPS adalah
|
t
|
> t
(α2;n)
, dalam
hal ini digunakan
α
= 0
.
05 dan diperoleh
t
(0.025;736)=1.96 untukcluster
1 dan
t
(0.025;502)=1.96 untukcluster
2. Nilai uji IPS dengan
α
= 0
.
05 ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai uji IPS untuk masing-masingcluster
Cluster
Cluster
1
Cluster
2
nilai IPS (
t
)
−
4
.
868
−
4
.
529
nilai
t
1
.
96
1
.
96
Tabel 2 menunjukkan bahwa
cluster
1 dan
cluster
2 menghasilkan nilai
|
t
|
>
1
.
96. Dengan demikian data curah hujan untuk
cluster
1 dan
cluster
2
menunjukkan bahwa
H
0ditolak yang berarti data curah hujan masing-masing
cluster
telah stasioner.
3.3.
Vector Autoregressive
(VAR).
Setelah data curah hujan pada
cluster
1
dan
cluster
2 telah stasioner, ditentukan orde waktu model
VAR-GSTAR
. Orde
waktu model
VAR-GSTAR
diperoleh dari model
VAR
. Orde pada model
VAR
ditentukan dengan panjang
lag
optimal. Kriteria menentukan
lag
optimal
meng-gunakan nilai A
IC
terkecil. Menurut Tsay [13] nilai A
IC
dirumuskan sebagai
A
IC
= ln(
JKS
n
) +
2
k
2n
(3.1)
dengan JKS adalah jumlah kuadrat sisaan yakni
∑
nt=0(
Z
t−
Z
b
t),
n
banyaknya
observasi,
k
banyaknya parameter pada model,
Z
tnilai observasi waktu ke-
t
,
Z
b
tcommit to user
3.4.
Model
Vector Autoregressive Generalized Space Time
Autore-gressive
(VAR-GSTAR).
Model
VAR-GSTAR
merupakan model
VAR
yang
direpresentasikan ke dalam model
GSTAR
. Model
GSTAR
merupakan bentuk
khusus dari model
VAR
. Menurut Wutsqa dan Suhartono [15] model
VAR-GSTAR
dinyatakan sebagai
Z
i,t= Σ
pk=1Σ
λl=0sΣ
ni=1Φ
i kl
W
l
k
Z
t,k+
e
i,t(3.2)
dengan Φ
ikl
merupakan matriks diagonal ruang waktu dengan
lag
spasial ke-
l
dan
lag
waktu ke-
k
pada lokasi ke-
i
,
W
klyaitu matriks pembobot ukuran (
n
×
n
),
e
i,tyaitu matriks sisaan berukuran (
n
×
1) yang bersifat
white noise
pada lokasi
ke-
i
dan waktu ke-
t
,
Z
i,tyaitu nilai observasi pada lokasi ke-
i
dan waktu ke-
t
.
Menurut Wutsqa dan Suhartono [15], model
VAR-GSTAR
menggunakan
orde ruang (
λ
s) = 1, karena orde ruang yang lebih tinggi sulit diinterpretasikan.
Orde ruang 1 menyatakan hubungan keterkaitan antar lokasi.
Cluster
1 memiliki
orde model
VAR
(
p
) sebesar 1,
λ
s= 1, dan
n
= 17. Sementara itu, untuk
cluster
2 memiliki orde model
VAR
(
p
) sebesar 2,
λ
s= 1, dan
n
= 12. Oleh karena itu,
diperoleh model
VAR-GSTAR
(11) untuk
cluster
1 dan
VAR-GSTAR
(21) untuk
cluster
2 pada data curah hujan di Jawa Tengah.
3.5.
Model
VAR-GSTAR
dengan Pembobot Normalisasi Korelasi
Si-lang.
Metode untuk menentukan pembobot antar ruang pada penelitian ini
ada-lah bobot normalisasi korelasi silang. Menurut Wutsqa
et al.
[15], pembobot
nor-malisasi korelasi silang memberikan semua kemungkinan hubungan antar ruang.
Suhartono dan Subanar [12] merumuskan pembobot normalisasi korelasi silang
sebagai
w
ij(
k
) =
r
ij(
k
)
Σ
k=i|
r
ik(
k
)
|
dengan
i
̸
=
j
,
k
= 1,2,. . . ,
p
, dan nilai
r
ij(
k
) merupakan korelasi silang yang
dirumuskan
r
ij(
k
) =
Σ
nt=k+1
[
Z
i(
t
)
−
Z
¯
i][
Z
j(
t
−
k
)
−
Z
¯
j]
√
(Σ
nt=1
[
Z
i(
t
)
−
Z
¯
i]
2)(Σ
nt=1[
Z
j(
t
)
−
Z
¯
j]
2)
.
commit to user
Daerah kritis uji sigifikansinya yaitu
H
0ditolak apabila nilai
|
t
hitung|
> t
(α2;n)
dengan
α
= 0
.
05.
Hasil pendugaan parameter-parameter ruang waktu pada
cluster
1 dengan
daerah kritis
t
(0.025;736)= 1
.
96 diperoleh parameter-parameter yang signifikan
pada wilayah Batang, Blora, Grobogan, Rembang, Klaten, Wonogiri untuk
lag
spasial 0 dan
lag
waktu 1, sedangkan Brebes, Tegal, Demak, Jepara, Kendal,
Kota Semarang, Kudus, Pemalang, Pati, Karanganyar, Sragen untuk
lag
spasial
1 dan
lag
waktu 1. Pada
cluster
2 dengan daerah kritis
t
(0.025;302)= 1
.
96
di-peroleh parameter-parameter yang signifikan pada wilayah Cilacap, Banyumas,
Kebumen, Temanggung, Boyolali, Magelang untuk
lag
spasial 0 dan
lag
waktu
1, Pekalongan untuk
lag
spasial 0 dan
lag
waktu 2, Purworejo, Banjarnegara,
Pekalongan, Wonosobo, Purbalingga, Kabupaten Semarang, Boyolali untuk
lag
spasial 1 dan
lag
waktu 1, serta Purbalingga, Purworejo, dan Boyolali untuk
lag
spasial 1 dan
lag
waktu 2.
Berdasarkan persamaan (3.2) diperoleh model
VAR-GSTAR
yang terdiri
atas 17 model untuk
cluster
1 dan 12 model untuk
cluster
2. Masing-masing
cluster
diberikan contoh dua model.
Cluster
1 diberikan model untuk lokasi
Klaten dan Sragen dan
cluster
2 diberikan model untuk lokasi Banyumas dan
Purworejo yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Dua model VAR-GSTAR pada masing-masingcluster
No.
Cluster
Model
VAR-GSTAR
1.
Cluster
1
Z
b
Kla(
t
)=0
.
679
Z
Kla(
t
−
1)
b
Z
Sra(
t
)=0
.
021
Z
Bat(
t
−
1)+0
.
038
Z
Blo(
t
−
1)
+0
.
041
Z
Bre(
t
−
1)+0
.
043
Z
Dem(
t
−
1)+0
.
037
Z
Gro(
t
−
1)
+0
.
033
Z
J ep(
t
−
1)+0
.
042
Z
Ken(
t
−
1)+0
.
053
Z
Kla(
t
−
1)
+0
.
036
Z
Kotse(
t
−
1)+0
.
061
Z
Kra(
t
−
1)+0
.
039
Z
Kud(
t
−
1)
+0
.
033
Z
P at(
t
−
1)+0
.
037
Z
P em(
t
−
1)+0
.
031
Z
Rem(
t
−
1)
+0
.
033
Z
T eg(
t
−
1)+0
.
052
Z
W on(
t
−
1)
2.
Cluster
2
Z
b
Bys(
t
)=0
.
58
Z
Bys(
t
−
1)
b
Z
P wj(
t
)=0
.
134
Z
Ban(
t
−
1)+0
.
127
Z
Boy(
t
−
1)
+0
.
119
Z
Bys(
t
−
1)+0
.
099
Z
Cil(
t
−
1)+0
.
155
Z
Kase(
t
−
1)
+0
.
108
Z
Keb(
t
−
1)+0
.
163
Z
M ag(
t
−
1)+0
.
165
Z
P ek(
t
−
1)
+0
.
039
Z
P ur(
t
−
1)+0
.
1192
Z
T em(
t
−
1)+0
.
123
Z
W sb(
t
−
1)
-0
.
136
Z
Ban(
t
−
2)-0
.
042
Z
Boy(
t
−
2)+0
.
049
Z
Bys(
t
−
2)
-0
.
038
Z
Cil(
t
−
2)-0
.
055
Z
Kase(
t
−
2)-0
.
023
Z
Keb(
t
−
2)
-0
.
043
Z
M ag(
t
−
2)+0
.
095
Z
P ek(
t
−
2)+0
.
000448
Z
P wj(
t
−
2)
-0
.
030
Z
T em(
t
−
2)-0
.
0385
Z
W sb(
t
−
2)
Berdasarkan Tabel 3 model curah hujan dengan
VAR-GSTAR
pada
cluster
commit to user
Batang, Blora, Brebes, Demak, Grobogan, Jepara, Kendal, Klaten, Kota
Se-marang, Karanganyar, Kudus, Pati, Pemalang, Rembang, Tegal, dan Wonogiri
satu bulan sebelumnya (
lag
1). Sementara itu, pada
cluster
2 untuk wilayah
Banyumas hanya dipengaruhi oleh curah hujan wilayahnya sendiri satu bulan
sebelumnya (
lag
1) dan untuk Purworejo dipengaruhi oleh wilayah dalam
clus-ter
2 yaitu, Banjarnegara, Boyolali, Banyumas, Cilacap, Kabupaten Semarang,
Kebumen, Magelang, Pekalongan, Purworejo, Temanggung, dan Wonosobo satu
bulan sebelumnya (
lag
1), serta Banjarnegara, Boyolali, Banyumas, Cilacap,
Ka-bupaten Semarang, Kebumen, Magelang, Pekalongan, Purworejo, Temanggung,
dan Wonosobo dua bulan sebelumnya (
lag
2).
3.6.
Sisaan
White Noise
.
Hasil sisaan yang diperoleh dari model
VAR-GSTAR
untuk masing-masing
cluster
dilakukan pengujian sisaan
white noise
. Menurut
Wei [14], uji
Ljung Box
(
LB
) digunakan untuk memeriksa sisaan yang bersifat
white noise
. Berikut adalah statistik uji
LB
LB
=
n
(
n
+ 2)Σ
n k=1ˆ
ρ
2k
n
−
k
(3.3)
dengan
n
adalah banyaknya pengamatan,
k
adalah banyaknya
lag
dan
ρ
b
ada-lah autokorelasi duga pada
lag
ke-
k
. Hasil uji
LB
sesuai persamaan (3.3) pada
masing-masing
cluster
memiliki sisaan
white noise
apabila nilai
LB > χ
2(0.95;k).
Cluster
1 memiliki nilai
LB
untuk
lag
1 sebesar 19.631,
lag
2 sebesar 20.954, dan
lag
3 sebesar 23.347. Sedangkan pada
cluster
2 memiliki nilai
LB
untuk
lag
1
sebesar 1.227,
lag
2 sebesar 2.541, dan
lag
3 sebesar 2.554. Nilai
LB
dari
masing-masing
cluster
lebih besar dari nilai
χ
2(0.95;1)= 0
.
004 pada
lag
1,
χ
2(0.95;2)= 0
.
103
pada
lag
2, dan
χ
2(0.95;3)= 0
.
352 pada
lag
3. Oleh karena itu, model dari
masing-masing
cluster
memiliki sisaan
white noise
.
3.7.
Validasi Model.
Validasi model digunakan sebagai ukuran kebaikan
mo-del. Salah satu cara validasi model dengan menentukan nilai
RMSE
. Besarnya
nilai
RMSE
dihitung berdasarkan
RM SE
=
√
Σ
nt=1
(
Z
t−
Z
ˆ
t)
2n
(3.4)
dengan
Z
tadalah data curah hujan,
Z
b
tadalah data prediksi curah hujan, dan
n
adalah banyaknya data. Data curah hujan di Jawa Tengah memiliki nilai
RMSE
yaitu 173.312 untuk
cluster
1 dan 203.272 untuk
cluster
2. Karena nilai
commit to user
dikatakan kecil dalam merepresentasikan data curah hujan. Nilai
RMSE
yang
kecil menunjukkan bahwa model baik untuk digunakan.
4.
KESIMPULAN
Penerapan model
VAR-GSTAR
pada curah hujan di Jawa Tengah dengan
2
-means clustering
diperoleh model
VAR-GSTAR
(11) untuk
cluster
1 dengan
17 kabupaten/kotamadya dan
VAR-GSTAR
(21) untuk
cluster
2 dengan 12
ka-bupaten/kotamadya. Model masing-masing
cluster
memiliki nilai
RMSE
yang
kecil sehingga model baik untuk digunakan.
Daftar Pustaka
[1] Agusta, Y.,K-Means - Penerapan, Permasalahan dan Metode Terkait, Jurnal Sistem dan
Informatika3(2007), 47-60.
[2] Anderberg, M. R.,Cluster Analysis for Applications, Academic Press, New York, 1973.
[3] Borovkova, S.A., H. P. Lopuhaa, and B. N. Ruchjana,Generalized STAR Model with
Expe-rimental Weight, Proceedings of the 17th Internasional Workshop on Statistical Modeling (2002), 139-147.
[4] Bruce, J. P. and Clark, R. H.,Introduction to Hydrometereology, Pergamon Press,
Califor-nia, 1966.
[5] Diani, K. A. N., Setiawan, dan Suhartono, Pemodelan VAR-NN dan GSTAR-NN untuk
Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Malang, Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(2013), no.1, 2337-3520.
[6] MacQueen J. B., Some Methode for Classification and Analysis of Multivariate
Observa-tions, Proc. Symp. Math, Statist, and Probability, (1967), 281-297, University of California Press, Berkeley.
[7] Nurhayati, N., U. S. Pasaribu, and O. Neswan, Application of Generalized Space Time
Autoregressive Model on GDP Data in West European Countries, Journal of Probability
and Statistics,22(2012), 35-47.
[8] Pfeifer , P. E., and S. J. Deutsch, A Three Stage Iterative Procedure for Space Time
Modeling, Technometrics 22(1980), no.1, 35-47.
[9] Ruchjana, B. N., Pemodelan Kurva Minyak Bumi Menggunakan Model Generalisasi
S-TAR, Forum Statistika dan Komputasi, Institut Pertanian Bogor, 2002.
[10] Soemartini, Menentukan Model Ekonomi Berstruktur Melalui VAR dalam Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Periode 1996-2009, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pen-didikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, (2011).
[11] Suhartono dan Subanar,The Optimal Determination of Space Weight in GSTAR Model by
Using Cross-Correlation Inference, Journal of Quantitive Methods2(2006), no.2, 45-53.
[12] Suhartono and Subanar, Some Comments on the Theorem Providing Stationarity
Con-dition for GSTAR Models in the Paper by Borovkova et al., Journal of The Indonesian
Mathematical Society13(2007), no.1,44-52.
[13] Tsay, R.S.,Analysis of Financial Time Series, John Wiley dan Sons, New Jersey, 2005.
[14] Wei, W. W. S., Time Series Analysis, Addison Pearson, Wesley, 2006.
[15] Wutsqa, D.U., Suhartono, Peramalan Deret Waktu Multivariat Seasonal pada Data