PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM SASTRA ANALISIS DESKRIPTIF NOVEL GADIS PANTAI
KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
BIDANG KEGIATAN : PKM Penulisan Ilmiah (PKMI)
Diusulkan oleh :
Ketua : Ritmha Candra Ariesha (02340063) 2002/2003 Anggota : Nina Mayasari (03340013) 2003/2004 Susiani (03340029) 2003/2004
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG
2007
HALAMAN PENGESAHAN USULAN PKMI
1. Judul Kegiatan : Kekerasan terhadap Perempuan dalam Sastra (Analisis Deskriptif Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer)
2. Bidang Ilmu : Humaniora
3. Ketua Pelaksana Kegiatan/Penulis Utama :
a. Nama Lengkap : Ritmha Candra Ariesha
b. NIM : 02340063
c. Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
d. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang e. Alamat Rumah : Jl. Tlogomas II no. 49B Malang f. No. HP : 0341-7363238 (flexy)
g. Email : [email protected] 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang 5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap : Dra. Sugiarti, M.Si
b. NIP : 10487090043
c. Alamat Rumah : Jln. Tlogo Suryo VI/58 d. No Telpon/HP :
Malang, 26 Februari 2007
Menyetujui Ketua Pelaksana
Ketua Jurusan
(Dra. Daroe Iswatiningsih, M.Si) (Ritmha Candra Ariesha)
NIP: 131 885 455 NIM: 02340063
Pembantu Rektor III Dosen Pendamping Universitas Muhammadiyah Malang
(Drs. Joko Widodo M,Si) Dra. Sugiarti, M.Si NIP-UMM : 104.8611.0039 NIP:10487090043
LEMBAR PENGESAHAN
SUMBER PENULISAN ILMIAH PKMI
1. Judul Kegiatan : Kekerasan terhadap Perempuan dalam Sastra (Analisis Deskriptif Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer)
2. Sumber Penulisan :
( ) Kegiatan Praktek Lapangan/Kerja dan sejenisnya, KKN, Magang, Kegiatan Kewirausahaan (pilih salah satu), dengan Keterangan lengkap :
( X ) Kegiatan Ilmiah lainnya (sebutkan) dengan keterangan Lengkap:
Penelitian untuk memenuhi tugas akhir semester 6, mata kuliah Kritik Sastra.
Dibimbing oleh Dra. Tuti Kusniarti, Msi. selaku dosen pengampu mata kuliah.
Nama Penulis : Ritmha Candra Ariesha, Nina Mayasari, Susiani Tahun Penulisan : 2006
Judul tulisan : Analisis Feminis Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer
Tempat : Malang
Keterangan ini kami buat dengan sebenarnya.
Malang, 26 Februari 2007
Menyetujui Ketua Pelaksana
Ketua Jurusan
(Dra. Daroe Iswatiningsih, M.Si) (Ritmha Candra Ariesha)
NIP: 131 885 455 NIM: 02340063
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM SASTRA ANALISIS DESKRIPTIF NOVEL GADIS PANTAI
KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
Ritmha Candra Ariesha, Nina Mayasari, Susiani Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Muhammadiyah Malang
ABSTRAK
Budaya patriarki (kekuasaan) yang masih kuat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan menimbulkan beragam diskriminasi terhadap perempuan.
Komunitas perempuan dianggap sebagai warga nomor dua, di bawah signifikansi peran laki-laki. Karena itu, posisi dan peran perempuan tidak dianggap signifikan, hanya sebagai tumbal kepentingan laki-laki. Terjadinya kekerasan bermula dari adanya pola relasi kekuasaan yang timpang antara laki-laki dengan perempuan. Kondisi ini tidak jarang mengakibatkan tindak kekerasan oleh suami terhadap istrinya justru dilakukan sebagai bagian dari penggunaan otoritas yang dimilikinya.
Kekerasan terhadap perempuan dalam novel memang belum mendapatkan penyelesaian final, namun itu menunjukkan kehadiran teks sastra yang merupakan imaginative reality truth dapat membawa sastra kepada dua hal.
Sastra dihadapkan pada pilihan untuk membeberkan begitu saja realitas yang terjadi pada saat ia mencipta, atau sastra menyajikan sebuah gagasan baru tentang rekontruksi budaya dan sosial sebagai respon dari realitas sekaligus melahirkan pandangan, sikap, dan gagasan baru dari berbagai persoalan kemanusiaan.
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan atau suatu fenomena. Penulis berusaha menggali, membedah karya sastra untuk mencari konstruksi kekerasan disebabkan oleh kekuasaan terhadap perempuan yang terdapat dalam novel. Data dalam karya tulis ini berupa satuan cerita atau kalimat dalam novel tersebut.
Kata kunci : Kekerasan, Perempuan, Karya Sastra, dan Gender
PENDAHULUAN
Budaya patriarki yang masih kuat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan menimbulkan beragam diskriminasi terhadap perempuan. Komunitas perempuan dianggap sebagai warga nomor dua, di bawah signifikansi peran laki-laki. Karena itu, posisi dan peran perempuan tidak dianggap signifikan, hanya sebagai tumbal kepentingan laki-laki. Terjadinya kekerasan bermula dari adanya pola relasi kekuasaan yang timpang antara laki-laki dengan perempuan. Kondisi ini tidak
jarang mengakibatkan tindak kekerasan oleh suami terhadap istrinya justru dilakukan sebagai bagian dari penggunaan otoritas yang dimilikinya. Banyak teori ataupun penelitian yang memperlihatkan sumber-sumber kekuasaan laki-laki, yang pada gilirannya kemudian melahirkan kekerasan terhadap orang lain, khususnya perempuan. Kekuasaan sistem patriarki adalah biang keladi di balik diskriminasi atau kekerasan terhadap perempuan.
Menurut Kate Millet (dalam Gadis Arivia, 2006:10) laki-laki telah mengontrol dunia publik dan privat, inilah yang disebut patriarki. Pengontrolan ini harus dilawan agar perempuan dapat menjadi bebas. Tetapi, ini bukan pekerjaan yang mudah. Untuk melawan pengontrolan laki-laki, baik perempuan maupun laki-laki harus sama-sama meniadakan ketimpangan jender, status, peran yang telah dikonstruksikan oleh budaya patriarki. Kekerasan terhadap perempuan tidak dapat lepas dari aturan sistem masyarakat patriarki. Pengaturan system ini begitu mengakar pada kepercayaan dan tradisi masyarakat yang ditumbuhkan sejak kecil.
Sedang menurut Hentietta Moore (1994), kekerasan terhadap perempuan adalah perilaku yang muncul sebagai akibat adanya bayangan tentang peran identitas berdasarkan jenis kelamin dan berkaitan dengan adanya bayangan mengenai kekuasaan yang dapat dimilikinya. Kekerasan terdiri atas tindakan memaksakan kekuatan fisik dan kepada pihak lain. Biasanya diikuti dengan tujuan untuk mengontrol, memperlemah, bahkan menyakiti pihak lain. Tindak kekerasan terhadap perempuan meliputi berbagai fenomena, baik hukum, etika, kesehatan, budaya, politik maupun moral (Subhan, 2004:7).
Dimanapun, perempuan ternyata menarik untuk dibicarakan. Perempuan adalah sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu pihak, perempuan adalah keindahan. Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila. Di sisi lain, ia dianggap lemah. Anehnya, kelemahan itu dijadikan alasan oleh laki-laki jahat untuk mengeksploitasi keindahannya. Tragisnya, di antara para filosof pun yang beranggapan bahwa perempuan diciptakan oleh Tuhan hanya untuk menyertai laki-laki (Sugihastuti dan Suharto, 2002:32). Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respon atas berkembang luasnya feminisme diberbagai penjuru dunia. Secara leksikal, Moeliono, dkk.
(dalam Sugihastuti & Suharto 2002:61) menyatakan bahwa feminisme adalah
gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum laki-laki dan perempuan.
Yoder (dalam Sugihastuti & Suharto, 2002:5) menyebutkan bahwa kritik sastra feminis itu bukan berarti pengritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan kita. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang. Kritik sastra feminis berbeda dengan kritik-kritik yang lain, masalah kritik sastra feminis berkembang dari berbagai sumber. Dalam hal ini, diperlukan pandangan luas dalam bacaan-bacaan tentang perempuan. Bantuan disiplin ilmu lain seperti sejarah, psikologi, dan antropologi juga diperlukan serta perlu dipertimbangkan lagi teori sastra yang sudah dimiliki oleh kritikus sastra.
Adapun penulis akan mengacu pada salah satu novel sastra yaitu novel yang berjudul Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, mengingat sastrawan ini merupakan sastrawan satu-satunya di Indonesia yang telah mendapatkan penghargaan nobel internasional dan karya-karyanya mayoritas roman sejarah, yang dialami sendiri maupun pengalaman pribadi para kerabatnya. Melihat karya- karya Pramoedya yang sarat dengan permasalahan perempuan di berbagai karyanya, terlihat jelas keinginan Pramoedya mengemukakan perasaan, pemikiran, dan problem perempuan pada zamannya yang masih sangat relevan hingga kini. Dunia patriarki yang kental menyelimuti sebagian besar karya-karya Pramoedya, seperti halnya pada Gadis Pantai maka peneliti berusaha menggali informasi tentang segala konstruksi kekerasan yang dialami perempuan dalam sastra.
Berangkat dari permasalahan di atas, maka pokok masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang digambarkan oleh novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer? Tujuan dari karya ilmiah ini sendiri adalah untuk mengetahui bentuk-
bentuk kekerasan terhadap tokoh perempuan dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
METODE PENDEKATAN
Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif diartikan sebagai metode yang mendiskripsikan makna dan data yang ditangkap oleh peneliti dengan menunjukkan buktinya. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif ini, diharapkan karya tulis ini memperoleh hasil analisis yang berupa deskriptif objektif tentang deskripsi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer ditinjau dari sudut pandang feminis.
HASIL
Tabel 1
Tipologi dari ragam bentuk-bentuk kekerasan No. Jenis
Kekerasan
Bentuk
1. Kekerasan Langsung
Pembunuhan
Genosida/pemusnahan manusia, Pembunuhan massal, pembunuhan individu
Tindakan Brutal
Penyiksaan, Pemerkosaan, Penganiayaan Pembatasan/Tekanan Fisik
pindah dari satu populasi, Penggusuran paksa, Penculikan, Penyanderaan, Pemenjaraan,Buruh kerja paksa
2. Kekerasan Tidak
langsung
Pelanggaran terhadap hak hidup manusia
kekerasan karena pembiaran, menganggap rendah hak, tidak adanya perlindungan dari kekerasan sosial, tidak ada perlindungan dari kekerasan alam, kekerasan dengan mediasi
3. Kekerasan Represif
Perampasan hak-hak fundamental, berupa
hak-hak sosial, kesetaraan sosial atau gender, partisipasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi, perlindungan atas hak milik pribadi dan hak milik sosial
4. Kekerasan Alienatif
perampasan hak-hak yang lebih tinggi, pengasingan habitat dari populasinya, pengasingan dari pergaulan sosial
(stigmatisasi) Sumber: Ridwan, 2006: 62-63
Tabel 2
Peta Kekerasan terhadap Perempuan dalam Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer
Hal. Kutipan kalimat Bentuk Pelaku
kekerasan 12
13 24 28 31 38
46 58 82 108
120 134 136
253 253 256 257 257 257 257 258
Ia hanya tahu: ia kehilangan seluruh hidupnya.
Kadang dalam ketakutan ia bertanya: mengapa tak boleh ia tinggal di mana ia suka, di antara orang-orang tersayang…
Ia tahu sering kena pukul dan tampar tangannya.
Tapi sekarang, buat apakah penderitaan ini?
Dengan amarah tanpa daya bapak mendesak,
“Ngerti tidak kau? Tahu apa itu Haid?”
“Sebelum Bendoro memberi izin, Mas Nganten belum bisa bertemu...”
Bahkan mau menangis pun ia takut, berpikir pun takut.
Dirasai hatinya jadi ciut waktu diketahuinya benar-benar Bendoro menatapnya dan dengan bilah bambu penunjuk menghalaunya pergi.
Ia mulai mengerti, di sini ia tak boleh punya kawan seorang pun…
“Hari ini aku tak pulang,” dan tanpa menjenguk ke dalam kamar…
Kini ia tak dapat bicara dengan siapa suka.
…demi mengabdi pada Bendoro, sengaja ia tindas kenangan dan kangennya pada orang tuanya…
“jangan buat bising! Kembali ke kamarmu…”
…bahkan dua tiga kali tanpa menegurnya…
“Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus dan mesti dikerjakan.
“… jadi cuma perempuan?”
Ia ingin anak dan bapak berpandang-pandangan mesra. Tapi Bendoro tak pernah menengoknya.
“Mengapa? Kau telah dicerai.”
“Aku tak suruh kau mengasuh anakku.”
“Haruskah saya pergi tanpa anakku.”
“Kau tinggalkan rumah ini! …
“Carilah suami yang baik, dan lupakan segala dari gedung ini. Lupakan aku, ngerti?”
“Kau tak boleh sekali-kali menginjakkan kaki di
Kekerasan Represif
Kekerasan langsung Kekerasan tak langsung Kekerasan Alienatif Kekerasan Represif Kekerasan Represif
Kekerasan Alienatif Kekerasan tak langsung Kekerasan Alienatif Kekerasan Alienatif Kekerasan tak langsung Kekerasan tak langsung Kekerasan Alienatif Kekerasan tak langsung Kekerasan tak langsung Kekerasan Represif Kekerasan Alienatif Kekeraran Alienatif Kekerasan tak langsung Kekerasan tak langsung Kekerasan
Bapak
Bapak Bapak
Suami Suami Suami
Suami Suami Suami Suami
Suami Suami Suami
Suami Suami Suami Suami Suami Suami Suami Suami
258 263
264 264
265
kota ini. Terkutuklah kau bila melanggar.”
“Lupakan bayimu. Anggap dirimu tak pernah punya anak.”
Bendoro meraih tongkat, meletakkan Hadith di atas meja kecil di sampingnya, lari memburu Gadis Pantai…
“Tahan dia!” seru Bendoro sambil mengayun- ayunkan tongkatnya.
“Maling!” bentak Bendoro. “Ayoh. Lepaskan bayi itu dari gendongannya. Kau mau
kupanggilkan Polisi? Marsose?”
“Buat apa dia mesti rampas anakku? Selusin anak dia bisa buat dalam seminggu. Dia Cuma siksa aku! Dia, Bendoromu itu. Dia Cuma mau siksa bayiku…”
Alienatif Kekerasan Represif Kekerasan fisik Kekerasan fisik Kekerasan Represif Kekerasan Represif
Suami Suami
Suami Suami
Suami
PEMBAHASAN
Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sastra
Makna yang ingin ditonjolkan dalam tulisan tersebut di atas adalah kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh laki-laki. Tindakan kekerasan tidak langsung, Alienatif dan Represif merupakan suatu tindakan yang disengaja oleh pelaku dan dirasakan oleh korban, dan bisa jadi merupakan tindakan yang tersembunyi (tidak terlihat secara fisik). Tapi tindakan tersebut menyebabkan situasi bengitu tidak stabil, atau menyebabkan keseimbangan yang goyah maka tindakan ini juga dimasukkan dalam bentuk tindakan kekerasan. Meninjau ulang pengertian kekerasan seperti yang disebutkan dalam awal tulisan, kekerasan adalah perilaku atau perbuatan yang terjadi dalam relasi antar manusia, baik individu maupun kelompok, yang dirasa oleh salah satu pihak sebagai satu situasi yang membebani, membuat berat, tidak menyenangkan dan tidak bebas. Sedang bentuk pemukulan sudah jelas merupakan tindakan kekerasan.
Kajian Feminis pada Kekerasan langsung Tabel 3
Bentuk kekerasan fisik N
o
Kutipan kalimat Pelaku Deskripsi 1 Ia tahu sering kena pukul dan
tampar tangannya. Tapi sekarang, buat apakah penderitaan ini?
Bapak Bapak sering kali “memukul, menampar” Gadis Pantai saat di kampung halamannya di pantai.
2 Bendoro meraih tongkat, meletakkan Hadith di atas meja kecil di sampingnya, lari memburu Gadis Pantai…
Suami Suami (Bendoro) hendak
“memukul” dengan tongkat karena Gadis Pantai membawa anaknya pergi
3 “Tahan dia!” seru Bendoro sambil mengayun-ayunkan tongkatnya.
Suami Suami (Bendoro) hendak
“memukul” dengan tongkat karena Gadis Pantai bersikeras membawa anaknya pergi
Bentuk kekerasan fisik di atas, menunjukkan bahwa fenomena yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat kita masih beranjak dari sistem patriarki atau kekuasaan, yakni perempuan berada di sektor domestik, dan laki-laki di sektor publik dapat menyebabkan laki-laki dapat berbuat semena-mena terhadap perempuan. Bapak pada anaknya dan suami pada istrinya, bahkan memukul secara fisik atau dalam bentuk kekerasan fisik lain.
Kajian Feminis pada Kekerasan tak langsung Tabel 4
Bentuk kekerasan tak langsung N
o
Kutipan kalimat Pelaku Deskripsi 1 Dengan amarah tanpa daya
bapak mendesak, “Ngerti tidak kau? Tahu apa itu Haid?”
Bapak Bapak menganggap rendah Gadis Pantai yang kurang pengetahuan dan tidak mengerti masalah Haid
2 “Hari ini aku tak pulang,”
dan tanpa menjenguk ke dalam kamar…
Suami Suami (Bendoro) melakukan kekera- san karena membiarkan istrinya sendirian dan tidak ada perlindungan 3 “jangan buat bising! Kembali
ke kamarmu…”
Suami Suami melakukan menganggap rendah istrinya untuk tidak ikut campur. Tidak boleh menyatakan pendapat.
4 …bahkan dua tiga kali tanpa menegurnya…
Suami Suami (Bendoro) melakukan kekerasan karena membiarkan istrinya sendirian dan tidak ada perlindungan
5 “… jadi cuma perempuan?” Suami Suami menganggap rendah status sosial seorang perempuan, karena dia mendapatkan anak perempuan 6 Ia ingin anak dan bapak
berpandang-pandangan mesra. Tapi Bendoro tak pernah menengoknya.
Suami Suami (Bendoro) melakukan kekerasan karena membiarkan istrinya sendirian dan tidak ada perlindungan
7 “Kau tinggalkan rumah ini!
…
Suami Suami tidak memberikan perlindungan layaknya seorang suami
8 “Carilah suami yang baik, dan lupakan segala dari gedung ini. Lupakan aku, ngerti?”
Suami Suami (Bendoro) melakukan kekerasan karena membiarkan istrinya sendirian dan tidak ada perlindungan
Tindakan di atas menyebabkan situasi begitu tidak stabil, atau menyebabkan keseimbangan yang goyah. Seperti halnya pada kekerasan tidak langsung yang terjadi pada tokoh perempuan dalam novel Gadis Pantai tersebut.
Keberpihakan budaya patriarki (kebapakan), ini ditunjukkan dari beberapa kalimat di atas. Dari situ terlihat jelas bahwa suami masih memegang peranan lebih penting daripada istri dalam hubungan keluarga.
Kajian Feminis pada Kekerasan Alienatif
Pada kekerasan bentuk ini, si tokoh perempuan lebih banyak dirampas hak-haknya. Kekerasan ini lebih banyak dilatar belakangi oleh kekuasaan sang suami sebagai seorang yang derajatnya lebih tinggi.
Tabel 5
Bentuk kekerasan Alienatif N
o
Kutipan kalimat Pelaku Deskripsi 1 “Sebelum Bendoro
memberi izin, Mas Nganten belum bisa bertemu...”
Suami Suami melakukan kekerasan Alienatif karena ia melakukan tindakan
pengasingan dari populasinya (tidak boleh bertemu dengan orang tuanya sendiri) terhadap istrinya sendiri 2 Ia mulai mengerti, di sini ia
tak boleh punya kawan seorang pun…
Suami Suami melakukan tindakan pengasingan dari pergaulan sosial terhadap istrinya. (tidak boleh mempunyai teman satupun.
3 Kini ia tak dapat bicara dengan siapa suka.
Suami Suami tidak memperkenankan istrinya sendiri untuk bergaul dan merampas haknya untuk berbicara kepada siapapun yang ia suka
4 …demi mengabdi pada Bendoro, sengaja ia tindas kenangan dan kangennya pada orang tuanya…
Suami Suami melakukan kekerasan Alienatif karena ia melakukan tindakan
pengasingan dari populasinya (tidak boleh bertemu dengan orang tuanya sendiri) terhadap istrinya sendiri 5 “Kau milikku. Aku yang
menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus dan mesti dikerjakan.
Suami Suami melakukan perampasan hak-hak istrinya. Hak untuk melakukan sesuatu yang istri inginkan
6 “Aku tak suruh kau mengasuh anakku.”
Suami Suami melakukan perampasan hak-hak istrinya. Hak untuk mengasuh anaknya sendiri.
7 “Haruskah saya pergi tanpa anakku.”
Suami Suami melakukan perampasan hak-hak istrinya. Hak untuk mengasuh anaknya sendiri.
8 “Kau tak boleh sekali-kali menginjakkan kaki di kota ini. Terkutuklah kau bila melanggar.”
Suami Suami melakukan perampasan hak-hak istrinya. Hak untuk pergi ke suatu tempat yang istri sukai.
Keberadaan sebagai perempuan, terkait dengan citra dengan konsep- konsep yang berakar dalam kebudayaan, yang mengandung berbagai mitos: harus tunduk pada suami, harus melayani suami, dan citra lain yang menjadi kendala bagi pengakuan perempuan sebagai orang yang harus dihormati hak-hak asasinya.
Dari novel Gadis Pantai, sang suami menentukan apa yang harus dilakukan istri dan harus mentaati semua yang diperintahkannya. Sang istri tidak berhak untuk mengeluarkan pendapatnya dalam hubungan keluarga.
Kajian Feminis pada Kekerasan Represif Tabel 6
Bentuk kekerasan Represif N
o
Kutipan kalimat Pelaku Deskripsi 1 Ia hanya tahu: ia kehilangan seluruh
hidupnya. Kadang dalam ketakutan ia bertanya: mengapa tak boleh ia tinggal di mana ia suka, di antara orang-orang tersayang…
Suami Suami merampas hak istrinya untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosialnya sendiri
2 Bahkan mau menangis pun ia takut, berpikir pun takut.
Suami Suami merampas hak istrinya untuk berbuat sesuatu, sampai-sampai sang istri takut untuk menangis 3 Dirasai hatinya jadi ciut waktu
diketahuinya benar-benar Bendoro menatapnya dan dengan bilah bambu penunjuk menghalaunya pergi.
Suami Suami merampas hak istrinya untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosialnya sendiri
4 “Mengapa? Kau telah dicerai.” Suami Suami tidak
memperkenankan kesetaraan sosial dengan istrinya.
5 “Lupakan bayimu. Anggap dirimu tak pernah punya anak.”
Suami Suami merampas hak istrinya untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosialnya
sendiri
6 “Maling!” bentak Bendoro. “Ayoh.
Lepaskan bayi itu dari gendongannya. Kau mau
kupanggilkan Polisi? Marsose?”
Suami Tidak ada perlindungan atas hak milik pribadi dan sosial sang istri dari suaminya.
Hak atas anaknya sendiri dirampas.
7 “Buat apa dia mesti rampas
anakku? Selusin anak dia bisa buat dalam seminggu. Dia Cuma siksa aku! Dia, Bendoromu itu. Dia Cuma mau siksa bayiku…”
Suami Tidak ada perlindungan atas hak milik pribadi dan sosial sang istri dari suaminya.
Hak atas anaknya sendiri dirampas.
Kekerasan Represif ini sangat berdampak pada faktor psikologis sang istri dengan tekanan-tekanan yang diberikan oleh sang suami. Sistem sosial masyarakat pada saat itu telah meminggirkan sang istri dari anaknya sendiri. Sang suami yang menginginkan anak laki-laki akan tetap menjadikannya istri, akan tetapi jika anak yang diperolehnya perempuan, sang istri akan dipisahkan dari anaknya, dan sang istri akan diusir dari rumah.
KESIMPULAN
Seperti telah disampaikan di atas, novel Gadis Pantai adalah novel yang mengangkat sistem kekuasaan dan budaya patriarki sebagai latar belakang terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Pada masyarakat di dalam novel Gadis Pantai masih adanya prasangka gender yang menganggap bahwa kodrat perempuan yaitu menurut atas apa yang dikehendaki suami dan melayani suami.
Selain itu, masih adanya pemikiran-pemikiran tradisional antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat pada data di bawah ini.
“Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus dan mesti dikerjakan. (136)
Ia mulai mengerti, di sini ia tak boleh punya kawan seorang pun…(46)
“Kau tak boleh sekali-kali menginjakkan kaki di kota ini. Terkutuklah kau bila melanggar.”(258)
Berdasarkan analisis di atas dapat digambarkan bahwa nilai-nilai feminis yang terdapat dalam novel Gadis Pantai adalah sebagai berikut: (1) pembedaan posisi dan status sosial antara perempuan dan laki-laki menimbulkan ketimpangan
sosial pada perempuan, (2) karena posisi perempuan sendiri lemah sehingga perempuan rentan mendapat tekanan dan tidak memiliki hak terhadap apa yang semestinya ia peroleh dari orang lain terutama laki-laki, (3) kita hidup dalam budaya patriarki, yang meletakkan laki-laki sebagai makhluk superior, dan perempuan makhluk inferior. Dengan keyakinan ini, laki-laki berhak menguasai dan mengontrol perempuan, (4) kedudukan perempuan yang subordinat merupakan akar dari perlakuan terhadap perempuan, yang tidak memberi penghargaan padanya sebagai seorang manusia yang memiliki kebebasan dasar seperti: bebas dari ketakutan, tekanan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arivia, Gadis. 2006. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: PT. KOMPAS Media Nusantara
Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Renika Cipta.
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.
Malang: UMM Press.
Jurnal Perempuan Edisi 26. 2002. Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan.
Jakarta:YJP (Yayasan Jurnal Perempuan)
Jurnal Perempuan Edisi 45. 2006. Sejauh Mana Komitmen Negara? Diskriminasi Terhadap Perempuan. Jakarta:YJP (Yayasan Jurnal Perempuan)
Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Remaja ROSDA
Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Gadis Pantai. Jakarta: Lentera
Ollenburger, Jane dan Helen A. Moore. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ridwan. 2006. Kekerasan Berbasis Gender. Purwokerto: PSG (Pusat Studi Gender)
Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Jakarta: PT. Ghalia.
Srinthil (Media Perempuan Multikultural). Edisi8 2005. Perempuan dan Sastra Poskolonial. Jakarta: Kajian Perempuan DESANTARA
Subhan, Zaitunah. 2004. Kekerasan Terhadap Perempuan. Yogyakarta:PT. LKiS Sugiarti. 2001. Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan (Studi Kasus pada Perempuan Korban Kekerasan dam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Malang).
UMM: PSW
Sugihastuti dan Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa www.genderwav.com Feminisme - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.htm
www.sekitarkita.com. Dekonstruksi Ketidakadilan Jender.htm
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA KELOMPOK
Ketua Kelompok
a. Nama Lengkap : Ritmha Candra Ariesha b. Tempat, tanggal lahir : Mojokerto, 6 April 1984
c. Agama : Islam
d. Alamat : Jln. Tlogomas II No.49B Malang.
e. No. HP : 0341-7363238 f. Riwayat Pendidikan Formal
No. Jenjang Nama Institusi Tahun tamat 1 SD SD Negeri Wates V Mojokerto 1996 2 SLTP SLTP Negeri II Mojokerto 1999 3 SLTA SMU Negeri I Puri Mojokerto 2002
4 D1 Bhs. Inggris (ESP) UMM 2004
5 S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMM
g. Pengalaman Penelitian
No. Judul Tahun 1
Telaah Nilai Moral Tokoh Utama dalam Novel
“DENDANG” Karya Darman Moenir (Sebuah Tinjauan Sosiologis)
2003 2 Analisis Novel dari Segi Psikologi Behaviorisme
Mereka yang Dilumpuhkan Karya PRAMOEDYA ANANTA TOER
2003
3 Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Terhadap Penguasaan Bahasa Siswa Kelas VI SDN Wates V Kota Mojokerto
2004
4 Efektivitas Metode Diskusi dalam Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
(Studi kasus pada Siswa Kelas X-1 SMAN II Batu Malang)
2006
5 Nilai-nilai Estetik pada Lirik Lagu Daerah Suku Rejang Bengkulu
Masih dilakukan
Anggota Kelompok
a. Nama Lengkap : Nina Mayasari
b. Tempat, tanggal lahir : Pangkalan Bun, 25 Juli 1985
c. Agama : Islam
d. Alamat : Jln. Tlogomas Gg. 15A Malang e. No. Telp/ HP : 0341-468263/ 085234682700 f. Riwayat Pendidikan Formal
No. Jenjang Nama Institusi Tahun tamat
1 SD 1997
2 SLTP 2000
3 SLTA 2003
4 D1 2005
a. Nama Lengkap : Susiani
b. Tempat, tanggal lahir : Kebumen, 23 Oktober 1983
c. Agama : Islam
d. Alamat : Jln. Tlogomas Gg. 15A Malang.
e. No. Telp/ HP : 0341-468263/ 085646397382 f. Riwayat Pendidikan Formal
No. Jenjang Nama Institusi Tahun tamat
1 SD SDN Jekek III 1996
2 SLTP SLTPN I Baron 1999
3 SLTA SMK PGRI 2 Kertosono 2002
4 D1 Bhs. Inggris (ESP) UMM 2005
BIODATA DOSEN PEMBIMBING
a. Nama Lengkap : Dra. Sugiarti, M.Si
b. NIP : 104.8709.0043
c. Golongan Pangkat : Pembina IVA d. Jabatan Fungsional : Staf Pengajar UMM e. Jabatan Struktural : -
f. Fakultas/Program Studi : FKIP/ Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia g. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
h. Bidang Keahlian : Sosial sastra i. Alamat : Tlogo Suryo VI/58 Pengalaman Penelitian
1. Kesehatan Reproduksi dan Pemberdayaan Wanita Pedesaan (Studi Perilaku Wanita Nelayan Pesisir Pantai di Kabupaten Bangkalan). Tahun:
2000
2. Analisis Perilaku Ketimpangan Gender dalam Proses Pendidikan (Studi pada Pendidikan Dasar di Kota Malang). Tahun 2003
3. Studi Manifestasi Keadilan Gender pada Novel Layar Terkembang Karya:
STA, Keberangkatan Karya: N.H. Dini, dan Saman Karya: Ayu Utami Serta Manfaatnya bagi Pengajaran Apresiasi Sastra. Tahun 2004
4. Telaah Dekonstruksi Kekuasaan dalam Novel Dari Fontenay ke Magallianes Karya: N.H Dini. Tahun 2005
5. Studi Analisis Kebijakan Pendidikan Tingkat Propinsi Jawa Timur. Tahun 2003.
6. Pola Pencitraan Kekuasaan Tokoh dalam Novel La Barka Karya: N.h Dini dan Bekisar Merah Karya: Ahmad Tohari dalam Perspektif Sosiologi Sastra.
Menulis Ilmiah
1. Pembangunan Berbasis Gender (Penulis, Jawa Pos, 18 Oktober 2001 2. Perempuan – Pemilu Batu (Penulis, Jawa Pos, 31 Oktober 2001)
3. Gender: Konsep dan Tekniuk Analisis (Penulis, PSWK UMM, 2001, 6 Bln)
4. Mosul Pengetahuan dan Kajian Prosa Fiksi (Penulis, FKIP UMM, 2001) 5. Pembangunan dalam Perspektif Gender (Penulis, UMM Press, 2003) 6. Dasar-dasar Kesastraan (Penulis, FKIP UMM, 2003)
7. Menggagas Wisata Budaya (Penulis, Jawa Pos, 2003)