• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PEDAGANG KAKILIMA (Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan Di Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PEDAGANG KAKILIMA (Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan Di Kota Bogor)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN

PEDAGANG KAKILIMA

(Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan

Di Kota Bogor)

S A P A R

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN

PEDAGANG KAKILIMA

(Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan

Di Kota Bogor)

S A P A R

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang kakilima (Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan Di Bogor) benar adanya sebagai hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua informasi dan data yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas di tesis ini. Demikian tesis ini dibuat untuk digunakan dan diketahui sebagaimana mestinya.

Bogor, Januari 2006

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Mawa Kota Palopo tanggal 1 Januari 1977 sebagai anak pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak Drs. Syafruddin (alm) dan Ibu Sitti Fatimah (alm). Pendidikan SD ditempuh di SDN No. 70 Mawa, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Palopo dan SMA Negeri 1 Palopo. Pendidikan sarjana di tempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Muhammadiyah Palopo Sulawesi Selatan jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) lulus tahun 1999. Pada tahun 2000, penulis diangkat sebagai staf akademik pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Muhammadiyah Palopo Sulawesi Selatan. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi Magister Sains pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor .

Pada tahun 2004, Penulis menikah dengan Imelda Rosa, SP di Jakarta.

(5)

RINGKASAN

SAPAR. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima (Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan Di Kota Bogor). Dibimbing oleh : RICHARD W.E. LUMINTANG dan DJOKO SUSANTO.

Tujuan penelitian adalah: (1) mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima, (2) mengkaji perilaku kewirausahaan pedagang kakilima, dan (3) mengkaji hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima.

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan rancangan dekriptif korelasional. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni – September 2005. Populasi penelitian adalah pedagang kakilima pemakai gerobak usaha makanan di Kota Bogor. Sampel penelitian sebanyak 40 responden yang berprofesi sebagai pedagang kakilima pemakai gerobak usaha makanan. Analisis data menggunakan korelasi Rank Spearman (rs) untuk melihat hubungan antara variabel yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor internal pedagang kakilima menunjukkan responden berumur 20 – 30 tahun, berpendidikan formal sedang, berpendidikan non formal rendah, pengalaman berusaha tinggi serta motivasi rendah. Pada faktor-faktor eksternal tergolong sedang dalam hal: keluarga, lingkungan tempat kerja.

Perilaku kewirausahaan pedagang kakilima tergolong dalam kategori tinggi, dalam hal: sikap dan keterampilan dan sedang dalam hal pengetahuan. Pada aspek sikap dan keterampilan tergolong tinggi karena pedagang kakilima dituntut oleh lingkungan yang harus berusaha agar tetap survive dan banyaknya pengalaman dalam berusaha dagang, sedangkan pada aspek pengetahuan yang berkategori sedang disebabkan karena rendahnya pendidikan formal dan non formal.

Faktor-faktor internal dan eksternal berhubungan secara nyata dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima, ialah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, motivasi, modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, ketersediaan bahan dan jumlah konsumen. Penyuluhan perilaku kewirausahaan terhadap pedagang kakilima perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pedagang kakilima.

(6)

PRAKATA

Dengan menghaturkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, tesis penelitian yang berjudul : “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima (Kasus Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan Di Kota Bogor) ” dapat terselesaikan

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Richard WE. Lumintang, MSEA., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ign Djoko Susanto, SKM, APU, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang selama ini tidak pernah bosan untuk selalu membimbing, mengarahkan dan mengangkat motivasi penulis untuk selalu fokus dalam menyelesaikan tesis penelitian ini.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang-orang yang penulis cintai dan sayangi serta orang-orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan tesis penelitian ini, yaitu:

(1) Almarhum bapak, almarhumah ibu yang selalu memberikan dukungan moril

dan spiritual kepada penulis

(2) Istri tercinta serta bapak dan ibu mertua yang telah banyak memberikan

dorongan moril dan material dalam penyelesaian tesis penelitian ini

(3) Adik-adik penulis ( Hasrul, Syamsinar, Muh. Sainal dan St. Fauziah) yang

selalu memberikan dukungan agar terus bersemangat dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor

(4) Ibu Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc selaku Dekan Sekolah Pasca

Sarjana Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu penulis (5) Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, MSc selaku ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan

Pembangunan (PPN) yang selalu memonitoring studi penulis agar cepat selesai

(6) Seluruh staf pengajar pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu penyuluhan kepada penulis (7) Rekan-rekan keluarga besar mahasiswa PPN Khususnya Syafruddin dan

Herawati yang telah banyak memberikan banyak wawasan lewat diskusi-diskusi sehingga tesis penelitian ini dapat terselesaikan

(7)

(8) Para Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha makanan yang menjadi

responden dalam membantu penyelesaian tesis ini

Usaha yang maksimal dari penulis agar tesis penelitian ini dapat sesempurna mungkin, namun diakui sebagaimana manusia biasa pasti ada kelemahan dan kekurangan, Semoga tesis penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan.

Bogor, Januari 2006

(8)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... i DAFTAR LAMPIRAN ... ii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Masalah Penelitian ... 3 Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Hasil Penelitian ... 4

Definisi Istilah ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Wirausaha Dan Kewirausahaan ... 6

Perilaku Kewirausahaan ... 11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan ... 13

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 17

Kerangka Berpikir ... 18

Hipotesis Penelitian ... 20

METODE PENELITIAN ... 21

Rancangan Penelitian ... 21

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Populasi dan Sampel ... 21

Operasionalisasi dan Cara Pengukuran Variabel ... 21

Pengumpulan Data ... 29

Instrumentasi ... 30

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Deskripsi Daerah Penelitian ... 35

Faktor-Faktor Internal Pedagang Kakilima ... 37

Faktor-Faktor Eksternal Pedagang Kakilima ... 39

Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima ... 41

Hubungan antara Faktor-Faktor Internal Pedagang Kakilima dengan Perilaku Kewirausahaan ... 43

Hubungan antara Faktor-Faktor Eksternal Pedagang Kakilima dengan Perilaku Kewirausahaan ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 32

2. Faktor-Faktor Internal Pedagang Kakilima... 38

3. Faktor-Faktor Eksternal Pedagang kakilima ... 40

4. Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima... 42

5. Hubungan antara Faktor-Faktor Internal dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima ... 44

6. Hubungan antara Faktor-Faktor Eksternal dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima ... 46

(11)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk menyejahterakan kehidupan seluruh warga masyarakatnya, dan umumnya sangat diharapkan dari pembangunan ekonomi negara secara keseluruhan. Jumlah orang yang menganggur akibat krisis ekonomi sejak tahun 1997 terus bertambah. Tahun 2001 jumlah penganggur sebanyak 6.1 juta orang, tahun 2002 meningkat menjadi 8.6 juta orang. Tahun 2003 jumlah penganggur sudah mencapai 10.3 juta orang yang merupakan bagian dari 42 juta orang pengangguran terbuka dan setengah terbuka. Center for

Labor and Development Studies mencatat bahwa pengangguran sudah mencapai 42

juta orang dan 1.9 juta orang di antaranya adalah pengangguran intelektual sarjana lulusan perguruan tinggi. Diproyeksikan pengangguran terdidik lulusan perguruan tinggi menjadi 2.5 juta orang (3.7 %) pada tahun 2004.

Para penganggur bukan saja menjadi beban keluarga tetapi juga menjadi beban bagi masyarakat dan negara. Pada awalnya menganggur menjadikan seseorang tersingkir dalam masyarakat, merasa tidak dihargai, dan tidak berarti, menganggur pada saat ini telah menjadi suatu gejala sosial, sehingga mind set negatif tentang pengangguran harus berubah menjadi tantangan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Wirausaha kecil di sisi lain yang merupakan usaha rakyat justru menunjukkan keterandalannya dan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan usaha menengah dan besar. Usaha-usaha pertanian rakyat yang bergerak dan berorientasi pada komoditi ekspor yang diabaikan keberadaannya, tampaknya banyak membantu pengadaan devisa negara. Indonesia ternyata masih memiliki kekuatan atau potensi usaha kecil sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 sebesar 0.28%, sedang usaha menengah dan besar tidak berkembang bahkan berkurang. Pertumbuhan

(12)

wirausaha kecil secara kuantitas berada dalam jumlah sangat banyak dan memiliki keunggulan komparatif dalam menyerap tenaga kerja dibandingkan usaha yang lebih besar. Wirausaha kecil bersifat luwes dalam usaha maupun kemampuan sumber daya manusianya, berperan sebagai penyedia barang-barang murah kebutuhan keluarga, memiliki efisiensi dan fleksibilitas usaha yang tinggi, serta keuntungan dapat diraih dalam waktu yang relatif pendek. Wirausaha kecil kurang memiliki kemampuan manajerial dalam pengembangan usaha, sehingga wirausaha kecil hanya mampu bertahan.

Pedagang kakilima adalah merupakan salah satu bentuk wirausaha yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia, Pedagang Kakilimalah yang sebenarnya cukup membantu pemerintah dalam memutar roda perekonomian, karena itu keberadaan mereka sepantasnya tetap diberi penghargaan bukan dianggap sebagai penyebab kemacetan maupun biang kesemrawutan namun harus ada kebijakan yang berpihak kepada Pedagang Kakilima. Kemampuan kewirausahaan pedagang kakilima sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut, diduga berasal dari dalam diri pedagang kakilima (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor internal yang dipandang penting yaitu umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman usaha, dan motivasi sedangkan faktor eksternal yang dipandang esensial adalah modal, keluarga, lingkungan kerja, jumlah konsumen, peluang pembinaan usaha dan ketersediaan bahan-bahan untuk usaha pedagang kakilima pemakai gerobak usaha makanan. Oleh karena itu, perilaku kewirausahaan pedagang kakilima di kota Bogor keterkaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya menarik untuk diteliti.

(13)

Masalah Penelitian

Banyak faktor yang mempengaruhi pedagang kakilima dalam meningkatkan kemampuan kewirausahaannya. Namun dari sekian banyak faktor tersebut, penelitian ini memfokuskan pada beberapa faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan kewirausahaan, yaitu dari segi sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini pedagang kakilima sebagai pelaku usaha.

Faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan pedagang kakilima adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi sebagai faktor internal, sementara modal, keluarga, lingkungan kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan sebagai faktor eksternal.

Tjakrawerdaya (1997) mengemukakan bahwa sebagian besar pengusaha kecil di Indonesia belum dapat memenuhi ciri-ciri kewirausahaan yang ideal. Sejumlah penelitian ditemukan 10 % dari potensi kewirausahaan yang secara alamiah terwujud di dalam masyarakat, sebagian besar lainnya potensi kewirausahaan masih berupa “sleepy entrepreneur” belum bangkit. Oleh karena itu, terjadi kesenjangan antara potensi dan aktualisasi, antara lain ditunjukkan dengan banyaknya industri yang masih berbentuk industri informal.

Sejalan dengan yang telah dikemukakan pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu

1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kewirausahaan pedagang

kakilima

2. Bagaimana perilaku kewirausahaan pedagang kakilima

3. Bagaimana hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan perilaku

(14)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah:

(1) Mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan

perilaku kewirausahaan pedagang kakilima.

(2) Mengkaji perilaku kewirausahaan pedagang kakilima

(3) Mengkaji hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dengan perilaku

kewirausahaan pedagang kakilima

Kegunaan Penelitian

Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian mempunyai kegunaan:

1) Secara akademis, sebagai salah satu sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam

mengembangkan konsep teoritik mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima..

2) Secara praktis, memberikan masukan bagi pihak terkait dalam merumuskan

kebijaksanaan pembangunan, khususnya dalam hal pemberdayaan kewirausahaan pedagang kakilima.

(15)

Definisi istilah

Konsep-konsep atau istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Perilaku Kewirausahaan adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan

seseorang dimana polanya dicirikan oleh unsur-unsur kewirausahaan yaitu sikap mental, pengetahuan, dan keterampilan

(2) Pedagang kaki lima pemakai gerobak usaha makanan adalah seluruh

pedagang yang memakai gerobak usaha makanan yang volume perdagangannya setiap individu relatif kecil dengan mobilitas perdagangan yang sangat terbatas jangkauannya

(3) Umur adalah usia responden

(4) Pendidikan formal adalah jumlah tahun pendidikan sekolah yang pernah

diikuti

(5) Pendidikan non formal adalah pendidikan di luar sekolah yang pernah diikuti

(6) Pengalaman berusaha adalah lamanya melaksanakan kegiatan usaha yang

sejenis

(7) Motivasi adalah dorongan yang membuat melakukan usahanya

(8) Modal adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usaha

(9) Keluarga adalah jumlah anggota keluarga dengan kondisi keluarga

(10) Lingkungan tempat kerja adalah keadaan lingkungan tempat berusaha

(11) Peluang pembinaan usaha adalah kesempatan untuk mendapatkan pembinaan

usaha

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Wirausaha dan Kewirausahaan

Istilah entrepreneur sudah dikenal orang dalam sejarah ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan sejak tahun 1755. Cantillon memberikan peranan utama kepada konsep entrepreneurship dalam ilmu ekonomi. Cantillon menyatakan seorang entrepreneur sebagai seorang yang membayar harga tertentu untuk produk tertentu, untuk kemudian dijualnya dengan harga yang tidak pasti (an Uncertain Price), sambil membuat keputusan-keputusan tentang upaya mencapai dan memanfaatkan sumber-sumber daya, dan menerima resiko berusaha. (Winardi, 2003)

Konsep entrepreneur di Indonesia mulai dikenal pada sekitar tahun 70an, istilah yang digunakan adalah “wiraswasta” sebagai terjemahan dari entrepreneur, dan “jiwa kewiraswastaan” merupakan terjemahan dari entrepreneurship (Suparman 1980). wiraswasta merupakan istilah yang berasal dari kata “wira” dan “swasta”, wira berarti berani, utama atau perkasa. Swasta merupakan paduan dari dua kata “swa” dan “sta”, swa artinya sendiri dan sta berarti berdiri. Swasta dapat diartikan sebagai berdiri menurut kekuatan sendiri. Bertolak dari segi etimologis pengertian wiraswasta adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Mustofa, 1996). Menurut Zemmerer dalam Suryana (2001), wirausaha adalah penerapan kreativitas dan keinovatifan untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Sukardi (1991) menggunakan istilah entrepreneur, yang artinya seseorang yang dapat memanfaatkan, mengatur, mengarahkan sumber daya tenaga kerja, alat produksi untuk menciptakan produk tertentu, di mana produk tersebut ditukarkan atau dijual

(17)

dalam situasi pasar, dan dengan demikian mendapatkan penghasilan untuk kelangsungan hidupnya. Pekerti (1988) memakai istilah kewirausahaan, yang diartikan tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam perangkat tindakan serta membuahkan hasil karya berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif.

Pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha adalah seseorang yang mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan usaha yang dimilikinya, dan dilakukan dengan penuh kreatif, inovatif, mempertimbangkan kemampuan diri (swakendali), mampu mengambil resiko, mampu melihat kedepan, mampu memanfaatkan peluang, mampu bergaul, suka bekerja keras, penuh keyakinan dan bersikap mandiri.

Sejarah kewirausahaan menunjukkan bahwa kewirausahaan mempunyai karakteristik yang umum serta berasal dari kelas yang sama (Suparman, 1980). Bronner ( Tawardi, 1999) mengemukakan bahwa rata-rata wirausahawan adalah anak dari orang tua yang kondisi keuangan memadai, tidak miskin dan tidak kaya. Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi berasal dari semua kelas sosial.

Cantilon (Tjakrawerdaya, 1997) mengatakan bahwa fungsi “risk bearing” sebagai ciri utama wirausaha, dan scumpeter memperkenalkan fungsi inovasi dalam kewirausahaan. Meiner dkk (1980) mengemukakan bahwa ada lima ciri utama sifat-sifat kewirausahaan yaitu: (a) Self achievement, yaitu keinginan untuk selalu memiliki prestasi yang lebih baik, (b) Risk taking, yaitu kemampuan mengambil resiko tertentu demi mempercepat mencapai tujuan, (c) Feed back of result, yaitu keinginan untuk segera mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dikerjakan, (d)

(18)

perbaikan dan kemajuan, dan (e) Planning for the future, yaitu sikap untuk bertindak berdasarkan rencana yang telah disusun terlebih dahulu.

Sukardi (1991), mendefenisikan entrepreneur adalah seseorang yang dapat memanfaatkan, mengatur, mengarahkan sumber daya tenaga kerja, alat produksi untuk menciptakan suatu produk tertentu, yakni produk tersebut ditukarkan, atau dijual dalam suatu pasar, dan dengan demikian mendapatkan sumber penghasilan untuk kelangsungan hidupnya. Senada dengan pendapat Pekerti (1988), bahwa perilaku kewirausahaan adalah sikap selalu tanggap terhadap peluang usaha-usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil karya berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif.

Clelland (1987) mengemukakan ciri yang dimiliki perilaku kewirausahaan adalah mempunyai kemiripan dengan orang yang mempunyai motif berprestasi (need

of achievement) yaitu: (a) senantiasa berusaha untuk mempeoleh hasil yang lebih

baik dari apa yang telah diperoleh, (b) berani mengambil resiko pada taraf rata-rata, (c) mempunyai tanggungjawab pribadi, dan (d) senantiasa menginginkan segera umpan balik hasil pekerjaannya untuk mengevaluasi dan memperbaiki tindakannya dimasa depan. Lebih lanjut Mc. Clelland mengatakan, ciri orang yang mempunyai sikap kewirausahaan, salah satu diantaranya penuh semangat dan kreatif.

Miner (1989) berpendapat bahwa ciri utama perilaku kewirausahaan adalah (a) mempunyai self achievement, yaitu keinginan untuk selalu memiliki prestasi yang lebih baik, (b) Feed back of result, yaitu keinginan untuk segera mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dikerjakan.

Meredith (1996) mengemukakan bahwa ciri-ciri seseorang yang memiliki sikap kewirausahaan, yaitu: (a) fleksibel dan supel dalam bergaul, (b) mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada, (c) memiliki pandangan kedepan,

(19)

cerdik dan lihai, (d) tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, (e) mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri, (f) mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis, serta mempunyai jiwa kepemimpinan, (g) mempunyai motivasi yang kuat untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dan teguh dalam pendiriannya, (h) sangat mengutamakan prestasi, dan memperhitungkan faktor-faktor yang menghambat dan faktor penunjang, (i) memiliki disiplin diri yang tinggi, dan (j) berani mengambil resiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalnnya.

Timmons (1974) berpendapat tentang karakteristik wirausahawan yang berhasil adalah adanya keyakinan pada dirinya, bahwa segala jerih payahnya akan membawa hasil. Keyakinan diri ini termasuk kepercayaan bahwa keberhasilannya tidaklah ditentukan oleh faktor diluar dirinya. Disamping itu mempunyai sikap kesediaan untuk secara terus menerus mencurahkan tenaganya setiap harinya untuk mencapai keberhasilan usahanya, serta kesediaan dan kesungguhan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Disini terkandung arti kekuatan kehendak pribadi (self determination) untuk menyelesaikan pekerjaan. Disamping itu, memiliki keluwesan bergaul yang merujuk pada ketersediaan wirausaha untuk berhubungan dengan semua lapisan dalam masyarakat, aneka ragam individu demi keberhasilan berusaha.

Sukardi (1991) berpendapat bahwa ciri-ciri utama perilaku kewirausahaan seseorang adalah selalu terlibat dalam setiap situasi kerja, tidak mudah menyerah, tidak memberi kesempatan berpangku tangan. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada sembilan ciri psikologik yang selalu dijumpai dan tampil pada perilaku wirausaha yang berhasil, yaitu: (1) selalu tanggap terhadap peluang dan kesempatan berusaha yang berkaitan dengan peluang kinerjanya, (2) selalu berusaha memperbaiki prestasi,

(20)

menggunakan umpan balik, menyenangi tantangan dan berupaya agar hasil kerjanya selalu lebih baik dari sebelumnya, (3) selalu bergaul dengan siapa saja, membina kenalan, mencari kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri dalam berbagai situasi, (4) dalam berusaha selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Tidak pernah memberi dirinya kesempatan berpangku tangan, mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada pekerjaan, dan memiliki tenaga terlibat terus menerus dalam pekerjaannya, (5) optimisme bahwa usahanya akan berhasil. Percaya diri dengan bergairah langsung terlibat dalam kegiatan konkrit, jarang terlihat ragu-ragu.

Sukardi (1991) melanjutkan ciri psikologik perilaku wirausaha yang berhasil adalah (6) tidak khawatir menghadapi situasi yang serba tidak pasti, usahanya belum tentu membuahkan keberhasilan. Berani mengambil antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan kegagalan. Segala tindakan diperhitungkan secara cermat, (7) benar-benar memperhitungkan apa yang harus dilakukan dan bertanggungjawab pada dirinya sendiri, menunjukkan swakendali dalam mengarahkan tingkah lakunya, (8) selalu bekerja keras mencari cara-cara baru untuk memperbaiki kinerjanya.Terbuka untuk gagasan, pandangan, penemuan-penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya. Tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama, tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru, dan (9) apa yang dilakukan merupakan tanggungjawab pribadinya. Keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadinya. Lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak dan tidak tergantung pada orang lain.

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai karakteristik atau ciri-ciri yang selalu muncul pada perilaku wirausaha yang berhasil. Pada wirausaha yang

(21)

berhasil banyak memiliki cara yang sama, antara lain penuh energi, inovatif, berani mengambil resiko serta keinginan untuk berprestasi, selain itu juga sifat optimis dan percaya akan masa depan.

Kata kewirausahaan hingga saat ini diakui belum memiliki defenisi yang utuh dan tegas, mengingat kedua kata tersebut memiliki makna yang bersifat universal. Wirausaha pada prinsipnya memiliki makna yang khas yaitu mencerminkan karakter yang tekun, giat dan relative dalam bekerja atau berusaha, mampu mengambil prakarsa dari peluang usaha dengan mengandalkan kemampuan orang lain, berani mengambil resiko kerugian atau kegagalan tanpa harus putus asa namun bertindak sebagai motivator dan inovator (Pambudy, 1999)

Perilaku Kewirausahaan

Perilaku wirausaha mencakup tiga hal yaitu pengetahuan, sikap mental dan keterampilan serta sikap kewaspadaan yang merupakan perpaduan unsur pengetahuan dan sikap mental terhadap masa yang akan datang (Wijandi, 1988). Atmakusuma dalam Setiawan (2003) mengenai perilaku wirausaha tersebut, pengetahuan didefenisikan sebagai tingkat kemampuan berpikir seseorang. Pada umumnya kemampuan berpikir lebih banyak ditentukan oleh tingkat pendidikan baik formal maupun non formal, meskipun secara langsung tidak ada kaitan antara pengetahuan/pendidikan dengan semangat berusaha, dalam menjalankan usahanya seorang wirausahawan perlu memiliki beberapa pengetahuan dasar yang memadai agar usahanya berhasil. Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan berkembang seiring dengan majunya zaman, sebagai pelaku usaha maka pengetahuan yang terkini harus didapat dan diikuti agar usahanya maju.

(22)

Douglas dalam Pambudy (1999) menjelaskan ciri-ciri dari wirausaha yang berhasil antara lain: (a) memiliki tujuan yang berkelanjutan, (b) pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar tentang bagaimana suatu bisnis dapat bertahan dan berhasil, (c) memiliki kemampuan memecahkan masalah secara efektif dengan banyak akal, (d) percaya diri terhadap kemampuan untuk mencapai tujuan bisnis, (e) inovasi untuk menemukan hal-hal yang baru, (f) memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan (g) memiliki kemampuan menjual terhadap produk barang.

Sikap mental yang diperlukan seorang wirausahawan adalah unsur mencirikan respon, tanggapan atau situasi mental/psikologis jika dihadapkan pada situasi, sikap mental ini bersifat dinamis. Gagasan, karsa, inisiatif, kreatifitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja keras dan sebagainya dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri seseorang yang secara langsung atau tidak mempengaruhi sikap mental seseorang, sikap mental berbeda dengan kepribadian. Kepribadian menunjukkan watak seseorang atau sikap mental yang relatif mantap dan tetap (Wijandi, 1988). Selanjutnya Pambudy (1999) menjelaskan sikap dasar seorang wirausahawan adalah kemauan, kemampuan dan memiliki kesempatan untuk selalu memperhatikan usahanya. Keterampilan adalah suatu kemauan dan kemampuan serta kesempatan yang ada pada diri seseorang untuk selalu menggunakan semua organ fisiknya dalam mengembangkan usahanya tersebut, unsur ini berhubungan dengan kerja fisik anggota badan terutama tangan, kaki dan mulut (suara) untuk bekerja (Pambudy, 1999).

(23)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kewirausahaan Mc Clelland (1987) mengemukakan bahwa motif berprestasi atau need for

achievement akan mendorong timbulnya perilaku kewirausahaan, dan motif

berprestasi dapat dipelajari dan dikembangkan. Penting diadakan pendidikan dan latihan yang dapat menumbuh dan mengembangkan motif berprestasi sejak dini. Pembentukan wiraswasta yang tangguh akan lebih dimudahkan apabila sistem pendidikan yang berlaku dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan wiraswasta, disamping tentunya juga diperlukan adanya sistem yang baik pada bidang-bidang yang lain, seperti sistem perbankan, sistem perdagangan, sistem kerjasama, dan lain sebaginya (Suparman, 1980). Rogers (1980) menyatakan seseorang dalam merubah perilakunya dipengaruhi oleh: (1) kemampuan membaca dan menulis, (2) sifat kosmopolit, (3) tingkat pendidikan, (4) status sosial ekonomi, dan (5) umur.

Dari beberapa konsep tentang karakteristik pedagang kakilima dan karakteristik lainnya, hanya beberapa karakteristik tertentu saja yang akan diteliti, yaitu: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) pengalaman berusaha, (4) motivasi (5) modal, (6) keluarga, (7) lingkungan tempat kerja, (8) peluang pembinaan usaha dan (9) ketersediaan bahan

Umur

Menurut Anggraini (1995), usia berhubungan nyata dengan tumbuh kembangnya perilaku kewirausahaan pengusaha kecil. Dahama dan Bhatnagar (1980) berpendapat bahwa, umur seseorang berkaitan dengan kapasitas belajarnya terus naik sejak anak mengenal lingkungannya, dan pada awal dewasa yaitu usia 25 – 28 tahun, kemudian menurun. Kemudian penurunan itu dengan drastis dimulai sejak

(24)

seseorang itu berusia 50 tahun. Napitupulu (1975) mengemukakan bahwa umur 15 – 40 tahun memiliki produktivitas tinggi.

Pendidikan

Menurut Suparman (1980), kewiraswastaan hanya dapat dipelajari dari seorang wiraswasta, dengan demikian jelas bahwa kewiraswastaan dapat diajarkan, wiraswasta dapat dibentuk, dan ditempa, asal pada alamat dan wadah yang tepat. Pendidikan minimum sebagai perlindungan minimum bagi setiap orang perlu digali dan disajikan. Tulisan ini berkeyakinan bahwa pendidikan minimum itu adalah “pendi dikan wiraswasta.”

Selanjutnya rendahnya produktifitas tenaga kerja disebabkan faktor rendahnya pendidikan formal yang dimiliki, yang berkendala dalam menyerap informasi baru, khususnya yang berkaitan dengan proses difusi-inovasi teknologi baru sehingga upah yang diterima tenaga kerja, inilah yang menjadi salah satu sumber kemiskinan yang ada dewasa ini. Masalah kualitas tenaga kerja tersebut diatasi dengan berbagai pendidikan lanjutan seperti pelatihan, kursus-kursus, penyuluhan, magang kerja, studi lapangan, dan sebagainya (Sukartawi, 1996). Pengalaman

Pengalaman belajar sebagai interaksi, antara yang belajar dengan lingkungannya, dimana yang belajar tersebut dapat memberi reaksi terhadap stimuli yang diterimanya (Soekanto, 1986). Dahama dan Bhatnagar (1980) mengatakan bahwa pengalaman seseorang akan memberikan kontsribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak. Mustofa (1996) mengatakan bahwa pengalaman masa kecil, serta pola asuh keluarga, tuntutan keluarga, kemungkinan besar ikut berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan meskipun hal ini kadang-kadang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan.

(25)

Motivasi

Motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan atau impuls. Motivasi seseorang tergantung kepada kekuatan motifnya. Motif dengan kekuatan yang sangat besarlah yang akan menentukan perilaku seseorang. Motif yang kuat ini seringkali berkurang apabila telah mencapai kepuasan ataupun karena menemui kegagalan.

Fasilitas (Modal)

Probosutedjo (1977) menjelaskan bahwa pemerintah menyediakan fasilitas terhadap pemodal besar dapat menghasilkan pengusaha-pengusaha raksasa. Pemerintah memberikan Kredit Candak Kulak kepada usaha ekonomi lemah telah dapat dirasakan oleh masyarakat walaupun masih kecil sekali. Sumarlin (1977) menyatakan bahwa pembinaan usaha golongan ekonomi lemah dengan bantuan kredit, penyuluhan, bantuan keahlian, peyederhanaan perijinan telah dapat mendorong berkembangnya segi kewirausahaan bagi pengusaha ekonomi lemah. Tawardi (1999) menegaskan bahwa pembentukan sikap kewirausahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, fasilitas, pembinaan dan pola asuh orang tua. Variabel ekonomi berupa perangsang pasar dan stok modal sebagai penyokong tumbuh kembangnya kewiraswastaan.

Keluarga

Keluarga akan memberikan motivasi bagi rumah tangga yang bersangkutan untuk lebih banyak menggali sumber pendapatan lainnya. Ayah sebagai kepala Rumah Tangga mempunyai kewajiban untu memberikan nafkah kepada anggota keluarganya.

(26)

Lingkungan Tempat Kerja

Salah satu ciri utama pedagang kakilima adalah dalam melakukan usahanya selalu berada pada tempat keramaian, dimana calon pembeli hilir mudik, karena itu dalam kota-kota besar, Pedagang Kakilima biasanya diidentikkan dengan penyebab kesemrawutan dan kemacetan. Penertiban dan penggusuran Pedagang Kakilima sering menjadi pekerjaan berat bagi aparat pemerintahan setempat.

Peluang Pembinaan Usaha

Pembinaan usaha pada Pedagang kakilima dapat dilakukan pada aspek usaha Pedagang kakilima dan Pedagang Kakilima itu sendiri. Tujuan dari pembinaan usaha ini agar terjadi pengembangan unit usaha dari informal menjadi usaha formal sedangkan pada Pedagang Kakilima itu sendiri agar terjadi peningkatan taraf hidup. Ketersediaan Bahan

Ciri utama Pedagang kakilima adalah berlokasi pada daerah yang ramai, dekat pasar dimana calon pembeli hilir mudik pada daerah tersebut. Selain karena pertimbangan calon pembeli, dengan dekat pada pasar maka akan memudahkan Pedagang Kakilima khususnya yang berjualan usaha makanan untuk mendapatkan bahan baku.

(27)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir

Menumbuh-kembangkan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima merupakan langkah awal dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menuju manusia sebagai subyek penggerak pembangunan bukannya sebagai obyek pembangunan. Tingkat perilaku kewirausahaan yang tinggi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan pedagang kakilima.

Tingginya perilaku kewirausahaan merupakan manifestasi dari semua faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pedagang kakilima. Berbagai faktor internal dan eksternal yang mungkin berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan pedagang kalilima di kota Bogor perlu diidentifikasi, yang pada akhirnya mampu memberikan sumbangan bagi peningkatan pendapatannya.

Suparman dalam Tawardi (1999), menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku kewirausahaan, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, minat, lama berusaha dan latar belakang keluarga dengan tingkat keberhasilan pengusaha industri kecil.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku kewirausahaan pedagang kakilima, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor internal seperti (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha dan motivasi) dan faktor eksternal yang meliputi modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan

Dugaan bahwa tingkat perilaku kewirausahaan tergantung dari umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha dan motivasi

(28)

pedagang kakilima sebagai faktor internal; dan modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan sebagai faktor eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi sebagai peubah bebas, sedangkan variabel yang dipengaruhi sebagai peubah terikat.

Faktor internal (X1)

- Umur

- Pendidikan formal

- Pendidikan non formal - pengalaman berusaha - Motivasi Perilaku Kewirausahaan - Pengetahuan - Sikap - Keterampilan Pendapatan Faktor eksternal (X2) - Modal - Keluarga - Lingkungan tempat kerja - Peluang pembinaan usaha - Ketersediaan bahan

(29)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis umum penelitian ini adalah terdapat hubungan yang nyata antara faktor internal (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi), faktor eksternal (modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan) dengan perilaku kewirausahaan Pedagang Kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan. Hipotesis di atas dapat dijabarkan ke dalam hipotesis kerja sebagai berikut:

(1) Terdapat hubungan yang nyata antara faktor-faktor internal dengan perilaku

kewirausahaan pedagang kakilima.

(2) Terdapat hubungan yang nyata antara faktor-faktor eksternal dengan perilaku

(30)

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian berusaha menemukan gambaran tentang perilaku kewirausahaan pedagang kakilima dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima. Oleh karena itu, penelitian dirancang secara deskriptif korelatif dengan metode survai. Peubah independent (bebas) dalam penelitian terdiri dari peubah, umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, motivasi, modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan sedangkan peubah dependentnya (terikat) adalah perilaku kewirausahaan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Bogor sekitar wilayah Pasar Anyar, Jembatan Merah, Terminal Baranangsiang, Stasiun Kereta Api Bogor, dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah yang jumlah pedagang kakilima pemakai gerobak usaha makanan dan populasi usahanya cukup menonjol perkembangannya.

Pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan terhitung Juni - September 2005.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi penelitian adalah pedagang kakilima pemakai gerobak usaha makanan yang sampai pada saat penelitian bertempat tinggal di kodya Bogor dengan perincian:

(31)

NO JENIS USAHA JUMLAH

1. Pedagang kakilima penjual es 378

2. Pedagang kakilima penjual nasi goreng 152 3. Pedagang kakilima penjual gorengan 246 4. Pedagang kakilima penjual bubur ayam 137

Jumlah Total 913

Sampel

Penelitian menggunakan tehnik pengambilan sample acak distrafikasi (stratified random sampling) dengan jumlah sample 40 pertimbangan bahwa jenis pedagang kakilima pemakai gerobak yang berusaha makanan beragam jenis berdasarkan jenis makanan yang dijual. (Singarimbun dan Effendi, 1989). Penarikan sampelnya sebagai berikut:

NO JENIS USAHA JUMLAH SAMPEL

1. Pedagang kakilima penjual es 378/913 X 40 17 2. Pedagang kakilima penjual nasi goreng 152/913 X 40 7 3. Pedagang kakilima penjual gorengan 246/913 X 40 10 4. Pedagang kakilima penjual bubur ayam 137/913 X 40 6

Jumlah Total 40

Operasionalisasi dan Cara Pengukuran Variabel

Penelitian ini mempunyai dua variabel atau peubah, yaitu faktor-faktor internal dan eksternal sebagai peubah bebas (independent variabel) dan perilaku kewirausahaan sebagai peubah terikat (dependent variabel). Faktor-faktor internal

(32)

tersebut dilihat dari umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi, sedangkan modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan sebagai faktor eksternal.

Perilaku kewirausahaan dalam penelitian ini adalah sebagai peubah terikat dengan mengukur komponen pengetahuan, sikap mental dan keterampilan

Pedagang kakilima Pemakai Gerobak Usaha Makanan

Pedagang kaki lima pemakai gerobak usaha makanan adalah seluruh pedagang yang memakai gerobak usaha makanan yang volume perdagangannya setiap individu relatif kecil dengan mobilitas perdagangan yang sangat terbatas jangkauannya.

Faktor-Faktor Internal dan Eksternal

Faktor-faktor internal dan eksternal adalah hal-hal yang berasal dari dalam dan dari luar individu responden yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan pedagang kakilima. Untuk masing-masing peubah diukur dengan skala ordinal.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kewirausahaan diukur dengan skala ordinal dalam bentuk indeks. Indeks merupakan nilai gabungan skor yang disusun untuk mengukur peubah. Indeks merupakan akumulasi skor dari tiap pertanyaan sehingga dapat mengurutkan responden dalam urutan yang tepat menurut peubah tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Faktor internal dan eksternal diukur dengan mengetahui jumlah skor dari sembilan komponen yang diamati. Pengukuran dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang mengacu “skala peringkat” dengan memberi tiga alternatif jawaban. Jawaban dengan skor tiga mengarah pada perilaku paling baik, jawaban dengan skor satu mengarah kepada perilaku paling rendah atau jelek (Singarimbun dan Effendi, 1989)

(33)

(1) Faktor Internal Pedagang Kakilima

Faktor internal adalah ciri-ciri pribadi, status sosial dan ekonomi pedagang kakilima dalam periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini ciri pribadi dan social ekonomi pedagang kakilima yang diteliti antara lain: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) pengalaman berusaha, dan (5) motivasi.

X1.1 Umur

Umur adalah usia responden dan dinyatakan dalam tahun. Peubah ini diukur berdasarkan usia responden pada saat pengisian kuestionare dikonversikan dalam tahun. Dalam hal ini, umur dibagi tiga kategori yaitu : (1) muda (X<20 tahun), (2) Sedang (20 tahun < X < 30 tahun), (3) Tua (X > 30 tahun).

X1.2 Pendidikan Formal

Pendidikan Formal adalah jumlah tahun pendidikan sekolah yang pernah diikuti oleh responden. Dalam hal ini, pendidikan formal dibagi tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < 5 tahun), (2) sedang (5 tahun < X < 11 tahun), dan (3) tinggi (X > 11 tahun).

X1.3 Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal adalah pendidikan di luar sekolah yang pernah diikuti pedagang kakilima (pelatihan, kursus). Dalam hal ini, pendidikan non formal dibagi tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < 1 kali/th), (2) sedang (1 kali < X < 4 kali/th), dan (3) tinggi (X > 4 kali/th)

(34)

X1.4 Pengalaman Berusaha

Pengalaman berusaha adalah lamanya responden melaksanakan kegiatan usaha yang sejenis yang dihitung dalam bulan. Dalam hal ini, pengalaman berusaha dibagi tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < 3 tahun), (2) sedang (3 tahun < X < 5 tahun) dan (3) tinggi (X > 5 tahun).

X1.5 Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang membuat responden melakukan usaha dagang sebagai pedagang kakilima. Dalam hal ini, motivasi dibagi tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 1), (2) sedang (1 < X < skor 3) dan (3) tinggi (X > skor 3)

(2) Faktor Eksternal Pedagang Kakilima

Faktor eksternal adalah ciri-ciri selain dari diri pribadi pedagang kakilima, yang meliputi: status sosial dan ekonomi pedagang kakilima dalam periode usaha dagang yang dilakukannya. Dalam penelitian ini faktor eksternal yang diteliti adalah: (1) modal, (2) Keluarga, (3) lingkungan tempat kerja, (4) peluang pembinaan usaha, dan (5) ketersediaan bahan.

X2.1 Modal

Modal adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan dalam menjalankan usaha responden. Peubah ini diukur dengan banyaknya modal yang dimiliki responden dihitung dengan jumlah uang yang dipakai untuk menjalankan usaha dalam setiap hari. Dalam hal ini, modal dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < Rp. 45.000/hari), (2) sedang (Rp. 45.000/hari < X < Rp. 67.500/hari), dan (3) tinggi (X > Rp. 67.500/hari)

(35)

X2.2 Keluarga

Keluarga yaitu jumlah anggota keluarga responden dengan kondisi keluarga responden. Peubah ini diukur berdasarkan banyaknya jumlah tanggungan responden dalam keluarga, sikap anggota keluarga terhadap usaha yang digeluti responden. Dalam hal ini, lingkungan tempat tinggal dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 4,69), (2) sedang (skor 4,69 < X < skor 13,05), dan (3) tinggi (X > 13,05)

X2.3 Lingkungan Tempat berusaha

Lingkungan tempat berusaha yaitu bagaimana keadaan lingkungan dapat mendukung usaha, apakah banyak pembeli usaha makanan, ada tidaknya penggusuran, dsb. Indikator peubah ini adalah letaknya yang strategis untuk berjualan, banyaknya pembeli, jaminan tidak ada penertiban dan penggusuran dari aparat. Dalam hal ini, lingkungan tempat kerja dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 3,81), (2) sedang (skor 3,81 < X < skor 6,03), dan (3) tinggi (X > 6,03)

X2.4 Peluang pembinaan usaha

Peluang pembinaan usaha yaitu kesempatan responden untuk mendapatkan pembinaan usaha baik dari pemerintah maupun swasta. Indikator peubah ini adalah pernahkah responden mendapatkan pembinaan usaha seperti pelatihan kewirausahaan, bantuan-bantuan usaha. Dalam hal ini, peluang pembinaan usaha dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 0,74), (2) sedang (skor 0,74 < X < skor 1,36), dan (3) tinggi (X > skor 1,36)

(36)

X2.5 Ketersediaan bahan

Ketersediaan bahan yaitu bagaimana responden dalam mendapatkan bahan-bahan baku yang dijadikan usaha jualannya. Indikator peubah ini diukur dengan kemudahan responden dalam mendapatkan bahan-bahan tersebut dan tersedia atau tidaknya bahan-bahan tersebut dalam usahanya. Dalam hal ini, ketersediaan bahan dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 1,82), (2) sedang (skor 1,82 < X < skor 2,12), dan (3) tinggi (X > skor 2,12)

(3) Perilaku Kewirausahaan

Perilaku kewirausahaan adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan responden dimana polanya dicirikan oleh unsur-unsur kewirausahaan yaitu sikap mental, pengetahuan, dan keterampilan.

Perilaku kewirausahaan diukur dengan mengetahui jumlah skor dari indikator-indikator yang diamati, sedangkan pengukuran dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang mengacu “skala berjenjang” dengan memberi tiga alternatif jawaban dengan skala 1 – 3.

Adapun indikator peubah perilaku kewirausahaan tersebut meliputi: (1) pengetahuan, (2) sikap, dan (3) keterampilan

X3.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah tingkat kemampuan berpikir responden dan pada umumnya ditentukan oleh tingkat pendidikan.

Parameter untuk pengetahuan adalah pengetahuan bahan baku, pengetahuan strategi berdagang, pengetahuan tentang konsumen dan pengetahuan manajemen uang. Dalam hal ini, pengetahuan dibagi dalam tiga kategori yaitu:

(37)

(1) rendah (X < skor 7,53), (2) sedang ( skor 7,53 < X < 8,77), dan (3) tinggi (X > 8,77)

X3.2 Sikap

Sikap adalah tanggapan atau situasi mental/psikologis responden jika dihadapkan pada situasi tertentu .

Parameter tersebut adalah sikap dalam berusaha, pandangan dalam menjalankan usaha dan semangat dalam berusaha. Dalam hal ini, sikap dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 10,95), (2) sedang ( skor 10,95 < X < 12,45), dan (3) tinggi (X > skor 12,45)

X3.3 Keterampilan

Keterampilan adalah suatu kemauan serta kesempatan yang ada pada diri responden untuk selalu menggunakan semua organ fisiknya dalam mengembangkan usaha.

Parameter keterampilan adalah kemampuan dalam memilih bahan baku, keterampilan dalam merencanakan usaha, keterampilan dalam menggunakan modal dan keterampilan dalam melayani konsumen. Dalam hal ini, keterampilan dibagi dalam tiga kategori yaitu: (1) rendah (X < skor 9,2), (2) sedang (skor 9,2 < X < 11,9) dan (3) tinggi (X > skor 11,9)

Pengumpulan Data

Beragamnya sampel baik dari segi pengetahuan, maupun segi lainnya, perlu menggunakan metode yang benar-benar mampu mengungkap data yang diperoleh sesuai dengan pokok permasalahan penelitian. Penelitian ini digunakan metode pengumpulan data dengan wawancara bebas terpimpin, pengamatan, dan dokumentasi.

(38)

Metode wawancara bebas terpimpin digunakan karena metode ini merupakan gabungan dari wawancara bebas atau tak terpimpin dengan wawancara terpimpin. Metode ini mengatasi kelemahan wawancara bebas yang acapkali tidak terarah, dan wawancara terpimpin yang bersifat kaku dan kadang-kadang kurang dimengerti oleh responden. Metode ini masih tetap berpedoman pada serangkaian daftar pertanyaan yang telah disiapkan, tetapi dalam penyampaiannya kepada responden tidak selalu sama persis seperti di dalam pertanyaan, tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, tanpa menyimpang dari data yang ingin dituju. Metode wawancara bebas terpimpin digunakan sebagai metode pokok dalam pengumpulan data, karena dapat menggali data yang seobyektif mungkin dengan mengetahui reaksi langsung secara spontan dari responden. Selain itu, menjelaskan apabila kata-kata atau kalimat yang kurang jelas dalam instrumen, juga dapat berhubungan langsung secara harmonis dan horisontal, sehingga data diperoleh dengan akurat.

Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan dari dekat secara seksama akan fenomena yang timbul. Metode ini untuk mengungkap data yang belum terjaring melalui wawancara bebas terpimpin.

Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui jumlah pedagang kaki lima, potensi daerah, jumlah penduduk, lembaga ekonomi dan jenis lainnya yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Metode ini digunakan untuk memperkuat metode wawancara misalnya tentang keaktifan anggota dalam organisasi masyarakat.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup berbagai variabel yang diteliti, diperoleh dari pedagang kaki lima setempat. Data sekunder meliputi gambaran umum wilayah penelitian diperoleh dari monografi yang ada di kantor walikota Bogor, kantor BAPEDA, dan kantor Statistik kodya Bogor.

(39)

Instrumentasi

Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan peubah-peubah yang diteliti dalam kegiatan penelitian.

Validitas instrument adalah sebagai tingkat kesesuaian antara konsep dengan hasil pengukuran dari konsep yang bersangkutan. Dikatakan ada kesesuaian karena mengadakan semacam perbandingan antara konsep nominal dengan defenisi operasional. Validitas daftar pertanyaan diperlukan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Validitas yang telah dilakukan adalah bangun pengertian (Construct validity), berkenaan dengan kesanggupan alat ukur mengukur pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang diukurnya.

Menurut Ancok dalam Singarimbun dan Effendi (1989) bahwa alat ukur dikatakan sahih (valid) bila alat ukur tersebut dapat mengukur yang sebenarnya ingin diukur. Selanjutnya dikemukakan bahwa terdapat beberapa cara untuk menetapkan kesahihan suatu alat ukur yang dipakai, yaitu (1) validitas konstruk, artinya peneliti menyususn tolok ukur operasional dari kerangka suatu konsep yang akan diukur tersebut, (2) validitas isi, dimana alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep, dan (3) validitas eksternal, artinya alat ukur baru yang akan digunakan tidak berbeda hasilnya jika dibandingkan dengan alat ukur yang sudah valid.

Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan cara validitas konstruk, yaitu menyusun tolok ukur operasional dari kerangka suatu konsep dengan cara pemahaman atau logika berpikir atas dasar pengetahuan ilmiah di mana isi

(40)

kuesioner disesuaikan dengan konsep dan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli, disamping itu melakukan konsultasi secara intensif dengan pihak yang dianggap menguasai tentang materi daftar kuesioner yang digunakan.

Reliabilitas instrument adalah tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi, apabila alat ukur tersebut mempunyai sifat konsisten, stabil atau ketepatan jika alat tersebut digunakan berulangkali terhadap suatu gejala yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda.

Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini diuji dengan test-retest, yaitu pengujian alat ukur terhadap responden yang sama dalam waktu yang berbeda. Pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi. Pengujian alat ukur dilaksanakan di Jakarta dan Bogor terhadap 4 orang responden yang kedudukannya sebagai pedagang kakilima pemakai gerobak usaha makanan dengan selang waktu 7 hari.

Hasil pengukuran menggunakan korelasi product moment untuk mengetahui reliabilitas dan kelayakan instrument/kuesioner dengan rumus sebagai berikut:

N • XY – (• X) (• Y )

R

XY =

• { N • X² - (• X ) ² } { N • Y² - ( • Y )² }

Keterangan:

Rxy = koefisien korelasi product moment X = Variabel bebas

Y = Variabel terikat N = banyaknya kasus Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 1.

(41)

Tabel 1. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

No. Peubah Penelitian Koefisien Reliabilitas

1. Faktor Internal 0, 83

2. Faktor eksternal 0, 76

3. Perilaku Kewirausahaan 0,77

Keterangan: N = 4

Analisis Data

Dalam menentukan kriteria atau kelas kategori tingkat perilaku kewirausahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi didasarkan atas perhitungan selisih antara nilai harapan tertinggi dan nilai harapan terendah, yang dibagi menjadi tiga dengan skala yang sama, sehingga diperoleh kelas kategori sebagai berikut: (1) Rendah,

(2) Sedang,

(3) Tinggi,

Pengukuran keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan perhitungan korelasi peringkat Spearman (Siegel, 1997).

Perhitungan keeratan hubungan tersebut digunakan program SPSS. Rumus persamaan korelasi peringkat Spearman adalah sebagai berikut:

n

6 • di ² i = 1 rs = 1 - N3 – N Keterangan:

(42)

r

s = koefisien korelasi peringkat spearman di = perbandingan peringkat

N = banyaknya subyek

Pengujian signifikansi rs pada taraf nyata tertentu adalah dengan

membandingkan nilai Zhitung dengan nilai Ztabel yang ada pada tabel nilai kritis Z (Walpore, 1995) dengan rumus sebagai berikut:

Dengan interpretasi sebagai berikut:

♣ Jika Zhitung

<

Z 0,05, maka korelasi tidak nyata

♣ Jika Z 0,05

<

Zhitung

<

Z0,01, maka korelasi nyata

♣ Jika Zhitung

>

Z 0,01, maka korelasi sangat nyata Z = rs • n - 1

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Demografi Kota Bogor

Kota Bogor termasuk di dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis Kota Bogor terletak antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS, kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata.

Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut.

Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26’ C dengan suhu terendah 21,8’ C dengan suhu tertinggi 30,4’ C. Kelembaban udara 70%, curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.

Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan 68 kelurahan. Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan

(44)

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan

Ciawi, Kabupaten Bogor

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan

Ciomas, Kabupaten Bogor

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan

Caringin, Kabupaten Bogor.

Visi dan Misi Kota Bogor

Visi Kota Bogor adalah Kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah.

Misi Kota Bogor adalah

a. Mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.

b. Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan

prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan

berketerampilan

d. Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta menjunjung

tinggi supremasi hukum.

Program Kota Bogor

Program untuk Pemberdayaan Pedagang Kakilima adalah

a. Penciptaan skema kredit khusus untuk para pedagang kakilima dari bank

konvensional

b. Pembentukan lembaga keuangan mikro yang berasal dari perkumpulan atau

(45)

c. Pembuatan rencana tata kota yang menitikberatkan pada tersedianya sarana

dan prasarana untuk pedagangkakilima

d. Kajian tentang hukum, peraturan daerah, penguatan aparat, sosialisasi

peraturan daerah, dan pengawasan

Faktor-Faktor Internal Pedagang Kakilima

Faktor-faktor internal meliputi : umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi. Tabel 2 menunjukkan faktor-faktor internal Pedagang Kakilima

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar (60%) responden berusia 20 – 30 tahun, dan sebesar 20 % berumur > 20 tahun dan < 30 tahun. Hal ini menunjukkan sebagian besar umur responden tergolong dalam kategori relaif muda. Gambaran umur tersebut, dapat dijelaskan bahwa rata-rata pedagang kakilima di Bogor mempunyai umur yang relatif produktif dalam melakukan suatu kegiatan ekonomi sehingga diharapkan hasil yang diperoleh juga relatif maksimal dibandingkan dengan umur yang relatif tidak produktif.

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar (52.5%) responden berpendidikan formal 5 – 11 tahun (pendidikan minimum SD kelas 5 sampai dengan maksimum SMA kelas II). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal responden tergolong dalam kategori sedang. Tingkat pendidikan yang sedang, menggambarkan tingkat kemajuan dan kemampuan sumber daya yang relatif rendah. Tingkat pendidikan yang rendah disebabkan karena tidak adanya akses yang memadai untuk melanjutkan pendidikan, seperti masalah keuangan keluarga pedagang kakilima.

(46)

Tabel 2 Faktor-faktor Internal Pedagang Kakilima

Jumlah

No. Faktor-faktor Internal Kategori Rentang

Jiwa (%) Muda < 20 th 8 20 Sedang 20 - 30 24 60 1 Umur (X1.1) Tua > 30 8 20 Rendah < 5 th 8 20 Sedang 5 - 11 th 21 52.5 2 Pendidikan Formal (X1.2 Tinggi > 11 11 27.5 Rendah < 0.54 21 52.5 Sedang 0.54 - 4.26 12 30

3 Pendidikan non formal (X1.3)

Tinggi > 4.26 7 17.5 Rendah < 3 thn 10 25 Sedang 3 thn – 5 thn 14 35 4 Pengalaman berusaha (X1.4) Tinggi > 5 thn 16 40 Rendah 1 34 85 Sedang 2 4 10 5 Motivasi (X1.5) Tinggi 3 2 5 Keterangan : n = 40

Sebesar 52.5% responden tidak pernah mengikuti kursus/pelatihan tentang kewirausahaan atau yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan non formal responden tergolong dalam kategori rendah, hanya 17.5% responden yang pernah mengikuti kursus/pelatihan walaupun tidak berhubungan dengan pekerjaan sebagai pedagang kaki lima yang digelutinya sekarang seperti kursus montir dan bengkel. Hal ini menggambarkan bahwa pedagang kakilima dalam menjalankan usahanya berdasarkan pada pengalaman dalam menjalankan usaha sebagai pedagang kakilima, padahal dengan pelatihan kewirausahaan diharapkan akan memberikan wawasan tentang kewirausahaan, seperti bagaimana mengatur keuangan, melakukan promosi, membangun system

(47)

kerjasama dengan pihak lain dan bagaimana membangun akses dengan pihak pemerintah dan perbankan.

Sebesar 40% responden mempunyai pengalaman berusaha dikategorikan tinggi sebagai pedagang kaki lima > 5 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden melakukan usahanya dengan waktu yang sudah lama, sehingga dari pengalaman berusaha yang lama tersebut memberikan proses pendidikan yang cukup memadai untuk menjalankan usahanya.

Pada Tabel 2 digambarkan bahwa sekitar 85% responden mempunyai motivasi berusaha rendah hal ini disebabkan rata-rata responden menjalankan usahanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (kebutuhan fisiologis) dan sebanyak 5% responden yang berkategori tinggi, responden ini adalah yang dapat menamatkan perguruan tinggi dan pernah mengikuti kursus/pelatihan tentang kewirausahaan.

Faktor-Faktor Eksternal Pedagang Kakilima

Faktor-faktor eksternal meliputi : (1) modal, (2) keluarga, (3) lingkungan tempat kerja, (4) peluang pembinaan usaha, dan (5) ketersediaan bahan. Pada Tabel 3 digambarkan faktor-faktor eksternal pedagang kakilima

Tabel 3 menunjukkan 37.5% responden dalam kategori sedang dan tinggi yaitu rata-rata tiap harinya membutuhkan modal antara Rp. 45.000 – 67.500 dan > Rp. 67.500. Hal ini menggambarkan modal usaha yang dikeluarkan tiap harinya dalam menjalankan usahanya relatif kecil, sehingga keuntungan yang diperoleh juga relatif kecil

(48)

Tabel 3 Faktor-faktor Eksternal Pedagang kakilima

Jumlah No. Faktor-faktor Eksternal Kategori Rentang

Jiwa (%) Rendah < 45.0 10 25.0 Sedang 45 – 67.5 15 37.5 1 Modal (X2.1) Tinggi > 67.5 15 37.5 Rendah < 4.69 9 22.5 Sedang 4.69 – 13.05 25 62.5 2 Keluarga (X2.2) Tinggi > 13.05 6 15.0 Rendah < 3.81 4 10.0 Sedang 3.81 – 6.03 19 47.5 3 Lingkungan Tempat Kerja (X2.3)

Tinggi > 6.03 17 42.5 Rendah < 0.74 14 35 Sedang 0.74 – 1.36 10 25 4 Peluang Pembinaan Usaha (X2.4)

Tinggi > 1.36 16 40 Rendah < 1.82 13 32.5 Sedang 1.82 – 2.12 13 32.5 5 Ketersediaan Bahan (X2.5) Tinggi > 2.12 14 35.0 Keterangan : n = 40

Berkaitan dengan keluarga, sebanyak 62.5% responden dalam kategori sedang, Anggota keluarga baik itu pasangan maupun anak-anak membantu dalam berusaha dagang, seperti keterlibatan anggota keluarga dalam membuat barang dagangan yang akan dijual.

Lingkungan tempat kerja, sebanyak 47,5% responden berkategori sedang. Penggusuran, Ketidakamanan dalam berjualan, lokasi yang strategis seperti dekat dengan keramaian, pasar, terminal atau stasiun kereta api adalah hal yang erat kaitannya dengan lingkungan tempat kerja pedagang kakilima

(49)

Tabel 3 dideskripsikan bahwa terdapat 40% responden mendapatkan peluang pembinaan usaha yang berkategori tinggi. Peluang pembinaan usaha hanya berupa pinjaman berupa kredit dari lembaga pemberi kredit seperti koperasi simpan pinjam. Pada ketersediaan bahan baku yang akan dijual, sebanyak 35% responden yang mendapatkan bahan baku secara mudah dengan alasan dekat dengan pasar, akses transportasi yang mudah.

Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima

Tabel 4 menunjukkan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima. Pada aspek pengetahuan (pengetahuan bahan baku, pengetahuan strategi berdagang, pengetahuan tentang konsumen, pengetahuan manajemen uang) sebanyak 40% responden dalam kategori sedang dalam perilaku kewirausahaan pedagang kakilima, sedangkan sebanyak 32.5% responden berkategori rendah dan hanya 27.5% responden yang memiliki pengetahuan berkategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pengetahuan pedagang kakilima sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan baik formal maupun non formal yang relatif rendah, kurangnya mendapatkan pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus yang dapat menambah pengetahuan akan kewirausahaan sangat berpengaruh pada aspek pengetahuan tersebut. Pada Tabel 4 digambarkan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima.

Tabel 4 tersebut dapat digambarkan bahwa sikap (sikap dalam berusaha, pandangan dalam menjalankan usaha, dan semangat dalam berusaha) sebagian besar responden (47.5%) mempunyai sikap yang tinggi dalam perilaku kewirausahaan, diikuti 27.5% responden yang berkategori sedang dan 25% responden yang berkategori rendah. Sikap mental yang berkategori tinggi menunjukkan bahwa para pedagang kakilima dalam menjalankan usahanya mempunyai kemauan keras untuk berubah, siap untuk menanggung resiko, tidak cepat menyerah, mempunyai keuletan

(50)

dalam berusaha, dan semangat untuk bekerja keras, hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang menuntut harus tetap “survive” sehingga terafirmasi dalam alam bawah sadar pedagang kakilima.

Tabel 4 Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima Jumlah No. Perilaku Kewirausahaan Kategori Rentang

Jiwa (%) Rendah < 7.53 13 32.5 Sedang 7.53 – 8.77 16 40.0 1 Pengetahuan (Y1.1) Tinggi > 8.77 11 27.5 Rendah < 10.95 10 25.0 Sedang 10.95 – 12.45 11 27.5 2 Sikap (Y1.2) Tinggi > 12.45 19 47.5 Rendah < 9.2 11 27.5 Sedang 9.2 – 11.9 12 30.0 3 Keterampilan (Y1.3) Tinggi > 11.9 17 42.5 Keterangan: n = 40

Tabel 4 digambarkan terdapat 42.5% responden memiliki keterampilan (keterampilan dalam memilih bahan baku, keterampilan dalam merencanakan usaha, keterampilan dalam menggunakan modal, dan keterampilan dalam melayani konsumen) yang tinggi dalam menjalankan usaha dagangnya, sedangkan terdapat 30% responden yang berkategori sedang dan 27.5% berkategori rendah. Data tersebut dapat digambarkan bahwa dengan dukungan pengalaman bertahun-tahun sebagai pedagang kakilima, responden banyak menemukan kesalahan-kesalahan dalam proses pembelajarannya, sehingga dari pengalaman tersebut, responden dapat mengambil hikmah dan melakukan proses perbaikan dari berbagai kesalahan, terutama dalam hal cara membuat makanan yang akan dijual, perlunya membuat pembukuan, mengelola uang dagangan.

(51)

Hubungan antara Faktor-Faktor Internal Dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima

Hubungan antara faktor-faktor internal pedagang kakilima dengan perilaku kewirausahaan dalam penelitian ini dikaji guna melihat seberapa jauh faktor-faktor internal berhubungan dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima dilihat dari tiga aspek yaitu: (1) pengetahuan (pengetahuan bahan baku, pengetahuan strategi berdagang, pengetahuan tentang konsumen, pengetahuan manajemen uang), (2) sikap (sikap dalam berusaha, pandangan dalam menjalankan usaha, dan semangat dalam berusaha), (3) keterampilan (keterampilan dalam memilih bahan baku, keterampilan dalam merencanakan usaha, keterampilan dalam menggunakan modal, dan keterampilan dalam melayani konsumen). Sebagian besar peubah faktor-faktor internal pedagang kakilima memiliki hubungan yang sangat nyata secara statistik dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima (Tabel 5). Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara faktor-faktor internal

pedagang kaki lima (umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi) dengan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima

diterima, karena antara umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi) dengan perilaku kewirausahaan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) pedagang kakilima berhubungan sangat nyata.

Tabel 5. Hubungan Antara Faktor-Faktor Internal Dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima

Perilaku Kewirausahaan Faktor-Faktor Internal

Pengetahuan P Sikap P Keterampilan P Umur 0.666** 0.001 0.755** 0.001 0.761** 0.001 Pendidikan Formal 0.569** 0.001 0.573** 0.001 0.615** 0.001 Pendidikan Non Formal 0.210 0.193 0.411** 0.008 0.268 0.095 Pengalaman Berusaha 0.736** 0.001 0.934** 0.001 0.870** 0.001 Motivasi 0.478** 0.002 0.318* 0.045 0.357* 0.024

(52)

Keterangan:

n = 40; P = Peluang Kesalahan (galat) ** Berhubungan sangat nyata pada á = 0.01

* Berhubungan nyata pada á = 0.05

Hasil Tabel 5 menunjukkan hubungan perilaku kewirausahaan pedagang

kakilima sangat nyata pada (á = 0.01) berhubungan dengan umur, pendidikan

formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha dan motivasi.

Tabel 5 menunjukkan bahwa umur, pendidikan formal, pengalaman berusaha

dan motivasi berhubungan sangat nyata pada (á = 0.01) dalam aspek pengetahuan,

sikap dan keterampilan. Motivasi dengan aspek sikap dan keterampilan pada perilaku kewirausahaan berhubungan nyata pada (á = 0.05). Pendidikan non formal pada

aspek sikap dari perilaku kewirausahaan berhubungan sangat nyata pada (á = 0.01)

Data pada tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi pedagang kakilima akan berdampak pada semakin tinggi pula pada tingkat perilaku kewirausahaan pedagang kakilima yaitu pada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menjalankan usaha dagangannya. Pendapat Mc Clelland (1987) yang mengatakan bahwa motif berprestasi akan mendorong timbulnya perilaku kewirausahaan, sehingga motif berprestasi dapat dipelajari dan dikembangkan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dapat dijadikan rujukan. Selain itu Rogers (1980) juga mengatakan bahwa seseorang dalam merubah perilakunya dipengaruhi oleh kemampuan membaca dan menulis, tingkat pendidikan dan umur juga dapat mendukung data tersebut diatas.

(53)

Hubungan antara Faktor – Faktor Eksternal dengan Perilaku Kewirausahaan

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa aspek perilaku kewirausahaan pedagang kakilima berhubungan sangat nyata dengan beberapa peubah faktor-faktor eksternal pedagang kakilima (Tabel 6), yaitu lingkungan tempat kerja dan peluang pembinaan usaha. Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata

antara faktor-faktor eksternal (modal, keluarga, lingkungan tempat kerja, dan peluang pembinaan usaha dengan perilaku kewirausahaan pedagang kaki lima

diterima, karena pada lingkungan tempat kerja dengan sikap serta keterampilan dan peluang pembinaan usaha pada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan berhubungan sangat nyata.

Tabel 6 dapat dilihat hubungan antara faktor-faktor eksternal dengan perilaku kewirausahaan pedagang kaki lima.

Tabel 6 menunjukkan bahwa lingkungan tempat kerja dengan sikap pada

perilaku kewirausahaan berhubungan sangat nyata pada á = 0.05 sedangkan pada aspek keterampilan berhubungan sangat nyata pada á = 0.01. Dengan lokasi yang

berada pada keramaian, rasa aman dalam menjalankan usahanya serta tidak adanya penggusuran dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima.

Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa peluang pembinaan usaha berhubungan

sangat nyata pada á = 0.01 pada perilaku kewirausahaan (pengetahuan, sikap dan

keterampilan). Dengan adanya pembinaan usaha baik itu berupa pelatihan atau pemberian bantuan berupa kredit modal usaha sangat berpengaruh dalam peningkatan perilaku kewirausahaan pedagang kakilima.

Gambar

Tabel 1. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Tabel 2 Faktor-faktor Internal Pedagang Kakilima
Tabel  3 Faktor-faktor Eksternal Pedagang kakilima
Tabel 4 Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima  Jumlah  No.  Perilaku Kewirausahaan  Kategori  Rentang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh McCullough, dkk (1998), Hall, dkk (2006), Allemand, dkk (2007), Gunderson, dkk (2008), dan Sari, (2012)

Dari pengujian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa hasil terbaik pada deposisi lapisan nikel adalah pada penggunaan 3 persen berat glukopon pada larutan deposisi. Semakin

Program Diploma Eksekutif yang ditawarkan pada awalnya tanpa akreditasi telah.. melalui fasa transformasi apabila MQA mengemukakan garis panduan

Admin Menu Pendapatan Penerima Pendapatan Usaha Menu Beban Pembayaran Beban Usaha &lt;extends&gt; &lt;extends&gt; &lt;extends&gt; Penerimaan Pendapatan Pembayaran

: Oke, kalau di PKBI itu nanti yang turun ke lapangan dihendel sama relawan-relawan, Cuma masalahnya adalah ketika mereka turun lapangan ada 4 tugas, yang pertama itu cuma sekedar

Oleh karena itu, meskipun nilai dosis masih dibawah dosis ambang yang dapat menyebabkan rusaknya lensa mata, akan tetapi upaya untuk menurunkan dosis yang diterima

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

obesitas, kebiasaan merokok, stres, dan olahraga dengan hipertensi pada lansia yang berobat di puskesmas Simpang Tiga Pekanbaru tahun 2013. Disarankan kepada lansia