SKRIPSI
PENGARUH KELUARGA SEBAGAI KELOMPOK PENDUKUNG
TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH LANSIA
DM TIPE 2 DI DESA BATUAN KECAMATAN SUKAWATI
OLEH:
IDA AYU AGUNG SUKMA SASTRIKA
NIM. 1102105053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
i
PENGARUH KELUARGA SEBAGAI KELOMPOK PENDUKUNG
TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH LANSIA
DM TIPE 2 DI DESA BATUAN KECAMATAN SUKAWATI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
IDA AYU AGUNG SUKMA SASTRIKA
NIM. 1102105053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ida Ayu Agung Sukma Sastrika NIM : 1102105053
Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Denpasar, Juni 2015
Yang membuat pernyataan,
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Keluarga sebagai Kelompok Pendukung terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 di Desa Batuan Kecamatan Sukawati”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada: 1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M. Kes, sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.
3. Ns. Putu Ayu Sani Utami, M.Kep, Sp.Kep.Kom, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
4. dr. Made Ayu Witriasih, M.Kes, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
5. I Nyoman Netra selaku Perbekel Desa Batuan yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian.
6. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun materiil selama penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia keperawatan dan pengetahuan secara luas.
Denpasar, Juni 2015
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……… …... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………... ….... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………. iii
PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ……… . iv
KATA PENGANTAR………... . v
2.1.2 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia……… 9
2.2 DM tipe 2....……….…… 12
2.2.1 Pengertian DM tipe 2 pada Lansia………. 12
2.2.2 Etiologi DM Tipe 2 pada Lansia……… 13
2.2.3 Tanda dan Gejala DM Tipe 2 pada Lansia……….... 14
2.2.4 Pengelolaan DM Tipe 2 pada Lansia………. 15
2.2.5 Kadar Gula Darah pada Lansia DM Tipe 2………... 27
2.3 Keluarga sebagai Kelompok Pendukung ……… 30
2.3.1 Konsep Keluarga……… 30
2.3.2 Tugas dan Peran Keluarga di Bidang Kesehatan………. 30
2.3.3 Konsep Kelompok Pendukung……… 32
2.3.4 Keluarga sebagai Kelompok Pendukung………. 34
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep ……… 39
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ……….. 40
3.2.1 Variabel Penelitian………. 40
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ………..……… 44
4.3.1 Tempat Penelitian………. 44
4.3.2 Waktu Penelitian………. 44
4.4 Populasi, Teknik Sampling, dan Sampel Peneliti………...………. 44
4.4.1 Populasi Peneltian……… 44
4.4.2 Teknik Sampling………. 45
4.4.3 Sampel……….. 45
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ………..………. 47
4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan………. 47
4.5.2 Cara Pengumpulan Data………... 47
4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data……… 51
4.5.4 Etika Penelitian………. 52
4.6 Pengolahan dan Analisa Data ……….…………. 53
4.6.1 Teknik Pengolahan Data………. 53
4.6.2 Teknik Analisa Data………. 54
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian……… 57
5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian………. . 57
5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian……… 58
5.1.3 Hasil Pengamatan terhadap Responden Sesuai Variabel Penelitian... 59
5.1.4 Haasil Analisis Data Kadar Gula Darah……….. 61
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian……… 64
5.2.1 Gambaran Nilai Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Sebelum Intevensi pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan……….. 64
5.2.2 Gambaran Nilai Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Setelah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan……… 67
5.2.3 Perbedaan Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Sebelum dan Setelah Intervensi pada Kelompok Perlakuan………. 69
xi
5.2.5 Perbedaan Perubahan Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2
pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol………. …… 73 5.3 Keterbatasan Penelitian……… 77 BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan……….. 79
6.2 Saran……….. 80
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Daftar Bahan Makanan Penukar……….. 16
Tabel 2.2 Jadwal Waktu Makan…………...………... 20
Tabel 2.3 Contoh Menu Makan Sehari Diet DM 1900 kkal.……… 21
Tabel 2.4 Kadar Gula darah Sewaktu dan Puasa sebagai
Patokan Diagnosis DM Tipe 2……… ………. 28
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ……….. 41
Tabel 4.1 Cara Pengumpulan Data……… 47
Tabel 4.2 Hasil dari uji normalitas Shapiro Wilkpada seluruh data…………. 55
Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia pada
Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan……….………. 58
Tabel 5.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…. 59
Tabel 5.3 Gambaran Nilai Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Sebelum
Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……. 60
Tabel 5.4 Gambaran Nilai Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Setelah
Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……. 60
Tabel 5.5 Hasil Analisis Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Sebelum dan
Setelah Intervensi pada Kelompok Perlakuan………... 61
Tabel 5.6 Hasil Analisis Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2 Sebelum dan
xiii
Tabel 5.7 Hasil Analisis Perbedaan Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………. 39
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Quasi Experimen ……… 42
Gambar 4.2 Kerangka Kerja………... 43
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal penelitian Lampiran 2 : Dana Penelitian Lampiran 3 : Penjelasan Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Permintaan Menjadi Responden Lampiran 5 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 6 : Langkah-Langkah Pemeriksaan Kadar Gula Darah Lampiran 7 : Buku Panduan Pengelolaan DM Tipe 2 pada Lansia Lampiran 8 : Lembar Observasi Responden
Lampiran 9 : Jadwal Kontrol Lampiran 10 : Form Screening
Lampiran 11 : Leaflet Pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 Lampiran 12 : Master Tabel
Lampiran 13 : Uji Shapiro Wilk Lampiran 14 : Uji Wilcoxon Lampiran 15 : Uji Mann-Whitney
Lampiran 16 : Surat Izin Melakukan Studi Pendahuluan Lampiran 17 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 21 : Surat Izin Penelitian Desa Batuan
Lampiran 22 : Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 23 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 24 : Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 25 : Kuisioner Kelompok Pendukung
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AKG : Angka Kecukupan Gizi Depkes : Departemen Kesehatan Dinkes : Dinas Kesehatan DM : Diabetes Mellitus
DNA : Deoxyribose Nucleic Acid
IDF : International Diabetes Federation Kemenkes : Kementrian Kesehatan
Kesmas : Kesehatan Masyarakat Lansia : Lanjut usia
NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus OHO : Obat Hiperglikemi Oral
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menua pada seseorang bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh yang berakhir dengan kematian yang mutlak dialami semua orang (Padila, 2013). Pertumbuhan lanjut usia (lansia) saat ini tergolong sangat cepat, 80% lansia hidup di negara berkembang dan wilayah Asia Pasifik merupakan bagian dunia yang tercepat pertumbuhannya, salah satunya adalah Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Pertumbuhan ini tidak terlepas dari adanya usia harapan hidup (UHH) yang terus meningkat.
Peningkatan UHH terjadi karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Efendy & Makhfudli, 2009). Provinsi Bali menduduki peringkat ke empat dengan jumlah lansia terbesar di Indonesia yaitu sebesar 11,02% dan memiliki UHH yang terus meningkat tiap tahunnya serta rata-rata UHH di Bali lebih tinggi dari UHH nasional yaitu 70,72 tahun pada tahun 2011 dan 70,84 tahun pada tahun 2012 (Dinkes Provinsi Bali, 2014).
2
kemunduran sel-sel akibat proses penuaan yang berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, diperberat dengan kelebihan berat badan dan kegemukan karena pola makan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang, dan stres yang berlebihan (Padila, 2012; Ramachandran, et al, 2012).
3
Lansia DM tipe 2 akan mengalami perubahan baik secara fisik, psikologi, maupun sosial ekonomi seperti ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari, kegagalan fungsi penglihatan, depresi karena terjadi komplikasi akibat DM (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008). Perubahan ini dibutuhkan dukungan sosial untuk membantu lansia agar tetap dapat beraktivitas dan menghindari terjadinya komplikasi penyakit DM. Lansia yang memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan sosial seseorang dalam kehidupannya dapat diterima dari orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi (Kunjtoro, 2006). Dukungan yang berasal dari keluarga membuat perubahan sikap bagi lansia DM. Lansia DM akan memiliki sikap lebih positif dalam menghadapi penyakitnya, apabila keluarga memberikan dukungan dan berpartisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai DM (Soegondo, 2006 dalam Yusra, 2011).
4
dan Boey (2000) dalam Badriah (2012) melaporkan terdapat hubungan yang bermakna terhadap adaptasi perubahan gaya hidup pada lansia di Cina dengan penyakit DM setelah dilakukan dukungan berupa intervensi supportive educativeoleh kelompok pendukung. Penelitian Suratini (2012) dan Yaslina (2012) melaporkan pengendalian penyakit tertentu pada lansia dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok pendukung.
Keluarga dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan dan ketaatan dalam pengelolaan penyakit DM serta membantu mengurangi kecemasan pada lansia DM tipe 2 (Friedman, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Senuk, Supit, dan Onibala (2013) terdapat hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalani diet DM, jika kerja sama anggota keluarga telah terjalin, maka ketaatan terhadap program-program pengelolaan DM menjadi lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2011) melaporkan bahwa adanya dukungan keluarga dalam melakukan aktivitas fisik berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2.
5
mendapatkan pendidikan kesehatan khusus tentang pengelolaan DM seperti pengelolaan diet dan aktivitas fisik. Wawancara yang dilakukan dengan petugas UPT Kesmas Puskesmas Sukawati 1, didapatkan bahwa kegiatan spesifik terkait penyakit DM seperti penyuluhan pada masyarakat khususnya lansia DM atau kunjungan rumah belum pernah dilakukan. Kegiatan pemeriksaan pada lansia yang rutin diadakan di Posbindu sebatas pemeriksaan tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan pada lansia.
Berdasarkan uraian di atas, adanya kelompok pendukung dapat mengendalikan suatu penyakit dan dukungan dari keluarga membuat lansia lebih patuh dalam menjalani pengelolaan DM, untuk itu peneliti tertarik untuk melihat pengaruh keluarga sebagai kelompok pendukung terhadap penurunan kadar gula darah lansia DM tipe 2 di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan masalah sebagai berikut “Adakah pengaruh keluarga sebagai kelompok pendukung terhadap penurunan kadar gula darah lansia DM tipe 2 di Desa Batuan Kecamatan Sukawati?”
1.3 Tujuan
6
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keluarga sebagai kelompok pendukung terhadap penurunan kadar gula darah lansia DM tipe 2 di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kadar gula darah lansia DM tipe 2 sebelum intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
b. Mengidentifikasi kadar gula darah lansia DM tipe 2 setelah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
c. Menganalisis kadar gula darah lansia DM tipe 2 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
d. Menganalisis kadar gula darah lansia DM tipe 2 sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
e. Menganalisis perbedaan perubahan kadar gula darah lansia DM tipe 2 setelah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol di Desa Batuan Kecamatan Sukawati.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
7
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar rujukan dalam merumuskan kebijakan untuk mengembangkan program di pelayanan kesehatan melalui pembentukan keluarga sebagai kelompok pendukung terhadap penurunan kadar gula darah lansia DM tipe 2.
1.4.2 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan kerangka pemikiran pada penelitian yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan keluarga sebagai kelompok pendukung dalam pengelolaan lansia DM tipe 2
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis yang berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individu (Hawari, 2001 dalam Efendy & Makhfludi 2009). Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008). Penggolongan lansia menurut WHO, dibagi menjadi 4 kelompok (Padila, 2013), yakni:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun b. Lanjut Usia (elderly), ialah kelompok usia 60-74 tahun
c. Lanjut Usia Tua (old), ialah kelompok usia 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (very old), ialah kelompok usia diatas 90 tahun Batasan lansia menurut Depkes RI terbagi dalam 4 kelompok yaitu :
a. Pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara usia 45-54 tahun.
9
c. Usia lanjut/semua usia 65 tahun ke atas.
d. Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun.
Menurut Pasal 1 Ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).
2.1.2 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia
Menua dalam diri seseorang dapat membawa pengaruh serta perubahan menyeluruh baik fisik, sosial, mental, dan moral spiritual, yang keseluruhannya saling terkait (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).
1. Perubahan fisik
a. Perubahan pada Sistem Sensoris
10
b. Perubahan pada Sistem Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular pada lansia DM tipe 2 yaitu terjadinya peningkatan risiko penyumbatan pembuluh darah dekat jantung (serangan jantung), otak (stroke) atau kaki (gangren) (Salma, 2010). Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat DM, menurut teori penuaan yaitu teori glikosilasi, adanya penambahan glukosa ke dalam asam nukleat menyebabkan menurunnya fungsi sel dan jaringan dan menyebabkan penggumpalan darah
(Sa’abah, 2008).
c. Perubahan pada Sistem persarafan
Terjadi perubahan pada saraf pancaindra menjadi makin mengecil pada usia tua sehingga fungsinya menurun dan lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan (Efendy & Makhfudli, 2009). Kualitas sirkulasi darah yang buruk akibat DM dalam jangka panjang dapat merusak jaringan saraf. Kerusakan sistem saraf pada umumnya terjadi di bagian kaki dan tungkai yang biasanya ditandai rasa kesemutan, kehilangan sensasi (mati rasa) atau nyeri di jari-jari kaki, kemudian naik secara bertahap hingga tungkai. Hal ini perlu diwaspadai karena bila terdapat luka dan lansia DM tidak merasakan adanya luka, maka luka tersebut dapat menjadi borok (Salma, 2010).
d. Perubahan pada Sistem Genitourinaria
11
menurun sehingga kemampuan mengkonsentrasi urin ikut menurun (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008). Jaringan ginjal terdiri dari banyak pembuluh darah kecil yang membentuk sebuah filter yang berperan menghilangkan racun dan limbah dari darah. DM yang kronis dapat menyebabkan pembuluh-pembuluh darah kecil itu rusak. DM juga membuat ginjal bekerja lebih keras untuk menyaring kelebihan kadar glukosa darah yang tidak terserap karena kekurangan insulin atau resistensi insulin. Hal ini berkaitan dengan teori penuaan yaitu teori Wear and Tear dimana pada teori ini terjadinya kelebihan usaha menyebabkan sel-sel tubuh lelah dan tidak dapat berfungsi dengan baik (Padila, 2013). Ginjal pada penderita DM akan mengalami kerusakan secara bertahap, mulai dari hyperfiltrasi (pembengkakan ginjal karena bekerja terlalu keras), mikroalbuminuria (kerusakan membran penyaring sehingga sebagian protein masuk ke dalam darah dan urin), sampai akhirnya menjadi gagal ginjal (Salma, 2010).
e. Perubahan pada Sistem Endokrin
12
telah disebut Sindrom X. Penderita diabetes memiliki 2-3 kali jumlah silang protein jika dibandingkan dengan orang yang sehat. Dalam teori ini juga menyebutkan bahwa gula mengikat DNA dan dapat menyebabkan kerusakan yang mengarah ke sel-sel cacat dan akhirnya menjadi kanker (Micans, 2014).
2. Perubahan psikososial
Perubahan pada lansia dalam sosial di masyarakat dan takut menghadapi kematian akibat adanya penyakit menimbulkan stres dan kesepian pada lansia (Padila, 2013). Sesuai dengan teori psikososial, munculnya stres ini diyakini dapat mempercepat proses penuaan. Seseorang yang mengalami stres, membuat tubuhnya harus memproduksi adrenalin untuk menenangkannya. Adrenalin yang dipacu terus-menerus akan menyebabkan insulin akan sulit mengatur kadar gula yang ideal (Jacken, 2005).
2.2 DM Tipe 2
2.2.1 Pengertian DM tipe 2 pada Lansia
DM merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena adanya keturunan, karena kekurangan produksi insulin oleh pankreas, atau dengan tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Kurangnya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah, akan mengakibatkan rusaknya banyak sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan saraf (WHO, 2015). DM yang utama diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) dan DM tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus) (Hasdianah, 2012).
13
mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel β pankreas, maka DM tipe 2 dianggap sebagai Non Insulin Dependent DM (NIDDM) (Corwin, 2009). DM tipe 2 pada lansia, adanya intoleransi glukosa berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang, kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lansia dengan DM tipe 2 terjadi penurunan kemampuan insulin terutama pada post reseptor (Kurniawan, 2010).
2.2.2 Etiologi DM tipe 2 pada Lansia
Peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (Misnadiarly, 2006):
a. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang.
b. Perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin, akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular.
c. Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan. d. Sering menderita stres
e. Sering menggunakan bermacam-macam bahan-bahan kimia dalam waktu lama. Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, yang mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin (Hasdianah, 2012).
14
2.2.3 Tanda dan Gejala DM tipe 2 pada Lansia
Tanda dan gejala DM secara umum adalah banyak makan (polyphagia) banyak minum (polydipsia), banyak kencing (polyuria) (Corwin, 2009). Selanjutnya akan timbul gejala nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah, dan akan timbul rasa mual bahkan koma yang disebut dengan koma diabetik (Hasdianah, 2012). Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa panas seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur (Hasdianah, 2012). Tanda dan gejala DM pada lansia sering kali tidak jelas dan diagnosis biasanya terlambat. Gejala DM pada lansia dapat muncul tidak spesifik dan tidak pasti (Bilous dan Donelly, 2014). Tanda dan gejala DM pada lansia adalah sebagai berikut (Misnadiarly, 2006):
a. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala awal.
b. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.
c. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot, disfungsi otomatis dari traktus gastrointestinal (diare), sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan inkontinensia stres.
15
e. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal (proteinuria, glomerulopati, uremia).
2.2.4 Pengelolaan DM Tipe 2 pada Lansia
Pengelolaan DM tipe 2 pada lansia perlu diperhatikan secara khusus yang bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah, mengurangi hiperglikemik, mencegah dan mengatasi komplikasi, serta mencapai harapan hidup yang normal (Perkeni, 2011; Bilous dan Donelly, 2014). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu) serta dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin (Misnadiarly, 2006).
Terdapat empat pilar utama dalam pengelolaan DM tipe 2 yang meliputi (Perkeni, 2011):
a. Edukasi
Keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 memerlukan partisipasi aktif dari pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien menuju perilaku yang sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku tersebut dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi tidak hanya kepada pasien DM tipe 2 namun juga kepada keluarganya (Perkeni, 2011). b. Diet
16
karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat : 45-65% total asupan energi, protein: 10-20% total asupan energi, 20-25% kebutuhan kalori.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, usia, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali dengan kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Alternatif diet rendah karbohidrat, tinggi lemak tak jenuh, tinggi serat diterapkan pada pasien DM tipe 2 (Hartono, 2006). Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada lansia dengan rentang usia 65-80 tahun membutuhkan energi sebanyak 1900 kkal (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75 Tahun 2013). Kebutuhan diet pada lansia DM tipe 2 disesuaikan dengan kebutuhan kalori yaitu 1900 kkal dengan kebutuhan karbohidrat sebanyak 299 gr, protein 60 gr, lemak 48 gr (Almatsier, 2004).
Tabel 2.1. Daftar Bahan Makanan Penukar
A. Golongan I: Sumber Karbohidrat
Satu satuan penukar mengandung: 175 kkalori, 4 gr protein, dan 40 gr karbohidrat
17
Ubi 150 1 bj sdg Mie kering 50 1 gls
Makaroni 50 ½ gls Havermout 50 6 sdm
Roti putih 80 2 iris Bihun 50 ½ gls
Kraker 50 5 bh bsr Maizena 50 10 sdm
B. Golongan II: Sumber Protein Hewani
Menurut kandungan lemaknya, sumber protein hewani dibagi menjadi tiga kelompok: 1. Rendah Lemak
Satu-satuan penukar mengandung: 7 gr protein, 2 gr lemak, 50 kalori
Bahan
Satu-satuan penukar mengandung: 7 gr protein, 5 gr lemak, 75 kalori
Bahan Makanan Berat (g) URT Bahan
Makanan
Satu-satuan penukar mengandung: 7 gr karbohidrat, 5 gr protein, 3 gr lemak, 75 kalori
Bahan Makanan Berat (g) URT
C. Golongan III: Sumber Protein Nabati
Satu satuan penukar mengandung: 75 kalori, 5 gr protein, 3 gr lemak, dan 7 gr karbohidrat
Bahan Makanan Berat
(g)
URT Bahan Makanan Berat (g) URT
Kacang Hijau 20 2 sdm Kacang tolo 20 2 sdm
Kacang Kedelai 25 2 ½ sdm Oncom 50 2 ptg sdg
18
Kacang tanah terkupas 15 2 sdm Tempe 50 2 ptg sdg
D. Golongan IV: Sayuran
Hendaknya digunakan campuran dari daun-daunan seperti: bayam, kangkung, daun singkong dengan kacang panjang, buncis, wortel, dsb. 100 gr sayuran campur adalah lebih kurang 1 gelas (setelah dimasak dan ditiriskan). Golongan sayuran dibagi atas 3 macam berdasarkan kandungan zat gizinya.
1. Sayuran A. Digunakan sekehendak karena sangat sedikit sekali kandungan kalorinya.
Beligo Lettuce
Gambas (oyong) Lobak
Jamur kuping segar Slada
Ketimun Slada air
Daun kacang panjang Taoge kac.hijau
Jagung muda Terong
3. Sayuran C. Satu-satuan penukar (100 g) mengandung: 10 g karbohidrat, 3 g protein, 50 kalori.
Bayam merah Kluwih
Daun katuk Mlinjo
Daun labu siam Taoge kacang kedele
Daun mangkokan Daun talas
Daun mlinjo Kacang kapri
Daun pepaya Nangka muda
Daun singkong
E. Golongan V: Buah-buahan dan gula
Satu satuan penukar mengandung: 40 kkalori dan 10 gr hidrat arang
19
Merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin (terutaman vitamin A dan Niacin), serta mineral (zat kapur dan fosfor).
Bahan Makanan Berat
(g)
URT Bahan Makanan Berat (g) URT
Susu sapi 200 1 gls Tepung susu asam 35 7 sdm
Satu satuan penukar mengandung: 50 kalori dan 5 gr lemak 1. Lemak tidak jenuh
Bahan Makanan Berat
(g)
URT Bahan Makanan Berat (g) URT
Alpukat 60 ½ bh bsr Minyak jagung 5 1 sdt
H. Golongan VIII (Makanan tanpa kalori)
1. Mengandung kurang dari 5 g karbohidrat dan kurang dari 20 kalori tiap penukarnya.
2. Bahan makanan yang ada ukuran rumah tangganya. Dibatasi maksimal 3 penukar sehari,
tetapi jangan dikonsumsi sekaligus oleh karena dapat menyebabkan kenaikan gula darah.
3. Bahan makanan yang tidak ada ukuran rumah tangganya dapat dikonsumsi lebih bebas.
Agar-agar Tauco
Air kaldu Teh
Air mineral Selai rendah gula
Cuka mineral Krim, non dairy, cair bubuk
20
Kopi Permen, tanpa gula
Minuman ringan tanpa gula Sirup tanpa gula
Minuman tonik tanpa gula Wijen
Sumber: Kemenkes R.I
Prinsip-prinsip dalam melaksanakan diet DM sehari-hari, dilakukan dengan pedoman Jadwal, Jenis, dan Jumlah atau yang sering disebut dengan pedoman 3J, yaitu:
(1) J1: Jadwal diet harus diikuti sesuai dengan interval. Pada dasarnya diet DM diberikan dengan tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan antara (interval) tiga jam.
Tabel 2.2. Jadwal Waktu Makan
Waktu Makan Jenis Makanan
1. Makan pagi (pk. 07.00-08.00) Makanan utama yang terdiri dari: makanan
pokok (nasi), lauk pauk, sayuran.
2. Selingan (pk. 10.00) Buah/susu
3. Makan siang (pk. 12.00-13.00) Makanan utama
4. Selingan (pk. 16.00) Buah/susu
5. Makan malam (pk. 19.00) Makanan utama
6. Selingan (pk. 21.00) Buah
Sumber: Almatzier, 2004 (Jadwal ini dapat diubah asalkan interval tetap 3 jam)
(2) J2: Jenis makanan yang dianjurkan adalah jenis makanan pada syarat-syarat diet DM.
a. Bahan makanan yang dianjurkan (Almatsier, 2004):
1. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi, dan sagu.
21
3. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, dan direbus. b. Bahan makanan yang tidak dianjurkan (Almatsier, 2004):
1. Mengandung banyak gula sederhana seperti gula pasir dan gula jawa. Buah-buahan yang diawetkan dengan gula. Sirup, selai, jeli, susu kental manis, minuman botol ringan, dan es krim.
2. Mengandung banyak lemak, seperti cake, makanan siap saji, goreng-gorengan.
3. Mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan.
(3) J3: Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi ataupun ditambah.
Tabel 2.3. Contoh Menu Makanan Sehari Diet DM 1900 kkal
22
Protein: 60 g (12,5% energi total) Lemak: 48 g (22,5% energi total)
Karbohidrat: 299 g (62,5% energi total) Kolesterol: 303 mg
Serat: 37 g Sumber: Almatzier, 2004
Pencacatan menu makanan untuk diet DM dapat dilakukan dengan menggunakan food record yaitu pendekatan monitoring konsumsi makanan dan minuman dalam sehari atau lebih. Pencatatan tersebut dilakukan selama periode waktu tertentu biasanya 1 sampai 7 hari (Berdanier, Dwyer, dan Feldman, 2007), apabila pencacatan dilakukan beberapa hari biasanya dilakukan berturut-turut dan tidak lebih dari 7 hari (Thompson & Subar, 2013) yaitu 2-4 hari berturut-turut (Supariasa, 2012). Food record baik dilakukan ketika setelah makan atau minum sehingga hasilnya akurat. Jumlah makanan atau minuman yang dikonsumsi diperkirakan dengan menggunakan Ukuran Rumah Tangga (URT) (Thompson & Subar, 2013).
c. Aktivitas Fisik
Manfaat aktivitas fisik pada lansia DM adalah untuk perbaikan toleransi glukosa, peningkatan kemampuan, konsumsi oksigen maksimum, meningkatan kekuatan otot, penurunan tekanan darah, pengurangan lemak tubuh, perbaikan profil lipid (Kurniawan, 2010).
23
bersifat daya tahan, karena dapat memperkuat otot jantung dan pembuluh darah seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang (Sustrani, dkk, 2006). Aktivitas fisik sebaiknya disesuaikan dengan usia dan status kesegaran jasmani serta memperhatikan aktivitas fisik bila menggunakan insulin, untuk lansia DM tipe 2, intensitas aktivitas fisik bisa ditingkatkan kecuali sudah mengalami komplikasi (Perkeni, 2011).
1. Aktifitas Fisik pada pasien DM yang Bergantung Insulin (Waluyo, 2009) :
a) Monitor kadar gula darah sebelum dan sesudah beraktivitas fisik. b) Hindari gula darah rendah dengan memakan karbohidrat sebelum
aktivitas fisik.
c) Hindari aktivitas fisik berat selama reaksi puncak insulin.
d) Lakukan suntikan insulin di tempat–tempat yang tidak akan digunakan untuk beraktivitas fisik secara aktif.
e) Ikuti saran dokter untuk mengurangi dosis insulin sebelum melakukan aktivitas fisik yang melelahkan atau lama.
f) Gula darah bisa turun bahkan beberapa jam setelah beraktivitas fisik untuk itu dianjurkan untuk memeriksa gula darah secara periodik. 2. Aktivitas fisik untuk Pasien DM yang Tidak Bergantung Insulin (Waluyo, 2009):
a) Gula darah rendah jarang terjadi selama beraktivitas fisik untuk itu tidak perlu untuk memakan karbohidrat ekstra.
24
c) Aktivitas fisik sedang perlu dilakukan setiap hari. Aktivitas fisik berat mungkin bisa dilakukan tiga kali seminggu.
d) Sangat penting untuk melakukan latihan ringan guna pemanasan dan pendinginan sebelum dan sesudah beraktivitas fisik.
e) Pilihlah aktivitas fisik yang paling sesuai dengan kesehatan dan gaya hidup secara umum.
f) Manfaat aktivitas fisik akan hilang jika tidak beraktivitas fisik selama tiga hari berturut-turut.
g) Aktivitas fisik bisa meningkatkan nafsu makan dan berarti juga asupan kalori bertambah. Sangat penting untuk menghindari makan makanan ekstra setelah beraktivitas fisik.
Melakukan aktivitas fisik sebaiknya dibagi menjadi tiga waktu yaitu satu jam setelah sarapan, satu jam setelah makan siang, dan satu jam setelah makan malam (Waluyo, 2009). Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah dengan dengan 2 hari libur (Fox & Klivert, 2010):
1. Jalan kaki selama 30-40 menit/hari. 2. Berenang selama 20 menit/hari. 3. Jogging selama 20 menit/hari. 4. Bersepeda selama 20 menit/hari.
25
melaporkan dengan melakukan latihan senam kaki diabetes menunjukan terjadinya penurunan kadar gula darah yang dilakukan selama dua kali selama 15 menit dalam seminggu sebelum makan.
Berikut langkah-langkah pelaksanaan senam kaki diabetes (Padila, 2013): 1. Duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai.
2. Dengan tumit yang diletakkan dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.
3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Kemudian sebaliknya pada kaki yang lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dan tumit kaki diangkatkan ke atas. Gerakan ini dilakukan secara bersamaan pada kaki kanan dan kiri bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali. 4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Kemudian bagian ujung jari kaki diangkat ke
atas dan buat gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. 5. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Kemudian tumit diangkat dan buat gerakan
memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
6. Kemudian angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Lalu gerakan jari-jari kaki kedepan kemudian turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi gerakan ini sebanyak 10 kali.
26
8. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi sama seperti pada langkah ke-7, namun gunakan kedua kaki kanan dan kiri secara bersamaan. Ulangi gerakan tersebut sebanyak 10 kali.
9. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Kemudian gerakan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.
10.Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian.
11.Letakkan selembar koran dilantai. Kemudian bentuk kertas koran tersebut menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki.
12.Buka kembali bola tersebut menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki.
13.Kemudian robek koran menjadi 2 bagian, lalu pisahkan kedua bagian koran tersebut.
14.Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
15.Kemudian pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh tadi.
16.Lalu bungkus semua sobekan-sobekan tadi dengan kedua kaki kanan dan kiri menjadi bentuk bola.
d. Terapi farmakologis
27
penyakit DM tipe 2 (Perkeni, 2011). Hipoglikemia harus dihindari pada lansia DM tipe 2, oleh karena itu sebaiknya obat-obat yang bekerja jangka panjang tidak dipakai dan diberikan obat-obat yang mempunyai masa yang pendek tetapi bekerja cukup lama (Misnadiarly, 2006).
2.2.5 Kadar Gula Darah pada Lansia DM Tipe 2 1. Pengertian Gula Darah
Glukosa merupakan substrat utama untuk menghasilkan energi di jaringan seperti otak dan sel darah merah (Guyton, 2007). Gula yang diserap dari makanan akan diangkut ke seluruh tubuh melalui aliran darah, kemudian diberikan ke sel-sel organ tubuh yang memerlukan dengan bantuan insulin, hormon yang dihasilkan pankreas. Bila jumlah gula berlebih maka insulin membantu menyimpan kelebihan gula tersebut di dalam organ hati, atau tubuh mengubah gula menjadi glikogen untuk disimpan di otot, atau diubah menjadi trigliserida untuk disimpan di jaringan lemak (Prodia, 2008).
28
Tabel 2.4. Kadar Gula darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Diagnosis DM Tipe 2
Pasien DM yang berusia lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dl, dan sesudah makan 145-180 mg/dl) (Perkeni, 2011). Berdasarkan data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan (Kurniawan, 2010).
2. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah pada Lansia a. Diet
Kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji dapat meningkatkan obesitas, makanan-makanan siap saji ini banyak mengandung lemak, kalori, serta kolesterol (Jacken, 2005). Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat : 45-65% total asupan energi, protein: 10-20% total asupan energi, 20-25% kebutuhan kalori (Hartono, 2006).
b. Aktivitas fisik
Terjadi penimbunan zat gula yang tidak terpakai akibat dari kurangnya aktivitas yang dilakukan (Jacken, 2005), bila aktivitas fisik yang melelahkan dapat
29
menyebabkan konsentrasi glukagon dalam darah seringkali meningkat sebanyak empat sampai lima kali lipat (Guyton, 2007).
c. Stres
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin (Smeltzer and Bare, 2008). Seseorang yang mengalami stres, membuat tubuhnya harus memproduksi adrenalin untuk menenangkannya. Adrenalin yang dipacu terus-menerus akan menyebabkan insulin akan kelabakan mengatur kadar gula yang ideal (Jacken, 2005).
d. Usia
DM tipe 2 dalam perkembangannya hampir diderita oleh semua jangkuan usia, baik anak-anak, remaja, dan orang dewasa apalagi jika memilki berat badan yang tidak seimbang. Namun, DM tipe 2 sering muncul seiring dengan bertambahnya usia, yaitu usia 45 tahun keatas, dimana keadaan fisik mulai menurun (Jacken, 2005).
e. Jenis kelamin
30
2.3 Keluarga sebagai Kelompok Pendukung 2.3.1 Konsep Keluarga
Keluarga dalam UU No. 10 Tahun 1992 adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami istri, ayah dengan anaknya, atau ibu dan anaknya. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem sosial. Keluarga merupakan kelompok kecil yang terdiri dari individu-individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan bersama (Padila, 2012).
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Achjar, 2010). Tipe keluarga secara tradisional dapat dibagi menjadi dua yaitu keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya sedangkan keluarga besar adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi) (Harnilawati, 2013).
2.3.2 Tugas dan Peran Keluarga di Bidang Kesehatan
31
untuk menyelesaikan masalah tersebut keluargalah sebagai pengambil keputusannya. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di masyarakat (Padila, 2012).
Keluarga memiliki tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan menurut Friedman (1998), meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga. Apabila keluarga menyadari adanya perubahan kesehatan pada anggota keluarganya, hal tersebut perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa perubahannya (Suprajitno, 2004).
b. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat (Suprajitno, 2004).
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan (Suprajitno, 2004).
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga (Suprajitno, 2004).
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga (Suprajitno, 2004).
32
merawat lansia adalah memberikan kasih sayang, menghormati, dan menghargai lansia dalam merawat dan menjaga lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual lansia (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).
2.3.3 Konsep Kelompok Pendukung 1. Pengertian Kelompok Pendukung
Beberapa jenis kelompok dalam dukungan sosial yaitu kelompok pembimbing/psikoedukasi, kelompok konseling/intrapersonal, kelompok swabantu (self-help group), dan kelompok pendukung (support group). Kelompok pendukung merupakan kelompok yang terstruktur yang berfungsi untuk memberikan informasi, ketenangan, dan keterikatan dengan orang lain. Kelompok pendukung menawarkan komunitas atau lingkungan yang aman sehingga anggota yang berpatisipasi dapat belajar dari mendengar, mengamati, mencoba perilaku baru, menerima umpan balik, dan merasakan dukungan dari anggota lain (Bensley & Fisher, 2008). Kelompok pendukung memberikan kesempatan untuk berdiskusi berbagai stategi dalam mengatasi penyakit dan pengelolaannya (Smeltzer & Bare, 2008).
33
2. Syarat
Kelompok pendukung memiliki pertemuan yang waktunya dibatasi. Kebanyakan kelompok pendukung mengadakan empat sampai sepuluh sesi pertemuan yang dapat disesuaikan dengan panduan fasilitatornya dan anggota dalam kelompok pendukung terdiri dari 5-10 orang (Bensley & Fisher, 2008).
Waktu pertemuan dalam kelompok pedukung rata-rata bagi orang dewasa berlangsung sampai 90 menit (Bensley & Fisher, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Badriah (2012) pertemuan dengan kelompok pendukung dalam pengelolaan DM tipe 2 dilakukan sebanyak empat kali dengan durasi rata-rata 60 menit dan rentang waktu diadakannya pertemuan selanjutnya disesuaikan dengan persetujuan anggota, pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan gula darah pada lansia DM tipe 2 setiap dua minggu sekali setelah dikelola oleh kelompok pendukung dan terjadi penurunan gula darah sebesar 12,5% selama dua minggu tersebut.
3. Tahap-tahap Kerja Kelompok Pendukung Beberapa tahap dalam kelompok pendukung:
a. Tahap awal. Selama tahapan awal dalam proses kelompok, fokus diarahkan pada pembentukan kelompok, dan mengarahkan anggota (Bensley & Fisher, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Badriah (2012) pada tahap ini dilakukan pembentukan kelompok, perkenalan masing-masing anggota, dan mengidentifikasi masalah terkait upaya pengelolaan lansia DM tipe 2.
34
mempertahankan objektivitas dan tetap memperlihatkan penerimaan, perhatian, dan dukungan (Bensley & Fisher, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Badriah (2012) pada tahap ini dilakukan pertemuan untuk membahas penyakit DM.
c. Tahap kerja. Pada tahap ini, memperlihatkan adanya hubungan yang harmonis antar anggota kelompok setelah adanya proses adaptasi terhadap perannya. Anggota kelompok mulai relaks dalam mengambil tindakan dan beruji coba memperlihatkan kegiatan yang baru (Bensley & Fisher, 2008). Tahap kerja pada penelitian Badriah (2012) dilakukan pada pertemuan ketiga, dimana dilakukan cara pengaturan diet dengan membawa bahan makanan asli oleh masing-masing anggota dan diberikan juga dijelaskan mengenai cara pengisian food record. Pertemuan keempat dilakukan cara penanggulangan stres.
d. Tahap penutupan. Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana fase ini berguna untuk mengeksplorasi perasaan anggota kelompok, mengevaluasi pencapaian harapan, dan umpan balik (Bensley & Fisher, (2008).
2.3.4 Keluarga sebagai Kelompok Pendukung
Memberikan perawatan kesehatan pada anggota keluarga yang sakit adalah tugas dari keluarga, agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama, peran keluarga harus terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan proses teurapetik (Padila, 2013). Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya (Maryam,
35
anggota keluarga telah terbukti mengurangi tingkat ini antara orang-orang selama periode yang sulit. Penelitian yang dilakukan di Brigham Young University dan University of North Carolina menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki dukungan sosial yang kuat adalah 50% lebih mungkin untuk meninggal akibat penyakit daripada mereka yang memiliki dukungan dari sekitarnya (Blue, 2010).
Dukungan keluarga adalah hubungan dan prinsip-prinsip yang memperkuat perkembangan keluarga. Dukungan keluarga membantu setiap anggota keluarganya dalam membangun dasar yang kuat untuk mendorong pertumbuhan anggotanya (U.S Department of Health and Human Service, 2013). Keluarga dapat membantu mengurangi kecemasan dan dapat mempengaruhi ketaatan dalam pengelolaan penyakit tertentu serta dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan (Friedman, 2010).
Pemenuhan kesehatan lansia, cenderung untuk membutuhkan bantuan orang lain, hal ini dikarenakan berbagai penurunan fungsi tubuh lansia. Terkait dengan hal tersebut dukungan sosial sangat penting dalam pelaksanaan praktik keperawatan pada lansia yang memiliki kecendrungan ketergantungan khususnya dalam upaya promosi kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004).
2.4 Hubungan Keluarga sebagai Kelompok Pendukung dengan Kadar Gula Darah Lansia DM Tipe 2
36
Green (1980) dalam Noorkasiani (2009) kesehatan individu dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi (pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, dan norma sosial), faktor pendukung (saran pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya), dan faktor pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Perubahan perilaku melalui cara ini memerlukan waktu lama, namun perubahan yang terjadi sifatnya akan menetap karena didasari pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan, bukan karena paksaan (Maulana, 2009). Pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan dapat mengubah dan menguatkan faktor-faktor perilaku dan faktor di luar perilaku sehingga sesuai dengan tujuan kegiatan dan menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap kesehatan (Noorkasiani, 2009).
Dukungan keluarga menurut Green (1980) dalam Noorkasiani (2009) menyatakan bahwa dukungan keluarga termasuk dalam faktor penguat yang membuat seseorang bersemangat untuk melakukan perubahan perilaku dalam memperhatikan hal yang dijalankan. Menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu, keluarga menjadi faktor yang sangat berpengaruh di dalamnya, selain itu keluarga juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima dalam membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit (Friedman, 2010).
37
kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan (Friedman, 2010). Dalam pemenuhan kesehatannya, lansia memiliki kecendrungan untuk membutuhkan bantuan orang lain, hal ini dikarenakan berbagai penurunan fungsi tubuh lansia. Terkait dengan hal tersebut dukungan sosial sangat penting dalam pelaksanaan praktik keperawatan pada lansia yang memiliki kecendrungan ketergantungan khususnya dalam upaya promosi kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004).
Bentuk dari dukungan sosial adalah kelompok swabantu, dimana pembentukan kelompok ini merupakan seuatu intevensi keperawatan yang melibatkan masyarakat melalui pembentukan kelompok atau bekerja sama dengan kelompok yang telah ada untuk meningkatkan kualitas kerja (Stanhope & Lancaster, 2004). Selain itu, dukungan sosial lainnya adalah adanya kelompok sebaya dan kelompok pendukung. Kelompok pendukung merupakan kelompok yang terstruktur yang berfungsi untuk memberikan informasi, ketenangan, dan keterikatan dengan orang lain. Kelompok pendukung menawarkan komunitas atau lingkungan yang aman sehingga anggota yang berpatisipasi dapat belajar dari mendengar, mengamati, mencoba perilaku baru, menerima umpan balik, dan merasakan dukungan dari anggota lain (Bensley & Fisher, 2008).
38
keinginan yang berbeda yang sering menjadi penyebab konflik pada kelompok yang baru dibentuk. Selanjutnya adalah fase kohesif yaitu adanya hubungan yang harmonis antar anggota kelompok setelah adanya proses adaptasi terhadap peran dan aturan kelompok. Tahap selanjutnya adalah fase kerja dimana setiap anggota kelompok menjalankan peranannya masing-masing untuk memberikan dukungan terhadap individu. Fase terminasi merupakan fase terakhir dimana fase ini berguna untuk mengeksplorasi perasaan anggota kelompok, mengevaluasi pencapaian harapan, dan umpan balik (Hitchcock, et al, 1999 dalam Badriah 2010).