• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TAHUNAN TAHUN Intergritas Tanggung Jawab Profesionalisme Kerahasiaan Kemandirian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TAHUNAN TAHUN Intergritas Tanggung Jawab Profesionalisme Kerahasiaan Kemandirian"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

(2)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

D

AFTAR

I

SI

DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 2 RINGKASAN EKSEKUTIF ... 4

BAB I. TINJAUAN UMUM ... 5

1. Tantangan yang dihadapi Tahun 2005 ...5

2. Kebijakan yang ditempuh dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU ....8

3. Arah Kebijakan Tahun 2006...10

BAB II. PELAKSANAAN PROGRAM ... 11

1. RISET DAN ANALISIS ...11

1.1. Riset ...12

1.2. Analisis...18

2. PENGAWASAN KEPATUHAN ...24

2.1. Pengawasan Kepatuhan ...24

2.2. Audit Kepatuhan ...29

3. KERJA SAMA DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI ...30

3.1. Kerja sama Dalam Negeri ...30

3.2. Kerja sama Luar Negeri...35

4. HUKUM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN...40

4.1. Hukum dan Peraturan Perundang-undangan ...40

4.2. Peraturan Pelaksanaan ...50

5. SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI...52

5.1. Operasi Sistem ...52

5.2. Pengembangan Aplikasi ...56

6. SUMBER DAYA ...59

6.1. Sumber Daya Manusia ...59

6.2. Anggaran ...63

6.3. Humas...66

LAMPIRAN... 72

1. Peristiwa Penting Tahun 2005 ...72

2. Daftar Istilah ...77

(3)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

K

ATA

P

ENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang di atur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 (UU TPPU), perkenankanlah kami menyampaikan Laporan Tahunan Tahun 2005.

Laporan Tahunan Tahun 2005 ini memuat penjelasan mengenai berbagai kegiatan PPATK dimulai dari awal bulan Januari 2005 sampai dengan Desember 2005, meliputi beberapa topik pembahasan yaitu riset dan analisis; pengawasan dan kepatuhan; kerja sama dalam negeri dan internasional; hukum dan peraturan perundang-undangan; sistem teknologi informasi dan pengembangan sumber daya manusia.

Dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara-negara yang tidak kooperatif

dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (Non

Cooperative Countries and Territories/NCCTs) oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) yang bersidang di Paris – Perancis

tanggal 9 – 11 Februari 2005 merupakan salah satu langkah fundamental yang telah berhasil dicapai dalam melaksanakan rezim anti pencucian uang di Indonesia.

Dukungan pemerintah serta instansi terkait lainnya dalam upaya keluarnya Indonesia dari daftar NCCTs ini memberikan arti tersendiri bagi perkembangan berbangsa dan bernegara. Keluarnya Indonesia dari dafar ini telah memberikan dampak positif secara ekonomi, politik dan tatanan pergaulan internasional.

(4)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Keadaan yang semakin membaik ini harus tetap dijaga dan dikembangkan lagi sehingga tujuan pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia dalam membantu menciptakan stabilitas sistem keuangan dan menurunkan angka kriminalitas serta hal lainnya dapat terlaksana dengan baik. Akhir kata, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan perhatian dari Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, serta kerja sama segenap pihak yang diberikan kepada PPATK dalam mengemban tugas dan wewenang yang diamanatkan UU TPPU.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb., Jakarta, Januari 2006

Dr. Yunus Husein, S. H., LL. M Kepala PPATK

(5)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

R

INGKASAN

E

KSEKUTIF

Kegiatan PPATK dalam tahun 2005 difokuskan pada penguatan rezim anti pencucian uang, dengan memprioritaskan kebutuhan nasional dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh FATF, khususnya yang berkaitan dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar NCCTs. Rekomendasi

tersebut antara lain mendorong agar small banks menyampaikan Laporan

Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan melaksanakan audit kepatuhan terhadap Penyedia Jasa Keuangan (PJK).

Beberapa kemajuan yang telah dicapai diantaranya meningkatnya jumlah PJK pelapor dan jumlah LTKM serta Laporan Keuangan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) kepada PPATK. Peningkatan laporan tersebut diikuti pula dengan meningkatnya penyampaian jumlah hasil analisis PPATK kepada penegak hukum. Hal ini tidak lepas dari dampak pelaksanaan audit kepatuhan terhadap PJK yang dilakukan oleh PPATK bersama dengan regulator (lembaga yang berwenang melakukan

pengawasan terhadap PJK), sosialisasi dan public campaign.

Beberapa kegiatan lain yang mendukung penguatan rezim anti pencucian uang antara lain peningkatan kerja sama baik domestik maupun internasional yang tercermin dari ditandatanganinya beberapa nota kesepahaman (MoU). Dari aspek kelembagaan dan pengembangan infrastruktur untuk memenuhi tuntutan organisasi dalam mendukung kemajuan di atas, beberapa kebijakan telah diterapkan berupa penambahan jumlah pegawai PPATK dari penugasan instansi lain dan

pegawai kontrak yang diikuti dengan peningkatan capacity building,

pemenuhan anggaran dari APBN untuk mendukung kegiatan PPATK, dan pengembangan lanjutan sistem teknologi informasi guna mendukung

penyampaian laporan PJK kepada PPATK secara on-line serta

(6)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

B

AB

I.

T

INJAUAN

U

MUM

1. Tantangan yang dihadapi Tahun 2005

Dalam rentang perjalanan waktu selama empat tahun keberadaan PPATK sejak disahkannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 pada tanggal 17 April 2002, banyak hal yang dirasakan perlu dibenahi baik secara internal maupun eksternal. Tantangan dan kendala yang dihadapi ini dijadikan modal dasar untuk proses pematangan dan pembelajaran bagi PPATK agar dapat tumbuh secara baik.

Tantangan secara internal dan eksternal yang dihadapi antara lain:

a. PPATK masih belum memiliki pegawai tetap. Hal ini dikarenakan Kepala PPATK belum ditetapkan sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian sehingga tidak mempunyai kewenangan mengangkat pegawai tetap. Sebagaimana diketahui, pegawai tetap PPATK adalah Pegawai Negeri Sipil. Pengangkatan PNS harus dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 2003 mengenai kewenangan Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Upaya yang dilakukan agar Kepala PPATK ditetapkan sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian, telah diajukan permohonan kepada instansi terkait untuk merevisi PP di atas;

b. Sistem kepegawaian yang berbasiskan kinerja (merit system)

belum diterapkan. Ketentuan sistem kepegawaian ini merupakan kebutuhan yang mendasar untuk sebuah organisasi yang modern, bukan hanya agar kinerja pegawai berjalan secara optimal tetapi juga sumber daya manusia mendapatkan perhatian untuk pengembangan karier, penghasilan yang sepadan dan sanksi yang

(7)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

sesuai. Dengan kata lain, didalam mengukur kinerja pegawai

diperlukan sistem yang akurat didalam memberikan reward dan

punishment;

c. Kantor permanen untuk PPATK belum tersedia. Kantor PPATK untuk sementara ini masih menempati gedung milik Bank Indonesia. Pengadaan gedung kantor PPATK yang permanen diperlukan agar sumber daya manusia dalam bekerja merasa nyaman dan infrastruktur sistem teknologi informasi sebagai pendukung operasionalisasi PPATK dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal;

d. Pengadaan sistem Disaster Recovery Center belum dilaksanakan.

Sistem Disaster Recovery Center menjadi hal yang penting untuk

dibangun dalam upaya pengamanan data PPATK terhadap berbagai risiko yang mungkin timbul. Upaya pengamanan data ini

tidak terlepas dari sifat datanya yang sangat confidential;

e. Amandemen Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 masih dalam proses. Amandemen dirasakan sebagai hal yang mendesak bukan hanya untuk

menyesuaikan dengan perkembangan international standard

(seperti revised 40+9 FATF Recommendation) tetapi juga untuk

memenuhi tuntutan perkembangan hukum dalam negeri.

Tantangan Lainnya

Peningkatan Koordinasi

Tantangan lain yang dihadapi selain yang disebutkan di atas adalah koordinasi dengan instansi terkait. Koordinasi merupakan salah satu faktor penentu untuk berhasilnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

(8)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Dalam tahun laporan, koordinasi diantara instansi terkait dalam membangun rezim anti pencucian uang sudah dilaksanakan, namun dirasakan belum berjalan secara optimal. Sejak Komite TPPU dibentuk melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 2004 tanggal 5 Januari 2004, kontribusi komite masih terus diharapkan dalam upaya efektifitas pelaksanaan pembangunan rezim anti pencucian uang.

Peningkatan pemahaman aparat penegak hukum dan masyarakat

Pemahaman aparat penegak hukum dan masyarakat terhadap ketentuan yang diatur dalam UU TPPU masih perlu ditingkatkan. Bagi aparat penegak hukum, hal ini tercermin dari belum seragamnya penanganan kasus tindak pidana pencucian uang, sedangkan bagi masyarakat tercermin dari kurangnya kesadaran masyarakat dalam memberikan data dan informasi ketika berhubungan usaha dengan PJK.

Peningkatan kepatuhan PJK

LTKM yang disampaikan oleh PJK kepada PPATK sebagai ujung tombak dari proses kerja yang dilakukan oleh PPATK, dinilai masih relatif rendah baik kuantitas maupun kualitasnya. Rendahnya jumlah pelaporan tersebut, dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah PJK yang ada sebanyak 3.934 dengan jumlah PJK yang melapor sebanyak 133. Berdasarkan hasil audit kepatuhan yang dilakukan oleh PPATK, penyebab rendahnya jumlah PJK yang melapor antara lain PJK belum sepenuhnya memahami dan mengimplementasikan UU TPPU. Hal ini ditambah pula dengan masih lemahnya penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

(PMN)/Know Your Customer (KYC) sebagai salah satu syarat utama

untuk mampu mendeteksi/mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan. Dari sisi kualitas, LTKM yang disampaikan oleh PJK dinilai masih rendah, hal ini tercermin dari seringnya PPATK meminta informasi tambahan kepada PJK pelapor.

(9)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

2. Kebijakan yang ditempuh dalam pencegahan

dan pemberantasan TPPU

Keberadaan rezim anti pencucian uang yang efektif merupakan suatu kebutuhan nyata bagi Indonesia yang sedang membangun, guna membantu menurunkan tingkat kriminalitas yang berdimensi ekonomi, dan ikut serta di dalam menciptakan sistem keuangan yang stabil dan terpercaya. Sejalan dengan itu dan memperhatikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh FATF berkenaan dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar NCCTs, kebijakan lebih ditekankan dalam upaya mendorong agar

small banks menyampaikan LTKM, pelaksanaan audit kepatuhan

terhadap PJK secara berkesinambungan, dan pemenuhan komitmen untuk mendukung operasional PPATK yang meliputi penyediaan anggaran, gedung perkantoran, sistem penggajian tersendiri dan kewenangan pengangkatan pegawai tetap PPATK.

Menyadari keterbatasan yang dimiliki, PPATK melakukan koordinasi dan menyamakan persepsi dengan berbagai pihak. Koordinasi dengan regulator (Bank Indonesia, Bapepam dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan) terutama dilakukan untuk mendorong agar PJK mampu mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan melaporkan LTKM dan LTKT ke PPATK secara efisien, serta dalam rangka pelaksanaan audit kepatuhan dan pengawasannya. Koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan agar pelaporan pembawaan uang tunai ke luar maupun masuk wilayah pabean Republik Indonesia senilai Rp 100 juta atau lebih dapat dilakukan secara optimal. Koordinasi dengan aparat penegak hukum dilakukan bukan hanya dengan penegak hukum yang berwenang menangani kasus tindak pidana pencucian uang tetapi juga dengan penegak hukum yang berwenang

menangani tindak pidana asal (predicate crimes). Hal ini dimaksudkan

(10)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Disamping itu, hubungan baik dengan masyarakat terus dibina, terutama untuk mengawasi kinerja PPATK sekaligus diharapkan masyarakat dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk mendukung kegiatan analisis PPATK.

Kebijakan-kebijakan di atas diimplementasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan, antara lain: sosialisasi yang berkelanjutan mengenai UU TPPU yang ditujukan kepada aparat penegak hukum, PJK, kalangan akademisi, LSM, wartawan, dan instansi terkait lainnya; peningkatkan audit

kepatuhan kepada PJK; peningkatan capacity building bagi pegawai

PPATK dan instansi terkait lainnya; pengadaan gedung kantor dan fasilitas pendukung lainnya; dan pengembangan fasilitas teknologi sistem

informasi untuk kepentingan Data Back-up and Recovery Plan; serta

(11)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

3. Arah Kebijakan Tahun 2006

Arah kebijakan PPATK dalam tahun 2006 bertitik tolak dari kebijakan yang ditetapkan dalam tahun 2005 dengan memperhatikan hambatan, tantangan dan keberhasilan. Sisi baik yang diperoleh dalam tahun 2005 dapat dijadikan sebagai modal dasar yang perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan. Sementara kelemahan dan kekurangan yang ada secara terus-menerus diperbaiki guna memperoleh hasil yang optimal. Dalam rangka itu, dan untuk dapat memperkuat pelaksanaan kerja lembaga, telah disusun Rencana Strategis (Renstra) tahun 2006 – 2010. Renstra tersebut diharapkan dapat memberikan arah dan sasaran yang jelas dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang sesuai tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh UU TPPU.

Secara garis besar di tahun 2006, sebagaimana yang tergambar pada rencana strategis yang telah disusun berisikan 6 (enam) sasaran strategis yaitu:

1. Peningkatan peran dan fungsi PPATK dalam mencegah dan memberantas TPPU;

2. Peningkatan kepatuhan kewajiban pelaporan; 3. Peningkatan efektifitas hasil analisis;

4. Pengembangan kerangka dasar penerapan manajemen risiko (peraturan dan metodologi) untuk meningkatkan kepatuhan pihak pelapor;

5. Peningkatan peranan Teknologi dan Informasi dalam mendukung kinerja PPATK;

(12)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

BAB

II.

PELAKSANAAN

PROGRAM

Pelaksanaan program yang telah dilakukan oleh PPATK sepanjang tahun laporan telah berjalan sesuai dengan arah dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pimpinan PPATK.

1. RISET

DAN

ANALISIS

Penelitian dan pengembangan tipologi terkait dengan tindak pidana pencucian uang serta analisis atas laporan transaksi keuangan dari PJK merupakan salah satu peran utama PPATK dalam pelaksanaan tugas pencegahan dan pemberantasan TPPU. Hasil analisis tersebut sebagai bahan pendukung bagi aparat penyidik dalam melakukan proses penyelidikan/penyidikan tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lainnya. Sesuai dengan peranan tersebut, kegiatan analisis LTKM, penelitian dan pengembangan tipologi terkait dengan TPPU merupakan bagian utama dari fungsi dibentuknya PPATK itu sendiri.

Dalam rangka memberikan nilai tambah atas laporan yang disampaikan oleh PJK dan guna memperjelas ada/tidaknya indikasi tindak pidana, para analis selalu menggunakan berbagai sumber informasi tambahan baik yang berasal dari database PPATK, instansi terkait di dalam negeri

ataupun dari pihak Financial Intelligence Unit (FIU) di luar negeri. Apabila

dari hasil analisis tersebut terdapat indikasi adanya TPPU dan atau tindak pidana lainnya, hasil analisis akan diteruskan kepada pihak penyidik yang berwenang.

(13)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Gambar 1. Proses Pelaporan, Analisis dan Tindak Lanjutnya

Dalam tahun laporan, terdapat beberapa kegiatan terkait dengan riset dan analisis

1.1. Riset

Dalam hubungannya dengan kegiatan riset seperti yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun 2005 PPATK telah menyusun

country report mengenai tipologi TPPU di Indonesia dalam rangka APG

Typologies Workshop, dan membantu the IMF Monetary and Financial

System Department (MFD) dan World Bank yang tengah melakukan

penelitian mengenai pengawasan atas remittance system dan

operasionalisasi NPO (Non Profit Organisation) di Indonesia.

Berkaitan dengan penyusunan tipologi di atas, sesuai LTKM yang diterima, PPATK telah mengidentifikasi beberapa modus operandi dan tipologi kasus TPPU berdasarkan sektor industri perbankan, pasar modal dan asuransi.

(14)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05 Penipuan (138) Korupsi (132) Perbankan (23) lain2 (21) Terorisme (5) Penyelundupan (4) Perpajakan (3) Penyuapan (3) Narkotika (1) Pornografi (1) Perjudian (2) Pencurian (1) Pemalsuan Uang (5) Modus Operandi

A. Modus di Industri Perbankan

Berdasarkan data dari informasi LTKM yang disampaikan oleh PJK, diketahui bahwa informasi yang terkait dengan Tindak Pidana (TP) penipuan masih mendominasi dan menduduki peringkat pertama bila dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Modus operandi yang terjadi

sangat bervariasi mulai dari penipuan melalui short message service

(SMS), undian berhadiah, hipnotis, penjualan barang melalui internet, pemalsuan instruksi pentransferan dana serta penipuan yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA) di luar negeri.

Grafik 1. Jumlah Hasil Analisis Yang Disampaikan Kepada Penegak Hukum Berdasarkan Jenis Pidana Asal

Khusus di dalam negeri penipuan dengan menggunakan modus operandi pemenang undian berhadiah, SMS dan penjualan barang melalui internet menunjukan trend yang meningkat pada tahun 2005. Sama halnya dalam

(15)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

penipuan dengan modus operandi pemalsuan surat perintah pentransferan dana yang dilakukan baik oleh WNI ataupun oleh WNA. Untuk pelaku yang berstatus WNI, TP penipuan biasanya terjadi di dalam negeri sedangkan untuk pelaku yang berstatus WNA biasanya TP penipuan dilakukan di luar negeri. Dana-dana dari hasil tindak pidana tersebut selanjutnya dikirimkan ke rekening yang bersangkutan di Indonesia. Dalam kasus penipuan dengan modus seperti ini, pelaku diduga membuat surat palsu yang berisi instruksi pentransferan dana milik seorang nasabah ke rekening seseorang di bank lain (seolah-olah surat dibuat oleh pemilik rekening).

Gambar 2. Modus Operandi Pemalsuan Surat Perintah Pentransferan

B. Modus di Industri Pasar Modal

Berdasarkan data LTKM dapat diidentifikasi beberapa modus operandi pencucian uang di industri pasar modal seperti:

(16)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

1. Pemanfaatan operasional Perusahaan Efek selaku Manajer Investasi oleh para pelaku tindak pidana;

2. Pembelian unit penyertaan reksadana di Pasar Modal pada Perusahaan Efek tertentu dimana pembeliannya dapat dilakukan

melalui agen penjualan (indirect selling);

3. Pembelian saham pada proses Penawaran Umum Perdana/Initial

Public Offering (IPO)/Go Public dapat dimanfaatkan oleh pelaku

TPPU di Pasar Modal Indonesia. Hal ini misalnya dapat dilihat dari nasabah sebuah perusahaan efek yang melakukan pembelian saham dalam proses IPO, yang dilakukan melalui perusahaan efek

lain selaku underwriter. Saham hasil pembelian IPO kemudian

ditransfer ke rekening nasabah dimaksud di perusahaan efek dimana yang bersangkutan tercatat sebagai nasabah.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa adanya indikasi TPPU di Pasar Modal dengan modus operandi tersebut di atas antara lain disebabkan masih kurang memadainya penerapan PMN/KYC di industri pasar modal.

C. Modus di Industri Asuransi

Berdasarkan data LTKM selama tahun laporan, modus operandi TPPU yang terjadi di industri asuransi adalah:

1. Pembelian polis dengan jumlah premi besar. Melalui modus ini, pembelian polis dilakukan dengan tidak mempertimbangkan unsur keseimbangan antara penghasilan pembeli polis dengan kesanggupannya membayar premi dalam jumlah yang jauh lebih besar. Sementara pembayaran premi itu bukan saja merupakan

premi reguler (reguler premium) yang harus dibayar secara berkala

(bulanan, semesteran atau tahunan), tetapi juga ada yang

(17)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05 sekaligus;

2. Penggantian nama pemegang polis dengan nama pihak ketiga yang tidak merupakan bagian dari tanggungan pemegang polis awal seperti pengacara, konsultan keuangan dan lain-lain. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menyembunyikan identitas dan menyamarkan asal-usul sumber dananya;

3. Pemecahan polis asuransi. Melalui modus ini, penutupan polis asuransi ditempuh dengan cara mengajukan pemegang polis yang namanya berbeda dengan nama pemilik sumber dana atau dengan menunjuk beberapa orang sebagai pemegang polis meskipun sumber dananya sama.

$ Rek. RC di ABC RC $$ $ MAL $$$ SS Korban $ Rek. MAL di ABC $ Rek. SS di ABC Tarik tunai via ATM Tarik tunai via ATM Selama periode 14 Juli s/d

4 Agustus 2005 telah terjadi 77 transaksi dana masuk dengan jumlah nominal sebesar Rp 41.990.043,-$$ $ RC Tarik tunai via ATM Overbooking via ATM KASUS PENIPUAN YG MENGGUNAKAN

NAMA PUBLIC FIGURE

Gambar 3. Modus operandi TPPU hasil penipuan

D. Modus Lain

Secara umum, diidentifikasikan adanya beberapa modus operandi dan instrumen yang digunakan untuk melakukan TPPU di Indonesia yaitu:

(18)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

1. Terkait dengan tindak pidana korupsi;

2. Terkait dengan illegal logging;

3. Structuring (pemecahan transaksi sehingga nilainya menjadi

kecil-kecil, di bawah jumlah yang harus dilaporkan oleh PJK ke PPATK);

4. Penggunaan wire transfer;

5. Penggunaan nama pihak ketiga (anggota keluarga atau pihak lain); 6. Penggunaan internet;

7. Penggunaan cek perjalanan (traveller cheque);

8. Penukaran valuta.

Kecenderungan (Trend) Tindak Pidana

Penggunaan dokumen identitas diri palsu masih tetap menjadi trend

sebagai cara yang digunakan para pelaku untuk melakukan TPPU di Indonesia. Seperti dijelaskan di atas bahwa dalam setiap kasus-kasus penipuan yang terjadi para pelaku baik yang berstatus WNI ataupun WNA selalu menggunakan dokumen identitas diri palsu pada saat pembukaan rekening di bank.

Sesuai hasil analisis terkait dengan kasus penipuan oleh WNA, terdapat indikasi kecenderungan para pelaku tersebut telah mulai beralih untuk membuka rekening di bank-bank syariah dan kantor bank konvensional yang berlokasi di kota kecil yang dianggap penerapan ketentuan KYC masih relatif lemah. Sehubungan dengan itu, direkomendasikan bagi PJK untuk meningkatkan penerapan ketentuan KYC dan prinsip kehati-hatian terhadap calon nasabah yang memiliki nama-nama yang sama dengan

nama pejabat ataupun public figure dan khusus bagi calon nasabah yang

berstatus WNA harus dilengkapi dengan dokumen pendukung lainnya seperti KIMS, KITAS atau KITAP. Bagi pemerintah, secara umum dan khususnya bagi instansi terkait diharapkan dapat melakukan antisipasi terhadap kecenderungan semakin meningkatnya kasus-kasus penipuan

(19)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

oleh WNA yang berasal dari negara-negara Afrika yang diindikasikan menggunakan dokumen paspor palsu ketika membuka rekening di bank. Di samping itu, guna mengantisipasi semakin banyaknya pemalsuan dokumen identitas yang terjadi di Indonesia dan dalam rangka mengurangi terjadi tindak pidana penipuan sebagaimana diuraikan di atas, kiranya Pemerintah dalam hal ini instansi yang terkait segera

merealisasikan penerapan single identity bagi WNI.

Dapat ditambahkan, terdapat indikasi trend baru yang digunakan untuk

melakukan TPPU di Indonesia yaitu:

• Penggunaan pihak ketiga dalam membantu proses TPPU. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya penggunaan nama anggota keluarga untuk menampung dana-dana yang diduga dari hasil tindak pidana yang dilakukan oleh seorang pelaku tindak pidana; • Adanya kecenderungan penukaran dana hasil tindak pidana

dengan valuta asing. Pembelian valuta asing dilakukan melalui individu-individu yang diduga melakukan kegiatan bisnis jual beli valuta asing secara ilegal. Individu tersebut biasanya menggunakan rekening pribadi untuk melakukan kegiatan bisnis penjualan valuta asing.

1.2. Analisis

Seluruh LTKM yang diterima oleh PPATK akan dilakukan analisis. Sampai dengan Desember 2005, PPATK telah menerima 3.311 (tiga ribu tiga ratus sebelas) LTKM yang berasal dari 106 Bank Umum, 1 Bank Perkreditan Rakyat, dan 26 Non Bank.

(20)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Penyampaian Hasil Analisis LTKM

A. Hasil Analisis LTKM yang disampaikan Kepada Penegak Hukum

Hasil analisis PPATK yang memiliki indikasi TPPU dan tindak pidana lainnya disampaikan kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Khusus untuk kasus yang sudah ditangani oleh Kejaksaan, hasil analisis hanya disampaikan kepada Kejaksaan. Hasil analisis LTKM yang menunjukkan adanya indikasi TPPU maupun tindak pidana lainnya yang telah diteruskan kepada penegak hukum sampai dengan tahun laporan sebanyak 365, dengan rincian 361 (tiga ratus enam puluh satu) hasil analisis disampaikan kepada kepolisian dan 4 (empat) hasil analisis disampaikan kepada Kejaksaan. Sedangkan hasil analisis LTKM yang belum ditemukan indikasi TPPU atau tindak pidana lainnya, tetap dicatat dalam database PPATK.

(21)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Grafik 2. Jumlah Hasil Analisis yang telah disampaikan kepada Penegak Hukum

Tabel 1. Hasil Analisis yang disampaikan kepada Penegak Hukum Penegak

Hukum Hasil Analisis Keterangan

TPPU / Non TPPU

Kepolisian 361 Hasil analisis dari 644

LTKM

245/101

Kejaksaan 4 Hasil analisis dari 12

LTKM

0/4 (TP Korupsi)

TOTAL 365 Hasil analisis dari 656 LTKM 249/101 3 6 1 4 Kepolisian Kejaksaan

(22)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

B. Informasi dari Hasil Analisis yang terkait dengan Korupsi

Kerja sama dalam bentuk pertukaran informasi antara PPATK dengan KPK, dalam pemanfaatan hasil analisis terkait dengan kasus korupsi, dapat dilihat pada grafik 3 sebagai berikut:

Grafik 3. Pertukaran Informasi PPATK dan KPK

8 1 1 64 50 0 10 20 30 40 50 60 70

Permintaan informasi dari KPK

Penyampaian informasi atas permintaan KPK

Penyampaian informasi kepada KPK atas inisiatif PPATK

Permintaan informasi dari PPATK

Penerimaan informasi dari KPK

(23)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Pengembangan Kemampuan (Capacity Building)

Dalam rangka meningkatkan capacity building, analis PPATK telah diikutsertakan dalam berbagai program pelatihan dan workshop baik di dalam ataupun di luar negeri, termasuk studi banding di FIU negara lain. Adapun kegiatan tersebut antara lain:

a. Anti-Money Laundering/Combating the Financing Terrorism

Training Program yang diselenggarakan di Jakarta Centre for

Law Enforcement Cooperation (JC-LEC);

b. Anti-Money Laundering/Combating The Financing Terrorism

Training Program yang diselenggarakan atas kerja sama USAID

dan PPATK;

c. Program studi banding di FIU Italy;

d. Program studi banding di Financial Crimes Enforcement Network

(FinCEN) Amerika Serikat;

e. Intelligence Analysis and Intelligence Reports Workshop yang

diselenggarakan oleh AUSTRAC;

f. Complex Financial Investigation Courses yang diselenggarakan

oleh ILEA, Bangkok;

g. APG Typologies Workshop di Fiji;

h. Egmont Annual Meeting di Washington DC;

i. Anti-Money Laundering/Counter Financing of Terorrism yang

diselenggarakan oleh FDIC di Virginia, Amerika Serikat;

j. US Roadshow on Anti Corruption Seminar di Los Angeles,

Washington DC dan New York yang diselenggarakan oleh Bank Dunia dan Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat;

k. Studi banding di Internal Revenue Service (IRS) Washington

(24)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Gambar 5. Studi banding PPATK di Ufficio Italiano Dei Cambi (UIC), Roma – Italia pada bulan Februari 2005

(25)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

2. PENGAWASAN

KEPATUHAN

Beberapa tugas PPATK antara lain adalah mengawasi pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh PJK, dan menyusun pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan pedoman pelaporan bagi PJK serta melakukan tinjauan atas pedoman yang telah dikeluarkan untuk disesuaikan dengan hasil penelitian, perubahan teknologi, perubahan lingkungan usaha, atau tipologi pencucian uang.

Dalam melaksanakan tugas ini, PPATK menyelenggarakan fungsi:

a. melakukan audit kepatuhan untuk memastikan kepatuhan PJK dalam menyampaikan LTKM dan LTKT kepada PPATK;

b. tindak lanjut terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku;

c. pemberian informasi kepada PJK secara berkala mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaporan;

d. meneliti kelengkapan dan akurasi LTKM dan LTKT dan tindak lanjutnya;

e. menyusun pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan, dan pelaporan bagi PJK;

f. melakukan tinjauan atas pedoman yang telah dikeluarkan untuk disesuaikan dengan hasil penelitian, perubahan teknologi, perubahan lingkungan usaha, atau tipologi pencucian uang.

2.1. Pengawasan Kepatuhan

Kepatuhan penyampaian laporan dari PJK semakin menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Hal ini tercermin antara lain dari peningkatan rata-rata penerimaan LTKM tiap bulannya terhitung sejak kewajiban penyampaian laporan dimaksud berlaku yaitu pada tahun 2001

(26)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

sampai dengan Desember 2005. Selain itu dari segi jumlah PJK yang melapor juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 awal diterapkannya kewajiban pelaporan LTKM hanya terdapat 1 PJK yang melaporkan. Hal ini terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya yaitu berturut-turut dari tahun-tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005 masing-masing 19 PJK, 51 PJK, 71 PJK dan 133 PJK. Data lengkap dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Penerimaan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Periode Jumlah LTKM Rata-rata Jumlah LTKM per Bulan Jumlah PJK Pelapor 2001 14 1 2002 124 10 19 2003 280 23 51 2004 838 70 71 2005 2.055 171 133 Total 3.311

Dilihat dari kelompok per jenis PJK pelapor, Bank Umum mempunyai persentase yang paling tinggi, yaitu sebanyak 81,5% (106 bank dari total Bank Umum sebanyak 131). Secara rinci, jumlah masing-masing kelompok PJK yang telah menyampaikan LTKM dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

(27)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Tabel 3. PJK yang menyampaikan LTKM

Jenis PJK Jumlah PJK per Industri (a) Jumlah PJK Pelapor (b) Persentase (%) (b/a) Bank Umum 131 106 80.1 BPR 2,148 1 0.05

Dana Pensiun dan Perusahaan Pembiayaan 393 5 1.27 Asuransi 261 6 2.30 Perusahaan Efek 178 4 2.25 PVA 814 10 1.23 Reksadana 10 0 0

Dari seluruh PJK sebanyak 3.934, yang telah melaporkan masih relatif sedikit yaitu 133 atau 3,4%. Hal ini terutama disebabkan masih rendahnya kemampuan PJK dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan. Untuk hal tersebut dan sehubungan dengan kewenangan PPATK untuk melakukan audit terhadap PJK mengenai kepatuhan kewajiban sesuai Pasal 26 ayat 1 huruf (c) UU TPPU, PPATK dalam tahun 2005 telah melakukan audit kepatuhan terhadap 52 PJK.

Selain LTKM, sampai dengan tahun laporan jumlah LTKT yang diterima oleh PPATK sebanyak 1.537.605 dengan kecenderungan meningkat, sebagaimana tercermin pada tabel 4 di bawah ini.

(28)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Tabel 4. Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT)

Jumlah total PJK*) yang sudah melaporkan LTKT 150 PJK

Jumlah total LTKT (online-manual) 1.537.605 laporan

Jumlah PJK yg melaporkan LTKT on line 77 bank

Jumlah LTKT on line 442.624 laporan

Jumlah PJK yang melaporkan LTKT by Disket 13 Bank

Jumlah LTKT by disket 453.307

Jumlah PJK yang melaporkan LTKT manual 109 PJK

Jumlah LTKT by paper Bank : 640.963 BPR : 21 PVA : 662 Asuransi : 28 641.674

*) 113 Bank, 27 PVA, 9 BPR, 3 Asuransi

Pedoman Pelaksanaan UU TPPU bagi PJK

Hingga berakhirnya tahun laporan, PPATK telah mengeluarkan ketentuan dalam bentuk pedoman, yaitu:

- Keputusan Kepala PPATK No.2/1/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi PJK (Pedoman I);

- Keputusan Kepala PPATK No. 2/4/KEP.PPATK/2003 tentang Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman II); - Keputusan Kepala PPATK No. 2/5/KEP.PPATK/2003 tentang

Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang (Pedoman IIA);

- Keputusan Kepala PPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PJK (Pedoman III);

(29)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Cara Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi PVA dan UJPU (Pedoman IIIA);

- Keputusan Kepala PPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004 tentang Pedoman Laporan Transaksi Tunai dan Tata Cara Pelaporannya Bagi PJK (Pedoman IV);

- Keputusan Kepala PPATK No. 3/9/KEP.PPATK/2004 tentang Transaksi Keuangan Tunai Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Laporan.

Tinjauan atas pedoman-pedoman yang telah dikeluarkan di atas senantiasa dilakukan dengan mempertimbangkan efektifitas pelaksanaannya.

Laporan Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas Negara

Berdasarkan Pasal 16 UU TPPU, setiap orang wajib melaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengenai pembawaan uang tunai sejumlah Rp 100.000.000,00 atau lebih atau dalam mata uang asing lain yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang diterimanya kepada PPATK dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja. Dalam hal terdapat pelanggaran ketentuan di atas, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai kewajiban menyampaikan laporan kepada PPATK dalam waktu 5 (lima) hari kerja. Selama tahun 2005, laporan yang diterima dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tercatat sebanyak 524 dan berasal dari tiga wilayah kerja Direktorat Bea dan Cukai yaitu Jakarta (bandara Cengkareng Soekarno-Hatta), Kepulauan Riau (Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun), dan Batam (Batam City Center dan Sekupang)

(30)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

2.2. Audit Kepatuhan

Untuk mengetahui kepatuhan PJK terhadap kewajiban pelaporan LTKM dan LTKT sesuai UU TPPU, PPATK dalam tahun laporan telah melakukan audit kepatuhan terhadap 52 PJK yang terdiri dari 34 bank umum, 9 asuransi, 3 perusahaan pembiayaan, 1 dana pensiun, 1 danareksa dan 4 perusahaan efek. Dari pelaksanaan audit diketahui terdapat PJK yang belum memahami kewajiban pelaporan sesuai UU TPPU, dan tidak mampu mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan serta pelaporannya kepada PPATK. Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi terutama disebabkan belum dimilikinya kebijakan/ketentuan internal yang lebih bersifat operasional, belum didukung dengan sistem teknologi informasi yang mampu mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan dan kurangnya pelatihan bagi pegawai PJK. Hasil audit diinformasikan kepada regulator sebagai bahan pembinaan terhadap masing-masing PJK. Selain itu, kepada PJK disampaikan temuan hasil audit dan rekomendasi, sebagai umpan balik bagi PJK dalam meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan LTKM dan LTKT. Sebagai dampak dari dilakukannya audit, terdapat peningkatan pelaporan khususnya LTKM, baik dari sisi PJK pelapor maupun LTKM. Hal ini tercermin dari tabel nomor 2 di atas.

(31)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

3. KERJA SAMA DALAM NEGERI DAN LUAR

NEGERI

3.1. Kerja sama Dalam Negeri

Dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan UU TPPU, diperlukan koordinasi yang baik antara PPATK dengan instansi terkait di Indonesia. Kerja sama dilakukan dalam bentuk pertemuan aparat penegak hukum yang dilakukan secara rutin, pertukaran informasi serta penyelenggaraan bersama sosialisasi dan pelatihan mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Kerja sama PPATK dengan instansi terkait di Indonesia dituangkan dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU).

Dalam periode laporan, PPATK telah melakukan kerja sama dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Departemen Kehutanan pada tanggal 28 Maret 2005. Kerja sama ini dilakukan dalam

upaya untuk membantu pemberantasan illegal logging dan kejahatan

kehutanan lainnya. Di samping dengan Departemen Kehutanan, PPATK

telah menandatangani MoU dengan CIFOR (Center For International

Forestry Research) untuk upaya yang sama. PPATK juga telah melakukan

kerja sama walaupun tanpa didasari MoU seperti kerja sama dengan LSM di bidang kehutanan dalam bentuk penyelenggaraan pelatihan, kajian dan penyusunan pedoman pelaporan.

(32)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Gambar 6. Penandatanganan MoU antara Kepala PPATK Dr. Yunus Husein dengan Menteri Kehutanan MS. Kaban di Jakarta pada

tanggal 28 Maret 2005

Dengan penandatanganan MoU antara PPATK dengan Departemen Kehutanan di atas, menambah jumlah MoU yang telah dilakukan sebelumnya yakni dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Bank Indonesia, Bapepam, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Isi kesepakatan bersama tersebut antara lain mencakup pertukaran informasi, bantuan dalam melakukan analisis, penunjukkan pegawai

penghubung (liaison officer), sosialisasi UU TPPU dan peraturan

perundang-undangan terkait, serta pendidikan dan pelatihan.

Sebagai pelaksanaan Nota Kesepahaman, dalam bidang pertukaran informasi PPATK telah membantu beberapa instansi Pemerintah melalui penyediaan informasi yang bermanfaat dalam penegakan hukum. Dalam periode laporan, statistik pertukaran informasi sebagai berikut.

(33)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Tabel 5. Statistik Pertukaran Informasi

Jumlah permintaan Instansi Peminta Total Permintaan Total kasus Total nama individu/perusahaan Jumlah yang dijawab KPK 64 56 136 56 Kepolisian 36 31 104 34 Kejaksaan 10 4 9 6 Lain-lain*) 8 8 9 8

*) antara lain Bank Indonesia dan Departemen Hukum dan HAM.

Selain penyampaian informasi berdasarkan permintaan, PPATK juga menyampaikan informasi kepada instansi lain secara spontanitas atau tanpa diminta karena informasi tersebut diketahui bermanfaat dalam rangka penegakan hukum.

Pada periode laporan, PPATK telah menyampaikan informasi masing-masing kepada KPK sebanyak 7 informasi yang melibatkan 7 nama, kepada Kejaksaan RI sebanyak 1 informasi yang melibatkan 1 nama, kepada Kepolisian sebanyak 9 informasi yang melibatkan 29 nama, serta instansi lainnya sebanyak 1 informasi yang melibatkan 1 nama.

Sebaliknya, PPATK juga mengajukan permintaan informasi kepada mitra kerja dalam rangka kegiatan analisis PPATK sebanyak 3 informasi yang melibatkan 22 nama.

Peran PPATK Terkait Pemberantasan Terorisme

Pendanaan terorisme dan pencucian uang pada dasarnya menggunakan metode yang sama dalam hal menyembunyikan asal-usul dana. Dalam pencucian uang, dana atau harta kekayaan berasal dari kegiatan yang

illegal, sedangkan dalam terorisme, dana yang dipergunakan untuk

(34)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

sumber yang legal atau illegal.

Dengan diundangkannya UU TPPU, tindak pidana terorisme telah dicantumkan sebagai salah satu tindak pidana asal. Demikian pula, dana atau harta kekayaan yang dipergunakan untuk mendukung atau melaksanakan kegiatan terorisme baik secara langsung maupun tidak langsung dianggap sebagai harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka PJK wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan kepada PPATK dalam hal menemukan suatu transaksi keuangan terkait dengan kegiatan terorisme.

Untuk membantu PJK dalam mendeteksi transaksi keuangan para teroris, PPATK membantu pihak kepolisian dalam mengedarkan daftar

konsolidasi yang dikeluarkan oleh PBB (UN Consolidated list) sebagai

pelaksanaan dari Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1267 dan 1373.

Pada tahun 2005, PPATK telah membangun suatu hiper-link pada situs

PPATK (www.ppatk.go.id) yang tersambung ke daftar konsolidasi yang

dikeluarkan oleh PBB tersebut. Atas dasar Daftar Konsolidasi di atas, PJK wajib memeriksa data nasabahnya untuk mengetahui apakah terdapat nama-nama yang sama. Dalam hal ditemukan nama nama nasabah yang sesuai dengan daftar tersebut, PJK wajib melaporkan kepada PPATK sebagai LTKM, dan selanjutnya PJK juga memblokir rekening nasabahnya tersebut.

Di samping itu, dalam rangka membantu Kepolisian dalam memberantas tindak pidana terorisme, PPATK telah menyampaikan 22 informasi terkait dengan pendanaan terorisme.

Peran PPATK Dalam Pemberantasan Illegal Logging

Dalam tahun laporan, PPATK telah menerima sebanyak 3 permintaan

(35)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

samping itu, PPATK tanpa adanya permintaan telah menyampaikan informasi kepada Kepolisian yang melibatkan 28 nama.

Gambar 7. Lokakarya Strategi Pemberantasan Penebangan Liar pada bulan November 2005 di Hotel MidPlaza Intercontinental Jakarta, dengan pembicara Menteri Kehutanan MS Kaban, Kepala PPATK Yunus Husein, Wakil Kepala PPATK I Gde Made Sadguna, Direktur

V/Tipidter Brigjen Pol. Suharto, Direktur Penuntutan Kejaksaan RI Waluyo, Analis World Bank Bill Margrath, Koordinator IWGFF Willem

(36)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

3.2. Kerja sama Luar Negeri

Dalam tahun laporan, PPATK tetap berperan serta secara aktif dalam upaya pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia, khususnya

dalam upaya mengeluarkan Indonesia dari daftar Non Cooperative

Countries and Territories (NCCTs). Hal ini ditunjukkan dengan keseriusan

PPATK dalam mengorganisasi, menyusun dan menyampaikan laporan-laporan perkembangan pembangunan rezim anti pencucian uang di

Indonesia kepada FATF. Upaya ini terkulminasi dalam kunjungan (on-site

visit) yang dilakukan oleh Tim Review FATF ke Indonesia pada tanggal 27

dan 28 Januari 2005. Melalui serangkaian pertemuan yang dilakukan oleh Tim Review FATF dengan berbagai instansi terkait di Indonesia yang diorganisasi dan dijembatani oleh PPATK, Tim Review FATF menyatakan bahwa perkembangan nyata yang signifikan telah terjadi dalam pembangunan rezim anti pencucian di Indonesia. Hasil positif tersebut selanjutnya disampaikan oleh Tim Review dalam sidang tahunan FATF di Paris pada tanggal 9-11 Februari 2005 yang akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCTs.

Sesuai dengan kebijakan FATF yang berlaku dalam proses pencabutan

suatu negara dari daftar NCCTs (de-listing procedure), FATF akan

melakukan pemantauan (monitoring) yang pelaksanaannya akan

dikoordinasikan dengan Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG)

sebagai FATF-style regional body. Dalam fase monitoring ini, Indonesia

diwajibkan menyampaikan laporan perkembangan penerapan rezim anti

pencucian uang secara regular, disamping juga akan dilakukan pertemuan

bilateral dengan Tim Review FATF apabila diperlukan. Dalam kaitan ini, pada tanggal 11 Mei 2005 PPATK, atas nama pemerintah RI telah

menyampaikan laporan perkembangan yang pertama pasca de-listing

(37)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

pada tanggal 7 Juni 2005. Laporan perkembangan kedua disampaikan oleh PPATK kepada Tim Review FATF pada tanggal 13 September 2005. Selain itu, PPATK juga telah menyampaikan surat resmi FATF pada tanggal 20 Desember 2005 yang berisi tanggapan atas permintaan klarifikasi Tim Review FATF.

Selain hal di atas, PPATK secara konsisten tetap aktif berperan serta dalam berbagai fora internasional, baik sebagai partisipan maupun pembicara antara lain:

• Kepala PPATK sebagai salah satu pembicara dalam acara FATF/APG Joint Plenary di Singapura pada tanggal 8 Juni 2005; • Kehadiran wakil PPATK dalam pertemuan tahunan the Egmont

Group di Washington DC pada tanggal 28 Juni – 1 Juli 2005;

• Kehadiran wakil PPATK (bersama delegasi RI dari instansi terkait lainnya) dalam pertemuan SOMTC di Hanoi pada bulan Juni 2005; • Kehadiran wakil PPATK (bersama delegasi RI dari instansi terkait

lainnya) dalam pertemuan tahunan Asia/Pacific Group on Money

Laundering (APG) di Cairns Australia pada tanggal 11-15 Juli 2005;

• Kehadiran wakil PPATK (bersama delegasi RI dari instansi terkait lainnya) dalam pertemuan Interpol di Berlin bulan September 2005; • Keikutsertaan PPATK dalam the Egmont Group Transition Sub-committee sebagai anggota. Dalam hal ini PPATK telah menghadiri pertemuan pertama the Egmont Group Transition Sub-committee di Sofia, Bulgaria, pada tanggal 5-7 Oktober 2005. Pada kesempatan tersebut, PPATK aktif memberikan masukan baik secara lisan maupun tertulis secara formal;

• Keikutsertaan PPATK (dan KPK) sebagai delegasi Indonesia dalam

(38)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Corruption and ML/FT. Pertemuan pertama Joint Project tersebut

akan diselenggarakan di Paris pada bulan Januari 20 06.

PPATK telah melakukan kerja sama yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU) dengan 5 (lima) FIU dalam kurun waktu tahun 2005, yaitu dengan FIU Italia (Ufficio Italiano dei Cambi-UIC), FIU Belgia (CTIF-CFI), FIU Polandia (General Inspector of Financial Institution), FIU Spanyol (SEPBLAC) dan FIU Peru. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2005, PPATK telah melakukan kerja sama dalam bentuk MoU dengan 11 (sebelas) FIU.

Gambar 8. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) oleh Kepala PPATK Dr. Yunus Husein dan Kepala Servicio Ejecutivo

de la Comision de Prevencion Del Blanqueo de Capitales e Infracciones Monetarias (SEPBLAC) Spanyol Mr Gabriel Panizo,

disela-sela pelaksanaan the Egmont Group Annual Meeting, Washington DC, pada tanggal 29 Juni 2005

Enam FIU lainnya adalah FIU Thailand (Anti Money Laundering Office), FIU Malaysia (Bank Negara Malaysia), FIU Korea Selatan (Korea

(39)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Financial Intelligence Unit), FIU Australia (Australian Financial Reports & Analysis Centre), FIU Filipina (Anti Money Laundering Council) dan FIU Rumania (National Office for Prevention and Control Money Laundering). Kerja sama dengan FIU negara lain tersebut terutama berkaitan dengan pertukaran informasi intelijen di bidang keuangan.

Dalam rangka pertukaran informasi intelijen keuangan, sejak beroperasinya PPATK hingga akhir tahun 2005, telah dilakukan pertukaran informasi sebanyak 85 (delapan puluh lima) kali dengan FIU negara lain, seperti Australia, Belgia, Filipina, Amerika Serikat, Cook Island, Uni Emirat Arab, Malaysia, Swiss, Hongkong, Singapura, Macau, Inggris, British Virgin Island, Jersey, Mauritius, Peru, dan lain-lain. Pertukaran informasi intelijen keuangan tersebut dilakukan baik atas dasar

permintaan (by request) maupun atas dasar sukarela (spontaneous).

Pertemuan Negara/Lembaga Donor

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan negara/lembaga donor pada bulan Desember 2002 di Denpasar yang menyepakati adanya koordinasi pelaksanaan bantuan teknis antara PPATK dengan negara/lembaga donor, secara berkala telah dilakukan pertemuan koordinasi yang membahas kebutuhan bantuan teknis dalam rangka pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Pertemuan ini dihadiri oleh para donor, antara lain USAID, AusAID, Pemerintah AS, Pemerintah Australia, JICA, ADB, World Bank, IMF, Pemerintah Perancis, Uni Eropa, dan lain-lain, serta beberapa instansi penerima bantuan seperti PPATK, BI, Bapepam, DJLK, Polri, Kejaksaan RI, dan lain-lain.

Selama tahun 2005, telah diselenggarakan 2 (dua) kali pertemuan donor yaitu pada tanggal 3 Februari 2005 dan 20 Mei 2005.

Pertemuan koordinasi donor ini disamping membahas perkembangan pelaksanaan bantuan yang telah disampaikan oleh para donor dan

(40)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

kemungkinan bantuan yang akan disampaikan kemudian, juga dimanfaatkan sebagai sarana penyampaian perkembangan pelaksanaan rezim anti pencucian uang oleh masing-masing instansi. Pertemuan koordinasi donor sejauh ini dirasakan memberi manfaat yang positif bagi pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia.

Pertemuan Tim Kerja Komite TPPU

Guna menindaklanjuti Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 2004 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang mengamanatkan untuk diadakannya pertemuan Tim Kerja Komite TPPU sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan, pada tanggal 19 April 2005 telah diadakan rapat Tim Kerja Komite TPPU.

Rapat yang dipimpin oleh Kepala PPATK dan Deputi IV Menko Politik Hukum dan Keamanan (masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua Tim Kerja Komite TPPU) ini diselenggarakan dengan agenda utama pembahasan penanganan rezim anti pencucian uang di masing-masing instansi serta penyusunan implementation plan pasca keluar dari daftar NCCTs.

(41)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

4. HUKUM DAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

4.1. Hukum dan Peraturan Perundang-undangan

Sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan kewenangan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK melakukan kegiatan-kegiatan di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk memberikan kejelasan dan ketegasan pengaturan dan penyelesaian permasalahan yang terkait dengan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Secara substansial, kegiatan di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan dilaksanakan dengan melanjutkan kegiatan yang sudah berjalan selama ini dan kegiatan baru yang menjadi program kerja pada tahun laporan. Adapun kegiatan-kegiatan pada tahun laporan 2005 terdiri dari:

a. Persiapan Amandemen UU TPPU;

b. Pembahasan RUU Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik; c. Pendapat hukum kepada Pimpinan, Satuan Kerja dan Instansi

Terkait;

d. Penyusunan Makalah, Sambutan dan Kertas Kerja; e. Penyelenggaraan Diskusi Aparat Penegak Hukum; f. Sosialisasi kepada Aparat Penegak Hukum dan PJK; g. Penyelenggaraan Seminar Hukum/Diskusi Panel; h. Partisipasi dalam Kegiatan Instansi Pemerintah i. Pemberian Keterangan Ahli; dan

(42)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

a. Persiapan Amandemen Undang-undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebagai tindak lanjut dicantumkannya RUU Amandemen UU TPPU dalam Program Legislasi Nasional DPR tahun 2005, PPATK menyiapkan draft RUU Amandemen sebagai masukan kepada Pemerintah. Penyiapan materi draft RUU tersebut dilakukan dengan memperhatikan: permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh PPATK, penegak hukum, regulator sektor keuangan (Bank Indonesia dan Departemen Keuangan), PJK dalam dinamika penerapan UU TPPU dan peraturan

pelaksanaannya; serta international best practices dan standar

internasional yang berlaku. Pembahasan draft RUU Amandemen dilakukan sepanjang tahun laporan baik oleh internal PPATK maupun tim interdep Pemerintah yang dikoordinasikan oleh Departemen Hukum dan HAM.

Cakupan materi draft RUU Amandemen antara lain terdiri dari: perluasan pengertian pihak pelapor yang tidak hanya meliputi PJK namun juga profesi (Notaris/PPAT, Advokat, Akuntan, Konsultan) dan pelaku bisnis

(real estate/property agent, dealer mobil mewah, pedagang

permata/perhiasan mewah, dsb); perluasan jenis pelaporan yang

mencakup pelaporan transaksi transfer luar negeri (cross border transfer);

kelembagaan PPATK termasuk perluasan kewenangannya; hukum materiil dan formil yang mencakup penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka persidangan; revisi sanksi/ancaman pidana; kerja sama domestik dan internasional serta perbaikan atas cakupan perlindungan khusus bagi pelapor dan saksi tindak pidana pencucian uang.

(43)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

b. Pembahasan RUU Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik

Menyadari perkembangan tindak pidana yang mencakup aspek-aspek lintas batas negara (transnasional) serta tuntutan kerja sama internasional sebagai bagian dari upaya penanggulangan bersama setiap bentuk kejahatan oleh masyarakat internasional, Pemerintah telah menyiapkan

RUU Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik (mutual legal assistance in

criminal matters) yang mengatur dan menetapkan tata cara bantuan

hukum oleh Pemerintah Indonesia. PPATK berperan aktif dalam menyiapkan draft awal RUU tersebut. Pembahasan RUU Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik telah dicantumkan dalam jadwal pembahasan Program Legislasi Nasional DPR tahun 2005.

c. Pemberian Pendapat Hukum

Sejalan dengan dinamika kelembagaan dan perkembangan upaya penanganan pencegahan dan pemberantasan TPPU, beberapa permasalahan yang menyangkut aspek hukum dirasakan cukup menonjol selama tahun laporan yaitu: menyangkut pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK; persoalan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka persidangan; kewajiban pelaporan PJK serta tindak lanjutnya; serta perlindungan khusus bagi saksi dan pihak pelapor. Pendapat dan pertimbangan hukum dilakukan dalam kerangka bahwa hukum dan peraturan perundang-undangan memegang peranan cukup vital dalam operasionalisasi PPATK dan rezim anti pencucian uang secara keseluruhan. Pertimbangan hukum didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku dengan maksud antara lain untuk menghindarkan lembaga PPATK mendapat tuntutan hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan PPATK. Pertimbangan hukum kepada pihak ketiga termasuk PJK dilakukan untuk membantu penyelesaian masalah yang dihadapi oleh pihak ketiga dan mencegah dampak dari permasalahan tersebut kepada pihak lainnya.

(44)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

d. Penyelenggaraan Diskusi Aparat Penegak Hukum

PPATK memfasilitasi diskusi aparat penegak hukum yang dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan dengan tujuan membentuk kesamaan persepsi di antara aparat penegak hukum. Kegiatan ini dihadiri oleh pejabat di lingkungan Polri, Kejaksaan, Pengadilan dan KPK serta industri keuangan, dengan materi pembahasan beberapa isu aktual seperti pemblokiran rekening, permintaan keterangan bank, pertukaran informasi, penyitaan aset, perlindungan saksi dan pihak pelapor, dan sebagainya. Untuk menjembatani komunikasi antara aparat penegak hukum dengan PJK, serta membangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam pelaksanaan UU TPPU, dilakukan pula diskusi yang dihadiri pula oleh institusi regulator di bidang keuangan (Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Bank Indonesia, dan Bapepam) dan PJK. Melalui diskusi yang positif dan dinamis, telah disepakati beberapa poin penting yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas masing-masing pihak.

Gambar 9. Diskusi dengan aparat penegak hukum.

(45)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Diskusi aparat penegak hukum dilaksanakan dua kali dalam tahun laporan yaitu tanggal 18-19 Agustus 2005 di Bogor dan tanggal 16-17 Desember 2005 di Medan. Hasil diskusi tersebut sangat bermanfaat bagi para pihak terkait, maka dalam tahun 2006 kegiatan diskusi dengan aparat penegak hukum akan dilanjutkan di beberapa daerah.

e. Sosialisasi Kepada Aparat Penegak Hukum dan PJK

Peningkatan pemahaman, penyamaan persepsi dan pemerataan pengetahuan kepada semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan UU TPPU merupakan salah satu bagian dari upaya penguatan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Upaya ini diwujudkan dalam bentuk

kegiatan sosialisasi kepada hakim, jaksa, polisi, lawyer, regulator, dan

PJK. Dalam tahun laporan, telah diselenggarakan sosialisasi di 9 (sembilan) kota yaitu Bengkulu, Ujung Pandang, Jayapura, Palembang, Surabaya, Pontianak, Samarinda, Mataram dan Palu. Sosialisasi secara bertahap akan dilaksanakan di berbagai kota lainnya di Indonesia. Hasil kegiatan sosialisasi menunjukkan kontribusi yang positif bukan hanya sebagai media untuk berdiskusi antar peserta dalam meningkatkan pemahaman dan mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan UU TPPU tetapi juga dalam rangka menjalin hubungan dan koordinasi antara peserta dengan PPATK. Penyelenggaraan sosialisasi ini melibatkan pejabat Kepolisian, Kejaksaan RI, Mahkamah Agung, dan Bank Indonesia.

f. Penyelenggaraan Seminar Hukum/Diskusi Panel

Sebagai bagian dari peringatan Hari Bhakti PPATK ke-3 pada tanggal 17 April 2005, telah dilaksanakan Seminar Hukum/Diskusi Panel dengan

tema ”Amandemen UU TPPU: Pemberantasan Money Laundering, Mau

Kemana?” yang menampilkan pembicara Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.

(46)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

DPR RI Al Muzammil Yusuf, Anggota Komisi XI DPR RI Dradjad Wibowo, Ketua FKDKP Suwartini, Kepala PPATK Dr. Yunus Husein, Direktur II/Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Andi Chaeruddin dan Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia SWD Murniastuti. Dari seminar/diskusi panel tersebut telah diperoleh berbagai masukan penting bagi penyusunan draft amandemen UU TPPU termasuk perluasan wewenang PPATK untuk melakukan penyidikan.

Selain itu, selama tahun 2005 telah diselenggarakan lokakarya yang

bekerjasama dengan instansi lainnya, seperti Workshop ”Asset Tracing

and Asset Recovery” bulan Maret 2005 yang diselenggarakan PPATK,

Kedutaan Norwegia, dan Partnership. Pembicara Menko Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Eva Joly, Anne Mette Dyrnes, Wakil Ketua KPK Amien Sunarjadi, Kepala PPATK Yunus Husein, Deputi Direktur UKIP-BI Sundarie Arie dan Direktur Kepatuhan Citibank Chesna Anwar. Pada bulan November 2005 dilakukan pula Lokakarya ”Pemberantasan

Illegal Logging melalui Penerapan UU TPPU” dengan pembicara Menteri

Kehutanan MS Kaban, Kepala PPATK Yunus Husein, Wakil Kepala PPATK I Gde Made Sadguna, Direktur V/Tipidter Brigjen Pol. Suharto, Direktur Penuntutan Kejaksaan RI Waluyo, Analis World Bank Bill Margrath, Koordinator IWGFF Willem Pattinasarany, dan Direktur Eksekutif Telapak Rizki R. Sigit.

g. Partisipasi dalam Kegiatan Instansi Pemerintah

Partisipasi dalam kegiatan Pemerintah dilakukan melalui keikutsertaan PPATK dalam beberapa tim koordinasi instansi Pemerintah antara lain tim

pembahasan ratifikasi UN Convention Against Corruption (Merida

Convention (2003)), ratifikasi UN Convention on Transnational Organised Crime (Palermo Convention (2000), International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism (1999), dan ratifikasi ASEAN Regional Convention on Mutual Legal Assistance. Keikutsertaan PPATK

(47)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

dalam kegiatan Pemerintah tersebut sangat penting mengingat keterkaitan antara pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK dengan isu-isu yang dibahas.

Pemberian Masukan

Beberapa masukan yang pernah diberikan antara lain kepada Polri dalam rangka AMMTC/SOMTC, sidang umum Interpol, sidang-sidang organisasi di bawah PBB, G-20, APEC, ASEM serta kegiatan lainnya yang dihadiri oleh pejabat pemerintah terkait.

Ratifikasi UN Convention Against Corruption (UNCAC)

PPATK menyadari bahwa korupsi merupakan kejahatan lintas batas negara yang dapat menjadi ancaman setiap negara serta dapat berdampak kepada masyarakat suatu bangsa maupun masyarakat internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan UNCAC pada bulan Desember 2003 di Merida, Meksiko. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia ikut menandatangani UNCAC dan saat ini tengah melakukan pembahasan dalam rangka ratifikasi konvensi tersebut.

Ratifikasi UNCAC sangat penting bagi Indonesia mengingat kedudukan Indonesia di dalam peringkat negara-negara terkorup yang dikeluarkan oleh lembaga internasional seperti Transparancy International, dan Political and Economic Research Consulting (PERC). Di samping itu kenyataan menunjukkan pula bahwa hasil kejahatan korupsi di Indonesia banyak disembunyikan di luar negeri.

Secara substansial, UNCAC memberi jaminan bagi negara-negara yang meratifikasi untuk mendapatkan bantuan hukum dalam kerangka kerja sama internasional. Hal lainnya yang penting di dalam konvensi tersebut adalah pengaturan mengenai

(48)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

pengembalian asset (asset recovery) yang memungkinkan negara

asal koruptor mendapatkan bantuan maksimal pengembalian hasil korupsi, serta ditegaskannya partisipasi masyarakat sebagai bagian integral pemberantasan korupsi di suatu negara.

Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK)

Sebagai tindak lanjut INPRES No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, disusunlah RAN-PK sebagai penjabaran kebijakan percepatan pemberantasan korupsi di sektor pemerintahan. Penyusunan RAN-PK melibatkan segenap komponen bangsa yaitu instansi pemerintah terkait, komisi dan lembaga swadaya masyarakat dengan maksud untuk mendapatkan satu rencana kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan terencana. RAN-PK terdiri atas aspek pencegahan, penindakan, evaluasi dan partisipasi masyarakat.

Keterlibatan PPATK di dalam penyusunan INPRES No. 5 tahun 2004 dan RAN-PK merupakan salah satu wujud partisipasi PPATK di dalam gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Keterlibatan tersebut dilakukan didasarkan antara lain pada kesesuaian tugas pokok dan kewenangan PPATK dalam pemberantasan TPPU,

dimana tindak pidana korupsi menjadi salah satu dari predicate

offence (kejahatan asal).

Beberapa kegiatan terkait PPATK di dalam RAN-PK tersebut antara lain:

1. Peningkatan koordinasi penanganan TPPU dengan instansi terkait;

2. Merevisi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan TPPU.

(49)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Pembahasan UN Convention on Transnational Organised Crime (TOC atau Palermo Convention)

Substansi UN Convention on Transnational Organised Crime

(TOC) secara tegas mencantumkan money laundering sebagai

salah satu kejahatan berdimensi transnasional yang memerlukan penanganan secara sungguh-sungguh dari tiap negara dan dengan mengedepankan kerja sama internasional. Dalam konteks itu, maka ratifikasi Palermo Convention sangat penting dilakukan yang akan memberi dampak positif terhadap penanganan kejahatan lintas batas di Indonesia. Pembahasan draft RUU ratifikasi masih dilakukan oleh tim interdep dengan memperhatikan setiap butir Palermo Convention dan mengkaji setiap dampak yang ditimbulkan dari ratifikasi tersebut.

Ratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism (1999)

PPATK berpartisipasi dalam tim interdep yang membahas pengesahan konvensi tersebut. Konvensi tersebut penting mengingat aspek pendanaan dalam aksi terorisme merupakan hal yang sangat vital dalam membiayai aksi-aksi terorisme. Pasal 2 ayat (2) UU TTPU menetapkan bahwa hasil kejahatan yang dipergunakan langsung atau tidak langsung dalam kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana yang dapat dituntut dengan menggunakan UU TPPU. Penyelesaian proses ratifikasi dimaksud merupakan bagian penting dari komitmen Pemerintah untuk meratifikasi instrumen internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan terorisme.

Ratifikasi ASEAN MLA Treaty

Mutual Legal Assistance (MLA) merupakan instrumen hukum

(50)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

berdimensi transnasional. Dalam lingkup kerja sama ASEAN telah ditandatangani kesepakatan yang tertuang dalam ASEAN MLA Treaty yang berisi komitmen negara-negara ASEAN untuk meningkatkan kerja sama pemberantasan kejahatan di wilayah

regional ASEAN. Pengesahan treaty tersebut sangat penting bagi

Indonesia untuk dapat membantu penyelesaian perkara-perkara korupsi, pencucian uang dan kejahatan lainnya yang tertunda penyelesaiannya yang diakibatkan belum tersedianya instrumen MLA.

h. Pemberian Keterangan Ahli

Pemberian keterangan ahli oleh PPATK dilakukan dengan maksud membantu proses hukum atas dugaan TPPU. Pemberian keterangan ahli tersebut dilakukan di dalam tahap penyidikan atas permintaan penyidik Polri maupun pemeriksaan di muka persidangan atas permintaan penuntut umum maupun majelis hakim yang mengadili perkara. Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa pemberian keterangan ahli oleh

PPATK ini lebih merupakan tugas yang bersifat “ad hoc” mengingat

“nature” dari lembaga PPATK sebagai financial intelligence unit yang

mengutamakan kerahasiaan di dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Pemberian keterangan ini idealnya dilakukan oleh pakar hukum pidana materil dan formil yang mampu menjelaskan peraturan perundang-undangan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Di dalam praktiknya selama ini, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada ahli PPATK tidak hanya yang bersifat yuridis normatif yang berkaitan dengan pelaksanaan UU TPPU namun juga yang terkait dengan analisis transaksi keuangan dan aliran dana dari pihak-pihak yang diduga melakukan TPPU. Pemberian keterangan ahli PPATK hingga 31 Desember 2005 dilakukan dalam perkara seperti yang tertera pada Grafik 4 di bawah ini.

(51)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

Grafik 4. Pemberian Keterangan Ahli oleh PPATK

19 10

Penyidikan Pemeriksaan Pengadilan

4.2. Peraturan Pelaksanaan

Penyusunan Peraturan Kepala PPATK Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi

Pertukaran informasi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan tindak pidana lainnya. Informasi yang dikelola bersifat rahasia sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah penyalahgunaan atau kebocoran informasi.

Peraturan Kepala PPATK Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi merupakan produk hukum penting yang menjadi dasar pengelolaan informasi yang dimiliki PPATK sesuai tugas dan wewenang yang diberikan oleh UU TPPU. Pasal 26 UU TPPU menetapkan salah satu tugas PPATK adalah mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK berdasarkan undang-undang. Salah satu wewenang PPATK berdasarkan Pasal 27 UU TPPU adalah meminta dan

(52)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

menerima laporan dari PJK. Atas informasi yang diterima, PPATK melakukan diseminasi kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan tugas dan wewenang tersebut, dikeluarkan Peraturan Kepala PPATK Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi yang mengatur antara lain pihak-pihak yang dapat menerima informasi dari PPATK, pihak-pihak yang dapat dimintai informasi oleh PPATK, sumber informasi, jenis informasi yang dapat dipertukarkan, serta tata cara pertukaran informasi dengan pihak lain di dalam maupun luar negeri.

(53)

L AP O RAN T AHUN AN T AHUN 20 05

5. SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI

Secara berkelanjutan, PPATK terus mengembangkan teknologi informasi sebagai salah satu kekuatan institusi. Pengembangan dilaksanakan

dengan acuan ”Information Technology Blue Print and Business Plan

2004-2006” dan best practice teknologi informasi financial inteligent unit

serta berlandaskan pada tiga prinsip: availability, integrity dan security.

Selama tahun laporan, PPATK telah melakukan pengembangan aplikasi komputer, peningkatan arsitektur dan jaringan infrastruktur, pengayaan

(enrichment) pusat data (database) dan sistem pengamanan (security system) serta kegiatan pemeliharaan kualitas yang meliputi dokumentasi

sistem, pembuatan buku manual operasional.

5.1. Operasi Sistem

Guna mendukung tugas-tugas operasional PPATK, bidang teknologi informasi senantiasa menambah dan meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan baik untuk intern PPATK maupun untuk lembaga-lembaga yang menjadi mitra kerja PPATK baik di dalam maupun di luar negeri. Peningkatan kualitas yang menjadi prioritas meliputi pengadaan dan peningkatan kapasitas

perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), infrastruktur

jaringan, sistem pengamanan data serta pembangunan computer base

training (CBT). Realisasi kegiatan yang sudah berhasil dikembangkan

adalah:

Layanan Jaringan Eksternal

PPATK masih tetap menyediakan layanan jaringan komputer eksternal yang dapat diakses selama 24 jam per hari oleh publik, PJK dan pihak-pihak lain yang berkepentingan baik dari dalam maupun luar negeri, yaitu

melalui website http://www.ppatk.go.id. Situs ini telah dioperasikan sejak

Gambar

Gambar 1. Proses Pelaporan, Analisis dan Tindak Lanjutnya  Dalam tahun laporan, terdapat beberapa kegiatan terkait dengan riset dan  analisis
Grafik 1. Jumlah Hasil Analisis Yang Disampaikan Kepada Penegak  Hukum Berdasarkan Jenis Pidana Asal
Gambar 2. Modus Operandi Pemalsuan Surat Perintah Pentransferan
Gambar 3. Modus operandi TPPU hasil penipuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip Lita'arofu atau 'agar kamu saling mengenal' adalah anjuran muhibah yang menjadi dasar penting bagi agama Islam dalam kontek persaudaraan, hubungan etnik

Kekurangan ini akan lenyap dengan sendirinya kalau kaum intelektual kita dapat didikan di dalam perguruan sehingga diperoleh orang-orang Indonesia yang cinta pada nusa dan

Persamaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nechyba (2011), adalah sama-sama menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat sangat

a) Pengertian tim kerja menurut perspektif masyarakat Jawa yaitu saling bekerjasama, mencapai tujuan bersama, saling berinteraksi, dan usaha untuk menyelesaikan

Makhluk hidup dengan persamaan ciri-ciri yang banyak dimasukkan ke dalam takson yang lebih rendah c.. Hewan-hewan : Panthera leo, Panthera tigris, Panthera pardus dalam

Koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan variabel bebas yang diteliti mampu menjelaskan variasi variabel terikat sebesar 34,1% dan sisanya 65,9% dijelaskan oleh variabel lain

Level kinerja struktur berdasarkan target perpindahan dari metode Spektrum Kapasitas ATC-40 menunjukkan bahwa Model 1 dan Model 2 pada kondisi tanah sedang dan

inidiperoleh gambaran bahwa dalam manajemen rekrutmen/identifikasi anak yang dilakukan oleh para guru dan para pembimbing khusus bagi anak yang membutuhkan pelayanan