• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diskursus Bambu sebagai Material Alam Lokal Multi Fungsi dalam Kehidupan Manusia Modern abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diskursus Bambu sebagai Material Alam Lokal Multi Fungsi dalam Kehidupan Manusia Modern abstrak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PROCEEDING

SEMINAR

NASIONAL

"Reinkarnasi

Bambu dalam

Kekinian"

DALAM RANGKA

BAMBOO

BIENNALE

"BOR

I"

31 Agustrre

-

27 September

ZOl4

Solo, Jawa Tengah,

Indonesia

Tim

Perumus

Dr. Ramalis Soebandi

h.

Eko Prawoto

Ir.

Paulus Mintarga

Dr.Eng.Kusumaningdyah Nurul Handayani, ST,

MI

Editor

Envin Herlian

Diterbitkan

oleh:

Jurusan

Arsitettur

Fakultas Teknik universitas sebelas Maret Jl.

Ir.

Sutami 36

A

Surakarta 57126

Telp/fa,r (0271)

il3666

Enail areitsk@uns.ac

id

September 2O14

ISBN

z

WE-ffi2r1498&l-6

Hak cipta dilindungi Undang-Undang UU RI no 19 tahun 2OO2

(4)

Daftar Isi

DAT'TAR

ISI

Cover

Penerbit

Kata Pengantar

Penyelenggara

Daftar

Isi

Makalah

1.

Bandung

Mawardi

'-rm ajinasi'

Bqqglldan

Penghidupan

2.

Bandung Mawardi

Memori Bambu, Sekarang. ..

3. Mita

Purbasari, Octaviana Sylvia, Yunida Sofiana

Kajiardan

Penerapan Material Bambu untuk Desain

hoduk

Interior pada Rumah

Sistem 'Knock

Down'

4.

AnastasiaMaurina

Penggunaan Barnbu Pada

Struktur

Rangka

Dan

Struktur

Permukaan

Aktif

Bangunan Organik Dengan Bentuk Atap Bergelombang

(Studi Kasus: 'Saldi Dining Room', Five Ekments-Puri Ahimsa,

Bali

datt

'Pearl Beach l-ounge, GiliTrawangan, Lombok)

5.

Joko Priyono, Senny Heryanto, James Rilatupa

Barnbu Plester Sebagai Alternatif Dinding,

Memiliki

Banyak

Nilai Positif

6. Dedy

Isrnail

Peran Barrbu dalam Kreasi Peralatan Saji Makanbn Budaya Sunda

Studi Kasus Boboko

7

-

Denny

Husin

59

Menganyam Bambu, Menjalin Sukma Sejumput Ranah Bagi Mahajana

8.

Titis

Srimuda Pitana, Erwin

Herlian

69

Diskursus Bambu sebagai Material Alam Lokal

Multi

Fungsi dalam Kehidupan

Manusia Modern

9.

Mizanul Haq, Muhammad Syarif

I

ii

iii

iv

v

11

2l

Pada

33

5l

l

(5)

Seminar Nasional Universitas Sebelas Maret Surakarta . Arcb Event i014

Membangun Karalter Kota Berbasis Lokalitas ISBN 978-602-l 49834-9

Pembuatan Arang Bambu untuk Elektroda Grafit Sebagai Bahan,Spektografi Emisi pada PLTN

10. Mustika CF, Restu K,

Eki

M, Melati W, Harjana, fwan

Yahya

83

Analisa Kinerja Akustik Komposit Limbah Serbuk Bambu dengan Bahan Perekat

Tepung Sagu

11. Paulus Mintarga, Indrawan Sukoco, AzinaFarania

Bambu dan Tektonika

12. Kusumaningdyah NH, Lia Sparingga

PenSand'FgEilndustri

Rumah Tangga Bambu pada Karakteristik Kampung Kota di Surakarta

13.

Aris

Setiawan

o

Musik Bambu Sebagai Representasi Warna Kenusantaraan

'14. Kusunnningdyah NH, Mentari Adhika Putri

Klaster Industri Hijau Bambu Bagian dari Saujana Boyolali

15. Rully Novianto, HafuaJasmine Azzahra Transformasi Bambu

Arsitekturd

16.

Mitu M.

Prie

Luwesnya Bambu Sejak Dulu

I

91

99

113

123

135

(6)

)'"-'"*i,LT::i

;illn::T'i*1if

ISBN 978-602-14983-l -6

DISKT]RSUS

BAMBU SEBAGAI

MATERIAL ALAM LOKAL

MIJLTI

FUNGSI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

MODERN

Abstrak

Bambu begitu lazim diposisikan menjadi material alam lokal tradisional yang digunakan oleh rakyatjelata dalam berarsitektur, karena itu harus berhadapan dengan material modern yang memiliki kesan mewah, sebagaimana positivisme mengafirmasi kebenaran sebagai 'paradoksal'. Apabilay'oninasi kesadaran penggunaan material

modern

dalan

berarsitektur

ini

dibiarkan berkembang semakin dalam

di

benak

manusia Nusantara, maka bambu sebagai naterial alam lokal akan f,sffi4agan ruang hidupnya den arsitektur Nusantara akarmengalami kesulitan mengelola kelangsungan hidupnya. Dalam konteks berarsitektur dan membangun ruang hidup material, bahasa

ibunya adalah kearifan

lokal

dengan senantiasa menggunakan material lokal dan

memuliakannya

dengan

sara

menjaga

f,sbedenggrrngan

kehidupan

dan pemanfaatannya. Sebagairiana bambu yang tidak boleh dimarjinalkan dan dilupakan hingga menjadi tanaman yang sulit ditemukan; tidak ditemukan lagi pegunanaannya

dalam kehidupan manusia dan tergeser

oleh

material buatan yang tidak ramah

lingkungani Ketika hutan-hutan Jati dan ketersediaal kayu mulai men)rusut, bambu

sebagai bahan alan lokal yang banyak ditemui dan relatif murah semestinya menjadi

pilihan utama dalam berarsitektur.

Kata kunci: bambu, diskursus, arsitektur

PENDAIIT'LUAI\

Adalatl barnbu

si rumput raksasa yang hidup dalam kebersamaan

menjulang ke atas tegak langsing

namun tetap menengadah dan mengakar pada bumi

suzrramu adalah takbh dan dzikir bahasamu

saat saluang, angklung, dan

rindik

memembelah keheningan

Adalah bambu

lurus tubuhmu adalah istiqomahmu

potongan dan serpihan tubuhmu adalah kepasrahan gun:rmu

tak peduli engkau dijadikan

mewujud dalam ruang hidup material manusia

bale bengong, rumah gubukku, atau lincak tempatku merebah segala gunamu adalah takdirmu

t)

Staf Pengaiar Program Studi Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fak. Teknik, Universitas Sebe/as Maret Surakarla, lndonesia.

titis oitan a@v a h oo. co m.

2t pToai nrsltektur.

Jurusan Arsitektur, Fak. Teknik, IJniversitas Sebe/as Maret Surakafta

I.

(7)

Dr. Titis Srimuda Pitana, S T'' M'Trop Arch" Erwin Herlian

Puisidiatassengajadibuatdanditempatkandibagianawaltulisaninisebagai

ilustrasi sederhana untuk kembali memaknai bambu yang begitu mudah

kita

temui di

Sekitalkita.Begitumudahnya,hinggakitaseringlupabahwadiaadadanbanyakkita

gunakan,

"seperti

li

Kini,

laser untuk

melakukan

sunat pada

seor

digtrnakan di Bong SuPit adalatt

pelajaran sejarah kemerdekaan mendongengkan kehebatan Para

barnbu

runcing

sangat

sulit

dibayangkan

persenjataan Perang dari game

on

line berarti bahwa, keberadaan bambu sudah

dan selalu dikonotasikan sebagai yang tradisional'

Tidak dapat dipungkuri batrwa arsitektur Nusantara dengan kearifan lokalnya adalatt lealitas ciptaan yang lazimnya dianggap produk kebudayaan masa lalu' Kecanggihan

visi

budaya kearsitekturan Nusantara

telah

menjadikannya sebagai

puncak

perwujudan arsitektur tradisional

yang

membanggakan.

Akan

tetapi,

kebanggaan terhadap karya

arsitektur tradisional seperti

ini

terkadang

menjadi

sumber

malapetaka arsitektur

tradisional

itu

sendiri.

Dengan kebanggaan

itu,

bisa

saja tanpa disadari kemudian'

masyarakat Nusantara membangun

Juan

konstruksi mental

yang

menerima

pengetahuan arsitektur tradisional

ini

sebagai kebenaran' Yang dapat dilakukan terhadap

sosok

kebenaran,

tentu

seperti

-.,'u,,guoi

sebuah pusaka,

yakni

merawat

dan

menghindarkan

pusaka

itu

dari

p"-L*,urr.

.

t"ui"t*

selalu

diupayakan

dan

diperjuangkan,bahkansampaipadapemaknaansimbolyangmelekat.Kondisiinipada

akhirnya menjadikan arsitektur Nusantara

tidak

dipandang sebagai simbol yang hidup karena keberadaannya telah

dilingkupi

dan dimatikan oleh mitos-mitos yang diajegkan'

Akibatnya, terjadi kemandulan

ide

dan kreativitas dalam pengembangannya' termasuk

dalam pemanfaatan bahan material alam

lokal

yang selama

ini

lazim dimaknai

sebagai

sesuatu yang murah dan tidak berkelas' seperti

bambu'

'

o

Barnbu

begitu

lazim

diposisikan

menjadi material alam

lokal

tradisional

yang

digunakan oleh rakyat

jelata

dalam berarsitektur, karena

itu

harus berhadapan dengan

materialmodernyangmemilikikesanmewah'sebagaimanapositivismemengafirmasi

kebenaran sebagai 'paradoksal'. Kebenaran meta narasi

ini

pada kenyataan telah merebut

kesadaran bahwa penggunaan bambu terbatas sebagai

produk

budaya proletar kuno karena eksistensinya begitu terikat pada masa

lalu'

Sebaliknya' material modern karena sifat kebaruannya sehingga selalu sejalan dengan selera manusia yang selalu

-"":1:U.*:

yang serba baru dan

-"*ut"''

Apalagi selera

itu

meman

manusla

yang

selalu bergerak

maju ke

masa depan'

Dengan

material

modern dalam segala sisi kehidupan manusia

berhasil

,

r

,-^r

L.

baru dan

(8)

ri

ti

'.4 I, n g I, g a

il

li

n

Diskursus Bambu scbagai Mate;.| 61"'il.okat Multi hgsi

Datam Kehidupan Manusie Modern

Barat,

tempat budaya modern berasal, termasuk dalam perygunaan material modern dalam berarsitektur,

Apabila

dominasi kesadaran penggunam material modern dalam berarsitektur

ini

dibiarkan

berkembang semakin dalam

di

benak manusia Nusantara, maka bambu sebagai material alam lokal akan kehilangan ruang hidupnya dan arsitektur Nusantara akan mengalami kesulitan mengelola kelangsungan hidupnya.

Sementara

itu,

nilai-seni intinya bersumber pada nilai-kebaikan; dan nilai-kebaikan sejatinya berasal

dari

nilai-kebenaran. Patut disadari bahwa kebenaran

tidak

melulu terdapat pada yang baru, tetapi

juga

pada yang tradisional, bahkan kebenaran tersebar pada sepanjang pengalaman manusia, bukan hanya ditentukan berdasarkan

akal

dan rasional. Oleh karena

itu,

makalah

ini

ingin mengajak para akademisi dan praktisi untuk memberikan porsi dan posisi yang sdimbang antara bambu sebagai material alam lokal dan material lainnya, terlebih material modern. Dalam konteks

ini

dipandang Penting dan relevan mengetengahkan perbincangan tentang kesadaran dishrrsus bambu

dalan

ruang kesadaran

manusia

dan

diskursus

bambu

sebagai

material

alan lokal arsitektur

Nusantara.

DISKTJRSUS

BAMBU DALAM

RUANG KESADARAN

I\IANUSIA

Manusia

adalah

makhluk yang berpikir dan

berkesadaran. Sebagai makhluk berkesadaran, manusia tahu batrwa ia mengetahui sesuatu tentang sesuatu.

Ini

dibuktikan dengan kemampuan berpikir dan berkomunikasi yaog

dimiliki. Berpikir

adalah berkata-kata dalam

hati

sendiri dan berkomunikasi adalah berkata-kata antarsubjek. Mengingat kedua kegiatan

ini

merupakan tindak tutur dengan menekankan pada penggunaan kata-kata sehingga kegiatan semacam

ini

tidak dimungkinkan tanpa bahasa. Begitulah dengan batrasa,

manusia

bisa

saling

memahami

dan

mewujudkan pengertian

di

antara sesamanya. Kesalingpengertian dan pemahaman inilah yang dimaksud dengan kesadaran dan

di

dslamnya bahasa menjadi alat dan wujud kesadaran

itu

sendiri.

Ketika

bahasa diterima menjadi

wujud

kesadaran

kolektif

masyarakat manusia, maka manusia sudah menciptakan wacana atau diskursus di dalam dunianya sendiri.

Dari aras

liguistik,

Paul Ricoew (2OO2:17) menjelaskan tentang proses pembentukan

wacana

yang

dimulai

dari

makna suatu benda hingga

terbentuknya hubungan anta4rredikat. Ditegaskannya,

"Satu kata

benda

mempunyai

makna,

dan

sebagai pelengkap maknanya satu

kata kerja

mengisyaratkan dimensi

waktu.

Hanya dengan kesinambungan keduanyalah

yang

akan mengedepankan suatu

ikatan predikat

yang dapat disebut sebagai

logos atau

wacana"). Sementara

itu,

istilah "wacana" (discourse, discourse) diperkenalkan oleh Michel Foucault dalam pidato pengukuhan guru besarnya,

d1g I-n archeologie da savoir (1968), serta tulisannya tentang kegilaan (Lubis,

2OO4:147-148). Menurut Foucaalt

(2OO2:9) diskursus adalah

c:ra

menghasilkan pengetahuan beserta

praktik

sosial yang menyertainya, bentuk subjektivitas yang terbentuk darinya' relasi kekuasaan di balik pengetahuan dan praktik sosial tersebut, serta saling keterkaitan

di

antara

semua aspek

ini.

Artinya,

diskursus merupakan

kategori

manusia yang
(9)

Dr. Titis Srimuda Pitana, S T', M'Trop Arch"

Erwin Herlian

pengetahuan

itu

dikonstruksi, dibentuk

dan

dihasilkan

(Lubis,

2OO+148)' Dengan

demikian,

studi teks, studi

sejarah, budaya,

dan

klaim-klaim

objektivitas

termasuk kebenaran harus ditunda karena hal

itu

telah dipengaruhi oleh aturan-aturan' perbedaan makna, dan strategi-strategi yang sama dengan naratif lainnya' Foucault (2OO2:143-I44) menegaskan bahwa ketika sebuatr wacana dilahirkan, maka diskursus sebenarnyu tt'dah

dikontrol, diseleksi,

diorganisasi,

dan

didistribusikan

kembali menurut

kemauan pembuatnya karena wacana tersebut dikonstruksikan berdasarkan tata-aturan (episteme'1 tertentu. Oleh karena itu, kebenaran memiliki mata rantai dengan sistem kekuasaan'

Diskursus bukan senrata-mata mempersoalkan ucapan dan/atau tulisan, tetapi selnua pernyatzum

kultural

karena

keseluruhan

Pernyataan

tersebut adalatr

teks

yang mengandung

nilai-nilai,

Prasiyarat' ideologi, kebenaran, dan tujuan tertentu' Sebagaimana batrasa arqitektural yang bukan hanya mempersoalkan garis dan bidang, bahkan bukan hanya mempersoelkan kaidah trinitas Marcus

Vitruvius Pollio

yang merupakan sintesa antara kekuatan

(durability

atau

finnitas),

kegunaan (convinience atau

utilitas), dat

keindahan

(beauty

atan

venusfas),

melainkan

lebih

pada

ekspresi kehendak

dan kekuasaan yang berada di dalam ruang kesadaran manusia'

Dalam ruang kesadaran manusia, kehendak dan kekuasaan

ini

adalah refleksi dari hasr6t manusia. Manusia dengan hasratnya telatr mengembangkan penggunaan bambu dalam ruang kehidupannya, termasuk ruang

hidup

materialnya atau arsitektur' Akan tetapi, arsitektur telah berkembang menjelajahi ruang kesadaran manusia jauh ke relung-relung keindahan yang kemudian, diposisikan menjadi

nilai

ideal.

Nilai

keindatran

iniln[

bahasa manusia

yang

disampaikan dengan media arsitektur. Malahan Merleau-Ponty mengatakan bahwa berarsitektur adalatr berbahasa manusia dengan citra unsur-unsurnya'

baik

dengan

bahan material

maupun

bentuk

dan

komposisinya' Begitulah

bahasa arsitektur selalu menghadirkan

nilai

keindahan dengan Penuh kejujuran dan kewajaran, sebagaimana diungkapkan ol,eh Thomas

Aquinas,

'pulchrurn splendor

est

veritatis"

,keindahan adalah pancaran kebenaran' (Mangunwij aya, 1992:9 -lO).

pararelitas

di atas

setidak-tidaknya mampu menunjukkan bahwa kearifan lokal yang

dikandung

dalam

arsitektur

Nusantara dengan menggunakan

material alam

lokal'

termasuk bambu sebagai

wujud

budaya

memiliki

metafrsikanya sendiri yang dibangun
(10)

Diskursus Bambu sebagai Material Alatr Lokat Multi Fungsi Dalam Kehidupan Manusia Modern

yang mengekspresikan kerahaman dan harmonisasi lingkungan yang merupakan bagian dominan dari kearifan lokal arsitektur Nusantara.

Pentingnya kearifan

lokal

dalam membangun identitas arsitektur Nusantara dengan senantiasa memanfaatkan bambu sebagai bahan alam

lokal

sudah tentu sesuai dengan

filosofis

arsitektur

Nusantara

yang

dikenal

sebagai

arsitektur

pernaungan dan mengekspresikan

hidup

seimbang

dan

selaras dengan

kosmos

untuk

mencapai keharmonisan.

Itr.

DISKTJRSUS

BAMBU SEBAGAI

MATERIAL

ALAM LOKAL

ARSITEKTUR

ITUS$TTARA

Sebagai

realitas ciptaan,

arsiterttur Nusantara

yang lazim

diposisikan

sebagai arsitektur tradisional merupakan karya adiluhung

dari

aspek

filosofis.

Kaidah-kaidah keseimbangan

yang terjaga

antara

fungsi dan

konstnrksi,

klimatologi,

kepadatan pengguna dan area, komposisi bahan, proporsi, tampilan, garis tegas omamen, sampai

makra

warna.

Hal ini

menunjulftan bahwa arsitekhrr

Nusantara

menjadi

produk kebudayaan yang sarat kearifan lokal, bersifat objektif, dan karenanya teramati.

Ini

juga sebabnya arsitektur Nusantara

memiliki

kemampuan berkomunikasi melalui tanda grafis

(sigz)

y{ng

melekat padanya melalui perwujudan yang dihasilkan oleh material alam

lokal

dimana

wujud

arsitektur

itu

berada. Namun demikian, arsitektur Nusantara yang lazim diposisikan sebagai sesuatu yang tradisional perkembangannya selalu dihadapkan dan dibenturkan pada modernitas yang segala sesuatunya serba cepat dan sarat pada pemenuhan nafsu selera.

Secara sederhana modernitas adalah perubahan,

yaitu

perubahan terarah (directed change) dan terencana Qtlanning change)-

Ini

berarti bahwa modernisasi diarahkan dan direncanakan

untuk

mengubah paradigma

kehidupan

masyarakat,

dari

masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Sebagaimana lazim dipahami bahwa manusia modern adal?h orang ya4g mampu berfungsi

efektif

dalam sebuah bangsa yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi; mampu berpartisipasi dalarn membuat keputusan

politik;

serta

berperitaku

dan

keputusannya

ditata

berdasarkan

norrna

rasional. Kehidupan modern yang dipandang sebagai

ciri

masyarakat maju pada akhirnya menjadi

ideologi yang

diperjuangkan

oleh institusi sosial,

seperti

birokrasi

pemerintahan, kelompok

kapitalis,

bahkan lembaga adat. Kuatnya pesona kehidupan modern telah menjadikan modernitas sebagai wacana hegemonik yang merebut konsensus masyarakat

dalam

memaknai

dan

menjalani

kehidupannya,

termasuk

dalam

memaknai

dan menciptakan ruang hidup materialnya (arsitektur).

Sementara

itu,

modernisme

sebagai

'struktur

perasaan' melibatkan

harapan, perubahan, ambiguitas, resiko, dan revisi kronis atas pengetahuan.

Ini

semua diperkuat oleh proses sosial dan budaya diferensiasi, komodifikasi, individualisasi, rasionalisasi, urbanisasi, dan birokratisasi (Barker,2000:140). Sejalan dengan

ini,

negara (pemerintah) Indonesia memasuki

periode

yang

terus-menerus menggulirkan modernisasi dalam kerangka pembangunan. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari modernitas telah merbbut konsensus masyarakat untuk menyesuaikan pola

pikir

dan tindakannya dengan kondisi

k,:kinian.

Apalagi

ketika

seluruh

proses

sosial

dln

budaya

yang

menjadi

rnesin
(11)

Dr. Titis Srinuda pitan", S.f., M.Trop.Arch"

Erwin Herlian

penggerak modernisasi

dirasakan fungsional

untuk memenuhi

.

kebutuhan

dan

kepentingan masyarakat untuk mewujudkan cita-cita kemajuan yang diidam-idamkan.

Artinya, modenitas bukan saja menawarkan pesona kualitas kehidupan yang lebih baik,

melainkan

juga

menjadi

kebutuhan

dan

kepentingan masyarakat

dalam

kerangka

persaingan

ekonomi dan politik yang didialogkan

dengan bidang-bidang kehidupan

lainnya, tanpa kecuali, termasuk dalam berarsitektur sebagai uPaya mencipakan nrang hidup material bagi manusia.

Kaum modernis berkeyakinan bahwa segala permasalahan kehidupan

di

dunia dapat

teratasi dengan kemajuan

ilmu

dan teknologi. Menurut

Lubis

(2006:51), modernisasi

yang menekankan pentingnya peran

ilnu

pengetahuan dan teknologi menjadi instrumen

dalam proses humanisasi sehingga

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

diyakini

dErat

nrenjadi

alat untuk

meningkatkan

ha*at

rlan martabat manusia. Malahan

bagi

kanm

modernis kemajuan

ilmu

pengetahuan dan teknologi dianggap rnampu mengendalikan

dunia

sehingga

ilmu

pengetahuan dan

teknologi

cenderung menjajah

dan

mengalasi

kesadaran manusia. Oleh karena ifir, menunrt Giddens (2001:xvi), apabila perkembangan

ilmu

pengetahuan dan

tehologi

ini tidak

dibarengi dengan

reslnns

dan strategi yang

tepat, maka tidak jarang

keduanya

justru mempunyai dampak

yang

sebaliknya.

Sebagaimana yang terjadi dalam pemenuhan selera ruang hidup maGrial manusia yeng

cendenrng mengeksploitasi atam tak terkendali dan cenderung menyisakan bencana bagi

kehidupan umat manusia.

Proses terbenhrknya suatu respoD dan strategi dalam menyikapi penrbahan sebagai

akibat modernisasi telah menjadikan batas-batas sosial budaya masyarakat semakin luas dan kabur, perubahan karakter komunitas semakin mencolok, ithtan-itcatan tradisional

semakin melematr karena otonomi

individu-individu

semakin kuat. Selain

itu, nilai-nilai

tradisional

yang

merupakan acuan kebudayaan generik harus didekonstruksikan dan

tawar-menawar terhadap

nilai-nilai

yang berlaku menjadikan setiap individu dalam suatu

masyarakat

memiliki

banyak

pilihan

dalam

menentukan

sikap

hidupnya.

Manusia

dihadapkan pada satu kenyataan yang

tidak

dapat dihindarkan, yaitu modernisasi yang

mengedepankan rasionalitas

dalam

segala kehidupan

yang

selalu dibarengi

dengan

aktivitas

pembangunan

demi

pemenuhan tuntutan kebutuhan pasar.

Ini

artinya,

kita

dihadapkan pada dua

pilihan, yaitu

menjadi agen perubahan atau objek perubahan

itu

sendiri.

Menurut Umberto

Fro,

perwujudan ruang dan bentuk arsitektur merupakan sarana

komunikasi visual yang pemaknaannya

tidak

akan pernah berhenti.

Tidak

sekedar ada,

tetapi

selalu

mengada.

Ini

berarti

persoalan

arsitektur bukan hanya berhenti

pada

persoalan geometris, penciptaan ruang, dan menghuninya, melainkan lebih pada dimensi

"kekinian" yang dalam istilah Derrida disebut dengan "kemenjadian" (becomlng)- Bukan

hanya

ada (being), tetapi

juga

mengada (beings). Malahan dengan

mengikuti

logika

resepsi Jauss yang memahami sebuah teks atau kejadian meliputi proses mediasi

terus-menerus antara

kini

dan masa lampau, informasi yang diberikan oleh simbol komunikasi

visual tersebut menuntut penafsir (subjek) selalu dikondisikan secara historis dan konteks

kekiniannya (Cavallaro,2OO4.97). .A.da dimensi

liini

dan masa depan yang dalam resepsi
(12)

Diskursus Bambu sebagai Material Alam lokal Multi Fungsi Dalam KehiduPan Manusia Modern

a$itekhr

yang selalu dikembangkan untuk menjawab setiap tantangan/tuntutan zarnan'

termasuk menjawab tuntutan pemenuhan kebutuhan bahan material alam

lokal

dalam

berarsitektur.

Kesadaran manusia dalam upaya menyelamatkan bumi tidak boleh hanya berada di

wilayah

wacana/diskursus, namun harus

diikuti

tindakan nyata. Pada

titik

ini,

ketika

hutan-hutan Jati dan ketersediaan kayu mulai menyusut, bambu sebagai bahan alam

lokal

yang

banyak

ditemui dan relatif

murah

semestinya

menjadi

pilihan

utama

dalam

berarsitektur. Bukan hanya karena masa Panen yang pendek, budi daya bambu juga tidak

memerlukan lahan seluas budi daya kayu

jati

atau tanaman keras lainnya. Artinya, ketika

bambu menjadi pilihan bahan dalam menciptakan ruang hidup material manusia, bumi

dengan hutan-hutan kayunya akan leb"rh punya kesempatan untuk melakukan recDvery

dari ganasnya nafsu selera manusia dalam penebangan untuk memenuhi kebutuhan kayu

dalan pembangunan.

SIMPTJLAN

Berdasarkan PaPaIan di atas dapat ditarik dua simpulan sebagai berikut.

l)

Pentingnya kearifan lokal dalam membangun identitas arsitektur Nusantara'dengan

senantiasa memanfaatkan banrbu sebagai bahan alam

lokal

sesuai dengan

filosofis

arsitektur Nusantara

yang

dikenal

sebagai arsitektur

Pemaungan

dan

mengekspresikan

hidup

seimbang

dan

selaras dengan kosmos

untuk

mencapai

kehannonisan.

Z)

Kesadaran manusia dalam upaya menyelamatkan bumi tidak boleh hanya berada

di

wilayatr wacana/diskursus, namun harus

diikuti

tindakan nyata dengan menjadikan

bambu menjadi

pilihan

bahan dalam menciptakan ruang hidup material manusia,

gnmi dengan hutan-hutan kayunya akan lebih punya kesempatan untuk

me$arkan

recovery dari ganasnya nafsu selera manusia dalam penebangan untuk memenuhi

kebutuhan

kayr

dalam

pembangunan-DAFTAR

PUSTAKA

Ali.

Matius. 2004. Estetika:

Sebuah Pengantar

Filsafat

Keindahan

dari

Yunani

Kuno

Sampai Zen Buddhisme. Tangerang: Sanggar

Luxor'

Broadbent, G., Bunt, R., and Jencks,

c.

1980. Sign, symbols, and Architecture. New York:

John

Wiley

&

Sons

Ltd.

Cavallaro, Dani. 2004. Teori

Kritis

dan Teori Budaya' Yogyakarta: Niagara'

copleston, Frederick. 1975. Friederich Nietzsche: Philosopher

of

culture.

USA: Harper

&

Row.

(13)

Dr. Titis Srinuda Pirana' S.i., V.frop.Rr"n.'

Erwin Herlian

Foucault,

Michel.

2OO7. Order

of

Thing:

Arkeologi

Ilmu-ilmu

Pustaka Pelajar.

Kemanusiaan. Yogyakarta:

2W2.

Pengetahuan

dan

Metode:

Karya-karya Penting

Michel

Foucault. Yogyakarta: Jalasutra.

Lubis, Akhyar

Yusuf.

2004. Setelah Kebenaran dan Kepastian Dihancurkan Masih Adakah

Tempat Berpijak

Bagi

Ilmuwan:

-sebuah

Uraian Filsafat

Ilmu Pengetahuan

Kaum Posmodernis. Bogor: Akademia.

,,..

Magnis-Suseno,

F.

f999. Etika Jawa : Sebuah Analisa Fasafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mangunwijaya,

Y3.

1992. Wastu

Citra,

Pengantar

ke Ilmu

Budaya

Beirtuk

Arsitektur Sendi-sendi Filsafatnya Beserta Contoh-contoh Praktis,

2d

edn. Jakarta:

PT

Gramedia Pustaka Utarna.

Muzir,Inyiak

Ridwan.2008. Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gademer. Jogiakarta:

Ar-Ruzz Media.

Norris, Christopher

.2W3.

Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida. Terj.

Inyiak

Ridwan Muzir. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Prijotomo,

J.

2008. Arsitektur Nusantara" .

Agustus 2008.

Ricoeur, Paul.

2OO2. Yogyakarta: IRCiSod.

"Cerlangtara,

Bukan

Kearifan

Lokal:

Catatan

Bagi

Ke-liya-an Makalah dipresentasikan pada Diskusi

Ilmiah Arsitektur

UNS'

12

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Remark 9 The category C( A ), equipped with the set of short exact sequences that have zero connectors on homology as pure short exact sequences, is an exact category with

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

The real estate agent will indeed know the ropes of listing the property and dealing with buyers, but doing these things is not as hard as some thing!. In fact, for listing a

BAB IV ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI PENDIDIKAN DRAMA TRADISIONAL BESUTAN DAN MODEL BAHAN PEMBE- LAJARAN SASTRA 4.1 Deskripsi Data ……….. Tebel 4 Bentuk Penerapan Nilai

Dengan pembelajaran yang menggunakan alat peraga model bangun ruang yaitu limas dan kerucut, dapat meningkatkan prestasi belajar menghitung volume limas dan kerucut mata

2009 dengan ketersediaan ideal, kemudian dilakukan analisis gap.. 2) Untuk menyusun proyeksi kebutuhan konsumsi, ketersediaan dan produksi pangan penduduk Kabupaten Muara Enim

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan dosen dengan efikasi diri akademik pada mahasiswa