• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 1. (Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA1

(Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.)2

KEBERADAAN LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS

Lembaga-lembaga khusus atau ‘special agencies’ merupakan gejala yang dapat dikatakan baru dalam dinamika penyelenggaraan kekuasaan negara modern. Menurut doktrin Montesquieu yang sebenarnya tidak pernah diterapkan dalam praktik yang nyata, lembaga-lembaga negara diidealkan hanya terdiri atas tiga lembaga utama penyelenggaraan kekuasaan negara, yaitu parlemen, pemerintah, dan pengadilan yang mencerminkan fungsi-fungsi legislative, executive, dan judicial. Namun, sejak akhir abad ke 19, dengan munculnya tuntutan agar negara mengambil peran lebih besar dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka jumlah lembaga-lembaga negara menjadi bertambah banyak pula sesuai dengan tuntutan kebutuhan menurut doktrin negara kesejahteraan (welfare state).

Namun, sampai pertengahan abad ke-20, peran negara berkembang ekstrim sehingga pada akhir abad ke-20 berkembang pula kesadaran baru untuk mengurangi peran negara melalui pelbagai kebijakan liberalisasi, baik di bidang politik maupun ekonomi. Gelombang liberalisasi politik membawa akibat munculnya gelombang (i) demokratisasi dan (ii) desentralisasi, sedangkan liberalisasi ekonomi melahirkan kebijakan-kebijkan (i) efisiensi, (ii) deregulasi, (iii) debirokratisasi, dan (iii) privatisasi. Mulai tahun 1970-an, gerakan-gerakan ini berkembang luas sehingga menyebabkan terjadinya restrukturisasi bangunan organisasi negara dan pemerintahan secara besar-besaran. Sebagian fungsi yang sebelumnya ditangani oleh negara diserahkan kepada masyarakat atau dunia usaha untuk mengelolanya. Fungsi-fungsi yang sebelumnya ditangani oleh pemerintahan pusat diserahkan pengelolaannya kepada pemerintahan daerah.

Bersamaan dengan itu, bentuk-bentuk organisasi yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan negara juga berubah pesat. Fungsi-fungsi yang sebelumnya bersifat eksklusif legislative, eksekutif, atau judikatif, mulai dirasakan tidak lagi mencukupi, sehingga doktrin pemisahan kekuasaan tidak lagi dianggap ideal. Yang dianggap lebih ideal justru adalah prinsip checks and balances atau prinsip pembagian kekuasaan atau ‘sharing of power’. Bahkan (i) untuk kepentingan efisiensi, muncul kebutuhan untuk melembagakan kebutuhan untuk mengintegrasikan pelbagai fungsi menjadi satu

1 Bahan diskusi Seminar Nasional Lembaga-Lembaga Non-Struktural oleh Kantor Menpan Republik Indonesia, 1 Maret 2011.

2

Pendiri dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2003-2008), Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (WANTIMPRES) Bidang Hukum dan Ketatanegaraan (2009-2010), sekarang Penasihat KOMNASHAM, Penasihat Senior Mennegristek, terlibat sebagai Ketua Dewan Kehormatan dalam pelnbagai kasus pelanggaran kode etik KPU dan aktif mengajar serta membimbing mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan pelbagai universitas di daerah. Selain itu, juga aktif membina “Jimly Asshiddiqie School of Law and Government”, Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) dan Ketua Dewan Penasihat Ikatan Pengajar Hukum Tatanegara dan Hukum Adiministrasi Negara.

(2)

kesatuan ke dalam fungsi yang bersifat campuran. Pertimbangan (ii) lain adalah munculnya kebutuhan untuk mencegah agar fungsi-fungsi kekuasaan tertentu terbebas dari intervensi politik dan konflik kepentingan. Karena kedua alas an inilah maka sejak akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, banyak bermunculan lembaga-lembaga baru di luar struktur organisasi pemerintahan yang lazim.

Lembaga-lembaga baru ini ada yang disebut sebagai dewan, badan, atau lembaga, ada pula yang disebut komisi-komisi negara. Ada pula yang bersifat adhoc yang disebut dengan istilah satuan tugas atau komite. Di Indonesia sendiri selama ini dikenal adanya istilah Lembaga Pemerintahan Non-Departemen (LPND) yang setelah ditetapkannya UU tentang Kementerian Negara yang mengubah istilah departemen menjadi kementerian, maka istilah LPND itu harus diubah menjadi LPNK atau Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian. Namun, atas inisiatif beberapa kementerian, ada pula istilah lain yang diperkenalkan, yaitu Lembaga Non-Struktural (LNS).

Dalam banyak literatur, ada juga yang menggunakan istilah ‘independnet bodies’, ‘auxiliary agencie’, ‘self regulatory bodies’, dan sebagainya. Semua istilah-istilah itu tidak dapat dipakai untuk pengertian yang bersifat umum sebab masing-masing lembaga dimaksud mempunyai cirri khasnya sendiri-sendiri. Ada bersifat independen, ada yang tidak, dan ada pula yang terkait langsung dengan fungsi-fungsi eksekutif, legislatif, judikatif, dan ada pula yang bersifat campuran. Agar bersifat umum, semua lembaga-lembaga itu, karena sifatnya yang khusus di luar struktur kementerian yang lazim dapat saja kita sebut dengan istilah lembaga-lembaga khusus (special agencies).

Namun, untuk mengetahui secara lebih mudah pelbagai lembaga khusus dalam struktur organisasi negara dan pemerintahan kita, ada baiknya kita melihatnya dari keseluruhan konfigurasi kelembagaan negara dan pemerintahan kita saat ini. Karena setelah reformasi 12 tahun terakhir, format dan bangunan organisasi kelembagaan Negara dan pemerintahan kita secara keseluruhan memang perlu dievaluasi dan dikonsolidasikan kembali. Selama era reformasi ini, ada kecenderungan setiap kali kita membuat UU, selalu diiringi oleh keinginan dan kebutuhan rasional untuk membentuk lembaga baru. Demikian pula dalam 4 naskah Perubahan UUD 1945, telah lahir begitu banyak subjek hokum kelembagaan baru, yang kesemuanya dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga Negara baru.

Masing-masing lembaga baru itu, apabila diteliti satu per satu, niscaya mengandung ide yang sangat baik dalam dirinya masing-masing. Namun, sesudah 12 tahun reformasi, apabila keseluruhan konfigurasi kelembagaan yang ada itu dilihat secara sistematis dan seksama, maka niscaya kita akan mengetahui adanya inefisiensi dan bahkan kekacauan dalam sistem fungsi kelembagaan Negara kita. Oleh karena itu, Kantor Menpan harus mengambil peran strategis untuk mengaudit keseluruhan sistem dan fungsi kelembagaan negara dan pemerintahan kita dewasa ini. Audit fungsi oleh Menpan dapat dilengkapi dengan audit kinerja oleh BPK dan audit hokum oleh Sekneg secara menyeluruh dan sebaik-baiknya. Untuk itu kita perlu mengadakan telaah, antara lain, mengenai hal-hal sebagai berikut:

PENGELOMPOKAN DAN KLASIFIKASI 1. Berdasarkan Dasar Hukumnya

(3)

1.1. UUD 1.2. UU 1.3. PP 1.4. Perpres 1.5. Peraturan Menteri 1.6. Peraturan Daerah 1.7. Peraturan Kepala Daerah

2. Berdasarkan Struktur dan Fungsi Politiknya 2.1. Fungsi Legislatif-Regulatif:

a. Dependent, terkait dengan lembaga legislative; b. Independent Self-Regulatory Bodies;

c. Campuran, terkait dengan lembaga legislative dan executive dan/atau judisial. 2.2. Fungsi Eksekutif-Administratif:

a. Dependent, terkait dengan lembaga executive;

b. Independent, meski terkait dengan lembaga executive;

c. Campuran, terkait dengan fungsi lembaga eksekutif dan lembaga lainnya. 2.3. Fungsi Judisial dan Penegakan Hukum:

a. Dependent, terkait dengan lembaga judicial;

b. Independent, meski terkait dengan lembaga judicial, seperti independent judicial commission;

c. Campuran, terkait dengan fungsi lembaga judicial, dan fungsi lainnya. 2.4. Fungsi Campur-Sari:

a. Dependent, terkait dengan pelbagai fungsi lembaga eksekutif, legislative, dan judicial; b. Independent, mesti terkait dengan lembaga eksekutif, legislative dan judicial.

TUJUAN DAN MANFAAT 1. Efisiensi pelayanan;

2. Pemusatan (konsentrasi/integrasi) fungsioonal;

3. Independensi dari intervensi politik dan mencegah konflik kepentingan;

4. Pronsip pembagian habis fungsi-fungsi kekuasaan negara dan pemerintahan sehingga tidak ada yang tumpang tindih.

POLA KONSOLIDASI DAN INTEGRASI

Setelah dievaluasi secara seksama, akan ditemuka adanya lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang bersifat tumpang tindih dalam norma dan praktik kerjanya di lapangan. Untuk itu, ada baiknya keberadaan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang saling bertumpang tindih itu ditangani dengan pelbagai pilihan kebijakan sebagai berikut:

(4)

1. Pembubaran lembaga yang bersangkutan secara tegas;

2. Penetapan bidang-bidang koordinasi lembaga-lembaga dimaksud dengan kementerian Negara yang sudah ada berdasarkan prnsip bahwa tugas-tugas pemerintahan harus dipandang telah terbagi habis dalam pembidangan kabinet pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden, baik sebagai Kepala Pemerintahan ataupun Kepala Negara;

3. Penggabungan fungsi ke unit kerja kementerian Negara yang ada sesuai dengan prinsip pembagian habis tugas-tugas pemerintahan sebagaimana dimaksud di atas;

4. Penggabungan dengan lembaga lain yang sejenis;

5. Penggabungan dengan lembaga lain dengan peningkatan fungsinya sesuai dengan kebutuhan; 6. Penguatan dan peningkatan fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga yang dipandang kurang

berguna, atau tidak sebanding dengan energy social, ekonomi, dan politik yang diserapnya dengan produk pelayanan yang dapat dihasilkan untuk kepentingan Negara dan rakyat;

7. Jika ada ide-ide kelembagaan baru, tambahkan saja fungsinya ke dalam struktur dan fungsi kementerian negara atau lembaga lain yang sudah ada.

MODEL INTEGRASI

1. Sekretariatnya digabungkan; 2. Satuan kerja anggarannya disatukan

3. Lembaganya dibangun dengan sub-sub, seperti komisi dengan sub-komisi; 4. Digabung dengan tupoksi baru;

5. Digabung ke dalam tupoksi lembaga lain;

6. Akhiri tugas dan fungsinya sama sekali atau dibubarkan.

AGENDA AKSI

Penting disadari bahwa pengkajian mengenai problem tumpang tindih, malfungsi, dan bahkan disfungsi kelembagaan negara dan pemerintahan ini sudah banyak dilakukan. Seminar juga sudah sering diadakan. Bukupun sudah banyak diterbitkan. Saya sendiri pun sudah menulis dan menerbitkan buku khusus untuk ini, pertama kali pada tahun 2004, dengan judul “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi”. Karena itu, yang penting dilakukan sekarang ini adalah bertindak dengan menetapkan keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditata kembali dengan kreatif dan luwes serta terlalu terjebak dalam sikap ‘rule-driven’ yang dogmatis dan kaku.

Beberapa langkah konkrit yang dapat diusulkan sehubungan dengan hal itu antara lain adalah sebagai berikut:

1. Presiden menetapkan dan mengumumkan kebijakan moratorium penghentian pembentukan LNS atau lembaga khusus baru;

(5)

2. Adakan performance audit oleh BPK atau audit kinerja dan audit fungsional (tupoksi) oleh Menpan, serta audit hokum (legal audit) oleh Sekneg.

3. Susun desain kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek tentang efektifitas dan efisiensi fungsi LNS (lembaga khusus).

4. Aksi percontohan dimulai dengan pembubaran LNS atau lembaga khusus yang mudah dan tidak berisiko terhadap keseluruhan sistem administrasi negara atau pemerintahan, yang berada dalam lingkup kewenangan Presiden, seperti misalnya Komisi Hukum Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat begitu pentingnya prihal akan wasiat terlebih hal itu berhubungan dengan harta seseorang yang telah meninggal dunia yang tujuannya untuk berbuat baik terlebih apabila

Erikson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009) mengemukakan bahwa individu dewasa awal yang mampu membina intimacy atau menjalin komitmen dengan orang lain

Pertama sumber benda (artifak) dapat berupa foto-foto, alat- alat atau bangunan sedapat mungkin bangunan asli. Kedua, sumber lisan yang berperan dalam mengembangkan

Pada dasarnya makanan olahraga$an tidak jauh berbeda dengan makanan bukan olahraga$an, kecuali hanya jumlah karbohidrat dan air yang lebih besar. Tak ada makanan khusus

Bapak Pimpinan dan Bapak Menteri Penaidikan dan Kebudayaan Bapak-lbu sekalian Anggota Pansus yang kami honnati. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Pendirian atau

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada recital 55-57, KPPI tidak menemukan adanya faktor lain yang berkontribusi terhadap adanya ancaman kerugian serius yang

2. Dokumen sumber harus dibuat otomatis dengan nomor melalui printer yang menunjukkan angka disetiap dokumen.. Mengaudit dokumen secara berkala. Hal ini biasa dilakukan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SEPEDA MOTOR