Hubungan
Perkawinan
Dengan
Perbedaan
Tingkat
Penghasilan)
SKRIPSI
Oleh
:
Mey
Fitria
Zubyr
NPM.
0743010003
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Hubungan Perkawinan Dengan Perbedaan Tingkat Penghasilan)
Oleh :
Mey Fitria Zubyr
NPM. 0743010003
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 02 Desember 2010
Menyetujui,
PEMBIMBING
TIM PENGUJI :
1.
Ketua
Dra. Sumardjijati, MSi
NIP. 19620323 199309 2001
Dra. Sumardjijati, MSi
NIP. 19620323 199309 2001
2.
Sekretaris
Drs. Kusnarto, MSi
NIP. 19580801 198402 1001
yang Maha baik dan penyayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi ini
dengan judul “STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN
PERKAWINAN DENGAN PERBEDAAN TINGKAT PENGHASILAN”.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dra. Sumardjijati, MSi selaku Dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan serta dorongan kepada
penulis. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Juwito, S.Sos, MSi selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibuku tercinta yang memberikan seluruh hidupnya untuk membesarkan dan
memberikan biaya pendidikan hingga aku dapat merasakan duduk dibangku
kuliah. I Love U Mom…
4. Mbah Kakung dan Mbah Uti meskipun cerewet, tapi aku tau niat kalian tulus
untuk memberikan yang terbaik untuk cucu‐cucunya.
5. Kakak ku (Kampret) plus mbak Desy (kakak Ipar) dan adek ku yang paling
mokong, kadang kangen kadang bete…hikz..hikz..
6. Tetanggaku Tetit alias Ratrisia yang memberikan celetukan konyol yang cukup
menghibur, dan mendukungku selama ini.
ii
7. Teroreth Jungkir Baligh…. I Love U All guys…
@Tania R. Ning, @Marsha Fanti, @Mutiara Ayu M.P, @Maria Meilinda, @Dimas
Hari (Pawangku), @Andi M. Andika Pratama, @Allen Septiano, kalian adalah
keluarga baruku. Tetap jalin persahabatan kita ya, meskipun banyak konflik, but
U All My Best Friends 4ever..
8. Icha Londoh thx bgt ya buat bantuannya, mulai dari kamar kos, lepy, sampe jadi
translater ku.hehe… Pak Guru Ikhwan juga yang udah pusing bantuin aku.haha
9. Sista Eka Puspita Sari, thank u so much 4 your help… Tak bisa ku ungkapkan
dengan kata‐kata. Bimbinganmu selama ini sangat sangat berharga, meskipun
ilmu mu tak sepenuhnya diterapkan, tapi matur nuwun sanget…hehe dan akan
ku ingat selalu kamar curhat kita..wkwkwkwk……….
10. Terima kasih bagi para informan‐informan ku yang turut membantu
terselesaikannya skripsi ini..
11. Buat semua teman‐teman seperjuangan karena tak bisa kusebutkan satu
persatu.. huwakeh tenaaan… Semangaat………….
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
Skripsi ini.
iii
Mey Fitria Zubyr
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………..ii
Daftar Isi………iv
BAB I Pendahuluan………..1
1.1 Latar Belakang Masalah………1
1.2 Perumusan Masalah……….8
1.3 Tujuan Penelitian………9
1.4 Manfaat Penelitian………9
1.5 Batasan Penelitian……….9
BAB II Tinjauan Pustaka……….….………10
2.1 Landasan Teori………..…..…..10
2.1.1 Komunikasi Antar Personal……….……….10
2.1.2 Strategi Komunikasi……….………...….10
2.1.3 Tujuan Strategi Komunikasi……….………13
2.1.4 Hubungan perkawinan………..……….14
2.1.5 Membangun Kepercayaan……….……….………15
2.1.6 Komitmen……….……….……….17
iv
2.1.9 Strategi Manajemen Konflik...22
2.1.10 Teori Keseimbangan
(equity
theory)
...24
2.1.11 Strategi Komunikasi Mempertahankan Hubungan Perkawinan.25
2.2KerangkaBerfikir……….……….….27
BAB III Metodologi Penelitian………29
3.1 Metode Penelitian………29
3.2 Tipe Penelitian………..……….29
3.3 Informan……….30
3.4 Unit Analisis……….………..…….31
3.5 Teknik Pengumpulan Data……….………32
3.6 Teknik Pengolahan Data……….………..….32
3.7 Teknik Analisis Data………33
BAB IV Hasil dan Pembahasan………..………34
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian………..……….34
4.2 Penyajian Data dan Analisis Data...………36
4.2.1 Penyajian Data……….…..36
4.2.1.1 Karakteristik Informan...37
4.2.1.2Profil Informan...38
4.2.2 Analisis Data..………..………..……….41
4.2.2.1 Terjadinya Perbedaan Penghasilan……..……….41
4.2.2.2 Strategi Manajemen Konflik Menurut Informan...46
v
vi
Hubungan Perkawinan………..58
BAB V Kesimpulan dan Saran………...73
5.1 Kesimpulan………..………...73
5.2 Saran……….……….……..74
DAFTAR PUSTAKA
(Studi
Deskriptif
Kualitatif
Tentang
Strategi
Komunikasi
Dalam
Mempertahankan
Hubungan
Perkawinan
Dengan
Perbedaan
Tingkat
Penghasilan).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
strategi
komunikasi
yang
digunakan
dalam
mempertahankan hubungan
perkawinan,
khususnya istri
yang
berpenghasilan lebih tinggi daripada suami.
Landasan
teori
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
komunikasi
antar personal dan teori keseimbangan
(equity
theory).
Penelitian
ini
menggunakan
metode
kualitatif
deskriptif
dengan
wawancara
mendalam
(in
deepth
interview).
Subjek
penelitian
ini
adalah
4
(empat) pasang suami istri yang sama‐sama bekerja namun berbeda penghasilan.
Pengumpulan
data
pada
penelitian
ini
menggunakan
pertanyaan
yang
diajukan
kepada informan berdasarkan
guide
interview
. Untuk analisis data berupa narasi
yang diperoleh dari
in
deepth
interview
,
narasi ini berisi
pendapat,
pengalaman,
pengakuan
dan
deskripsi
perilaku
masing‐masing
informan
kemudian
dianalisis
dan diinterpretasikan oleh peneliti.
Berdasarkan
penelitian
yang
sudah
dilakukan,
dapat
disimpulkan
bahwa
strategi
komunikasi
dalam
mempertahankan
hubungan
perkawinan
dengan
perbedaan
tingkat
penghasilan
menurut
informan
adalah
dengan
adanya
keterbukaan
(be
open),
komunikasi
(communicate)
,
berpikir positif
(be
positive),
adanya
jaminan
yang
diberikan
oleh
pasangan
(give
assurances)
,
dan
menciptakan
aktivitas
bersama
(share
joint
activities)
yang
berarti
bahwa
hubungan perkawinan yang didasari oleh perbedaan penghasilan dapat bertahan
lebih
lama
dengan
adanya
strategi
komunikasi
tersebut,
sehingga
dapat
menghindari terjadinya konflik yang berujung pada perceraian.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hakekat sebuah perkawinan menurut undang‐undang pokok perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 dalam pasal 30, adalah ikatan lahir batin antara pria dan
wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam menjalani sebuah
kehidupan perkawinan sebagai suami istri, istri memerlukan perlindungan dari
suaminya, dan suami memerlukan kasih sayang dari istrinya. Di sini mengandung
arti bahwa dalam sebuah perkawinan terjadi saling ketergantungan antara suami
maupun istri terhadap pasangannya (Suciptawati,n,d).
Selain ketergantungan, dalam sebuah hubungan juga memerlukan adanya
keseimbangan dalam hubungan. Menurut DeVito dalam equity theory atau teori
keseimbangan, dalam sebuah hubungan, keseimbangan sangat diperlukan untuk
mempertahankan hubungan. Keseimbangan disini tidak selalu berupa materi, dapat
berupa perhatian, pengorbanan dan pembagian tugas dalam hubungan. Jika
keseimbangan tidak tercapai, maka keutuhan hubungan dapat terancam (DeVito,
2007 p.244).
Salah satu masalah utama yang sering dialami dalam sebuah hubungan yakni
menempatkan masalah ini sebagai masalah yang besar. Salah satu bentuk
permasalahan yang terjadi adalah adanya perbedaan penghasilan, pada hubungan
perkawinan dimana baik suami maupun istri sama‐sama bekerja. Dalam kasus
hubungan perkawinan yang keduanya sama‐sama bekerja, ketika penghasilan istri
lebih besar dibanding suami, konflik akan lebih sering muncul. Tak jarang hal ini
turut memicu adanya ketidaknyamanan yang dirasakan oleh suami (Elfarid, 2007).
Namun, adakalanya persoalan ekonomi juga dapat terjadi pada hubungan
perkawinan dimana suami bekerja dan istri sebagai ibu rumah tangga. Dalam kasus
ini, seiring perkembangan zaman, tak jarang penghasilan suami tidak mampu
menutupi kehidupan rumah tangga, sehingga istri mencari alternatif untuk bekerja
membantu suami dalam perekonomian keluarga agar selalu tercukupi.
Ketika istri memutuskan untuk bekerja, hal tersebut bukanlah suatu hal yang
mudah untuk diputuskan, sebab banyak pertimbangan yang harus dipikirkan.
Ketakutan akan adanya waktu yang akan dihabiskan istri diluar rumah akan dapat
berdampak pada pola komunikasi suami‐istri yang dapat mengancam hubungan
perkawinan. Ancaman selanjutnya, ada kemungkinan penghasilan istri setelah
bekerja, lebih besar dibanding suami. Kondisi ini, tak jarang turut memicu terjadinya
konflik dalam rumah tangga, karena dapat mendorong munculnya kecemburuan
suami terhadap istri dari sisi ekonomi. Di beberapa kasus, kondisi ini dapat memicu
Selain KDRT, ada juga akibat dari perbedaan tingkat penghasilan antara
suami‐istri. Dari data Pengadilan Agama di Surabaya tahun 2009, tentang tingginya
angka istri yang menggugat cerai suaminya, dari 3.801 kasus perceraian, 2.394
kasus diantaranya merupakan kasus perceraian atas istri yang menggugat suami.
Penyebab umum yang paling sering terjadi adalah kian banyaknya istri yang menjadi
wanita karier dan penghasilan lebih besar dari suaminya (Jawa Pos, Metropolis,
Februari 2010).
Akibat masalah keuangan dalam status pernikahan juga dapat memicu
adanya tindakan perselingkuhan. Hal ini seperti disebutkan Safron dan Hill, dari 10
besar alasan individu meninggalkan hubungan pernikahan dan memilih untuk
berselingkuh, persoalan keuangan menjadi salah satu penyebabnya (Safron, 1979
dan Hill et al., 1976 dalam Guerero dan Andersen dan Afifi, 2007: 333).
Salah satu pasangan suami‐istri atau bahkan keduanya melakukan
perselingkuhan dari akibat tidak adanya kesepahaman dalam mengambil sikap
untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, terutama jika sudah
menyangkut masalah perekonomian. Mereka akan mencari kepuasan lain untuk
menghibur diri dari ketidak cocokan pola pikir antara istri yang berpenghasilan lebih
besar daripada suaminya.
Dalam waktu yang telah dilalui dalam hubungan perkawinan, akan timbul
kesenjangan yang terjadi akibat dari perbedaan tingkat penghasilan antara suami
mulai terjadi sedikit penurunan hubungan. Hal tersebut sebagai akibat dari tidak
adanya komunikasi yang efektif untuk mencari solusi dari timbulnya konflik yang
nantinya bisa berkepanjangan.
Menurunnya hubungan adalah perusakan dan kemungkinan terjadi
pemutusan hubungan (Duck, 1982). Ini akibat melemahnya ikatan yang
mempertalikan hubungan perkawinan, dan dapat terjadi secara berangsur atau
mendadak, sedikit demi sedikit atau ekstrim. Jika dikaitkan dengan permasalahan
yang akan diteliti oleh peneliti, hal ini sebagai akibat dari tidak adanya komunikasi
yang efektif antara suami‐istri ketika keduanya sama‐sama sibuk bekerja, apalagi
dengan kondisi penghasilan istri lebih besar daripada suami.
(13 Juli 2009), “segelintir pengalaman pribadi saya, waktu menikah, saya aware bahwa gaji mantan suami saya lebih kecil dari saya. Bisa separuhnya sendiri. Ia 1 juta, saya 2 juta, dan ia menyadari dengan keadaan seperti ini. Selama perkawinan kami, alhamdulilah ia selalu kasih full gaji+slipnya ke saya. Kalaupun ada sambilan, saya selalu bilang simpan aja deh buat kamu jajan. In return, setiap 2 minggu sekali (bersyukur waktu itu dia gajian 2 minggu sekali), saya kasih report keuangan, kalo cuma sedikit ya sebulan sekali aja. Dalam hal belanja bulanan, bayar tagihan, bayar cicilan, tabungan, dan dana untuk liburan atau rekreasi ini wajib, karena kita bekerja pasti butuh refreshing. At least 2 minggu sekali pergi kencan berdua dan seminggu sekali sama anak‐anak. Gak perlu mewah‐mewah tapi cukup educative dan menghibur. Untuk saya cukup beruntung karena tinggal di daerah yang masih di belakang kampong, jadi sifat matre karena liat teman‐temannya punya sesuatu tidak ada di anakku.hehe..”
kita. Dan itu manusiawi banget. Dari semua pengalaman yang saya utarakan ini, pada akhirnya saya bercerai juga”.
Pernyataan diatas dikutip oleh peneliti dari sebuah blog pribadi. Dan dari
sepenggal pernyataan diatas dapat sedikit memberikan pencerahan bagi pasangan
yang menikah dengan adanya perbedaan penghasilan, bahwa dalam membina
rumah tangga itu perlu perjuangan dan kerjasama yang baik antara semua anggota
keluarga (http://tipsbahagia.wordpress.com/tag/keuangan/).
Ketika suatu hubungan mulai memperlihatkan tanda‐tanda memburuk,
maka perpecahan tidak menutup kemungkinan akan terjadi. Tetapi jika dalam
tanda‐tanda tersebut ada komitmen yang kuat antara kedua belah pihak yakni
suami dan istri untuk mempertahankannya, maka mereka akan berusaha untuk
mengatasi dan memperbaiki keadaan sehingga perpecahan tersebut dapat dihindari
sedini mungkin.
Meskipun pernyataan diatas juga pada akhirnya berujung pada sebuah
perceraian, namun tidak selalu sebuah hubungan yang dijalani oleh setiap pasangan
terutama yang memiliki penghasilan berbeda akan berujung juga pada perceraian.
Hal ini akan dibuktikan pada bab berikutnya yang membahas tentang beberapa
informan yang memiliki strategi komunikasi dalam mempertahankan hubungan
perkawinannya.
Untuk menjaga dan memperbaiki hubungan yang sudah tampak akan timbul
suatu konflik, maka sebuah komunikasi efektif dapat dilakukan dengan cara
menjadikan hubungan yang sedang dijalani sebagai suatu bentuk hubungan yang
menyenangkan. Pasangan suami‐istri tersebut mempunyai cara dan
mengkomunikasikannya dengan baik agar hubungan mereka bisa bervariasi dan
tidak monoton, sehingga akan tampak terlihat lebih menyenangkan, terlebih tidak
mudah bagi pasangan tersebut untuk mengabaikan mengenai masalah perbedaan
penghasilan yang dijalani.
Komunikasi yang baik menjadi hal yang sangat penting yang harus dilakukan
dalam sebuah hubungan, untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman antara
kedua belah pihak. Sedikit terjadinya kesalah pahaman yang dilalui, akan
mengurangi rasa ketidaknyamanan dalam suatu hubungan tersebut. Untuk itu,
perbedaan penghasilan dapat dicari jalan keluarnya dengan cara berkomunikasi
yang efektif dan mencari jalan keluar dalam pembagian tugas dalam mengurus
rumah tangga. Untuk itu dalam sebuah hubungan juga diperlukan adanya saling
keterbukaan.
Rasa saling keterbukaan diperlukan untuk saling berbagi dengan
pasangannya. Keterbukaan tersebut dapat mengurangi rasa curiga terhadap
pasangannya. Terutama rasa curiga akan waktu dan materi yang dikeluarkan oleh
mengganjal dapat diutarakan pada pasangan, agar rasa saling percaya dan adanya
jaminan dalam setiap hubungan dapat dipertahankan.
Adanya jaminan dalam sebuah hubungan dapat digambarkan dengan cara
memberikan tempat yang istimewa pada pasangannya sebagai individu.
Memberikan kasih sayang dan perhatian serta memanjakan pasangan akan mampu
menjaga hubungan agar tetap harmonis, tidak membedakan secara terang‐
terangan mengenai masalah pebedaan tingkat pendapatan dapat mengurangi
adanya kesenjangan dalam hubungan, apalagi jika pasangan tersebut dapat
meluangkan waktu untuk barbagi.
Dalam suatu waktu, pasangan biasanya meluangkan waktu mereka untuk
melakukan aktivitas bersama disela‐sela aktivitas pribadi. Hal kecil tersebut
mempunyai dampak yang besar untuk kelangsungan hubungan yang harmonis,
karena akan terjalin sebuah kedekatan yang secara tidak langsung membuat
hubungan tersebut menjadi berkesan dan selalu berfikir positif tentang
pasangannya.
Selalu berfikir positif terhadap pasangan juga bukan merupakan hal yang
mudah untuk dijalani. Sedikit kegoyahan dan rasa curiga dapat memicu
pertengkaran, terutama jika sudah menyangkut masalah yang sensitif yaitu masalah
penghasilan istri yang lebih besar daripada suami.
Untuk itu agar kedekatan hubungan tetap terjaga, berusaha menyenangkan
pasangan menjadikan hubungan semakin romantis dan menyenangkan. Perbedaan
penghasilan tidak menggangu untuk pasangan tersebut mengekspresikan dirinya
dalam memberikan sesuatu yang menarik bagi pasangannya (DeVito,2007 p.263‐
264).
Melihat dari beberapa konflik yang telah dijelaskan pada persoalan
sebelumnya, kembali lagi pada hakekat perkawinan sebagai hubungan sakral yang
perlu dipertahankan dan menghindari kearah perpisahan. Untuk itu setiap pasangan
hendaknya dapat melakukan usaha untuk tetap mempertahankan hubungannya.
Ada beberapa hal yang biasa dilakukan agar hubungan yang dijalani tetap
berlangsung lama antara lain membangun iklim yang mendukung terciptanya suatu
hubungan yang harmonis, menjadi pendengar yang baik bagi pasangan, adanya
keterbukaan dalam hubungan, menejemen konflik yang baik, adanya respon yang
baik terhadap pasangan serta adanya variasi dalam aktivitas hubungan. (Wood,2004
p.320‐322).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan
suami‐istri dengan tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari penghasilan suami
dalam mempertahankan hubungan perkawinannya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan strategi komunikasi yang
dilakukan oleh pasangan suami‐istri dengan tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari
penghasilan suami dalam mempertahankan hubungan perkawinannya?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang strategi
komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami‐istri dengan tingkat penghasilan
istri lebih tinggi dari penghasilan suami dalam mempertahankan hubungan
perkawinannya?
1.5 Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini hanya pada sampai peneliti ingin menggambarkan
bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami‐istri dengan
tingkat penghasilan istri lebih tinggi dari penghasilan suami dalam mempertahankan
hubungan perkawinannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Komunikasi Antar Personal
Hubungan antar personal (Interpersonal Relationship) merupakan jenis
hubungan yang unik, dikatakan demikian karena selalu dimulai dari proses yang
bersifat psikologis, dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan.
Keterpengaruhan itu tidak lain karena pesan dari seseorang tersebut diterima
secara langsung baik secara verbal maupun non‐verbal. Apakah pesan‐pesan yang
disampaikan oleh komunikator berdampak positif atau negatif. Sehingga apabila
komunikasi itu tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas‐
luasnya komunikan untuk bertanya. (Alo Liliweri 1997:12).
2.1.2 Strategi Komunikasi
Sondang P. Siagian (1985: 21) berpendapat bahwa strategi adalah cara‐cara
yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dan oleh suatu hubungan
untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran dengan selalu memperhitungkan
kendala lingkungannya yang pasti akan dihadapi.
Adapun Pearce dan Robin (1997:20), mendefinisikan strategi sebagai
pelaksanaan (implementasi) rencana‐rencana yang dirancang untuk mencapai
sasaran‐sasaran.
Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa strategi adalah suatu cara atau taktik rencana dasar yang
menyeluruh dari rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan oleh sebuah hubungan
untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa sasaran (Tunggal, 1995:130).
Seperti halnya dengan strategi dalam bidang apapun, strategi komunikasi
harus didukung oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Komunikasi secara efektif adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana mengubah sikap (how to change the attitude).
2. Mengubah opini (to change the opinion)
3. Mengubah perilaku (to change behaviour)
Masih menurut Effendy (1981:44), Efek komunikasi yang timbul pada
komunikan sering kali di klasifikasikan sebagai berikut:
a. Efek Kognitif : adalah yang terkait dengan pikiran nalar atau rasio,
misalnya komunikan yang semula tidak tahu, tidak mengerti menjadi
b. Efek Afektif : adalah efek yang berkaitan dengan perasaan, misalnya
komunikan yang semula merasa tidak senang menjadi senang, sedih
menjadi gembira.
c. Efek Konatif : adalah efek yang berkaitan timbulnya keyakinan dalam
diri komunikan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh komunikator berdasarkan pesan atau message
yang ditransmisikan, sikap dan prilaku komunikan pasca proses
komunikasi juga tercermin dalam efek konatif.
Gejala‐gejala psikis komunikan sangat perlu diketahui oleh seorang
komunikator. Gejala‐gejala psikis tersebut biasanya dapat dipahami bila diketahui
pula lingkungan pergaulan komunikan yang dalam hal ini biasanya disebut situasi
sosial.
Jika kita sudah tahu sifat‐sifat komunikan, dan tahu pula efek apa yang kita
kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berkomunikasi
sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus kita gunakan.
Cara bagaimana kita berkomunikasi (how to communicate), kita bisa mengambil
salah satu dari dua tatanan di bawah ini:
1. komunikasi tatap muka (face to face communication)
2. komunikasi bermedia (mediated communication)
Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan
tingkah laku (behaviour change) dari komunikan. Mengapa demikian, karena kita
Dengan saling melihat, kita sebagai komunikator bisa mengetahui pada saat kita
berkomunikasi apakah komunikan memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita
komunikasikan. Jika umpan baliknya positif, kita akan mempertahankan cara
komunikasi yang kita pergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik tetap
menyenangkan kita. Bila sebaliknya, kita akan mengubah teknik komunikasi kita
sehingga komunikasi kita berhasil.
2.1.3 Tujuan Strategi Komunikasi
Menurut R.Wayne Pace, Brent D dan M.Dallas Burnett dalam bukunya
Techniques for effective communication, tujuan strategi komunikasi tersebut
sebagai berikut:
a. To secure understanding
Untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam berkomunikasi.
b. To establish acceptance
Bagaimana cara penerimaan itu terus dibina dengan baik.
c. To motive action
Penggiatan untuk memotivasinya
d. The goals which the communicator sought to achieve
Bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak komunikator dari
proses komunikator tersebut.
2.1.4 Hubungan Perkawinan
Perkawinan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya
perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Kegiatan yang
dibayangkan, bahkan dipercayai, sebagai perwujudan ideal hubungan cinta antara
dua individu belaka telah menjadi urusan banyak orang atau institusi, mulai dari
orang tua, keluarga besar, institusi agama sampai negara. Namun, pandangan
pribadi ini pada saatnya akan terpangkas oleh batas‐batas yang ditetapkan keluarga,
masyarakat, maupun ajaran agama dan hukum negara sehingga niat tulus menjalin
ikatan hati, membangun kedirian masing‐masing dalam ruang bersama, tak pelak
lagi tersendat, atau seringkali terkalahkan. Kamus pun sebagai buku acuan publik
yang paling sederhana tak lepas dari kepungan wacana dominan, sambil berusaha
memberi tempat pada beragam praktek perkawinan yang terjadi dalam kehidupan
sehari‐hari. (www.shvoong.com)
Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing‐masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang
berwenang menurut perundang‐undangan yang berlaku. Perkawinan adalah salah
satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik
suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan
persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan
Gagasan dominan tentang perkawinan dan keluarga ini kemudian
melahirkan kaidah‐kaidah keramat yang mencegah orang punya bayangan lain
tentang bentuk perhubungan akrab antar manusia. Di satu sisi, perkawinan
dianggap sebagai satu tahapan memanusia yang melambangkan kedewasaan dan
kewarasan. Di lain sisi, tugas‐tugas yang dibebankan ke lembaga ini seringkali
demikian menjerat sehingga mengancam kewarasan dan kedewasaan individu‐
individu yang terlibat di dalamnya. Lebih jauh lagi, tumbuh di tengah masyarakat
yang mengunggulkan laki‐laki sebagai pemimpin kehidupan, kaidah‐kaidah
perkawinan secara khusus dipakai untuk mengendalikan gerak perempuan. Dua
pokok perkara yang akan disoroti dalam hal ini: pertama, dengan penunjukan laki‐
laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah
tangga terjadilah pembagian ruang bergerak yang membuat perempuan
terperangkap di rumah untuk waktu tak terbatas; kedua, segregasi ruang secara
seksual ini berpengaruh terhadap pola komunikasi antara suami‐istri dan cara
pandang terhadap hubungan antar manusia pada umumnya. Bertahan sambil
Memperluas Ruang Gerak Begitu perempuan masuk dalam lembaga perkawinan
deretan pekerjaan yang berjudul "melahirkan, mengurus anak, suami dan rumah
tangga" sudah menanti. (www.shvoong.com)
2.1.5 Membangun Kepercayaan
Untuk membangun sebuah relasi, dua orang harus saling mempercayai. Hal
ini dilakukan pada saat menentukan dimana mereka harus mengambil resiko
reaksi mereka terhadap situasi yang tengah mereka hadapi, atau dengan cara saling
menunjukkan penerimaan, dukungan, dan kerja sama.
Saling percaya dibangun lewat resiko dan peneguhan, serta dihancurkan
lewat resiko dan penolakan. Kepercayaan tak mungkin timbul tanpa resiko, dan
relasi tidak mengalami kemajuan tanpa kepercayaan (Johnson,1981).
Kepercayaan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang.
Kepercayaan meliputi unsur‐unsur sebagai berikut :
1. Kita berada dalam situasi dimana pilihan untuk mempercayai orang
lain dapat menimbulkan akibat‐akibat yang menguntungkan maupun
merugikan bagi aneka kebutuhan dan tujuan atau kepentingan kita.
Jadi, mempercayai mengandung resiko.
2. Akibat‐akibat yang menguntungkan atau merugikan tersebut
tergantung pada perilaku orang lain.
3. Penderitaan karena akibat yang merugikan akan lebih besar
dibandingkan manfaat karena akibat yang menguntungkan.
4. Kita punya cukup keyakinan bahwa orang lain akan bertingkah laku
sedemikian rupa sehingga yang timbul adalah akibat‐akibat yang
Namun demikian, kepercayaan sesungguhnya juga dapat menurun. Disini,
Johnson juga menjelaskan tiga macam tingkah laku yang dapat menurunkan
kepercayaan dalam suatu relasi, yaitu :
1. Menunjukkan penolakan, mengolok‐olok, atau melecehkan
pembukaan diri orang lain.
2. Tidak membalas pembukaan diri orang lain.
3. Tidak mau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kita kepada
orang lain, kendati ia telah menunjukkan penerimaan, dukungan,
dan kerja sama.
2.1.6 Komitmen
Bagi banyak orang, komitmen mutlak terhadap seseorang manusia lain, yang
dituntut dalam ikatan perkawinan, merupakan sesuatu yang menakutkan atau
paling sedikit merupakan hal yang menegangkan. Bagi banyak pasangan hidup
bersama adalah bentuk pernikahan percobaan, suatu cara agar saling mengenal
dengan baik untuk memutuskan apakah suatu pernikahan akan berguna. Pasangan
yang hidup bersama tersebut kemudian menikah atau memutuskan hubungan
mereka hanya dalam beberapa tahun.
Kenyataannya, antara tahun 1975 dan 1984, 40% dari pasangan yang diteliti,
menikah atau berhenti hidup bersama setelah satu tahun dan 33% mengakhirinya
masih hidup bersama. Di sisi lain, 60% dari pasangan seperti ini barakhir dalam
pernikahan (Bumpas dan Sweet,1989).
2.1.7 Peranan Perempuan dalam Rumah Tangga
Pengertian peranan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu yang
mewujudkan bagian yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal
atau peristiwa. (Poerwadarminta. 1976). Peranan dalam pengertian sosiologi adalah
perilaku atau tugas yang diharapkan dilaksanakan seseorang berdasarkan
kedudukan atau status yang dimilikinya. Dengan kata lain, peranan ialah
pengejawantahan jabatan atau kedududkan seseorang dalam hubungannya dengan
sesama manusia dalam suatu masyarakat atau organisasi.
Sejak tiga dasa warsa terakhir peran istri dalam kehidupan keluarga
mengalami kemajuan pesat. Dorongan utamanya adalah tuntutan ekonomi.
Keluarga tidak bisa lagi mengandalkan para suami untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara memadai. Untuk itu, para istri terpanggil untuk berperan,
mengambil alih peran suami yang tidak mampu mencukupi.
Peran dan tanggung jawab istri dalam membentuk keluarga sejahtera,
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari peran dan tanggung jawab kaum suami.
Tidak dapat dikatakan yang satu dominan dan lebih menentukan, sedang yang lain
dan para suami, katakanlah ibu dan ayah adalah team work dalam membentuk
Keluarga Sejahtera. (www.gemari.or.id)
peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan
bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang
ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang baik, akan baiklah kondisi keluarga.
Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk, hancurlah keluarga
(Karim, 2006).
Perempuan tidak dinilai cukup sukses bila keberhasilan membangun karir
tidak dibarengi kesuksesan mengelola rumah tangga karena secara kodrati
perempuan melahirkan dan menyusui anak sehingga tugas pengasuhan anak dan
keluarga termasuk mengurus suami menjadi tanggung‐jawabnya.
Perempuan sejak masa lalu telah digiring menjalankan melakukan tugas‐
tugas yang "dekat rumah", sementara kaum laki‐laki pada masanya pergi berburu
atau mencari nafkah lain. Skema pembagian kerja ini kemudian dilegitimasi oleh
agama dan adat istiadat atas nama kodrat. (www.kapanlagi.com)
Masyarakat cenderung beranggapan bahwa pembedaan atau pembagian
kerja secara seksual adalah sesuatu yang alamiah. Stereotipe yang dianggap kodrat
telah melahirkan ketidakadilan gender bagi perempuan dan laki‐laki. Akibatnya,
lahir pembagian kerja secara seksual. Laki‐laki mendapat porsi yang lebih
Ideologi patriarki (dominasi laki‐laki) faktanya telah masuk dalam sistem
hukum di Indonesia baik dari peraturan dan kebijakan yang ada, stuktur dan budaya
hukumnya, sehingga senantiasa mengekalkan ketidakadilan terhadap perempuan.
Konsep pembakuan peran gender yang mengotak‐kotakkan peran laki‐laki
atau suami dan perempuan atau istri ini hanya memungkinkan perempuan
berperan di wilayah domestik yakni sebagai pengurus rumah tangga sementara laki‐
laki di wilayah publik sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama.
Ketimpangan nilai atas fungsi ini menyebabkan kaum perempuan mulai
menuntut kesetaraan untuk aktif di sektor‐sektor publik yang produktif, untuk
menjadi perempuan bekerja. (www.kapanlagi.com)
Dalam agama Islam, tidak mengajarkan perempuan lebih rendah
kedudukannya di bidang agama maupun politik. Laki‐laki merupakan pelindung dan
pemberi nafkah utama bagi keluarga. Ini tidak berarti perempuan adalah makhluk
lemah atau tidak mampu mempertahankan atau menyokong dirinya sendiri. Islam
justru mengangkat derajat perempuan dengan membebaskan mereka dari
perbudakan yang menurut Tuhan terutama disebabkan oleh laki‐laki. Menurut
beberapa ulama, perempuan bahkan tidak wajib mengerjakan pekerjaan rumah
tangga (Emerick,2007:288).
Namun realitasnya banyak ibu yang tidak dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik. Mungkin ada sebagian yang terlalu sibuk dengan
pendidikan kepada pihak sekolah atau anak2 yang lebih banyak menghabiskan
waktu dengan pengasuh yang bisa jadi “kurang berkualitas”. Atau mungkin ada yang
merasa menyerah dan putus asa dalam mendidik anak karena kurang pengetahuan
sehingga bingung tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan.
(www.wordpress.com).
2.1.8 Konflik Akibat Perbedaan Penghasilan dalam Hubungan Perkawinan
Penghasilan adalah imbalan atas apa yang telah kita kerjakan, penghasilan
yang kita peroleh dari jasa ataupun tenaga yang kita keluarkan guna mndapatkan
materi.
Dalam sebuah hubungan perkawinan, adakalanya, antara suami maupun
istri, sama‐sama memiliki penghasilan, karena keduanya sama‐sama bekerja. Dalam
kasus ini, tak jarang, penghasilan suami lebih rendah dibanding istri. Disinilah konflik
dapat muncul karena adanya kecemburuan dari sisi ekonomi. Di beberapa kasus,
kondisi ini dapat memicu adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (Elfarid,
2007). Namun kedua kondisi ini sebenarnya dapat diatasi jika ada kerjasama dan
komitmen yang baik antara suami dan istri untuk mengatasi persoalan ini.
Selain KDRT, perselingkuhan tak jarang menjadi ‘buntut’ dari adanya
persoalan ekonomi. Seorang suami yang gajinya lebih rendah dibanding istrinya,
kadangkala merasa cemburu dan direndahkan. Dari sini, hal yang dapat terjadi
suami berusaha mencari hubungan lain yang lebih seimbang melalui jalan menjalin
hubungan perselingkuhan (Puspitasari, 2009).
Namun ada yang lebih buruk lagi, yaitu terjadinya perceraian. Perceraian
adalah keputusan terakhir yang diambil oleh pasangan suami‐istri ketika mereka
tidak mampu lagi mengatasi konflik keluarga, salah satunya adalah konflik
perbedaan penghasilan dimana penghasilan istri lebih tinggi dari suaminya.
2.1.9 Strategi Manajemen Konflik
Strategi manajemen konflik akan dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan,
misalnya tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai untuk
mempengaruhi strategi apa yang dianggap sesuai. Berikut beberapa manajemen
konflik menurut George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy (1968).
1. Berkelahi Secara Sportif
Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita mengetahui dimana garis
batas yang harus ditarik, khususnya dalam hubungan yang berlangsung lama. Kita
mengetahui bahwa ketika mencela ketidak‐mampuan mempunyai anak atau
mencela karena ketidak‐mampuan mendapat pekerjaan yang pasti merupakan
pukulan dibawah pinggang bagi mereka. Usahakan menjaga agar hanya menyerang
daerah yang tidak menyakiti pihak lawan dan yang tidak akan menyebabkan
semakin parahnya permusuhan dan kemarahan.
Rencanakanlah peran aktif dalam konflik antarpribadi. Jangan tutup telinga
(dan pikiran), berusaha menyalakan radio keras‐keras, atau meninggalkan rumah
selama pertengkaran terjadi. Ini tidaklah berarti bahwa periode pendinginan tidak
bermanfaat. Sebaliknya, jika konflik ingin diselesaikan, maka harus dihadapi secara
aktif oleh kedua belah pihak.
3. Bertanggung Jawab atas Pikiran dan Perasaan
Ketika seseorang tidak sependapat dengan mitranya atau menjumpai
perilakunya yang tidak benar, bertanggung jawablah atas perasaan ini dan
katakanlah, misalnya “saya tidak setuju dengan...” atau “saya tidak menyukai hal itu
bila kamu...” janganlah mengelakkan tanggung jawab dengan mengatakan, misalnya
“setiap orang mengatakan bahwa kamu salah mengenai...” atau “seseorang
berpendapat bahwa kamu seharusnya tidak...”. Pertanggung jawabkanlah pikiran
dan perasaan dan tegaskanlah tanggung jawab ini secara ekslpisit dengan “I‐
messages”.
4. Langsung dan Spesifik
Pusatkan konflik pada saat kini dan jangan melantur ke masalah‐masalah
yang terjadi dua bulan yang lalu (seperti pada teknik karung goni). Begitu juga,
pusatkanlah konflik pada seseorang yang menjadi lawan pertengkaran, jangan
membawa nama‐nama ibu, anak, atau kawan‐kawannya.
Pusatkan konflik pada perilaku yang terlihat pada apa yang dilakukan ketika
menguraikan dan memahami sebuah perilaku. Jadi, ketika seorang mitra melupakan
suatu hal yang penting dan mengecewakan, bicarakanlah mengenai perilaku
tersebut bahwa merupakan perilaku aktual. Jangan menduga‐duga motif, yang
berarti memiliki pikiran negatif tentang mitra tersebut tanpa adanya penjelasan
yang sudah terbukti.
5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan
Berusaha menghindari adanya sikap mengejek, karena dalam hampir setiap
situasi konflik, humor akan dimanfaatkan. Sayangnya, paling sering humor
digunakan secara sarkastis untuk menyindir atau mempermalukan pihak lain.
Pemanfaatan humor seperti ini memperparah dan memperkuat konflik. Bila humor
digunakan, seharusnya dapat meredakan ketegangan. Berusaha hindarilah humor
sebagai strategi untuk memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain.
2.1.10 Teori Keseimbangan (equity theory)
Menurut DeVito, dalam sebuah hubungan, mempertahankan hubungan
merupakan hal yang sangat penting agar hubungan yang dijalin dapat berlangsung
lama. Ada beberapa fungsi mempertahankan hubungan antara lain:
1. Untuk menjaga keutuhan hubungan, untuk mencegah terputusnya suatu
hubungan.
2. Untuk meningkatkan kedekatan dalam hubungan.
3. Untuk menjaga agar hubungan tetap memuaskan, menjaga
Lebih lanjut, DeVito merangkum berbagai alasan tersebut dan
menjelaskannya berdasarkan perspektif teoritis, yang terdiri atas teori atraksi
(attraction theory), teori keseimbangan (equity theory) dan teori pertukaran social
(social exchange theory).
Namun dalam penelitian ini, yang akan dibahas lebih lanjut adalah dengan
menggunakan teori keseimbangan. Menurut teori keseimbangan (equity theory)
beranggapan bahwa individu mempertahankan hubungan ketika mereka
mendapatkan kesetimbangan relative, yang diukur berdasarkan derajat kesetaraan
antara reward yang diterima dibandingkan dengan cost yang diberikan. Adapun
bentuk cost dan reward yang diberikan tidak selalu berupa materi, dapat berupa
perhatian, pengorbanan dan pembagian tugas dalam sebuah hubungan. Ketika
pemberian (cost) yang diberikan sesuai dengan apa yang telah diberikan (reward),
maka hubungan tersebut akan seimbang. Ketika keseimbangan sudah diperoleh,
maka pasangan akan memperoleh kepuasan dan hubungan akan lebih dapat
dipertahankan. Sebaliknya, ketika salah satu atau kedua belah pihak sudah
merasakan adanya ketidakseimbangan antara cost dan reward maka mereka akan
berusaha untuk mencari hubungan lain yang dianggap lebih seimbang dan dapat
memberikan kepuasan (DeVito, 2007 p. 244).
2.1.11 Strategi Komunikasi Mempertahankan Hubungan Perkawinan
Berdasarkan alasan‐alasan mempertahankan hubungan pernikahan yang
telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini akan dibahas tentang strategi komunikasi
hubungan romantis, diperlukan adanya romantic rules agar hubungan yang dijalani
tetap menyenangkan dan intimacy dengan pasangan tetap terjaga. Romantic rules
di sini berupa aturan‐aturan yang dibuat dan disepakati oleh pasangan. Aturan‐
aturan ini pula yang digunakan untuk mencegah munculnya serta mengatasi
masalah yang datang yang dapat mengurangi efektifitas komunikasi serta
mempererat intimacy dalam sebuah hubungan. Ketika komunikasi dan intimacy
dapat terjaga, maka hubungan akan cenderung dapat bertahan lama. (Ayu, 2007 p.
34‐35).
Mendukung pernyataan DeVito tersebut, Wood mengemukakan bahwa
mempertahankan hubungan agar tetap dekat dan berlangsung lama merupakan
sebuah tantangan tersendiri. Ada beberapa hal yang biasa dilakukan agar hubungan
yang dijalani tetap berlangsung lama antara lain membangun iklim yang mendukung
terciptanya suatu hubungan yang harmonis, menjadi pendengar yang baik bagi
pasangan, adanya keterbukaan dalam hubungan, menejemen konflik yang baik,
Adanya respon yang baik terhadap pasangan serta adanya variasi dalam akifitas
hubungan. (Wood, 2004 p. 320‐322).
Lebih lanjut, DeVito juga menyebutkan beberapa strategi komunikasi yang
biasa dilakukan oleh pasangan agar hubungan yang mereka jalani dapat bertahan,
antara lain:
1. Be nice: menjadikan hubungan yang dijalani sebagai suatu hubungan
2. Communicate: komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu
hubungan.
3. Be Open: dalam sebuah hubungan diperlukan adanya keterbukaan
untusaling berbagi dengan pasangan.
4. Give Assurances: adanya jaminan dalam sebuah hubungan misalnya
menempatkan pasangan sebagai individu yang istimewa.
5. Share Jointt Activities: dalam suatu waktu, pasangan biasanya
meluangkan waktu mereka untuk beraktivitas bersama disela‐sela
aktivitas pribadi.
6. Be Positive: selalu berpikir positif terhadap pasangan dan hubungan yang
dijalani.
7. Focus on Improving Your Self: berusaha menyenangkan pasangan dengan
terlihat menarik didepan pasangan (DeVito, 2007 p. 263‐264).
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan beberapa konsep yang telah dijelaskan tersebut, maka peneliti
berusaha mendeskripsikan strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan
suami‐istri yang masih terikat hubungan pernikahan dalam memandang status
perbedaan tingkat penghasilan, dimana penghasilan istri lebih tinggi daripada
penghasilan suami, agar hubungan yang dijalani dapat bertahan lama. Melalui
penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana strategi komunikasi pasangan yang
dijalani. Pada dasarnya hubungan yang mereka jalani sama seperti hubungan
pernikahan pada umumnya. Bedanya adalah adanya disini istri bekerja disektor
publik yang memiliki tingkat penghasilan lebih tinggi daripada suami. Dari sini
peneliti ingin melihat strategi komunikasi apa yang dilakukan oleh pasangan suami‐
istri agar hubungan mereka tetap terjalin tanpa adanya jalan perceraian dalam
mengatasi konflik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
metode studi kasus karena peneliti ingin menggambarkan secara detail strategi
komunikasi yang dilakukan oleh individu dalam mempertahankan hubungan
perkawinan serta mencari keunikan dari setiap individu. Peneliti juga ingin
mengetahui bagaimana perbedaan penghasilan dapat terjadi pada rumah tangga
informan, apakah hal tersebut terjadi pada awal atau bahkan saat pernikahan sudah
berjalan. Ketika perbedaan ini terjadi pada awal pernikahan, apakah sudah ada
komitmen yang disepakati oleh pasangan tersebut. Sebaliknya ketika perbedaan ini
terjadi setelah perkawinan berjalan sebagai akibat dari suami tidak lagi mampu
mencukupi kenutuhan rumah tangga, apakah juga ada komitmen yang dibuat oleh
keduanya. Setelah komitmen disepakati, bagaimanakah kondisi perkawinan
informan saat ini dan mengapa informan bertahan dengan adanya perbedaan ini.
Dan yang lebih ditekankan lagi adalah bagaimana strategi komunikasi dalam
mempertahankan hubungan perkawinan informan.
Adapun tipe penelitian yang digunakan peneliti adalah kualitatif‐deskriptif
karena peneliti ingin mendeskripsikan dan menggali informasi lebih dalam tentang
strategi yang dilakukan oleh individu dalam mempertahankan hubungan
perkawinan agar hubungan pernikahannya dapat terus bertahan.
3.3 Informan
Pada penelitian ini, informan yang dipilih adalah memiliki cirri‐ciri sebagai
berikut:
1. Pasangan suami‐istri, yang sama‐sama bekerja dan penghasilan istri lebih
tinggi daripada penghasilan suami. Karena perbedaan penghasilan
merupakan fokus penelitian, maka penelitian hanya dilakukan pada
pasangan yang sama‐sama bekerja dan mendapat penghasilan. Penelitian
tidak dilakukan pada kondisi hanya istri yang bekerja dan mendapat
penghasilan, sedangkan suami tidak bekerja dan tidak mendapat
penghasilan.
Disini, perbedaan penghasilan tidak dibatasi waktu, artinya penelitian
dapat dilakukan baik kepada informan yang perbedaan penghasilan terjadi
sejak awal menikah, maupun perkawinan dengan perbedaan penghasilan
ketika istri mulai bekerja setelah suami dinilai tidak mampu mencukupi
kebutuhan rumah tangga.
2. Pemilihan informan tidak dibatasi oleh adanya faktor usia, pendidikan dan
menentukan ukuran dari faktor tersebut, melainkan menemukan faktor
tersebut, agar hasil yang diperoleh dalam penelitian melalui informan dapat
lebih variatif. Sehingga data tentang jumlah perceraian dari segi usia dan
lain‐lain sebagai acuan untuk menentukan informan tidak dibutuhkan.
3. Pasangan suami‐istri tersebut bertempat tinggal di Surabaya. Alasan
Surabaya menjadi sasaran penelitian yakni berdasar data yang diperoleh dari
pengadilan agama Surabaya, selama 2009, angka perceraian di Surabaya
mencapai 3.801 kasus. Dari angka ini, 2.394 kasus diantaranya merupakan
kasus perceraian karena istri yang menggugat suami, yang disebabkan kian
banyaknya istri yang menjadi wanita karier dan berpenghasilan lebih tinggi
dari suaminya.
4. Tidak ada usia kalender tertentu yang dapat dijadikan patokan usia
perkawinan, namun semakin muda usia saat menikah maka semakin
mungkin kedua pasangan terbatas tingkat pendidikannya, terbatas
penghasilan yang akan diperoleh, dan terbatas juga tingkat kematangan
emosional yang dapat memicu konflik demi konflik (Bataviase.co.id). Namun
dalam penelitian ini peneliti membatasi usia perkawinan yang dijalani
informan adalah 3 tahun.
3.4 Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah narasi yang diperoleh dari indepth
tulisan atau paragraf yang disusun secara berurutan sesuai dengan wawancara yang
dilakukan. Narasi ini merupakan data primer berisi pendapat, pengalaman,
pengakuan dan deskripsi perilaku dari masing‐masing informan kemudian dianalisis
dan dinterpretasikan oleh peneliti.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
adalah melalui wawancara mendalam (Indepth Interview). Karena penelitian ini
menggunakan tipe penelitian kualitataif deskriptif maka teknik pengumpulan data
melalui wawancara mendalam (Indepth Interview) dianggap mampu untuk
menghasilkan data yang lengkap dan mendalam. Proses wawancara diawali dengan
menemukan informan yang dianggap memenuhi criteria sebagai sasaran penelitian
ini. Tahap berikutnya adalah melakukan perjanjian termasuk mengatur waktu dan
tempat dilakukannya wawancara. Setelah itu, peneliti melakukan wawancara
dengan informan, hasil wawancara ini kemudian direkam kedalam alat perekam
(MP4) untuk mempermudah proses pengolahan data dari informan.
3.6 Teknik Pengolahan Data
Proses pengolahan data dimulai dari pengolahan hasil rekaman sebagai data
primer dan penelusuran dokumen sebagai data sekunder. Data yang diperoleh disini
berupa transkrip wawancara yang kemudian dibuat menjadi narasi kualitatif agar
lebih mudah untuk dipahami. Narasi ini kemudian diklasifikasikan atau
data. Pada penelitian ini dipilih klasifikasi berdasarkan individu untuk memudahkan
dalam menganalisis narasi.
3.7 Teknik Analisis Data
Setelah wawancara dilakukan, peneliti wajib membuat transkrip hasil
wawancara. Artinya peneliti harus menulis setiap pertanyaan dan jawaban yang
dikeluarkan informan (dari perekam) serta catatan yang memuat tentang observasi,
perasaan dan refleksi diri.
Kemudian barulah peneliti bisa menganalisis data yang sudah masuk. Cara
untuk menganalisa data adalah :
a) Mengkategorikan wawancara kedalam sub topik
Peneliti memilah‐milah transkrip wawancara tiap informan,
kemudian menyatukan dengan data‐data informan yang lain yang
memiliki topik serupa.
b) Mencari Hubungan
Antara topik satu dengan yang lain, cari kesamaan pola dan
hubungan yang mungkin terjadi dengan teori atau konsep yang sudah
ada.
c) Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan tentang keyakinan, perasaan, sikap, dari informan tentang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah Surabaya, karena Surabaya merupakan
kota yang terhitung fantastis yakni dari data Pengadilan Agama di Surabaya tahun
2009, tentang tingginya angka istri yang menggugat cerai suaminya, dari 3.801
kasus perceraian, 2.394 kasus diantaranya merupakan kasus perceraian atas istri
yang menggugat suami. Jumlah ini paling besar dibandingkan dengan jumlah di
kota‐kota besar di Indonesia seperti di Jakarta.
Dari data tersebut ditemukan banyak alasan perceraian, diantaranya adalah
tidak adanya keharmonisan, gangguan pihak ketiga, tidak ada tanggung jawab dari
suami, dan faktor ekonomi. Faktor ekonomi tersebut dijelaskan bahwa dari pihak
istri lah yang paling banyak menggugat cerai suami dengan alasan istri menjadi
wanita karier dan penghasilannya lebih tinggi daripada penghasilan suami.
Namun tidak semua pasangan suami‐istri memutuskan bercerai untuk
mengatasi permasalahan ekonomi tersebut. Dari fenomena itulah peneliti ingin
suami istri dalam mempertahankan hubungan perkawinannya, ketika penghasilan
istri lebih besar daripada suami.
Dalam penelitian ini, akan menekankan pada bagaimana pebedaan
penghasilan dapat terjadi dalam perkawinan informan, sejak kapan perbedaan
penghasilan terjadi dalam hubungan perkawinan informan, jika perbedaan ini
terjadi sejak awal perkawinan, apakah ada komitmen yang disepakati oleh
informan, jika perbedaan ini terjadi setelah perkawinan berjalan dan akibat dari
suami tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga, apakah juga akan ada
komitmen untuk mengatasi konflik ini, dengan adanya perbedaan penghasilan ini,
bagaimana kondisi perkawinan informan saat ini, mengapa informan bertahan
dengan adanya perbedaan ini, dan bagaimanakah cara mempertahankan hubungan
perkawinan dengan adanya perbedaan penghasilan ini, semuanya akan diteliti
secara mendalam dalam penelitian ini.
Penelitian ini hanya fokus pada strategi komunikasi apa yang digunakan
dalam hubungan perkawinan yang berbeda penghasilan antara suami istri dimana
penghasilan istri lebih besar daripada penghasilan suami. Semua hal yang berkaitan
dengan tujuan penelitian, akan di tulis dalam hasil dan pembahasan agar menjadi
wawasan dan pengetahuan baru bagi ilmu pengetahuan.
Peneliti mengambil 4 pasang informan, yaitu pasangan suami dan istri yang
menjalani pernikahan dengan perbedaan tingkat penghasilan dimana penghasilan
yang dibutuhkan. Walaupun penelitian ini sangat sensitif bagi pasangan suami istri,
namun secara keseluruhan wawancara berlangusng sangat lancar karena sebagian
informan sangat terbuka dalam memberikan informasi dan juga mengungkapkan
secara mendalam dalam jawaban berbagai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Informan diwawancara secara terpisah untuk mendapatkan data yang
mendalam dan tidak terpengaruh antara informan yang satu dengan yang lain.
Wawancara dilakukan pada 6 November – 10 November 2010. Tempat dan waktu
dilakukan wawancara adalah sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dengan
informan dengan alasan perbedaan waktu luang setiap informan serta menjaga
privasi informan yang satu dengan yang lain karena topik yang dibahas merupakan
topik yang sensitif.
Berikut ini hasil pengumpulan data yang telah dilakukan peneliti melalui
wawacara mendalam yang telah disusun menjadi transkrip wawancara. Transkrip
wawancara yang telah disusun kemudian dibuat menjadi suatu narasi agar lebih
mudah dimengerti. Penginterpretasian narasi ini kemudian dinegosiasikan dengan
tinjauan pustaka yang telah disusun sebelumnya.
4.2 Penyajian Data dan Analisis Data
4.2.1 Penyajian Data
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencari dan mengetahui strategi
komunikasi dalam mempertahankan hubungan perkawinan dengan perbedaan
Data dipaparkan dengan data yang telah di dapat dari naskah wawancara
mendalam dan observasi lapangan melalui kerabat terdekat peneliti sendiri.
Wawancara telah dilakukan dan mendapatkan informasi dari informan yang
berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti oleh peneliti. Peneliti telah
mendapatkan 4 pasang informan suami istri, diantaranya adalah pasangan suami
istri Yohanes dan Anastasya, Hendra dan Anis, Farel dan Trisia, Afandi dan Dian.
4.2.1.1 Karakteristik Informan
Dari hasil observasi, karakteristik pasangan informan yang diperoleh adalah
pasangan informan dengan karakteristik berusia antara 25‐30 tahun dan 45‐56
tahun, dengan status semuanya memiliki anak, berasal dari suku jawa dan memiliki
keyakinan yang kuat terhadap agama yang dianutnya.
Pada informan yang memiliki usia yang masih tergolong muda, pola pikir
dalam membentuk rumah tangga, mengatasi konflik yang terjadi, hingga cara
mereka mempertahankan hubungan perkawinannya akan berbeda dibandingkan
dengan pasangan informan yang memiliki pengalaman dalam membina rumah
tangga lebih lama, terutama jika pasangan tersebut berusia antara 45‐56 tahun.
Memiliki seseorang anak merupakan tanggung jawab yang besar, ketika
menyadari hal tersebut, pasangan informan tetap bertahan dengan perkawinannya
karena rasa tanggung jawabnya terhadap anak.
Berhubung semua pasangan informan merupakan masyarakat yang berasal
suami merupakan kepala keluarga yang sepatutnya bekerja mencari nafkah demi
keluarga, dan seorang istri bekerja disektor domestik yakni mengurus rumah
tangga. Namun di zaman sekarang ini, hal tersebut rupanya sudah tidak menjadi
masalah lagi, karena mereka menyadari bahwa tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga hanya dengan mengandalkan penghasilan suami.
Adanya keyakinan kuat yang dimiliki oleh seluruh pasangan informan juga
merupakan suatu pegangan untuk mempertahankan perkawinannya. Peneliti
mengamati bahwa pengabdian informan kepada Tuhannya dilakukan dengan cara
masing‐masing sesuai keyakinan yang dianutnya.
4.2.1.2 Profil Informan
Informan 1 :
Pasangan suami istri Yohanes Destiano berumur 27 tahun dengan Anastasya
Linda berumur 25 yang sudah menikah selama 3 tahun dan telah dikaruniai 1 orang
putra. Yohanes sendiri bekerja sebagai karyawan percetakan freelance atau tidak
menetap selama 3 tahun di kawasan Tambak Segaran Surabaya dan dia hanya
lulusan SMK dari Banyuwangi. Kemudian sang istri yakni Anastasya awalnya hanya
mengajar les privat musik (piano) dan pelajaran murid SD dirumah selama 5 tahun
karena ia sudah mempunyai ijazah sekolah musik dan bekal tersebut digunakannya
sebagai modal untuk mendapat penghasilan. Anastasya tidak menempuh perguruan
tinggi setelah lulus SMA, namun dia melanjutkan kesekolah musik sesuai dengan
mengajar di salah satu SMP swasta di Surabaya sebagai guru ekstrakurikuler paduan
suara dan piano, kemudian mendapat tawaran lagi untuk mengajar sebagai guru
agama Katholik di SMP tersebut. Kesenjangan yang terjadi pada perkawinan
pasangan ini adalah diawal menikah. Selama ini pasangan suami istri Yohanes dan
Anastasya masih tinggal bersama dengan orang tua Anastasya di jl. Prima surabaya.
Alasan masih tinggal bersama orang tua karena masih dianggap belum mampu
untuk membeli atau mengontrak rumah sendiri, dan alasan lain karena agar Putra
mereka bisa di jaga oleh orang tuanya ketika mereka sibuk bekerja. Hubungan
kedekatan peneliti dengan informan sendiri adalah karena informan merupakan
teman dari peneliti.
Informan 2 :
Pasangan suami istri Hendra berumur 56 tahun dan Anis berumur 52 tahun
yang sudah menikah dari tahun 1978 atau usia pernikahan mereka sudah berjalan
selama 32 tahun. Dalam pernikahan mereka, telah mendapatkan 1 orang Putra dan
1 Putri. Hendra dulu adalah seorang distributor Ban di Jawa Timur, namun karena
krisis moneter, perusahaan beliau mengalami kebangkrutan. Hingga akhirnya ia
bekerja berwiraswasta sebagai EO (Event Organizer) yang tidak memiliki
penghasilan tetap selama 11 tahun. Namun sang istri yakni Anis bekerja di Koperasi
Setia Bhakti Wanita di Surabaya sebagai ketua kelompok selama 10 tahun. Dengan
penghasilan tetapnya, Anis mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain
bekerja di Koperasi tersebut, Anis juga mengurus rumah tangga dan kadang
pun terjadi setelah jalannya perkawinan. Pasangan suami istri tersebut tinggal
dirumah sendiri yaitu di kawasan Kompleks Taman Pondok Indah Surabaya.
Hubungan kedekatan antara peneliti dengan informan adalah karena informan
merupakan orang tua dari teman peneliti sendiri.
Informan 3 :
Pasangan suami istri Farel berumur 30 tahun dan Trisia berumur 25 tahun
yang sudah menikah selama 3 tahun dan sudah dikaruniai 1 orang putri berusia 1,5
tahun. Dengan latar belakang pendidikan D3 disalah satu perguruan tinggi di
Surabaya, Farel hanya mampu bekerja sebagai operator, teknisi, sekaligus penjaga
di salah satu warnet di kompleks Gunungsari Indah, selama 4 tahun. Namun hal
tersebut dapat diimbangi dengan penghasilan i