• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa SMPN 27 Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Lucky Heriyanti Jufri

1201108

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Oleh

Lucky Heriyanti Jufri

S.Si UPI Bandung, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Lucky Heriyanti Jufri 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS DAN

SELF-EFFICACY SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Lucky Heriyanti Jufri 1201108

Tesis Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:

Pembimbing I

H. Bana G. Kartasasmita, Ph. D NIP. 130676130

Pembimbing II

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes. NIP. 19680511191011001

Mengetahui :

Ketua Program StudiPendidikanMatematika SekolahPascasarjanaUniversitasPendidikan Indonesia

(4)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN………... i

KATA PENGANTAR……… ii

UCAPAN TERIMA KASIH………. iii

ABSTRAK………. v

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

DAFTAR DIAGRAM……… xiii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian……….. 1

B. Rumusan Masalah……….. 10

C. Tujuan Penelitian………... 10

D. Manfaat Penelitian………. 11

E. Definisi Operasional……….. 11

1. Pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS)……… 12

2. Literasi Matematis………... 12

(5)

vii

4. Pembelajaran Konvensional ………... 13

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA A. Literasi Matematis………. 15

B. Self-Efficacy………... 24

C. Pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS)………. 32

D. Pembelajaran Konvensional ……… 40

E. Penelitian yang Relevan………. 40

F. Teori Belajar yang Mendukung………. 42

G. Pengaruh Double Loop Problem Solving (DLPS) Terhadap Kemampuan Literasi Matematis Level 3 dan Self-Efficacy... 44

H. Hipotesis Penelitian………... 47

BAB 3 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian………... 49

B. Populasi Dan Sample………. 50

C. Variabel Penelitian………. 50

D. Instrumen Penelitian……….. 51

1. Tes Awal Kemampuan Matematis (KAM)……….. 51

2. Tes Literasi Matematis………. 52

3. Instrumen Non Tes………... 59

E. Analisis Data……….. 62

1. Analisis Kemampuan Literasi Matematika……….. 62

2. Data Hasil Skala Self-Efficacy……….. 63

F. Prosedur Penelitian……… 65

(6)

viii

2. Tahap Pelaksanaan………... 66

3. Prosedur Penelitian……….. 66

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian……….. 69

1. Deskripsi Kemampuan Literasi Matematis Level 3………. 69

2. Analisis Skor Pretes Literasi Matematika Level 3……… 71

3. Analisia Skor N-Gain Literasi Matematis Level 3 Siswa Berdasarkan Pembelajaran………... 74

4. Analisis Skor N-Gain Literasi Matematis Level 3 Siswa Berdasarkan KAM dan Pembelajaran……… 78

5. Analisis Self-Efficacy………... 82

B. Pembahasan……… 86

C. Keterbatasan………... 94

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……… 95

(7)

v ABSTRAK

Lucky Heriyanti Jufri (2014). Penerapan Double Loop Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan Self-Efficacy Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian ini didasarkan pada rendahnya kemampuan literasi matematis siswa. Selain faktor kognitif, ada hal lain yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam pembelajaran, yaitu aspek psikologis. Salah satu aspek psikologis tersebut adalah self-efficacy. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, serta dampak pendekatan tersebut terhadap self-efficacy siswa baik ditinjau secara keselurahan, maupun berdasarkan kategori kemampuan awal matematis (KAM). Desain yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non-ekuivalen dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 27 Bandung. Instrumen penelitian terdiri dari tes KAM, tes kemampuan literasi matematis level 3 dan angket skala sikap self-efficacy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS berbeda secara signifikan dengan siswa memperoleh pembelajaran secara konvensional, peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 siswa untuk kategori KAM tinggi dan sedang kelas yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS berbeda secara signifikan dengan siswa kelas konvensional, serta Self-efficay siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS tidak berbeda secara signifikan dengan siswa di kelas yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

(8)

vi ABSTRACT

Lucky Heriyanti Jufri (2014). Implementation of Double Loop Problem Solving for Improving Mathematical Literacy and Self-Efficacy Students in Junior High School Student.

The study was based on low ability students' mathematical literacy. In addition to cognitive factors, there are other things that affect a person's success in learning, which is the psychological aspect. One of these is the psychological aspect of self-efficacy. To solve both these problems, the research conducted using the Double Loop Problem Solving approach (DLPS). The purpose of this study was to compare the increase in mathematical literacy skills level 3 students who received learning approach with students who obtain DLPS conventional learning, and the impact of this approach to student self-efficacy in keselurahan well reviewed, and based on early mathematical ability category (KAM) . The design used is the design of a non-equivalent control group using purposive sampling technique. The samples were in the eighth grade students of SMP Negeri 27 Bandung. The research instrument consisted of KAM test, test level 3 mathematical literacy skills and attitudes questionnaire self-efficacy scale. The results of this study showed that increasing mathematical literacy skills level 3 students who received learning DLPS approach differs significantly from conventional learning students gain, increase the ability of mathematical literacy level 3 students for high KAM categories and classes are gained by learning different approaches DLPS significant with conventional grade students, as well as Self-efficay grade students acquire learning experiments with DLPS approach did not differ significantly with students in the classroom who acquire conventional learning.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu tujuan pendidikan tertuang di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 33 bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan tersebut pemerintah telah mempersiapkan komponen-komponen yang dapat mendukung terwujudnya tujuan pendidikan. Salah satu komponen tersebut ialah kurikulum pendidikan yang memuat standar isi kompetensi-kompetensi yang dapat dimiliki oleh peserta didik. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas (2006) menyatakan bahwa matematika mendasari perkembangan teknologi maju, mempunyai peran penting dalam berbagai displin, dan memajukan daya pikir manusia.

(10)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa tujuan mempelajari matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah; menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran matematika tingkat SMP / MTs, matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logarima, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

(11)

Mencermati tujuan yang ingin dicapai pada uraian di atas, tampak ada kesesuaian atau kesepahaman dengan tujuan dari PISA yaitu agar siswa memiliki kemampuan literasi matematis.

Dari sekian banyak studi internasional, ada tiga studi utama yang juga disebut-sebut sebagai instrumen untuk menguji kompetensi global saat ini sehingga dapat diketahui kesiapan siswa untuk bersaing di era globalisasi, salah satu diantaranya yaitu PISA (Programme for international Student Assesment). The PISA 2003 Assesment framework : mathematics, reading, science and problem solving knowledge and skill (OECD, 2003) mendefinisikan literasi matematis sebagai kemampuan untuk mengenal dan memahami peran matematika di dunia, untuk disajikan sebagai landasan dalam menggunakan dan melibatkan diri dengan matematika sesuai dengan kebutuhan siswa sebagai warga Negara yang konstruktif, peduli, dan reflektif. Menurut draft assessment framework PISA 2012 literasi matematis didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian. Oleh sebab itu, soal-soal yang diberikan dalam PISA disajikan sebagian besar dalam konteks dunia nyata sehingga dapat dirasakan manfaat matematika itu untuk memecahkan permasalahan kehidupan keseharian. Tujuannya adalah untuk mendorong suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar matematika dengan memberikan penekanan yang kuat pada penggunaan matematika dalam proses pemecahan masalah dalam konteks dunia nyata.

(12)

Indonesia mengikuti PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaan. Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki rangking ke-61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Hasil PISA yang rendah tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor penyebab antara lain siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan PISA. Adapun salah satu contoh dari soal matematika yang disajikan dalam PISA adalah sebagai berikut :

A pizzeria serves two round pizzas of the same thickness in different sizes. The smaller one has a diameter of 30 cm and costs 30 zeds. The larger one has a diameter of 40 cm and costs 40 zeds. Which pizza is better value for money? Show your reasoning! (PISA 2003)

Sebuah kedai pizza menyajikan dua pilihan pizza dengan ketebalan yang sama namun berbeda dalam ukuran. Pizza yang kecil memiliki diameter 30 cm dan harganya 30 zed dan pizza yang besar memiliki diameter 40 cm dengan harga 40 zed. Pizza manakah yang lebih murah. Berikan alasannya!

P4TK (2011) menyatakan bahwa tujuan pertanyaan tersebut untuk menerapkan pemahaman tentang luas dan nilai uang melalui suatu masalah. Dari seluruh siswa di dunia yang mengikuti tes, hanya 11% yang menjawab benar. Oleh karena itu, agar dapat menyelesaikan soal tersebut diperlukan kemampuan memecahkan masalah yang terdiri atas empat tahap, yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, dan mengecek hasil pemecahan masalah, serta diperlukan juga kreativitas yang tinggi. Maka menjadi suatu tugas bagi pendidik untuk membantu siswa dalam peningkatan kemampuan-kemampuan yang dituntut agar dapat bersaing dengan negara-negara peserta PISA dan TIMSS.

(13)

berkaitan dengan mengukur kemampuan siswa untuk dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara beruntun. Siswa dapat menerapkan strategi pemecahan masalah yang sederhana. Adapun alasan peneliti meneliti level 3 antara lain:

a. Menurut studi PISA siswa Indonesia telah dapat menyelesaikan atau menempati literasi matematika pada level 1 dan level 2.

b. Memperkuat step by step atau tahap demi tahap pada level pengukuran literasi matematis. Dengan tercapainya kemampuan literasi matematis level 3 siswa, tidak menutup kemungkinan tujuan pembelajaran matematika seperti pemahaman dan penalaran masalah akan tercapai.

Peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian ini di tingkat SMP, karena kemampuan Literasi Matematis juga dilakukan untuk jenjang pendidikan setingkat SMP. Secara umum nilai matematika siswa untuk tingkat SMP memiliki nilai yang baik dalam studi matematika, salah satu contoh seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.1

Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Matematika

Tahun Ajaran

Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Matematika

SMP

Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Matematika

Indonesia

2009/2010 8,79 7,78

2010/2011 9,00 7,89

2011/2012 8,56 5,78

(14)

Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran matematika tentang perolehan nilai UN matematika siswa dengan proses belajar mengajar sehari-hari. Hasil wawancara dengan Neng Suarti S.Pd yang telah 12 tahun mengajar disekolah itu menyatakan bahwa siswa sebelum menghadapi UN selalu diberikan soal-soal UN dari tahun-tahun sebelumnya. Soal-soal yang dimunculkan pada UN biasanya tidak berbeda dengan soal-soal UN dari tahun sebelumnya. Bahkan banyak soal yang secara umum sama dan hanya nominal angka pada soal saja yang berbeda. Dengan kata lain siswa telah terbiasa menyelesaikan soal-soal UN tersebut yang bersifat rutin dari pada menyelesaikan soal-soal non rutin seperti yang ada pada PISA. Padahal menurut KTSP dan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi matematika tingkat SMP mempunyai tujuan yang sama dengan PISA yaitu agar siswa memiliki kemampuan literasi matematis setelah mempelajari konsep-konsep matematika. Akan tetapi, hasil yang diperoleh oleh siswa Indonesia dalam PISA belum memuaskan dibandingkan dengan hasil Ujian Nasional yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, peneliti berkeinginan untuk meneliti tentang kemampuan literasi matematis dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa SMP.

Alternatif pendekatan yang bisa digunakan untuk persoalan-persoalan di atas adalah dengan menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving. Pendekatan ini menurut Dooley (1999), merupakan keputusan yang dibuat mengenai informasi apa dikumpulkan, bagaimana menafsirkannya, dan bagaimana informasi yang terbaik harus dimanfaatkan. Jenis pendekatan ini melibatkan kreativitas dan kritis berpikir. pendekatan ini sering membantu dalam memahami mengapa solusi tertentu bekerja lebih baik dari orang lain untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.

(15)

menyelesaikan masalah hingga menafsirkan penyelesaian masalah matematika yang telah dilakukan sesuai dengan konsep dan konteks yang ada. Diharapkan melalui proses atau tahapan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving ini dapat mendorong siswa untuk menuangkan ide-ide matematis melalui tulisan, lisan maupun mendemonstrasikannya serta mampu memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya.

Selain kemampuan literasi matematis, terdapat aspek lain yang juga memberikan pengaruh yaitu aspek psikologis. Aspek psikologis ini turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas/soal dengan baik. Salah satu aspek psikologis tersebut adalah self-efficacy. Self-efficacy merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan prestasi matematika seseorang. Self-efficacy berkaitan dengan penilaian seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penilaian kemampuan diri yang akurat merupakan hal yang sangat penting, karena perasaan positif yang tepat tentang self-efficacy dapat mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi internal, dan memungkinkan siswa untuk meraih tujuan yang menantang (Bandura, 2006). Selain itu diperkuat juga oleh Fennema dan Sherman (dalam Cleary, Breen, O’Shea, 2010) bahwa keyakinan pada kemampuan seseorang untuk belajar matematika telah ditemukan memiliki korelasi positif yang kuat dengan prestasi matematika. Siswa yang memiliki self-efficacy rendah akan cenderung ragu-ragu dalam penyelesaian masalah matematika. Sebaliknya siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan sangat yakin dengan yang akan dikerjakannya dan cenderung akan melakukan kegiatan lebih sulit yang mungkin tidak dapat diraih, sehingga ia mengalami kesulitan dan kegagalan.

(16)

berbagai kesulitan, dan pemikiran mempola serta reaksi-reaksi secara emosional yang mereka alami (Bandura, 1998).

Self-efficacy ini juga menjadi bagian dari tujuan pembelajaran matematika sekolah menengah pertama. Tuntutan pengembangan kemampuan self-efficacy yang tertulis dalam kurikulum matematika antara lain menyebutkan bahwa pelajaran matematika harus menanamkan sikap menghargai, kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, ulet, minat dalam mempelajari matematika, percaya diri serta pemecahan masalah. Oleh sebab itu, dibutuhkan self-efficacy yang baik dalam diri siswa agar dapat berhasil dalam proses pembelajaran.

Schunk (1987) mengatakan bahwa siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin akan menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Siskandar (dalam Somakim, 2010) yang mengemukakan dari sisi siswa, khususnya siswa yang berkemampuan rata-rata dan di bawah rata-rata masih belum mencapai standar kompetensi yang diharapkan, sehingga cenderung kehilangan kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Pernyataan ini memberikan isyarat bahwa agar siswa dapat berhasil dalam melakukan eksplorasi maka dia harus mempunyai self-efficacy yang tinggi terhadap matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu pembelajaran yang mampu menumbuh kembangkan kemampuan self-efficacy siswa.

(17)

untuk menjadi pribadi yang lebih berani, ekspresif dan kreatif. Hal ini dapat dimunculkan ketika siswa diminta untuk mengerjakan soal-soal pemecahan masalah secara berkelompok, sehingga mereka dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan berdasarkan ide-ide yang mereka miliki, memberikan pendapat, saran maupun pertanyaan yang ingin mereka lontarkan. Selain itu, pada langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan DLPS ini siswa diarahkan untuk dapat meyakini masalah mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu agar dapat memberikan jalan serta solusi untuk menyelesaikan masalah utama yang diminta pada soal.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang berfokus tentang pendekatan Double Loop Proble Solving (DLPS) ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi matematis level 3 dan self-efficacy siswa. Untuk menunjang terlaksananya DLPS dengan baik maka perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu level sekolah dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah). Bagaimanapun juga penerapan DLPS pada level sekolah yang berbeda perlu menjadi perhatian, karena level sekolah identik dengan kualitas pendidikan serta hasil belajar siswa. Selain itu, faktor kemampuan awal matematis juga berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa. Pada umumnya kemampuan siswa di sekolah terbagi atas tiga kelompok yakni siswa kelompok atas, siswa kelompok sedang dan siswa kelompok rendah. Galton (Ruseffendi, 2005) mengatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak, akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal.

(18)

matematika yang baik tentang materi dan konsep matematika yang telah mereka pelajari.

Peneliti berkeinginan untuk meneliti ada atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan Literasi Matematis siswa SMP melalui pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving dengan pembelajaran konvensional. Selain itu peneliti juga berkeinginan untuk meneliti pengaruh yang ditimbulkan melalui pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving terhadap self-efficacy siswa SMP. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka peneliti menuangkan masalah tersebut dalam judul penelitian Penerapan Double Loop Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis dan

Self-Efficacy Siswa SMP Dalam Pembelajaran Matematika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah peningkatan literasi matematis level 3 siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan literasi matematis level 3 pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving dan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah) ?

3. Apakah self-efficacy pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

(19)

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, penelitian ini mempunyai tujuan untuk :

1. Membandingkan peningkatan literasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

2. Menelaah perbedaan peningkatan literasi matematis siswa pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan kategori KAM.

3. Membandingkan self-efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, diharapakan penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan

untuk pengembangan pembelajaran khususnya dalam pembelajaran mata pelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi matematis dan self-efficacy siswa.

(20)

3. Untuk para siswa, diharapkan dapat mendorong para siswa agar ikut terlibat aktif dalam pembelajaran serta mampu membantu siswa dalam proses peningkatan kemampuan Literasi Matematis level 3.

4. Untuk pihak sekolah, diharapkan bisa memberikan masukan atau saran dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

E. Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah atau variabel yang digunakan, berikut ini akan dijelaskan pengertian dari istilah atau variable-variabel tersebut :

1. Pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS)

Double Loop Problem Solving (DLPS) menurut Dooley (1999) adalah jenis pendekatan pemecahan masalah yang menekankan pada pencaraian penyebab utama dari timbulnya masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap/pemisah yang menjadi penyebab masalah itu. Kegiatan ini dilakukan dalam dua loop terpisah, dimana loop pertama diarahkan kepada pendeteksian penyebab utama dari timbulnya masalah, kemudian merancang dan mengimplementasikan sebuah solusi yang disebut solusi sementara. Sedangkan loop kedua menekankan pada pencarian dan penemuan penyebab ditingkat yang lebih tinggi dari masalah itu, kemudian merencanakan dan mengimplementasikan solusinya, yang disebut solusi utama.

Secara umum double loop problem solving meliputi :

a. Mengidentifikasi masalah, tidak hanya gejalanya (identifying the problem, not just the symptoms).

b. Mendeteksi penyebab langsung, dan secara cepat menerapkan solusi sementara (detecting direct couses and rapidly applying temporary solutions). c. Mengevaluasi keberhasilan dari solusi sementara (evaluating the success of

(21)

d. Memutuskan apakah analisis akar masalah diperlukan, jika diperlukan dilanjutkan ke loop kedua (deciding if root cause analysis is needed, and if so).

e. Mendeteksi penyebab masalah yang tingkatannya lebih tinggi (detecting higher level causes).

f. Merancang solusi akar masalah (designing root cause solutions).

2. Literasi Matematis

Definisi literasi matematis menurut draft assessment framework PISA 2012 diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian.

Literasi matematis level 3 mengukur kemampuan siswa untuk dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara beruntun. Siswa dapat menerapkan strategi pemecahan masalah yang sederhana.

3. Self-Efficacy

Self-Efficacy menurut Bandura adalah pertimbangan seseorang terhadap kemampuannya mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Adapun mekanisme umum terbentuknya self-efficacy atau biasa disebut efficacy expectation menurut Bandura (1977) antara lain:

(22)

2. Vicarious Experience, hal ini berkitan dengan observasi atau memperhatikan terhadap orang lain.

3. Verbal Persuasion, hal ini merupakan suatu pendekatan yang dilakukan melalui perkataan atau ucapan (verbal), untuk menyakini seseorang bahwa ia memiliki kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu.

4. Emotional arousal, hal ini tergantung kepada reaksi fisiologis seseorang, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Reaksi fisiologis yang menyenangkan dapat menyebabkan seseorang meragukan kemampuannya dalam menyelesaikan sesuatu, dan sebaliknya.

4. Pembelajaran Konvensional

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan kemampuan literasi matematis level 3 dan self-efficacy siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan DLPS dan konvensional, sehingga pada penelitian ini digunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen belajar dengan pendekatan DLPS, sedangkan kelas kontrol belajar matematika secara konvensional. Disebabkan penelitian ini dilakukan di sekolah, maka peneliti tidak mungkin membentuk dua kelas yang siswanya dipilih secara acak, sehingga pada penelitian ini peneliti menggunakan kelas yang telah terbentuk sebelumnya dan keadaan subjek diterima sebagaimana adanya, dengan demikian penelitian ini adalah kuasi eksperimen.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen (nonequivalent control grup design). Desain penelitiannya digambarkan sebagai berikut :

Kelas Eksperimen : O X O ---

Kelas Kontrol : O O

Keterangan :

O : Tes awal (pretest) dan Tes akhir (posttest)

X : Pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving (DLPS)

(24)

sedangkan skor postes bertujuan untuk melihat peningkatan yang disebut dengan N-Gain pada kedua kelas tersebut.

B. Populasi dan Sampel

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu sekolah menengah pertama di kota Bandung, yaitu SMP Negeri 27 Bandung. Sekolah ini adalah sekolah menengah pertama dengan cluster sedang sesuai dengan pengkategorian distrik kota Bandung. Pengkategorian ini berdasarkan pada prestasi yang diperoleh dalam ujian nasional dan passing grade dalam penerimaan siswa baru. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Negeri 27 Bandung. Pemilihan kelas VIII untuk penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa materi bangun ruang sisi datar diajarkan pada kelas VIII. Peneliti mengambil sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana peneliti mengambil kelas-kelas yang sudah terbentuk berdasarkan pertimbangan guru matematika. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak dua kelas, yaitu siswa kelas VIII-B (kelas eksperimen) dan siswa kelas VIII-D (kelas kontrol) di SMP Negeri 27 Bandung tersebut. Hal ini dikarenakan menurut guru tersebut, kemampuan matematika keseluruhan siswa kelas VIII di sekolah itu rata-rata sama.

C. Variabel Penelitian

(25)

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving, sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah kemampuan Literasi Matematis dan self-efficacy siswa. KAM siswa pada penelitian ini merupakan variabel kontrol.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu jenis tes dan non-tes. Instrumen jenis tes adalah instrumen Literasi Matematis level 3, sedangkan instrumen jenis non tes adalah angket self-efficacy siswa. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Kemampuan awal matematis siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum perlakuan diberikan. Kemampuan awal matematis ini diperoleh melalui seperangkat tes dan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran matematika. Berdasarkan skor kemampuan awal matematika yang diperoleh, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Tes KAM terdiri dari 25 butir soal dimana untuk penskoran tiap butir soal yang dijawab dengan benar akan diberikan skor 1, sedangkan untuk jawaban yang salah diberikan skor 0. Soal KAM diadaptasi dari disertasi Somakim (2010) dan soal UN. Soal juga telah diujicobakan kepada sepuluh orang siswa di luar sampel penelitian untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan memperoleh gambaran apakah setiap soal yang diberikan dapat dipahami oleh siswa. Kriteria pengelompokan berdasarkan KAM siswa adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Kriteria Pengelompokan KAM Siswa

(26)

Tinggi x + SB Sedang -SB < x < + SB

Rendah x - SB

Siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu siswa kategori KAM tinggi, KAM sedang dan KAM rendah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B. selanjutnya hasil pengklasifikasian didiskusikan bersama guru bidang studi hingga diperoleh data siswa dikelompokkan berdasarkan kategori KAM sebagai berikut:

Tabel 3.2

Distribusi Siswa Berdasarkan Kategori KAM

Kategori KAM Kelompok Kelas Total

Eksperimen (Eks) Kontrol (Kont)

Tinggi 8 9 17

Sedang 20 19 39

Rendah 7 9 16

2. Tes Literasi Matematis

(27)

diujikan pada penelitian ini terdiri dari 5 butir soal. Alokasi waktu tang diberikan adalah 80 menit.

Skor penilaian pada penelitian ini berdasarkan penilaian kemampuan proses. Menurut Stacey (2012) Literasi Matematis pada proses yaitu kemampuan siswa dalam merumuskan (formulate), menggunakan (employ) dan menafsirkan (interpret) untuk memecahkan masalah. Pedoman penskoran Literasi Matematis siswa diadopsi dari Linuhung (2013), berdasarkan teknik penskoran yang diadaptasi dari QUASAR General Rubric adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3

Pedoman Penskoran Literasi Matematis Level 3 Kemampuan

Pada Komponen

Proses

Indikator Respon Siswa Skor Skor

Maks Merumuskan Mengidentifikasi fakta-fakta dan merumuskan masalah secara matematis

Tidak ada jawaban 0

3

Mengidentifikasi namun kurang jelas dan kurang tepat 1

Mengidentifikasi fakta-fakta tetapi kurang lengkap dan

merumuskan masalah tetapi belum tepat 2

Mengidentifikasi fakta-fakta dan merumuskan masalah

dengan lengkap, jelas dan benar 3

Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan penalaran dalam matematika Strategi yang digunakan pada tahapan penyelesaian masalah

Tidak ada jawaban 0

2

Strategi yang digunakan kurang tepat 1

strategi yang digunakan tepat 2

Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu

Tidak ada jawaban 0

2

Melaksanakan perhitungan tetapi hanya sebagian yang benar 1

(28)

Menafsirkan matematika untuk memecahkan masalah Menarik kesimpulan dari satu kasus berdasarkan sejumlah data yang teramati

Salah sama sekali atau tidak menjawab sama sekali 0

3 Salah sama sekali dalam menarik kesimpulan dari satu kasus

berdasarkan sejumlah data yang teramati 1

Memberikan ilustrasi melalui hubungan-hubungan dari fakta-fakta yang ada, dan dapat menafsirkan tetapi lemah

argumennya. Menarik kesimpulan namun masih belum benar

2

Memberikan ilustrasi melalui model/ mengetahui sifat serta hubungan-hubungan dari fakta-fakta yang ada, dan menafsirkan dengan memberikan argumen yang kuat untuk

menarik suatu kesimpulan benar

3

Skor Total 10

Selanjutnya, sebelum instrumen digunakan untuk pretest dan posttest, peneliti harus melalui beberapa tahapan, yaitu instrumen yang akan dijadikan alat ukur tersebut harus terlebih dahulu di uji validasinya oleh beberapa validator seperti dosen pembimbing serta dosen lainnya. Kemudian soal diujicobakan untuk melihat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Adapun dari hasil uji coba tersebut akan dilihat validitas soal, reliabilitas soal, daya pembeda dan indeks kesukaran soal.

a. Validitas Butir Soal

Validitas merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan instrumen penelitian. Menurut Suherman dan Sukjaya (1990) suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Sejalan dengan hal tersebut, Ruseffendi (2005) mengatakan bahwa suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu mengukur apa yang semestinya diukur.

(29)

1) Validitas teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes literasi matematis level 3 yang berkenaan dengan validitas isi dan muka diberikan oleh para ahli.

Tes literasi matematis level 3, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh beberapa dosen pembimbing yang ahli dalam bidang pendidikan matematika dan beberapa orang penimbang yang berlatar belakang mahasiswa pascasarjana pendidikan matematika. Para pembimbing dan penimbang diminta untuk menilai atau mempertimbangkan dan memberikan masukan mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan matematis yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas VIII.

Pertimbangan validitas muka berdasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional. Setelah mendapat masukan tentang validitas teoretik tes, pada beberapa soal dilakukan revisi seperlunya.Selanjutnya tes diujicobakan dan dianalisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya.

2) Validitas empirik

Tujuan ujicoba empiris adalah untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas butir soal tes. Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu.Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefesien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan koefesien korelasi dengan menggunakan rumus product Moment dari Pearson (Russefendi, 1991).

Kriteria penafsiran koefesien korelasi menurut Guilford, J. P (Suherman, 2003) dapat dilihat pada tabel berikut ini :

(30)

Klasifikasi Koefesien Korelasi

Nilai Interprestasi

0,90 ≤ � < 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ � < 0,90 Tinggi

0,40 ≤ � < 0,70 Sedang

0,20 ≤ � < 0,40 Rendah

� < 0,20 Sangat rendah

Kriteria pengujianya adalah butir soal dikatakan valid jika thitung >ttabel dan soal

dikatakan tidak valid jika thitung ttabel. Harga ttabel diperoleh dari tabel distribusi t

dengan �= 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2).

[image:30.612.163.478.117.236.2]

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian soal tes literasi matematis level 3 tersebut diujicobakan pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 27 Bandung. Perhitungan validitas butir soal menggunakan ANATES V.4 For Windows. Data hasil uji coba soal tes serta validitas butir soal selengkapnya ada pada lampiran B. Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes yang telah dilakukan, diperoleh koefisien korelasi untuk masing-masing butir soal dan hasilnya dirangkum pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.5

Tingkat Validitas dari Uji Coba Soal Literasi Matematis Nomor Urut Soal Koefisien rxy Kategori Kriteria

1 0,688 Sedang Valid

2 0,174 Sangat Rendah Tidak Valid

3 0,585 Sedang Valid

4 0,686 Sedang Valid

5 0,818 Tinggi Valid

(31)
[image:31.612.104.535.244.309.2]

Berdasarkan data pada tabel di atas, maka untuk soal nomor 2 dan nomor 3 dilakukan perbaikan soal dan kemudian diujicobakan kembali di SMPN 27 Bandung pada kelas IX-A. Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes yang telah dilakukan, diperoleh koefisien korelasi untuk masing-masing butir soal dan hasilnya dirangkum pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.6

Tingkat Validitas dari Uji Coba Soal Literasi Matematis Nomor Urut Soal Koefisien rxy Kategori Kriteria

2 0,783 Tinggi Valid

3 0,965 Sangat Tinggi Valid

b. Reliabilitas Soal

Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa, reliabilitas instrumen adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi tersebut. Tingkat reliabilitas dari soal uji coba literasi matematis level 3 didasarkan pada klasifikasi Guilford (Suherman, 2003) sebagai berikut.

Tabel 3.7

Klasifikasi Derajat Reliabilitas

Nilai � Interprestasi

0,00 <�11 ≤ 0,20 Kecil

0,20 <�11 ≤ 0,40 Rendah

0,40 <�11 ≤ 0,70 Sedang

0,70 <�11 ≤ 0,90 Tinggi

0,90 <�11 ≤1,00 Sangat Tinggi

[image:31.612.152.485.464.579.2]
(32)
[image:32.612.111.533.141.208.2]

Tabel 3.8

Klasifikasi Derajat Reliabilitas

� Kriteria Kategori

Uji Coba 1 0,62 Reliabel Sedang

Uji Coba II 0,74 Reliabel Sangat Tinggi

Melihat hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa soal literasi matematis level 3 telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Analisis daya pembeda pada penelitian ini digunakan program ANATES V.4 For Windows dan daya pembeda uji coba soal kemampuan literasi matematis level 3 didasarkan pada klasifikasi di bawah ini (Suherman, 2003):

Tabel 3.9

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interprestasi DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40< DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤1,00 Sangat baik

[image:32.612.174.469.483.591.2]
(33)
[image:33.612.150.491.116.270.2]

Tabel 3.10

Tingkat Daya Pembeda Soal Literasi Matematis level 3

Nomor Soal DP Interpretasi

1 42,73 Baik

2 30,00 Cukup

3 70,91 Sangat Baik

4 40,91 Baik

5 41,82 Baik

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa daya pembeda hasil uji coba soal yang dilakukan menunjukkan bahwa soal yang diujicobakan memiliki daya pembeda dengan kategori cukup, baik dan sangat baik. Pada penelitian ini nilai daya pembeda soal yang digunakan > 0,20 agar soal yang digunakan dalam penelitian mampu membedakan antara siswa berkemampuan tinggi dan rendah

d. Indeks Kesukaran Soal

Analisis butir soal pada instrumen diperlukan untuk mengetahui tingkat kesukaran atau kesulitan soal yang telah dibuat, apakah soal tersebut tergolong soal yang sukar, sedang ataupun mudah. Menurut Suherman (2003) klasifikasi indeks kesukaran dipaparkan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.11

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran Kategori

TK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < TK < 0,30 Soal sukar 0,30 < TK < 0,70 Soal cukup (sedang)

[image:33.612.163.479.533.644.2]
(34)
[image:34.612.134.529.171.286.2]

Berdasarkan hasil uji coba instrumen yang telah dilakukan, diperoleh tingkat kesukarann soal literasi matematis level 3 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.12

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Nomor Soal TK Kategori

1 49,55 Sedang

2 83,18 Mudah

3 61,82 Sedang

4 42,27 Sedang

5 31,82 Sedang

Berdasarkan hasil uji coba instrumen di atas, diperoleh soal dengan kriteria mudah pada soal nomor 2, untuk kriteria sedang diperoleh dari soal nomor 1,3 dan 4 , dan untuk soal sedang mendekati sukar terdapat pada soal nomor 5.

3. Instrumen Non Tes

Teknik pengumpulan data untuk kemampuan self-efficacy siswa dilakukan dengan menggunakan teknik interview (wawancara) dan kuesioner (angket).

1. Kuesioner (angket)

Skala self-efficacy dalam kuesioner (angket) digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap kemampuannya melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal yang melibatkan kemampuan Literasi Matematis dengan baik. Keyakinan tersebut mencakup empat sumber yaitu Performance Accomplishment, Vicarious Experience, Verbal Persuasion, dan Emotional arousal. Berorientasi pada validitas konstruk dan validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak diukur, redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap bentuk format yang digunakan.

(35)

a. Skala self efficacy adalah unipolar, berkisar dari 0 hingga keyakinan maksimum. Skala bipolar dengan derajat negatif yang berarti seseorang tidak mampu melakukan aktivitas yang diharapkan merupakan hal yang tidak masuk akal.

b. Butir-butir pernyataan dalam skala self-efficacy harus dapat merepresentasikan konstruk yang ingin diukur.

c. Format respon skala Likert umumnya menggunakan lima pernyataan skala sikap. Namun, skala self-efficacy lebih baik menggunakan 11 respon skala, dengan interval 0-10 atau 0-100.

Pada penelitian ini digunakan format respon skala self-efficacy yang diadaptasi dari skala respon yang digunakan oleh Compeau & Higgins (1995) dan merujuk pada skala respon yang dikemukakan Bandura (2006).

Format respon skala self-efficacy pada penelitian ini diberikan sebagai berikut:

Tidak Begitu Yakin Sangat

Yakin Yakin

YA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak

(36)

Proses perhitungan menggunakan bantuan program ANATES V.4 For Windows. Dari hasil uji coba, proses perhitungan validitas dan reliabilitas skala self-efficacy matematis secara lengkap terdapat pada Lampiran B.

a. Analisis Validitas

Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan, dari 31 pernyataan yang diujikan, didapat bahwa sebanyak 28 item pernyataan valid yaitu pada butir pernyataan 1, 3, 4, 5, 7,8, 9, 10,11, 12, 14, 15, 16,17, 18,19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27 28, 29, 30, 31 dan 32. Sedangkan item pernyataan yang tidak valid yaitu butir pernyataan 2, 6 dan 26. Untuk pernyataan yang tidak valid tidak digunakan untuk mengukur self-efficacy matematis siswa.

b. Analisis Reliabilitas

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua pernyataan memenuhi syarat reliabel, dan untuk hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.

2. Wawancara

Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering digunakan jika kita ingin mengetahui sesuatu, apabila dengan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner (angket) atau teknik pengumpulan data lainnya belum bisa menggambarkan atau menjelaskan hal-hal yang ingin kita teliti. Pedoman dalam wawancara ini adalah wawancara terbuka yang dilakukan dengan beberapa siswa terkait dengan jawaban siswa pada soal tes kemampuan Literasi Matematis.

(37)

I. Analisis kemampuan Literasi Matematis

Hasil analisis tes Literasi Matematis digunakaan untuk menelaah peningkatan Literasi Matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan DLPS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu uji statistik yang digunakan adalah uji perbedaan dua rataan.

Tahapan uji rerata yang akan dilakukan antara lain:

Analisis kuantitatif literasi matematis level 3 diolah melalui tahapan sebagai berikut:

a. Menentukan skor peningkatan literasi matematis level 3 dengan rumus N-gain ternormalisasi Hake (1998) yaitu:

� � � � = % <� >−% <�1> 100−% <�1>

Keterangan:

� = Skor post-tes

�1 = Skor pre-tes

[image:37.612.174.468.475.550.2]

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterprestasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.13

Klasifikasi N-Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

a. Menguji normalitas data hasil pretes, postes dan N-Gain

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini diperlukan sebagai syarat pengujian dua rataan Hipotesis yang akan di uji adalah:

(38)

1 = Data tidak berdistribusi normal

Statistik uji yang digunakan adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan SPSS 16 for windows pada taraf signifikansi 5% dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig.(p-value) < α (α = 0,05), maka 0 ditolak

Jika nilai Sig.(p-value) ≥ α (α = 0,05), maka 0 diterima.

Jika data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji-nonparametrik dengan tidak melihat homogenitas.

b. Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai kesamaan variansi dua buah distribusi atau lebih. Jika data mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Adapun hipotesis yang diajukan adalah:

0 = Tidak terdapat perbedaan varian antar kedua kelompok 1 = Terdapat perbedaan varian antar kedua kelompok

Menguji homogenitas varians skor pre-test, post-test dan N-gain literasi matematis level 3 menggunakan uji Levene, dengan kriteria uji sebagai berikut: jika nilai Sig.(p-value) < α (α = 0,05), maka 0 ditolak

jika nilai Sig.(p-value) ≥ α (α = 0,05), maka 0 diterima.

c. Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan uji kesamaan rataan skor pretes, skor postes dan N-gain menggunakan uji perbedaan rataan.

II. Data hasil skala self-efficacy

(39)

perbedaan rataannya dengan menggunakan statistik parametrik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Siegel (1986) bahwa skala intreval ini adalah skala kuantitatif sejati pertama kita jumpai. Semua statistik parametrik biasa (rata-rata, standar deviasi, korelasi pearson, dan sebagainya) dapat diterapkan terhadap data dalam suatu skala interval.

Data yang terkumpul dari skala Self-Efficacy kemudian dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut.

1) Hasil jawaban skala Self-Efficacy matematika siswa diberi respon skala self-efficacy.

2) Menguji normalitas data hasil pretes, postes dan N-Gain

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini diperlukan sebagai syarat pengujian dua rataan Hipotesis yang akan di uji adalah:

0 = Data distribusi normal

1 = Data tidak berdistribusi normal

Statistik uji yang digunakan adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan SPSS 16 for windows pada taraf signifikansi 5% dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig.(p-value) < α (α = 0,05), maka 0 ditolak

Jika nilai Sig.(p-value) ≥ α (α = 0,05), maka 0 diterima.

Jika data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji-nonparametrik dengan tidak melihat homogenitas.

3) Pengujian homogenitas adalah pengujian mengenai kesamaan variansi dua buah distribusi atau lebih. Jika data mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Adapun hipotesis yang diajukan adalah:

(40)

Menguji homogenitas varians skor postes menggunakan uji Levene, dengan kriteria uji sebagai berikut:

jika nilai Sig.(p-value) < α (α = 0,05), maka 0 ditolak

jika nilai Sig.(p-value) ≥ α (α = 0,05), maka 0 diterima.

4) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan rataan skor self-efficacy menggunakan uji-t yaitu Independent Sample T-Test.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur atau tahapan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Adapun ketiga tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. penyusunan proposal penelitian berupa kajian teoritis terhadap pembelajaran DLPS yang akan digunakan, serta kemampuan Literasi Matematis sebagai kemampuan kognitif yang ingin diteliti hingga self-efficacy sebagai kemampuan afektif pada penelitian ini.

b. Mengajukan judul penelitian. c. Menyusun proposal penelitian. d. Seminar proposal penelitian.

e. Merevisi proposal penelitian berdasarkan hasil seminar.

f. Membuat instrumen penelitian, LKS, RPP dan lain sebagainya. g. Uji coba instrumen penelitian

(41)

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah: a. Menentukan sampel penelitian.

b. Mengadakan tes kemampuan awal matematis siswa, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal matematis siswa. c. Mengadakan pretes, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol untuk

mengetahui kemampuan awal literasi matematis level 3 siswa sebelum mendapat perlakuan.

d. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran DLPS di kelas eksperimen dan pembelajaran matematika secara konvensional di kelas kontrol.

e. Meminta observer untuk mengisi lembar observasi pada setiap pertemuan untuk mengetahui aktivitas guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan DLPS.

f. Mengadakan postes, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol untuk mengetahui peningkatan literasi matematis level 3 siswa setelah diberikan pembelajaran yang berbeda dimasing-masing kelas.

g. Memberikan angket self-efficacy pada siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengetahui self-efficacy matematika siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS dan pembelajaran konvensional

3. Prosedur Penelitian

(42)

Identifikasi Masalah Studi Literatur Rumusan Masalah Pembatasan Masalah

Penyusunan Bahan Ajar Penyusunan Instrumen

Pelaksanaan Penelitian Pemilihan Kelas Kontrol dan

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol Pretest Kelas Eksperimen

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran dengan Pendekatan DLPS

Postest

Analisis Data

Uji Hipotesis

(43)

(44)

95

Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa kesimpulan, yaitu;

1. Peningkatan Kemampuan literasi matematis level 3 siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS lebih baik dari pada siswa kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

2. Peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 siswa untuk kategori KAM tinggi dan sedang kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS berbeda dengan siswa kelas kontrol untuk kategori KAM tinggi dan sedang yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

3. Self-efficacy siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan DLPS tidak berbeda dengan siswa kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

B. Saran

Beberapa saran atau rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain:

1. Pembelajaran DLPS hendaknya dilakukan dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar di kelas yang kemampuan matematikanya baik, karena pembelajaran dengan pendekatan DLPS dapat meningkatkan literasi matematis siswa.

2. Bahasan matematika yang dikembangkan dalam penelitian ini hanya pada jenjang SMP dan pada materi bangun ruang sisi datar. Masih terbuka peluang untuk melakukan penelitian lanjutan pada jenjang dan materi lain.

(45)

Aini, I.N. (2013). Meningkatkan Literasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan

Keterampilan Proses Matematis. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Argyris, C. (1976). Single-Loop And Double-Loop Models In Research On Decision

Making. Administrative Science Quarterly, Vol. 21, No. 3. Cornel University.

[Online]. Tersedia: http://www.jstor.org/stable/2391848

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : Bumi Aksara

Bandura, A. (1977). Self-Efficacy : Toward a Unifiying Theory of Behavioral

Change. Standford University : Psychological review, vol.84, no.2, 191-215.

[Online]. Tersedia:http://www.ou.edu/cls/online/lstd5423/pdfs/bandura.pdf . (1989). Human Agency in Social Cognitive Theory. American

Psychologist, 44. [Online]. Tersedia: http:// www. des. emory. edu/ mfp/ Bandura 1989. pdf

. (2006). Guide for Constructing Self-Efficacy Scales, pp. 307-337. [Online].Tersedia http://www.uky.edu/~eushe2/Bandura/BanduraGuide2006.pdf Cartwright, S. (2002). Double-Loop Learning: A Concept and Process for Leadership

Educators. Volume 1, Issue 1 - Summer 2002 ISSN 1552-9045. [Online].

Tersedia:http://www.leadershipeducators.org/Resources/Documents/jole/2002_s ummer/JOLE_1_1.pdf

Compeau, D. R., & Higgins, C. A. (1995). Computer Self-Efficacy: Develipment of measure and initial test. MIS Quarterly. Volume 19, Number 2, pp. 189-211.

Cleary,J., Breen, S., O’Shea, A. (2010). Mathematical literacy and self-efficacy of

first year third level students. MSOR Connections, Vol 10 No 2.

[Online].Tersedia:http://www.heacademy.ac.uk/assets/documents/subjects/msor /10241_cleary_j_etal_mathliteracy.pdf

Dahar, R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

De Lange, J. (2003). Mathematics For Literacy, In Quantitative Literacy, Why

Numeracy Matters For Schools and Colleges, Proceeding Of The National Forum On Quantitave Literacy. Washington D.C : National Academy of

Science. [Online]. Tersedia:

http://www.maa.org/sites/default/files/pdf/QL/WhyNumeracyMatters.pdf

Dewanto, S. P. (2007). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel

Matematis Mahasiswa Melalui Belajar Berbasis-Masalah. Disertasi. UPI:

(46)

LearningDesign.[Online].Tersedia:http://www.bmt.smm.lt/wpcontent/uploads/2 009/09/6-100209-Jeff-Dooley-Problem-solving-as-a-Double-Loop-Learning-System.pdf

Gilmour, S & Pothier, P. (2010). Literacy Foundation Mathematics Curriculum 2010. British Columbia : Ministry Of Education.

Hake, R.R. (1999). Analazing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

Handayani, I. (2011). Penggunaan Model Method Dalam Pembelajaran Pecahan Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Dan Self-Efficacy Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Hayat, B & Yusuf, S. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa SMP. Disertasi UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kamaliya., Zulkardi., Darmawijoyo. (2013). Developing the Sixth Level of PISA-Like Mathematics Problems for Secondary School Students.IndoMS. J.M.E Vol. 4 No. 1 January 2013, pp. 9-28.

Kurniawati, L. Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kusumah, Y. S. (2011). Mathematical Literacy. Disajikan pada Seminar Nasional Matematika, Universitas Bandar Lampung.

Lestari, T. (1997). Dampak Metode Pemecahan Masalah terhadap Kemampuan

Berpikir Siswa dalam Pengajaran Matematika. Tesis UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

(47)

UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Margolis, H & McCabe, P.P. (2006). Improving Self-Efficacy and Motivation: What

To Do, What To Say. Vol 41, No. 4, March 2006. (pp. 218-227). [Online].

Tersedia:http://uqu.edu.sa/files2/tiny_mce/plugins/filemanager/files/4340129/4 _Improving_Self-Efficacy.pdf#page=1&zoom=auto,-78,270.

Miliyawati, B. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self-Efficacy Matematis Siswa SMA dengan Menggunakan Pendekatan Investigasi. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

MKBPM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA

– Universitas Pendidikan Indonesia.

Nasution, N. (2003). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Nofriyandi. (2011). Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Tari Bambu dengan LKS Berbasis Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Novita, R., Zulkardi., Hartono,Y. (2012). Exploring Primary Student’s Problem

Solving Ability by Doing Task Like PISA’s Question. Journal on Mathematics Education (IndoMS), Vol. 3, 2 July 2012, pp. 133-150.

OECD. (2003). The PISA Assesment Framework-Mathematics, Reading, Science and

Problem Solving Knowledge and Skills. Paris: OECD.

Ojose, B. (2011). Mathematics Literacy : Are We Able To Put The Mathematics We

Learn Into Everyday Use? Journal Mathematics Education. June 2011, vol. 4,

no. 1, pp. 89-100. University of Redlands. [Online].Tersedia : http://educationforatoz.com/images/8.Bobby_Ojose__Mathematics_Literacy_A re_We_Able_To_Put_The_Mathematics_We_Learn_Into_Everyday_Use.pdf.

Ormrod, J. E. (2010). Edisi Keenam Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh

Dan Berkembang jilid 2. Jakarta : Erlangga.

PPPPTK. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS . Yogyakarta: PPPPTK. Kemendiknas.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya

dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru . Bandung :

(48)

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Non Eksakta

Lainnya. Bandung : Transito.

Samuelsson, J. (2010). The Impact of Teaching Approaches on Student’s

Mathematical Proficiency in Sweden. International Journal of Mathematics

Education Vol. 5, No. 2, ISSN 1306-3030. [Online]. Tersedia:

http://www.iejme.com/022010/d2.pdf.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.

Schunk, D.H. (1987). Peer Models and Children’s Behavioral Change. Review of

Educational Research, 57, 149-174. [Online]. Tersedia:

http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/D_Schunk_Peer_1987.pdf.

Siegel, S. (1986). Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Jakarta.

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Stacey. K. (2012). The International Assesment Of Mathematical Literacy : PISA 2012 Framework And Items. Journal 12th International Congress on Mathematical Education Programe Name XX-YY-zz (pp. abcde-fghij) 8 Juliy-15 July, 2012, COEX, Seoul, Korea. University of Melbourne.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung. Tarsito.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung : Alfabeta Bandung.

Suherman, E., dkk (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI

(49)

Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sukasno. (2002). Model Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran

Trigonometri (Tesis). Bandung: UPI Bandung.

Suryosubroto, B. (2010). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Tilaar, H.A.R. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.

Wardhani, Sri & Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika

Siswa SMP : Belajar Dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta : PPPPTK

Matematika.

Warwick, J. (2008). Enhancing Mathematical Self-Efficacy in Non-Specialist

Mathematics Students. Higher Education Academy Annual Conference

Harrogate International Centre : London South Bank University.

Widyastuti. (2010). Pengaruh Pembelajaran Model Elicting Activities Terhadap

Kemampuan Representasi Matematis Dan Self-Efficacy Siswa. Tesis UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Yuspriyanti, D.N. (2011). Implementasi Pembelajaran Matematika Dengan

Menggunakan Double Loop Problem Solving Untuk Meningkatkan Kompetensi Strategis Siswa SMP. Tesis Pada Jurusan Pendidikan Matematika SPS UPI.

Bandung : Tidak Diterbitkan.

Gambar

Tabel 1.1 Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Matematika
Tabel 3.2 Distribusi Siswa Berdasarkan Kategori KAM
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Literasi Matematis Level 3
Tabel 3.5 Tingkat Validitas dari Uji Coba Soal Literasi Matematis
+6

Referensi

Dokumen terkait

(yang meliputi self evaluation dan prototyping ). Untuk menjamin keabsahan instrumen yag dikembangkan maka dilakukan uji validitas secara konten, konstruk, dan

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana. © Fadhilah Al Humaira 2016 Universitas

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana. © Hamsaruddin 2016 Universitas

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika. ©

Berangkat dari ungkapan-ungkapan para ahli dan peneliti terdahulu, bahwa dalam mempelajari matematika tidak cukup hanya sebuah pemahaman konsep semata, melainkan terdapat

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, peningkatan kemampuan literasi matematis level 3 siswa untuk kategori KAM tinggi dan sedang kelas eksperimen yang

pembelajaran dengan mengintergasikan budaya daerah pada pembelajaran Matematika sangat sesuai dengan model DLPS karena pada model DLPS permasalahan yang disajikan

Mengukur kemampuan-kemampuan matematis siswa dapat dilihat dari hasil tes yang telah dilakukan sesudah menggunakan sebuah model pembelajaran. Dalam penelitian ini