Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari
Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
Disusun Oleh:
Sayyidah Fathimah
0901980
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
SKRIPSI
Oleh
Sayyidah Fathimah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Sayyidah Fathimah 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING
DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Oleh
Sayyidah Fathimah
NIM. 0901980
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I
Drs. Hikmat, M.Si. NIP 196204061989031001
Pembimbing II,
Endi Suhendi, S.Si., M.Si. NIP. 197905012003121001
Mengetahui, Ketua Jurusan
Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA TERHADAP PENINGKATAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP SKRIPSI
Sayyidah Fathimah NIM. 0901980
Pembimbing I : Drs. Hikmat, M.Si. Pembimbing II : Endi Suhendi, M.Si. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
e-mail : sayyi09@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa SMP dalam pembelajaran fisika melalui penerapan pendekatan brain based learning. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pre-experiment dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Sampel penelitiannya adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP negeri kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi keterlaksanaan pendekatan brain based learning, tes keterampilan berpikir kritis, jurnal harian dan angket. Indikator keterampilan berpikir kritis yang diukur yaitu analisis argumen, menanyakan dan menjawab klarifikasi pertanyaan yang menantang, membuat keputusan dan mempertimbangkan keputusan, serta menilai kredibilitas sumber. Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang ditunjukan dengan nilai N-gain sebesar 0.42 yang menunjukan kategori sedang. Dari hasil N-gain tersebut dapat terlihat bahwa melalui pendekatan brain based learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran yang telah dilaksanakan pun mendapat respon positif dari sebagian besar siswa.
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Application of Brain Based Leraning Approach to learning Physics for Improving Junior High School Student’ Critical Thinking Skills
The purpose of this study was to overview of critical thinking skills improvement at the junior high school students in learning physics through the application of brain-based learning approach. The method used is pre-experimental research with one group pretest-posttest design. A sample of research is eighth grade students of one of junior high schools in Bandung. Data was collected through observation of the implementation brain-based learning approach, tests of critical thinking skills, daily journals and questionnaires. Indicators of critical thinking skills are analysing of the arguments, asking and answering challenging questions, making and considering decisions, and assessing the credibility of the source. These results indicate an improvement in students' critical thinking skills shown by the value of the gain by 0.42 and showed the moderate category. From the results of the N-gain can be seen that the brain-based learning approach can improve critical thinking skills. Learning which have been implemented also received a positive response from most students.
Keywords: Brain Based Learning and Critical Thinking
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 7
BAB II BRAIN BASED LEARNING DAN BERPIKIR KRITIS ... 8
A. Brain Based Learning ... 8
B. Keterampilan Berpikir Kritis ... 14
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 19
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19
vi
B. Hasil Penelitian ... 32
C. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
A. Kesimpulan ... 43
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 47
vii
DAFTAR TABEL
Tabel hal
1. Nilai Rata-rata tes keterampilan berpikir kritis ... 3
2.1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 14
2.2. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis yang Diukur ... 17
2.3. Keterkaitan Tahapan Pendekatan Brain Based Learning dengan Keterampilan Berpikir Kritis ... 18
3.1. Tabel One Group Pretest Posttest Design ... 19
3.2. Pedoman Pemberian Skor Soal Esai Berpikir Kritis ... 23
3.3. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 25
3.4. Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 26
3.5. Interpretasi Daya Pembeda ... 27
3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis... 28
3.7. Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi ... 29
3.8. Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 30
3.10. Kriteria Persentase Respon Skala Sikap ... 31
4.1. Persentase Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning ... 32
4.2. Persentase Kualitas Keteraksanaan Pembelajaran ... 33
4.3. Rata-rata Pretest dan Postest untuk Setiap Sub Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 34
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar hal
3.1. Diagram Alur Penelitian ... 22
4.1. Diagram persentase keterlaksanaan pembelajaran ... 33
4.2. Diagram Peningkatan pretest dan posttest untuk setiap sub
ix
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan . hal
3.1. Uji Reliabilitas dengan Rumus Alpha ... 24
3.2. Uji Taraf Kesukaran Butir Soal ... 25
3.3. Uji Daya Pembeda Butir Soal ... 27
3.4. N-Gain Scores ... 29
3.5. Persentase Skala Sikap ... 30
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran hal
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 47
LAMPIRAN A - Perangkat Pembelajaran ... 48
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan ke-1 ... 49
A.2 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-1 ... 53
A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan ke-2 ... 57
A.4 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-2 ... 60
A.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan ke-3 ... 63
A.6 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-3 ... 66
LAMPIRAN B - Instrumen Penelitian ... 68
B.1 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning 1 69 B.2 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning 2 73 B.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning 3 79 B.5 Kisi-kisi Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 84
B.6 Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 94
B.7 Skala Sikap ... 97
B.8 Jurnal Harian ... 98
LAMPIRAN C - Pengolahan Data ... 99
C.1 Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis ... 100
C.2 Pengolahan Data Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning ... 102
C.3 Rekapitulasi Data Hasil Pretest Keterampilan Berpikir Kritis ... 103
C.4 Rekapitulasi Data Hasil Postest Keterampilan Berpikir Kritis ... 104
C.5 N-Gain Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 105
C.6 N-Gain Tes Keterampilan Berpikir Kritis Berdasarkan Sub Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 107
xi
C.8 Rekapitulasi Hasil Skala Sikap Respon Siswa ... 112
C.9 Rekapitulasi Jurnal Harian Siswa ... 115
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 mengatur mengenai standar proses
untuk satuan pendidikan dasar menengah menyatakan:
Proses pembelajaran pada setiap satuan pedidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi para prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang
mendasari perkembangan teknologi.Fisika merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan alam dan juga memiliki peranan penting terhadap
perkembangan teknologi. Cakupan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan alam dan teknologi dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi
dasar ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta membudayakan berpikir
ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri (Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi). Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus
senantiasa ditingkatkan dan dilaksanakan sesuai tujuan standar isi.
Isi dari kutipan diatas sejalan dengan salah satu faktor yang
mempengaruhi pengembangan kurikulum 2013, yaitu penyempurnaan pola
pikir yang dilatarbelakangi oleh adanya berbagai tantangan, baik itu
tantangan internal maupun tantangan eksternal. Tantangan internal salah
satunya harus mempersiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang
melimpah agar dapat memiliki kompetensi dan keterampilan dalam
menghadapi era globalisasi yang semakin pesat perkembangannya.
2
terkait lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan
industri kreatif dan budaya, serta perkembangan pendidikan di tingkat
internasional (Depdikbud, 2013). Oleh karena itu pengembangan kurikulum
2013 merumuskan kompetensi minimal yang harus dimiliki siswa dalam
standar kompetensi lulusan, salah satunya kompetensi sikap yang memiliki
keterampilan berpikir kritis agar dapat menghadapi berbagai tantangan di
masa yang akan datang (Debdikbud,2013).
Terdapat temuan dari Pusat Kurikulum (2008 dalam Rachman, 2013)
mengenai kecenderungan pembelajaran IPA/sains di Indonesia bahwa
pembelajaran hanya berorientasi pada tes atau ujian saja, pembelajaran lebih
bersifat teacher centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan
peserta didik menghafal informasi faktual, siswa hanya mempelajari IPA
pada domain kognitif rendah saja dan tidak dibiasakan untuk
mengembangkan potensi keterampilan berpikir. Selain itu, guru merupakan
satu-satunya sumber belajar dan belajar hanya menyentuh ranah kognitif
rendah yang hanya mengandalkan ingatan dan pemahaman, karena hanya
berupa penyampaian fakta yang tidak membutuhkan pemikiran mendalam.
Beberapa kali perbaikan kurikulum pun telah dilaksanakan oleh
pemerintah, tetapi pada kenyataanya hasil pendidikan di jenjang sekolah
menengah masih rendah, terutama untuk mata pelajaran fisika. Hal tersebut
dapat terjadi karena kebanyakan proses pembelajaran di kelas lebih bersifat
informatif sehingga menuntut siswa menghafal rumus fisika. Sedangkan
dalam melatih berpikir kritis, analisis, sintesis dan evaluasi belum dilatihkan
pada siswa. Pengalaman ini menyebabkan siswa cenderung kesulitan untuk
berpikir yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Padahal siswa
yang memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka baik pula
kemampuannya dalam menyusun strategi dan taktik agar dapat meraih
kesuksesan dalam persaingan global di masa depan(Azhar, 2011).
Temuan lain yang menguatkan mengapa keterampilan berpikir kritis
perlu ditingkatkan karena terlihat dari hasil penelitian Ambarwati (2012)
disalah satu SMP yang berada di kotaBandungbahwa keterampilan berpikir
3
berpikir kritis initerlihat darihasil tes keterampilan berpikir kritis yang
hanyamemilikinilai rata-rata sebesar 49.35 dari skala 100 dan memiliki
standar deviasi (SD) sebesar 9.47. Terdapat 50% siswa yang nilainya masih
dibawah rata-rata. Nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 70.83 dan hanya ada
9% siswa saja yang mendapat nilai tertinggi.Tabel pengelompokan nilai
rata-rata untuk tiap indikator ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Rata-rata tes keterampilan berpikir kritis
Berdasarkan hasil tes yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa
keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah, begitupun untuk tiap
indikator yang ditunjukan pada Tabel 1. Siswa masih lemah dalam “mengidentifikasikan alasan”, “menerapkan konsep”, “berhipotesis dan menyimpulkan”, “bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa” bahkan
dalam “bagaimana mengaplikasikan sebuah kasus”.Lemahnya keterampilan
berpikir kritis tersebut dapat terjadi karena siswa tidak terbiasa mengerjakan
soal-soal keterampilan berpikir kritisdan siswa tidak dilatihkan keterampilan
berpikir kritis saat pembelajaran di kelas. (Ambarwati, 2012)
Menurut Asih (2011) salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan
di Indonesiayaitu lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Proses pembelajaran masih diarahkan pada kemampuan anak untuk
menghapal, otak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi
tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya dan dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari (Asih, 2011). Menurut Exline (2004 dalam
Asih, 2011), dangkalnya penguasaan konsep-konsep fisika salah satunya Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Nilai Rata-rata
Mengidentifikasi alasan 50
Menerapkan prinsip, hukum dan asas 49
Berhipotesis dan menyimpulkan 40
Bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa 54
4
disebabkan karena siswa tidak banyak dilibatkan dalam proses
pengkonstruksian suatu konsep dalam pikirannya, siswa tidak terlibat untuk
mendistribusikan dan menanyakan banyak hal melainkan tidak lebih dari
sekedar mendengar dan mengulangi jawaban-jawaban yang diharapkan.
Begitupun dengan pendapatnya Rustaman (2005 dalam Nurfajrianti, 2010)
menyatakan bawa pengujian atau penilaian dalam proses pembelajaran yang
dilakukan selama ini baru mengukur penguasaan materi saja, dan itupun
hanya ranah kognitif tingkat rendah, sementara ranah kognitif tingkat tinggi
sangat jarang dikembangkan dalam penyusunan tes, padahal untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis diperlukan kemampuan untuk
melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi.
Menurut Fachrurajzi (2011) pentingnya mengajarkan dan
mengembangkan keterampilan berpikir kritis harus dipandang sesuatu yang
urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Penguasaan kemampuan berpikir kritis
tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai
proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi tantangan
kedepannya. Pendapat tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam
permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa pembelajaran itu harus didasari
oleh pemikiran kritis.
Berdasarkan temuan-temuan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa betapa pentingnya untuk meningkatkan keterampilan
berpikir, terutama dalam berpikir kritis.Menurut Costa (dalam Liliasari,
2012) ada 4 pola berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif,
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Menurut Lilasari (2012)
diantara pola berpikir tingkat tinggi tersebut, berpikir kritis mendasari tiga
pola berpikir yang lain, sehingga berpikir kritis perlu dikuasai lebih dahulu
sebelum mencapai ke tiga pola berpikir tingkat tinggi lain. Pentingnya
meningkatkan keterampilan berpikir kritis juga dikuatkan dengan tujuan
kurikulum yang disebutkan dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa
dalam mengajarkan fisika di kelas harus memiliki dasar pemikiran kritis.
Begitupun yang dinyatakan dalam permendiknas No 23 tahun 2006 tentang
5
menggunakan, dan menerapkan informasi tentang lingkungan secara kritis
serta menunjukan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan peraturan dalam
permendiknas tersebut sudah jelas bahwa kemampuan berpikir kritis memang
harus ditingkatkan dalam proses pembelajaran.
Terkait mengenai pentingnya keterampilan berpikir kritis agar dimiliki
oleh siswa, maka diperlukan proses pembelajaran yang melatihkan
keterampilan berpikir kritis.Proses pembelajaran yang melatihkan
keterampilan berpikir kritis inisesuai dengan pendekatan brain based
learning. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Jensen (2008) bahwa
brain based learning merupakan pembelajaran yang dapat melatihkan
keterampilan berpikir. Pembelajaran dengan menggunakan prinsip brain
based learning merupakan pembelajaran yang sesuai dengan cara otak
dirancang secara alamiah untuk belajar. Jensen (2008) menjelaskan bahwa
pendekatan brain based learning adalah pembelajaran yang sangat
memperhatikan fungsi dari otak. Dalam International Journal of
Environmental and Science Education, Saleh (2011) menyebutkan ada tiga
strategi pembelajaran yang dikembangkan dari pendekatan brain based
learning yaitu menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan
berpikir siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan,
dan menciptakan situasi pembelajaran yang aktif. Pendekatan pembelajaran
ini sesuai dengan yang distandarkan dalam permendiknas nomor 24 bahwa
dalam pembelajaran harus menciptakan proses pembelajaran menantang atau
memotivasi, aktif, dan menyenangkan.
Menurut Jensen (2008) seorang guru yang melakukan pembelajaran
dengan prinsip brain based learning akan berpikir mengenai bagaimana cara
untuk dapat menemukan kesukaran siswa dan membangun motivasi sehingga
perilaku yang diinginkan muncul sebagai konsekuensi alamiah. Kemampuan
untuk berpikir sangat tergantung pada suasana (mood) dan keadaan
emosional (Jensen, 2008), sehingga sangatlah penting untuk menjaga
perasaan nyaman siswa didalam kelas.Selain itu, pada pembelajaran ini juga
ada partisipasi siswa yang tinggi selama proses pembelajaran. Guru
6
berpikir siswa, tapi pemberian tantangan ini juga tetap memperhatikan
kondisi otak, karena otak memerlukan waktu istirahat tanpa kegiatan
pembelajaran (Prasetyani, 2012). Hal ini diperlukan bagi otak untuk
memproses dan mentransfer pembelajaran dari memori jangka pendek ke
memori jangka panjang (Jensen, 2008).
Menurut Prasetyani (2012) otak merupakan pusat dari semua aktivitas
termasuk berpikir maka kemampuan berpikir dipengaruhi oleh otak.Oleh
karena itu, diperlukan pembelajaran yang memperhatikan dan
mengembangkan potensi otak yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir siswa. Kegiatan pembelajaran yang kaya akan pengalaman dan
berdasarkan cara kerja serta struktur otak dapat meningkatkan kecerdasan
siswa. Menurut Burke (1949 dalam Gumilar, 2013) salah satu keterampilan
berpikir yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran fisika adalah
keterampilan berpikir kritis.Menurut Nickerson (1985 dalam Liliasari, 2012)
keterampilan berpikir kritis dapat diajarkan, karena itu perlu ditemukan pola
pembelajaran sains yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,maka peneliti
tertarik melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari penerapan
pendekatan brain based learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa
SMP.Untuk itu peneliti mengambil judul “PengaruhPenerapan Pendekatan
Brain Based Learningdalam Pembelajaran Fisika terhadap Peningkatan
Keterampilan Berpikir Kritis pada Siswa SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh
peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP sebagai efek
diterapkannyapendekatan brain based learning?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
7
efek daripenerapan pendekatan brain based learningterhadap pembelajaran
fisika di SMP.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai
berikut:
1. Dapat memperkaya hasil penelitian tekait pengaruh pendekatan brain
based learning terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis.
2. Dapat memberikan referensi dan bahan masukan bagi guru atau pun bagi
peneliti pendidikan dalam merencanakan pembelajaran dalam melatihkan
keterampilan berpikir kritis.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Skripsi yang berjudul “PengaruhPenerapan Pendekatan Brain Based
Learningdalam Pembelajaran Fisika terhadap peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis pada siswa SMP” disusun menjadi lima bab sebagai berikut: 1. Bab I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan struktur organisasi
skripsi.
2. Bab II berisi kajian pustaka yang memaparkan tentang pengertian
pendekatan brain based learning, prinsip brain based learning, tahap
pembelajaran dalambrain based learning, dan Keterampilan Berpikir
Kritis.
3. Bab III Bab III adalah bab metode penelitian yang terdiri dari lokasi dan
subjek penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, alur penelitian.
4. Bab IV adalah bab yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.
Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu pengolahan atau analisis data
untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis dari temuan
tersebut.
5. Bab V berisi kesimpulan dan saran dari temuan penelitian yang telah
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Pre-Experiment. Desain
penelitian yang hanya melibatkan satu kelompok saja, tanpa adanya kelompok
kontrol. Desain penelitian yang digunakan ini adalah one group
pretest-postest design. Dalam desain penelitian ini pretest dilakukan sebelum
perlakuan, dan postest dilakukan setelah perlakuan. Pengaruh yang diberikan
adalah perlakuan berupa pendekatan pembelajaran Brain Based Learning
terhadap peningkatanketerampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII pada
materi tekanan. Desain tersebut digambarkan padaTabel 3.1.
Tabel 3.1Tabel One Group Pretest Posttest Design
Kelompok Pre-test Treatment Post-test
Eksperimen O X O
Keterangan :
O = Tesketerampilanberpikirkritis
X =Perlakuan dengan menggunakan pendekatan Brain Based
Learning
Diberikannya pretest pada siswa untuk mengetahui pengetahuan awal
siswa pada materi tekanan, kemudian dalam pembelajaran siswa diberikan
pendekatan pembelajaran (treatment) selama tiga pertemuan dengan
pendekatan Brain Based Learning. Setelah medapatkan treatment siswa
diberikan postest dengan instrumen yang sama seperti pretest.
20
Populasi penelitian ini adalah seluruhsiswakelasVIII pada salah satu SMP
Negeri di kota Bandung sebanyak sebelas kelas, dari kesebelas kelas tersebut
dipilih salah satu kelas sebagai sampel. Penentuan sampel disini
menggunakan teknik purposive sample. Pengambilan sampel dengan cara
tersebut berdasarkan tujuan atau pertimbangan bahwa pemilihan kelas
penelitian berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran fisika.
C. Definisi Operasional
1. Pendekatan brain based learning merupakan prinsip pembelajaran yang
mengoptimalkan fungsi otak dengan menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa jenuh di dalam
pembelajarannya. Keterlaksanaan kegiatan pendekatan brain based
learning diukur menggunakan lembar observasi dengan melihat
persentase keterlaksanaan. Lembar observasi diisi oleh observer pada saat
pembelajaran di kelas berlangsung.
2. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk menentukan apa yang
harus diyakini atau tidak dan apa yang harus dilakukan atau tidak. Pada
penelitian ini, keterampilan berpikir kritis diukur dengan soal
keterampilan berpikir kritis yang berbentuk essai. Peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa diukur dari hasil pretest dan posttest.
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dicari dengan menghitung nilai
N-gain.
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap perencanaan
a. Melakukan studi literatur. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan
berbagai informasi terkait keterampilan berpikir kritis dan pendekatan
brain based learning.
b. Penyusunan proposal penelitian.
c. Seminar proposal.
d. Revisi proposal.
e. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.
21
g. Menyusun rencana pembelajaran dan instrumen penelitian.
h. Melakukan judgement instrumen (tes) keterampilan berpikir kritis
kepada dua orang dosen fisika. Instrumen digunakan untuk pre-test
dan post-test
i. Melakukan judgement Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
LKS.
j. Merevisi instrumen penelitian.
k. Mengujicobakan instrumen penelitian
l. Analisi statistik dan revisi soal yang dibuat apabila terdapat
kekurangan atau kesalahan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menentukan sampel penelitian yang terdiri dari satu kelas
b. Pelaksanaan pretest
c. Melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan Brain Based
Learning
d. Pelaksanaan posttest
3. Tahap Akhir
a. Mengolah hasil pretest, posttest, lembar skalasikap dan lembar
observasi.
b. Menganalisis dan membahas temuan penelitian
c. Menarik kesimpulan
22
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh
data yang dibutuhkan pada penelitian, maka dipergunakan instrumen tes dan
instrumen non-tes. Instrumen tesberupates keterampilan berpikir kritis. Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian
Revisi
1. Soal tes keterampilan berpikir
kritis
2. Lembar Observasi
3. Lembar Skala Sikap
Judgement instrumen dan perangkat pembelajaran
23
Sementara instrumen non-tes berupa lembar observasi dan lembar skala
sikap.
1. InstrumenTes
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa diberikan tes
sebanyak dua kali yaitu pretest dan posttest dengan mengunakan soal
keterampilan berpikir kritis yang sama. Soal ini disusun oleh peneliti
sendiri dan sudah hasil judgment. Tujuan pretest untuk mengetahui
kemampuan awal berpikir kritis siswasebelumditerapkanpembelajaran
sedangkan posttest untuk melihat pengaruh keterampilan berpikir kritis
setelah diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan brain based
learning.
Tes diberikan dalam bentuk essaisupaya dapat melihat sejauh mana
kemampuan berpikir kritis siswa. Proses keterampilan berpikir kritis
peserta didik dilihat dari setiap langkah-langkah penyelesaian dalam
menjawab tes. Sesuai dengan apa yang dinyatakan Ennis (2001) dalam
menyusun tes lebih baik dengan menggunakan pertanyaan terbuka,
karena lebih mudah diadaptasi oleh diri sendiri dan lebih komprehensif
dalam menilai keterampilan, pengetahuan atau kompetensi yang ingin
diukur. Begitupun dengan Bialin (2002 dalam Hafsah, 2012) salah satu
peneliti dibidang berpikir kritis juga menganjurkan agar tes berpikir kritis
dibuat dalam bentuk essai.
Rubrik penskoran tes esai mengacu pada rubric penskoran menurut
Stiggins (1994) yang diuraikan padaTabel 3.2.
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Esai Berpikir Kritis
Skor IndikatorPenilaian
5 Jawaban yang diberikan jelas, fokus, dan akurat. Hubungan antara
jawaban soal tergambar jelas.
3 Jawaban yang diberikan jelas dan cukup fokus, namun kurang lengkap.
Keterkaitan antara jawaban dengan soal kurang akurat.
1
Jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan apa yang dimaksudkan
dalam soal, berisi informasi yang tidak akurat, atau menunjukan
24
jelas, tidak memberikan contoh yang mendukung.
0 Tidak ada jawaban
Soal uraian yang telah dibuat berdasarkan indikator keterampilan
berpikir kritis ini sebelumnya dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan tingkat kesukaran dari instrumen tersebut, agar instrumen
tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian ini, yakni untuk
mengukur keterampilan berpikir kritis.
a. Validitas instrumen penelitian
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat
ketepatan/keabsahan sebuah instrumen (Arikunto, 2011). Suatu
instrumen dikatakan valid jika alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Validitas sebuah tes dilakukan dengan penilaian oleh ahli (Expert
judgement) dibidangnya.
b. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan suatu tes.
Sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang
ajeg/konsisten. Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 100), reliabilitas
instrumen dalam bentuk uraian dapat menggunakan rumus alpha
sebagai berikut:
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas yang dicari
n = jumlah butir soal
= varians skor total
∑ = jumlah varians skor tiap butir soal
Interpretasi derajat reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 1990:
177 dalam Prasetyani), yaitu:
. . . (3.1)
25
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Nilai r11 Interpretasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
c. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu
sukar. Soal yang terlalu mudah tidak mendorong siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyai semangat untuk mengerjakannya.Bilangan yang
menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran (dificullty index). Menurut Arikunto (2011), besarnya
indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran ini
menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran
0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks
1,00 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Rumus mencari
(indeks kesukaran) adalah sebagai berikut.
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan
benar
26
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut Arikunto (2011), indeks kesukaran sering diklasifikasikan
dalamTabel 3.5.
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilaip Interpretasi
P < 0.3 Sukar
0.3 P 0.7 Sedang
P > 0.7 Mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar
oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang
berkemampuan rendah, artinya soal itu tidak baik, karena tidak
mempunyai daya pembeda. Demikian pula apabila semua siswa baik
siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan
rendah tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik
juga, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah
soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi
saja.Seluruh peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok atas (kelompok siswa berkemampuan tinggi) dan kelompok
bawah (kelompok siswa berkemampuan rendah). Jika seluruh
kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan
seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut
mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua
kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah
menjawab benar, maka nilai D -1,00. Akan tetapi, jika siswa
kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab
benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut
mempunyai nilai D 0,00. Hal ini dikarenakan soal tidak mempunyai
27
daya pembeda dapat ditentukan dengan nilai indeks diskriminasi
sebagai berikut.
Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab
benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 218), daya pembeda dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
NilaiDP Interpretasi
Bertandanegative SangatBuruk
DP < 0.20 Buruk
0.20 < DP < 0.40 Cukup
0.41 < DP < 0.70 Baik
0.70 < DP < 1.00 BaikSekali
Setelah tes butir soal tersebut diujicobakan, maka tes tersebut
diberikan saat pretes dan postest, hal ini dilakukan untuk melihat
apakah ada pengaruh setelah diberikan materi dengan perlakuan
pembelajaran pendekatan Brain Based Learning.Berikut ini adalah
28
Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis
2. IntrumenNon Tes
a. Lembar Observasi
Lembar observasi ditujukan untuk mengetahui persentase
keterlaksanaan pendekatan brain based learning sesuai dengan
RPP yang telah disusun. Lembar observasi diisi oleh observer saat
pelaksanaan pembelajaran berlangsung. No.
Soal
Daya Pembeda Taraf Kemudahan Reliabilitas
Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Skor Interpretasi
29
b. Skala Sikap
SkalaSikapdigunakanuntukmengumpulkaninformasitentangtangga
pansiswaterhadappembelajaran yang terbagi kedalam duajenis
pernyataan positif dan pernyataan negatif.Skalasikap yang dibuat
menggunakan skala likert, yang terdiri dari empat pilihan jawaban
yaitu: SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS
(Sangat tidak setuju).
F. Teknik Pengolahan Data
1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dilakukan berdasarkan
peningkatan skor dari hasil pretest ke posttest siswa kemudian
dilanjutkan dengan analisis gain yang dinormalisasi. Persamaan yang
digunakan dalam menghitung N-gain menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kriteria klasifikasi indeks N-gain disajikan selangkapnya dalam
Tabel3.8.
Tabel 3.7 Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi
2. Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning
Lembar observasi disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang menerapkan pendekatan brain based learning. Keterlaksanaan
kegiatan pembelajaran dalam lembar observer ini disertai pilihan kategori “terlaksana“ dan “tidak terlaksana”. Untuk kategori “terlaksana” dilihat juga kategori kualitas keterlaksanaannya yang
Indeks N-Gain Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
30
terdiri dari kategori KB (KurangBaik), B (Baik), dan BS (BaikSekali).
Dalam menentukan keterlaksanaan pembelajaran yang memiliki
kriteria KB (Kurang Baik) jika sedikit (±0%-30%) siswa yang
merespon, keterlaksanaan dengan kriteria B (Baik) jika hanya
sebagian (±30%-70%) siswa merespon, sementara untuk
keterlaksanaan dengan kriteria BS (Baik Sekali) jika hamper semua
(±70%-100%) siswa merespon. Data yang diperoleh dari hasil
observasi digunakan sebagai data pendukung yang menggambarkan
suasana pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan Brain
Based Learning. Data tersebut dianalisis dengan menghitung
persentase keterlaksanaan ( ) yang menggunakan rumus sebagai
berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak satu kegiatan pun terlaksana
0<K<25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana
25<K<50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
50 Setengah kegiatan terlaksana
50<K<75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
75<K<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
100 Seluruh kegiatan terlaksana
3. Respon Skala Sikap
Analisis data dari skala sikap bertujuan untuk mengetahui respon siswa
terhadap penerapan pembelajaran brain based learning. Skala sikap
yang dibuat memuat pernyataan yang memiliki empat pilihan jawaban
SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat
Tidak Setuju). Kemudian jawaban tersebut dinyatakan dalam
persentase. Hasil persentase ini bisa mengetahui tanggapan siswa
31
dengan cara menghitung jumlah seluruh siswa yang memilih poin-poin
yang tersedia, kemudian jumlah tersebut diubah kedalam bentuk
persentase dengan cara sebagai berikut:
Keterangan:
R = Persentase responden yang menjawab
P = Jumlah responden yang memilih masing-masing poin-poin
yang tersedia
F = Jumlahseluruhresponden
Tabel 3.9 Kriteria Persentase Respon Skala Sikap
K (Keterlaksanaan) % Kriteria
0 Tak seorangpun
0<R<25 Sebagian kecil
25<R<50 Hampir setengahnya
50 Setengahnya
50<R<75 Sebagian besar
75<R<100 Hampir seluruhnya
100 Seluruhnya
Fatimah, Sayyidah. 2014
PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh
pendekatan brain based learning dalam pembelajaran fisika terhadap
peningkatkan keterampilan berpikir kritis diperoleh N-gain sebesar 0.42 dan
menunjukan peningkatan pada kategori sedang. Ditinjau dari tiap sub
indikatornya maka untuk sub indikator “Analisis argumen” sebesar 0.37, sub
indikator “menanyakan dan menjawab klarifikasi pertanyaan yang
menantang” sebesar 0.54, sub indikator “menilai kredibilitas sumber” sebesar
0.62, dan sub indikator “membuat keputusan dan mempertimbangkan
hasilnya” sebesar 0.66. Masing-masing nilai tersebut menunjukan bahwa
peningkatan yang diperoleh pada kategori sedang.
B. Saran
Dari keseluruhan kegiatan penelitian yang telah dilakukan, diajukan
beberapa saran, diantaranya:
1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan supaya saat pembelajaran dikelas
tidak terlalu banyak menyita waktu ditahap “inisiasi dan akuisisi” dengan
mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS), tapi memperbanyak tanya jawab
secara langsung antara siswa dengan guru supaya mampu melatih
keberanian siswa dan mampu melatih keterampilan berpikir kritis peserta
didik lebih optimal lagi.
2. Disarankan setiap tahapan brain based learning dilakukan secara
sempurna dan tidak diharuskan seluruh tahapan dilakukan dalam satu
47
3. Untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis memerlukan waktu yang
lebih lama karena dalam melatihkan keterampilan berpikir kritis tidak
dapat langsung diperoleh hanya dengan menghapalkan, tapi perlu dilatih