• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model vector autoregressive-generalized space time autoregressive (var-gstar) dengan 2-means clustering pada curah hujan di Jawa Tengah Artikel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model vector autoregressive-generalized space time autoregressive (var-gstar) dengan 2-means clustering pada curah hujan di Jawa Tengah Artikel"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

MODEL

VECTOR AUTOREGRESSIVE-GENERALIZED SPACE

TIME AUTOREGRESSIVE

(

VAR-GSTAR

) DENGAN 2

-MEANS

CLUSTERING

PADA CURAH HUJAN

DI JAWA TENGAH

Muthaqin Dhamar Widhoro Jati, Dewi Retno Sari Saputro, dan P. Widyaningsih

Program Studi Matematika FMIPA UNS

Abstrak. Curah hujan bulanan antar wilayah di 29 kabupaten/kotamadya Jawa

Te-ngah mempunyai keragaman yang besar sehingga diperlukan pengelompokkan curah

hujan. Metode pengelompokkan dilakukan dengank-means clustering sehingga

kon-struksi model menjadi lebih sesuai daripada tanpaclustering. Data curah hujan

meru-pakan data yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu sehingga dapat diterapkan dengan

modelvector autoregressive-generalized space time autoregressive(VAR-GSTAR).

Pa-da modelVAR-GSTAR diperlukan nilai pembobot untuk mengukur keterkaitan

an-tar ruang curah hujan. Pembobot yang digunakan adalah normalisasi korelasi silang.

ModelVAR-GSTAR memiliki dua orde, yaitu orde waktu yang diperoleh dari model

vector autoregressive (VAR) dan orde ruang yang diperoleh dari model generalized space time autoregressive (GSTAR) sehingga membentuk model VAR-GSTAR (p1).

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan modelVAR-GSTARdengan 2-means

clus-tering pada curah hujan di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah. Dari penelitian

ini diperoleh modelVAR-GSTAR (11) dengan nilairoot mean square error (RMSE)

173.312 untuk cluster 1 dan VAR-GSTAR (21) dengan nilai RMSE 203.272 untuk

cluster 2.

Kata Kunci: curah hujan, 2-means clustering, VAR-GSTAR.

1.

PENDAHULUAN

Besarnya curah hujan memiliki keragaman yang tinggi dalam ruang dan

waktu. Keragaman curah hujan menurut ruang dipengaruhi oleh letak

geogra-fis (letak terhadap daratan dan lautan) (Bruce dan Clark [4]) dan keragaman

curah hujan menurut waktu dipengaruhi oleh musim. Penyebaran curah hujan

yang tidak merata secara lokal menyebabkan keragaman. Demikian juga curah

hujan di Provinsi Jawa Tengah, memiliki keragaman yang berbeda pada setiap

wilayah sesuai keadaan geografisnya. Hal tersebut yang menyebabkan diperlukan

clustering

data curah hujan untuk meminimalkan keragaman.

K-means clustering

yang diperkenalkan oleh MacQueen [6] merupakan

me-tode

cluster

dengan

k

banyaknya

cluster

dan

means

sebagai pusat

cluster

.

K-means clustering

merupakan suatu metode

clustering

yang mempartisi objek ke

(2)

commit to user

Curah hujan yang telah dikelompokkan dapat diterapkan ke dalam

mo-del

vector autoregressive

(

VAR

). Selanjutnya curah hujan merupakan data ruang

waktu sehingga diterapkan ke dalam model ruang waktu. Model ruang

wak-tu antara lain yaiwak-tu

space time autoregressive

(

STAR

) yang diperkenalkan oleh

Pfeifer dan Deutsch [8]. Model

STAR

mensyaratkan nilai-nilai parameter pada

masing-masing lokasi harus sama. Perluasan model

STAR

adalah model

gene-ralized space time autoregressive GSTAR

yang dikembangkan oleh Borovkova

et

al.

[3]. Model

GSTAR

lebih fleksibel daripada model

STAR

, hal ini

dikare-nakan model

GSTAR

tidak mensyaratkan nilai parameter-parameter yang sama

untuk setiap lokasi. Menurut Wutsqa dan Suhartono [15], model

VAR-GSTAR

merupakan model

VAR

yang direpresentasikan ke dalam model

GSTAR

. Model

VAR-GSTAR

memiliki dua orde, yaitu orde waktu yang diperoleh dari model

VAR

dan orde ruang yang diperoleh dari model

GSTAR

. Model

VAR-GSTAR

mengasumsikan data stasioner dan sisaan bersifat

white noise

.

Karena model ruang waktu memiliki keterkaitan antar ruang,

ditunjuk-kan dengan pembobot. Pembobot yang digunaditunjuk-kan dalam penelitian ini adalah

normalisasi korelasi silang. Menurut Suhartono dan Subanar [12], pembobot

normalisasi korelasi silang diperoleh dari nilai korelasi antar ruang.

Sementara itu model

VAR

diterapkan pada bidang ekonomi oleh Soemartini

[10]. Diani dkk. [5] menerapkan model

VAR-neural network

dan

GSTAR-neural

network

pada curah hujan di Kabupaten Malang. Ruchjana [9] menerapkan

mo-del

GSTAR

pada data produksi minyak bumi dan Nurhayati

et al

. [7]

mene-rapkan

GSTAR

pada bidang ekonomi. Wutsqa dan Suhartono [15] menerapkan

model

VAR-GSTAR

pada data wisatawan di Yogyakarta dan Bali.

Berdasar-kan penelitian-penelitian yang telah dilakuBerdasar-kan, penerapan model

VAR-GSTAR

menunjukkan hasil yang baik.

Pada penelitian ini, model

VAR-GSTAR

diterapkan pada data curah hujan

di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah dengan 2-

means clustering

.

2.

METODE PENELITIAN

(3)

commit to user

2.2.

Langkah-Langkah Penelitian.

Langkah-langkah untuk mencapai

tuju-an penelitituju-an adalah melakuktuju-an pengelompokktuju-an data curah hujtuju-an 29

kabupa-ten/kotamadya di Jawa Tengah menggunakan 2

-means clustering

. Setelah

mem-peroleh hasil

clustering

, memeriksa kestasioneran data pada masing-masing

clus-ter

. Setelah data stasioner, menentukan orde waktu model

VAR-GSTAR

dengan

model

VAR

melalui nilai Akaike’s

information criterion

(A

IC

) terkecil.

Ke-mudian menghitung bobot normalisasi korelasi silang setiap lokasi. Setelah itu,

melakukan pendugaan parameter dengan metode kuadrat terkecil (MKT) untuk

pembobot lokasi normalisasi korelasi silang. Pada tahapan tersebut terbentuk

model

VAR-GSTAR

pada masing-masing

cluster

. Kemudian melakukan uji

sisa-an

white noise

dan validasi model berdasarkan

root mean square error

(

RMSE

).

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.

Karakteristik Data Curah Hujan dan

Clustering.

Data curah hujan

bulanan di 29 kabupaten/kotamadya Jawa Tengah memiliki keragaman tinggi

sehingga diperlukan

clustering

untuk mendapatkan keragaman rendah. Metode

yang dipergunakan untuk

clustering

adalah

k-means

(MacQueen, [6]), dengan

jarak

euclidean

sebagai ukuran kesamaan objek. Menurut Anderberg [2], jarak

euclidean

dirumuskan sebagai

d

(

x

ij

, x

ic

) =

(

x

1j

x

1c

)

2

+ (

x

2j

x

2c

)

2

+

. . .

+ (

x

29j

x

29c

)

2

dengan

x

ij

adalah data curah hujan pada lokasi ke-

i

dan bulan ke-

j

serta

x

ic

adalah data curah hujan bulanan pada lokasi ke-

i

dan

centroid

ke-

c

. Dengan

mempertimbangkan ukuran yang dapat merepresentasikan karakteristik

penge-lompokkan, digunakan ukuran tinggi dan rendah. Oleh karena itu, ditentukan

k

sebanyak 2

cluster

.

Cluster

1 menerangkan wilayah dengan curah hujan rendah

dan

cluster

2 untuk curah hujan tinggi yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Wilayah curah hujan dengan 2-means untuk masing-masingcluster

Cluster

Wilayah

1

Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Kendal, Demak,

Jepara, Kudus, Pati, Grobogan, Rembang, Blora

Sragen, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, Kota Semarang

2

Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Pekalongan,

Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Purworejo,

Temanggung, Magelang, Kabupaten Semarang, Boyolali

(4)

commit to user

kabupaten/kotamadya. Setelah terbentuk dua

cluster

, curah hujan pada

masing-masing

cluster

dapat diterapkan ke dalam model

VAR-GSTAR

. Dalam

mene-rapkan data curah hujan pada model

VAR-GSTAR

, kestasioneran data harus

dipenuhi.

3.2.

Uji Stasioneritas Data.

Asumsi yang digunakan pada model

VAR-GSTAR

adalah stasioner data curah hujan pada masing-masing

cluster

. Oleh karena itu,

masing-masing

cluster

dilakukan uji kestasioneran data menggunakan Im Pesaran

Shin (IPS). Statistik uji IPS yaitu

t

=

1

N

t

i

dengan

t

adalah nilai IPS,

t

i

adalah nilai

t

hitung

wilayah ke-

i

. Hipotesis untuk

cluster

1 atau

cluster

2 yaitu

H

0: data curah hujan tidak stasioner dan

H

1:

data curah hujan stasioner. Daerah kritis uji IPS adalah

|

t

|

> t

2;n)

, dalam

hal ini digunakan

α

= 0

.

05 dan diperoleh

t

(0.025;736)=1.96 untuk

cluster

1 dan

t

(0.025;502)=1.96 untuk

cluster

2. Nilai uji IPS dengan

α

= 0

.

05 ditunjukkan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Nilai uji IPS untuk masing-masingcluster

Cluster

Cluster

1

Cluster

2

nilai IPS (

t

)

4

.

868

4

.

529

nilai

t

1

.

96

1

.

96

Tabel 2 menunjukkan bahwa

cluster

1 dan

cluster

2 menghasilkan nilai

|

t

|

>

1

.

96. Dengan demikian data curah hujan untuk

cluster

1 dan

cluster

2

menunjukkan bahwa

H

0

ditolak yang berarti data curah hujan masing-masing

cluster

telah stasioner.

3.3.

Vector Autoregressive

(VAR).

Setelah data curah hujan pada

cluster

1

dan

cluster

2 telah stasioner, ditentukan orde waktu model

VAR-GSTAR

. Orde

waktu model

VAR-GSTAR

diperoleh dari model

VAR

. Orde pada model

VAR

ditentukan dengan panjang

lag

optimal. Kriteria menentukan

lag

optimal

meng-gunakan nilai A

IC

terkecil. Menurut Tsay [13] nilai A

IC

dirumuskan sebagai

A

IC

= ln(

JKS

n

) +

2

k

2

n

(3.1)

dengan JKS adalah jumlah kuadrat sisaan yakni

nt=0

(

Z

t

Z

b

t

),

n

banyaknya

observasi,

k

banyaknya parameter pada model,

Z

t

nilai observasi waktu ke-

t

,

Z

b

t
(5)

commit to user

3.4.

Model

Vector Autoregressive Generalized Space Time

Autore-gressive

(VAR-GSTAR).

Model

VAR-GSTAR

merupakan model

VAR

yang

direpresentasikan ke dalam model

GSTAR

. Model

GSTAR

merupakan bentuk

khusus dari model

VAR

. Menurut Wutsqa dan Suhartono [15] model

VAR-GSTAR

dinyatakan sebagai

Z

i,t

= Σ

pk=1

Σ

λl=0s

Σ

ni=1

Φ

i kl

W

l

k

Z

t,k

+

e

i,t

(3.2)

dengan Φ

i

kl

merupakan matriks diagonal ruang waktu dengan

lag

spasial ke-

l

dan

lag

waktu ke-

k

pada lokasi ke-

i

,

W

kl

yaitu matriks pembobot ukuran (

n

×

n

),

e

i,t

yaitu matriks sisaan berukuran (

n

×

1) yang bersifat

white noise

pada lokasi

ke-

i

dan waktu ke-

t

,

Z

i,t

yaitu nilai observasi pada lokasi ke-

i

dan waktu ke-

t

.

Menurut Wutsqa dan Suhartono [15], model

VAR-GSTAR

menggunakan

orde ruang (

λ

s

) = 1, karena orde ruang yang lebih tinggi sulit diinterpretasikan.

Orde ruang 1 menyatakan hubungan keterkaitan antar lokasi.

Cluster

1 memiliki

orde model

VAR

(

p

) sebesar 1,

λ

s

= 1, dan

n

= 17. Sementara itu, untuk

cluster

2 memiliki orde model

VAR

(

p

) sebesar 2,

λ

s

= 1, dan

n

= 12. Oleh karena itu,

diperoleh model

VAR-GSTAR

(11) untuk

cluster

1 dan

VAR-GSTAR

(21) untuk

cluster

2 pada data curah hujan di Jawa Tengah.

3.5.

Model

VAR-GSTAR

dengan Pembobot Normalisasi Korelasi

Si-lang.

Metode untuk menentukan pembobot antar ruang pada penelitian ini

ada-lah bobot normalisasi korelasi silang. Menurut Wutsqa

et al.

[15], pembobot

nor-malisasi korelasi silang memberikan semua kemungkinan hubungan antar ruang.

Suhartono dan Subanar [12] merumuskan pembobot normalisasi korelasi silang

sebagai

w

ij

(

k

) =

r

ij

(

k

)

Σ

k=i

|

r

ik

(

k

)

|

dengan

i

̸

=

j

,

k

= 1,2,. . . ,

p

, dan nilai

r

ij

(

k

) merupakan korelasi silang yang

dirumuskan

r

ij

(

k

) =

Σ

n

t=k+1

[

Z

i

(

t

)

Z

¯

i

][

Z

j

(

t

k

)

Z

¯

j

]

n

t=1

[

Z

i

(

t

)

Z

¯

i

]

2

)(Σ

nt=1

[

Z

j

(

t

)

Z

¯

j

]

2

)

.

(6)

commit to user

Daerah kritis uji sigifikansinya yaitu

H

0

ditolak apabila nilai

|

t

hitung

|

> t

2;n)

dengan

α

= 0

.

05.

Hasil pendugaan parameter-parameter ruang waktu pada

cluster

1 dengan

daerah kritis

t

(0.025;736)

= 1

.

96 diperoleh parameter-parameter yang signifikan

pada wilayah Batang, Blora, Grobogan, Rembang, Klaten, Wonogiri untuk

lag

spasial 0 dan

lag

waktu 1, sedangkan Brebes, Tegal, Demak, Jepara, Kendal,

Kota Semarang, Kudus, Pemalang, Pati, Karanganyar, Sragen untuk

lag

spasial

1 dan

lag

waktu 1. Pada

cluster

2 dengan daerah kritis

t

(0.025;302)

= 1

.

96

di-peroleh parameter-parameter yang signifikan pada wilayah Cilacap, Banyumas,

Kebumen, Temanggung, Boyolali, Magelang untuk

lag

spasial 0 dan

lag

waktu

1, Pekalongan untuk

lag

spasial 0 dan

lag

waktu 2, Purworejo, Banjarnegara,

Pekalongan, Wonosobo, Purbalingga, Kabupaten Semarang, Boyolali untuk

lag

spasial 1 dan

lag

waktu 1, serta Purbalingga, Purworejo, dan Boyolali untuk

lag

spasial 1 dan

lag

waktu 2.

Berdasarkan persamaan (3.2) diperoleh model

VAR-GSTAR

yang terdiri

atas 17 model untuk

cluster

1 dan 12 model untuk

cluster

2. Masing-masing

cluster

diberikan contoh dua model.

Cluster

1 diberikan model untuk lokasi

Klaten dan Sragen dan

cluster

2 diberikan model untuk lokasi Banyumas dan

Purworejo yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Dua model VAR-GSTAR pada masing-masingcluster

No.

Cluster

Model

VAR-GSTAR

1.

Cluster

1

Z

b

Kla

(

t

)=0

.

679

Z

Kla

(

t

1)

b

Z

Sra

(

t

)=0

.

021

Z

Bat

(

t

1)+0

.

038

Z

Blo

(

t

1)

+0

.

041

Z

Bre

(

t

1)+0

.

043

Z

Dem

(

t

1)+0

.

037

Z

Gro

(

t

1)

+0

.

033

Z

J ep

(

t

1)+0

.

042

Z

Ken

(

t

1)+0

.

053

Z

Kla

(

t

1)

+0

.

036

Z

Kotse

(

t

1)+0

.

061

Z

Kra

(

t

1)+0

.

039

Z

Kud

(

t

1)

+0

.

033

Z

P at

(

t

1)+0

.

037

Z

P em

(

t

1)+0

.

031

Z

Rem

(

t

1)

+0

.

033

Z

T eg

(

t

1)+0

.

052

Z

W on

(

t

1)

2.

Cluster

2

Z

b

Bys

(

t

)=0

.

58

Z

Bys

(

t

1)

b

Z

P wj

(

t

)=0

.

134

Z

Ban

(

t

1)+0

.

127

Z

Boy

(

t

1)

+0

.

119

Z

Bys

(

t

1)+0

.

099

Z

Cil

(

t

1)+0

.

155

Z

Kase

(

t

1)

+0

.

108

Z

Keb

(

t

1)+0

.

163

Z

M ag

(

t

1)+0

.

165

Z

P ek

(

t

1)

+0

.

039

Z

P ur

(

t

1)+0

.

1192

Z

T em

(

t

1)+0

.

123

Z

W sb

(

t

1)

-0

.

136

Z

Ban

(

t

2)-0

.

042

Z

Boy

(

t

2)+0

.

049

Z

Bys

(

t

2)

-0

.

038

Z

Cil

(

t

2)-0

.

055

Z

Kase

(

t

2)-0

.

023

Z

Keb

(

t

2)

-0

.

043

Z

M ag

(

t

2)+0

.

095

Z

P ek

(

t

2)+0

.

000448

Z

P wj

(

t

2)

-0

.

030

Z

T em

(

t

2)-0

.

0385

Z

W sb

(

t

2)

Berdasarkan Tabel 3 model curah hujan dengan

VAR-GSTAR

pada

cluster

(7)

commit to user

Batang, Blora, Brebes, Demak, Grobogan, Jepara, Kendal, Klaten, Kota

Se-marang, Karanganyar, Kudus, Pati, Pemalang, Rembang, Tegal, dan Wonogiri

satu bulan sebelumnya (

lag

1). Sementara itu, pada

cluster

2 untuk wilayah

Banyumas hanya dipengaruhi oleh curah hujan wilayahnya sendiri satu bulan

sebelumnya (

lag

1) dan untuk Purworejo dipengaruhi oleh wilayah dalam

clus-ter

2 yaitu, Banjarnegara, Boyolali, Banyumas, Cilacap, Kabupaten Semarang,

Kebumen, Magelang, Pekalongan, Purworejo, Temanggung, dan Wonosobo satu

bulan sebelumnya (

lag

1), serta Banjarnegara, Boyolali, Banyumas, Cilacap,

Ka-bupaten Semarang, Kebumen, Magelang, Pekalongan, Purworejo, Temanggung,

dan Wonosobo dua bulan sebelumnya (

lag

2).

3.6.

Sisaan

White Noise

.

Hasil sisaan yang diperoleh dari model

VAR-GSTAR

untuk masing-masing

cluster

dilakukan pengujian sisaan

white noise

. Menurut

Wei [14], uji

Ljung Box

(

LB

) digunakan untuk memeriksa sisaan yang bersifat

white noise

. Berikut adalah statistik uji

LB

LB

=

n

(

n

+ 2)Σ

n k=1

ˆ

ρ

2

k

n

k

(3.3)

dengan

n

adalah banyaknya pengamatan,

k

adalah banyaknya

lag

dan

ρ

b

ada-lah autokorelasi duga pada

lag

ke-

k

. Hasil uji

LB

sesuai persamaan (3.3) pada

masing-masing

cluster

memiliki sisaan

white noise

apabila nilai

LB > χ

2(0.95;k)

.

Cluster

1 memiliki nilai

LB

untuk

lag

1 sebesar 19.631,

lag

2 sebesar 20.954, dan

lag

3 sebesar 23.347. Sedangkan pada

cluster

2 memiliki nilai

LB

untuk

lag

1

sebesar 1.227,

lag

2 sebesar 2.541, dan

lag

3 sebesar 2.554. Nilai

LB

dari

masing-masing

cluster

lebih besar dari nilai

χ

2(0.95;1)

= 0

.

004 pada

lag

1,

χ

2(0.95;2)

= 0

.

103

pada

lag

2, dan

χ

2(0.95;3)

= 0

.

352 pada

lag

3. Oleh karena itu, model dari

masing-masing

cluster

memiliki sisaan

white noise

.

3.7.

Validasi Model.

Validasi model digunakan sebagai ukuran kebaikan

mo-del. Salah satu cara validasi model dengan menentukan nilai

RMSE

. Besarnya

nilai

RMSE

dihitung berdasarkan

RM SE

=

Σ

n

t=1

(

Z

t

Z

ˆ

t

)

2

n

(3.4)

dengan

Z

t

adalah data curah hujan,

Z

b

t

adalah data prediksi curah hujan, dan

n

adalah banyaknya data. Data curah hujan di Jawa Tengah memiliki nilai

RMSE

yaitu 173.312 untuk

cluster

1 dan 203.272 untuk

cluster

2. Karena nilai

(8)

commit to user

dikatakan kecil dalam merepresentasikan data curah hujan. Nilai

RMSE

yang

kecil menunjukkan bahwa model baik untuk digunakan.

4.

KESIMPULAN

Penerapan model

VAR-GSTAR

pada curah hujan di Jawa Tengah dengan

2

-means clustering

diperoleh model

VAR-GSTAR

(11) untuk

cluster

1 dengan

17 kabupaten/kotamadya dan

VAR-GSTAR

(21) untuk

cluster

2 dengan 12

ka-bupaten/kotamadya. Model masing-masing

cluster

memiliki nilai

RMSE

yang

kecil sehingga model baik untuk digunakan.

Daftar Pustaka

[1] Agusta, Y.,K-Means - Penerapan, Permasalahan dan Metode Terkait, Jurnal Sistem dan

Informatika3(2007), 47-60.

[2] Anderberg, M. R.,Cluster Analysis for Applications, Academic Press, New York, 1973.

[3] Borovkova, S.A., H. P. Lopuhaa, and B. N. Ruchjana,Generalized STAR Model with

Expe-rimental Weight, Proceedings of the 17th Internasional Workshop on Statistical Modeling (2002), 139-147.

[4] Bruce, J. P. and Clark, R. H.,Introduction to Hydrometereology, Pergamon Press,

Califor-nia, 1966.

[5] Diani, K. A. N., Setiawan, dan Suhartono, Pemodelan VAR-NN dan GSTAR-NN untuk

Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Malang, Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(2013), no.1, 2337-3520.

[6] MacQueen J. B., Some Methode for Classification and Analysis of Multivariate

Observa-tions, Proc. Symp. Math, Statist, and Probability, (1967), 281-297, University of California Press, Berkeley.

[7] Nurhayati, N., U. S. Pasaribu, and O. Neswan, Application of Generalized Space Time

Autoregressive Model on GDP Data in West European Countries, Journal of Probability

and Statistics,22(2012), 35-47.

[8] Pfeifer , P. E., and S. J. Deutsch, A Three Stage Iterative Procedure for Space Time

Modeling, Technometrics 22(1980), no.1, 35-47.

[9] Ruchjana, B. N., Pemodelan Kurva Minyak Bumi Menggunakan Model Generalisasi

S-TAR, Forum Statistika dan Komputasi, Institut Pertanian Bogor, 2002.

[10] Soemartini, Menentukan Model Ekonomi Berstruktur Melalui VAR dalam Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia Periode 1996-2009, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pen-didikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, (2011).

[11] Suhartono dan Subanar,The Optimal Determination of Space Weight in GSTAR Model by

Using Cross-Correlation Inference, Journal of Quantitive Methods2(2006), no.2, 45-53.

[12] Suhartono and Subanar, Some Comments on the Theorem Providing Stationarity

Con-dition for GSTAR Models in the Paper by Borovkova et al., Journal of The Indonesian

Mathematical Society13(2007), no.1,44-52.

[13] Tsay, R.S.,Analysis of Financial Time Series, John Wiley dan Sons, New Jersey, 2005.

[14] Wei, W. W. S., Time Series Analysis, Addison Pearson, Wesley, 2006.

[15] Wutsqa, D.U., Suhartono, Peramalan Deret Waktu Multivariat Seasonal pada Data

Gambar

Tabel 1. Wilayah curah hujan dengan 2-means untuk masing-masing cluster
Tabel 2.Tabel 2. Nilai uji IPS untuk masing-masing cluster
Tabel 3. Dua model VAR-GSTAR pada masing-masing cluster

Referensi

Dokumen terkait

Aspek lokasi (spatio) dan waktu (temporal) disini diterjemahkan ke dalam bahasa statistika melalui model peramalan spatio – temporal (space – time) yaitu model stasioner

Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan model GSTAR terbaik dan hasil peramalan untuk data ketinggian pasang surut air laut di empat stasiun Pulau Jawa

Berdasarkan hasil analisis, data inflasi enam kota survei biaya hidup di Jawa Tengah diperoleh kesimpulan model yang sesuai untuk data inflasi enam kota survei biaya hidup

Hasil estimasi curah hujan menggunakan citra satelit cuaca MTSAT secara kualitatif bisa digunakan untuk menunjukkan pola persebaran curah hujan di Provinsi Jawa Tengah pada

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu yaitu data unsur-unsur cuaca dan iklim yaitu curah hujan, kelembaban udara dan temperatur udara yang diperoleh

Hasil ramalan yang diperoleh dari model VAR-GSTAR pada data volume kendaraan yang masuk ke Kota Bandung melalui gerbang tol yang berada di Kota Bandung adalah mengikuti

Berdasarkan hasil analisis, data inflasi enam kota survei biaya hidup di Jawa Tengah diperoleh kesimpulan model yang sesuai untuk data inflasi enam kota survei

Dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa kedua algoritma Fuzzy Clustering Means (FCM) dan Gaussian Mixture Modelling (GMM) pada data curah hujan Kota Bengkulu maka