• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009135 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009135 Full text"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL WARGA DEWASA ANTARA ETNIS MADURA DENGAN ETNIS JAWA DI BONDOWOSO

Priscila Yeni Pratiwi

Jusuf Tjahjo Purnomo

Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan perilaku prososial antara

etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 warga

dewasa yang ada di Bondowoso. Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Pengumpulan data dalam bentuk

angket (kuesioner) dengan menggunakan metode skala. Untuk analisis data yang digunakan

adalah analisis data komparasi, yang disebut dengan uji “t” (T-test). Hasil menunjukkan dari

Independent Sample T untuk perilaku prososial adalah 0,974 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis

Madura dan etnis Jawa.

(6)

ABSTRACT

This study aims to find whether there is prosocial behavior difference between

Madurese and Javanese ethnicities in Bondowoso, East Java. The participants of this study

are 60 adults who domicile in Bondowoso. The data collection procedure of this study is

purposive sampling technique, in which the sampling process is done by selecting the

subjects according to specific criteria that have been determined by the researcher. The data

collection instrument is questionnaire with using scaling method. The data analysis process is

data comparison, which also called ‘T-test’. The result of Independent Sample T shows that

for prosocial behavior is 0,974 (p > 0,05). This finding proves that there is no prosocial

behavior difference between Madurese and Javanese ethnicities in Bondowoso.

(7)

PENDAHULUAN

Batson (dalam Peplau dkk, 2009) menyebutkan bahwa perilaku prososial adalah

perilaku yang lebih luas daripada altruisme. Ia mencakup setiap tindakan yang

membantu atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong.

Banyak tindakan prososial bukan tindakan altruisme. Misalnya, jika seseorang menjadi

relawan untuk kerja amal guna menarik perhatian teman atau untuk menambah

pengalaman guna mencari kerja, maka seseorang tersebut tidak bertindak altruistik

dalam pengertian istilah itu.perilaku prososial bisa dimulai dengan tindakan altrisme

tanpa pamrih sampai tindakan yang dimotivasi pamrih atau kepentingan pribadi.

Banyak studi telah mendokumentasikan kesediaan orang untuk membantu orang

asing yang membutuhkan pertolongan. Berkowitz (dalam Peplau dkk, 2009)

menyebutkan bahwa di kota-kota Amerika Serikat, lebih dari separuh pembeli wanita

yang naik bis bersedia memberi uang kepada kepada mahasiswa yng mengaku

kecopetan. Menurut Latane dan Darley (dalam Peplau dkk, 2009) di New York City,

sebagian besar pejalan kaki mau membantu seseorang yang sedang melintas dan

memerlukan bantuan: 85 persen bersedia meluangkan waktu, 85 persen memberi

petunjuk arah, dan 73 persen mengantar. Perilaku prososial bahkan terjadi di subway

perkotaan. Ketika seorang penumpang (yang sebenarnya periset) terjatuh dan tampak

cedera lututnya, 83 persen orang yang ada di sana menawarkan bantuan kepadanya.

Menurut Feldman (dalam Dayakisni, 2004), Yunani adalah salah satu negara

yang terkenal dalam memberi sambutan baik kepada orang-orang asing yang datang.

Dalam penelitiannya, Feldman menemukan bahwa di Athena orang-orang asing yang

(8)

terhadap orang-orang Yunani sendiri yang meminta pertolongan yang sama dan di

tempat yang sama. Kenyataan sebaliknya terjadi di Paris dan Boston (Amerika).

Dengan prosedur yang sama, Collect dan Omshea (dalam Dayakisni, 2004)

menemukan bahwa orang-orang dari negara lain (orang asing) yang bertanya mengenai

arah pada dua tempat yang tidak ada, dan juga dua tempat yang ada. Di Teheran dan

Isfahan (Iran), orang-orang asing sering diberi petunjuk baik pada pertanyaan tentang

tempat yang ada maupun tidak ada. Hal ini tidak terjadi di London. Dengan demikian,

memberi pertolongan tetap dipertahankan oleh orang-orang Iran, walaupun tentunya

adalah tidak menolong ketika pemberian petunjuk diberikan secara fiktif. Oleh karena

itu, di beberapa kebudayaan kolektif, nampaknya orang-orang asing atau di luar

kelompoknya tidak diperlakukan dalam cara-cara yang sama sebagaimana dengan

orang-orang setempat. Sebaliknya mereka diperlakukan dalam cara-cara yang lebih

dihormati atau dianggap sebagai lebih penting.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Trommsdorff, dkk (2007) pada

anak-anak dari dua budaya Barat, Jerman dan Israel, dan dua budaya Asia Tenggara,

Indonesia dan Malaysia, menyatakan bahwa anak-anak dari dua budaya Asia Tenggara,

dibandingkan dengan anak-anak dari dua budaya Barat, ditampilkan lebih berfokus pada

diri sendiri dan kurang memiliki perilaku prososial. Hal ini terjadi karena kurangnya

kemampuan dan pengalaman tentang perilaku menolong atau membantu, serta

kurangnya keyakinan diri ketika melakukan kebiasaan tolong-menolong. Selain itu,

kurangnya perilaku prososial tersebut disebabkan oleh rasa malu atau canggung yang

dipunyai oleh anak-anak dari dua budaya Asia Tenggara, sehingga anak-anak dari dua

budaya Asia Tenggara cenderung sulit untuk memulai perilaku prososial. Sedangkan

(9)

kepekaan dalam menolong, tanpa mengenal atau akrab dengan orang yang akan

ditolong terlebih dahulu. Sehingga saat dewasa, yang ada dalam pikiran mereka adalah

mereka melakukan perilaku prososial ketika mereka melihat orang lain yang

membutuhkan tanpa harus akrab dengan orang yang ditolong dan tanpa melihat status

otang yang ditolong.

Di Indonesia, terdapat berbagai macam etnis, dan tentunya masing-masing etnis

mempunyai norma, nilai, serta kebudayaan yang berbeda-beda, misalnya etnis Jawa dan

etnis Madura. Selama ini, masyarakat pada umumnya mengenal etnis Jawa sebagai etnis

yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan kebersamaan, serta gotong-royong. Wijayanti

(2010) dalam penelitiannya tentang suku Jawa menyebutkan bahwa berdasarkan

kekuatan karakter dan keutamaan yang menonjol pada suku Jawa dapat dikatakan

bahwa suku Jawa ialah suku yang senang berkumpul dan hidup bermasyarakat dengan

didasarkan pada sikap adil, gotong royong, dan saling berbagi. Selain itu dalam

kehidupannya, suku Jawa banyak bersyukur atas apa yang telah diberi oleh Tuhan Yang

Maha Esa dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah menjadi takdir

dari-Nya. Namun, belum tentu orang yang berasal dari etnis Jawa selalu menjunjung tinggi

nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong-royong.

Dalam situs resmi etnis Madura yang disebut Lontar Madura (2012)

menyebutkan bahwa etnis Madura selama ini terkenal sebagai etnis yang keras. Hal ini

disebabkan oleh letak geografis dan topografis masyarakat Madura yang terletak di

pesisir pantai, sehingga selain memiliki sifat yang keras, etnis Madura juga mempunyai

sifat egaliter dan terbuka, berbeda dengan orang Jawa yang mempunyai sifat “ewuh

pakewuh”. Ekspresivitas, spontanitas, dan keterbukaan orang Madura, senantiasa

(10)

terhadap perlakuan orang lain atas dirinya. Misalnya, jika perlakuan itu membuat hati

senang, maka secara terus terang tanpa basa-basi, mereka akan mengungkapkan rasa

terima kasihnya seketika itu juga. Tetapi sebaliknya, mereka akan spontan bereaksi

keras bila perlakuan terhadap dirinya dianggap tidak adil dan menyakitkan hati.

Dalam situs lain, yang dinamakan Kebudayaan Indonesia (situs yang dibuat oleh

Direktorat Jendral Kebudayaan Republik Indonesia, 2014) menyebutkan bahwa orang

Madura terkenal dengan gaya bicara yang blak-blakan dan logat yang kental, memiliki

sifat temperamental dan mudah tersinggung, dan juga memiliki jiwa perantau.

Orang-orang Madura pada umumnya dalam pengungkapan perasaan dan pola pikir mereka

akan suatu hal cenderung tidak menggunakan basa-basi, langsung pada pembicaraan

utama. Apabila mereka tidak setuju dan tidak menyukai sesuatu mereka akan langsung

mengungkapkan rasa ketidaksukaan tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika ada sesuatu

yang mereka sukai, mereka pun akan mengatakan bahwa mereka menyukai hal tersebut.

Demikian pula jika ada orang yang berbuat baik dengan orang Madura, mereka akan

membalasnya dengan hal yang serupa, namun jika mereka disakiti, mereka akan

membalas dengan hal yang serupa atau bahkan lebih kejam.

Oleh sebab itu, penulis ingin meneliti, “apakah ada perbedaan perilaku prososial

antara kedua etnis tersebut?”. Karena penelitian ini belum banyak dilakukan oleh

peneliti yang lain. Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat perilaku

prososial antara warga etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso. Dalam penelitian

kali ini, penulis lebih berfokus pada tahap perkembangan perilaku prososial pada masa

dewasa. Menurut Erik Erikson (dalam Haditono dkk, 2002), perilaku prososial pada

masa dewasa semakin matang. Tahap ini ditandai dengan munculnya kepedulian yang

(11)

(awal usia dewasa). Dengan harapan, ketika individu berada pada masa dewasa,

individu tersebut mampu menjalin relasi sosial yang baik dengan lingkungannya,

semakin peduli terhadap orang lain, dan semakin tulus dalam menolong orang lain.

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada perbedaan perilaku prososial antara etnis

Madura dan etnis Jawa pada warga dewasa di Bondowoso.”

METODE Partisipan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu teknik

purposive sampling, berdasarkan karakteristik tertentu, yaitu: berusia 30-60 tahun, bertempat tinggal di Bondowoso, berasal dari etnis Madura, dan berasal dari etnis Jawa.

Sampel berjumlah 60 orang. Pengambilan sampel dilakukan di Bondowoso.

Instrumen

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala untuk mengungkap atribut

psikologis yang dijadikan variabel dalam penelitian ini, yaitu skala prososial yang

dibuat oleh Carlo dan Randall (2002) yang bernama skala Prosocial Tendencies Measure (PTM) yang nantinya skala ini akan dimodifikasi oleh peneliti. Enam aspek tersebut, yaitu altruistic (contoh aitem : Saya dapat membantu orang lain dengan lebih baik ketika ada orang yang memperhatikan/mengamati saya), compliant (contoh aitem : Akan lebih mudah bagi saya untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan saat

ada orang lain di sekitar saya), emotional (contoh aitem : Saya dapat membantu orang lain dengan lebih baik ketika berada dalam situasi yang sangat genting), public (contoh aitem : Situasi yang mengharukan membuat saya ingin membantu orang lain yang

(12)

untuk menolong orang yang terluka parah). Setelah aitem pertanyaan tersusun, maka kemudian diperlukan penilaian (skoring). Pernyataan yang mendukung (favorable)

menggunakan urutan penelitian jawaban SS (sangat sesuai) diberi skor 4, S (sesuai)

diberi skor 3, TS (tidak sesuai) diberi skor 2, dan STS (sangat tidak sesuai). Sebaliknya,

untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) memiliki pilihan jawaban SS, S, TS, dan STS. Keempat pilihan jawaban tersebut menggunakan kriteria penilaian untuk

pilihan jawaban SS (sangat sesuai) diberi skor 1, S (sesuai) diberi skor 2, TS (tidak

sesuai) diberi skor 3, STS (sangat tidak sesuai) diberi skor 4.

Desain Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam bentuk

angket (kuesioner) dengan menggunakan metode skala. Untuk analisis data yang

digunakan adalah analisis data komparasi, yaitu uji “t” (t-test). Analisis ini digunakan

dengan alasan bahwa analisis ini dapat mewujudkan kesimpulan penelitian dalam

mengungkap ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dari dua buah sampel (dalam

hal ini etnis Madura dan etnis Jawa). Sedangkan untuk prosedur penelitian, peneliti akan

menyebarkan angket (kuesioner) kepada masing-masing subjek, yaitu 30 orang dari

etnis Madura dan 30 orang dari etnis Jawa.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 dengan cara membagi angket

pada subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu, warga

dewasa berusia 30-60 tahun, bertempat tinggal di Bondowoso, warga berasal dari etnis

Madura, dan warga yang berasal dari etnis Jawa. Jumlah subjek secara keseluruhan

adalah 60 orang, yang terdiri dari 30 orang dari etnis Madura dan 30 orang dari etnis

(13)

peneliti dengan cara mendatangi masing-masing subjek, baik di rumah maupun di

tempat kerja. Try out yang digunakan oleh peneliti adalah try out terpakai.

HASIL

a. Uji Validitas

Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak empat kali, didapatkan koefisien

seleksi item yaitu yang bergerak antara 0,286 sampai dengan 0,540. Dalam penelitian

ini ada 12 item yang gugur, namun tidak ada aspek yang gugur, dan diperoleh jumlah 13

item yang dapat digunakan dalam pengukuran prososial pada penelitian ini.

b. Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil dari uji reliabilitas setelah 12 item yang gugur dihilangkan,

maka dapat disimpulkan bahwa hasil koefisien α = 0,779, maka dapat disimpulkan

bahwa skala yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.779 13

c. Uji Normalitas

Dalam pengujian ini, apabila angka signifikansi p < 0,05 maka distribusi datanya

adalah tidak normal, dan sebaliknya apabila angka signifkasi p > 0,05 maka

(14)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Madura Jawa

N 30 30

Normal Parametersa Mean 75.1333 76.5000

Std. Deviation 6.58490 4.71790 Most Extreme Differences Absolute .181 .130

Positive .181 .104

Negative -.108 -.130

Kolmogorov-Smirnov Z .991 .712

Asymp. Sig. (2-tailed) .279 .692

a. Test distribution is Normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh angka koefisien pada Etnis Madura

sebesar 0,991 dan probabilitas sebesar 0,279 (p > 0,05). Sedangkan angka koefisien

pada Etnis Jawa sebesar 0,712 dan probabilitas sebesar 0,692 (p > 0,05). Hal ini dapat

dikatakan bahwa distribusi dalam penelitian ini normal.

d. Uji Homogenitas

Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16 For Windows

diperoleh angka koefisien sebesar 2,569 dengan signifikansi sebesar 0,114. Hal ini dapat

dikatakan bahwa data tersebut homogen, karena nilai koefisien lebih dari 0,05 (p >

0,05).

Analisis Data

Berdasarkan perhitungan data penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil

(15)
[image:15.595.80.531.108.746.2]

Tabel 1.1

Kategorisasi Skor Prososial

No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar Deviasi

1. 44,2 ≤ x < 52 Sangat Tinggi

13 21,67%

41,88 3,949 2. 36,4 ≤ x <

44,2

Tinggi 45 75%

3. 28,6 ≤ x < 36,4

Sedang 2 3,33%

4. 20,8 ≤ x < 28,6

Rendah 0 0%

5. 13 ≤ x < 20,8 Sangat Rendah

0 0%

Dari data diatas menunjukkan perilaku prososial yang ada pada subjek berbeda-beda, mulai dari ketegori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Keterangan jumlah subjek yang berada pada kategori kemandirian sangat rendah sebesar 0%, rendah 0%, sedang 3,33%, tinggi 75%, dan sangat tinggi sebesar 21,6%. Data tersebut juga menunjukan bahwa sebagian besar subjek (warga dewasa di Bondowoso) berada pada kategori tinggi.

Hasil analisis perbedaan perilaku prosososial warga dewasa antara Etnis Jawa dan Etnis Madura di Bondowoso menunjukkan data pada tabel berikut ini:

[image:15.595.81.491.116.327.2]

Tabel 1.2

Kategori Skor Prososial Etnis Jawa dan Etnis Madura

No. Interval Kategori

Frekuensi Etnis Jawa

% Mean STD

Frekuensi Etnis Madura

% Mean STD

1. 44,2 ≤ x

≤ 52 Sangat Tinggi

6 20

41.87 3.329

7 23,3

41.90 4.544 2. 36,4 ≤ x

< 44,2

Tinggi 24 80 21 70

3. 28,6 ≤ x < 36,4

Sedang 0 0 2 6,7

4. 20,8 ≤ x < 28,6

Rendah 0 0 0 0

5. 13 ≤ x < 20,8

Sangat Rendah

(16)

Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 24 (80%) subjek dari etnis Jawa di

Bondowoso tergolong dalam kategori prososial tinggi, 6 (20%) subjek dari etnis Jawa di

Bondowoso tergolong dalam kategori prososial sangat tinggi, dan pada kategori sedang,

rendah dan sangat rendah masing-masing memiliki presentase 0% (tidak ada subjek dari

etnis Jawa di Bondowoso yang tergolong dalam kategori tersebut).

Sedangkan 2 (6,7%) subjek dari etnis Madura di Bondowoso tergolong dalam

kategori sedang, 21 (70%) subjek dari etnis Madura di Bondowoso tergolong pada

kategori tinggi, 7 (23,3%) subjek dari etnis Madura di Bondowoso tergolong pada

kategori sangat tinggi, dan pada kategori rendah dan sangat rendah memiliki presntase

0% (tidak ada subjek dari etnis Madura di Bondowoso yang tergolong dalam kategori

tersebut).

e. Uji Beda (T-test)

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menggunakan uji-T. Uji ini

digunakan untuk melihat apakah rata-rata satu sampel berbeda dengan sampel lainnya.

Jika p < 0,05 maka dapat dikatakan ada perbedaan perilaku prososial antara warga

dewasa etnis Madura dan warga dewasa etnis Jawa di Bondowoso, namun jika p > 0,05

maka tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan

warga dewasa etnis Jawa di Bondowoso. Pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan skala untuk mengukur perilaku prososial pada warga dewasa yang berasal

dari etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso yang dilakukan pada bulan Oktober

2014.

Setelah dilakukan analisis data mengenai perbedaan perilaku prososial antara

warga dewasa etnis Madura dan warga dewasa etnis Jawa di Bondowoso, maka

(17)

Hasil perhitungan perilaku prososial yaitu 0,974 (p > 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa Ho diterima. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan perilaku

prososial antara Etnis Madura dan Etnis Jawa.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan perilaku prososial antara warga

dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso, didapatkan hasil perhitungan

Independent Sample Test sebesar 0,974 dengan signifikansi 0,114 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan perilaku

prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso.

Jika dilihat dari penggolongan kategori prososial etnis Madura dan etnis Jawa,

keduanya sama-sama memiliki frekuensi terbanyak pada kategori prososial tinggi,

walaupun memiliki persentase prososial yang berbeda-beda, etnis Jawa dengan

persentase 80% dan etnis Madura dengan persentase 70%. Kategori prososial

keseluruhan yang terbanyak berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 75%. Menurut

Widhiarso (2011) ada beberapa penyebab mengapa hasil uji statistik tidak signifikan,

seperti adanya outliers, yaitu data yang aneh, bisa jadi keanehan ini karena salah dalam for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Prososial Equal variances assumed

2.569 .114 .032 - 58 .974 -.03333 1.02843 -2.09195 2.02529

Equal variances not assumed

(18)

mengentri data, bisa jadi karena individu yang memang unik, berbeda dengan

kebanyakan. Akibat dari outlier ini eror standar akan meningkat. Signifikansi

berbanding terbalik dengan eror standar, jadi semakin besar eror standar semakin kecil

peluang untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Penyebab yang kedua yaitu model

tidak sesuai, model yang tidak sesuai dengan data akan mengakibatkan hubungan antar

dua variabel tidak signifikan. Berikutnya adalah ukuran sampel kecil. Misalnya korelasi

variabel yang kita teliti adalah 0.50. Kalau ukuran sampel kita hanya 10 orang, maka

hasil uji statistik tidak menemukan hubungan yang signifikan. Kalau ukuran sampel kita

15 orang maka hasil analisis menemukan hubungan yang signifikan. Hal ini

dikarenakan semakin besar ukuran sampel yang dipakai semakin kecil nilai kritis yang

dipakai acuan. Penyebab lainnya adalah pengaruh variabel intervening, prasyarat analisis yang tidak dipatuhi, perbedaan konteks, alat ukur yang kurang valid dan

reliabel, dan penyebab lainnya seperti masalah data, sampel, desain penelitian dan

lain-lain.

Peneliti mencoba menjelaskan kemungkinan adanya penyebab mengapa hasil uji

statistik penelitian ini tidak terbukti. Ukuran sampel yang kecil menjadi penyebab

mengapa hasil uji statistik penelitian ini tidak terbukti. Jika dalam penelitian ini sampel

yang diambil lebih banyak dari jumlah sampel yang diambil pada penelitian kali ini,

maka hasilnya akan berbeda. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran sampel yang

dipakai semakin kecil nilai kritis yang dipakai acuan (Widhiarso, 2011).

Tidak adanya perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura

dan etnis Jawa bisa disebabkan karena ada faktor lain yang memengaruhi perilaku

(19)

ataupun gender. Beberapa penelitian membuktikan bahwa orang bersedia menolong

apabila mereka sedang dalam kondisi baik (mood atau suasana hati yang baik), lebih mudah memberikan pertolongan kepada orang lain (Pines dan Maslach, dalam Setiadi,

2011). Pada studi yang dilakukan oleh Satow (dalam Peplau dkk, 2009) menemukan

bahwa orang dewasa dengan kebutuhan tinggi untuk mendapat persetujuan sosial lebih

mungkin untuk menyumbangkan uang daripada individu dengan kebutuhan persetujuan

sosial yang rendah.tetapi mereka ini menyumbang hanya jika ada orang lain yang

melihatnya. Orang yang berkebutuhan tinggi untuk mendapat persetujuan sosial

mungkin termotivasi oleh keinginan mendapat pujian dari orang lain dan karenanya

bertindak prososial hanya ketika tindakan baik itu dilihat orang lain. Ini menunjukkan

bahwa karakter personal berpengaruh pada perilaku prososial.

Darley dan Batson (dalam Yosnivia, 2010) menyimpulkan bahwa orang yang

mempunyai waktu luang lebih cenderung untuk bisa memberikan pertolongan daripada

orang yang sibuk dan tergesa-gesa. Akan tetapi, ini terutama berlaku untuk subjek yang

menganggap partisipasinya sangat penting. Ketika subjek mengira periset tidak

menganggap partisipasi mereka sangat penting, mereka terburu-buru (70 persen) dan

yang tidak terburu-buru (80 persen) sama-sama mungkin memberikan bantuan.

Menurut Peplau et.al, (2004), kondisi lingkungan seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan juga memengaruhi perilaku prososial. Orang cenderung melakukan

perilaku prososial saat hari cerah dan suhu udara cukup menyenangkan, selain itu orang

yang berada di kota kecil cenderung akan melakukan perilaku prososial dengan

prosentase yang lebih besar daripada orang yang berada di kota kecil. Selain kondisi

lingkungan, kehadiran orang dalam situasi tersebut (bystander) memengaruhi seseorang

(20)

maka tanggung jawab untuk menolong semakin berkurang, karena terjadi penyebaran

tanggung jawab. Di sisi lain, faktor penampilan juga dapat memengaruhi perilaku

prososial. Menurut Sarwono (2011), faktor penampilan pada diri calon penerima

pertolongan memengaruhi orang yang memberikan pertolongan. Semakin menarik

semakin besar pula peluang pertolongan tersebut. Demikian pula dengan gender.

Gender juga dapat memengaruhi perilaku prososial. Sebuah penelitian kepada lebih dari

6.300 pejalan kaki di Boston, Amerika menghasilkan bahwa ternyata 1,6% yang

menyumbang kepada peminta-minta jalanan, penyumbang laki-laki lebih banyak

daripada wanita (Goldberg dalam Setiadi, 2011).

Tidak adanya perbedaan perilaku prososial sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Collect dan Omshea (dalam Dayakisni, 2004) menemukan bahwa

orang-orang dari negara lain (orang-orang asing) yang bertanya mengenai arah pada dua tempat yang

tidak ada, dan juga dua tempat yang ada. Di Teheran dan Isfahan (Iran), orang-orang

asing sering diberi petunjuk baik pada pertanyaan tentang tempat yang ada maupun

tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun di dua negara yang berbeda dengan

kebudayaan atau etnis yang berbeda, namun perilaku prososialnya tergolong sama, yaitu

berada dalam kategori baik. Banyak studi telah mendokumentasikan kesediaan orang

untuk membantu orang asing yang membutuhkan pertolongan tanpa mengenal dan

membedakan etnis, suku, atau ras. Berkowitz (dalam Peplau dkk, 2009) menyebutkan

bahwa di kota-kota Amerika Serikat, lebih dari separuh pembeli wanita yang naik bis

bersedia memberi uang kepada kepada mahasiswa yang mengaku kecopetan.

Menurut Latane dan Darley (dalam Peplau dkk, 2009) di New York City,

sebagian besar pejalan kaki mau membantu seseorang yang sedang melintas dan

(21)

petunjuk arah, dan 73 persen mengantar. Perilaku prososial bahkan terjadi di subway

perkotaan. Ketika seorang penumpang (yang sebenarnya periset) terjatuh dan tampak

cedera lututnya, 83 persen orang yang ada di sana menawarkan bantuan kepadanya.

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa perilaku prososial antara warga dewasa

yang berasal dari etnis Madura dan etnis Jawa berada dalam kategori tinggi, walaupun

dengan persentase yang berbeda, yaitu 70% untuk etnis Madura dan 80% untuk etnis

Jawa. Ini menunjukkan bahwa warga dewasa di Bondowoso mampu untuk saling

tolong-menolong dengan sesamanya. Karena tolong-menolong adalah salah satu ciri

budaya di Indonesia. Dan tentu saja hal ini juga masih melekat pada masyarakat hingga

saat ini. Menurut Widiarto (2009), hubungan antar penduduk erat sekali, sampai-sampai

desa yang masih murni sifat-sifatnya, sungguh-sungguh dirasakan sebagai satu keuarga

yang besar dan bersatu. Hal ini nyata dengan adanya adat kebiasaan dan rasa

tolong-menolong, baik mengenai perseorangan maupun umum.

Perilaku prososial atau tolong-menolong bukanlah hal yang asing dalam budaya

Indonesia, karena hal tersebut merupakan hal yang sering dilakukan dan terus dijunjung

tinggi oleh masyarakat, meskipun kini sudah mulai memudar. Menurut Widiarto (2009),

sebagaimana dipahami bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa,

dimana masing-masing yang suku tadi memiliki kebiasaan, tata cara, tradisi, kesenian,

nilai-nilai dan bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap

suku bangsa telah memiliki dan mengembangkan kebudayaan sendiri yang disebut

kebudayaan daerah.

Etnis Jawa dan etnis Madura juga mempunyai kebudayaan daerah yang

berbeda-beda, ciri khas daerah yang berberbeda-beda, kebiasaaan yang berbeda pula. Hal ini

(22)

dengan sesama mereka. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa

perilaku prososial etnis Jawa dan etnis Madura masuk dalam kategori tinggi, yang

berarti bahwa warga dewasa di Bondowoso mampu untuk saling tolong-menolong

dengan sesamanya, meskipun di antara kedua etnis tersebut memiliki kebiasaan dan

kebudayaan yang berbeda.

Namun penelitian ini juga memiliki keterbatasan. Karena penelitian tentang

perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa masih belum

banyak diteliti, jadi belum banyak referensi tentang penelitian ini. Keterbatasan yang

ada penelitian ini juga terletak pada ukuran sampel. Ukuran sampel yang kecil menjadi

penyebab mengapa hasil uji statistik penelitian ini tidak terbukti. Jika dalam penelitian

ini sampel yang diambil lebih banyak dari jumlah sampel yang diambil pada penelitian

kali ini, maka hasilnya akan berbeda. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran sampel

yang dipakai semakin kecil nilai kritis yang dipakai acuan (Widhiarso, 2011)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang perbedaan perilaku

prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso, maka dapat

disimpulkan :

1. Bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan

etnis Jawa di Bondowoso.

2. Sebagian warga dewasa yang berasal dari etnis Madura dan etnis Jawa tergolong

dalam kategori prososial yang tinggi dengan persentase 75%. Dari 30 warga dewasa

(23)

sebesar 70% dan dari 30 warga dewasa yang berasal dari etnis Jawa yang tergolong

dalam kategori tinggi dan persentasenya sebesar 80%.

3. Perbedaan budaya bukan merupakan satu-satunya faktor yang memengaruhi perilaku

prososial. Masih ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi terjadinya

perilaku prososial yang berbeda-beda pada setiap individu.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, dan mengingat masih

banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran

sebagai berikut:

a. Saran bagi Peneliti Selanjutnya :

Mengingat masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti

selanjutnya disarankan untuk :

1. Peneliti selanjutnya dapat meneliti atau menyertakan variabel lain yang

memengaruhi perilaku prososial selain budaya, seperti mood (suasana hati),

karakteristik personal, waktu, kemampuan, agama, kondisi lingkungan,

bystander (kehadiran orang lain), penampilan, dan gender.

2. Peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan topik yang sama, namun dengan

ukuran sampel yang lebih besar daripada ukuran sampel yang dipakai dalam

penelitian ini, karena semakin besar ukuran sampel yang dipakai semakin

kecil nilai kritis yang dipakai acuan.

b. Saran bagi Masyarakat/pembaca :

Dengan adanya hasil dari penelitian ini, masyarakat/pembaca dapat menyadari

(24)

diharapkan bisa mempertahankan perilaku prososial yang tinggi dalam hidup

berdampingan dengan masyarakat yang berasal dari etnis, agama, dan ras lain,

serta terus meningkatkan perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka

Baron, R & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi 10. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Budaya madura-kebudayaan di madura. (2012). TreTrans. Diunduh pada 24 April 2013, dari http://www.tretans.com/2012/09/budaya-madura-kebudayaan-di-madura_9440.html.

Carlo, G. & Randall, B. (2002). The development of a measure of prosocial behaviors for late adolescencts. Journal of Youth and Adolescence, 31 (1), 31-44.

Chaplin, J.P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Dayakisni, T. & Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Malang : UMM

Press.

Dayakisni, T. & Yuniardi, S. (2003). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press. Dewi, T. R. (2012). Perilaku prososial remaja ditelaah berdasarkan gender: studi

komparatif pada siswa laki-laki dan perempuan di smp miftahul iman bandung. Skripsi. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Eisenberg, N., Fabes, R. A., & Spinhard, T.L. (2006) Prosocial development. Dalam W. Damon dan R. Lerner (ed). Handbook of child psychology, 3: social, emotional, and personality development (edisi 6). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hadi, S. (2000). Statistik jilid 2. Jogjakarta: Andi.

Haditono, S. R., Monks, F. J. & Knoers, A. M. P. (2002). Psikologi Perkembangan.

(25)

Harga diri dalam masyarakat konsep dan kebudayaan madura. (2012). Lontar Madura.

Diunduh pada 25 April 2013, dari http://lontarmadura.com/harga-diri-dalam-masyarakat-konsept-dan kebudayaan-madura/.

Hartono, M. (2008). SPSS 16.0 analisis data statistika dan penelitian. Edisi 1. Cetakan 1. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Hurlock, E. B. (2004). Psikologi perkembangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Kebudayaan Indonesia-Suku Madura. (2014). Kebudayaan Indonesia. Diunduh pada 18 April 2014, dari http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1260/suku-madura. Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial-Social Psychology. Edisi 10. Buku 2. Jakarta :

Penerbit Salemba Humanika.

Papalia, D.E., Olds, S. W., & Feldman, R. S. (2009). Perkembangan Manusia. Edisi 10. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika.

Pratiningtyas, R. (2012). Faktor-faktor organizational citizenship behavior: studi indigenous pada karyawan bersuku jawa. Diunduh pada 14 Juni 2014, dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sip.

Rohmiati. (2011). Stereotip dan prasangka dalam komunikasi antar etnis (suatu tinjauan teoritis komunikasi antar budaya). Diunduh pada 24 April 2013, dari http://iisip.ac.id/content/stereotip-dan-prasangka-dalam-komunikasi-antar-etnis-suatu-tinjauan-teoritis-komunikasi-antar-budaya.

Santrock, J. W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga.

Sari, D. R. (2009). Pengaruh sosialisasi keluarga terhadap perilaku prososial anak kategori usia remaja awal (studi pada murid-murid SLTP negeri x di jakarta).

Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia.

Sarwono, W. S. (2011). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (2004). Psikologi Sosial. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Setiadi, T. (2011). Dinamika perilaku prososial pada pendonor darah: studi kasus pada pendonor darah yang telah mendapatkan penghargaan PMI di kota bandung.

Skripsi. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Suku Jawa. (2012). Deutro Malayan. Diunduh pada 25 April 2013, dari http://deutromalayan.blogspot.com/2012/10/suku-jawa.html.

Trommsdorff, G., Friedlmeier, W., & Mayer, B. (2007). Sympathy, distress, and prosocial behavior of preschool children in four cultures. International Journal of Behavioral Development,31 (3), 284-293.

Vivier, A. N., dkk (2009). Prosocial development from childhood to adolescence: a multi-informant perspective with Canadian and Italian longitudinal studies.

Journal of Child Psychology and Psychiatry, 50 (5), 590-598.

Widhiarso, W. (2011). Diskusi psikometri dan statistika: beberapa penyebab mengapa hasil uji statistik tidak signifikan. Diunduh pada 20 november 2014 dari

http://belajar-psikometri.blogspot.com/2011/06/beberapa-penyebab-mengapahasil-uji.html.

Widiarto, T. (2009). Psikologi Lintas Budaya Indonesia. Cetakan 3. Salatiga : Penerbit Widya Sari Press.

Wijayanti, H, & Nurwianti, F. (2010). Kekuatan karakter dan kebahagiaan suku Jawa.

Diunduh pada 20 Maret 2014, dari

(26)

Yosnivia, M. H. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosional, internal locus of control, dan gender dengan perilaku prososial siswa sman 1 kupang. Thesis

Gambar

Tabel 1.1 Kategorisasi Skor Prososial

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui perilaku hama, dilakukan dengan cara mengambil sampel hama yang ditemukan pada lahan penelitian, kemudian masukan ke dalam gelas plastik, setelah itu

penulisan skripsi ini dengan judul “ HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KESEPIAN PADA LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA GAU MABAJI

(1) Dalam hal berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dinyatakan bahwa sistem Penerimaan Negara pada bank umum/Kantor Pos telah memenuhi ketentuan

Maka dari itu, berpuasa bukan hanya dilakukan untuk mendapatkan ridho tau barokaha dari Rabbnya melainkan ada beberapa motivasi seseorang untuk berpuasa salah

Hal ini disebabkan kurang tersedianya sumber-sumber kekuatan eksternal seperti dukungan yang diberikan oleh orang yang berada di dalam rumah ataupun di luar rumah

Metode survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

komputer, tubuh sama sekali tidak diistirahatkan, atau minimal tubuh sering digerak-gerakan, agar ketika sudah selesai menggunakan komputer, kita dapat terhindari dari leher yang

Lakukan gerakan melangkah ke depan, mencondongkan tubuh, mendaratkan tangan ke lantai, dan mengangkat kaki dengan semulus mungkin sehingga Anda dapat melakukan handstand