• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Cacat Atas Hak Mendapatkan Pekerjaan Dikaitkan Dengan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Cacat Atas Hak Mendapatkan Pekerjaan Dikaitkan Dengan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ATAS HAK MENDAPATKAN PEKERJAAN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN

Alvina Kristanti

0987004

ABSTRAK

Persamaan di hadapan hukum atau equality before the law dalam kaitannya dengan pekerja penyandang cacat adalah kedudukan tenaga kerja penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaan berdasarkan Hukum Positif di Indonesia adalah setara dengan pekerja yang tidak menyandang cacat/normal (bukan penyandang cacat). Namun, berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi RI mengenai perusahaan-perusahaan di Indonesia yang telah mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat secara layak, diperoleh hasil bahwa jumlah perusahaan di Indonesia yang telah mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat masih sangat kecil untuk dapat memberikan kesempatan bekerja bagi para tenaga kerja penyandang cacat apabila dibandingkan dengan data jumlah tenaga kerja penyandang cacat yang terdapat di Indonesia, ini menunjukan adanya perlakuan diskriminasi terhadap para penyandang cacat. Hal tersebut menimbulkan suatu kajian berkaitan dengan penyandang cacat yang dirasakan mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan sebagai bentuk perlindungan hukum bagi hak-hak warga negara Indonesia sehingga mendorong penulis membuat skripsi mengenai Perlindungan Hukum Terhadap tenaga Kerja Penyandang Cacat Atas Hak Mendapatkan Pekerjaan Dikaitkan Dengan Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah berupa pendekatan yuridis normatif. Metode yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat. Bahan pustaka merupakan data dasar penelitian yang digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder penelitian ini, mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan metode yuridis normatif akan dikaji mengenai kedudukan pekerja penyandang cacat dalam hukum positif di Indonesia, bentuk perlindungan hukum dan tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga kerja penyandang cacat.

Adanya perlakuan diskriminasi perusahaan terhadap para penyandang cacat tidak sesuai dengan konsep equality before the law, karena seharusnya tenaga kerja penyandang cacat mempunyai kedudukan yang sama atau setara dengan pekerja yang tidak menyandang cacat/normal dalam hak mendapatkan pekerjaan. Bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja penyandang cacat dengan adanya peraturan yang mengharuskan setiap perusahaan untuk mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan dan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pekerja penyandang cacat akibat kecelakaan kerja. Pertanggung jawaban perusahaan secara khusus terhadap pekerja penyandang cacat adalah dengan penyediaan aksebilitas, pemberian alat kerja dan pemberian alat pelindung diri.

(2)

ASSOCIATED WITH THE EMPLOYMENT LEGISLATION

Alvina Kristanti

0987004

ABSTRACT

An equation in before the law or equality before the law in relation with workers with disabilities is a labor with disabilities in acquiring work based on positive law in indonesia is equivalent to workman who does not won a defect / normal ( not with disabilities ). However, based on the data collected from the ministry of manpower and transmigration of the republic of indonesia regarding the companies in indonesia had recruited labor disabled a manner deserving, obtained the result that the number of companies in indonesia had recruited labor with disabilities are still small to be able to give the opportunity to work for the labor of disabled people compared with the the amount of data labor disabled people who were found in indonesia this really shows you an absence of treatment discrimination against the disabled. This leads to the pertaining to a study of disabled people perceived has the same right to get the job and as a form of legal protection of the rights of indonesian citizen so as to encourage writer make a thesis on protection laws against labor upon the rights of disabled people to get a job associated with legislation employment.

The method used in writing this is in the form of the approach of juridical normative. A method of juridical normative, which is a research that looked at the law that dikonsepkan as the norm or maxim which prevails in society. Material of pustaka is basic data research who are categorized as data secondary. Data secondary this research, material law includes primary and secondary material law. With the methods of juridical normative will be assessed on a worker with disabilities in positive law in indonesia the form of the protection of law and the responsibility of the company to labor with disabilities.

The company treatment discrimination against the disabled not in accordance with the concept of equality before the law, because supposed to be labor with disabilities have domicile of being equal or equivalent with workman who does not won a defect / normal in the right to get a job. The form of legal protection of disabled by the presence of labor legislation that requires that each company to employ at least 1 ( one ) a person with disabilities that fulfills the requirements and qualifications work concerned and social security program labor as a form of legal protection for workers with disabilities a result of a work accident. If in 2008 answer company specifically worker to be disabled by providing aksebilitas, is the granting of an instrument of work and granting a protective self.

(3)

Halaman

Halaman Judul……….. i

Halaman Pernyataan Keaslian……….. ii

Halaman Persetujuan Skripsi……….... iii

Halaman Pengesahan Pembimbing……… iv

Halaman Persetujuan Panitia Sidang………... v

Abstrak……….. vi

Abstract………. vii

Kata Pengantar……….. viii

Daftar Isi……… xi

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Kerangka Pemikiran ... 8

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENGATURAN TENAGA KERJA DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA 21 A. Nilai-Nilai Universal Hak Asasi Manusia ... 21

(4)

2. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Filosofi dan

Perundang-undangan di Indonesia ... 25 3. Penerapan Konsep Hak Asasi Manusia dalam Bidang Hukum

Ketenagakerjaan di Indonesia ... 27 B. Pengaturan Ketenagakerjaan Dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ... 29 1. Relevansi Hukum Perusahaan dan Hukum Ketenagakerjaan di

Indonesia ... 34 2. Sifat Hukum Ketenagakerjaan sebagai Hukum yang mengatur

(Aanvullend Recht) dan Memaksa

(Dwingend Recht) ... 35 3. Pengaturan Ketenagakerjaan Menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata ... 40 C. Perjanjian Sebagai Landasan Hubungan Kerja antara

Pengusaha dan Pekerja ... 44 1. Unsur-Unsur Esensial Dalam Perjanjian Kerja ... 48 2. Substansi Perjanjian Kerja antara Pengusaha dan

Pekerja ... 54 D. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan di Indonesia

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan ... 60 1. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan Melalui

Pengadilan ... 61 2. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan di Luar

Pengadilan ... 62 3. Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan Melalui Komisi

(5)

DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA 67

A. Pengertian Umum dan Jenis-Jenis Penyandang Cacat ... 67 1. Kebijakan Penanganan Masalah Penyandang Cacat Menurut

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

Cacat ... 74 2. Pekerja Penyandang cacat Diakibatkan Oleh Kecelakaan

Kerja ... 76 3. Model-Model yang Dipakai Dalam Kebijakan Penanganan

Masalah Penyandang Cacat ... 80 4. Partisipasi Penyandang Cacat Dalam Aktivitas di

Masyarakat... 84 B. Hambatan-Hambatan Dalam Penyaluran Kerja Bagi

Penyandang cacat ... 87 1. Pelatihan Bagi Penyandang Cacat Dikaitkan dengan Kualitas

Kerja ... 89 2. Pelatihan Kerja Bagi Tenaga Kerja Penyandang Cacat……….. 90 3. Kesesuaian Derajat Kecacatan dengan Jenis Pekerjaan Tenaga

Kerja Penyandang Cacat ... 91 C. Prinsip-Prinsip Non Diskriminasi Dalam Hukum

Ketenagakerjaan ... 93 1. Perbuatan Diskriminasi Terhadap Tenaga Kerja Pada

Umumnya ... 95 2. Perbuatan Diskriminasi Terhadap Tenaga Kerja Penyandang

Cacat ... 98

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

PENYANDANG CACAT ATAS HAK MENDAPATKAN

PEKERJAAN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN 102

A. Kedudukan Pekerja Penyandang Cacat Dalam Memperoleh

(6)

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Penyandang Cacat dan Cacat Akibat Kecelakaan Kerja Berdasarkan

Perundang-Undangan Ketenagakerjaan………. 113 1. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Penyandang

Cacat ... 114 2. Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebagai Bentuk Perlindungan

Hukum Bagi Penyandang Cacat Diakibatkan Oleh Kecelakaan

Kerja ... 118 a. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja

Penyandang Cacat Dikarenakan Oleh Kecelakaan Kerja Dikaitkan dengan Sistem Jaminan Sosial

Nasional …... 119 b. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja

Penyandang Cacat Dikarenakan Kecelajaan Kerja Dikaitkan dengan Sistem Jaminan Sosial Tenaga

Kerja ... 121 C. Bentuk Tanggung Jawab Perusahaan Atau Pemberi Kerja

Terhadap Pekerjanya Yang Menyandang Cacat ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 130

A. Kesimpulan ... 130 B. Saran ... 133

Daftar Pustaka………... 136

(7)

A. LATAR BELAKANG

(8)

mengandung prinsip bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan serta kemampuannya, dan bagi setiap pekerjaan harus dapat memperoleh imbalan yang cukup untuk keperluan hidup yang layak bagi diri sendiri dan keluarganya.

Hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia, karena seperti yang dikatakan oleh John Locke bahwa kerja melekat pada tubuh manusia.1 Kerja adalah aktivitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau dipikirkan lepas dari tubuh manusia. Tubuh adalah milik kodrati atau asasi setiap orang, karenanya tidak bisa dicabut, dirampas atau diambil darinya, maka pada hakekatnya kerjapun tidak bisa dicabut, diambil atau dirampas. Seperti halnya tubuh dan kehidupan merupakan salah satu hak asasi manusia, maka kerjapun merupakan salah satu hak asasi manusia. Bersama dengan hak atas hidup, hak atas kerja dimiliki oleh manusia karena dia adalah manusia. Bekerja juga merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang lebih manusiawi. Melalui kerja manusia menemukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri, manusia dapat mengeluarkan kemampuannya masing-masing, dan menjadikan hidup lebih kreatif. Hal ini tentu saja dapat memberikan perkembangan yang relevan bagi pertumbuhan Bangsa

1 Yusuf Rismansyah, “Hak dan Kewajiban Pekerja”, 2005, (http://www.yusup.doank.blogspot.com),

(9)

Indonesia, yakni memberdayakan sumber daya manusia dengan baik dan terarah.

Uraian di atas hendak menunjukkan betapa pentingnya jaminan terhadap hak – hak para pekerja dalam kelangsungan suatu usaha. Jaminan hak pekerja tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhinya, namun bukan berarti pekerja tidak memiliki kewajiban dan tanggung jawab2. Sebagai bagian integral dari perusahaan, para pekerja memiliki kewajiban dan kepedulian sosial terhadap keberlangsungan perusahaan. Tingginya kebutuhan akan sumber daya manusia yang profesional sangat diperlukan dimasa-masa kritis sekarang ini. Di beberapa negara maju Negara telah membuktikan bahwa kecanggihan pembangunan sektor industri dan ekonomi masih terus membutuhkan pembangunan sektor sosial, khususnya pembangunan manusia sebagai pelaku dan penggerak pembangunan.

Indonesia saat ini dihadapkan pada tingginya jumlah mereka yang tergolong sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti korban tindak kekerasan terhadap wanita dan orang tua, gelandangan dan pengemis, tuna susila, eks narapidana dan penyalahgunaan NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) dan penyandang cacat. Hal ini memberikan pertanyaan bagaimana dengan penyandang cacat yang juga walaupun dengan segala kekurangan yang dimiliki, mereka mempunyai hak

2

(10)

untuk mendapatkan pekerjaan, sebagai wujud dari hak asasi manusia dan sebagai pelaksanaan pembangunan sumber daya manusia masyarakat Indonesia.

Dalam pembangunan nasional, penyandang cacat mempunyai kedudukan, kewajiban, dan peran yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya mengingat jumlah penyandang cacat di Indonesia sebanyak 11. 580. 117 orang dengan pembagian dalam 5 (lima) derajat tingkat kecacatan serta data yang diperoleh dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi RI. Secara normatif, sudah ada beberapa instrumen hukum untuk melindungi hak penyandang cacat untuk bekerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakarjaan mengatur mengenai kesempatan bekerja bagi penyandang cacat tanpa diskriminasi. Namun, berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi RI mengenai perusahaan-perusahaan di Indonesia yang telah memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat secara layak, maka dapat diperoleh hasil bahwa jumlah perusahaan di Indonesia yang telah memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat masih sangat kecil. Perusahaan lainnya masih minim untuk dapat memberikan kesempatan bekerja bagi para tenaga kerja penyandang cacat apabila dibandingkan dengan data jumlah tenaga kerja penyandang cacat yang terdapat di Indonesia.

(11)

lapangan pekerjaan. Para pengusaha atau penyedia lapangan pekerjaan merasa enggan untuk menerima seorang penyandang cacat sebagai pekerjanya. Mereka mempunyai berasumsi bahwa seorang penyandang cacat tidak akan mampu melakukan pekerjaan secara efektif seperti karyawan lain yang bukan penyandang cacat.3 Asumsi tersebut membuat para penyandang cacat semakin sulit dalam mendapatkan lapangan pekerjaan. Fakta lain yang dapat dijadikan contoh adalah tentang keberadan fasilitas umum di sekitar kita. Fasilitas umum seperti transportasi umum, bangunan umum seperti, kantor bank, rumah sakit, puskesmas, sekolah, kampus, dan lainnya.4 Kebanyakan dari fasilitas umum di Indonesia dibangun dengan tanpa memperhitungkan keberadan para penyandang cacat.

Oleh karena itu, peran penyandang cacat dalam pembangunan nasional perlu ditingkatkan dan didayagunakan seoptimal mungkin. Potensi tenaga kerja dari penyandang cacat cukup banyak, namun pada umumnya tidak banyak dimanfaatkan oleh para pelaku usaha karena belum terbiasa.

Fenomena menarik berkaitan dengan pemberdayaan sumber daya manusia dalam suatu pekerjaan yang menimbulkan suatu kajian berkaitan dengan para penyandang cacat yang dirasakan mempunyai hak untuk

3 Serafina Shinta, “Mengupas Implementasi Ketentuan Pasal 14 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat”, 2011, (http://www.kumham-jogja.info), 20 Maret 2013.

4Novian, “

The Disability Discrimination Terhadap Pandangan Masyarakat”, 2011,

(12)

mendapat pekerjaan dan sebagai bentuk perlindungan hukum hak-hak warga negara penyandang cacat sehingga mendorong penulis membuat skripsi mengenai: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT ATAS HAK MENDAPATKAN PEKERJAAN

DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KETENAGAKERJAAN

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diuraikan rumusan

masalah sebagai berikut “Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap

tenaga kerja penyandang cacat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ? ”

Adapun identifikasi masalah dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan pekerja penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaannya berdasarkan hukum positif di Indonesia?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja penyandang cacat dan cacat akibat kecelakaan kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?

(13)

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk memperoleh gambaran yang sesungguhnya tentang bagaimana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang perlindungan hukum terhadap tenaga kerja para penyandang cacat. Adapun tujuan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Untuk membahas dan mengkaji kedudukan pekerja penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaannya berdasarkan hukum positif di Indonesia. 2. Untuk membahas dan mengkaji bentuk perlindungan hukum bagi tenaga

kerja penyandang cacat dan cacat karena kecelakaan kerja.

3. Untuk membahas dan mengkaji mengenai bentuk tanggung jawab perusahaan atau pemberi kerja terhadap para pekerjanya yang menyandang cacat.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritis hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan ilmu hukum, serta hukum keperdataan dan khususnya pada hukum ketenagakerjaan.

(14)

hukum terhadap tenaga kerja penyandang cacat yang menjadi suatu permasalahan hukum dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Universal Declaration of Human Rights menjamin bahwa setiap

manusia memiliki persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak ini terdapat pada 23 ayat 1 sampai dengan 4 yang menyatakan:

1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik dan atas dasar perlindungan terhadap pengangguran.

2. Setiap orang dengan tidak ada perbedaan, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.

3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik menjamin penghidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia, dan jika perlu ditambah dengan bantuan-bantuan sosial lainnya.

4. Setiap orang berhak mendirikaan dan memasuki serikat-serikat sekerja untuk melindungi kepentingannya.

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 67 ayat (1-2) dan Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan pasal 23 ayat (1-4) Universal Declaration of

(15)

hal ini adalah penyandang cacat yang tetap mendapatkan kelayakan kerja dan bahkan perlindungan dalam bekerja. Saat ini masih terjadi perlakukan diskriminasi terhadap para penyandang cacat. Oleh karena itu, hukum sebagai sarana pengawasan sosial diharapkan dapat memberikan perlindungan hak penyandang cacat, dengan nilai non diskriminasi, toleransi, dan empati. Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati5. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. Dalam definisi ini dijelaskan bahwa HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.

HAM mempunyai sejarah yang panjang dalam usahanya menegaskan hak-hak individu terhadap negara. Sejarah ini dapat ditelusuri dari Magna

Charta oleh King John dari Inggris (1215) melalui masa Reformasi (abad

ke-16) di Eropa, ke Perancis dengan “Declaration of the Rights om Man and the

Citizen” (Declaration des droits de I’homme et du citoyen-1789) dan

selanjutnya Bill of Rights pada tahun 1689. Karena itu sering dikatakan bahwa HAM adalah suatu konsepsi Barat. HAM dipercayai sebagai nilai universal

5

(16)

yang berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu. Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai hukum nasional di berbagai Negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Di Indonesia, kebijakan yang mengatur perlindungan HAM tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Hak yang tercantum dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yakni:

1. Hak atas Kebebasan Pribadi

(17)

2. Hak atas Kesejahteraan

Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja dan melindungi serta memperjuangkan kehidupannya. Berhak atas pekerjaan dalam hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa setiap orang tanpa terkecuali memiliki hak atas pekerjaannya masing-masing.

Persamaan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak dalam Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dalam pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa :

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti pasal tersebut menegaskan pentingnya persamaan sosial maupun ekonomi bagi seluruh warga negara. Langkah-langkah operasional untuk mewujudkan pasal ini, misalnya dengan dibentuknya Departemen Sosial dan Departemen Tenaga Kerja, serta berbagai perundang-undangan yang bertujuan menciptakan lapangan kerja guna memperoleh penghidupan yang layak, seperti undang-undang tenaga kerja, perasuransian, jaminan sosial

tenaga kerja, perbankan, dan sebagainya”.

Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa :

(18)

2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Begitu juga pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa :

” Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan

kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat

dipastikan.”

Lahirnya hubungan hukum antara pengusaha dengan pekerja didasari oleh suatu perjanjian kerja yang memiliki unsur pekerjaan, upah dan perintah. Hubungan kerja menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Perjanjian dalam arti luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukumsebagaimana yang dikendaki oleh para pihak, misalnya perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru.

(19)

diatur dalam BAB II dan BAB V sampai dengan BAB XVIII Buku III KuhPerdata misalnya perjanjian bernama.6

Hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.7 Selanjutnya Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa pengertian hubungan kerja adalah hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktu tertentu maupun tidak tertentu.8

Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:

1. Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja)

2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)

3. Berakhirnya Hubungan Kerja

4. Cara Penyelesaian Perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan

6

Andi Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 41 & 69.

7

Hartono dan Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, hlm. 10.

8

(20)

Imam Soepomo secara rinci menjelaskan pengertian dan unsur-unsur hubungan kerja sebagai berikut: Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pengusaha dan pekerja terjadi setelah diadakan perjanjian, dimana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan dimana pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah.

Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak untuk bekerja, jadi berlainan dengan Peraturan ketenagakertaan yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan, tetapi memuat tentang syarat-syarat ketenagakerjaan.

F. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian secara yuridis normatif berupa penilaian kepustakaan, penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat dan sebagai penunjang dilakukan metode penelitian secara normatif.9 Alat penelitian yang dipakai adalah metode interpretasi atau metode penafsiran. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir

9

(21)

deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus).10

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah, penelitian yang dilakukan termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder.11

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif ilmu hukum, mempelajari tujuan hukum,konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.12

10

Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, Bandung: CV. Mandar Maju, 2002, hlm. 23.

11

Johny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia Publishing, 2006, hlm.44.

12

(22)

3. Pendekatan Penelitian

Dalam kaitannya dengan penelitian normatif di sini akan digunakan beberapa pendekatan, yaitu :13

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan dan Hak Asasi Manusia, seperti: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

b. Pendekatan Konsep (conceptual approach)

Pendekatan konsep (conceptual approach) digunakan untuk memahami konsep-konsep mengenai ketenagakerjaan. Dengan didapatkan konsep yang jelas maka diharapkan penormaan dalam aturan hukum kedepan tidak lagi terjadi pemahaman yang kabur dan ambigu.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak

13

(23)

mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam hal ini bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang Hukum Perdata, Undang Dasar 1945, Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.14 Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

14

(24)

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Prosedur pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, maupun literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang di dalam penelitian ini. Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu masalah yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.15

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja yang disarankan oleh bahan hukum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu dengan mengumpulkan bahan, mengkualifikasikan kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulis dalam penelitian skripsi ini membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab, rincian atas kelima bab tersebut masing-masing adalah sebagai berikut:

15

(25)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bagian pendahuluan memberikan gambaran secara ringkas mengenai masalah yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini serta hal yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji dan membahas masalah tersebut.

BAB II : PENGATURAN TENAGA KERJA DALAM HUKUM POSITIF

DI INDONESIA

Bab ini akan membahas tinjauan umum tentang system ketenagakerjaan yang ada di Indonesia dilihat dari sudut ..pandang hukum positif yang berlaku serta bagaimana ..permasalahan yang terjadi di dalamnya.

BAB III : ASPEK HUKUM TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT

DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

(26)

kerja penyandang cacat serta perlindungan hukum bagi tenaga kerja penyandang cacat.

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

PENYANDANG CACAT ATAS HAK MENDAPATKAN

PEKERJAAN DIKAITKAN DENGAN

PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN

Bab ini akan membahas mengenai tinjauan yuridis kelayakan kerja para penyandang cacat terhadap setiap pekerjaan yang telah didapatkannya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

BAB V : PENUTUP

(27)

130

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Kedudukan Pekerja Penyandang Cacat Dalam Memperoleh Pekerjaan Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia adalah setara dengan Pekerja yang tidak menyandang cacat / normal. Adanya persamaan di hadapan hukum atau

equality before the law sesungguhnya justru berasal dari adanya pengakuan

terhadap individual freedom yang berkaitan erat dengan hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Namun, perkembangan kualitas bekerja penyandang cacat terbentur kepada tindakan diskriminatif terhadap penyandang cacat. Tuntutan pasar yang menghendaki penampilan fisik sebagai salah satu bentuk promosi dalam dunia kerja, asumsi masyarakat terhadap kualitas kerja penyandang cacat dan . persaingan yang tidak sehat dalam lapangan pekerjaan. Sehingga, kedudukan pekerja penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaan masih sangat lemah.

(28)
(29)

pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.Ketentuan tersebut berlaku untuk pekerja yang mengalami kecacatan namun masih mampu untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak mengurangi produktivitas perusahaan. Adanya Program Jaminan Sosial Nasional adalah sebagai bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja penyandang cacat yang diatur dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagai bentuk perlindungan bagi pekerja penyandang cacat dan pekerja cacat dikarenakan kecelakaan kerja yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja .

(30)

pelindung diri yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pelatihan bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan. Dalam hal ini, perusahaan wajib untuk mengadakan dan memberikan pelatihan kepada pekerjanya yang menyandang cacat dengan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuannya dalam bekerja.

B. Saran

Penulis memberikan saran untuk : 1. Bagi Pelaku Usaha/Perusahaan

(31)

memberikan kesempatan kerja secara lebih luas sesuai dengan derajat tingkat kecacatan, tingkat pendidikan, kemampuan serta keterampilan yang dimiliki. Perusahaan wajib untuk mengikuti program kesejahteraan pekerja berupa Jamsostek untuk memberikan perlindungan bagi para pekerjanya, khususnya dalam hal ini pekerja penyandang cacat. Adanya kebijakan mutasi yang diatur dalam Peraturan Perushaaan bagi pekerja penyandang cacat akibat kecelakaan kerja sehingga pekerja penyandang cacat masih dapat terus melangsungkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan walaupun dalam bagian/bidang yang berbeda dengan sebelumnya.

2. Bagi Pemerintah

(32)

dapat di salurkan untuk Balai Latihan Kerja (BLK) bagi penyandang cacat dalam mengasah kemampuan sebelum memasuki dunia kerja. Adanya upaya pengawasan langsung dari Pemerintah dan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi RI diharapakan agar perusahaan dapat memberikan kesempatan luas bagi penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaan. Apabila ketentuan dari Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat sudah diselenggarakan dengan baik, maka kuota 1 (satu) % bagi tenaga kerja penyandang cacat dapat diperluas atau bahkan dihapuskan sehingga perusahaan diharapkan akan lebih memperluas penerimaan tenaga kerja penyandang cacat di dalamnya. Penyediaan aksebilitas bagi penyandang cacat, dan fasilitas – fasilitas umum lainnya harus ditingkatkan dan diperluas oleh Pemerintah agar memudahkan penyandang cacat dalam bersosialisasi dan berbaur dengan masyarakat luas.

3. Bagi masyarakat

(33)

Agus Midah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Makalah Hukum Ketenagakerjaan, Desember 2008.

Aju Nitya Dharmani, Etika Diskriminasi Pekerjaan, Surabaya: Universitas Narotama, 2012.

Andi Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.

Didi Tarsidi, Aksesibilitas Lingkungan Fisik Bagi Penyandang Cacat, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008.

Dinnul Alfian Akbar, Pekerja Wanita dan Tenaga Kerja Cacat, Palembang: STMIK MDP, 2008.

Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi, 2003.

Hartono dan Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

Ifa Hanifah Misbach, Antara IQ, EQ, dan SQ, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008.

Iman Syahputra Tunggal, Dasar‐dasar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Harvarindo, 2007.

(34)

Orang:Membuka Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Jakarta: ILO Country Office for Indonesia, 2012.

Johny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2006.

Karin van Dijk, Visual Impairment, Ahmedabad: Blind People's Association India, 2012.

Kusbianto, Konflik Di Perkebunan, Medan: Usu Press, 2010.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2003.

Maman Somantri, Kecelakaan Kerja Dan Pencegahannya, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2009.

Mansyur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM), Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.

Marjuki, Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and Health (ICF), Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia, 2012.

Mikania Miranti, Pemberdayaan Potensi Kerja Orang Dengan Kecacatan, Surakarta: Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa, 2012.

Minnesota Department of Human Rights, Disability Discrimination, Saint Paul: Minnesota Department of Human Rights, 2011.

(35)

Maju, 2002.

Siswanto, Rehabilitasi Penyandang Cacat Fisik, Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata, 2012.

Soedarjadi, Hukum ketenagakerjaan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta : Rajawali Pers, 2001.

Sonny Keraf A., Etika Bisnis, Tuntutan Dan Relevansinya, Jakarta: Kanisius, 2002.

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1995.

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1984.

Sumamur, Diagnosa Dan Penilaian Cacat Penyakit Akibat Kerja, Jakarta: Jamsostek, 2010.

Suratno, Konsep Kemampuan Sumber Daya Manusia, Sitaro: Kemenag Kab. Kepl. Sitaro, 2012.

Tjepi F. Aloewic, Naskah Akademis Tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan Penyelesaian Perselisihan Industrial, Jakarta: BPHN, 1996.

World Health Organization and The World Bank, World Report on Disability, Geneva: WHO Press, 2011.

(36)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

C. LAIN-LAIN

Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong, Kesatuan Penyandang Cacat Di Dunia Kerja Dan Pelatihan, Disampaikan Pada Workshop Mengenai

Disability Dan Employment, Cibinong, 2010.

Emi Maijunidah, Identifikasi Risiko Keselamayan Kerja Pada Proses Produksi Gearbox di Aggregate Assembly & Commponents Pt. Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor, Makalah, Bogor, 2010.

Eva Rahmi Kasim, Tinjauan Terhadap Kebijakan Integrasi Sosial Penyandang Cacat Ke Dalam Mainstream Masyarakat, Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional I DNIKS yang bertema Kesejahteraan Sosial Membangun Harmoni Kehidupan dan Integrasi Sosial Bangsa, Jakarta, 2001.

Darmadi, Pemberdayaan Penyandang Cacat, Gemari edisi 105, Oktober 2009.

(37)

Askar, Potensi dan Kekuatan Kecerdasan Pada Manusia (IQ, EQ, SQ) dan Kaitannya Dengan Wahyu, Jurnal Hunafa, Volume 3 No. 3, September 2006.

Saru Arifin, Analisis Perlindungan Hukum terhadap Hak Penyandang Cacat dalam Meraih Pekerjaan (Studi Kasus di Kota Yogyakarta), Jurnal Fenomena: Vol. 5 No. 2, September 2007.

E. INTERNET

Haluan Riau, Menegakkan HAM di Era Demokrasi, 2013, (http://www.haluanriaupress.com), 1 Februari 2013.

Heri Aryanto, Langkah Hukum Jika Serikat Pekerja Diintervensi Pengusaha, 2012, (http://www.hukumonline.com) , 4 Februari 2013.

Heri Ruslan, Menakertrans Buka Kesempatan Kerja Yang Luas Untuk Penyandang Cacat, (http://www.republika.co.id), 9 Desember 2012.

Hukum Perburuhan, 2008, (http://perburuhan.blogspot.com) , 1 Februari 2013. Ismail, Hukum Buruh, 2009, (http://ismailghonu.blogspot.com), 3 Februari 2013.

Kelelung Bukit, Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan, (http://www.repository.usu.ac.id), 5 Februari 2013.

Ni Wayan Dyta, Sejarah Hak Asasi Manusia, 2002, (http://emperordeva.wordpress.com), 25Februari 2013.

(38)

Februari 2013.

Ridho Suseno, Kajian Tentang Diskriminasi, 2012,

(http://streetsboyblog.blogspot.com), 15 Maret 2013.

Serafina Shinta, Mengupas Implementasi Ketentuan Pasal 14 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, 2011, (http://www.kumham-jogja.info), 20 Maret 2013.

Wiwin Juliyanti, Etika Bisnis: Diskriminasi Pekerjaan, 2013, (http://tugasdanbelajar.blogspot.com), 15 maret 2013.

World Health Organization, Disabilities and Rehabilitation, (http://www.who.int), 20 Januari 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 5 Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan mendistribuskan hasil tangkapan ke pasar lokal (domestik) dan ekspor. Distribusi olahan ikan asin dan

Hasil analisis item pernyataan persepsi pengawas PAI terhadap kepemimpinan kepala sekolah pada nomor 5 yaitu “Kepala Sekolah mau bekerja sama dengan para guru

Proses media buying itu sederhana, pada dasarnya hanya implementasi dari apa yang ada di media plan dan sudah di-approved oleh klien. Tahapan setelah

Tidak nyatanya pengaruh umur terhadap efisiensi penggunaan ransum dalam penelitian ini disebabkan karena umur ternak yang digunakan dalam penelitian ini disebabkan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Penggunaan kredit KUD Karya Mina berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha perikanan tangkap nelayan tradisional, (2)

Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara mengambil 1,5 liter air dan dimasukan ke dalam botol kaca steril, adapun pengambilan sampel air minum isi ulang sumber air pasca

Makalah ini telah membahas salah satu perluasan dari masalah rute kendaraan (MRK) dasar dengan karakteristik-karakteristik yang mencakup: (1) trip majemuk (TM), (2)

The result of the study indicated that the most possibility of side effects of the use of risperidone was agitation (19.51 %), with the most anti-psychotic combination of