PENINGKATAN KEMANDIRIAN ANAK
MELALUI KEGIATAN DI LUAR KELAS DI KELOMPOK B TK MASYITHOH GREGES DONOTIRTO KRETEK BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Alfiana Rinawati NIM 11111244033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
If teaching is to be effective with young children, it must to assist them to advance
on the way to independence
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta, untuk setiap dukungan do‟a dan motivasi yang telah diberikan
2. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta
vii
PENINGKATAN KEMANDIRIAN ANAK
MELALUI KEGIATAN DI LUAR KELAS DI KELOMPOK B TK MASYITHOH GREGES DONOTIRTO KRETEK BANTUL
Oleh Alfiana Rinawati NIM 11111244033
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian melalui kegiatan di luar kelas di Taman Kanak-kanak. Kegiatan di luar kelasmerupakan salah satu bentuk pembelajaran di luar kelas yang dapat mendukung anak bertindak aktif dan mengeksplorasi kemandiriannya.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan 2 Siklus mengacu pada model Kemmis dan Mc. Taggart. Masing-masing Siklus dalam tindakan dilaksanakan 3 kali pertemuan. Subyek penelitian ini adalah anak-anak kelompok usia 5-6 tahun di TK Masyithoh Greges yang berjumlah 24 anak-anak, terdiri dari 11 laki-laki dan 13 perempuan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian anak dapat meningkat melalui kegiatan di luar kelas. Kondisi awal kemandirian anak sebelum tindakan sebagian besar pada kriteria mulai berkembang. Setelah dilaksanakan tindakan Siklus ke I, kemandirian anak meningkat menjadi 50% pada kriteria berkembang sesuai harapan (BSH) dan setelah Siklus II mencapai 78,3% pada kriteria berkembang sesuai harapan (BSH) atau mencapai indiator keberhasilan. Kemandirian anak dalam penelitian ini meliputi indikator tidak bergantung pada orang lain, mempunyai rasa percaya diri, mampu menyelesaikan tugas dengan baik, memiliki inisiatif dan dapat memenuhi kebutuhan dirinya di sekolah. Kegiatan luar kelas yang dilakukan antara lain 1) penugasan di luar ruangan, 2) kegiatan eksplorasi lingkungan sekitar, dan 3) permainan. Guru harus memberi kesempatan kepada anak dengan mengoptimalkan kegiatan di luar kelas atau variasi kegiatan lain untuk meningkatkan kemandirian.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, wr. wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemandirian Anak melalui Kegiatan di Luar Kelas di Kelompok B TK Masyithoh Greges, Donotirto, Kretek, Bantul”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) di Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan proposal skripsi ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.
3. Dr. Suwarjo, M.Si., dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Muthmainnah, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu, Bapak dan Paman (Yanuar Amin, S.H.) tercinta yang selalu memberikan motivasi, doa serta dukungan moril dan materiil untuk terselesaikannya skripsi ini.
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
B. Identifikasi Masalah... 7
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini... 10
B. Kemandirian Anak Taman Kanak-kanak ... 12
1. Pengertian Kemandirian ... 12
2. Ciri-ciri Kemandirian Anak ... 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 18
xi
5. Pengembangan Kemandirian Anak... .... 23
C. Kegiatan di Luar Kelas ... 25
1. Pengertian Kegiatan di Luar Kelas ... 25
2. Manfaat Kegiatan di Luar Kelas dalam Peningkatan Kemandirian Anak ... 27
3. Bentuk Penerapan Kegiatan di Luar Kelas.. ... 28
D. Kerangka Pikir ... 32
G. Metode Pengumpulan Data... 42
H. Instrumen Penelitian ... 43
I. Teknik Analisis Data ... 44
J. Indikator Keberhasilan... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47
1. Lokasi Penelitian ... 47
2. Kondisi Sarana Prasarana ... 47
3. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47
4. Data Pengajar ... 48
B. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Tindakan ... 49
C. Hasil Penelitian ... 51
1. Tindakan Siklus I ... 51
2. Tindakan Siklus II... 64
xii
E. Keterbatasan Penelitian ... 79
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 80
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi Observasi Kemandirian Anak ... 44
Tabel 2. Hasil Observasi Kondisi Awal sebelum Tindakan ... 49
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Observasi sebelum Tindakan. ... 50
Tabel 4. Hasil Observasi Kemandirian Setelah Siklus I ... 61
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Observasi setelah Siklus I ... 61
Tabel 6. Hasil Observasi Kemandirian Setelah Siklus II ... 71
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Observasi setelah Siklus II ... 71
Tabel 8. Rekapitulasi Data Kemandirian Anak Sebelum Tindakan, Setelah Siklus I dan Setelah Siklus II ... 72
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Kerangka Pikir... 34
Gambar 2. Desain Penelitian menurut Kemmis dan Mc. Taggart ... 38
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Kisi-kisi Observasi Kemandirian Anak 5-6 tahun ... 87
Lampiran 2. Instrumen Lembar Observasi... 89
Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 91
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian ... 93
Lampiran 5. Rencana Kegiatan Harian ... 97
Lampiran 6. Hasil Observasi Pra Tindakan ... 116
Lampiran 7. Hasil Observasi Setelah Siklus I ... 120
Lampiran 8. Hasil Observasi Setelah Siklus II ... 127
Lampiran 9. Skenario Pembelajaran di Luar Kelas ... 134
Lampiran 10. Foto Kegiatan Penelitian ... 141
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan sejak lahir sampai usia
enam tahun dengan pemberian stimulus untuk membantu perkembangan,
pertumbuhan baik jasmani maupun rohani. Pendidikan anak usia dini merupakan
dasar dari pendidikan selanjutnya yang penuh dengan tantangan dan berbagai
permasalahan yang dihadapi anak (Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan,
2013: 3). Dengan kata lain bahwa pendidikan anak usia dini merupakan jendela
pembuka dunia (window of opportunity) bagi anak.
Usia dini merupakan masa yang strategis untuk mengoptimalkan semua
aspek perkembangan anak. Sebagaimana dikemukakan oleh Slamet Suyanto
(2005: 6) bahwa anak usia dini merupakan masa emas atau golden age, dimana
potensi yang dimiliki anak berkembang dengan pesat baik itu perkembangan fisik
motorik, sosial, emosional, kognitif maupun bahasa. Seluruh aspek perkembangan
tersebut harus diberikan stimulus agar dapat berkembang secara seimbang.
Pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua
dan orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas
perkembangan. Interaksi yang dibangun mencerminkan suatu hubungan dimana
anak akan memperoleh pengalaman bermakna sehingga proses belajar dapat
2
Salah satu aspek perkembangan yang penting untuk distimulasi yaitu
perkembangan sosial emosional. Kemampuan sosial emosional anak usia dini
ditandai oleh berkembangnya kemampuan anak dalam mengadakan hubungan
interaksi sosial dengan lingkungannya, terbiasa untuk bersikap sopan santun,
mematuhi peraturan yang ada di lingkungannya, disiplin dalam kehidupan
sehari-hari serta dapat menunjukkan reaksi emosi yang wajar (Rosmala Dewi, 2005: 18).
Anak yang dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang sesuai dengan
usianya diharapkan dapat siap memasuki masa belajar selanjutnya.
Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 152) menjelaskan tentang karakteristik
perkembangan sosial emosional anak usia 4-6 tahun adalah anak lebih suka
bekerjasama dengan dua atau tiga teman yang dipilih sendiri atau berpasangan,
mulai mengikuti dan mematuhi aturan, bertanggungjawab membereskan mainan,
memiliki rasa ingintahu yang besar, mampu mengendalikan emosi serta
mempunyai kemauan untuk berdiri sendiri dan berinisiatif. Departemen
Pendidikan Nasional (2010) menjabarkan tingkat pencapaian perkembangan anak
usia 4-5 tahun pada lingkup sosial emosional meliputi menunjukkan sikap mandiri
dalam memilih kegiatan, menunjukkan rasa percaya diri, mau berbagi, menolong,
dan membantu teman. Oleh karena itu, pihak sekolah dan orang tua harus
bekerjasama mengembangkan aspek sosial emosional anak yang sangat penting
untuk bekal anak hidup bermasyarakat.
Terdapat berbagai aspek yang perlu dikembangkan dalam kaitannya
peningkatan kemampuan sosial emosional anak diantaranya adalah kemandirian.
3
yang dilakukan secara mandiri tanpa harus disuruh. Anak yang belum mandiri
biasanya rentan terhadap kecemasan, ketakutan saat sendirian, selalu ditunggu ibu
saat sekolah, ingin bersama orang lain, kecemasan melakukan sesuatu tanpa
bantuan oranglain, serta kecemasan ketika diberi tugas atau pertanyaan yang
belum dikuasai anak (Kennedy, 2004:6). Kemandirian anak dapat dibangun
melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Sentuhan-sentuhan nyata dari
interaksi dengan lingkungan ini sangat berhubungan dengan emosi, kemauan
untuk melakukan dan bertindak sesuai keinginan sendiri (Sutrisno dan Hary
Sudarto, 2005). Hal tersebut dapat mengurangi ketergantungan anak pada orang
tua dan memperkaya interaksi dan pengalaman dengan orang sekitarnya. Pada
tahap ini anak membutuhkan hubungan emosional yang kuat agar anak merasa
terlindungi. Oleh karena itu diharapkan guru dapat mengambil peran dan
mengarahkan kegiatan anak secara positif terhadap lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada tanggal 5-7 Agustus 2015,
permasalahan yang paling menonjol di kelompok B TK Masyithoh Greges adalah
masalah kemandirian anak yang belum tampak. Kondisi tersebut ditunjukkan pada
saat pembelajaran berlangsung, sekitar 8 anak dari 24 anak di kelompok B TK
Masyithoh Greges masih ditunggu orang tuanya, 2 diantaranya masih ditunggu di
dalam kelas. Hal tersebut terlihat sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar di
kelas. Anak yang ditunggu di luar kelas juga sering menemui orang tuanya untuk
membantunya mengerjakan tugas. Penyebab anak masih ditunggu orang tua di
kelas maupun di luar kelas adalah anak masih bersikap manja dan tidak mau
4
belum dapat melepas anak untuk berinteraksi dengan anak lainnya karena
khawatir terhadap anak.
Masalah lainnya yakni terdapat 5 anak dari 24 anak di kelompok B yang
belum mau menunjukkan sikap mandiri dalam mengerjakan tugas yang diberikan.
Sebagian anak sudah mampu mengerjakan tugas sampai selesai namun sebagian
masih sering meminta bantuan guru atau cenderung mengandalkan temannya
untuk ikut membantu mengerjakan. Anak yang masih ditunggu orang tuanya juga
sering meminta bantuan untuk membantu mengerjakan tugas. Kemandirian anak
dalam bekerjasama dengan teman lain juga belum tampak, belum mau berbagi,
masih cenderung bersikap individual dan ketergantungan dengan orang lain masih
tinggi. Ada juga anak yang belum menunjukkan sikap percaya diri dan belum
berani mengungkapkan pendapatnya. Anak tersebut akan cenderung diam saja,
tidak pernah mengobrol dengan teman dan gurunya, namun semua tugas yang
diberikan selesai dikerjakan.
Hasil wawancara dengan guru kelas pada tanggal 6 Agustus 2015
mengungkapkan bahwa guru sudah mencoba untuk mengembangkan kemandirian
anak di kelompok B melalui metode bercerita dan pemberian nasehat. Namun cara
tersebut belum berhasil karena masih banyak anak yang belum menunjukkan
sikap mandiri.Selain itu guru juga sudah memberikan semacam penghargaan bagi
anak yang mau ditinggal orang tua jika sudah masuk kelas. Hal tersebut hanya
bertahan sebentar karena beberapa anak akan mulai menangis dan mencari orang
5
Terdapat berbagai upaya untuk meningkatkan kemandirian anak
diantaranya penggunaan model pembelajaran dengan beragam jenis kegiatan serta
pendekatan belajar sambil bermain yang dilakukan di luar kelas (kegiatan di luar
kelas). Pembelajaran ini dapat menumbuhkan motivasi, keinginan, rasa percaya
diri dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara
mandiri. Pembelajaran yang menyenangkan diartikan sebagai pembelajaran yang
sesuai dengan dengan karakteristik belajar anak usia dini. Periode anak usia dini
adalah masa peka dalam menerima stimulus-stimulus dari lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian lingkungan merupakan unsur penting dalam menyediakan
suplai pembelajaran yang bermakna bagi anak.
Penyediaan lingkungan outdoor (lingkungan di luar ruangan) sebagai salah
satu sarana untuk pembelajaran anak usia dini dapat mendukung terciptanya
suasana belajar yang natural untuk anak dan memungkinkan untuk
mengeksplorasi inderanya, badannya dan berbuat sesuatu yang memang
diinginkan (Dowling, 2010: 26). Kejenuhan rutinitas pembelajaran yang hanya
terbatas pada empat dinding kelas memunculkan suatu ide dan gagasan baru
dalam pendekatan pembelajaran kita yakni melalui kegiatan di luar kelas atau
outdoor activity yang memadukan unsur bermain sambil belajar (andragogi).
Pelaksanaan kegiatan di luar kelas menggunakan beberapa metode seperti metode
tanya jawab, penugasan, observasi, dan bermain. Selain itu juga dapat dengan
menggunakan permainan dan bernyanyi yang memungkinkan anak untuk merasa
senang. Pembelajaran di luar ruangan dapat memberikan suasana yang nyaman,
6
rasa tanggung jawab yang berguna untuk masa depannya. Pembelajaran di luar
ruangan bukan semata-mata hanya untuk melampiaskan energi anak yang berlebih
tetapi juga dapat dirancang agar anak dapat melakukan kegiatan yang bernilai
untuk perkembangannya (Soemiarti Patmonodewo, 2003: 113).
Adelia Vera (2013: 38) menjelaskan tentang kelebihan pembelajaran di
luar kelas yakni dapat mengembangkan kemandirian anak. Ketika anak belajar di
luar kelas, sebenarnya anak sedang menghilangkan sikap ketergantungan pada
orang lain karena pembelajaran luar kelas menuntut anak untuk bersikap aktif dan
guru hanya bertindak sebagai fasilitator, teman dan pelatih dalam pembelajaran.
Banyak kegiatan yang dapat dilakukan anak di luar ruangan seperti berkebun,
bermain dramatik, bermain pasir dan air serta bermain dengan aturan. Oleh karena
itu pembelajaran luar kelas jika dirancang secara tepat dapat mengembangkan
aspek perkembangan sosial emosional anak terutama kemandirian. Melalui
kegiatan di luar kelas, anak akan bereksplorasi dengan kegiatan yang disediakan
dan berusaha sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian masalah yang timbul di kelompok B TK Masyithoh
Greges, peneliti ingin meningkatkan kemandirian anak melalui kegiatan di luar
kelas. Penggunaan model pembelajaran tersebut diharapkan dapat
7 B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Sebagian anak (8 dari 24 anak) belum mampu berpisah dengan orang tua
selama pembelajaran.
2. Anak masih mengandalkan orang lain ketika mengerjakan tugas.
3. Anak belum berani mengungkapkan pendapatnya dan belum berani tampil.
4. Pengembangan program yang menstimulasi kemandirian anak masih belum
optimal.
5. Guru dan orang tua cenderung membantu anak jika anak tidak menyelesaikan
tugasnya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
perlu diadakan batasan masalah yakni pada kemandirian anak yang masih kurang
sehingga perlu ditingkatkan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, masalah yang akan diteliti
dirumuskan yaitu: “Bagaimana upaya penerapan kegiatan di luar kelas dapat
8 E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk meningkatkan
kemandirian anak melalui kegiatan di luar kelas di kelompok B TK Masyithoh
Greges.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah referensi bahan pustaka tentang meningkatkan
kemandirian anak melalui kegiatan di luar kelas dan bentuk penerapannya
sehingga dapat dikembangkan di lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi anak
Dapat meningkatkan kemandirian anak secara keseluruhan baik di dalam
maupun di luar ruang kelas, mengurangi ketergantungan dengan orang lain,
melatih kepercayaan terhadap diri sendiri serta menumbuhkan inisiatif dan
tanggungjawab dalam menyelesaikan tugas.
b. Bagi guru
Dapat memberikan inovasi pembelajaran guru dalam rangka
mengembangkan kemandirian anak dan menambah pengalaman guru dalam
9 BAB II KAJIAN TEORI
A. Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari yang
belum matang menjadi matang, dari yang sederhana menjadi kompleks, suatu
evolusi manusia dari ketergantungan dengan orang lain hingga menjadi makhluk
yang mandiri. Djais (Ahmad Susanto, 2011) mengungkapkan perkembangan anak
adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih
tinggi dari aspek-aspek motorik, berpikir, perasaan dan interaksi baik dengan
sesama maupun dengan benda-benda di lingkungannya. Begitu pula dengan salah
satu aspek perkembangan anak yaitu perkembangan sosial emosional akan
berkembang jika diberikan stimulus yang sesuai.
Perkembangan sosial dan emosional merupakan dua aspek yang berlainan
namun satu sama lain saling mempengaruhi. Perkembangan sosial dan emosional
pada anak usia dini mengalami kemajuan yang pesat jika orang tua dan guru di
sekolah memberikan pembinaan perilaku dan sikap yang baik. Para psikolog
menjelaskan bahwa pada usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi
tumbuh kembang anak (golden age) dan sedang dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat dalam setiap aspek perkembangan (Muhyidin, dkk.,
2014). Pengembangan sosial emosional pada anak sebaiknya diarahkan pada
pembentukan perilaku sosial emosional untuk membentuk pribadi anak yang
sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat. Ahmad Susanto (2011: 134)
10
usia dini yakni perilaku-perilaku baik seperti kedisiplinan, kemandirian,
tanggungjawab, percaya diri, jujur, adil, setia kawan, kasih sayang terhadap
sesama dan memiliki toleransi yang tinggi.
Aspek perkembangan sosial emosional pada anak usia dini menurut
Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2013: 118) diharapkan memiliki
kemampuan dan kompetensi dalam mengenal lingkungan sekitar, mengenal alam,
mengenal lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keberagaman
sosial budaya di lingkungan sekitar anak. Selain itu diharapkan anak mampu
mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, memiliki kontrol diri
yang baik dan memiliki rasa empati pada masalah orang lain.
Agoes Dariyo (2013: 63) mengemukakan perkembangan sosial emosional
pada masa kanak-kanak awal masih terikat dan fokus pada hubungan dengan
orang tua dan keluarga. Masa ini ditandai dengan meningkatnya kemandirian,
kemampuan kontrol diri (self-control) dan keinginan memperluas pergaulan
dengan teman sebaya yang diharapkan dapat mengurangi kelekatan emosi dengan
orang tua, mengurangi sifat egosentris dan tidak rasionalnya. Namun, fase
perkembangan setiap anak berbeda sehingga harus distimulasi dengan
kegiatan-kegiatan yang menunjang perkembangan anak. Berdasarkan Permendiknas No. 58
Tahun 2009, tingkat pencapaian perkembangan anak usia 4-5 tahun pada aspek
sosial emosional dibagi menjadi beberapa indikator yakni menunjukkan sikap
mandiri dalam memilih kegiatan; mau berbagi, menolong dan membantu teman;
menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif;
11
permainan; menunjukkan rasa percaya diri; menjaga diri sendiri dari lingkungan
sekitar dan menghargai orang lain. Pada anak kelompok B di rentang usia 5-6
tahun harus sudah mencapai indikator-indikator tersebut dan diharapkan akan
tercapai melalui pembelajaran dan pendidikan anak usia dini di lembaga yang
diikuti anak. Aspek perkembangan sosial emosional pada anak usia 5-6 tahun
meliputi bersikap kooperatif dengan teman, menunjukkan sikap toleransi,
mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada, mengenal tata
krama dan sopan santun sesuai nilai budaya setempat, memahami peraturan dan
disiplin, menunjukkan rasa empati, memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah),
bangga terhadap hasil karya sendiri dan menghargai keunggulan orang lain.
Secara psikologis, tahap perkembangan sosial emosional anak usia 4-6
tahun menurut Erikson dalam Morrison (2012: 84) berada pada tahap initiative
versus guilt yakni kemampuan anak untuk melakukan partisipasi dalam berbagai
kegiatan fisik dan mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang dilakukan. Pada
masa ini anak sedang ingin melakukan semua yang dilihatnya dari orang dewasa
dan berusaha menirunya. Anak harus diberikan dukungan dan menumbuhkan
inisiatif dalam diri mereka agar tidak terjadi perasaan bersalah dalam diri mereka.
Namun pada masa sebelum ini anak usia dini juga melalui masa autonomy vs
shame and doubt (1-3 tahun). Masa dimana anak sudah mampu mandiri dan
percaya diri atau anak cenderung merasa malu-malu dan khawatir terhadap
lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini anak menuju perkembangan kemandirian
dan harus didukung oleh peran orang dewasa di sekitarnya terutama orang yang
12
dan Jamilah Sabri Sanan, 2013). Jika anak lebih banyak disalahkan dan tidak
diberi penguatan positif terhadap apa yang coba dilakukannya, anak akan menjadi
tidak percaya diri, ragu-ragu dan malu untuk melakukan sesuatu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan sosial emosional pada anak usia dini terutama anak usia Taman
Kanak-kanak harus diarahkan dan terus dikembangkan agar anak memiliki
kompetensi dalam hal membangun hubungan dengan orang lain dan mengenal
lingkungan sekitar. Anak akan terlatih mengembangkan perilaku disiplin, mandiri,
bertanggung jawab, jujur, dan toleransi yang tinggi dengan arahan dari orang
dewasa di sekitarnya.
B. Kemandirian pada Anak Taman Kanak-kanak
1. Pengertian Kemandirian
Pada usia 4-6 tahun perkembangan psikologis anak akan mulai muncul
seperti keinginan untuk mengurus diri sendiri atau mandiri. Kemandirian ini
merupakan salah satu komponen penting yang harus dimiliki anak agar mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kemandirian tidak terlepas dari
kehidupan sehari-hari yang menjadi dasar tingkah laku anak. Gejala awal
perkembangan kemandirian anak dari yang hanya memperhatikan keinginan diri
sendiri dan ketergantungan kepada keluarga dan berproses hingga menunjukkan
kemampuan mandiri yang lebih tinggi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Menurut Arthur (dalam Suryati dan Rita Eka Izzaty, 2007: 17),
hal tersebut terlihat ketika anak memperhatikan kebutuhan orang lain dan mulai
13
Santrock (2007: 225-226) mengungkapkan bahwa di tahun kedua
periodeperkembangan anak, mereka akan mengembangkan kemandirian diri yang
penting dalam kehidupannya kelak. Anak akan mencoba untuk melakukan segala
sesuatu yang ingin dilakukannnya sendiri seperti pergi ke toilet, membuka
kemasan makanan dan mulai makan sendiri. Orang tua atau pengasuh harus
memberi motivasi pada anak sesuai dengan kemampuannya sehingga anak dapat
belajar mengontrol motoriknya sendiri untuk bergerak. Kemandirian berdasarkan
Permendiknas No. 58 tahun 2009 adalah perkembangan sosial emosional yang
menjadi wahana untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara
wajar sehingga dapat berinteraksi dengan sesamanya dengan baik. Kemandirian
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai hal atau keadaan
dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Pada anak, sejak kecil
ia sudah biasa sehingga bebas dari ketergantungan pada orang lain.
Muhammad Fadlillah (2013: 195) mengungkapkan bahwa mandiri adalah
sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugasnya. Mandiri bagi anak sangat penting dan menjadi salah satu
nilai-nilai pilar pendidikan karakter yang harus ditanamkan sejak dini. Hal senada
diungkapkan oleh Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2013) bahwa
kemandirian adalah keadaan berdiri sendiri tanpa bergantung orang lain, mampu
bersosialisasi, dapat melakukan aktivitasnya sendiri, dapat berempati, membuat
keputusan sendiri dalam tindakannya dengan orang lain. Kemandirian secara
umum tidak hanya dapat terlihat dari tingkah laku anak, namun juga dalam bentuk
14
anak mampu berpisah dengan orang tua, masuk kelas dengan nyaman, tidak harus
selalu berinteraksi dengan pengasuhnya dan menunjukkan sikap mandiri dalam
kemampuan dasarnya (makan, BAK, memakai baju). Morrison (2012: 228)
menyebutkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk mengerjakan
tugas sendiri, menjaga diri sendiri, memulai proyek tanpa harus selalu diberitahu
apa yang harus dilakukan serta mencakup penguasaan keterampilan diri.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
merupakan kemampuan atau keterampilan yang dimiliki anak untuk melakukan
aktivitasnya sendiri tanpa ketergantungan dengan orang lain. Anak yang mandiri
akan cenderung membawa ide dan pengalaman mereka dalam pengambilan
keputusan dan menentukan pilihannya. Dorongan dari orang sekitar anak untuk
menumbuhkan kemandirian sangat penting karena karakter mandiri pada anak
usia dini akan sangat bermanfaat dalam melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri
dan untuk bergaul dengan orang lain.
2. Ciri-ciri Kemandirian Anak
Kemandirian pada anak usia dini sangat berkaitan dengan nilai-nilai
pendidikan karakter di Indonesia yang harus ditanamkan agar menjadi generasi
muda yang mempunyai karakter positif untuk kemajuan bangsa. Mandiri
merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas yang diterimanya. Novan Ardy Wiyani (2013: 33)
menjabarkan beberapa ciri-ciri kemandirian pada anak usia dini diantaranya
15
a. Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri
Anak yang memiliki rasa percaya diri memiliki keberanian untuk melakukan
sesuatu dan menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya dan
bertanggungjawab terhadap konsekuensi yang didapatnya.
b. Memiliki motivasi intrinsik yang tinggi
Motivasi dari dalam diri anak akan mengarahkan dan menggerakkan anak
melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keinginan dalam diri anak biasanya
akan mendorong anak bergerak aktif terutama jika anak dihadapkan dengan
situasi yang menyenangkan.
c. Mampu dan berani menentukan pilihannya sendiri
Anak yang mandiri dapat menentukan apa yang ingin dilakukannya sendiri
seperti anak dapat memilih makanan yang akan dimakan, memilih mainan
yang akan digunakan, atau memilih baju yang akan digunakannya untuk
jalan-jalan.
d. Bertindak kreatif dan inovatif
Anak yang kreatif akan melakukan sesuatu atas kehendak sendiri tanpa
disuruh orang lain, tidak bergantung pada orang lain dalam melakukan
sesuatu serta mencoba dan menyukai hal-hal yang baru.
e. Bertanggungjawab menerima konsekuensi atas pilihannya
Anak yang mandiri akan cenderung bertanggung jawab atas keputusan yang
diambilnya apapun yang terjadi. Jika pada anak usia dini ketika salah
16
lainnya. Anak tidak malu jika melakukan kesalahan dan berusaha
memperbaikinya.
f. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Anak yang berkarakter mandiri akan cepat menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru dan dapat belajar walaupun tidak ditunggui oleh orang
tuanya.
g. Tidak bergantung kepada orang lain
Anak yang memiliki karakter mandiri selalu ingin mencoba sendiri dalam
melakukan segala sesuatu, tidak mengandalkan oranglain dan tahu kapan
minta bantuan orang lain. Anak akan berusaha melakukan sendiri, tetapi jika
tidak mampu mendapatkannya, anak baru meminta bantuan orang lain.
Kepercayaan diri anak sangat berkaitan dengan kemandirian. Anak yang
mandiri akan memiliki rasa percaya diri, berani melakukan sesuatu sendiri serta
bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Anak juga mempunyai
motivasi dalam diri dan berinisiatif untuk bergerak sesuai apa yang
diinginkannya. Anak yang memiliki karakter mandiri akan cenderung mencoba
melakukan segala sesuatu, tidak bergantung pada orang lain dan tahu kapan dia
akan meminta bantuan.
Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2013: 63) menjabarkan ukuran
mandiri untuk anak usia dini dapat terlihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
a. Anak dapat melakukan segala aktivitasnya secara sendiri meskipun dengan pengawasan orang tua.
17
c. Anak dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa perlu ditemani orang tua. d. Anak dapat mengontrol emosi dan mampu berempati terhadap orang lain.
Anak yang mandiri dimulai dari kehidupan di keluarganya dan juga
refleksi dari apa yang didapatnya dari lingkungan sekitar anak. Pemenuhan
kebutuhan dasar anak yang dilakukan secara mandiri akan mendasari timbulnya
keinginan dan motivasi untuk lebih mandiri. Anita Lie dan Sarah Prasasti (2004:
4-5) membagi karakteristik kemandirian anak usia dini yaitu:
a. Mampu mengurus diri sendiri, yang berarti anak mampu mengurus dirinya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Dengan demikian anak tidak bergantung
pada orang tua dan bantuan dari orang lain. Anak mengetahui sejauh mana
dia dapat mengerjakan sesuatu sendiri.
b. Mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi artinya anak mampu berpikir
tentang cara untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi berkaitan
dengan masalah dengan orang lain maupun masalah pemahaman akan
sesuatu. Anak mandiri mampu bertindak tanpa harus diingatkan dan memiliki
inisiatif yang tinggi.
c. Mampu bertanggungjawab atas barang-barang yang dimiliki yang berarti
anak dapat mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkannya secara
mandiri. Anak tahu apa saja perlengkapan sekolah yang dibutuhkannya dan
bagaimana cara memperlakukan barang-barang miliknya.
Berdasarkan pada uraian diatas, anak yang memiliki karakter mandiri
18
memiliki kepercayaan diri dan berani bertindak atau berinisiatif melakukan hal
yang perlu dilakukan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak
Pengembangan kemandirian dapat terwujud jika disertai peran orang tua
dalam menyadari arti kemandirian bagi anak. Pengasuhan dan perawatan oleh
orang tua serta peran guru ketika di sekolah sangat berpengaruh. Guru sebagai
penanggung jawab kegiatan di sekolah harus terampil melatih dan membiasakan
anak agar mandiri. Guru dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman,
menyusun strategi pembelajaran, mengintegrasikan pembelajaran kemandirian
dengan aktivitas anak baik di dalam maupun di luar kelas serta memberikan
contoh yang baik kepada anak (Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, 2013:
79). Kemandirian pada anak usia dini tidak serta merta dapat terbangun dengan
sendirinya. Anak perlu dilatih dan diberikan pembelajaran kemandirian sejak
dini. Tanpa diajarkan, anak tidak akan tahu bagaimana mereka harus membantu
dirinya sendiri. Orang tua dan guru harus mengetahui faktor-faktor kemandirian
anak agar dapat membentuk karakter mandiri kepada anak.
Novan Ardy Wiyani (2013: 37) membagi beberapa faktor yang
mempengaruhi timbulnya kemandirian anak yakni faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari diri sendiri
meliputi kondisi fisiologis seperti jenis kelamin dan kesehatan jasmani anak dan
kondisi psikologis berupa kecerdasan dan kemampuan kognitif yang dimiliki
anak. Anak yang memiliki keterbatasan fisik dan psikologis belum tentu tidak
19
dengan pelatihan dan pembelajaran ekstra dari semua pihak. Adapun faktor
eksternal yang mempengaruhi kemandirian anak meliputi lingkungan sebagai
sumber stimulus anak, rasa cinta dan kasih sayang yang diberikan orang tua, pola
asuh orang tua dalam keluarga dan pengalaman dalam kehidupan seperti ketika
perpindahan lingkungan rumah ke sekolah. Anak yang cenderung manja dan
selalu bergantung pada orang lain mungkin menerima perlakuan berlebihan dari
orang tua dan keluarganya. Anak terbiasa untuk memenuhi kebutuhan dirinya
dengan bantuan dan orang tua juga cenderung tidak memberi kesempatan
seluas-luasnya pada anak untuk mengembangkan dirinya.
4. Aspek Kemandirian Anak
Kemandirian pada seorang anak pada hakikatnya tidak bersifat tunggal
melainkan bersifat jamak, yakni anak dikatakan mandiri tidak hanya dilihat dari
satu aspek saja. Menurut Havighurst, dalam Martinis Yamin dan Jamilah Sabri
Sanan (2013: 65) disebutkan beberapa aspek kemandirian yaitu kemandirian
emosi, ekonomi dan intelektual. Kemandirian emosi pada anak ditunjukkan
dengan kemampuan anak untuk mengontrol emosi dan ketergantungan kebutuhan
emosinya dengan orang tua. Kemandirian ekonomi ditandai dengan kemampuan
anak mengatur ekonominya sendiri dan ketergantungan ekonominya dengan
orang tua. Anak sudah terbiasa untuk menabung dan tidak membebani orang tua
dengan permintaan yang berlebihan. Selanjutnya kemandirian intelektual
20
dihadapi, kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan tidak tergantung
dengan orang lain.
Anak yang matang dan menjadi dewasa bukan hanya anak yang sekedar
tumbuh secara fisik tetapi juga secara emosional, mental dan moral, termasuk
perkembangan kemandirian (Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, 2013:
69). Anak yang mandiri secara fisik cenderung akan bekerja sendiri dan
menggunakan fisiknya untuk mengerjakan aktivitas kehidupannya. Anak mandiri
secara mental adalah anak yang dapat berpikir sendiri, menggunakan
kreativitasnya, mampu mengekspresikan gagasannya dan tidak mengandalkan
orang lain. Secara emosional, anak yang mandiri adalah anak yang mampu
mengelola emosinya dan mandiri secara moral, anak memiliki sikap-sikap yang
sesuai dengan perilaku yang ada di lingkungannya. Berikut ini pembagian aspek
kemandirian yang ada pada anak usia dini menurut Martinis Yamin dan Jamilah
Sabri Sanan (2013: 80-85) yaitu:
a. Kemandirian sosial dan emosi
Bentuk kemandirian ini ditunjukkan oleh anak yang melalui fase
pemisahan untuk lepas dari ketergantungannya dengan orang tua dan orang
dewasa di sekitarnya, anak memiliki pengalaman transisi ke lingkungan yang
berbeda serta bekerjasama dalam kelompok untuk membina hubungannya dengan
orang lain. Anak yang mandiri akan mencoba untuk melakukan segala sesuatu
yang ingin dilakukannya sendiri dan tahu kapan ia akan meminta bantuan. Anak
cenderung menghilangkan sifat ketergantungan kepada orang lain dan dapat
21
akan dapat berpisah dalam waktu singkat dengan orang tuanya. Anak dapat masuk
kelas dengan nyaman dan tidak selalu berinteraksi dengan pengasuhnya. Anak
juga mulai dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara independen.
b. Kemandirian fisik dan fungsi tubuh
Kemandirian ini ditandai dengan anak dapat memenuhi kebutuhan akan
dirinya. Misalnya anak makan sendiri, memakai pakaian sendiri, membersihkan
diri sendiri dan belajar sendiri. Pada anak usia Taman Kanak-kanak yang mandiri,
anak terbiasa untuk pergi ke toilet sendiri tanpa bantuan dan mencuci tangan
setelah kegiatan. Anak juga akan cenderung bertindak sendiri menyiapkan
keperluannya dan membereskan peralatan sekolahnya sendiri tanpa bantuan orang
lain. Tugas melayani diri sendiri dilakukan anak atas inisiatif sendiri karena sadar
bahwa itu adalah tanggungjawabnya. Pengoptimalan kemandirian ini sangat
penting agar anak siap dalam menghadapi kehidupannya kelak.
c. Kemandirian intelektual
Kemandirian intelektual lebih mengacu pada bagaimana anak dapat
mandiri belajar dan memperoleh pengetahuan. Kemandirian anak dapat dilihat
dari bagaimana anak menyelesaikan tugasnya sendiri dan orang tua harus
memberikan kesempatan untuk mengerjakan tugasnya sendiri. Anak juga dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan caranya sendiri dan berinisiatif
memilih sesuatu yang diminati. Anak yang mandiri mampu mengambil keputusan
sederhana seperti mengambil tugas yang harus dilakukannya sendiri dan memilih
22
terutama dalam hal keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru serta berinisiatif
menuangkan ide dan gagasannya.
Pada anak usia dini, aspek kemandirian yang perlu ditingkatkan agar anak
memiliki karakter mandiri diantaranya mandiri secara sosial emosi yakni tidak
bergantung pada orang lain, mandiri secara fisik dan fungsi tubuh yakni dapat
memenuhi kebutuhan dirinya tanpa bantuan serta mandiri secara intelektual
berupa mandiri dalam menyelesaikan tugas sederhana yang diberikan.
Di antara berbagai macam aspek kemandirian pada anak usia dini,
beberapa ahli mengemukakan berbagai indikator kemandirian yang perlu
ditingkatkan sejak dini. Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2013: 77)
mengemukakan beberapa indikator kemandirian anak usia dini dirangkum dari
pendapat para ahli yakni serangkaian kegiatan yang mencerminkan kemampuan
sesorang dalam kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin,
pandai bergaul, saling berbagi dan dapat mengendalikan emosi.
Hal berbeda dikemukakan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 29) yang
membagi indikator kemandirian yang harus ditingkatkan pada anak usia dini yaitu
kemampuan untuk menentukan pilihan, berani memutuskan sesuatu atas
pilihannya sendiri, bertanggung jawab atas pilihannya, memiliki rasa percaya diri,
mampu mengarahkan dan mengembangkan diri, mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan menunjukkan sikap berani. Sebagai bahan pertimbangan
bagi guru dan orang tua mendorong anak menuju kemandirian, maka perlu
23
menentukan sendiri apa yang diputuskannya. Upaya ini diharapkan agar anak
memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan untuk dirinya.
Dari paparan pendapat diatas maka peneliti menyimpulkan beberapa
indikator peningkatan kemandirian anak usia dini dari aspek kemandirian emosi
sosial, intelektual dan fisik (tindakan) yakni tidak bergantung pada orang lain,
memiliki rasa percaya diri, mempunyai inisiatif dalam bertindak, mampu
memenuhi kebutuhan dirinya dan menyelesaikan tugas sendiri tanpa bantuan
orang lain.
5. Pengembangan Kemandirian Anak
Suryati Sidharto dan Rita Eka Izzaty (2007) mengemukakan beberapa
aplikasi kemampuan yang berkenaan dengan kemandirian yang dapat distimulasi
melalui proses kegiatan belajar mengajar anak Taman Kanak-kanak yaitu
membelajarkan demonstrasi mandi dan gosok gigi, memakai pakaian dan sepatu
sendiri serta pemberian penghargaan kepada anak dengan memberi kebebasan
untuk berkreasi. Selanjutnya anak juga diberikan kesempatan agar berani
menyatakan apa yang dirasakannya dan memperlihatkan pada kejadian yang
mengundang empati anak. Anak akan mendapat pembelajaran sikap peduli
terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Penanaman rasa percaya diri juga
sebagian dari pengembangan kemandirian anak karena percaya diri menjadi
modal seorang individu untuk berkembang mencapai kemampuan penyesuaian
diri dengan baik. Anak yang memiliki rasa percaya diri, cenderung akan memiliki
inisiatif dalam mengambil keputusan dan berani bertindak sesuai dengan
24
Penanaman kemandirian pada anak sejak dini harus memperhatikan
beberapa hal berikut yaitu:
a. Kepercayaan, rasa percaya diri dalam diri perlu ditanamkan pada anak-anak
dengan memberikan kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang yang
mampu dilakukannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengenalkan
suasana sekolah yang mungkin masih asing dan berat bagi anak.
b. Kebiasaan, pemberian kebiasaan yang baik kepada anak sesuai dengan usia
dan tingkat perkembangannya dapat dilakukan dengan membuang sampah
pada tempatnya, mencuci tangan serta meletakkan alat main pada tempatnya
semula yang dapat menjadi awal anak bersikap mandiri di sekolah.
c. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam menjelaskan tentang
kemandirian dengan bahasa yang mudah dipahami atau melalui pembacaan
cerita atau pemberian nasihat untuk anak.
d. Disiplin melalui proses pengawasan dan bimbingan guru dan orang tua yang
konsisten.
Pendapat lain diungkapkan oleh Desmita (2011: 190) tentang beberapa
upaya pengembangan kemandirian anak di sekolah diantaraya:
a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis dan memungkinkan anak untuk merasa dihargai
b. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
c. Memberi kebebasan anak untuk mengeksplorasi lingkungan sehingga mendorong rasa ingin tahu mereka.
d. Penerimaan positif terhadap kelebihan maupun kekurangan anak, tidak membeda-bedakan satu sama lain.
25
Pengembangan atau peningkatan kemandirian untuk membentuk karakter
mandiri pada diri anak usia dini terutama usia Taman Kanak-kanak memerlukan
rangsangan dan dorongan untuk bereksplorasi secara berulang-ulang agar rasa
tanggung jawab anak dapat terbentuk. Untuk itu peran orang tua dan guru sangat
penting dengan memberikan kesempatan pada anak untuk berinisiatif serta
menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga anak tahu bagaimana
melaksanakan tugas yang diberikan dan mandiri dalam bertindak sehari-hari.
Selain itu guru dan orang tua diharapkan dapat menyediakan berbagai bentuk
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian anak sejak
dini.Pembelajaran yang mendorong peningkatan kemandirian anak dapat
dilakukan dengan berbagai metode seperti pembiasaan, metode bercerita,
bermain maupun kegiatan belajar yang mendorong eksplorasi anak.
C. Kegiatan di Luar Kelas
1. Pengertian Kegiatan di Luar Kelas
Kegiatan di luar kelas atau pembelajaran luar kelas merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang berlangsung di luar kelas. Tujuannya adalah
untuk mengeksplorasi lingkungan sebagai sumber belajar bagi anak. Menurut
Husamah (2013: 22), outdoor learning atau juga dikenal dengan kegiatan di luar
kelas, outdoor study dan pembelajaran lapangan diartikan sebagai pendidikan
yang berlangsung di luar kelas yang melibatkan pengalaman dan partisipasi siswa
untuk mengikuti tantangan petualangan yang diberikan. Pembelajaran luar kelas
tidak hanya sekadar memindahkan pembelajaran tetapi juga mengajak anak untuk
26
perubahan perilaku siswa agar lebih bertanggungjawab. Pendekatan outdoor ini
menggunakan setting terbuka sebagai sarana utama serta dipergunakan untuk
mengasah aktivitas fisik dan sosial anak dimana anak akan lebih banyak
melakukan kegiatan-kegiatan yang secara tidak langsung melibatkan kerjasama
antar teman dan kemampuan berkreasi. Aktivitas ini memunculkan proses
komunikasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, saling memahami dan
menghargai perbedaan.
Hal senada juga dikemukakan oleh Adelia Vera (2012: 17) bahwa kegiatan
di luar kelas atau outing class diartikan sebagai suatu kegiatan menyampaikan
pembelajaran di luar kelas, sehingga kegiatan atau aktivitas belajar mengajar
berlangsung di alam bebas atau luar kelas dan melibatkan alam secara langsung
sebagai sumber belajar bagi anak. Konsep yang melandasi pendekatan kegiatan di
luar kelas menurut Hary Yuliarto (2010: 3) antara lain fenomena pendidikan yang
ada selama ini tidak menempatkan anak sebagai subyek, setiap anak unik serta
memiliki kelebihan dan kekurangan, dunia anak adalah dunia bermain serta usia
anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia namun kurang
memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkannya.
Kegiatan luar kelas bagi anak usia dini dapat mendukung terciptanya
susasana belajar yang berbeda dengan yang ada di kelas sehingga pengalaman
belajar anak menjadi lebih luas dan tidak membosankan. Dengan demikian anak
27
2. Manfaat Kegiatan di Luar Kelas dalam Peningkatan Kemandirian Anak
Pelaksanaan kegiatan di luar kelas pada anak usia dini dapat memberikan
manfaat yang luar biasa terutama dalam peningkatan kemandirian anak. Namun
manfaat yang dirasakan tidak hanya sebatas pada hal tersebut. Kegiatan luar kelas
memungkinkan anak untuk mendapatkan motivasi belajar yang tinggi, meaningful
learning, mengasah aktivitas fisik dan kreativitas, merangsang penguasaan
keterampilan sosial anak serta mendapatkan penbelajaran dengan suasana yang
nyaman dan menyenangkan (Adelia Vera, 2012). Kegiatan luar kelas akan
mendorong anak antusias dalam mengikuti kegiatan karena setting alam terbuka
akan memberikan suasana yang menyenangkan bagi anak.
Kegiatan yang dilakukan di luar kelas menuntut anak untuk bersikap aktif
dan inisiatif untuk mencapai tujuan belajar. Anak belajar dengan mengeksplorasi
sumber belajar di luar ruangan dan sesuai dengan capaian perkembangan yang
diharapkan. Dengan demikian anak sedikit demi sedikit menghilangkan
ketergantungan dengan orang lain minimal ketergantungan terhadap guru. Dalam
hal ini guru bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran, mengarahkan dan
tidak terlalu mengintervensi anak.
Hal serupa juga dikemukakan The Early Years Foundation Stage (2007)
bahwa kegiatan di luar kelas pada anak akan mendukung kepercayaan diri siswa,
penghargaan terhadap kemampuan dirinya dan mengembangkan kemandirian
dalam mengambil keputusan dalam mengeksplorasi lingkungan sumber
28
untuk berkembang sesuai kodratnya sebagai anak dan memiliki kemampuan untuk
beradaptasi di lingkungan yang berbeda.
3. Bentuk Penerapan Kegiatan di Luar Kelas dalam Pembelajaran
Hary Yuliarto (2010) menjabarkan beberapa elemen yang perlu
diperhatian diperhatikan dalam kegiatan di luar kelas yaitu : 1) Alam terbuka
sebagai sarana kelas; 2) Berkunjung ke objek langsung; 3) Unsur bermain sebagai
dasar pendekatan; 4) Guru harus mempunyai komitmen. Setting alam terbuka
membutuhkan partisipasi aktif dari siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan dari
sumber yang telah disediakan dan pengamatan langsung juga menjadi teknik yang
dilakukan dalam pembelajaran di luar kelas. Hary Yuliarto menambahkan bahwa
aktivitas luar kelas atau kegiatan di luar kelas bagi anak akan lebih tepat jika
dilakukan dengan metode bermain karena bermain dapat menjadi wahana bagi
anak untuk mengembangkan watak dan kepribadiannya. Oleh karena itu, guru dan
orang tua harus lebih pandai dan bijak dalam memilih model atau jenis
pembelajaran yang tepat sesuai situasi lingkungan. Guru juga harus
memperhatikan faktor keamanan karena di alam bebas mempunyai tingkat
keriskanan yang tinggi terhadap keselamatan siswa.
Kegiatan di luar kelas untuk anak usia dini atau anak usia Taman
Kanak-kanak harus disajikan dengan memperhatikan karakteristik dan sesuai untuk anak.
Kegiatan di luar kelas dapat dilaksanakan dengan berbagai metode yang sesuai.
29
sesuai dengan kebutuhan anak menurut Adelia Vera (2012: 107) diantaranya
adalah:
a. Metode Penugasan
Metode penugasan adalah suatu cara penyajian bahan pembelajaran dari
seorang guru dengan memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan
belajar. Jika pembelajaran dilakukan di luar kelas, maka anak harus
menyelesaikan tugasnya saat itu juga di luar kelas. Pemberian tugas pada anak
usia dini harus jelas dan terperinci agar tidak membingungkan anak seperti bahan
dan alat yang diperlukan, serta darimana anak memulai dan mengakhiri
(Moeslichatoen, 2004: 182). Melalui metode ini dapat muncul kemandirian pada
diri anak. Mereka tidak akan bergantung banyak pada orang lain dan muncul
usaha untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Jika metode ini digunakan
dalam kegiatan di luar kelas, anak akan lebih terdorong untuk belajar dengan
berbagai variasi sehingga tidak bosan dan terasa menyenangkan.
Penugasan di luar kelas akan mendorong anak untuk mulai
mempersiapkan berbagai keperluan yang akan dibawanya ke luar kelas dan
memilih tempat yang disukainya. Hal tersebut dapat menumbuhkan kemandirian
dirinya dalam meminimalkan ketergantungan kepada orang lain. Penugasan yang
dilakukan di luar kelas bisa berupa kegiatan menggambar, melukis, dan
menempel dengan bahan alam yang ada di lingkungan sekitar sekolah.
b. Metode Tanya Jawab
Metode ini menggunakan teknik tanya jawab seperti guru memberikan
30
pertanyaan feedback kepada guru jika belum paham. Pada kegiatan belajar di luar
kelas, metode ini memungkinkan terjadinya komunikasi aktif antara guru dan
anak. Metode tanya jawab ini dapat dilakukan oleh guru ketika pembelajaran
jelajah lingkungan atau jalan-jalan. Guru bertanya tentang segala hal yang sudah
atau belum diketahui anak sepanjang perjalanan. Guru juga harus memberi
kesempatan pada anak untuk menyampaikan pendapatnya atau bertanya sehingga
pembelajaran akan menjadi lebih bermakna.
c. Metode Bermain
Metode bermain atau belajar dengan bermain dan permainan ini mengajak
siswa untuk memperoleh pemahaman tentang konsep, nilai, moral dan norma
sehingga menghasilkan pengalaman yang berharga. Moeslichatoen (2004: 33)
menjelaskan bahwa dengan kegiatan bermain anak akan memperoleh kesempatan
memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan berbagai macam alat
dan bahan, belajar memecahkan masalah, berperan dalam kelompok,
meningkatkan kepekaan perasaannya dan memperoleh pengalaman yang
menyenangkan. Permainan yang mengasah ketangkasan dan keberanian anak
dapat dirancang oleh guru untuk membentuk kepribadian anak yang mandiri dan
percaya diri. Contoh bermain yang dapat digunakan oleh guru pada pembelajaran
luar kelas ini sangat banyak macamnya dan disesuaikan dengan kebutuhan. Jika
dikaitkan dengan peningkatan kemandirian anak, bermain yang cocok untuk anak
adalah permainan yang menantang keberanian anak untuk mencoba dan
mengendalikan tubuhnya. Seperti permainan outbound, games dan permainan
31
d. Metode Observasi
Metode observasi pada kegiatan di luar kelas merupakan kegiatan atau
cara belajar di luar kelas yang dilakukan dengan melihat atau mengamati sesuatu
yang sedang dipelajari secara langsung di alam bebas. Anak diajak berkeliling di
sekitar lingkungan sekolah misalnya di sawah, sungai, pasar atau tempat lain
untuk melakukan pengamatan terhadap obyek yang berkaitan dengan pokok
bahasan yang sedang dipelajari. Hasilnya anak dapat mencatat apa saja yang
ditemui. Namun untuk anak usia dini, tidak memungkinkan anak melakukan
pencatatan sehingga dapat dialihkan menjadi pengumpulan benda-benda untuk
dikenalkan kepada teman lain atau dalam bentuk penggambaran tentang tempat
yang dikunjungi. Metode observasi ini dapat dilakukan dengan cara jelajah
lingkungan atau jelajah alam sekitar. Pembelajaran jelajah lingkungan ini
mengajak anak untuk mengenal objek, gejala dan permasalahan yang terjadi di
lingkungan sekitar anak serta menemukan konsep yang dapat dipelajarinya
(Husamah, 2013: 39). Keuntungan penggunaan kegiatan jelajah lingkungan ini
bagi anak adalah mendorong anak untuk menumbuhkan minat belajarnya dan
belajar dengan pengamatan sendiri.
Aktivitas luar kelas yang digunakan pada pembelajaran anak dapat berupa
permainan, cerita, olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus
lingkungan di sekitarnya, aksi lingkungan, dan jelajah lingkungan. Bentuk-bentuk
aktivitas di luar kelas tersebut dapat dirancang dalam pembelajaran untuk
32 D. Kerangka Pikir
Anak-anak yang mandiri adalah anak yang percaya diri dan memiliki
motivasi instrinsik yang tinggi. Karakter mandiri dalam diri anak merupakan
modal dasar bagi anak untuk meraih masa depannya dan berhasil dalam
kehidupan bermasyarakat. Peran orang tua dan orang dewasa di sekitar anak
sangat penting untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian anak.
Kemandirian anak di kelompok B TK Masyithoh Greges masih kurang
dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah. Anak masih bergantung pada
orang lain dan belum menunjukkan sikap percaya diri dalam bertindak. Selain itu,
anak juga masih belum mandiri dalam mengikuti kegiatan dan cenderung kurang
bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas. Guru sudah menggunakan
berbagai cara untuk meningkatkan kemandirian anak di sekolah namun belum
tercapai. Oleh karena itu diperlukan kegiatan pembelajaran yang tepat untuk
membantu meningkatkan kemandirian anak.
Bentuk pembelajaran yang disajikan yakni melalui kegiatan di luar kelas.
Kegiatan ini memberikan kesempatan pada anak untuk belajar mengeksplorasi
lingkungan luar kelasnya, bertindak aktif, mengikuti aturan, belajar
menyelesaikan masalahnya sendiri dan berinisiatif (Adelia Vera, 2012).Jadi
kegiatan di luar kelas ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kemandirian anak serta mendukung aspek kemampuan yang lain. Kegiatan yang
dilakukan di luar kelas ini meliputi kegiatan eksplorasi lingkungan sekitar,
33
Kegiatan-kegiatan yang disajikan ketika pelaksanaan kegiatan di luar kelas
dapat meningkatkan kemandirian anak sesuai indikator yakni tidak bergantung
pada orang lain, menyelesaikan tugas dengan baik, mempunyai rasa percaya diri,
memiliki inisiatif dan dapat memenuhi kebutuhan dirinya di sekolah. Indikator
kemandirian anak mengacu pada penjabaran aspek kemandirian yang
dikemukakan Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2013: 80-85).
Pada kegiatan eksplorasi, anak didorong untuk mampu berinisiatif
mengungkapkan pendapatnya, aktif bertanya dan membangun interaksi dengan
anak lain sehingga meningkatkan kemandirian sesuai indikator memiliki rasa
percaya diri. Guru mendorong anak untuk aktif berpendapat dengan mengajak
anak mendiskusikan hal-hal yang mereka temukan dan dikaitkan dengan tema.
Pada kegiatan penugasan di luar kelas, anak didorong untuk dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan sehingga kemandirian emosi dan intelektualnya meningkat
karena tidak bergantung pada orang lain dan berupaya menyelesaikan tugasnya
sendiri. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menyiapkan
keperluannya untuk mengerjakan tugas dan memberikan motivasi agar anak
menyelesaikan tugasnya sendiri. Pada kegiatan permainan yang membutuhkan
fungsi motorik, aspek kemandirian anak secara fisik juga akan berkembang karena
anak mau mencoba bermain melalui permainan yang diberikan. Ketika anak
dihadapkan dengan permainan, anak terlihat mau mencoba bermain mengikuti
aturan. Hal tersebut mempengaruhi motivasi anak lain sehingga mereka mau
34
Gambar 1. Kerangka Pikir
E. Hipotesis Tindakan
Dari pemaparan kajian teori dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
kemandirian anak terutama tidak bergantung pada orang lain, mempunyai rasa
percaya diri, mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan menyelesaikan tugas
tanpa bantuan orang lain dapat ditingkatkan melalui kegiatan di luar kelas yang
terangkum dalam kegiatan penugasan di luar kelas, eksplorasi lingkungan sekitar,
dan permainan.
Kemandirian anak kurang
Kegiatan di luar kelas
-Penugasan
-Eksplorasi
lingkungan sekitar
-Games/permainan
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar-mengajar berupa sebuah tindakan yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi
Arikunto, 2007: 3). Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki
pelaksanaan pembelajaran dan mengembangkan keterampilan pendidik. Wina
Sanjaya (2009: 26) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan
proses pengkajian masalah pembelajaran yang ada di kelas melalui refleksi diri
dalam upaya memecahkan masalah menggunakan berbagai cara yang terencana
serta menganalisis pengaruh dari perlakuan tersebut.
Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti bertindak sebagai observer
dan guru sebagai kolaborator karena pola penelitian tindakan kelas ini adalah pola
kolaboratif dimana guru berperan sebagai anggota tim peneliti dan melaksanakan
tindakan sebagaimana yang telah direncanakan oleh peneliti (Wina Sanjaya, 2009:
59). Penelitian tindakan kelas berasal dari suatu masalah di dalam kelas yang
ditemukan untuk dikembangkan menuju ke arah positif. Untuk mengembangkan
kemandirian anak, peneliti melakukan tindakan perbaikan menggunakan kegiatan
36 B. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah anak berusia 5-6 tahun atau anak kelompok B
di Taman Kanak-kanak. Pada usia ini, sikap mandiri dan rasa percaya diri anak
diharapkan sudah muncul dan berkembang terutama pada sikap tidak bergantung
pada orang lain dan memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugasnya.
Namun pada anak kelompok B TK Masyithoh Greges, yang berjumlah 24 anak
terdiri dari 11 laki-laki dan 13 perempuan, belum terlihat kemandirian yang
diharapkan muncul. Obyek penelitian ini adalah peningkatan kemandirian anak
melalui kegiatan di luar kelas.
C. Definisi Operasional
Untuk menghindari kemungkinan meluasnya pemahaman terhadap
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, maka perlu disampaikan
definisi operasional yang digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Kemandirian yang dimaksud adalah anak tidak bergantung pada orang lain,
mempunyai rasa percaya diri, menyelesaikan tugas tanpa bantuan orang lain,
memiliki inisiatif dan dapat memenuhi kebutuhan dirinya di sekolah.
Kemandirian diukur dengan lembar observasi yang menunjukkan frekuensi
dari perilaku yang muncul.
2. Penelitian ini difokuskan pada kegiatan di luar kelas (outdoor activities) yang
merupakan salah satu pengembangan dari program outdoor learning.
Kegiatan di luar kelas adalah kegiatan pembelajaran di luar kelas yang
37
bereksplorasi dengan lingkungan serta menjalin interaksi dengan teman.
Program kegiatan di luar kelas ini bertujuan mendorong anak bersikap aktif,
inisiatif dan tidak bergantung pada orang lain ketika berpartisipasi dalam
kegiatan yang disampaikan. Program kegiatan di luar kelas dibagi menjadi
beberapa kegiatan yaitu eksplorasi atau jelajah lingkungan sekitar, penugasan
di luar kelas dan permainan
D. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelompok B TK Masyithoh Greges dengan
alamat Greges, Donotirto, Kretek, Bantul, Yogyakarta 55772. Lokasi sekolah
yang berada di pinggiran desa dan memiliki halaman yang luas sangat
memungkinkan anak untuk belajar di luar kelas dengan nyaman. Waktu
pelaksanaan tindakan pada kelompok B di TK Masyithoh Greges adalah pada
bulan Juli-September 2015.
E. Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah model penelitian yang
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart lalu diaplikasikan sesuai dengan
kebutuhan peneliti. Metode ini menggunakan siklus sistem spiral dan
masing-masing siklus terdiri dari empat komponen pokok yaitu perencanaan (plan),
perlakuan/tindakan (act), pengamatan (observe) dan refleksi (reflect) (Rochiati
38
siklus di mana siklus kedua merupakan perbaikan dari siklus pertama dan
seterusnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan
berkelanjutan dan berulang yang ditampilkan pada gambar berikut ini:
Keterangan:
Siklus I:
1.Perencanaan I
2.Tindakan I dan Observasi I 3.Refleksi I
Siklus II:
1.Revisi Perencanaan I dan Perencanaan II 2.Tindakan II dan Observasi II
3.Refleksi II
Gambar 2. Desain penelitian menurut Kemmis dan Mc. Taggart (Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, 2011: 21)
F. Rencana Pelaksanaaan
1. Perencanaan Tindakan Siklus I
Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti bekerjasama dengan guru kelas
untuk merencanakan segala sesuatu yang akan dilakukan. Perencanaan itu adalah
sebagai berikut:
a. Merencanakan kegiatan yang dilakukan di luar kelas (outdoor) dan
menentukan tema dan sub tema yang sesuai. Tema dalam penelitian ini
adalah “Diri Sendiri” dengan sub tema “Panca Indera dan Anggota Tubuhku”.