PENGARUH INTERNAL CASH FLOW, INSIDER OWNERSHIP,
DAN INVESMENT OPPORTUNITY TERHADAP CAPITAL
EXPENDITURES PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh :
FEBRIANTI PUTRI MAHDALENA 0812010193
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“PENGARUH INTERNAL CASH FLOW, INSIDER OWNERSHIP, DAN
INVESTMENT OPPORTUNITY TERHADAP CAPITAL EXPENDITURES
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA ”
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, Msi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama
masa perkuliahan.
6. Buat Mama Kartari SW, Papa Gatot Isnaeni, dan kedua adikku Ayu dan Dinda,
yang tak pernah lelah memberikan dukungan, doa, semangat dan segalanya.
Buat Keluarga di Sidoarjo Mama Mimik, Papa Timbul, Mas Adi dan Mbak
Lala yang juga memberikan dukungan, doa dan segalanya.
7. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan
yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang penulis miliki,
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Surabaya, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 11
Tujuan Penelitian ... 11
Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJ AU PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 13
2.1.1. Penelitian Terdahulu ... 13
2.2. Manajemen Keuangan ... 15
2.2.1. Teori Keagenan ... 17
2.2.1.1. Pecking Order Hypotheses ... 19
2.2.1.2. Managerial Hypotheses ... 21
2.2.2.Capital Expenditures ... 21
2.2.3. Internal Cash Flow ... 23
2.2.4. Insider Ownership ... 25
2.3.3. Investment Opportunity dan Capital Expenditures ... 32
2.4. Kerangka Konseptual ... 34
2.5. Perumusan Hipotesis ... 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 36
3.1.1. Variabel Dependen (Capital Expenditures) ... 36
3.1.2. Variabel Independen (X) ... 36
3.1.2.1. Internal Cash Flow ... 37
3.1.2.2. Insider Ownership ... 38
3.1.2.3. Investment Opportunity ... 38
3.2. Penentuan Populasi dan sampel ... 38
3.2.1. Populasi ... 38
3.2.2. Sampel ... 39
3.3. Jenis Dan Sumber Data ... 40
3.4. Tekhnik Pengumpulan Data ... 40
3.5. Metode Analisis ... 41
3.5.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 41
3.5.1.1. Uji Normalitas ... 41
3.5.1.2. Uji Multikolinearitas ... 42
3.5.1.4. Uji Heteroskedastisitas ... 44
3.5.2. Analisis Regresi Berganda ... 45
3.5.3. Pengujian Hipotesis ... 46
3.5.3.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 46
3.5.3.2. Uji Statistik F ... 46
3.5.3.3. Uji Statistik t ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 49
4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) ... 49
4.1.2. Visi dan Misi PT. Bursa Efek Indonesia ... 51
4.1.3. Struktur Organisasi Pt. Bursa Efek Indonesia (BEI) ... 51
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 52
4.2.1. Capital Expenditures ... 52
4.2.2. Internal Cash Flow ... 54
4.2.3. Insider Ownership ... 56
4.2.4. Investment Opportunity ... 58
4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 60
4.3.1. Uji Kualitas Data ... 60
4.3.1.1. Uji Outlier ... 60
4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 62
4.3.2.1. Uji Normalitas ... 62
4.3.2.2. Uji Multikolinieritas ... 63
4.3.4.1. F test (UJI F) ... 70
4.3.4.2. t test (UJI t) ... 70
4.4 Pembahasan ... 71
4.4.1. Pengaruh Internal Cash Flow terhadap Capital Expenditures ... 72
4.4.2. Pengaruh Insider Ownership terhadap Capital Expenditures ... 73
4.4.3. Pengaruh Investment Opportunity terhadap Capital Expenditures . 74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Saran ... 74
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laporan Capital Expenditures 2008-2009 ... 3
Tabel 3.1 Prosedur Pemilihan Sampel ... 40
Tabel 4.1 Capital Expenditures 2008-2009 ... 53
Tabel 4.2 Internal Cash Flow Tahun 2008-2009 ... 55
Tabel 4.3 Insider Ownership Tahun 2008-2009 ... 57
Tabel 4.4 Investment Opportunity Tahun 2008-2009 ... 59
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Outlier ... 60
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 63
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Multikolineritas ... 64
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Heterokedatisitas... 66
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi ... 68
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Regresi ... 69
Tabel 4.11 ANOVA ... 70
PENGARUH INTERNAL CASH FLOW, INSIDER OWNERSHIP, DAN
INVESTMENT OPPORTUNITY TERHADAP CAPITAL EXPENDITURES
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh:
Febr ianti Putr i Mahdalena
0812010193/FE/EM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh internal cash flow,
insider ownership, dan investment opportunity terhadap capital expenditures
perusahaan. Pecking order hypotheses dan managerial hypotheses yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai pendapat yang berbeda. Pecking order
hypotheses mengungkapkan bahwa manajer memilih tingkat alokasi capital expenditures yang dapat memaksimalkan kemakmuran pemegang saham dengan
mengabaikan keberadaan insider ownership. Sedangkan managerial hypotheses mengungkapkan bahwa manajer yang memiliki kepemilikan saham kurang dari 100% akan melakukan capital expenditures melebihi jumlah yang dapat memakmurkan pemegang saham lainnya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan sejumlah 49 perusahaan yang dipilih dengan metode
purposive sampling dengan periode penelitian mulai tahun 2008-2009. Metode
analisis yang digunakan adalah regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan tingkat signifikansi 5%.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah variabel
internal cash flow, insider ownership, dan investment opportunity berpengaruh
secara negatif dan tidak signifikan terhadap capital expenditures. Variabel
internal cash flow, insider ownership, dan investment opportunity tidak terbukti
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel capital expenditures. Hasil penelitian ini tidak mendukung berlakunya pecking order hypotheses maupun
managerial hypotheses pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
Kata kunci : Internal cash flow, insider ownership, investment opportunity,
EXPENDITURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Disusun Oleh :
Febr ianti Putr i Mahdalena 0812010193/FE/EM
Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Sk r ipsi J ur usan Manajemen Fak ultas Ekonomi:
Pembimbing Utama Tim Penguji
Ketua
Dr . Muhadjir Anwar , MM Dr s. Ec. R.A. Suwaidi, Msi
Seker tar is
Dr . Muhadjir Anwar , MM
Anggota
Dr a. Ec. Tr i Kartika P, Msi
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Univer sita s Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Pengeluaran-pengeluaran modal (capital expenditure) merupakan salah
satu konsep penting dalam teori keuangan suatu perusahaan. Dalam teori
keuangan dinyatakan bahwa beberapa fungsi keuangan utama yang dilakukakan
oleh manajer keuangan adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
aktivitas pencarian dana (financing decision) serta pembuatan keputusan yang
berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan
(investment decision).
Pada tingkat makroekonomi, pengeluaran-pengeluaran modal (capital
expenditure) adalah merupakan bagian penting dari aggregate demand dan
produk nasional bruto (GNP), pertumbuhan ekonomi, dan business cycles
(Dornbusch and Fisher, 1987). Tingkat capital expenditures maksimum akan
memberikan sumbangan terhadap peningkatam kondisi makroekonomi.
Sedangkan pada tingkat mikroekonomi Nicholson (1992) dalam Hamidi (2003)
menjelaskan bahwa capital expenditures perusahaan mempengaruhi
keputusan-keputusan produksi, seberapa besar dana akan diinvestasikan dalam aset tetap.
Dalam hal ini perusahaan menjalankan salah satu fungsi manajemen keuangan
yaitu keputusan investasi. Pengeluaran modal yang dilakukan oleh perusahaan
secara langsung akan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi produksi
perusahaan. Selain itu, menurut Bromiley (1986) dalam Hamidi (2003), capital
Apabila dihubungkan dengan kinerja perusahaan, seperti diungkapkan oleh
McConnel dan Muscarella (1985) dalam Hamidi (2003), tingkat capital
expenditures yang maksimal akan memaksimalkan kinerja perusahaan dan secara
lebih luas akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan industri negara.
Peningkatan pertumbuhan industri akan meningkatkan level pertumbuhan
ekonomi yang berujung pada meningkatnya level kondisi makroekonomi
Indonesia.
Beberapa motivasi manajer perusahaan untuk melakukan pengeluaran
modal menurut Gitman (2003) dalam Hamidi (2003) diantaranya untuk
menambah aset tetap perusahaan, mengganti aset yang dianggap telah habis umur
ekonomisnya dengan tujuan untuk meningkatkan tujuan perusahaan. Bagi
perusahaan manufaktur, capital expenditures merupakan salah satu faktor penting
dalam pertumbuhan perusahaan. Sebagian besar capital expenditures perusahaan
manufaktur diwujudkan pada peralatan, mesin atau pabrik karena perusahaan ini
bergerak di bidang pembuatan barang yang siap dikonsumsi oleh masyarakat.
Berdasarkan Tabel 1.1 berikut merupakan gambaran capital expenditures
selama 2 tahun, yaitu tahun 2008 – 2009 dan yang memiliki insider ownership.
Dari tabel di bawah ini dapat di peroleh gambaran mengenai capital expenditures
Tabel 1.1
Capital Expenditur es pada per usahaan manufaktur yang ter daftar di BEI dan mempunyai Insider Owner ship tahun 2008-2009
Nama Perusahaan Capital Expenditures (Juta Rp)
Nama Perusahaan Capital Expenditures (Juta Rp)
2008 2009 2008 2009
PT. AKR Corporindo Tbk 1.377.260 1.184.219 PT. Lautan Luas Tbk 1.304.926 (358.880)
PT. Alumindo Light Metal Industry Tbk 51.138 66.180 PT. Lion Metal Works Tbk 37.012 18.224
PT. Aneka Kemasindo Utama Tbk (11.027) (10.362) PT. Lionmesh Prima Tbk (824) 10.843
PT. Asiaplast Industries Tbk (19.151) 26.498 PT. Mandom Indonesia Tbk 185.593 83.830
PT. Astra Otoparts Tbk 527.062 663.623 PT. Metrodata Electronics Tbk 126.545 (229.742)
PT. Barito Pacific Tbk 331.602 (868.435) PT. Mulia Industrindo Tbk (82.298) (502.053)
PT. Berlina Tbk 45.216 75.034 PT. Mustika Ratu Tbk 38.638 10.855
PT. Betonjaya Manunggal Tbk 24.040 (725) PT. Nipress Tbk 34.762 (10.530)
PT. Citra Tubindo Tbk 487.827 (224.902) PT. Panasia Indosyntec Tbk 10.617 (163.552)
PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk (13.425) (74) PT. Pelat Timah Nusantara Tbk 302.891 (183.890)
PT. Dynaplast Tbk 111.616 55.587 PT. Perdana Bangun Pusaka Tbk (9.366) 39.559
PT. Eterindo Wahanatama Tbk (21.997) 118.248 PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk (4.758) 66.664
PT. Gudang Garam Tbk 293.008 3.158.006 PT. Prima Alloy Steel Tbk 12.161 (134.407)
PT. Hexsindo Adiperkasa Tbk 588.672 78.552 PT. Pyridam Farma Tbk 3.498 1.282
PT. Indo Kordsa Tbk 117.903 (323.135) PT. Sat Nusapersada Tbk 106.224 (64.900)
PT. Indofarma ( Persero ) Tbk (45.294) (236.059) PT. Siantar Top Tbk 109.302 (78.030)
PT. Intanwijaya Internasional Tbk (4.370) 157.569 PT. Sorini Agro Asia Corporindo Tbk 268.595 151.429 PT. Intikeramik Alamasri Industri Tbk 11.795 (20.196) PT. Sumi Indo Kabel Tbk 47.087 (74.460) PT. Intraco Penta Tbk 273.400 (97.707) PT. Sunson Textile Manufacturer Tbk 2.157 (23.676) PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk 10.205 (29.438) PT. Tri Polyta Indonesia Tbk (235.816) 2.510.449
PT. Jaya Pari Steel Tbk 130.554 (45.393) PT. Tunas Baru Lampung Tbk 345.377 (16.157)
PT. Kabelindo Murni Tbk 26.430 (104.330) PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk 356.167 13.705
PT. Kedaung Indah Can Tbk 5.956 (1.941) PT. Unitex Tbk 2.512 (9.482)
PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (16.010) (26.024) PT. Yanaprima Hastapersada Tbk 55.220 10.586 PT. Langgeng Makmur Industri Tbk 28.322 (19.564)
(Sumber : ICMD 2010 dan diolah oleh peneliti)
Dari Tabel 1.1 di atas data empiris variabel menunjukkan adanya masalah
dari periode 2008-2009 yaitu capital expenditures mengalami penurunan.
Penurunan capital expenditure disebabkan oleh internal cash flow, insider
ownership dan investment opportunity.
Aliran kas internal (Internal Cash Flow) secara empirik merupakan salah
satu faktor penentu penting dari capital expenditures. Namun demikian pada
penelitian yang lain ditemukan fakta yang berkebalikan yaitu tidak ada pengaruh
internal cash flow yang signifikan terhadap capital expenditures.
Dua hipotesis mengenai keputusan manajemen keuangan yang termasuk
dalam teori keagenan (agency theory) yaitu pecking order hyphotheses dan
managerial hyphotheses. Keduanya mempunyai pandangan berbeda mengenai
keputusan investasi dan sumber pendanaan sebuah perusahaan serta
menggambarkan perbedaan kepnetingan antara manajer dan pemegang saham
perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Hamidi (2003) menjelaskan
bahwa konflik antara manajer dan pemegang saham saat ini akan menyebabkan
penurunan nilai perusahaan dan menimbulkan kerugian berupa munculnya agency
cost equity bagi perusahaan. Biaya keagenan ini meliputi biaya pengawasan, bonding cost dan residual loss.
Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa terdapat berbagai cara
untuk mengurangi agency cost yang muncul akibat agency conflict. Pertama
meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Hal ini untuk
mengurangi munculnya moral hazard yang mungkin dilakukan oleh manajemen
karena manajer akan merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang
5
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Kedua, meningkatkan dividen payout
ratio, dengan tujuan memaksa manajemen mencari sumber pendanaan dari luar
untuk investasi karena perusahaan tidak memiliki persediaan free cash flow yang
cukup. Upaya untuk mengurangi agency cost yang ketiga adalah meningkatkan
pendanaan dengan hutang. Keempat, institutional investor sebagai monotoring
agent yang dapat mewakili suatu sumber kekuasaan untuk mendukung atau
menghambat keberadaan manajemen.
Berbagai penelitian klasik yang berkaitan dengan konsep
pengeluaran-pengeluaran modal telah banyak dilakukan sampai saat ini. Penelitian tersebut
sebagian besar dilakukan untuk menemukenali faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai pengeluaran-pengeluaran modal (Kuh dan Meyer, 1957 ; Dusenberry, 1958 ;
Jorgenson, 1963 ; Kuh, 1963 ; Jorgenson dan Siebert, 1968 ; Grawbowski dan
Mueller, 1972 ; dan Elliot, 1973) dalam Hamidi (2003). Pada periode selanjutnya
masih saja dilakukan penelitian yang menghasilkan temuan baru yang
menghasilkan mengenai faktor-faktor yang menentukan tingkat capital
expenditures perusahaan (Nair, 1979 ; Berndt et al. 1980 ; Larcker, 1983 ; Fazzari
dan Athey, 1987 ; Fazzari et al. 1988 ; Madan dan Prucha, 1989 dan Gaver, 1992 ;
Sartono, 2001 ; Pagalung, 2001 ; Hamidi, 2003 ; Yeannie dan Handayani, 2007).
Seperti dikutip dari Griner dan Gordon (1995) dalam Hamidi, telah memberikan
sumbangan-sumbangan penting bagi pemahaman kita tentang faktor-faktor
penentu tingkat capital expenditures perusahaan. Sedangkan faktor-faktor penentu
tingkat capital expenditures perusahaan yang akan dibahas dalam penelitian ini
komponen tersebut, secara teoritis ada yang berpengaruh positif, serta ada yang
berpengaruh negatif terhadap tingkat capital expenditures perusahaan yang
bersangkutan.
Hipotesis pecking order dan hipotesis managerial memberikan pendapat
yang bertentangan mengenai hubungan anatara tingkat insider ownership dengan
capital expenditures perusahaan. Tidak adanya conflict of interest dan pecking order hyphotheses menghasilkan prediksi bahwa insider ownership tidak
berpengaruh terhadap tingkat capital expenditures perusahaan. Dalam hipotesis
manajerial, tingkat insider ownership yang rendah memberikan insentif bagi para
manajer untuk melakukan tingkat capital expenditures perusahaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang diinginkan oleh pemegang saham. Keberadaan
insider ownership diharapkan mampu menekan over investment yang mungkin
terjadi pada capital expenditures perusahaan,karena mereka juga akan
menanggung risiko dari setiap pengeluaran atau investasi yang dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2001) menyimpulkan bahwa
internal cash flow merupakan faktor penentu penting dalam capital expenditures.
Pendanaan untuk capital expenditures akan diambilkan dari dana internalnya
terlebih dahulu. Semakin besar internal cash flow perusahaan maka semakin besar
capital expenditures-nya. Tetapi hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa
internal cash flow tidak dapat secara langsung menunjukkan terjadi pecking order
7
Pembahasan tentang pengaruh internal cash flow terhadap capital
expenditures akan melibatkan pembahasan tentang conflict of interest antara para
manajer dan para pemegang saham sebagai pemerjelas apabila dihubungkan
dengan pecking order hyphotheses atau managerial hyphotheses. Seperti yang
dituliskan Griner dan Gordon (1995) pecking order hyphotheses yang
dikemukakan oleh Myers (1984) serta Myers dan Majluf (1984) manajer akan
memilih tingkat pembelanjaan modal yang memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham saat ini, tanpa memperhatikan kepemilikan manajer tersebut atas
saham perusahaan. Keputusan manajer menggunakan internal cash flow untuk
melakukan capital expenditures perusahaan karena terdapat information
assymetries antara manajer tersebut dengan calon pemegang saham potensial.
Sedangkan pada hipotesis managerial difokuskan pada conflict of interest (agency
problem) yang terjadi antara para manajer dengan para pemegang saham saat ini
yang muncul dari pemisahaan atas kepemilikan dan kontrol. Manajer yang
memiliki saham pada perusahaan (insider ownership) akan menggunakan internal
cash flow untuk membuat tingkat capital expenditures perusahaan melibihi
tingkat yang memaksimumkan kemakmuran pemegang saham saat lain saat ini.
Opsi investasi suatu perusahaan di masa yang akan datang tidak hanya
semata-mata ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh
kegiatan riset dan pengembangan, tetapi juga kemampuan perusahaan dalam
memanfaatkan investment opportunity dibanding dengan perusahaan yang setara
dalam suatu kelompok industrinya (Gaver dan Gaver dalam Hamidi, 2003).
cenderung menerbitkan ekuitas. Sedangkan perusahaan dengan invesment
opportunity yang buruk akan menggunakan pendanaan dengan hutang.
Berdasarkan pecking order hyphotheses, jika invesment opportunity
dimasa yang akan datang lebih baik maka manajer berusaha mengambil peluang
tersebut demi memakmuran kepentingan pemegang saham, sehingga capital
expenditures akan meningkat sesuai investment opportunity perusahaan. Di sisi
lain managerial hyphotheses berpendapat bahwa terjadi over invesment atau
under invesment sebagai akibat dari investasi berlebihan yang dilakukan oleh
manajer karena mereka melakukan capital expenditures tanpa memperhitungkan
kesejahteraan pemegang saham dan invesment opportunity yang ada.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menujukkan pertentangan hasil
satu sama lain. Adanya research gap dari penelitian terdahulu menjadi salah satu
alasan dilakukannya penelitian ini.
Penelitian Griner dan Gordon (1995) yang mengungkapan pengaruh
internal cash flow dan insider ownership terhadap capital expenditures
perusahaan, menyatakan hubungan positif signifikan antara capital expenditures
perusahaan dengan insider ownership. Hasil ini mendukung berlakunya
managerial hyphotheses yang menyatakan bahwa pengurangan terhadap tingkat
pemisahan antara kepemilikan dan kontrol dapat mengurangi kecenderungan
manajer untuk menginvestasikan modal perusahaan untuk melakukan capital
9
Hamidi (2003) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh internal
cash flow, insider ownership dan invesment opportunity terhadap capital
expenditures pada perusahaan manufaktur yang telah beroperasi dan terdaftar
sebagai perusahaan publik di Jakarta Stock Exchange antara tahun 1993-1996.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hubungan variabel capital
expenditures dengan variabel insider ownership relatif kurang kuat bahkan secara
statistik tidak ada yang signifikan. Hasil ini mengindikasikan berlakunya hipotesis
pecking order serta sejalan dengan hasil penelitian Sartono (2001) serta Yeannie
dan Handayani (2007). Namun, hasil bertentangan dengan penelitian Griner dan
Gordon (1995).
Sartono (2001) telah meneliti aliran kas internal dan kepemilikan manajer
dan pengaruhnya terhadap pembelanjaan modal di luar sektor keuangan yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa
aliran kas internal berpengaruh positif terhadap pembelanjaan modal perusahaan
yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta. Yeannie dan Handayani (2007) yang
melakukan penelitian tentang pengaruh kesempatan investasi, internal cash flow,
insider ownership terhadap capital expenditures mengungkapan bahwa internal
cash flow merupakan penentu penting bagi capital expenditures. Yeannie dan
Handayani menyebutkan bahwa penelitiannya konsisten dengan penelitian
Fazzari, et al., (1988) dan Hamidi (2003) tetapi tidak konsisten dengan penelitian
Myers dan Majluf (1984).
Teori yang menjelaskan bahwa invesment opoortunity mempunyai
dengan teori tersebut, penelitian Hamidi (2003) mengungkapan hal yang sama.
Yeannie dan Handayani (2007) juga menyatakan bahwa kesempatan investasi
mempunyai pengaruh signifikan terhadap capital expenditures. Namun demikian,
hasil penelitian Myers (1984) mengungkapkan hasil yang bertentangan, bahwa
pinjaman perusahaan berhubungan terbalik dengan nilai perusahaan yang
tergantung pada nilai kesempatan investasi masa yang akan datang.
Selain perbedaan hasil penelitian (research gap) yang dihasilkan para ahli,
adanya fenomena bisnis menjelaskan ketidaksesuaian penjelasan teoritis
mengenai pengaruh beberapa variabel yang mempengaruhi capital expenditures
perusahaan.
Adapun alasan dalam penelitian ini untuk memilih perusahaan manufaktur
sebagai obyek penelitian karena industri ini mendominasi perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di BEI sehingga relefansi hasil penelitiannya diharapkan dapat
mewakili seluruh industri yang ada di Indonesia.
Berdasarkan adanya fenomena bisnis, research gap, serta pertentangan
antara teori yang ada dengan fakta mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
capital expenditures, maka dilakukan penelitian tentang “Penga r uh, Inter nal
Cash Flow, Insider Owner ship, Dan Investment Oppor tunity Ter hadap
Capital Expenditur es Pada Per usahaan Manufaktur Di Bur sa Efek
11
1.2Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Apakah internal cash flow berpengaruh terhadap capital expenditures pada
perusahaan manufaktur di BEI?
2. Apakah insider ownership berpengaruh terhadap capital expenditures pada
perusahaan manufaktur di BEI?
3. Apakah investment opportunity berpengaruh terhadap capital expenditures
pada perusahaan manufaktur di BEI?
1.3Tujuan Penelitian
Atas dasar perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisa pengaruh Internal Cash Flow terhadap capital
expenditures pada perusahaan manufaktur di BEI .
2. Untuk menganalisa pengaruh Insider Ownership terhadap capital
expenditures pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
3. Untuk menganalisa pengaruh Investment Opportunity terhadap capital
expenditures pada perusahaan manufaktur di BEI.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi mafaat bagi :
Memberikan inspirasi dan sumbangan pemikiran dan dapat menjadi
rujukan pengembangan ilmu keuangan mengenai kajian pembelanjaan
modal (capital expenditures).
b. Perusahaan
Bagi para investor dan calon investor, analis dan pemerhati investasi, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan pengambilan keputusan
investasi setelah mengetahui perilaku manajemen perusahaan dalam
melakukan pembelanjaan modal serta memberikan inspirasi dan
sumbangan pemikiran pada analisis, investor, dan para pemegang saham
serta manajer investasi dalam menentukan keputusan serta strategi
BAB II
TINJ AU PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Penelitia n Ter dahulu
Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor
yang diduga berpengaruh terhadap capital expenditures, diantaranya adalah:
Griner dan Gordon (1995) meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh
pada capital expenditures. Variabel independen yang digunakan dalam
penelitianGriner dan Gordon (1995) adalah internal cash flow dan insider
ownership. 160 perusahaan di Amerika Serikat yang termasuk dalam kelompok
Fortune 500 menjadi sampel penelitian. Metode pengujian yang digunakan adalah
bivariate analysis dan multivariate analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan
internal cash flow menjadi penentu bagi perusahaan untuk melakukan capital
expenditures, sedangkan insider ownership tidak berhubungan dengan capital
expenditures.
Sartono (2001) menguji pengaruh antara aliran kas internal, dan
kepemilikan manajerial dalam perusahaan terhadap pembelanjaan modal untuk
menguji kebenaran managerial hypotheses dan pecking order hypotheses. Data
penelitian yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek jakarta, khususnya perusahaan yang beroperasi di luar sektor keuangan.
Hasil penelitian Sartono (2001) menunjukkan bahwa internal cash flow
merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi capital expenditures. Penelitian
ini tidak secara tegas menunjukkan adanya pecking order theory dan tidak
membuktikan adanya managerial hypotheses.
Hamidi (2003) meneliti tentang pengaruh internal cash flow, insider
ownership dan investment opprotunity terhadap capital expenditures serta
menguji berlakunya hipotesis pecking order dan managerial. Penelitian ini
menggunakan sampel 64 perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek
Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel internal cash flow,
investment opportunity, serta sales sebagai variabel kontrol mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap capital expenditures, sedangkan hubungan
variabel insider ownership dengan capital expenditures relatif kurang kuat bahkan
secara statisktik tidak ada yang signifikan. Hasil penelitian ini mendukung secara
parsial adanya pecking order theory dan tidak mendukung hipotesis managerial.
Penelitian Yeannie dan Handayani (2007), dengan judul “Analisis
Pengaruh Kesempatan Investasi, Internal cash Flow, Insider Ownership terhadap
Capital expenditures: Perspectice Pecking Order Theory”. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa variabel kesempatan investasi dan internal cash
flow mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap capital
expenditures. Variabel insider ownership tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap capital expenditures.
Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian-penelitian terdahulu
yang telah dilakukan. Perbedaan-perbedaan tersebut terletak pada periode
15
(variabel terikat) yang digunakan. Sampel penelitianya menggunakan sampel
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu
adalah penggunaan capital expenditures sebagai variabel dependen, dan
penggunaan rasio-rasio keuangan untuk mengukur nilai variabel. Penelitian ini
lebih mencakup komponen variabel yang lengkap dan terintegrasi.
2.2 Manajemen Keuangan
Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan para
pemegang saham melalui pemaksimalan nilai saham perusahaan untuk dapat
menciptakan kesejahteraan. Perusahaan dituntut mampu memanfaatkan sumber
daya yang jumlahnya terbatas, serta mampu beroperasi pada tingkat produktivitas
yang optimal.
Manajemen keuangan diperlukan perusahaan untuk mengatur keuangan
perusahaan, guna untuk mencari sumber dana untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan operasionalnya. Menurut Horne dan Wacowicz (2009), manajemen
keuangan (financial management) berkaitan dengan perolehan, pendanaan, dan
manajemen aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya.
Keown et, al (2001) menyatakan bahwa manajemen keuangan berkepentingan
dengan bagaimana cara menciptakan dan menjaga nilai ekonomis atau
kesejahteraan dengan konsekuensi bahwa semua pengambilan keputusan harus
Horne dan Wacowicz (2009) membagi fungsi keputusan manajemen
keuangan menjadi 3 bagian, yaitu keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan
keputusan manajemen aktiva. Penjelasan mengenai ketiga fungsi keputusan
tersebut adalah, sebagai berikut:
1. Keputusan investasi
Ketika perusahaan ingin mencapai nilai, keputusan investasi menjadi
hal yang paling penting. Hal tersebut dimulai dengan penetapan jumlah
total aktiva yang perlu dimiliki oleh perusahaan yang akan
diinvestasikan.
2. Keputusan pendanaan
Keputusan penting kedua dalam perusahaan adalah keputusan
pendanaan. Dalam keputusan ini manajer berhubungan dengan
perbaikan sisi pasiva pada neraca. Masing-masing perusahaan
menggunakan bauran pendanaan serta menetapkan cara terbaik untuk
secara fisik mendapatkan dana yang berbeda, tergantung analisis dan
keputusan yang dibuat oleh manajer keuangan.
3. Keputusan manajemen aktiva
Keputusan manajemen aktiva merupakan keputusan penting ketiga bagi
perusahaan. Ketika aktiva telah diperoleh dan pendanaan yang tepat
telah tersedia, aktiva ini masih harus dikelola secara efisien. Beban
17
manajer keuangan lebih memperhatikan manajemen aktiva lancar
daripada aktiva tetap.
2.2.1 Teor i Keagenan (Agency Theory)
Berkembangnya agency theory berawal dari penelitian Jensen dan
Meckling (1976). Teori ini pada dasarnya mengungkapkan hubungan antara agent
dan principals. Agents adalah manajer perusahaan yang bertindak sebagai
pembuat keputusan dalam menjalankan perusahaan, serta principals berperan
sebagai pemilik perusahaan. Keown et, al (2001) mengemukakan timbulnya
masalah keagenan (agency problem) merupakan akibat dari pemisahan tugas
antara pemegang manajemen perusahaan dengan pemegang saham. Karena ada
pemisahan antara pembuat keputusan dan pemilik perusahaan, para manajer
dimungkinkan untuk membuat keputusan yang menyimpang dari tujuan
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.
Manajer (agents) mempunyai kecenderungan untuk memperoleh laba
sebesar-besarnya dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan mensejahterakan principals, karena manajemen tidak
menyukai adanya resiko (risk averse). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan
bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham
suatu perusahaan kurang dari seratus persen, sehingga manajer mendapatkan
insentif dan kesempatan untuk melakukan tindakan yang tidak menguntungakan
Konflik antara dua pihak ini akan menimbulkan masalah (agency cost),
sehingga kedua pihak akan berusaha untuk mengurangi besarnya agency cost
yang mungkin muncul. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost
sebagai tindakan-tindakan yang menjadi cost bagi principals untuk melakukan
monitoring dan pengawasan positif termasuk biaya perilaku pada agent,
pengeluaran adanya perikatan dengan agent, dan sisa residual dari adanya
perikatan tersebut.
Ada beberapa cara untuk mengurangi agency cost yang muncul akibat
adanya agency conflict (Jensen dan Meckling, 1976):
1. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manajemen
(insider ownership). Hal ini diharapkan mampu mengurangi munculnya
moral hazard yang mungkin dilakukan oleh manajemen karena manajer
akan merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil
serta ikut menanggung risiko sebagai bagian dari konsekuensi apabila
terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan.
2. Meningkatkan dividend payout ratio. Tujuanya adalah memaksa
manajemen untuk mencari sumber pendanaan dari luar untuk investasi
karena perusahaan tidak memiliki persediaan free cash flow yang cukup
untuk mendanai investasi yang dilakukan.
19
4. Institutional investor sebagai monitoring agent yang dapat mewakili
suatu sumber kekuasaan untuk mendukung atau menghambat
keberadaan manajemen.
Dua teori terkenal yang mendasarkan argumennya pada teori keagenan
adalah pecking order hypotheses dan managerial hypotheses. Walaupun
masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, namun keduanya membahas tentang
asimetri informasi dan agency cost yang muncul akibat agency problem.
2.2.1.1 Pecking Order Hypotheses
Pecking order hypotheses dikemukakan pertama kali oleh Donaldson pada
tahun 1961. Teori ini mencoba menjelaskan tentang perilaku keuangan pada
perusahaan. Selanjutnya teori ini dikembangkan dan disempurnakan kembali
menjadi versi pecking order hypotheses termodifikasi yang dikemukakan oleh
penelitian Myers (1984) serta penelitian Myers dan Majluf (1984). Pecking order
hypotheses yang telah termodifikasi menambahkan bahwa asimetri informasi dan
biaya kebangkrutan juga berpengaruh terhadap pilihan struktur modal (capital
structure) perusahaan. Pilihan struktur modal tersebut juga menyangkut perilaku
manajemen terhadap capital expenditures perusahaan yang bersangkutan.
Pada intinya, teori ini mengungkapkan tingkat urutan preferensi manajer
dalam memilih sumber dana yang digunakan untuk mendanai kegiatan perusahaan
(Myers, 1984 ; Myers dan Majluf, 1984). Perilaku keuangan perusahaan yang
1. Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal karena
biayanya lebih murah.
2. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen dengan peluang
investasi (investment opportunity), meskipun dividen perusahaan
bersifat sticky dan target rasio pembayaran dividen perusahaan secara
bertahap disesuaikan dengan pergeseran kesempatan investasi.
3. Kebijakan dividen bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang
investasi berdampak pada aliran kas internal (internal cash flow) yang
jumlahnya bisa lebih kecil atau bisa lebih besar dari pengeluaran
investasi.
4. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan memilih hutang
karena dipandang lebih aman daripada menerbitkan ekuitas baru
sebagai pilihan untuk memenuhi kebutuhan investasi. Pilihan
selanjutnya adalah penerbitan obligasi konversi dan selanjutnya
melakukan penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan terakhir.
Penelitian empiris tentang berlakunya pecking order hypotheses telah
dilakukan di Indonesia. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Pangeran (2000) dalam Hamidi (2003), yang menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki kemampuan memperoleh laba akan semakin bergantung pada dana yang
diperoleh secara internal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pecking order
21
2.2.1.2 Managerial Hypotheses
Managerial hypotheses dalam agency theory menitikberatkan pada
pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi kontrol antara pemegang saham
(pricipals) dan manajer perusahaan (agents). Menurut managerial hypotheses,
seorang manajer yang tidak memiliki saham pada perusahaan akan menggunakan
internal cash flow untuk membuat tingkat capital expenditures berada pada posisi
yang melebihi tingkat yang memaksimalkan kemakmuran pemegang saham lain
(Griner dan Gordon,1995).
Pernyataan Griner dan Gordon di atas menunjukkan bahwa pemisahaan
fungsi pada managerial hypotheses akan menyebabkan konflik kepentingan yang
sulit dihindari akibat antara manajer dan pemegang saham bertindak sesuai
dengan kepentingan demi keuntungan masing-masing pihak. Konsep yang
disampaikan oleh managerial hypotheses sejalan dengan agency theory, bahwa
perusahaan harus menanggung agency cost yang muncul akibat konflik
kepentingan. Cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi biaya
keagenan yang muncul adalah dengan mensejajarkan kepentingan pihak
manajemen sebagai agents dengan pihak pemegang saham sebagai principals
dengan jalan menjadikan manajer sebagai pemegang saham.
2.2.2 Capital Expenditures
Salah satu komponen pengeluaran yang dianggap penting bagi sebuah
perusahaan adalah pengeluaran modal atau capital expenditures. Beberapa ahli
menyebutnya dengan beberapa istilah yang berbeda. Griner dan Gordon (1995)
mengunakan istilah capital expenditures dan mendefinisikannya sebagai sejumlah
pengeluaran dana yang dilakukan oleh manajemen terhadap property, plant,
equipment.
Secara sederhana, capital expenditures perusahaan adalah alokasi yang
direncanakan (dalam budget) untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau
penggantian segala sesuatu yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara
akuntansi. Capital expenditures perusahaan merupakan salah satu komponen
pengeluaran yang memiliki arti penting bagi perusahaan untuk membuat
keputusan pembiayaan (financing decision) serta keputusan investasi (investment
decision). Capital expenditures merupakan pengeluaran yang dapat memberi
keuntungan di masa depan dan karenanya diperlakukan sebagai pengeluaran
modal dan bukan sebagai biaya dari periode saat terjadi (Horne, 2005).
Beberapa motivasi manajer perusahaan untuk melakukan pengeluaran
modal menurut Gitman (2003) diantaranya:
1. Menambah aset tetap perusahaan sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan perusahaan dengan perluasan asset tetap (expansion).
2. Mengganti aset yang dianggap sudah habis umur ekonomisnya dengan
aset tetap yang baru.
3. Komponen pembiayaan promosi iklan, research and development serta
management controlling.
Capital expenditures merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
23
perusahaan manufaktur diwujudkan pada peralatan, mesin atau pabrik karena
perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan barang berwujud atau pengolahan
bahan baku menjadi barang jadi yang siap dikonsumsi oleh masyarakat.
Pentingnya peran capital expenditures bagi perusahaan manufaktur serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya akan dibahas pada penelitian ini. Pengaruh
masing-masing faktor akan dikaitkan dengan dua teori yang termasuk dalam teori
keagenan, yaitu pecking order hypotheses dan managerial hypotheses.
2.2.3 Internal Cash Flow
Internal cash flow merupakan aliran kas perusahaan pada periode tertentu
yang yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendanaan internal
perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Komponen ini menjadi penentu
penting perusahaan dalam melakukan capital expenditures apabila perusahaan
mengandalkan penggunaan sumber dana internal dalam melakukan kegiatan
investasi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengungkap pentingnya internal
cash flow sebagai penentu capital expenditures. Penelitian Griner dam Gordon
(1995) memberikan penekanan bahwa internal cash flow merupakan penentu bagi
tingkat capital expenditures suatu perusahaan. Penelitian Sartono (2001) dan
Hamidi (2003) juga menunjukkan hasil yang sama, bahwa internal cash flow
berpengaruh positif dan signifikan terhadap capital expenditures.
Pecking order hypotheses dan managerial hypotheses, menyampaikan
pendapat berbeda mengenai pengaruh internal cash flow terhadap capital
serta Myers dan Majluf (!984) menyatakan bahwa para manajer menjalankan
keputusan investasi untuk melakukan capital expenditures dengan
mempertimbangkan ketersediaan internal cash flow. Hal ini terjadi karena pada
pecking order hypotheses tidak menyatakan adanya konflik kepentingan antara
pihak manajemen dan pemegang saham, sehingga muncul asimetrik informasi
antara manajer dengan calon pemegang saham potensial.
Asimetri informasi ini muncul ketika manajer yang berkeinginan untuk
memaksimalkan keuntungan pemegang saham saat ini mempunyai informasi yang
tidak diketahui oleh pemegang saham baru yang potensial. Para calon investor
menurunkan harga penawaran untuk membeli saham baru dengan asumsi bahwa
manajer akan menggunakan informasi internal untuk mengambil tindakan yang
dapat menguntungkan pemegang saham saat ini. Jika informasi tersebut bersifat
menguntungkan, manajer akan menggunakan sumber dana eksternal untuk
membiayai penerbitan saham-saham yang bernilai rendah (under-value shares).
Manajer yang sepenuhnya bergantung pada sumber dana eksternal akan menolak
investasi untuk beberapa capital expenditures yang dapat meningkatkan
kemakmuran pemegang saham saat ini.
Berdasar pada pecking order hypotheses, bergantungnya manajer pada
ketersediaan internal cash flow disebabkan oleh usaha manajer untuk menghindari
saham-saham bernilai rendah (under-value shares) yang diberlakukan oleh
pasar-pasar modal yang kurang sempurna, dengan demikian akan mempertahankan
kemampuan perusahaan untuk melakukan semua capital expenditures yang dapat
25
Bertentangan dengan pecking order hypotheses yang menyatakan tidak
adanya konflik kepentingan antara agents dan principals, managerial hypotheses
justru berpendapat sebaliknya. Griner dan Gordon (1995) berpendapat, manajer
yang tidak memiliki saham pada perusahaan (insider ownership) akan
menggunakan internal cash flow untuk berinvestasi pada capital expendituressehingga jumlahnya melebihi tingkat capital expenditures yang dapat
memaksimalkan kepentingan para pemegang saham.
Asimetri informasi bukanlah satu-satunya alasan manajer
menggantungkan capital expenditures perusahaan pada ketersediaan internal cash
flow. Jensen (1986) dalam Hamidi (2003) menyebutkan adanya excess cash flows
yang dimiliki oleh perusahaan sebagai penyebab lain. Excess cash flows akan
mendorong manajer untuk melakukan investasi yang berlebihan dan pengeluaran
yang tidak terkait dengan kegiatan utama perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, baik pecking order hypotheses maupun
managerial hypotheses sama-sama berpendapat bahwa internal cash flow
merupakan faktor penentu dari capital expenditures. Perbedaan pandangan dari
kedua hipotesis tersebut terletak pada konflik kepentingan antara manajer dengan
pemegang saham perusahaan.
2.2.4 Insider Ownership
Insider Ownership merupakan persentase atas kepemilikan saham dan
option yang dimiliki oleh direksi dan komisaris perusahaan. Manajer menjadi
bagian dari pemilik perusahaan apabila manajer tersebut memiliki kepemilikan
Pecking order hypotheses mengasumsikan tidak adanya conflict of interest
yang terjadi antara manajer dan pemegang saham saat ini. Myers (1984) serta
Myers dan Majluf (1984) mengemukakan bahwa manajer memilih tingkat
pengeluaran modal yang dapat memakmurkan pemegang saham saat ini tanpa
memperhatikan kepentingan manajer tersebut. Berdasarkan teori ini, keberadaan
insider ownership tidak memberikan pengaruh terhadap keputusan capital
expenditures perusahaan karena hipotesis ini berasumsi bahwa perusahaan telah
melakukan pembelanjaan modal sesuai dengan yang seharusnya dilakukan oleh
perusahaan tanpa mengorbankan kepentingan pihak manapun.
Managerial hypotheses menitikberatkan pada pemisahan antara fungsi
kepemilikan dan fungsi kontrol pada perusahaan. Dalam teorinya, Jensen dan
Meckling (1976) mengungkapkan bahwa manajer yang kepemilikan sahamnya
pada perusahaan (insider ownership) kurang dari seratus persen akan
mendapatkan insentif dan kesempatan untuk melakukan tindakan yang
menguntungkan bagi kepentingan dirinya serta mengesampingkan keuntungan
pemilik lain. Insentif tersebut muncul karena manajer menikmati keuntungan
nonfinansial dari tindakan pengambilan keputusan yang mengesampingkan
pemaksimalan nilai, tanpa harus menanggung beban finansial yang
mungkinmuncul. Ketidakmampuan pemegang saham untuk melakukan tindakan
pengawasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen
memunculkan celah bagi manajer untuk melakukan tindakan moral hazard.
Perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham yang
27
saham, mengarah pada penggunaan beberapa mekanisme untuk menyelaraskan
kepentingan kedua pihak tersebut. Dua mekanisme yang termasuk dalam kategori
ini adalah perencanaan kompensasi yang didasarkan pada perhitungan akuntansi
(accounting-base compensation plans) dan insider ownership dari saham dan opsi
(Hamidi, 2003). Tingkat capital expenditures dipengaruhi oleh pertimbangan atau
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan rencana kompensasi
berdasarkan insentif yang digunakan untuk mengupayakan keselarasan
kepentingan manajer dan pemegang saham.
Berdasarkan managerial hypotheses, seorang manajer yang memiliki
kepemilikan atas saham perusahaan (insider ownership) akan memanfaatkan
wewenangnya untuk mengambil keputusan capital expenditures sehingga berada
pada posisi yang melebihi tingkat yang memaksimumkan kemakmuran pemegang
saham lain. Sebagai konsekuensinya, sesuai yang diungkapkan oleh Jensen dan
Meckling (1976), manajer harus menanggung akibat atas segala tindakan yang
dilakukannya karena manajer menjadi bagian dari pemegang saham tersebut.
2.2.5 Investment Opportunity
Investment opportunity adalah kombinasi antara aktiva riil (asset in place)
dan opsi investasi dimasa yang akan datang. Opsi investasi suatu perusahaan
dimasa yang akan datang tidak hanya semata-mata ditunjukkan dengan adanya
proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan, tetapi juga
kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan investment opportunity dibanding
dengan perusahaan yang setara dalam suatu kelompok industrinya (Gaver dan
opportunity yang bagus akan cenderung untuk menerbitkan ekuitas. Sedangkan
perusahaan dengan investment opportunity yang buruk akan melakukan
pendanaan dengan hutang.
Pendanaan dengan hutang mengharuskan perusahaan untuk
memaksimalkan investasinya pada proyek-proyek yang menguntungkan.
Perusahaan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran angsuran
menggunakan kas, sehingga perusahaan tidak dapat menggunakan cash flow
untuk diinvestasikan pada proyek yang tidak memberikan keuntungan maksimal.
Hal ini akan menguntungkan bagi perusahaan dengan investment opportunity
yang menguntungkan karena membantu memaksimalkan nilai perusahaan. Di sisi
lain, pendanaan dengan ekuitas lebih diminati oleh perusahaan-perusahaan dengan
investment opportunity yang lebih baik, karena keuntungan yang dihasilkan dari
investment opportunity-nya menjadi lebih besar.
Berdasarkan pecking order hypotheses, jika investment opportunity dimasa
yang akan datang lebih baik maka manajer berusaha mengambil peluang tersebut
demi memakmurkan kepentingan pemegang saham, sehingga capital expenditures
akan meningkat sesuai dengan investment opportunity perusahaan. Di sisi lain,
managerial hypotheses berpendapat bahwa perusahaan akan mengalami over
investment atau under investment sebagai akibat dari investasi berlebihan yang
dilakukan oleh manajer karena mereka melakukan capital expenditures tanpa
memperhitungkan kesejahteraan pemegang saham dan investment opportunity
yang ada. Meskipun demikian, kedua teori ini sepakat bahwa investment
29
2.3 Penga r uh Antar a Var iabel Dependen dan Var iabel Independen
2.3.1 Inter nal ca sh flow dan capital expenditur e
Sejumlah studi yang dilaksanakan atas faktor-faktor penentu capital
expendittures Fazzary dan Athey (1987) dalam Hamidi (2003)
menginterprestasikan arti penting internal cashflow dalam kerangka kinerja
pecking order. Penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2001) dalam Yeannie dan
Handayani (2007) menunjukkan bahwa internal cash flow mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap capital expenditures. Menurut hipotesis pecking order,
ketergantungan pada internal cash flow disebabkan oleh usaha para manajer
dalam mendapatkan saham-saham bernilai rendah (under value) yang ditetapkan
oleh para pemilik modal yang tidak sempurna, sehingga tetap mempertahankan
kemampuan untuk menangani semua capital expenditures yang akan
meningkatkan kemakmuran para pemegang saham (Walking dan Long, 1984
dalam Yeannie dan Handayani, 2007). Menurut hipotesis managerial, para
manajer yang memiliki tingkat kepemilikan kecil dalam perusahaan,
menggunakan internal cash flow untuk capital expenditures dalam tingkatan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkatan yang bisa memaksimalkan kekayaan
para pemegang saham saat ini. Penggunaan internal cashflow oleh manajer adalah
untuk kepentingan pribadinya, maka mereka cenderung melakukan over
investment, karena capital expenditures yang dilakukan dengan menggunakan
internal cashflow sulit termonitor oleh pemegang saham (Benstone, 1985 dalam
Yeannie dan Handayani, 2007). Berbeda dengan hipotesis pecking order yang
dengan para pemegang saham saat ini yang muncul dari pemisahaan atas
kepemilikan dan kontrol. Menurut penelitian yang dilakukan Myers (1994) dalam
Yeannie dan Handayani (2007) mengenai hipotesis pecking order, para manajer
cenderung untuk membuat keputusan capital expenditures dengan mengandalkan
internal cashflow karena adanya informasi yang asimetrik antara mereka sendiri
dan calon pemegang saham yang pontesial. Berdasarkan dari uraian diatas,
hipotesis pecking order menyatakan bahwa internal cashflow merupakan faktor
penentu dari capital expenditures, semakin besar internal cashflow maka semakin
besar capital expenditures perusahaan. Dengan demikian hipotesis yang disusun
berkaitan dengan hipotesis pecking order. Vogt (1994) dalam Yeannie dan
Handayani (2007) menemukan bahwa hubungan antara cashflow dan pengeluaran
sesuai dengan perilaku pecking order, sementara perusahaan-perusahaan besar
yang tidak bertumbuh sesuai dengan perilaku internal cashflow. Sebagaimana
dijelaskan oleh Jensen (1986) dalam Yeannie dan Handayani (2007), yaitu
permasalahan internal cashflow akan lebih nyata untuk perusahaan besar, karena
akan memerlukan mekanisme untuk memantau manajer dalam membuat
keputusan yang terbaik bagi para pemegang saham. Griner dan Gordon (1995)
dalam Yeannie dan Handayani (2007), memberikan penekanan pada internal
cashflow dan capital expenditures sebagai ha1 utama dalam konflik ini dengan
menyatakan bahwa para manajer cenderung mempertahankan dan
menginvestasikan kembali porsi earning yang lebih besar dibandingkan
kepentingan-kepentingan para pemegang saham. Pandangan yang sama juga
31
menyatakan bahwa ketergantungan internal cashflow untuk membiayai capital
expenditures merupakan suatu perwujudan dari tindakan para manajer dalam
melaksanakan kepentingan mereka yang dalam hal ini merugikan kepentingan
para pemegang saham.
2.3.2 Insider owner ship da n capital expenditur e
Grossman dan Hart (1982) dalam Yeannie dan Handayani (2007),
menyatakan bahwa tingkat kepemilikan managerial (insider ownership) dan
hutang yang tinggi juga akan berdampak buruk terhadap perusahaan. Jika
kepemilikan insider tinggi, manajer memiliki posisi yang kuat untuk melakukan
kontrol terhadap perusahaan dan pihak stockholder external akan mengalami
kesulitan untuk mengendalikan tindakan insider.
Bathala, et al., (1994) dalam Yeannie dan Handayani (2007), mengatakan
bahwa insider ownership yang tinggi akan meningkatkan risiko hutang non
diversfiable. Ini terjadi sebagai akibat dari adanya kecenderungan insider untuk
memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan akan memperoleh
keuntungan yang tinggi untuk membiayai proyek tersebut insider memilih
pembiayaan melalui hutang. Kenyataannya bahwa banyak penelitian telah
menemukan efek insider ownership atas berbagai keputusan yang diambil,
mengarahkan pada adanya kemungkinan bahwa insider ownership juga
berpengaruh pada tingkat capital expenditures.
Mahadwartha (2002) dalam Yeannie dan Handayani (2007) menemukan
bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan manajerial &an menggunakan
perusahaan. Selain itu hipotesis pecking order mengasumsikan bahwa tidak
terdapat konflik kepentingan antara para manajer dan para pemegang saham saat
ini, sehingga mengimplementasikan bahwa tidak ada pengaruh antara capital
expenditures dengan insider ownership. Meskipun terdapat beberapa penelitian
terdahulu yang membahas tentang capital expenditures McConnel (1985) dalam
Yeannie dan Handayani (2007) diketahui bahwa ada hubungan antara insider
ownership dan capital expenditure.
Namun demikian, terdapat penelitian lain yang melakukan studi tentang
pengaruh-pengaruh lain dari insider ownership. Hasil penelitian Haugen dan
Senbet (1981) dalam Yeannie dan Handayani (2007) menunjukkan bahwa insider
ownership atas opsi-opsi yang ada bisa memberikan insentif bagi para manajer
dalam membuat keputusan-keputusan yang mendukung kepentingan pemegang
saham. Morck, et a1 (1988) dalam Yeannie dan Handayani (2007) menemukan
bahwa adanya hubungan antara insider ownership dan kinerja finansial
perusahaan. Menurut hipotesis manajerial, insider ownership diharapkan dapat
menekan kecenderungan para manajer untuk melakukan over investment daiam
capital expenditures perusahaan, karena mereka ikut menanggung risiko-risiko
dari tindakan yang mereka lakukan. Dengan demikian terdapatnya hubungan
negatif antara capital expenditure dengan insider ownership.
2.3.3 Invesment oppor tunity dan capital expenditur e
Menurut penelitian yang dilakukan Jung, et al(1995) dalam Yeannie dan
Handayani (2007) mendukung babwa para manajer yang rnenghendaki atau
33
dengan memanfaatkan ekuitas, karena dengan ekuitas rnemberikan mereka
kewenangan dalam peningkatan dana dari penggunaan hutang yang ada. Namun
dibandingkan dengan ekuitas, adanya hutang mensyaratkan manajemen
melakukan pengeluaran kas (pay out cashflow) sehingga mereka tidak dapat
menggunakan aliran kas untuk melakukan investasi pada proyek yang tidak
menguntungkan, sebagai akibatnya pendanaan dengan hutang memaksimalkan
nilai perusahaan bagi perusahaan-perusahaan dengan investment opportunity yang
menguntungkan. Sementara itu, hubungan kewenangan dengan pendanaan ekuitas
merupakan ha1 yang berharga bagi perusahaan-perusahaan dengan investment
opportunity lebih baik, karena lebih memungkinkan perusahaan-perusahaan
tersebut dapat memperoleh banyak keuntungan dari investment opportunity-nya.
Dengan analisis tersebut perusahaan yang mempunyai investment
opportunity yang bagus cenderung untuk menerbitkan ekuitas. Menurut (Myers,
1977 dalam Yeannie dan Handayani 2007) menyatakan bahwa
perusahaan-perusahaan yang memiliki investment opportunity yang jelek akan menerbitkan
hutang jika manajemen dimonitor oleh penyedia modal terhadap perusahaan dan
penerbitan ekuitas lainnya. Berdasarkan hipotesis pecking order jika investment
opportunity dimasa yang akan datang lebih baik maka manajer berusaha
mengambil peluang tersebut demi memakmurkan kepentingan pemegang saham,
sehingga capital expenditures akan meningkatkan sesuai dengan investment
opportunity perusahaan.
Menurut Vogt (1997) dalam Yeannie dan Handayani (2007) menunjukkan
tersebut berimplikasi bahwa perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah harus
mencari alternatif pendanaan (capital expenditures) misalnya melalui kebijakan
utang. Konsep hipotesis pecking order, dengan mengandalkan internal cashflow
merupakan konsekuensi tindakan manajer demi kepentingan para pemegang
saham saat ini, dengan mengabaikan tingkat insider ownership dan internal
cashflow digunakan untuk mendanai investment opportunity yang menguntungkan
dimasa yang akan datang. Teori pecking order yang berhubungan dengan
pendanaan perusahaan menyatakan bahwa para manajer mengikuti suatu hirarki
pendanaan sebagai berikut: pendanaan internal, pinjaman, dan pendanaan ekuitas
eksternal. Berdasarkan hipotesis pecking order jika investment opportunity dimasa
yang akan datang lebih baik maka manajer berusaha mengambil peluang tersebut
demi memakmurkan kepentingan pemegang saham, sehingga capital expenditures
akan meningkat sesuai dengan peningkatan investasinya (Myers, 1984 dalam
Yeannie dan Handayani, 2007) .
2.4 Ker angka Konseptual
Gambar 1. Ker angka Konseptual Internal Cash Flow
(X1)
Investment Opportunity (X3)
Insider Ownership
(X2) Capital Expenditures
35
2.5 Per umu san Hipotesis
Capital expenditures perusahaan merupakan salah satu komponen
pengeluaran yang memiliki arti penting bagi perusahaan untuk membuat
keputusan pembiayaan (financing decision) serta keputusan investasi (investment
decision). Secara sederhana, capital expenditures perusahaan adalah alokasi yang
direncanakan (dalam budget) untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau
penggantian segala sesuatu yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara
akuntansi.
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
landasan teori dan kerangka pemikiran teoritis maka disajikan tiga hipotesis kerja
sebagai berikut:
H1: Internal Cash Flow memiliki pengaruh yang positif terhadap capital
expenditures.
H2: Insider Ownership memiliki pengaruh yang negatif terhadap capital
expenditures.
H3: Investment Opportunity memiliki pengaruh yang positif terhadap capital
3.1 Definisi Oper asional dan Pengukuran Var iabel
Penelitian ini secara empiris menganalisis tentang faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi capital expenditures perusahaan. oleh karena itu, perlu
dilakukan pengujian atas hipotesis-hipotesis yang telah diajukan. Pengujian
hipotesis dilakukan menurut metode penelitian dan analisis yang dirancang sesuai
dengan variabel-variabel yang diteliti agar akurasi hasil yang didapatkan
benar-benar teruji.
3.1.1 Var iabel Dependen (Capital Expenditures)
Capital expenditures merupakan alokasi yang direncanakan (dalam
budget) untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau penggantian segala sesuatu
yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara akuntansi.
Nilai capital expenditures dalam penelitian ini diproksi dengan
menghitung selisih total fixed asset perusahaan pada tahun ini dengan total fixed
asset perusahaan pada tahun sebelumnya (Griner dan Gordon, 1995; Sartono,
2001; Hamidi, 2003).
CAPEX pt = Total fixed asset t – Total fixed asset t-1
3.1.2 Var iabel Independen
37
3.1.2.1 Internal Cash Flow
Internal cash flow merupakan aliran kas perusahaan pada periode tertentu
yang diproksi dengan menselisihkan net operating profit after taxes (NOPAT)
dengan net investment in operating capital (NIOC). Variabel NOPAT dan NIOC
dipakai dengan pertimbangan angka-angka tersebut mampu mewakili nilai aliran
kas atau kas aktual yang tersedia yang benar-benar dimilik perusahaan pada
periode t (Hamidi, 2003). Secara matematis, nilai internal cash flow dirumuskan
sebagai berikut :
FLOWit = NOPATit - NIOCit
NOPAT = EBIT (1- tax rate)
NIOC = TOCt – TOCt-1
TOC = NOWC + NFA
NOWC = (all current assets that do not pay interest) – (all current
liabilities that do not charge interest)
Dimana :
NOPATit = net operating profit after taxes perusahaan i pada tahun t
NIOCit = net investment in operating capital perusahan i pada tahun t
EBIT = earning before interest and taxes
TOC = total operating capital
NOWC = net operating working capital
3.1.2.2 Insider Ownership
Insider Ownership adalah persentase atas kepemilikan saham dan option
yang dimiliki oleh direksi dan komisaris perusahaan. Nilai insider ownership
diperoleh dari persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direksi pada
perusahaan i pada periode t untuk masing-masing periode pengamatan (Hamidi,
2001). Secara matematis, variabel insider ownership diformulasikan sebagai
berikut :
Insider Ownership =
beredar yang perusahaan saham direksi dan