• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari

Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Fisika

Disusun Oleh:

Sayyidah Fathimah

0901980

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

SKRIPSI

Oleh

Sayyidah Fathimah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Sayyidah Fathimah 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING

DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Oleh

Sayyidah Fathimah

NIM. 0901980

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Drs. Hikmat, M.Si. NIP 196204061989031001

Pembimbing II,

Endi Suhendi, S.Si., M.Si. NIP. 197905012003121001

Mengetahui, Ketua Jurusan

Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

(4)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA TERHADAP PENINGKATAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP SKRIPSI

Sayyidah Fathimah NIM. 0901980

Pembimbing I : Drs. Hikmat, M.Si. Pembimbing II : Endi Suhendi, M.Si. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

e-mail : sayyi09@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa SMP dalam pembelajaran fisika melalui penerapan pendekatan brain based learning. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pre-experiment dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Sampel penelitiannya adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP negeri kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi keterlaksanaan pendekatan brain based learning, tes keterampilan berpikir kritis, jurnal harian dan angket. Indikator keterampilan berpikir kritis yang diukur yaitu analisis argumen, menanyakan dan menjawab klarifikasi pertanyaan yang menantang, membuat keputusan dan mempertimbangkan keputusan, serta menilai kredibilitas sumber. Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang ditunjukan dengan nilai N-gain sebesar 0.42 yang menunjukan kategori sedang. Dari hasil N-gain tersebut dapat terlihat bahwa melalui pendekatan brain based learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran yang telah dilaksanakan pun mendapat respon positif dari sebagian besar siswa.

(5)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Application of Brain Based Leraning Approach to learning Physics for Improving Junior High School Student’ Critical Thinking Skills

The purpose of this study was to overview of critical thinking skills improvement at the junior high school students in learning physics through the application of brain-based learning approach. The method used is pre-experimental research with one group pretest-posttest design. A sample of research is eighth grade students of one of junior high schools in Bandung. Data was collected through observation of the implementation brain-based learning approach, tests of critical thinking skills, daily journals and questionnaires. Indicators of critical thinking skills are analysing of the arguments, asking and answering challenging questions, making and considering decisions, and assessing the credibility of the source. These results indicate an improvement in students' critical thinking skills shown by the value of the gain by 0.42 and showed the moderate category. From the results of the N-gain can be seen that the brain-based learning approach can improve critical thinking skills. Learning which have been implemented also received a positive response from most students.

Keywords: Brain Based Learning and Critical Thinking

(6)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 7

BAB II BRAIN BASED LEARNING DAN BERPIKIR KRITIS ... 8

A. Brain Based Learning ... 8

B. Keterampilan Berpikir Kritis ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ... 19

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

(7)

vi

B. Hasil Penelitian ... 32

C. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 47

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel hal

1. Nilai Rata-rata tes keterampilan berpikir kritis ... 3

2.1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 14

2.2. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis yang Diukur ... 17

2.3. Keterkaitan Tahapan Pendekatan Brain Based Learning dengan Keterampilan Berpikir Kritis ... 18

3.1. Tabel One Group Pretest Posttest Design ... 19

3.2. Pedoman Pemberian Skor Soal Esai Berpikir Kritis ... 23

3.3. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 25

3.4. Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 26

3.5. Interpretasi Daya Pembeda ... 27

3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis... 28

3.7. Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi ... 29

3.8. Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 30

3.10. Kriteria Persentase Respon Skala Sikap ... 31

4.1. Persentase Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning ... 32

4.2. Persentase Kualitas Keteraksanaan Pembelajaran ... 33

4.3. Rata-rata Pretest dan Postest untuk Setiap Sub Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 34

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar hal

3.1. Diagram Alur Penelitian ... 22

4.1. Diagram persentase keterlaksanaan pembelajaran ... 33

4.2. Diagram Peningkatan pretest dan posttest untuk setiap sub

(10)

ix

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan . hal

3.1. Uji Reliabilitas dengan Rumus Alpha ... 24

3.2. Uji Taraf Kesukaran Butir Soal ... 25

3.3. Uji Daya Pembeda Butir Soal ... 27

3.4. N-Gain Scores ... 29

3.5. Persentase Skala Sikap ... 30

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran hal

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 47

LAMPIRAN A - Perangkat Pembelajaran ... 48

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan ke-1 ... 49

A.2 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-1 ... 53

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan ke-2 ... 57

A.4 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-2 ... 60

A.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan ke-3 ... 63

A.6 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-3 ... 66

LAMPIRAN B - Instrumen Penelitian ... 68

B.1 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning 1 69 B.2 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning 2 73 B.3 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning 3 79 B.5 Kisi-kisi Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 84

B.6 Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 94

B.7 Skala Sikap ... 97

B.8 Jurnal Harian ... 98

LAMPIRAN C - Pengolahan Data ... 99

C.1 Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis ... 100

C.2 Pengolahan Data Observasi Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning ... 102

C.3 Rekapitulasi Data Hasil Pretest Keterampilan Berpikir Kritis ... 103

C.4 Rekapitulasi Data Hasil Postest Keterampilan Berpikir Kritis ... 104

C.5 N-Gain Tes Keterampilan Berpikir Kritis ... 105

C.6 N-Gain Tes Keterampilan Berpikir Kritis Berdasarkan Sub Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 107

(12)

xi

C.8 Rekapitulasi Hasil Skala Sikap Respon Siswa ... 112

C.9 Rekapitulasi Jurnal Harian Siswa ... 115

(13)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 mengatur mengenai standar proses

untuk satuan pendidikan dasar menengah menyatakan:

Proses pembelajaran pada setiap satuan pedidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi para prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Ilmu pengetahuan alam merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang

mendasari perkembangan teknologi.Fisika merupakan bagian dari ilmu

pengetahuan alam dan juga memiliki peranan penting terhadap

perkembangan teknologi. Cakupan kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan alam dan teknologi dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi

dasar ilmu pengetahuan alam dan teknologi serta membudayakan berpikir

ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri (Permendiknas No. 22 tahun 2006

tentang Standar Isi). Oleh karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus

senantiasa ditingkatkan dan dilaksanakan sesuai tujuan standar isi.

Isi dari kutipan diatas sejalan dengan salah satu faktor yang

mempengaruhi pengembangan kurikulum 2013, yaitu penyempurnaan pola

pikir yang dilatarbelakangi oleh adanya berbagai tantangan, baik itu

tantangan internal maupun tantangan eksternal. Tantangan internal salah

satunya harus mempersiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang

melimpah agar dapat memiliki kompetensi dan keterampilan dalam

menghadapi era globalisasi yang semakin pesat perkembangannya.

(14)

2

terkait lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan

industri kreatif dan budaya, serta perkembangan pendidikan di tingkat

internasional (Depdikbud, 2013). Oleh karena itu pengembangan kurikulum

2013 merumuskan kompetensi minimal yang harus dimiliki siswa dalam

standar kompetensi lulusan, salah satunya kompetensi sikap yang memiliki

keterampilan berpikir kritis agar dapat menghadapi berbagai tantangan di

masa yang akan datang (Debdikbud,2013).

Terdapat temuan dari Pusat Kurikulum (2008 dalam Rachman, 2013)

mengenai kecenderungan pembelajaran IPA/sains di Indonesia bahwa

pembelajaran hanya berorientasi pada tes atau ujian saja, pembelajaran lebih

bersifat teacher centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan

peserta didik menghafal informasi faktual, siswa hanya mempelajari IPA

pada domain kognitif rendah saja dan tidak dibiasakan untuk

mengembangkan potensi keterampilan berpikir. Selain itu, guru merupakan

satu-satunya sumber belajar dan belajar hanya menyentuh ranah kognitif

rendah yang hanya mengandalkan ingatan dan pemahaman, karena hanya

berupa penyampaian fakta yang tidak membutuhkan pemikiran mendalam.

Beberapa kali perbaikan kurikulum pun telah dilaksanakan oleh

pemerintah, tetapi pada kenyataanya hasil pendidikan di jenjang sekolah

menengah masih rendah, terutama untuk mata pelajaran fisika. Hal tersebut

dapat terjadi karena kebanyakan proses pembelajaran di kelas lebih bersifat

informatif sehingga menuntut siswa menghafal rumus fisika. Sedangkan

dalam melatih berpikir kritis, analisis, sintesis dan evaluasi belum dilatihkan

pada siswa. Pengalaman ini menyebabkan siswa cenderung kesulitan untuk

berpikir yang melibatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Padahal siswa

yang memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka baik pula

kemampuannya dalam menyusun strategi dan taktik agar dapat meraih

kesuksesan dalam persaingan global di masa depan(Azhar, 2011).

Temuan lain yang menguatkan mengapa keterampilan berpikir kritis

perlu ditingkatkan karena terlihat dari hasil penelitian Ambarwati (2012)

disalah satu SMP yang berada di kotaBandungbahwa keterampilan berpikir

(15)

3

berpikir kritis initerlihat darihasil tes keterampilan berpikir kritis yang

hanyamemilikinilai rata-rata sebesar 49.35 dari skala 100 dan memiliki

standar deviasi (SD) sebesar 9.47. Terdapat 50% siswa yang nilainya masih

dibawah rata-rata. Nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 70.83 dan hanya ada

9% siswa saja yang mendapat nilai tertinggi.Tabel pengelompokan nilai

rata-rata untuk tiap indikator ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Rata-rata tes keterampilan berpikir kritis

Berdasarkan hasil tes yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa

keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah, begitupun untuk tiap

indikator yang ditunjukan pada Tabel 1. Siswa masih lemah dalam “mengidentifikasikan alasan”, “menerapkan konsep”, “berhipotesis dan menyimpulkan”, “bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa” bahkan

dalam “bagaimana mengaplikasikan sebuah kasus”.Lemahnya keterampilan

berpikir kritis tersebut dapat terjadi karena siswa tidak terbiasa mengerjakan

soal-soal keterampilan berpikir kritisdan siswa tidak dilatihkan keterampilan

berpikir kritis saat pembelajaran di kelas. (Ambarwati, 2012)

Menurut Asih (2011) salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan

di Indonesiayaitu lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan

berpikir. Proses pembelajaran masih diarahkan pada kemampuan anak untuk

menghapal, otak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi

tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya dan dihubungkan

dengan kehidupan sehari-hari (Asih, 2011). Menurut Exline (2004 dalam

Asih, 2011), dangkalnya penguasaan konsep-konsep fisika salah satunya Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Nilai Rata-rata

Mengidentifikasi alasan 50

Menerapkan prinsip, hukum dan asas 49

Berhipotesis dan menyimpulkan 40

Bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa 54

(16)

4

disebabkan karena siswa tidak banyak dilibatkan dalam proses

pengkonstruksian suatu konsep dalam pikirannya, siswa tidak terlibat untuk

mendistribusikan dan menanyakan banyak hal melainkan tidak lebih dari

sekedar mendengar dan mengulangi jawaban-jawaban yang diharapkan.

Begitupun dengan pendapatnya Rustaman (2005 dalam Nurfajrianti, 2010)

menyatakan bawa pengujian atau penilaian dalam proses pembelajaran yang

dilakukan selama ini baru mengukur penguasaan materi saja, dan itupun

hanya ranah kognitif tingkat rendah, sementara ranah kognitif tingkat tinggi

sangat jarang dikembangkan dalam penyusunan tes, padahal untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis diperlukan kemampuan untuk

melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi.

Menurut Fachrurajzi (2011) pentingnya mengajarkan dan

mengembangkan keterampilan berpikir kritis harus dipandang sesuatu yang

urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Penguasaan kemampuan berpikir kritis

tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai

proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi tantangan

kedepannya. Pendapat tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam

permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa pembelajaran itu harus didasari

oleh pemikiran kritis.

Berdasarkan temuan-temuan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa betapa pentingnya untuk meningkatkan keterampilan

berpikir, terutama dalam berpikir kritis.Menurut Costa (dalam Liliasari,

2012) ada 4 pola berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif,

pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Menurut Lilasari (2012)

diantara pola berpikir tingkat tinggi tersebut, berpikir kritis mendasari tiga

pola berpikir yang lain, sehingga berpikir kritis perlu dikuasai lebih dahulu

sebelum mencapai ke tiga pola berpikir tingkat tinggi lain. Pentingnya

meningkatkan keterampilan berpikir kritis juga dikuatkan dengan tujuan

kurikulum yang disebutkan dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 bahwa

dalam mengajarkan fisika di kelas harus memiliki dasar pemikiran kritis.

Begitupun yang dinyatakan dalam permendiknas No 23 tahun 2006 tentang

(17)

5

menggunakan, dan menerapkan informasi tentang lingkungan secara kritis

serta menunjukan kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan peraturan dalam

permendiknas tersebut sudah jelas bahwa kemampuan berpikir kritis memang

harus ditingkatkan dalam proses pembelajaran.

Terkait mengenai pentingnya keterampilan berpikir kritis agar dimiliki

oleh siswa, maka diperlukan proses pembelajaran yang melatihkan

keterampilan berpikir kritis.Proses pembelajaran yang melatihkan

keterampilan berpikir kritis inisesuai dengan pendekatan brain based

learning. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Jensen (2008) bahwa

brain based learning merupakan pembelajaran yang dapat melatihkan

keterampilan berpikir. Pembelajaran dengan menggunakan prinsip brain

based learning merupakan pembelajaran yang sesuai dengan cara otak

dirancang secara alamiah untuk belajar. Jensen (2008) menjelaskan bahwa

pendekatan brain based learning adalah pembelajaran yang sangat

memperhatikan fungsi dari otak. Dalam International Journal of

Environmental and Science Education, Saleh (2011) menyebutkan ada tiga

strategi pembelajaran yang dikembangkan dari pendekatan brain based

learning yaitu menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan

berpikir siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan,

dan menciptakan situasi pembelajaran yang aktif. Pendekatan pembelajaran

ini sesuai dengan yang distandarkan dalam permendiknas nomor 24 bahwa

dalam pembelajaran harus menciptakan proses pembelajaran menantang atau

memotivasi, aktif, dan menyenangkan.

Menurut Jensen (2008) seorang guru yang melakukan pembelajaran

dengan prinsip brain based learning akan berpikir mengenai bagaimana cara

untuk dapat menemukan kesukaran siswa dan membangun motivasi sehingga

perilaku yang diinginkan muncul sebagai konsekuensi alamiah. Kemampuan

untuk berpikir sangat tergantung pada suasana (mood) dan keadaan

emosional (Jensen, 2008), sehingga sangatlah penting untuk menjaga

perasaan nyaman siswa didalam kelas.Selain itu, pada pembelajaran ini juga

ada partisipasi siswa yang tinggi selama proses pembelajaran. Guru

(18)

6

berpikir siswa, tapi pemberian tantangan ini juga tetap memperhatikan

kondisi otak, karena otak memerlukan waktu istirahat tanpa kegiatan

pembelajaran (Prasetyani, 2012). Hal ini diperlukan bagi otak untuk

memproses dan mentransfer pembelajaran dari memori jangka pendek ke

memori jangka panjang (Jensen, 2008).

Menurut Prasetyani (2012) otak merupakan pusat dari semua aktivitas

termasuk berpikir maka kemampuan berpikir dipengaruhi oleh otak.Oleh

karena itu, diperlukan pembelajaran yang memperhatikan dan

mengembangkan potensi otak yang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir siswa. Kegiatan pembelajaran yang kaya akan pengalaman dan

berdasarkan cara kerja serta struktur otak dapat meningkatkan kecerdasan

siswa. Menurut Burke (1949 dalam Gumilar, 2013) salah satu keterampilan

berpikir yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran fisika adalah

keterampilan berpikir kritis.Menurut Nickerson (1985 dalam Liliasari, 2012)

keterampilan berpikir kritis dapat diajarkan, karena itu perlu ditemukan pola

pembelajaran sains yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis

siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,maka peneliti

tertarik melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari penerapan

pendekatan brain based learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa

SMP.Untuk itu peneliti mengambil judul “PengaruhPenerapan Pendekatan

Brain Based Learningdalam Pembelajaran Fisika terhadap Peningkatan

Keterampilan Berpikir Kritis pada Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh

peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP sebagai efek

diterapkannyapendekatan brain based learning?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk

(19)

7

efek daripenerapan pendekatan brain based learningterhadap pembelajaran

fisika di SMP.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai

berikut:

1. Dapat memperkaya hasil penelitian tekait pengaruh pendekatan brain

based learning terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis.

2. Dapat memberikan referensi dan bahan masukan bagi guru atau pun bagi

peneliti pendidikan dalam merencanakan pembelajaran dalam melatihkan

keterampilan berpikir kritis.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Skripsi yang berjudul “PengaruhPenerapan Pendekatan Brain Based

Learningdalam Pembelajaran Fisika terhadap peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis pada siswa SMP” disusun menjadi lima bab sebagai berikut: 1. Bab I adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan struktur organisasi

skripsi.

2. Bab II berisi kajian pustaka yang memaparkan tentang pengertian

pendekatan brain based learning, prinsip brain based learning, tahap

pembelajaran dalambrain based learning, dan Keterampilan Berpikir

Kritis.

3. Bab III Bab III adalah bab metode penelitian yang terdiri dari lokasi dan

subjek penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, alur penelitian.

4. Bab IV adalah bab yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.

Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu pengolahan atau analisis data

untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis dari temuan

tersebut.

5. Bab V berisi kesimpulan dan saran dari temuan penelitian yang telah

(20)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode Pre-Experiment. Desain

penelitian yang hanya melibatkan satu kelompok saja, tanpa adanya kelompok

kontrol. Desain penelitian yang digunakan ini adalah one group

pretest-postest design. Dalam desain penelitian ini pretest dilakukan sebelum

perlakuan, dan postest dilakukan setelah perlakuan. Pengaruh yang diberikan

adalah perlakuan berupa pendekatan pembelajaran Brain Based Learning

terhadap peningkatanketerampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VIII pada

materi tekanan. Desain tersebut digambarkan padaTabel 3.1.

Tabel 3.1Tabel One Group Pretest Posttest Design

Kelompok Pre-test Treatment Post-test

Eksperimen O X O

Keterangan :

O = Tesketerampilanberpikirkritis

X =Perlakuan dengan menggunakan pendekatan Brain Based

Learning

Diberikannya pretest pada siswa untuk mengetahui pengetahuan awal

siswa pada materi tekanan, kemudian dalam pembelajaran siswa diberikan

pendekatan pembelajaran (treatment) selama tiga pertemuan dengan

pendekatan Brain Based Learning. Setelah medapatkan treatment siswa

diberikan postest dengan instrumen yang sama seperti pretest.

(21)

20

Populasi penelitian ini adalah seluruhsiswakelasVIII pada salah satu SMP

Negeri di kota Bandung sebanyak sebelas kelas, dari kesebelas kelas tersebut

dipilih salah satu kelas sebagai sampel. Penentuan sampel disini

menggunakan teknik purposive sample. Pengambilan sampel dengan cara

tersebut berdasarkan tujuan atau pertimbangan bahwa pemilihan kelas

penelitian berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran fisika.

C. Definisi Operasional

1. Pendekatan brain based learning merupakan prinsip pembelajaran yang

mengoptimalkan fungsi otak dengan menciptakan lingkungan belajar

yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa jenuh di dalam

pembelajarannya. Keterlaksanaan kegiatan pendekatan brain based

learning diukur menggunakan lembar observasi dengan melihat

persentase keterlaksanaan. Lembar observasi diisi oleh observer pada saat

pembelajaran di kelas berlangsung.

2. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk menentukan apa yang

harus diyakini atau tidak dan apa yang harus dilakukan atau tidak. Pada

penelitian ini, keterampilan berpikir kritis diukur dengan soal

keterampilan berpikir kritis yang berbentuk essai. Peningkatan

keterampilan berpikir kritis siswa diukur dari hasil pretest dan posttest.

Peningkatan keterampilan berpikir kritis dicari dengan menghitung nilai

N-gain.

D. Prosedur Penelitian

1. Tahap perencanaan

a. Melakukan studi literatur. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan

berbagai informasi terkait keterampilan berpikir kritis dan pendekatan

brain based learning.

b. Penyusunan proposal penelitian.

c. Seminar proposal.

d. Revisi proposal.

e. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

(22)

21

g. Menyusun rencana pembelajaran dan instrumen penelitian.

h. Melakukan judgement instrumen (tes) keterampilan berpikir kritis

kepada dua orang dosen fisika. Instrumen digunakan untuk pre-test

dan post-test

i. Melakukan judgement Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

LKS.

j. Merevisi instrumen penelitian.

k. Mengujicobakan instrumen penelitian

l. Analisi statistik dan revisi soal yang dibuat apabila terdapat

kekurangan atau kesalahan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Menentukan sampel penelitian yang terdiri dari satu kelas

b. Pelaksanaan pretest

c. Melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan Brain Based

Learning

d. Pelaksanaan posttest

3. Tahap Akhir

a. Mengolah hasil pretest, posttest, lembar skalasikap dan lembar

observasi.

b. Menganalisis dan membahas temuan penelitian

c. Menarik kesimpulan

(23)

22

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh

data yang dibutuhkan pada penelitian, maka dipergunakan instrumen tes dan

instrumen non-tes. Instrumen tesberupates keterampilan berpikir kritis. Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Revisi

1. Soal tes keterampilan berpikir

kritis

2. Lembar Observasi

3. Lembar Skala Sikap

Judgement instrumen dan perangkat pembelajaran

(24)

23

Sementara instrumen non-tes berupa lembar observasi dan lembar skala

sikap.

1. InstrumenTes

Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa diberikan tes

sebanyak dua kali yaitu pretest dan posttest dengan mengunakan soal

keterampilan berpikir kritis yang sama. Soal ini disusun oleh peneliti

sendiri dan sudah hasil judgment. Tujuan pretest untuk mengetahui

kemampuan awal berpikir kritis siswasebelumditerapkanpembelajaran

sedangkan posttest untuk melihat pengaruh keterampilan berpikir kritis

setelah diterapkan pembelajaran menggunakan pendekatan brain based

learning.

Tes diberikan dalam bentuk essaisupaya dapat melihat sejauh mana

kemampuan berpikir kritis siswa. Proses keterampilan berpikir kritis

peserta didik dilihat dari setiap langkah-langkah penyelesaian dalam

menjawab tes. Sesuai dengan apa yang dinyatakan Ennis (2001) dalam

menyusun tes lebih baik dengan menggunakan pertanyaan terbuka,

karena lebih mudah diadaptasi oleh diri sendiri dan lebih komprehensif

dalam menilai keterampilan, pengetahuan atau kompetensi yang ingin

diukur. Begitupun dengan Bialin (2002 dalam Hafsah, 2012) salah satu

peneliti dibidang berpikir kritis juga menganjurkan agar tes berpikir kritis

dibuat dalam bentuk essai.

Rubrik penskoran tes esai mengacu pada rubric penskoran menurut

Stiggins (1994) yang diuraikan padaTabel 3.2.

Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Esai Berpikir Kritis

Skor IndikatorPenilaian

5 Jawaban yang diberikan jelas, fokus, dan akurat. Hubungan antara

jawaban soal tergambar jelas.

3 Jawaban yang diberikan jelas dan cukup fokus, namun kurang lengkap.

Keterkaitan antara jawaban dengan soal kurang akurat.

1

Jawaban yang diberikan kurang sesuai dengan apa yang dimaksudkan

dalam soal, berisi informasi yang tidak akurat, atau menunjukan

(25)

24

jelas, tidak memberikan contoh yang mendukung.

0 Tidak ada jawaban

Soal uraian yang telah dibuat berdasarkan indikator keterampilan

berpikir kritis ini sebelumnya dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya

pembeda dan tingkat kesukaran dari instrumen tersebut, agar instrumen

tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian ini, yakni untuk

mengukur keterampilan berpikir kritis.

a. Validitas instrumen penelitian

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat

ketepatan/keabsahan sebuah instrumen (Arikunto, 2011). Suatu

instrumen dikatakan valid jika alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.

Validitas sebuah tes dilakukan dengan penilaian oleh ahli (Expert

judgement) dibidangnya.

b. Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan suatu tes.

Sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang

ajeg/konsisten. Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 100), reliabilitas

instrumen dalam bentuk uraian dapat menggunakan rumus alpha

sebagai berikut:

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas yang dicari

n = jumlah butir soal

= varians skor total

∑ = jumlah varians skor tiap butir soal

Interpretasi derajat reliabilitas menurut Guilford (Suherman, 1990:

177 dalam Prasetyani), yaitu:

. . . (3.1)

(26)

25

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Nilai r11 Interpretasi

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

c. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu

sukar. Soal yang terlalu mudah tidak mendorong siswa untuk

mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu

sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak

mempunyai semangat untuk mengerjakannya.Bilangan yang

menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran (dificullty index). Menurut Arikunto (2011), besarnya

indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran ini

menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran

0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks

1,00 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Rumus mencari

(indeks kesukaran) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan

benar

(27)

26

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto (2011), indeks kesukaran sering diklasifikasikan

dalamTabel 3.5.

Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran

Nilaip Interpretasi

P < 0.3 Sukar

0.3 P 0.7 Sedang

P > 0.7 Mudah

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang

berkemampuan rendah. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar

oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang

berkemampuan rendah, artinya soal itu tidak baik, karena tidak

mempunyai daya pembeda. Demikian pula apabila semua siswa baik

siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan

rendah tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik

juga, karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah

soal yang dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi

saja.Seluruh peserta tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok atas (kelompok siswa berkemampuan tinggi) dan kelompok

bawah (kelompok siswa berkemampuan rendah). Jika seluruh

kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan

seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut

mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua

kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah

menjawab benar, maka nilai D -1,00. Akan tetapi, jika siswa

kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab

benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut

mempunyai nilai D 0,00. Hal ini dikarenakan soal tidak mempunyai

(28)

27

daya pembeda dapat ditentukan dengan nilai indeks diskriminasi

sebagai berikut.

Keterangan:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab

benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 218), daya pembeda dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda

NilaiDP Interpretasi

Bertandanegative SangatBuruk

DP < 0.20 Buruk

0.20 < DP < 0.40 Cukup

0.41 < DP < 0.70 Baik

0.70 < DP < 1.00 BaikSekali

Setelah tes butir soal tersebut diujicobakan, maka tes tersebut

diberikan saat pretes dan postest, hal ini dilakukan untuk melihat

apakah ada pengaruh setelah diberikan materi dengan perlakuan

pembelajaran pendekatan Brain Based Learning.Berikut ini adalah

(29)

28

Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis

2. IntrumenNon Tes

a. Lembar Observasi

Lembar observasi ditujukan untuk mengetahui persentase

keterlaksanaan pendekatan brain based learning sesuai dengan

RPP yang telah disusun. Lembar observasi diisi oleh observer saat

pelaksanaan pembelajaran berlangsung. No.

Soal

Daya Pembeda Taraf Kemudahan Reliabilitas

Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Skor Interpretasi

(30)

29

b. Skala Sikap

SkalaSikapdigunakanuntukmengumpulkaninformasitentangtangga

pansiswaterhadappembelajaran yang terbagi kedalam duajenis

pernyataan positif dan pernyataan negatif.Skalasikap yang dibuat

menggunakan skala likert, yang terdiri dari empat pilihan jawaban

yaitu: SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS

(Sangat tidak setuju).

F. Teknik Pengolahan Data

1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis

Peningkatan keterampilan berpikir kritis dilakukan berdasarkan

peningkatan skor dari hasil pretest ke posttest siswa kemudian

dilanjutkan dengan analisis gain yang dinormalisasi. Persamaan yang

digunakan dalam menghitung N-gain menggunakan rumus sebagai

berikut:

Kriteria klasifikasi indeks N-gain disajikan selangkapnya dalam

Tabel3.8.

Tabel 3.7 Kategori Skor N-Gain yang Dinormalisasi

2. Keterlaksanaan Pendekatan Brain Based Learning

Lembar observasi disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan pembelajaran

yang menerapkan pendekatan brain based learning. Keterlaksanaan

kegiatan pembelajaran dalam lembar observer ini disertai pilihan kategori “terlaksana“ dan “tidak terlaksana”. Untuk kategori “terlaksana” dilihat juga kategori kualitas keterlaksanaannya yang

Indeks N-Gain Kriteria

Tinggi

Sedang

Rendah

(31)

30

terdiri dari kategori KB (KurangBaik), B (Baik), dan BS (BaikSekali).

Dalam menentukan keterlaksanaan pembelajaran yang memiliki

kriteria KB (Kurang Baik) jika sedikit (±0%-30%) siswa yang

merespon, keterlaksanaan dengan kriteria B (Baik) jika hanya

sebagian (±30%-70%) siswa merespon, sementara untuk

keterlaksanaan dengan kriteria BS (Baik Sekali) jika hamper semua

(±70%-100%) siswa merespon. Data yang diperoleh dari hasil

observasi digunakan sebagai data pendukung yang menggambarkan

suasana pembelajaran fisika dengan menggunakan pendekatan Brain

Based Learning. Data tersebut dianalisis dengan menghitung

persentase keterlaksanaan ( ) yang menggunakan rumus sebagai

berikut:

Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

K (Keterlaksanaan) % Kriteria

0 Tak satu kegiatan pun terlaksana

0<K<25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana

25<K<50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

50 Setengah kegiatan terlaksana

50<K<75 Sebagian besar kegiatan terlaksana

75<K<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

100 Seluruh kegiatan terlaksana

3. Respon Skala Sikap

Analisis data dari skala sikap bertujuan untuk mengetahui respon siswa

terhadap penerapan pembelajaran brain based learning. Skala sikap

yang dibuat memuat pernyataan yang memiliki empat pilihan jawaban

SS (Sangat setuju), S (Setuju), TS (Tidak setuju) dan STS (Sangat

Tidak Setuju). Kemudian jawaban tersebut dinyatakan dalam

persentase. Hasil persentase ini bisa mengetahui tanggapan siswa

(32)

31

dengan cara menghitung jumlah seluruh siswa yang memilih poin-poin

yang tersedia, kemudian jumlah tersebut diubah kedalam bentuk

persentase dengan cara sebagai berikut:

Keterangan:

R = Persentase responden yang menjawab

P = Jumlah responden yang memilih masing-masing poin-poin

yang tersedia

F = Jumlahseluruhresponden

Tabel 3.9 Kriteria Persentase Respon Skala Sikap

K (Keterlaksanaan) % Kriteria

0 Tak seorangpun

0<R<25 Sebagian kecil

25<R<50 Hampir setengahnya

50 Setengahnya

50<R<75 Sebagian besar

75<R<100 Hampir seluruhnya

100 Seluruhnya

(33)

Fatimah, Sayyidah. 2014

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKATERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh

pendekatan brain based learning dalam pembelajaran fisika terhadap

peningkatkan keterampilan berpikir kritis diperoleh N-gain sebesar 0.42 dan

menunjukan peningkatan pada kategori sedang. Ditinjau dari tiap sub

indikatornya maka untuk sub indikator “Analisis argumen” sebesar 0.37, sub

indikator “menanyakan dan menjawab klarifikasi pertanyaan yang

menantang” sebesar 0.54, sub indikator “menilai kredibilitas sumber” sebesar

0.62, dan sub indikator “membuat keputusan dan mempertimbangkan

hasilnya” sebesar 0.66. Masing-masing nilai tersebut menunjukan bahwa

peningkatan yang diperoleh pada kategori sedang.

B. Saran

Dari keseluruhan kegiatan penelitian yang telah dilakukan, diajukan

beberapa saran, diantaranya:

1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan supaya saat pembelajaran dikelas

tidak terlalu banyak menyita waktu ditahap “inisiasi dan akuisisi” dengan

mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS), tapi memperbanyak tanya jawab

secara langsung antara siswa dengan guru supaya mampu melatih

keberanian siswa dan mampu melatih keterampilan berpikir kritis peserta

didik lebih optimal lagi.

2. Disarankan setiap tahapan brain based learning dilakukan secara

sempurna dan tidak diharuskan seluruh tahapan dilakukan dalam satu

(34)

47

3. Untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis memerlukan waktu yang

lebih lama karena dalam melatihkan keterampilan berpikir kritis tidak

dapat langsung diperoleh hanya dengan menghapalkan, tapi perlu dilatih

Gambar

Tabel
Tabel 1. Nilai Rata-rata tes keterampilan berpikir kritis
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran
+6

Referensi

Dokumen terkait

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2012 (DALAM RUPIAH). LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Peningkatan kemampuan matematika dalam konsep berhitung setelah melakukan permainan tradisiona l “Gepuk Pole” pada anak kelompok B di TK Kartika IX-8, pada siklus II

[r]

Honolulu: The University Press of Hawaii.. Conversation Analysis: Studies from The

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul

[r]

4.12 Hasil Pretest dan Posttest Peserta Pembekalan dalam Implementasi Model Capacity Building untuk Materi Masalah Penyalahgunaan NAPZA : Akibat Orang Menyalahgunakan

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum , Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum